• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Spasial Nomor 1, Volume 6, 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Spasial Nomor 1, Volume 6, 2019"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Spasial Nomor 1, Volume 6, 2019

DAMPAK PEMBANGUNAN JALUR JALAN LINTAS SELATAN (JJLS) TERHADAP PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DESA GADINGSARI, KECAMATAN SANDEN, KABUPATEN BANTUL, YOGYAKARTA

Penulis : Hendry Edy, M. Baiquni, Bambang Triatmodjo Sumber :

Nomor 1, Volume 6, 2019

Diterbitkan Oleh : Program Studi Pendidikan Geografi, STKIP PGRI Sumatera Barat

Copyright © 20119, Jurnal Spasial ISSN: 2540-8933 EISSN: 2541-4380

Program Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat Untuk Mengutip Artikel ini :

Edy, Hendry, dkk. 2019. Dampak Pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) terhadap Perubahan Penggunaan Lahan di Desa Gadingsari, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Jurnal Spasial, Volume 6, Nomor 1, 2019:1-11

. Jurnal Spasial, Volume 6, Nomor 1, 201xx: xxxx-xxx.

(2)

Edy, et al Nomor 6, Volume 1, 2019. DOI: 10.22202/js.v6i1.3270

Jurnal Spasial

Nomor 1, Volume 6, 20119

http://ejournal.stkip-pgri-sumbar.ac.id/index.php/spasial

DAMPAK PEMBANGUNAN JALUR JALAN LINTAS SELATAN (JJLS) TERHADAP PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DESA GADINGSARI, KECAMATAN SANDEN, KABUPATEN BANTUL, YOGYAKARTA

Hendry Edy1, M.Baiquni2, Bambang Triatmodjo3

1Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Jl. Teknika Utara, Pogung Kidul, Mlati, Sleman, Yogyakarta 55281

2Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Jl. Sekip Utara, Bulaksumur, Sinduadi Mlati Sleman, Yogyakarta 55281

3Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika 2, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta 55281

A R T I K E L I N F O A B S T R A C T

Article history:

Submit 2019-03-19 Editing 2019-03-26

Infrastructure Development Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) is a National program that passes through 5 provinces in Java, which is one of the provinces passed through the Special Region of Yogyakarta. One of the villages passed by the JJLS development in the Special Province of Yogyakarta is Gadingsari Village, Sanden District, Bantul Regency. In this study, it will be seen how changes in land use in Gadingsari village before and after JJLS. The purpose of this study was to analyze changes in land use that occurred in Gadingsari Village. The analytical method used is a qualitative descriptive analysis method. Changes in land use were obtained from the Satellite Image Overlay Analysis in the span of time, namely before JJLS was built in 2013 and after JJLS was built in 2017 and strengthened with field surveys and in-depth interviews. From the results of the research, it was found that the land area for settlements in Gadingsari Village before and after the JJLS had changed. Before the existence of JJLS residential area was 78.90 hectar and it expanded to 104.93 hectar after the construction of JJLS, there was an increase of around 32.99% .

Pembangunan Infrastruktur Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) merupakan program Nasional yang yang melewati 5 provinsi yang ada di Pulau Jawa yang salah satu provinsi yang dilalui adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu Desa yang dilewati oleh pembangunan JJLS di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Desa Gadingsari, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul.

Dampak dari pembangunan JJLS ini terhadap desa yang dilalui salah satunya adalah terjadinya perubahan penggunaan lahan disepanjang wilayah yang dilewati. Pada penelitian ini akan dilihat bagaimana perubahan penggunaan lahan di desa Gadingsari sebelum dan setelah JJLS. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Desa Gadingsari. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Perubahan penggunaan lahan didapatkan dari Analisis Overlay Citra Satelit dalam rentang waktu, yaitu sebelum JJLS dibangun tahun 2013 dan setelah JJLS dibangun pada tahun 2017 serta diperkuat dengan survey lapangan dan wawancara mendalam. Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa luas lahan untuk pemukiman di Desa Gadingsari sebelum dan setelah adanya JJLS mengalami perubahan. Sebelum adanya JJLS luas lahan pemukiman 78.90 hektar dan bertambah luasnya menjadi 104.93 hektar setelah pembangunan JJLS, terjadi pertambahan luas sekitar 32.99 %..

Keyword:

Infrastructure Overlay JJLS Land Image

©2018 Jurnal Spasial All rights reserved.

