• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL FISIKA DAN TERAPANNYA VOLUME 1, NOMOR 4, DESEMBER 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL FISIKA DAN TERAPANNYA VOLUME 1, NOMOR 4, DESEMBER 2013"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

JURNAL FISIKA DAN TERAPANNYA

VOLUME 1, NOMOR 4, DESEMBER 2013

Penanggung Jawab

Prof.,Drs., Win Darmanto, M.Si,Ph.D.

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga, Indonesia

Dewan Redaksi (Editorial Board):

Ketua

: Drs. Siswanto, M.Si.

Wakil Ketua: Dr. Retna Apsari, M.Si.

Anggota

: Dr. Suryani Dyah Astuti, M.Si.

Mohammad Faried, ST.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah yang Maha Esa, berkat rahmat dan hidayahNya

semata jurnal online edisi pertama ini dapat diterbitkan.

E-jurnal “Fisika dan Terapannya” ini merupakan media publikasi bagi sivitas di

lingkungan departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Selain

itu melalui media ini diharapkan dapat mencegah terjadinya praktek plagiasi dalam penelitian.

Pada edisi pertama ini, diterbitkan sepuluh makalah hasil penelitian mahasiswa dari program

studi S1 Fisika dan program studi Teknobiomedik, masing-masing memberikan sumbangan

lima makalah. Topik makalah dari prodi S1 Fisika meliputi bidang biofisika, fisika material,

fotonik dan komputasi, sedangkan topik makalah dari prodi teknobiomedik meliputi bidang

biomaterial dan instrumentasi medis . Hal ini sesuai dengan kelompok bidang keahlian (KBK)

yang dikembangkan pada kedua program studi tersebut.

Semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua.

Ketua Departemen Fisika

FST Universitas Airlangga

Drs. S i s w a n t o, M.Si.

(4)

Jurnal Fisika dan Terapannya

(Journal of Physics and Application)

DAFTAR ISI

Aditta Putri Aulia H. Analisis Profil Potensial Listrik Pada Titik 1

Welina Ratnayanti Akupuntur Untuk Diagnosis Diabetes Mellitus

Tri Anggono P

Ahmad Zaini Arif Aplikasi Serat Optik Sebagai Indikator 18

Samian Ketinggian Cairan Dengan Metode Deteksi Daya

Supadi Rugi Optis Akibat Pelengkungan Dan Pemolesan

Aziza Anggi Maiyanti Sintesis dan Karakterisasi Sifat Mikroskopik 26

Jan Ady Keramik Batako dengan Variasi Penambahan

Djoni Izak R Sekam Tebu

Cicilia Maya Christanti Pengaruh Variasi Holding Time Pada Proses 36

Dyah Hikmawati Laku Panas Terhadap Sifat Fisis Material

Djoni Izak R Baja 2436

Fita Fitria Penentuan Respon Optimal Fungsi 41

Wellina Ratnayanti K Penglihatan Ikan Terhadap Panjang Gelombang

Tri Anggono P. Dan Intensitas Cahaya Tampak

Aditya Iman Rizqy Studi Infiltrasi Tubulus Dentin Berbasis 47

Aminatun Hidroksiapatit yang Berpotensi untuk Terapi

Prihartini Widiyanti Dentin Hipersensitif

Agnes Krisanti W. Sintesis dan Karakterisasi Kolagen dari 58

Adri Supardi

Tendon Sapi (Bos Sondaicus ) sebagai Bahan

Prihartini Widiyanti

Bone Filler Komposit Kolagen – Hidroksiapatit

Sabrina Ifahdini S Perancangan Aplikasi Audiometer Nada 70

Adri Supardi Murni Dan Tutur untuk Diagnosis Pendengaran

Franky Chandra S.A.

Thieara Ramadanika Rancang Bangun Heart Rate Monitoring- 88

Delima Ayu S Device (HRMD) Sebagai Pemantau Bradikardi

Retna Apsari Dan Takikardi Berbasis Mikrokontroller

Wida Dinar Tri Meylani

Sintesis Dan Karakterisasi Hidroksiapatit 98

Djoni Izak R Makropori Untuk Aplikasi Bone Filler Siswanto

Volume 1, Nomor 4,

DESEMBER 2013

(5)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

1

Analisis Profil Potensial Listrik Pada Titik Akupuntur Untuk

Diagnosis Diabetes Mellitus

Aditta Putri Aulia Haqque, Welina Ratnayanti, Tri Anggono P

Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya 60115

Abstract

The aim of this research is to analyze electrical potential profile on the acupoint betwen healty people and the patient of diabetes mellitus type II. Administering data have done by recording electrical potential profile on the acupoints: Feishu, Xinshu, Ganshu, Pishu, and Shenshu to the 10 healthy people and the 10 people with diabetes mellitus based on the second data observation at the Local Government Clinic Mulyorejo, Surabaya. Potential profile of the organs has the electrical signals form. It was achieved by the result of electrical potential which is based time recording. Recording time was done during 100 second. The results couldn't be differentiated significantly, so it needs the other signals processing with FFT analyze method with cutting as the data frames. It was done every 3,29 second. Based on the result of analyzing the amplitude each frequency group, the significant differences are on the acupoint Feishu: 348-352 Hz, on the acupoint Xinshu 1-5 Hz, on the acupoint Ganshu 248-252 Hz. According to the preference, it was found that the electrical potential profile on the acupoints of the healthy people has lower amplitude than the people with diabetic mellitus. So, analyze of electrical potential profile on the acupoints can be used for diabetes mellitus diagnose.

(6)

2

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus baru disadari oleh penderitanya ketika kadar gula darah meningkat hingga ≥ 200 mg/dl. Setiap tahun jumlah penderita diabetes mellitus semakin meningkat. Menurut laporan WHO, jumlah penderita diabetes mellitus di dunia pada tahun 1987 kurang lebih 30 juta. Pada bulan November 1993, jumlah penderita diabetes mellitus di dunia meningkat hingga menjadi 100 juta lebih dengan prevalensi 6%. Pada tahun 1994, jumlah penderitanya di dunia mencapai 110,4 juta, pada tahun 2000 meningkat kurang lebih 1,5 kali lipat menjadi sekitar 175,4 juta, pada tahun 2010 meningkat kurang lebih 2 kali lipat menjadi sekitar 239,3 juta, dan hingga tahun 2020 diperkirakan menjadi 300 juta (Tjokroprawiro dkk, 2007).

Pengertian diabetes mellitus adalah suatu kelainan metabolisme yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi akibat pankreas yang tidak dapat menghasilkan insulin. Metode diagnosis yang umum digunakan untuk mendeteksi kadar gula dalam darah seperti tes kuantitatif laboratorium glukosa urin, tes kuantitatif kadar glukosa darah puasa, serta uji toleransi memerlukan waktu dan biaya yang dirasakan oleh sebagian masyarakat menjadi salah satu masalah sehingga sebagian masyarakat terlambat mendeteksi dini kenaikan kadar glukosa dalam darah. Sehingga pada akhirnya menyebabkan penderita diabetes mellitus semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Akupunktur merupakan cara pengobatan tradisional dengan memasukkan atau memanipulasi jarum ke dalam titik akupunktur tubuh. Titik akupunktur adalah titik yang mempunyai sifat aktif listrik dengan karakteristik “High Voltage Low Resistance”. Permukaan tubuh tempat titik akupunktur memiliki resistansi yang rendah sehingga dapat mengalirkan beda potensial yang lebih tinggi dibangdingkan dengan permukaan tubuh yang bukan titik akupunktur. Rangsangan dari titik akupunktur lebih didasarkan pada kenyataan biofisika bahwa dasar aktif listrik antar sel ke arah organ sasaran. Titik akupunktur sebagai model reseptor fungsional dua arah dimana salah satu bioinformasi tubuh dapat dimanfaatkan untuk kepentingan terapi dan diagnosis dalam bidang kedokteran (Saputra, 2002). Sedangkan meridian sebagai jalur spesifik menuju ke organ target dari suatu titik akupunktur yang terdapat pada permukaan kulit.

Dengan adanya hubungan antara titik akupunktur dengan organ yang dituju, maka akan dapat diketahui aktivitas kelistrikan organ tersebut dari analisis sinyal yang dihasilkan di titik akupunktur. Telah dilakukan penelitian sebelumnya mengenai analisis profil potensial listrik pada titik akupunktur untuk diagnosis fungsional organ. Analisis profil potensial listrik pada titik akupunktur untuk mengetahui kelainan fungsi organ telah

(7)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

3

dilakukan oleh Puspa Erawati (2004). Penelitian ini memanfaatkan aktifitas kelistrikan dari organ melalui titik akupunktur untuk diamati kemudian profil potensial listriknya dijadikan sebagai indikator kelainan fungsional organ. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan titik akupunktur sebagai titik yang menghubungkan sifat aktif listrik organ yang ingin diketahui aktivitas listrik dari organ-organ yang terkait dengan penyakit diabetes mellitus (melalui meridian kandung kemih) sehingga profil kelistrikannya dapat digunakan untuk diagnosis dini penderita diabetes mellitus. Dalam penelitian ini akan digunakan titik akupunktur yang spesifik ke organ meridian Shu belakang, yaitu titik Feishu (Paru), Xinshu (Jantung), Ganshu (Hati), Pishu (Limpa), dan Shenshu (Ginjal). Profil potensial listrik pada titik akupunktur yang diperoleh akan dianalisis sinyal hingga dapat diperoleh hasil yang dapat memperlihatkan perbedaan secara nyata profil potensial listrik pada kondisi sehat dan pada kondisi diabetes mellitus. Dengan dapat dibedakannya profil potensial listrik kedua kondisi ini diharapkan dapat menjadi suatu metode diagnosis baru menggunakan prinsip fisika dan dapat mengetahui implementasi serta pentingnya prinsip fisika dalam metode penelitian khususnya analisis sinyal.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian primer, observasional, dan bersifat analitik dengan pendekatan yang dilakukan bersifat transversal atau cross sectional yaitu sekali pengambilan data pada saat tertentu dan tidak simultan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas : kadar gula darah testi

2. Variabel terikat : profil potensial listrik testi (dalam frekuensi dan amplitudo) 3. Variabel terkendali : titik akupuntur yang terkait dengan penyakit diabetes dan gejalanya serta waktu perekaman profil potensial listrik.