Jurnal Penelitian, Terapan

Ilmu Geografi, dan

Pendidikan Geografi

(3)

PENDAHULUAN

Pulau Jawa termasuk ke dalam kelompok kawasan berkembang di pertumbuhan ekonominya baik pada umumnya berada di sepanjang pantai utara pulau Jawa seperti kota semarang, Pati, Rembang dan Jepara. Kondisi sebaliknya terjadi di bagian selatan pulau Jawa dimana pertumbuhan ekonomi berjalan lambat dan tidak banyak aktivitas dan pergerakan orang atau barang yang terjadi. Kondisi ini menimbulkan kesenjangan antara wilayah yaitu antara kawasan wilayah utara dan kawasan wilayah selatan pulau jawa. Wilayah bagian selatan pulau Jawa sebenarnya memiliki potensi ekonomi yang besar antara lain tanah yang subur, sumber-sumber tambang, sumber daya laut, wisata pantai, wisata gua karst, wisata alam dan pegunungan, pariwisata hutan dan pariwisata budaya (peninggalan sejarah dan budaya tradisional). Potensi-potensi ini belum digarap dengan baik dikarenakan terbatasnya infrastruktur yang ada di pantai Selatan Jawa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di perlukan pembangunan infrastruktur yang bisa mendukung untuk pengembangan potensi-potensi yang ada.

Ketersediaan infrastruktur dapat memberikan pengaruh pada peningkatan akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga meningkatkan akses produktivitas sumber daya yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu infrastruktur yang sangat dibutuhkan dalam hal ini adalah infrastruktur Jalan. Jalan merupakan faktor pendorong perubahan dari segi ekonomi, daerah yang memiliki banyak akses jalan cenderung akan mendorong perubahan lahan ke arah yang tidak dapat balik (Kubangun et al, 2016). Jalan adalah salah satu infrastruktur yang sangat penting guna menunjang kegiatan ekonomi untuk menanggulangi kesenjangan wilayah bagian Utara Pulau Jawa dan Bagian Selatan Pulau Jawa. Di Pulau Jawa bagian selatan ini pemerintah membangun Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS). .

Jalan adalah salah satu infrastruktur yang sangat penting guna menunjang kegiatan ekonomi untuk menanggulangi kesenjangan wilayah bagian Utara Pulau Jawa dan Bagian Selatan Pulau Jawa. Di Pulau Jawa bagian selatan ini pemerintah membangun Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS). Pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) ini adalah salah satu upaya pemerintah melalui Kementrian Pekerjaan Umum untuk meningkatkan tersedianya infrastruktur di Pulau Jawa bagian selatan. Jalan Jalur Lintas selatan ini dibangun bertujuan untuk mengurangi kepadatan transportasi di pantai Utara Jawa (Pantura) serta untuk memacu perkembangan wilayah di kawasan Selatan Jawa. Selain itu dibangunnya Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) ini juga diharapkan dapat meningkatkan akses mobilitas sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah yang dilalui oleh JJLS. Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) akan menghubungkan 5 propinsi di Pulau Jawa yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Pelaksanaan pembangunan infrastruktur terutama jalan diharapkan dapat memberikan berbagai dampak positif terhadap masyarakat. Pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan diharapkan mampu memberikan berbagai implikasi bagi masyarakat di sekitarnya. Pada prinsipnya setiap pelaksanaan pembangunan akan selalu terjadi interaksi atau benturan kepentingan antara komponen kegiatan dengan komponen lingkungan sehingga akan menimbulkan perubahan lingkungan. Pembangunan jalan akan mampu memberikan pengaruh pada wilayah yang dilaluinya, baik dampak sosial, ekonomi, dan lain-lain.

Rencana pembangunan Jaringan Jalan Lintas Selatan Pulau Jawa Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap pekerjaan yaitu program jangka pendek, jangka menegah dan jangka panjang.

Dalam perkembangan selanjutnya Program jangka pendek (tahun 2005-2007) menghubungkan antara Congot (batas Propinsi Jawa Tengah) - Srandakan – Poncosari – Kretek – Parangtritis – Girijati – Klampok – Planjan – Baron –Duwet (batas propinsi Jawa Tengah) sepanjang 130, 305 km dengan memanfaatkan jalan yang sudah ada melalui pelebaran jalan menjadi 7 m. Program jangka panjang (tahun 2008 – 2025) menghubungkan antara Congot (batas propinsi Jawa Tengah) – Srandakan – Kretek – Parangtritis – Baron- Duwet (batas Propinsi Jawa Tengah) sepanjang 117,60 km dengan badan jalan 24 m (aspal 2 x 7 m), membuat jalan dan jembatan serta terowongan . Khusus untuk pembangunan terowongan masih dalam wacana sehingga tidak termasuk pada kajian studi AMDAL. Target pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan di Daerah Istimewa Yogyakarta di bagi menjadi 2 program yaitu program jangka pendek dan program jangka panjang. Program Jangka pendek pada dasarnya untuk menyambung jaringan jalan lintas selatan pulau Jawa dengan memanfaatkan jaringan jalan yang sudah ada pada saat ini. Sedangkan program jangka panjang merupakan pembangunan jaringan jalan dan jembatan untuk jangka panjang tidak seluruhnya melalui rute jaringan pada program jangka pendek karena beberapa hal teknis dan pertimbangan lain. Rute yang digunakan dalam program jangka panjang di wilayah Kabupaten Bantul ada sedikit pergeseran rute dengan panjang jalan 6,82 km (jalan tanah) menyambung lewat Jembatan Srandakan III, Panjang total untuk segmen congot- srandakan adalah 25,65 km. Rute dari Srandakan-Prangtritis melewati jaringan jalan yang sudah ada dengan panjang

(4)

segmen 23,40 km. Rute dari Srandakan – Parangtritis melewati jaringan jalan yang sudah ada dengan panjang segmen 23,40 km. Rute Parangtritis – Baron masih menunggu hasil studi selanjutnya untuk menentukan rute akhir (ada kajian tersendiri terhadap kemungkinan pembuatan terowongan) Rute Baron – Duwet menggunakan rute yang sudah ada sesuai dengan rute yang dikembangkan untuk program jangka pendek. Panjang rute ini adalah 41,09 km.

Salah satu desa yang dilalui oleh pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) adalah Desa Gadingsari yang terletak di Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pembangunan jalan di desa Gadingsari ini dimulai tahun 2013. Pembangunan jalan dilakukan dengan memperlebar trase jalan yang sudah ada.

Setelah selesainya pembangunan Jalur JalanLintas Selatan (JJLS) di Desa Gadingsari, terjadi perubahan penggunaan lahan terutama bertambahnya lahan yang di gunakan untuk pemukiman. Tujuan dari penelitian ini adalah utnuk mengetahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Desa Gadingsari sebelum di bangunnnya Jalur jalan Lintas Selatan (JJLS) pada tahun 2013 dan sesudah adanya Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) tahun 2017. Dibangunnya JJLS diharapkan akan menunjang kegiatan ekonomi serta akan menanggulangi kesenjangan wilayah bagian Utara Pulau Jawa dan Bagian Selatan Pulau Jawa. Pada penelitian ini akan melihat tentang dampak pembangunan JJLS terhadap perubahan penggunaan lahan. Lahan yang sebelum dibangunnya JJLS sebagian besar merupakan lahan berupa tegalan, kebun atau sawah tadah hujan akan berubah menjadi lahan pemukiman.

Tanah (land) merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Definisi dari tata guna tanah (land use) adalah pengaturan penggunaan tanah (tata: pengaturan). Hakekat dari tata guna tanah, yaitu bagaimana menata tanah sesuai dengan peruntukannya, istilah tata guna tanah juga berarti aturan atau pengaturan tanah agar diperoleh tatanan penggunaan yang di inginkan. Keinginan tersebut merupakan tujuan (goal) yang secara normatif diformulasikan dalam bentuk azas - azas tata guna tanah yang disingkat LOSS (Lestari, Optimal, Serasi, dan Seimbang), yang artinya penggunaan tanah yang ada telah sesuai dengan yang diharapkan.

Lahan berbeda dengan tanah. Istilah tanah lebih mengarah pada tubuh tanah (soil) dan materi tanah (materials) yang menekankan pada sifat fisik tanah secara kimiawi dan organik. Sementara itu lahan lebih dikaitkan pada unsur pemanfaatan / peruntukan/ penggunaan dari bentang tanah dalam hal ini dipahami sebagai ruang. Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi atau relief, hidrologi dan bahkan keadaan vegetasi alami yang secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (Fadilla Restu et al, 2018). Dengan demikian, bila coba didefenisikan, penatagunaan lahan adalah upaya atau hasil upaya mengatur penggunaan tanah yang rasional, dan serasi; penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah; melalui pengaturan kelembagaan yg terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem utk kepentingan masyarakat secara adil.

Sementara itu lahan disebut sebagai produk karena kegiatan perencanaan menghasilkan suatu sistem tata ruang dan pengelolaannya dimana lahan yang tertata adalah bagian di dalamnya. Disamping kegunaan lahan dalam menunjang kehidupan manusia dan komunitasnya, harus dipahami pula bahwa lahan juga memiliki kerawanan bencana yang dapat terjadi secara alamiah maupun karena kesalahan dalam penggunaan lahan. Tata guna tanah di kota biasanya mempunyai pola yang teratur dan mudah diduga. Nilai tanah dapat menentukan pola tata gunanya.

Semakin tinggi dan baik nilai tanah cenderung menunjukkan pemiliknya hendak mengembangkannya untuk keuntungan paling tinggi. Tata guna tanah di kota besar digolongkan kedalam lahan pemukiman, ruang transportasi, lahan komersial dan industri, serta lahan milik umum.

Beberapa perspektif yang harus diperhatikan dalam memahami penggunaan lahan (land use),

1. Lahan adalah ruang fungsional yang diperuntukkan untuk mewadahi beragam penggunaan. Dalam perspektif ini lahan mengakomodasi pertumbuhan kawasan yang didorong oleh pertumbuhan penduduk dan ekspansi ekonomi. Meningkatnya jumlah penduduk dan ekspansiekonomi meningkatkan kompleksitas fungsi kawasan, sebagai contoh: kawasan pedesaan dengan penduduk relatif sedikit hanya didominasi kegiatan agraria dan beberapa fungsi pendukung agraria (koperasi, perdagangan bibit dan obat-obatan, dan lain-lain) serta fungsi pendukung permukiman (puskesmas, sekolah dasar sampai menengah, dan lain sebagainya). Bandingkan dengan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan ekonomi dan jasa, dimana pada kawasan ini populasi penduduk sangat tinggi yang mendorong efisiensi penggunaan lahan untuk bermacam kegiatan ekonomi.