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 orang testi sehat yang dibuktikan dengan tes kadar gula darah dan penelusuran riwayat kesehatan dengan metode wawancara, dan 10 orang testi testi penderita diabetes mellitus yang direkomendasikan oleh Puskesmas Mulyorejo dan Dinas Kesehatan Kota Surabaya serta dibuktikan dengan tes kadar gula darah. Alur penelitian yang dilakukan digambarkan dalam bagan diagram berikut :

(8)

4

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Gambar 1. Alur Penelitian

Tanpa memberikan perlakuan apapun kepada kedua kelompok testi, masing-masing anggota kelompok kedua testi diuji kadar gula darahnya kemudian dilakukan pemasangan elektrode untuk perekaman biopotensial pada titik-titik akupunktur yang berhubungan dengan organ yang terkait dengan penyakit diabetes mellitus. Titik-titik yang digunakan adalah titik Feishu (terkait organ paru), Xinshu (terkait organ jantung), Ganshu (terkait organ Hati), Pishu (terkait organ Limpa), dan Shenshu (terkait organ Ginjal).

(9)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

5

Alat perekam biopotensial yang digunakan bekerja dengan prinsip perekaman biopotensial dengan EMG. Perekaman biopotensial menggunakan prinsip dari EMG (Electromyography). EMG (Electromyography) merupakan pemeriksaan syaraf tepi dan otot (Widjaja, 2012). Sinyal EMG mempunyai sifat random karena sangat bergantung kepada ukuran, bentuk, dan penempatan elektroda pada permukaan dari bagian yang akan diuji. Sinyal EMG mempunyai rentang amplitudo sebesar 0,10 mV, dengan dominan pada 200-400 mikrovolt. Sinyal EMG mempunyai rentang frekuensi yang lebar antara 20-500 Hz, sehingga untuk proses perekaman diperlukan rangkaian penguat yang besar. Frekuensi cut off high 500 Hz digunakan untuk menapis frekuensi tinggi. Sinyal bioelektrik sangat rentan terhadap derau (noise), yang muncul dari interfrensi jala-jala listrik, gerakan tubuh dan frekuensi radio (Cromwell L., dkk, 1976).

Sinyal dideteksi pada dua sisi dari elektrode positif dan negatif yang dipasang, rangkaian elektrik mendapatkan beda tegangan antara kedua sisi kemudian dikuatkan beda tegangannya. Sebagai hasilnya, sinyal manapun yang common pada kedua sisi akan dihilangkan, dan sinyal yang berbeda pada kedua sisi akan memiliki differensial yang kemudian dikuatkan. Sinyal yang munculnya jauh dari organ yang dideteksi akan tampak sebagai sinyal biasa, dimana sinyal yang berada disekitar area akan berbeda pada konfigurasi ini (Carlo dan Deluca, 2000). Sinyal yang diperoleh rentan terhadap derau (noise). Hal tersebut dikarenakan, elektrode yang digunakan merupakan elektrode non-invasif sehingga sangat mudah terjadi gangguan yang berasal dari adanya gangguan inheren komponen elektronik, gangguan dari sumber radiasi seperti transmisi, ketidakstabilan sinyal yang bersifat inheren karena sinyal EMG bersifat random, ketidakstabilan penempatan selama masa perekaman, atau masuknya sinyal dari komponen tubuh lain di dekat penempatan elektrode yang terkena ransang listrik kecil sehingga mengganggu sinyal dari target yang ingin dideteksi (Wijayanto dan Hastuti, 2006). Pada perangkat Iworx, sinyal yang dikeluarkan merupakan hasil dari penguatan sinyal yang dilakukan 1000x dari sinyal bioelektrik masukan.

(10)

6

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Gambar 3. Setting Alat

Tahap-tahap perekaman biopotensial organ menggunakan perangkat ini adalah :

1. Arus bioelektrik organ dikeluarkan melalui titik akupunktur kemudian diterima elektrode non-invasif ditempatkan kemudian mengalir ke bioamplifier.

2. Sinyal yang dihasilkan tubuh sangat kecil berorde mikrovolt, sehingga dilakukan penguatan pada bioamplifier sebesar 1000 kali agar sinyal dapat terlihat pada layar komputer pada program Labscribe. Tampilan sinyal dari perekaman biopotensial dapat ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 4. Tampilan sinyal perekaman biopotensial pada titik akupuntur.

Sinyal hasil perekaman merupakan gelombang yang dipancarkan dari aktivitas organ yang dapat dipresentasikan oleh fungsi gelombang :

= = + + + = + + + = n i i i n i i t A A t A t t t t t 1 2 2 1 1 1 2 1 sin ... sin sin ) ( . ) ( ... ) ( ) ( ) (

ω

ω

ω

ψ

ψ

ψ

ψ

ψ

(2.0) Dengan :

Ψ(t) : fungsi gelombang sebagai fungsi waktu Ai : Amplitudo

(11)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

7

ω : frekuensi penyusun gelombang t : waktu penjalaran

Setiap fungsi gelombang penyusunnya dapat dijabarkan menggunakan deret Fourier jika fungsi gelombang tersebut periodik. Deret Fourier memperlihatkan bahwa semua fungsi periodik dapat diekspresikan sebagai suatu kombinasi dari suku-suku pembentuknya. Fourier menunjukan bahwa sebuah fungsi dengan periode T dapat diperlihatkan dengan deret trigonometri dengan bentuk :

t n b t n a a t f n n ncos

ω

sin

ω

) ( 1 0

∞ = + + = (2.1)

Dengan 𝝎𝝎 = 2π/T adalah frekuensi perulangan fungsi (rad/s).

Untuk fungsi genap, koefisien Fourier dalam deret Fourier dapat dihitung dengan persamaan :

dt

t

n

t

f

T

b

dt

t

n

t

f

T

a

dt

t

f

T

a

T T n T T n T T

− − −

=

=

=

ω

ω

sin

)

(

1

cos

)

(

1

)

(

1

0 (2.2)

Titik awal dari integral dapat diubah. Pada titik awal manapun harus dan pasti menghasilkan nilai yang sama untuk integral dari fungsi yang periodenya lebih dari satu. Deret Fourier memiliki beberapa sifat yang penting, yaitu : frekuensi dari bentuk sinus dan cosinus pertama adalah suatu fungsi frekuensi, dan kenaikan frekuensi antara pembentuk-pembentuknya kenaikan n yang sebanding dengan fungsi frekuensi. Periode pembentuk sinus dan cosinus pertama adalah sebuah fungsi, dan setiap pembentuk dalam deret tersebut memperlihatkan sebuah bilangan bulat dari gelombang sinus dan cosinus yang sesuai dengan periode fungsi tersebut.

Suatu fungsi f(t) dengan variasi waktu dapat ditulis sebagai sebuah persamaan dengan parameter waktu. Fungsi tersebut juga digambarkan dalam bentuk grafik terhadap waktu. Kedua ekspresi fungsi, yaitu grafik waktu dan persamaan fungsi waktu disebut dengan representasi domain waktu. Deret Fourier menawarkan sebuah representasi alternative untuk fungsi dalam domain frekuensi. Meskipun penggambaran fungsi terhadap waktu sebuah histogram yang dapatdiperbaiki dengan sumbu x sebagai frekuensi dan sumbu y sebagai amplitude tiap frekuensi. Bentuk tersebut merupakan representasi domain frekuensi. Dengan menggunakan identitas Euler,

(12)

8

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

cos 𝑥𝑥 =12�𝑒𝑒𝑖𝑖𝑥𝑥 + 𝑒𝑒−𝑖𝑖𝑥𝑥

sin 𝑥𝑥 =2𝑖𝑖1(𝑒𝑒𝑖𝑖𝑥𝑥 + 𝑒𝑒−𝑖𝑖𝑥𝑥)

deret Fourier dapat ditulis dalam bentuk kompleks sebagai berikut : 𝑓𝑓(𝑡𝑡) = � �𝑐𝑐𝑛𝑛𝑒𝑒𝑖𝑖𝑛𝑛𝑖𝑖𝑡𝑡�

∞ 𝑛𝑛=−∞

𝑐𝑐𝑛𝑛 = 1𝑇𝑇 ∫ 𝑓𝑓(𝑡𝑡)𝑒𝑒𝑇𝑇𝑇𝑇 −𝑖𝑖𝑛𝑛𝑖𝑖𝑡𝑡𝑑𝑑𝑡𝑡

Dalam kelistrikan, deret Fourier dapat memperlihatkan suatu tegangan periodik. Jika kita mengingat sebuah integral merupakan sebuah batas dari penjumlahan, deret Fourier berubah menjadi integral Fourier. Fourier yang telah ditransformasi dapat digunakan untuk memperlihatkan fungsi non periodic menjadi fungsi periodik dengan periode menuju tak hingga, contohnya satu pulsa tegangan tidak berulang. Deret Fourier hanya berlaku untuk sinyal periodik. Sedangkan transformasi Fourier digunakan untuk sinyal aperiodik yang dianggap sebagai sinyal periodik orde tak hingga. Jika sinyal aperiodik dianggap sebagai sinyal periodik orde tak hingga maka periodenya diperbesar menuju tak hingga, sehingga spectrum sinyal menjadi spektrum kontinyu. Dengan demikian penjumlahan pada deret Fourier berubah menjadi integral dengan variabel kontinyu 𝝎𝝎, bentuknya menjadi :

∞ ∞ − − ∞ ∞ −

=

=

dt

e

t

f

F

d

e

F

t

f

t i t i ω ω

ω

ω

ω

π

)

(

)

(

)

(

2

1

)

(

(2.5)

Gambar 5. Kurva fungsi waktu yang akan ditransformasi (sebelah kiri) dan kurva yang menunjukkan hasil Fourier Transform (sebelah kanan). Dicuplik dari

www.certif.com

f(t) F(ω)

(13)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

9

Gambar 5 menunjukkan contoh sinyal sebagai fungsi waktu yang sulit dideskripsikan bentuk deret Fourier atau fungsi waktunya (sebelah kiri). Sumbu ordinat menyatakan tegangan sebagai fungsi waktu f(t) dan sumbu absis sebagai waktu t. Amplitudo pada tegangan fungsi waktu bergantung pada koefisien Fourier (a0, an, dan bn),

sedangkan yang mempengaruhi rapat dan renggangnya sinyal adalah frekuensi-frekuensi (ω) penyusun sinyal tersebut. Setelah dilakukan transformasi Fourier, diperoleh kurva berubah pada sumbu absis merupakan frekuensi (ω), sedangkan sumbu ordinat merupakan Amplitudo yang ternormalisasi sebagai fungsi frekuensi F(ω).