Kegiatan agraria yang membutuhkan lahan luas semakin sedikit (bahkan mungkin tidak ada), digantikan oleh kawasan industri, pusat-pusat perdagangan, pendidikan dan perkotoran yang cakupan layanan (operasinya) membawahi beberapa desa di sekitarnya. Dengan demikian, kawasan perkotaan memiliki kompleksitas yang

(5)

lebih tinggi daripada desa dimana ada beberapa fungsi pendukung kehidupan masyarakat pedesaan juga ditempatkan di kawasan perkotaan, seperti perguruan tinggi, rumah sakit, dan lain sebagainyaLahan sebagai setting dari sistem aktivitas. Kompleksitas fungsi kawasan sebagaimana dijelaskan di atas terjadi karena adanya sistem aktivitas yang menggambarkan pola kegiatan penghuni kawasan dalam menjalankan urusan hariannya.

Disebut sistem karena ada pola saling keterhubungan antara aktivitas yang satu dengan aktivitas lainnya yang kemudian memicu timbulnya aktivitas pergerakan. Sebagai contoh: lahan dengan fungsi perumahan memiliki interaksi yang tinggi dengan lahan dengan fungsi pendidikan, kesehatan, perdagangan dan fungsi jasa (perkantoran). Hal ini disebabkan kawasan perumahan yang mendukung pemenuhan kebutuhan berhuni harus didukung oleh kawasan-kawasan yang mendukung penduduk untuk memenuhi kebutuhan harian yaitu membeli barang-barang kebutuhan rumah tangga, menjalankan profesi, kesehatan serta kegiatan pendukung lainnya (misalnya rekreasi, dan lain sebagainya). Dalam menjalankan kegiatan harian, warga tentu melakukan kegiatan “ulang alik” dari tempat berhuni ke kawasan-kawasan lainnya yang sudah tentu memicu adanya aktivitas pergerakan yang harus didukung oleh sistem transportasi. Beban yang ditanggung oleh sistem transportasi ini ditentukan oleh volume pergerakan, waktu terjadinya pergerakan, jarak dan ketersediaan infrastruktur. Seluruh aktivitas sebagaimana dijelaskan dalam contoh ini membentuk hubungan yang saling bergantung sama lain yang disebut sistem aktivitas.

2. Perspektif lain menyebutkan bahwa lahan adalah komoditas. Penggunaan lahan harus memperhatikan kemampuan fisik alamiah dan daya dukungnya. Tidak semua lahan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan bermukim dan ekonomi, seperti kawasan pegunungan dan sempadan sungai yang harus dijaga sebagai kawasan lindung.

Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain pada suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada suatu daerah pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto, et al, 2001). Penggunaan lahan diartikan sebagai proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya kepenggunaan lainnya yang dapat bersifat permanen maupun sementara dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang baik untuk tujuan komersil maupun industry (Wahyuni, et al, 2014)Perubahan penggunaan lahan berkaitan dengan upaya pembangunan dan pemenuhan kebutuhan penduduk yang semakin meningkat. Perubahan penggunaan lahan terjadi karena adanya upaya pemenuhan kebutuhan penduduk serta meningkatnya tuntutan peningkatan mutu kehidupan.

Penggunaan lahan selanjutnya akan terdistribusi pada lokasi tertentu. Disitribusi penggunaan lahan berkaitan dengan pola perubahan lahan. Perubahan penggunaan lahan dapat terjadi secara sistematik dan non sistematik (Ahardi M. Ardhi et al, 2015). Perubahan sistematik terjadi dengan ditandai oleh fenomena yang berulang, yakni tipe perubahan penggunaan lahan pada lokasi yang sama. Kecenderungan perubahan ini dapat ditunjukkan dengan peta multiwaktu. Fenomena yang ada dapat dipetakan berdasarkan seri waktu, sehingga perubahan penggunaan lahan dapat diketahui. Pola distribusi perubahan penggunaan lahan dikelompokkan menjadi beberapa pola yaitu:

1. Pola memanjang mengikuti jalan, 2. Pola memanjang mengikuti sungai, 3. Pola radial,

4. Pola tersebar

5. Pola memanjang mengikuti garis pantai

6. Pola memanjang mengikuti garis pantai dan rel kereta api.

Perubahan penggunaan lahan terjadi karena banyak faktor antara lain 1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan,

2. Meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga atas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman (komplek-komplek perumahan),

3. Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian dan upaya pembangunan yang pada gilirannya akan menggeser kegiatan pertanian/ lahan hijau khususnya di perkotaan,

4. Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.

(6)

Tingginya tingkat kepadatan penduduk disuatu wilayah mendorong penduduk untuk membuka lahan baruuntuk digunakan sebagai permukiman ataupun lahan-lahan budidaya (Beatus M. Laka et al, 2017). Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali dapat menimbulkan masalah sosial, ekonomi dan lingkungan (Sadewo M Nur et al, 2018) Klasifikasi kelas penggunaan lahan dilakukan berdasarkan hasil interpretasi citra secara visual. Interpretasi secara visual dilakukan berdasarkan pendekatan unsur-unsur interpretasi seperti rona/warna, tekstur, pola, ukuran, bentuk, bayangan dan situs sebagai pedoman untuk deliniasi kelas penggunaan lahan (Murdaningsih, et al, 2017).

Hasil interpretasi data citra satelit tersebut adalah penutup/ penggunaan lahan yang sebagai berikut :

1. Tubuh air terdiri dari semua kenampakan perairan, termasuk dalam klas ini adalah sungai, danau dan empang,

2. hutan adalah seluruh hutan yang tumbuh dan berkembang pada habitat lahan kering maupun lahan basah/

payau

3. Penutup atau penggunaan lahan yang lain adalah tegalan/ ladang yang merupakan area yang digunakan untuk kegiatan pertanian dengan jenis tanaman semusim di lahan kering

4. Perkebunan/ kebun mrupakan lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian tanpa pergantian tanaman selama dua tahun.

5. Pemukiman dan tempat kegiatan areal atau lahan yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan, dicirikan oleh adanya substitusi penutup lahan yang bersifat alamiah atau semialami oleh penutup lahan yang bersifat artifisial dan sering kedap air

6. Sawah Areal pertanian yang digenangi air atau diberi air, baik dengan teknologi pengairan, tadah hujan, maupun pasang surut. Areal pertanian dicirikan oleh pola pematang, dengan ditanami jenis tanaman berumur pendek (padi)

7. Penutupan lahan yang termasuk dalam lainnya adalah berupa semak/ belukar, padang rumput dan tanah terbuka

Pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) ini merupakan program nasional yang tertuang dalam Surat Kesepakatan Bersama Gubernur Banten, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Gubernur Jawa Timur No. 611.51/2-HUK/2004; No.620/2004;No 1 Tahun 2004, No.119/0450;120.1/522/012/2004 tanggal 18 Februari 2004 tentang Pembangunan Jaringan Jalan Lintas Selatan Pulau Jawa kemudian selanjutnya berdasarkan persetujuan komisi IV DPR-RI pada rapat kerja dengan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah tanggal 5 Mei 2004, menyetujui pembangunan Jaringan Jalan Lintas Selatan Jawa sebagai Jalan Arteri Primer Jalan Lintas Selatan.

Rencana pembangunan Jaringan Jalan Lintas Selatan Pulau Jawa Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap pekerjaan yaitu program jangka pendek, jangka menegah dan jangka panjang.

Dalam perkembangan selanjutnya Program jangka pendek (tahun 2005-2007) menghubungkan antara Congot (batas Propinsi Jawa Tengah) - Srandakan – Poncosari – Kretek – Parangtritis – Girijati – Klampok – Planjan – Baron –Duwet (batas propinsi Jawa Tengah) sepanjang 130, 305 km dengan memanfaatkan jalan yang sudah ada melalui pelebaran jalan menjadi 7 m. Program jangka panjang (tahun 2008 – 2025) menghubungkan antara Congot (batas propinsi Jawa Tengah) – Srandakan – Kretek – Parangtritis – Baron- Duwet (batas Propinsi Jawa Tengah) sepanjang 117,60 km dengan badan jalan 24 m (aspal 2 x 7 m), membuat jalan dan jembatan serta terowongan . Khusus untuk pembangunan terowongan masih dalam wacana sehingga tidak termasuk pada kajian studi AMDAL.

Target pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masing-masing program adalah sebagai berikut:

a. Program Jangka pendek

Program jangka pendek pada dasarnya untuk menyambung jaringan jalan lintas selatan Pulau Jawa dengan memanfaatkan jaringan jalan yang sudah ada pada saat ini.

b. Program jangka Panjang

Pembangunan jaringan jalan dan jembatan untuk jangka panjang tidak seluruhnya melalui rute jaringan pada program jangka pendek sebagai berikut:

(7)

− Rute yang digunakan dalam program jangka panjang di wilayah Kabupaten Bantul ada sedikit pergeseran rute dengan panjang jalan 6,82 km (jalan tanah) menyambung lewat Jembatan Srandakan III, Panjang total untuk segmen congot-srandakan adalah 25,65 km

− Rute dari Srandakan-Prangtritis melewati jaringan jalan yang sudah ada dengan panjang segmen 23,40 km

− Rute dari Srandakan – Parangtritis melewati jaringan jalan yang sudah ada dengan panjang segmen 23,40 km

− Rute Parangtritis – Baron masih menunggu hasil studi selanjutnya untuk menentukan rute akhir (ada kajian tersendiri terhadap kemungkinan pembuatan terowongan)

− Rute Baron – Duwet menggunakan rute yang sudah ada sesuai dengan rute yang dikembangkan untuk program jangka pendek. Panjang rute ini adalah 41,09 km.