Fast Fourier Transform merupakan suatu bentuk analisis data dengan memanfaatkan operasi matematika yang digunakan dalam pemrosesan sinyal untuk mengubah data dari domain waktu kontinyu menjadi domain frekuensi dengan cepat.

Konvolusi pada transformasi Fourier menunjukkan bahwa,

2

)]

(

[

1

)

(

*

)

(

)

(

F

F

f

t

F

π

ω

ω

ω

=

=

(2.6) Teorema Parseval menunjukkan bahwa,

∞ ∞ − ∞ ∞ − = = F d f t dt F( ) ( )2 1 ( )2

π

ω

ω

ω

(2.7)

Rata-rata dari

[

f

(

t

)]

2

adalah

∞ ∞ − dt t f( )2 1

π

Teorema Parseval secara fisis menunjukkan hubungan antara rata-rata dari kuadrat f(t) dan koefisien Fourier (a0, an, dan bn) seperti pada persamaan berikut:

∞ ∞ − ∞ ∞ ∞ ∞ − =       + +       = = 2 2 1 2 1 2 2 0 2 2 2 )] ( [ 2 1 2 1 )] ( [ ) ( 1 )] ( [ n n n c t f b a t f dt t f t f

a

π

Dalam analisis sinyal ini, perangkat lunak yang digunakan adalah program Labscribe. Pada tampilan terdapat nilai T2-T1 merupakan fasilitas untuk memudahkan membaca rentang skala yang memiliki satuan format jam:menit:detik. Display time menunjukkan kurun waktu perekaman.

Setelah hasil perekaman ditampilkan, selanjutnya mengklik icon analisis FFT pada program Labscribe, yaitu fungsi analisis yang mengubah sinyal profil potensial listrik

(14)

10

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

domain waktu ke domain frekuensi. Hasil yang muncul adalah pulsa-pulsa yang menunjukkan frekuensi (sumbu-x) dari fungsi gelombang pada sinyal listrik hasil perekaman mulai dari 1 Hz sampai 499 Hz dengan masing-masing amplitudo mulai dari 0 sampai 1 (sumbu-y). Data diolah dengan mencuplik pada rentang waktu yang sama, yaitu 3,29 sekon kemudian klik menu FFT lalu menempatkan dua kursor sampai mendapatkan beberapa nilai frekuensi dan amplitudonya.

Gambar 6. Cuplikan Hasil Analisis Transformasi Fourier Profil Potensial Domain Waktu menjadi Domain Frekuensi

Kemudian dilakukan pencatatan frekuensi dan amplitudo profil potensial listrik masing-masing testi pada tiap-tiap titik dengan pencuplikan data hingga 20 bingkai. Perhitungan uji beda dilakukan dengan menggunakan uji T sampel bebas pada rata-rata amplitudo dari 20 bingkai data yang diambil untuk tiap kelompok frekuensi pada masing-masing kelompok testi. Uji T sampel bebas merupakan uji beda untuk data rasio yang terdistribusi normal atau mendekati normal. Penarikan kesimpulan dari Uji T sampel bebas dilakukan dengan menghitung nilai t tabel dan t hitung. Jika nilai t hitung > t tabel dengan taraf signifikansi 0,05, maka H0 diterima. Namun, jika nilai t hitung < t tabel

dengan taraf signifikansi 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Untuk t tabel :

n s x t= −µ Untuk t hitung : Amplitudo Frekuensi Waktu

(15)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

11

( )

( )

1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 ) . ( − ∑ − ∑ = − ∑ − ∑ = + − = − = n n B B B s n n A A A s s s B A s B A t B A B A Keterangan :

x = rata-rata dari sampel yang diambil

µ

= rata-rata dari populasi yang diambil

n = jumlah sampel yang diambil

s =standar deviasi data

A

= rata-rata sampel jenis A

B

= rata-rata sampel jenis B

s

B A. )

( = standar error yang diperoleh dari standar error masing-masing jenis perlakuan

Uji beda antara data dari testi sehat dengan data dari testi sakit menggunakan uji T sampel bebas pada perangkat lunak SPSS 13.0. Cara penarikan kesimpulan dari hasil Uji T sampel bebas menggunakan SPSS adalah dengan memperhatikan nilai signifikansi 2-tail yang disebut sebagai p. Jika p > 0,05, maka H0 diterima dan H1. Namun, jika p < 0,05,

maka H0 ditolak dan H1 diterima (Kusriningrum, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam persiapan penelitian, testi diabetes mellitus diperiksa kadar gula darahnya menggunakan alat cek kadar gula darah digital untuk meyakinkan bahwa pada testi diabetes mempunyai kadar gula darah yang tinggi atau pada testi sehat mempunyai kadar gula darah yang rendah dan diminta untuk menyampaikan keluhan-keluhan yang terjadi setelah pasien menderita diabetes mellitus. Pada testi sehat dilakukan juga wawancara untuk riwayat kesehatan testi. Kemudian dilakukan uji beda untuk membandingkan kadar gula darah pada testi sehat dan testi diabetes mellitus. Testi sehat sebanyak 10 orang diberi kode n1 hingga n10 dan testi diabetes sebanyak s1 hingga s10. Berdasarkan hasil SPSS uji beda kadar gula darah pada testi sehat dan testi diabetes, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kadar gula darah testi sehat dengan testi diabetes

(16)

12

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

mellitus, yaitu nilai p= 0,0003. Nilai rata-rata kadar gula darah pada testi sehat adalah (100,0±9,1) mg/dl dan pada testi sakit adalah (297,0±43,1) mg/dl.

Profil potensial listrik pada titik akupunktur dihasilkan dari perekaman potensial listrik pada titik-titik akupunktur Feishu (BL 13) terkait organ paru, Xinshu (BL 15) terkait organ jantung, Ganshu (BL 18) terkait organ hati, Pishu (BL 20) terkait organ limpa, dan Shenshu (BL 23) terkait dengan organ ginjal selama 100 detik. Hasil cuplikan perekaman profil potensial listrik domain waktu untuk orang sehat yaitu pada gambar 7 dan penderita diabetes mellitus dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 7. Profil Potensial Listrik Domain Waktu pada orang sehat.

Gambar 8. Profil Potensial Listrik Domain Waktu pada penderita diabetes mellitus. Dengan absis menyatakan rentang waktu pencuplikan data (ms), dan ordinat merupakan tegangan sebagai fungsi waktu (V/ms).

Profil potensial listrik domain waktu pada titik akupunktur belum dapat dibedakan secara langsung sehingga diperlukan analisis sinyal untuk dapat membadakan keduanya. Oleh karena itu, diperlukan analisis FFT (Fast Fourier Transform) pada perangkat lunak Labscribe untuk mengubah profil potensial listrik domain waktu menjadi profil potensial listrik domain frekuensi. Profil potensial listrik yang terekam dapat dicuplik menjadi bingkai-bingkai data dalam selang waktu pencuplikan yang sama. Dari setiap bingkai yang dicuplik, frekuensi dan masing-masing amplitudo diamati dengan kursor, dicatat ke

(17)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

13

dalam tabel sehingga menghasilkan data yang rapi dan dapat dianalisis secara statistik. Frekuensi-frekuensi yang muncul sebagai frekuensi dominan pada setiap pencuplikan adalah frekuensi-frekuensi dengan interval 1-5 Hz, 98-102 Hz, 148-152 Hz, 198-202 Hz, 248-252 Hz, 298-302 Hz, 348-352 Hz. Hasil pencatatan amplitudo yang telah disusun secara rapi dari 20 pencuplikan setiap kelompok frekuensi dihitung nilai rata-rata amplitudonya.

Hasil perhitungan rata-rata amplitudo tiap kelompok frekuensi pada profil potensial listrik titik akupunktur domain frekuensi kemudian diuji beda menggunakan uji T sampel bebas. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil uji T sampel bebas untuk rata-rata amplitudo adalah :

1. Terdapat perbedaan signifikan pada kelompok frekuensi 1-5 Hz dengan p=0,032 pada titik Xinshu, 248-252 Hz dengan p=0,035 pada titik Ganshu, dan 348-352 Hz dengan p=0,020 pada titik Feishu.