METODOLOGI

Desa Gadingsari terletak di Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul dengan luas wilayah 811,74 Hektar dengan batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Caturharjo, Kecamatan Pandak Sebelah Selatan : Samudra Indonesia

Sebelah Barat : Desa Poncosari Kecamatan Srandakan

Sebelah Timur : Desa Murtigadingdan Gadingharjo Kecamatan Sanden

Lokasi penelitian adalah Desa Gadingsari, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Desa Gadingsari

Alat yang dipakai untuk penelitian ini adalah :

1. Seperangkat komputer (hardware) yang digunakan untuk mendigitasi peta

2. Perangkat lunak (software GIS) untuk mengolah data spasial: ArcGis 10.2 dan Google Earth mengambil citra digital.

3. GPS (Global Positioning System) yang digunakan dalam kerja lapangan untuk menunjukkan posisi sehingga sesuai dengan titik yang telah ditentukan.

Bahan yang digunakan :

1. Peta administrasi desa Gadingsari

2. Peta penggunaan lahan desa Gadingsari tahun 2013 dan 2017 yang bersumber dari citra yang ada di google earth 3. Data-data sekunder

Monografi desa Gadingsari dan data-data lain yang terkait dengan penelitian

(8)

Teknik pengumpulan data pada penelitian adalah sebagai berikut:

1. Dokumentasi

Pada penelitian ini data primer adalah citra yang diperoleh dari Google Earth Desa Gadingsari, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul tahun 2013 dan tahun 2017. Data primer dalam penelitian ini adalah citra satelit untuk wilayah desa Gadingsari, Selanjutnya untuk data sekunder dapat diperoleh secara langsung melalui instansi-instansi pemerintahan di lokasi penelitian.

2. Interpretasi Citra

Citra dapat diartikan sebagai gambaran yang tampak dari suatu objek yang sedang diamati, sebagai hasil liputan atau rekaman suatu alat pantau/sensor, baik optik, elektro optik, optik- mekanik, maupun elektromagnetik (Kusumaningrat et al, 2017). Citra memerlukan proses interpretasi atau penafsiran terlebih dahulu dalam pemanfaatannya. Interpretasi citra dilakukan dengan menggunakan program Arcgis 10.2. yang berupa interpretasi visual, dengan cara menginterpretasi atau mendigitasi citra untuk memisahkan objek-objek tertentu sehingga menghasilkan peta perubahan penggunaan lahan. Berdasarkan interpretasi citra dapat diketahui penggunaan lahan, dan luas penggunaan pada setiap tahun pemotretan, sehingga dari hasil interpretasi ini diperoleh dua peta tentatif penggunaan lahan (tahun 2013 dan tahun 2017). Hasil interpretasi ini berupa peta tentatif dan belum lengkap. Peta tentatif ini agar menjadi peta yang lengkap dan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, perlu dilakukan cek lapangan.

3. Observasi

Observasi merupakan cara mengumpulkan data penelitian melalui pengamatan, pencatatan, dan pengunjungan instansi untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Dari kegiatan observasi dapat diperoleh data yang mungkin tidak dapat diperoleh dari citra sehingga peta hasil interpretasi dapat diperbaiki sesuai dengan data terbaru dan dapat menjadi peta aktual.

4. Wawancara

Tujuan dari wawancara adalah melihat penggunaan lahan di daerah penelitian saat dilakukan cek lapangan. Apakah kondisinya sesuai atau tidak sesuai dengan kenampakan yang ditunjukkan pada citra. Wawancara dilakukan kepada penduduk yang berada di sekitar penggunaan lahan tersebut dan mengetahui riwayat penggunaan lahan tersebut.

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis Sistem Informasi Geografi (Overlay)

Analisis perubahan penggunaan lahan dengan memanfaatkan data spasial yang bersifat temporal sangat bermanfaat, khususnya untuk mengetahui lokasi-lokasi tempat dimana perubahan penggunaan lahan terjadi (Nuraeni et al, 2017).

Pada penelitian ini data diperoleh dari hasil interpretasi citra dianalisis, yaitu peta penggunaan lahan tahun 2013 dan tahun 2017, kemudian data di nalisis. Analisis pada tahap ini adalah kegiatan Reinterpretasi (menginterpretasi ulang) peta dilakukan setelah melakukan uji ketelitian dan observasi. Dari proses reinterpretasi maka akan dihasilkan peta perubahan penggunaan lahan yang telah di-overlay (data tahun 2013 dan tahun 2017). Analisis terhadap perubahan penggunaan lahan, luas masing-masing penggunaan lahan, luas perubahan, dengan analisis sistem informasi geografis. Masing-masing dari peta penggunaan lahan yang berbeda waktunya ditumpangsusunkan dengan teknik Overlay, sehingga dapat diketahui perubahan jenis, luas, dan luas perubahan lahannya untuk menghasilkan informasi berupa peta perubahan penggunaan lahan di Desa Gadingsari, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul.

2. Teknik Analisis Deskriptif Kualitatif

Analisis Deskriptif ini digunakan untuk menjelaskan hasil-hasil temuan di lapangan. Hasil temuan dari penelitian tersebut antara lain luas perubahan penggunaan lahan dan jenis penggunaan lahan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peta penggunaan lahan diambil dari citra yang ada di google earth temporal kemudian dilakukan interpretasi visual setiap temporal dengan program Arcgis 10.2. Dari hasil analisis peta penggunaan lahan pada tahun 2013 dapat

(9)

dilihat luas untuk masing-masing penggunaan lahan pada Tabel 1. Luas danau 0.50 hektar, semak/ belukar seluas 3.39 hektar, untuk kebun seluas 281.73 hektar pemukiman seluas 78.9 hektar, sawah irigasi seluas 226.09 hektar, tegalan seluas 94.59 hektar, pasir darat seluas 78.72 hektar dan rumput seluas 6.05 hektar.

Tabel 1. Tabel Penggunaan lahan tahun 2013

No Penggunaan lahan (land Use) Luas (Large) (Hektar)

1 Danau 0,50

2 Belukar/semak 3,39

3 Kebun 281,73

4 Pemukiman 78,90

5 Sawah Irigasi 226,09

6 Tegalan 94,59

7 Pasir darat 78,72

8 Rumput 6,05

Sumber : interpretasi Citra Google Earth 2013

Peta penggunaan lahan di desa Gadingsari tahun 2013 dapat dilihat pada gambar 2. Penggunaan lahan dapat dilihat sesuai warna yang terlihat pada peta. Lahan yang digunakan sebagai kebun merupakan lahan yang terluas dengan luas 281.73 hektar, penggunaan lahan untuk pemukiman seluas 78.9 hektar, penggunaan lahan sebagai sawah irigasi seluas 226.09 hektar dan penggunaan lahan sebagai pasi darat seluas 78.72 hektar.

Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Desa Gadingsari tahun 2013

Dari hasil analisis peta penggunaan lahan desa Gadingsari pada tahun 2017 dapat dilihat pada luas masing- masing penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 2. Luas danau 0.50 hektar, semak/ belukar seluas 3.39 hektar, untuk kebun seluas 259.95 hektar, pemukiman seluas 104.93 hektar, sawah irigasi seluas 226.09 hektar, tegalan seluas 94.59 hektar, pasir darat seluas 75.74 hektar dan rumput seluas 6.05 hektar.

(10)

Tabel 2. Tabel Penggunaan lahan tahun 2017

Sumber : interpretasi Citra Google Earth 2017

Peta pernggunaan lahan Desa Gadingsari dapat dilihat pada gambar 3. Penggunaan lahan dapat dilihat sesuai warna yang terlihat pada peta.

Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan Desa Gadingsari tahun 2017

Perubahan penggunaan lahan pada tahun 2013 sampai tahun 2017 dapat dilihat pada gambar 4. Luas perubahan penggunaan lahan yang terjadi dari tahun 2013 sebelum ada JJLS dan tahun 2017 setelah adanya JJLS bisa dilihat pada tabel 3. Terjadinya perubahan lahan kebun menjadi pemukiman seluas 21.78 hektar,

perubahan lahan tegalan menjadi pemukiman seluas 1.27 hektar sedangkan pasir darat yang menjadi pemukiman seluas 2.98 hektar.

Tabel 3. Tabel Perubahan Penggunaan lahan tahun 2013 sampai 2017

No Penggunaan Lahan (Land Use)

Luas (Large) ( Hektar ) Perubahan (change) (ha)

2013 2017 Bertambah Berkurang

1 Danau 0,50 0,50

2 Belukar/ semak 3,39 3,39

3 Kebun 281,73 259,95 21,78

4 Pemukiman 78,90 104,93 26,03

5 Sawah Irigasi 226,09 226,09

No Penggunaan lahan (land use) Luas (Large) ( Hektar )

1 Danau 0,50

2 Belukar/semak 3,39

3 Kebun 259,95

4 Pemukiman 104,93

5 Sawah Irigasi 226,09

6 Tegalan 93,32

7 Pasir darat 75,74

8 Rumput 6,05

(11)

No Penggunaan Lahan (Land Use)

Luas (Large) ( Hektar ) Perubahan (change) (ha)

2013 2017 Bertambah Berkurang

6 Tegalan 94,59 93,32 1,27

7 Pasir Darat 78,72 75,74 2,98

8 Rumput 6,05 6,05

Sumber : interpretasi Citra Google Earth 2013 dan 2017

Perubahan penggunaan lahan dapat dilihat pada gambar 4 sesuai dengan warna pada peta. Pada peta telihat perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Perubahan terjadi dari lahan yang di gunakan untuk kebun berubah menjadi lahan pemukiman. Lahan pemukiman yang pada tahun 2013 seluas 78.9 hektar bertambah luasnya menjadi 104.93 hektar pada tahun 2017, bertambah luasnya sekitar 32.99 %.