2. Tidak terdapat perbedaan signifikan pada frekuensi lainnya dan pada titik akupunktur lainnya.

Pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak perekam biopotensial yang telah diatur secara otomatis sebagai perekam sinyal EMG. Sinyal EMG yang dihasilkan berorde hingga mikrovolt, sehingga diperlukan penguatan agar dapat diperlihatkan pada layar komputer. Sinyal EMG dari permukaan tubuh yang direkam berasal dari beda potensial yang terjadi antara dua elektrode yang dipasang pada titik akupunktur secara lateral sebagai pintu masuk dan keluarnya energi yang memiliki arah positif dan negatif. Antara titik akupunktur dan kelistrikannya pada organ dihubungkan oleh meridian sebagai jalur aliran energi. Sehingga organ diamati kelistrikannya melewati meridian menuju titik akupunktur. Elektrode positif dan negatif yang dipasang secara lateral, menerima beda potensial pada kedua titik akupunktur lateral kemudian mentransmisikannya ke dalam bioamplifier. Perekaman sinyal EMG menggunakan perangkat Iworx yang dapat melakukan penguatan 1000 kali dari sinyal masukannya sehingga dapat teramati pada layar komputer. Sinyal yang teramati pada layar komputer merupakan sinyal sebagai fungsi waktu yang belum dapat dibedakan secara nyata. Sehingga belum dapat dijadikan sebagai metode analisis profil potensial listrik untuk diagnosis diabetes mellitus.

Dengan menggunakan transformasi Fourier, sinyal dalam fungsi waktu yang sebelumnya tidak dapat dibedakan kini dapat terlihat perbedaannya yang nyata secara statistik. Kecederungan yang timbul pada profil potensial listrik untuk kondisi sehat

(18)

14

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

dengan kondisi diabetes adalah amplitudo yang dihasilkan cenderung lebih tinggi pada kondisi diabetes. Hal ini menunjukkan bahwa metode pengolahan sinyal untuk persiapan data sangat diperlukan untuk mengetahui perbedaan profil potensial listrik yang sebelumnya merupakan fungsi waktu. Dengan dapat terbedakannya profil potensial listrik pada titik akupunktur untuk kondisi orang sehat dengan kondisi orang sakit, maka metode analisis ini dapat dijadikan sebagai metode diagnosis untuk penyakit diabetes mellitus.

Faktor-faktor yang menyebabkan tidak ditemukannya perbedaan signifikan pada titik-titik akupunktur yang lain dan frekuensi yang lain karena profil kesehatan dari testi yang tidak homogen serta terdapatnya kemungkinan adanya arus listrik yang bukan berasal dari organ yang ditransmisikan oleh elektrode. Profil potensial listrik yang terekam merupakan profil potensial untuk keadaan pada waktu tertentu saat perekaman. Keadaan testi yang tidak homogen akibat faktor psikologis maupun fisik menyebabkan perubahan profil potensial listrik secara seketika. Penentuan letak elektrode pada titik akupunktur yang kurang tepat atau terjadinya pergeseran elektrode juga dapat menjadi salah satu penyebab hilangnya sinyal yang harusnya terekam. Pola profil potensial listrik fungsi frekuensi pada testi sehat terdapat kecenderungan frekuensi dominannya memiliki amplitudo yang lebih kecil dibandingkan dengan pada testi sakit. Frekuensi yang muncul merupakan representasi dari aktivitas kelistrikan organ. Perbedaan ini dapat disebabkan karena adanya kecenderungan perubahan aktivitas listrik pada orang sakit dan orang sehat, dimana organ pada orang sakit lebih banyak melakukan aktivitas untuk menyeimbangkan kondisi tubuh.

Dalam pembahasan secara akupunktur, apabila terdapat salah satu unsur dalam hukum lima unsur yang memberikan energi yang berlebihan, maka akan menyebabkan unsur lain menjadi tidak seimbang. Dengan menggunakan kajian akupunktur pada organ dalam hukum lima unsur, terdapat hubungan ibu dan anak yang merupakan pengibaratan saling menghidupi, serta saling membatasi atau saling menindas. Dalam hubungan saling menghidupi, unsur hati menghidupi jantung, jantung menghidupi limpa, limpa menghidupi paru, paru menghidupi ginjal, dan ginjal menghidupi hati. Sedangkan dalam hubungan saling membatasi, unsur hati membatasi limpa,unsur limpa membatasi ginjal, ginjal membatasi jantung, jantung membatasi paru, dan paru membatasi hati. Dari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada titik Feishu (terkait organ paru) di frekuensi tinggi yaitu 348-252 Hz, titik Xinshu (terkait organ jantung) di frekuensi rendah yaitu 1-5 Hz, titik Ganshu (terkait organ hati) di frekuensi 248-252 Hz. Penjelasan untuk hasil tersebut berdasarkan kajian akupunktur, hati

(19)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

15

merupakan representasi dari unsur kayu menunjukkan dominasi pada frekuensi 248-252 Hz. Frekuensi tersebut menunjukkan energi tinggi dari hati yang kemudian membatasi limpa sebagai unsur tanah sehingga menyebabkan limpa lemah (lebih lemah dibanding pada orang sehat) pada frekuensi tinggi yaitu 348-352 Hz. Limpa yang mengalami defisiensi tidak cukup kuat untuk menghidupi paru, sedangkan jantung tidak cukup dihidupi oleh hati sehingga menyebabkan dominasi frekuensi kecil, yaitu 1-5 Hz. Sehingga akibatnya jantung tidak dapat membatasi paru. Dengan demikian, efek selanjutnya yaitu paru menunjukkan frekuensi dominan yang tinggi atau energi tinggi pada frekuensi 348-352 Hz. Dengan tingginya energi pada paru menyebabkan gejala-gejala awal penyakit yang sering terjadi terkait dengan ketidaknormalan fungsi kerja organ paru, seperti : rasa gatal pada kulit, kulit yang kering, dan lain-lain. Hal ini dapat diduga sebagai akibat dari ketidaknormalan kerja organ pada kondisi diabetes sehingga menyebabkan diperlukannya energi yang lebih untuk menyeimbangkan kondisi tubuhnya. Energi yang berlebihan ini dapat dianggap sebagai sinyal yang dipancarkan oleh organ tersebut.

Dalam kajian akupunktur dan kedokteran konvensional, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab dari munculnya kecenderungan yang menjadikan perbedaan pada profil potensial listrik pada titik akupunktur untuk kondisi sehat dan kondisi diabetes mellitus. Pada penelitian ini belum dapat diketahui penyebab secara pasti alasan dari timbulnya kecenderungan tersebut. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut dan lebih serius dengan melibatkan pakar di bidang kedokteran konvensional maupun kedokteran akupunktur untuk menelusuri hal-hal yang terjadi pada organ-organ yang diamati dari penelitian ini. Namun yang dapat dicermati adalah organ-organ yang terhubung pada titik-titik akupunktur ini merupakan organ-organ yang rentan terganggu atau rentan terjadi komplikasi diabetes melitus.

KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Profil potensial listrik pada titik akupuntur untuk orang sehat memiliki pola kecenderungan amplitudo pada masing-masing kelompok frekuensi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan profil potensial listrik pada titik akupuntur untuk penderita diabetes mellitus tipe II. Berdasarkan analisis statistik, terdapat perbedaan signifikan antara profil potensial listrik fungsi frekuensi untuk orang sehat dan orang sakit yaitu pada frekuensi 1-5 Hz pada titik Xinshu, frekuensi 248-252 Hz pada titik Ganshu, frekuensi 348-352 Hz pada titik Feishu, sedangkan pada frekuensi lainnya pada titik akupunktur lainnya tidak terdapat perbedaan

(20)

16

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

signifikan. Dengan dapat terbedakannya profil potensial listrik pada titik akupunktur untuk orang sehat dan penderita diabetes mellitus, metode ini dapat digunakan untuk diagnosis dini diabetes mellitus. Namun perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meyakinkan analisis profil potensial listrik pada titik akupunktur dapat dijadikan sebagai metode diagnosis baru diabetes mellitus.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari dan Santosa, B. P., 2005, Analisis Statistik dengan Microsoft Excell & SPSS, Penerbit ANDI, Yogyakarta

Aston, R, 1990, Principles of Biomedical Instrumentation and Measurement, Merril Publishing Company

Boas, Mary L., 1983, Mathematical Methods in the Physical Sciences Second Edition, John Wiley & Son, Inc, Canada

Erawati, P., Astuti, S. D., dan Prijo, T. A., 2003, Analisis Profil Potensial Untuk Kelainan Fungsional Organ, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, Surabaya

Cameron, J.R, 1978, Fisika Tubuh Manusia, Diterjemahkan Oleh Brahm U. Pendit, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Carlo J, Deluca, 1976, The use of Surface EMG in Biomechanics,

http://www.delesys.com.09/19/2000

Cromwell L., Arditi M. Weibel F.J., Pfeiffer E.A, Steele B., Labok J., 1976, Medical Instrumentation for Health Care, Prentice Hall Inc

Gabriel, J. F, 1996, Fisika Kedokteran, EGC, Fisika Universitas Udayana, Bali

Griffiths, D. J., 1999, Introduction to Electrodynamics, 3rd Edition, Prentice-Hall, Inc., New Jersey

Hobbie, R. K. and Roth, B. J., 2007, Intermediate Physics For Medicine and Biology, 4th Edition, Springer Science+Bussines Media, New York

Hall, Guyton A., 1997, Bahan Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook of Medical Physiology), Diterjemahkan oleh Irawati Setiawan, Edisi 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Istikomah, 2006, Pengaruh Stimulasi Listrik Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Mencit (Mus musculus), Fisika Universitas Airlangga, Surabaya

Kusriningrum, 2008, Perancangan Percobaan, Airlangga University Press, Surabaya Labscribe Data Acquisition Software Manual.iWorx/ CB Sciences, Inc, Washington.

(21)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

17

Rahayu, N. E., 2011, Analisis FFT (Fast Fourier Transform) Untuk Respon Otak Terkait Fungsi Penglihatan Akibat Pengaruh Intensitas Dan Panjang Gelombang Cahaya, Fisika Universitas Airlangga, Surabaya

Papoulis, A., 1984, Signal Analysis, McGraw Hill. Inc, Singapore

Saputra, K., 2002, Akpunktur Klinik, Airlangga University Press, Surabaya

Saputra, K., Idayanti, A., 2005, Akupunktur Dasar, Airlangga University Press, Surabaya Setioningsih, 2010, Analisa Efek Terapi Panas Terhadap Kelelahan Otot, ITS Library,

Surabaya

Tjia, M. O., 1994, Gelombang, Dabara Publishers, Solo

Tjokroprawiro, Askandar, dkk, 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Airlangga University Press, Surabaya

Widhiarso, Wahyu, Cara Membaca SPSS, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta

Widjaya, Witjahyakarta, 2012, EEG dan EMG: Teknik Pemeriksaan Syaraf, RS Pondok Indah Group, Jakarta

Wijayanto, Y. Nur. dan Hastuti, D., 2006, Rangkaian Bioamplifier untuk Mendeteksi Sifat Elektris Otot, Jurnal Elektronika No. 2 Juli-Desember 2006, Volume 6 Website :

http://compassionatedragon.com http://certif.com

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/

(22)

18

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

APLIKASI SERAT OPTIK SEBAGAI INDIKATOR

KETINGGIAN CAIRAN DENGAN METODE DETEKSI RUGI

DAYA OPTIS AKIBAT PELENGKUNGAN DAN PEMOLESAN

A Zaini Arif, Samian, Supadi

Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Kampus C Unair Jl. Mulyorejo, Surabaya 61113

ABSTRAK

Telah dikembangkan indikator ketinggian cairan dengan prinsip modulasi intensitas yaitu dengan memanfaatkan perubahan rugi daya optis pada lengkungan(macro-bending) serat optik yang dipoles. Serat optik plastik dengan diameter 1 mm dilengkungkan menyerupai huruf U dengan jari-jari 4,4 mm kemudian disebut dengan probe. Ujung probe dipoles dengan kedalaman 175,6 μm agar dapat kontak langsung dengan media luar yang diukur. Dibuat 9 buah probe dengan jarak 70 mm. Didapat hubungan antara rugi daya optis dengan jumlah probenya adalah berupa grafik ekponesial dan didapat hubungan yang linear antara rugi daya optis dalam satuan desibel (dB) dengan jumlah probe. Dalam pengukuran ketinggian cairan, tegangan yang terukur oleh detektor mengalami kenaikan jika jumlah probe yang tercelup bertambah sehingga ketinggian cairan dapat terdeteksi dengan baik pada setiap periode ketinggian 70 mm. Total rentang ketinggian yang diukur adalah 0 mm sampai 700 mm.

(23)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

19

1. PENDAHULUAN

Pengukuran ketinggian cairan sa-ngatlah penting diantaranya pada dunia industri. Dalam pengukuran ketinggian cairan tersebut diantaranya dibutuhkan sistem yang bekerja secara otomatis, mem-punyai respon yang baik, akurat, dan mudah pengaplikasiannya.

Pengembangan pengukuran ketinggi-an zat cair sangatlah menarik karena banyak metode pengukuran ketinggian cairan yang telah berhasil dikembangkan. Beberapa metode untuk mengukur ketinggian zat cair telah banyak dilakukan diantaranya adalah dengan menggunakan prinsip hidrostatis, kapasitif, ultrasonik, gelombang mikro, inframerah, elektro-mekanik, radiometri, dan metode optik.

Penggunaan dan pengembangan se-rat optik (fiber optic) sebagai sensor telah banyak dilakukan. Serat optik menjadi salah satu pilihan pengembangan sensor yang menjanjikan karena memiliki ke-unggulan diantaranya yaitu tidak kontak langsung dengan obyek pengukuran, tidak menggunakan sinyal listrik, akurasi pe-ngukuran yang tinggi, tahan terhadap in-duksi listrik maupun magnet, dapat di-monitor dari jarak jauh, dapat dihubung-kan dengan sistem komunikasi data, serta dimensinya yang kecil dan ringan me-mudahkan penginstalannya (Krohn, 2000).

Ada banyak aplikasi sensor serat optik untuk pengukuran ketinggian zat cair, diantaranya yang berhasil diteliti adalah sensor ketinggian zat cair meng-gunakan serat optik dengan probe berupa prisma (Hossein, 2004) maupun elemen sensitif berbentuk kerucut (Pekka, 1997), deteksi ketinggian zat cair melalui per-geseran panjang gelombang Bragg yang dihasilkan dari Fiber Bragg Grating (FBG) (Kyung-Rak. dkk, 2009). Deteksi ketinggian cairan juga telah dilakukan dengan menggunakan dua buah serat op-tik sebagai pemancar dan penerima berkas cahaya melalui sebuah cermin (head sensor) sebagai collimator (C. Vazquez dkk, 2004). Kemudian, dengan teknik yang sederhana telah dikembangkan juga sensor ketinggian air berdasarkan sensor pergeseran berbasis modulasi intensitas menggunakan fiber coupler serta meng-gunakan prinsip hidrostatis yaitu tekanan hidrostatis (Samian dan Supadi, 2010).

Salah satu rugi daya optis yang dialami oleh serat optik adalah disebabkan karena adanya lengkungan (macro-bending) pada serat optik. Rugi daya ini tergantung pada karakteristik serat optik, pada jari-jari kelengkungan, dan pada media eksternal yang kontak langsung dengan bagian lengkungan tersebut.

Dengan memanfaatkan rugi daya karena adanya lengkungan dapat dibuat indikator ketinggian cairan dengan prinsip modulasi intensitas. Tekniknya relarif sederhana yaitu dengan melengkungkan serat optik dengan jari-jari tertentu dipoles pada ujung

(24)

20

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

lengkungnya (probe). Karena bagian teras serat optik dapat kontak langsung dengan cairan akibat pemolesan tersebut, sehingga diharapkan dapat meningkatkan respon penurunan rugi daya optis karena ujung probe tercelup cairan.

Pada penelitian ini dibuat beberapa probe dengan jarak tertentu, sehingga akan mengukur ketinggian cairan pada level-level tertentu. Oleh karena itu proses pengukuran sensor ini akan bersifat diskontinu.

Serat optik yang digunakan adalah serat optik plastik karena jika dibanding dengan jenis lain serat optik jenis plastik harganya relatif lebih murah, fleksibel, mudah memanipulasinya, aperture nu-meriknya besar, diameternya lebih besar, dan dapat dilengkungkan dengan mudah dengan jari-jari yang kecil. Keuntungan metode ini adalah relatif mudah dan murah dalam pembuatannya, jangkauan pengu-kuran level dapat dibuat cukup lebar.

2. METODE PENELITIAN

Pembuatan Probe

Serat optik dilengkungkan menyeru-pai bentuk U. Lengkungan tersebut ditahan dengan sebuah penyangga sehingga bentuknya tidak berubah. Kemudian di-lakukan pemolesan (diamplas) sehingga terdapat goresan berbentuk elips (2x) pada ujung probe tersebut dengan panjang 2x sebesar 2,6 mm. Proses pemolesan di-lakukan pada ujung probe dengan meng-gunakan ampelas waterproof no 1200. Ampelas dicelupkan pada air terlebih dahulu agar permuakaan ampelas lebih halus. Ujung probe dipoles pelan-pelan agar panjang 2x tidak melebihi 2,6 mm. Jika nilai 2x belum 2,6 mm dilakukan pemolesan lagi hingga nilai 2x mencapai 2,6 mm.

Saat proses pemolesan berkas laser He-Ne dimasukkan dari salah satu ujung serat optik tujuannya adalah untuk mem-perjelas goresan ellips diujung probe sehingga mempermudah pengukurannya. Pengukuran 2x menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0,05 mm dan di-lihat dengan bantuan lup/kaca pembesar untuk memperjelas pengukuran.

Ilustrasi Pemolesan pada bagian ujung probe dapat dilihat pada Gambar 1. Pada Gambar 1 menunjukkan serat optik yang yang dilengkungkan dan dipoles pada ujungnya. Jika diperhatikan maka pada bagian muka polesan tersebut terdapat goresan pada ujung probe yang berbentuk elips. Kedalaman polesan (d) dapat dihitung sebagai fungsi dari panjang sumbu mayor elips (2x), jika jari-jari lengkungan R dan jari-jari serat optik adalah r, maka persamaan yang menyata-kan kedalaman polesan (d) adalah,

(25)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

21

𝑑𝑑 = (𝑟𝑟 + 𝑅𝑅) − �(𝑟𝑟 + 𝑅𝑅)2− 𝑥𝑥2 (1)

Penggunaan persamaan (1) secara geometri memudahkan dalam mengetahui kedalamam inti(core) yang terpoles karena nilai 2x relatif lebih mudah untuk diukur panjangnya.

Gambar 1. Gambar salah satu probe dan ilustrasi pemolesannya

Dari pengukuran nilai jari-jari probe (R) adalah 4,4 mm, jari-jari serat optik adalah 0,5 mm, dan nilai 2x adalah 2,6 mm. Maka berdasarkan perhitungan de-ngan menggunakan persamaan (1) didapat kedalaman polesan sebesar 175,6 μm.

Adapun tujuan pemolesan adalah agar bagian teras (core) serat optik dapat kontak langsung dengan cairan yang diukur. Sehingga terjadi respon perubahan tegangan yang terukur akibat perubahan probe yang tercelup. Kemudian Rugi daya tiap probe diukur dengan detektor cahaya sehingga diketahui hubungan antara rugi daya dengan jumlah probenya. Langkah selanjutnya adalah mengaplikasikan probe yang telah dibuat untuk mendeteksi ketinggian cairan.