Gambar 4. Peta Perubahan Penggunaan Lahan Desa Gadingsari dari tahun 2013 sampai tahun 2017

KESIMPULAN

Dari hasil penilitian yang dilakukan penulis dapat disimpulkan bahwa pembangunan Jalur Jalan Lintas selatan (JJLS) yang melewati Desa Gadingsari, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul memberikan dampak terhadap penggunaan lahan di desa Gadingsari. Terjadi perubahan penggunaan lahan sebelum pembangunan JJLS pada tahun 2013 dan setelah pembangunan JJLS pada tahun 2017. Sebelum adanya JJLS luas lahan pemukiman 78.90 hektar dan bertambah luasnya menjadi 104.93 hektar setelah pembangunan JJLS, terjadi pertambahan luas sekitar 32.99 %, sedangkan untuk tegalan mengalami pengurangan luas yang awalnya sebesar 94.59 hektar menjadi 93.32 hektar, berkurang luasnya sekitar 1.34 %, lahn kebun mengalami pengurangan luas dari yang awalnya mempunyai luas 281.73 hektar menjadi 259.95 hektar, berkurang luasnya sekitar 7.73 % dan lahan pasir darat berkurang luasnya yang awalnya 78.72 hektar menjadi 75.74 hektar berkurang luasnya sekitar 3.78%.

DAFTAR PUSTAKA

Ahardi Muhammad A., Sawitri S. & Abdi S. (2015). Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Perubahan Zona Nilai Tanah di Kecamatan Gayamsari Kota Semarang Tahun 2004 dan 2014 Jurnal Geodesi Undip, 4(4), 316–324.

Beatus M. Laka, Uca Sideng & Amal (2017). Perubahan Penggunaan Lahan di Kecamatan Sirimau Kota Ambon .Jurnal Geocelebes, 1(2), 43–52.

Fadilla Restu , Sudarsono B. & Bashit N. (2018). Analisis Kesesuaian Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Rencana Tata Ruang/wilayah di Kecamatan Penjaringan kota Administratif Jakarta Utara Menggunakan Sistem informasi Geografis. Jurnal Geodesi Undip, 7(1), 109–119.

(12)

Kabupaten Bogor , Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi Majalah Ilmiah Globe, 18(1), 21–32.

Kusumaningrat Merpati D., Sawitri Subiyanto &Yuwono B. D. (2017) Analisis Perubahan Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan Terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2009 dan 2017 (Studi kasus : Kabupaten Boyolali). Jurnal Geodesi Undip, 3, 28–43.

Murdaningsih, Widiatmaka, Munibah, L. & Ambarwulan, W. (2017). Analisis Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Di Kabupaten Indramayu. Majalah Ilmiah Globe, 19(2), 175–184.

Nuraeni, R., Sitorus, S.R P. & Panuju, D.R. (2017). Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Arahan Penggunaan Lahan Wilayah di Kabupaten Bandung. Buletin Tanah Dan Lahan, 1(1), 79–85.

Sadewo M Nur, Imam B. (2018). Simulasi Perubahan Penggunaan Lahan Akibat Pembangunan Kawasan Industri Kendal (KIK) Berbasis Cellular Automata. Majalah Geografi Indonesia, 32(2), 115–122. https://doi.org/10.22146/mgi.33755

Wahyuni, S., Guchi, H., & Hidayat, B. (2014). Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Tahun 2003 dan 2013 di Kabupaten Dairi. Jurnal Online Agroekoteknologi, 2, 1310–1315.

Wahyunto, M.Z. Abidin, A. Priyono & Sunaryo (2001). Studi Perubahan Penggunaan Lahan di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah. In Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah (pp. 39–40).

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengetahui pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi di kecamatan Gondanngrejo dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2004,

1) Perubahan penggunaan lahan terjadi karena kebutuhan lahan untuk permukiman yang semakin tinggi di wilayah studi. 2) Hasil analisis Overlay dengan memperhitungkan

Nilai interaksi ekonomi yang terjadi pada Daerah Otonom Baru dengan daerah sekitarnya yaitu yang berbatasan dengan geografisnya di sebelah utara, timur, selatan dan

Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui wanwancara terdapat beberapa jenis perubahan penggunaan lahan yang terjadi di sepanjang koridor Manado – Bitung yaitu lahan

Batas wilayah sebelah utara yaitu (desa greged), sebelah selatan (desa windujaya), sebelah timur (desa panongan dan panongan lor), dan sebelah barat (desa panambangan dan

Penggunaan lahan pemukiman yang mengalami perubahan paling besar yaitu Kecamatan Ngemplak (Desa Wedomartani) yaitu sebesar 79,63 Ha dengan perubahan penggunaan

Variasi pada lama waktu proses sintering pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada ukuran pori dan porositas hidroksiapatit makropori sebagai

Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Bangkitan Lalu Lintas Pada Koridor Jalan Zainal Abidin Pagar Alam di Kota Bandar Lampung.. In Fakultas Teknik