Set up Eksperimen

Rancangan pemanfaatan rugi daya optis karena lengkungan dan pemolesan sebagai indikator ketinggian cairan secara sederhana dapat di ilustrasikan pada gambar 2. Laser sebagai sumber cahaya dipancarkan dan dipandu olah serat optik. Ketika sinar laser melewati probe maka akan terjadi rugi daya atau terdapat sinar yang diloloskan. Ketika probe tersebut hanya berinteraksi dengan media luar berupa udara maka rugi daya optisnya akan berbeda dengan jika ada bagian probe yang terendam dengan cairan. Oleh karena dengan mengubah-ubah ketinggian cairan secara teratur maka probe yang

(26)

22

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

terendam dengan cairan juga akan berubah. Dapat diperkirakan jumlah probe yang terendam dengan cairan akan mempunyai hubungan dengan perubahan rugi daya optis pada serat optik tersebut. Detektor pada ujung serat optik yang lain akan mendeteksi daya optis yang masih terpandu oleh serat optik. Detektor ini akan mengubah cahaya yang mengenainya menjadi tegangan listrik. Dengan demikian perubahan ketinggian zat cair dapat dideteksi melalui tegangan listrik yang terbaca pada detektor optis tersebut.

Gambar.2 Rancangan indikator ketinggian

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hubungan antara tegangan keluaran detektor terhadap jumlah probe dan dapat dilihat pada gambar 3. Detektor yang digunakan adalah detektor OPT 101 dan sumber cahayanya adalah laser He-Ne 632,8 nm uniphase dengan daya 0,95 mW.

Gambar 3. Hubungan tegangan keluaran detektor dengan jumlah probe

Gambar 3 grafiknya mempunyai persamaan eksponesial y = 44.83e-0.97x artinya bahwa pola hubungan antara tegangan keluaran terhadap jumlah probe adalah eksponensial. Tegangan keluaran yang diterima oleh detektor optik me-ngalami

16.3440 8.4560 3.2540 0.6338 0.2899 0.0965 0.0376 0.0215 0.0094 y = 44.83e-0.97x R² = 0.989 -10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T ega n ga n ( V ol t) Probe

(27)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

23

pelemahan secara eksponensial ketika jumlah probe bertambah. Hal ini sesuai dengan attenuasi atau rugi daya pada serat optik yang secara fisis di rumuskan

𝑃𝑃𝑜𝑜𝑜𝑜𝑡𝑡 = 𝑃𝑃𝑖𝑖𝑛𝑛 𝑒𝑒−𝛼𝛼𝛼𝛼 (2)

Nilai R2 dari grafik 4.1 adalah 0,989 menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan grafik hubungan keluaran dengan jumlah probe berupa grafik eksponen adalah 98,9 % atau mengalami error sebesar 1,1 %.

Rugi daya biasanya dinyatakan dalam satuan Desibel, sehingga untuk mengetahui bahwa tiap probe mengalami rugi daya. Serta untuk mengetahui hubungan rugi daya dengan jumlah probe maka dapat dihitung rugi daya dalam satuan desibel (dB).

Desibel berkaitan dengan rasio dua kuantitas elektrik seperti daya(watt), Tegangan(volt), dan Arus(ampere). Jika kita melewatkan sinyal pada suatu pe-rangkat, tentunya akan mengalami pe-nurunan atau penguatan daya. Sinyal input dan Output dapat berupa satuan daya(W), arus (A), atau tegangan(V). Desibel sangat berguna untuk membandingkan level ma-sukan ke keluaran. Jika level keluaran lebih besar daripada level masukan, ja-ringan menunjukkan penguatan, sebalik-nya jika level keluaran lebih kecil maka jaringan tadi menunjukkan peredaman. (Fremann, Roger L. 2005).

Secara matematis rugi daya dalam Desibel adalah perbandingan logaritmik antara daya masukan ( Pout ) dengan daya keluaran ( Pin ). Dan dapat di tulis

𝑅𝑅𝑜𝑜𝑔𝑔𝑖𝑖 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = −10 log𝑃𝑃𝑜𝑜𝑜𝑜𝑡𝑡

𝑃𝑃𝑖𝑖𝑛𝑛 (3)

Karena yang terukur oleh detektor adalah tegangan (V) dan P ≈ V2

maka persamaan 3 menjadi

𝑅𝑅𝑜𝑜𝑔𝑔𝑖𝑖 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = −20 log𝑉𝑉𝑜𝑜𝑜𝑜𝑡𝑡

𝑉𝑉𝑖𝑖𝑛𝑛 (4)

Vin adalah tegangan keluaran detektor dengan jumlah probe 0 atau serat optik

belum dilengkungkan dan dipoles berdasarkan pengukuran nilainya 17,23 Volt. Sedangkan Vout adalah tegangan keluaran detektor dengan jumlah probe 1, 2, sampai 9

buah. Berdasarkan hasil per-hitungan dengan menggunakan persamaan 4 maka dapat dibuat grafik hubungan antara rugi daya yang terjadi karena kenaikan jumlah probe (gambar 4)

(28)

24

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Gambar 4. Grafik Rugi daya terhadap jumlah probe

Dari Gambar 4 nampak terjadi kenaikan rugi daya secara linear karena penambahan jumlah probe. persamaan linearitas adalah y = 8.481x - 8.305 dengan nilai koefisien korelasi (R2) sebesar 0.989. Nilai R2 artinya Hubungan rugi daya dengan jumlah probe adalah linear dengan tingkat kepercayaan sebesar 98,9 atau error sebesar 1,1 %. Karena rugi daya mengalami kenaikan secara linear akibat pertambahan jumlah probe maka dapat dipastikan tiap probe mengalami rugi daya.

Pengaplikasian serat optik yang di-lengkungkan (probe) sebagai indikator ketinggian cairan hasil datanya dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Grafik kenaikan tegangan terhadap jumlah probe yang tercelup

Pada gambar 5 nampak bahwa te-gangan yang terukur oleh detektor mengalami kenaikan jika jumlah probe yang tercelup bertambah. Kenaikan tegangan terjadi karena cladding yang terpoles semula digantikan oleh udara dengan indek bias 1 terisi oleh air dengan indek bias 1,33 sehingga terjadi kenaikan pantulan sinar didalam core serat optik. Jumlah probe yang tercelup mewakili rentang ketinggian cairan tertentu. Misal-nya jumlah probe yang tercelup 0 maka ketinggian cairannya adalah 0 s/d 70 mm. Jika 1 probe yang tercelup maka ketinggi-an cairannya adalah 70 s/d 140 mm dan seterusnya. Sehingga total ketinggian cair-an yang terukur adalah 700 mm. rentang ini dapat

0.4585 6.1824 14.4774 28.6867 35.4807 45.0316 53.2312 58.0769 65.3002 y = 8.481x - 8.305 R² = 0.989 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ru g i D ay a (d B) Jumlah Probe

(29)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

25

dimungkinkan bertambah dengan mengatur jarak antar probe serta mencari jari-jari dan kedalaman polesan probe yang sesuai sehingga rugi daya optis yang terjadi pada probe tidak terlalu besar.

4. KESIMPULAN

Rugi daya akibat pelengkungan (macro-bending) serat optik yang dipoles ujung lengkungnya dapat dimanfaatkan sebagai indikator ketinggian cairan dengan prinsip pendeteksian secara diskontinu dan dapat bekerja dengan baik. Rentang ketinggian yang terukur adalah 0 sampi 700 mm.

5. DAFTAR PUSTAKA

Binu, S. V.P. Mahadevan Pillai, N. Chandrasekaran, 2007, Fiber Optic Displacement Sensor for Measure-ment Amplitude and Frequency of Vibration, Optic & Laser Tech-nology, 39:1537 – 1543 . University of Kerala, Kariavattom, Thiruvanan-thapuram 695 581, Kerala, India

Freeman, Roger L., 2005, Fundamentals of telecommunications, John Weley & Sons, Inc, Hoboken, New Jersey.

Hossein Golnabi, 2004, Design and Operation of A Fiber Optic Sensor For Liquid Level Detection, Optics and Lasers in Engineering, 41: 801–812. Sharif University of Tech-nology, Tehran, Iran

Krohn, D.A, 2000, Fiber Optic Sensor, Fundamental and Application, 3rd, ISA, New York.

M. Lomer, J. Arrue , C. Jauregui, P. Aiestaran, J. Zubia, J.M. L´opez-Higuera, 2007, Lateral Polishing of Bends In Plastic Optical Fibres Applied to A Multipoint Liquid-Level measurement sensor, A 137: 68–73, Spain.

Samian dan Supadi, 2010, Sensor Ketinggian Air Menggunakan Multi-mode Fiber Coupler, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Surabaya

Samian, Yono Hadi Pramono, Ali Yunus Rohedi, Febdian Rusydi, AH Zaidan, 2009, Theoretical and Experimental Study of Fiber-Optic Displacement Sensor Using Multimode Fiber Coupler. Journal of Optoelectronics and Biomedical Materials, 1 (3): 303– 308 . Universitas Airlangga, Surabaya

(30)

26

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Sintesis dan Karakterisasi Sifat Mikroskopik Keramik Batako

dengan Variasi Penambahan Sekam Tebu

Aziza Anggi Maiyanti, Jan Ady dan Djony Izak

Departemen Fisika,Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya Kampus C Mulyorejo, Surabaya 60115

e-mail :aziza-a-m-08@fst.unair.ac.id

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan sekam tebu pada sifat mikroskopis batako sehingga dapat diketahui komposisi sekam tebu paling baik untuk bahan pengikat dari batako tersebut. Sampel yang digunakan batako dengan penambahan sekam tebu diayak dan tanpa diayak dengan persentase masing – masing 0wt%, 3wt%, 6wt%, 9wt%, 12wt% ,15wt%. Variasi optimum terlihat pada variasi 12wt% untuk penambahan sekam tebu tanpa diayak dan 15wt% untuk penambahan sekam tebu diayak. Nilai porositas batako rata-rata normal yaitu sebesar (8,119 ± 3,866)% dan nilai densitas rata-rata (2,343 ± 0,211) gr/cm3, setelah penambahan sekam tebu maka terjadi perbaikan sifat porositas dan densitas yaitu (7,692 ± 2,492)% dan (2,387 ± 0,087) gr/cm3 untuk variasi penambahan sekam tebu tanpa pengayakan, sedangkan nilai porositas dan densitas untuk penambahan variasi sekam tebu dengan pengayakan adalah (3,846 ± 0,427)% dan (2,674 ± 0,125) gr/cm3. Setelah melalui uji XRD terlihat pembentukan fasa baru yaitu Al0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97 (Enstatite) yang

diidentifikasikan memiliki pengaruh perbaikan sifat densitas batako. Berdasarkan nilai porositas dan nilai densitas diatas maka batako dengan variasi penambahan sekam tebu telah berhasil memperbaiki sifat mikroskopis batako meskipun pada penambahan sekam tebu tanpa pengayakan memiliki nilai porositas dan densitas tidak stabil.

(31)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

27

PENDAHULUAN

Definisi keramik mencakup semua bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat.Umumnya senyawa keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan kimia dibandingkan elemennya. Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah felspard, ball clay, kwarsa, kaolin, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh struktur kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya.Klasifikasi keramik meliputi keramik modern dan keramik tradisional.Dalam penelitian ini bahan keramik yang digunakan masuk dalam kategori keramik modern yaitu batako.Batako merupakan keramik modern yang biasa digunakan untuk bahan dasar bangunan sebagai pengganti batu bata. Hasil penelitian laboratorium yang pernah dilakukan untuk batako berumur 28 hari diperoleh : berat fisik rata-rata sebesar 12,138 kg, densitas rata-rata sebesar 2,118 gr/c, penyerapan air sebesar 12,876% dan kuat tekan rata-rata sebesar 1,97 MPa (Darmono, 2009).

Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, sekam tebu yang dahulunya hanya digunakan sebagai abu gosok, sudah mulai dimanfaatkan dalam industri bahan bangunan, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Hidayati pada tahun 2010 dengan judul Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Batako. Pada penelitian ini digunakan variasi penambahan sekam tebu dengan persentase 10wt%, 20wt%, 30wt%, 40wt%, 50wt%. Peneliti menggunakan perbandingan semen, pasir, air sebesar 1:4:0,5. Penelitian ini menambahkan sekam tebu pada proses pembuatan sehingga diharapkan memperbaiki sifat fisis dan mekanis batako meliputi penyerapan air, densitas, kuat pukul, kuat tekan dan kekerasan. Selain itu terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh Emelda Sihotang pada tahun 2010 dengan judul Pemanfaatan Abu Ampas Tebu pada Pembuatan Mortar. Penelitian ini menggunakan variasi penmabahan sekam tebu 3%, 6%, 9%, 12% dan 15%. Penelitian Sihotang mendapatkan hasil porositas semakin baik tetapi tidak menghitung nilai densitas sedangkan pada penelitian Hayati diketahui nilai densitas. Kedua penelitian diatas tidak meneliti tentang pengaruh penambahan sekam tebu dengan sifat mikroskopik sebuah bahan.

Ulasan di atas memberikan inspirasi untuk mengkarakterisasi material keramik batako baik yang sudah ditambahkan dengan variasi sekam tebu ataupun yang belum ditambahkan sekam tebu terkait dengan sifat mikroskopik yang dikandung oleh material keramik batako sehingga dapat menjadikan material keramik batako yang telah disintesis dengan sekam tebu mempunyai kelebihan dibandingkan dengan material keramik batako tanpa variasi apapun.

(32)

28

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

METODE PENELITIAN Pembuatan Sampel

Pencampuran material dilakukan dengan menggunakan mixer sesuai dengan proporsi dalam rancangan percobaan di atas.Pertama, agregat halus dicampur dengan sekam tebu sampai merata pencampurannya.Kedua, semen Portland tipe-1 ditaburkan pada permukaan pencampuran tersebut.Setelah ketiganya merata, dilubangi bagian tengahnya seperti sebuah kawah untuk ditaburi air PDAM lalu diaduk hingga campuran tersebut saling mengikat dan homogen menjadi sebuah adonan pasta.

Pencetakan material dilakukan setelah pencampuran dan pengadukan material.Adonan batako basah dimasukkan di dalam cetakan balok (10x5x5) cm. Sebelum dimasukkan ke dalam cetakan, terlebih dahulu cetakan diolesi dengan vaselin.Setelah dimasukkan ke cetakan, adonan pasta dipress hingga padat dan ditutup dengan kain basah selama 24 jam.

Pengeringan material dilakukan setelah batako dicetak dan dibiarkan selama 24 jam lalu dikeluarkan dari cetakannya. Selanjutnya diletakkan di rendam di bak perendaman selama 27 hari. Pada hari ke 28 dilakukan proses pengeringan atau pengangkatan material selama 24 jam dilanjutkan dengan pengujian mikroskopik, porositas dan densitas pada mortar tersebut.

Pengujian Porositas

Setelah melalui proses perendaman dan pengeringan maka dilakukan uji porositas menggunakan persamaan : Porositas (%) = 𝑚𝑚𝑏𝑏 − 𝑚𝑚𝑘𝑘 𝑣𝑣𝑏𝑏 x 1 𝜌𝜌𝑑𝑑𝑖𝑖𝑟𝑟 x 100% Dimana :

mb = Massa basah dari benda uji (gram)

mk= massa kering dari benda uji (gram)

(33)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

29

Gambar 1. Grafik Hasil Uji Porositas Batako dengan variasi Sekam Tebu

Pengujian Densitas

Untuk pengukuran densitas batako mengacu pada standard ASTM C 134-95 dan dihitungdengan persamaan (Juwairiah,2009):

ρpc = ms

mb−(ms−mk) x ρair

Dimana :

ρpc= densitas (gr/cm3

) ms= massa sample kering (gr)

mb= massa sample setelah di rendam (gr) mg= massa sample digantung didalam air (gr) mk= massa kawat penggantung (gr)

ρair= densitas air = 1(gr/cm3)

Hasil penelitian laboratorium yang pernah dilakukan untuk batako berumur 28 hari diperoleh: berat fisik rata-rata sebesar 12,138 kg, densitas rata-rata sebesar 2,118 gr/cm3, penyerapan air sebesar 12,876%, dan kuat tekan rata-rata sebesar 1,97 MPa (Darmono, 2009).

Uji XRD

Pengujian XRD dilakukan setelah melewati uji porositas dan uji densitas. Uji XRD dilakukan untuk mengetahui pengaruh sifat mikroskopik batako dengan variasi penambahan sekam tebu dengan perbaikan nilai porositas dan nilai densitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sekam tebu yang digunakan untuk variasi penambahan pada batako harus merupakan silika amorf dikarenakan bentuk silika amorf akan memberi pengaruh peningkatan kekuatan keramik yang lebih besar dibanding dengan bentuk fase kristalnya.Berdasarkanpenelitian Hanafi dan Nandang (2010), memaparkan bahwa kuat patah maksimum diberikan oleh bentuk amorf sebesar 940 dyne/cm2 yang lebih tinggi dari kuat patah keramik Indonesia dalam literatur. Silika amorf diperoleh dengan cara membakar sekam tebu dengan suhu antara 5000C-6000C dan setelah melalui uji XRD maka akan terlihat hasil seperti pada Gambar 2.

(34)

30

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Gambar 2. Hasil Uji XRD Sekam Tebu

Hasil XRD batako dengan variasi penambahan sekam tebu disajikan pada Gambar 3, 4 dan 5.

Gambar 3. Hasil Uji XRD Variasi 0 wt%

Gambar 4. Hasil Uji XRD Variasi 12wt% dengan pengayakan

(35)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

31

Berdasarkan analisis XRD pada Gambar 3 menunjukkan bahwa batako sebelum penambahan sekam tebu didominasi oleh dua fasa yaitu SiO2 sebanyak 62,5 % dan Al2ClF25Sr10(Strontium Hexafluoroaluminate fluoride chloride) sebanyak 37,5%. Hasil XRD pada Gambar 4 mengandung 3 fasa dominan yakniSiO2sebanyak1,8%,Al2ClF25Sr10sebanyak3,0%danAl0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97 (Enstatite)sebanyak 95,2%. Hasil Grafik XRD pada Gambar 4.4 mengandung 3 fasa dominan yaitu SiO2sebanyak 17,3 %, Al2ClF25Sr10sebanyak 10,6 % dan Al0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97(Enstatite) sebanyak 72,1 %. Fasa enstatite terlihat mulai muncul pada variasi penambahan sekam tebu 12 wt%.

Perbedaan dari ke tiga sampel yang di uji adalah persentase kedua fasa dominan tersebut dan terlihat juga terdapat fasa baru yang terbentuk pada hasil pengujian XRD batako yang telah divariasikan dengan sekam tebu yaitu fasa Al0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97

(Enstatite). Pembentukan fasa enstatite disajikan dalam lampiran 3 point B dan C . Munculnya senyawa enstatite di duga berperan dalam perbaikan sifat densitas batako.

Berdasarkan(Dana,E.S,1892) dijelaskan juga bahwa Enstatite tersusun atas senyawa pada Tabel 1.

Tabel 1. Senyawa penyusun Enstatite

Berdasarkan Tabel1 terlihat penyusun dari enstatite hampir sama dengan penyusun sekam tebu, pasir dan semen yang terdiri dari SiO2,Al2O3 dan Fe2O3 sedangkan

setelah mengalami pencampuran maka terjadi perubahan pada senyawa TiO3 menjadi

TiO2 hal ini diduga terjadi karena pada saat pencampuran bahan terjadi suatu reaksi

penggantian atom sehingga terbentuk juga senyawa-senyawa yang lain. Dikarenakan pasir, sekam tebu dan semen mempunyai senyawa pembentuk yang identik maka jika ketiga bahan tersebut dicampurkan maka terdapat kemungkinan terbentuk fasa enstatite.

Karakterisasi perbaikan sifat porositas ditunjukkan pada Tabel 2 dan Gambar 6. Sebagai pembanding terdapat variasi 0wt% dengan nilai porositas adalah 8,119± 3,866 % dan nilai densitas sebesar 2,343 ± 0,211 gr/cm3.

No Senyawa 1 SiO2 2 TiO2 3 Al2O3 4 Fe2O3 5 Cr2O3 6 FeO

(36)

32

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Tabel 2. Hasil Uji Porositas Batako

No Variasi (%)

Porositas Rata – Rata (%) Tidak diayak Diayak 1 3 wt 9,402 ± 3,140 7,692 ±0,855 2 6 wt 12,820±0,457 6,838 ± 1,298 3 9 wt 11,111±2,898 5,128 ± 1,047 4 12 wt 7,692 ± 2,492 4,273± 4,472 x 10-4 5 15 wt 12,820±1,788 3,846 ± 0,427

Gambar 6. Grafik Hasil Uji Porositas Batako

Porositas yang stabil dihasilkan pada penambahan variasi sekam tebu yang telah melalui pengayakan yaitu mengalami perbaikan disetiap persentase sekam tebu yang ditambahkan sehingga didapatkan hasil yang optimum pada variasi penambahan sekam tebu sebanyak 15%. Sekam tebu dapat berperan sebagai pengisi antara partikel partikel pembentuk batako sehingga kedapan batako akan menjadi bertambah sehingga permeabilitas semakin kecil.

Partikel-partikel SiO2 pada sekam tebu yang sangat halus memiliki luas permukaan interaksi yang tinggi. Partikel-partikel tersebut berinteraksi dengan campuran pasir dan semen yang merupakan bahan baku utama dari batako. Semakin banyak partikel yang berinteraksi, semakin kuat pula batako. Semakin kuat batako maka semakin berkurang juga nilai porositas batako sehingga didapatkan nilai porositas batako yang optimum.(Mulyati, 2010)

Menurut penelitian Mulyati pada tahun 2010 dengan penambahan sekam tebu melalui pengayakan 200 mess atau setara dengan 75 mikron maka sekam tebu memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan ukuran partikel semen yaitu 120 mess atau setara dengan 125 mikron sehingga sekam tebu dapat memasuki pori-pori yang ditinggalkan oleh air tetapi tidak dapat dimasuki oleh ukuran partikel semen. Sehingga saat sekam tebu dapat mengisi pori-pori yang ditinggalkan oleh air maka rongga-rongga pori dalam batako akan semakin sedikit perbandingannya dengan volum batako tersebut sehingga nilai

0 5 10 15 0 10 20

P

or

os

it

as

(

%

)

Variasi (%)

Tidak Diayak diayak

(37)

Jurnal Fisika Dan Terapannya |No. 1, Vol. 4, Desember 2013

33

porositasnya mengalami perbaikan di setiap penambahan persentase sekam tebu yang melalui proses pengayakan. Hasil Karakterisasi perbaikan nilai densitas ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 7.

Tabel 2. Hasil Uji Densitas Batako

Jika diperhatikan pada hasil Grafik uji XRD yakni Gambar 4 dan 5terlihat terdapat fasa baru yang diindikasikan menjadi salah satu penyebab perbaikan sifat yakni fasa Al0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97 (Enstatite).

Gambar 7. Hasil uji Densitas Batako

Gambar 3 menunjukkan terdapat dua fasa dominan yakni SiO2dan

Al2ClF25Sr10(Strontium Hexafluoroaluminate fluoride chloride) dengan nilai persentase

yang berbeda. Berdasarkan penelitian (Brownel, L.E dan Young, E.H, 1993) didapatkan nilai densitas dari SiO2 (Quartz) adalah 2,648 gr/cm

3

sedangkan menurut penelitian (N.N. Greenwood,1997) terlihat bahwa nilai densitas Al2ClF25Sr10 (Strontium

Hexafluoroaluminate fluoride chloride) yakni 3,69 gr/cm3. Gambar 4 dan 5 masih terdapat dua fasa yang sama tetapi terlihat terbentuk fasa baruyaitu Al0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97 (Enstatite) dengan persentase yang sangat tinggi.

Berdasarkan Morimoto,N dan Koto,K,1969diketahui Enstatitememiliki nilai densitas 3,9 gr/cm3. Berdasarkan data densitas masing-masing fasa yang telah didapatkan dan persentase masing-masing fasa yang telah di ketahui maka terlihat bahwa fasa Al0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97(Enstatite) memiliki nilai densitas paling tinggi sehingga dengan nilai densitas tersebut serta persentase yang ditunjukkan pada Gambar 4 dan

0 1 2 3 0 10 20

D

en

si

ta

s

(g

r/

cm

3

)

Variasi (%)

Tidak diayak Diayak No Variasi (%)

Densitas Rata – Rata (gr/cm3) Tidak diayak Diayak 1 3 wt 1,745 ± 0,145 2,399 ± 0,049 2 6 wt 1,897 ± 0,079 2,452 ± 0,044 3 9 wt 2,060 ± 0,145 2,516 ± 0,123 4 12 wt 2,387 ± 0,087 2,631 ± 0.079 5 15 wt 1,879 ± 0,129 2,674 ± 0,125

(38)

34

Jurnal Fisika Dan Terapannya | No. 1, Vol. 4, Desember 2013

Gambar 5 yang tinggi pula dapat disimpulkan bahwa Enstatite mempunyai pengaruh pada perbaikan nilai densitas batako.

KESIMPULAN

1. Metode Penambahan Silika Amorf Sekam Tebu dapat digunakan untuk mensintesis material keramik batako dengan nilai porositas dan densitas yang lebih baik dibandingkan dengan batako murni. Porositas batako murni memiliki nilai rata-rata(8,119 ± 3,866)% dan Densitas batako murni memiliki nilai (2,343 ± 0,211) gr/cm3. Sedangkan nilai porositas setelah penambahan sekam tebu adalah (7,692 ± 2,492) % untuk yang tidak diayak dan (3,846± 4,472 x 104)% untuk batako dengan variasi penambahan sekam tebu diayak, sedangkan densitas batako yang dihasilkan setelah mendapatkan penambahan silika amorf sekam tebu adalah (2,387 ± 0,087) gr/cm3 untuk penambahann variasi sekam tebu tanpa pengayakan dan penambahan sekam tebu yang mengalami pengayakan didapatkan nilai (2,674 ± 0,125) gr/cm3. 2. Hasil dari uji XRD menggambarkan penambahan silika amorf sekam tebu dapat

memperbaiki sifat mikroskopis batako dengan adanya pembentukan fasa baru yaitu Al0,03Fe0,15Mg1,82O6Si1,97 (Enstatite) yang berperan dalam memperbaiki nilai densitas

batako dikarenakan Enstatite memiliki nilai densitas yang cukup tinggi dibandingkan dengan fasa SiO2 (Quartz) dan Al2ClF25Sr10 (Strontium Hexafluoroaluminate

fluoride chloride).

DAFTAR PUSTAKA

Brownell,L.E. Young, E.H. 1993. Precipitation chemystry.New York. Dana, E.S. (1892) .Dana’s System of Mineralogy 6th edition. 346-348.

Darmono.2009.Penerapan Teknologi Produksi Bahan Bangunan Berbahan Pasir Bagi Korban Gempa Di Kulonprogo Serta Analisis Mutu dan Ekonominya.Yogyakarta:Universitas Negeri Yogyakarta.

Hayati, E.K. 2007.Buku Ajar Dasar-Dasar AnalisaSpektroskopi. Malang: UINpress. Herdianita.2000.Pengukuran Kristalinitas Silika Berdasarkan Metode Difraktometer

Sinar-X.Bandung:Institut Teknologi Bandung

Hidayati,Nurwahyu.2010.Pengaruh Penambahan Abu Ampas Tebu Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Batako. Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Jaturapitakkul,Chai.2009.Utilization of Bagase Ash a Pozzolanic Material in Concrete.Thailand:University of Technology Thonbury.

Gambar

Gambar 2. Letak titik-titik akupuntur meridian Shu belakang.
Gambar 4. Tampilan sinyal perekaman biopotensial pada titik akupuntur.
Gambar 6. Cuplikan Hasil Analisis Transformasi Fourier Profil Potensial Domain  Waktu menjadi Domain Frekuensi
Gambar 7. Profil Potensial Listrik Domain Waktu pada orang sehat.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka peneliti sangat menarik untuk melakukan pengembangan penelitian karakteristik internal pada auditor dengan menguji variabel yang telah ditentukan oleh peneliti

Data penelitian menunjukkan bahwa hasil catat- an lapangan yang dilakukan oleh 2 observer selama pembelajaran berlangsung dan analisis data yang dilakukan peneliti terhadap

Tujuan dari penelitian ini adalah utnuk mengetahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Desa Gadingsari sebelum di bangunnnya Jalur jalan Lintas Selatan (JJLS) pada

Pengujian hipotesis dalam penelitian untuk menguji pengaruh variabel-variabel bebas yaitu audit tenure, disclosure, ukuran KAP, debt default, opinion shopping, dan kondisi

Sebaran manifestasi permukaan yang terdapat di daerah Gunung Tampusu dan Sekitarnya berupa manifestasi (Mata air panas, Tanah beruap, Lumpur panas, Fumarol dan

Variabel respon dalam penelitian ini adalah waktu atau lama rawat inap yang disimbolkan dengan t, yaitu lama rawat inap pasien demam berdarah dengue sampai

Siswa pada kelompok kombinasi strategi pem- belajaran STAD dengan menggunakan penilaian por- tofolio dan kemampuan akademik bawah memiliki kemampuan tertinggi pada indikator

Hasil penelitian adalah : (1) tidak ada pengaruh strategi terhadap keterampilan metakognitif, keterampilan berpikir kreatif, pemahaman kon- sep, dan sikap sosial antara siswa