• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Teknologi Lingkungan, Volume 1 Nomor 2, Desember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Teknologi Lingkungan, Volume 1 Nomor 2, Desember"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal “Teknologi Lingkungan”, Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 8

PENURUNAN PARAMETER KEKERUHAN, TSS DAN TDS DENGAN VARIASI UNIT FLOKULASI

Edhi Sarwono1 , Khairunnisa Rizky Aprillia2 , Yunianto Setiawan3 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Kampus Gunung Kelua, Jl. Sambaliung, No. 09, Samarinda, 75119 Email: khairunnisarizkya@gmail.com

Abstract

A research on water treatment at Mahakam River water using the gravel bed flocculator (medium grained), the variation of theflocculation units gravel bed using granular media are used in the form of pieces of PVC pipe 1

"by 2cm, while flocculation with baffles chanel uses glass barriers on flokulasinya unit. Pieces of PVC pipe is functioned as the space between the grains of the media used as column streams that meander which is expected to be a medium for colloids that have terdestabilisasi of coagulation process will be in contact with the joining form a floc with a larger size and can be deposited, while the variation unit flocculation receipts baffle channel, where the unit of flocculation, there are the glass partition in the unit, the bulkhead is intended as a slow stirring in units flocculation to produce water movement that encourages contact between the particles without causing a rupture of a combination of particles that have been formed. The parameters examined, ie, turbidity, TSS and TDS. Retrieved onturbidity removal efficiency of gravelbed 54.34% and of amounted to 80.41%baffles,for TSS removal efficiency with gravelbed 39.82% and baffles 59.33%, and for the efficiency of TDS decrease by gravelbed 14.28% with baffles by 106 , 25%.

Keyword: Gravelbed, BaffleChanel, coagulation, flocculation, sedimentation

1. Pendahuluan

Air merupakan kebutuhan pokok pada berbagai aktivitas manusia. Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti minum, memasak, mencuci, mandi dan sanitasi, air juga dibutuhkan dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan pada aktivitas ekonomi dan sosial. (Suparno dan Suprihatin, 2013).

Mahakam merupakan sungai terbesar di Provinsi Kalimantan Timur yang bermuara di Selat Makasar.

Sungai dengan panjang sekitar 920 km ini melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda di bagian hilir. Sungai Mahakam mengalami penurunan kualitas air sungai setiap tahunnya.

Penurunan kualitas air ini disebabkan beberapa faktor antaralain, meningkatnya populasi masyarakat yang berdampak pada meningkatnya aktifitas warga, sektor industri yang semakin bertambah dan banyaknya sedimentasi di dasar sungai yang mengakibatkan meningkatnya beberapa parameter antaralain kekeruhan, TSS dan TDS.

Banyak metode yang dapat digunakan dalam proses flokulasi, salah satunya adalah pengadukan hidrolis.

Metode pengadukan secara hidrolis merupakan pengadukan yang memanfaatkan aliran air sebagai tenaga pengadukan yang dihasilkan dari energi hidrolik. Pada unit flokulasi beberapa metode pengadukan hidrolis yang dapat digunakan salah satunya adalah flokulator dengan media berbutir atau disebut tipe gravelbed flocculator, dengan menggunakan gravel bed flocculator waktu flokulasi dapat dikurangi sekitar 3-5 menit flokulasi di unit ini setara dengan 15 menit dalamjartest di

laboratorium dan 25 menit di bak flokulasi nonkompartemen (Alaa, 2010).

Dalam penelitian ini menggunakan metode gravelbed flocculator, dengan reaktor koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi, dimana pada reaktor flokulasi menggunakan variasi dengan gravelbed dan baffle chanel, hal ini dimaksud agar dapat mengetahui penurunan efisiensi pada parameter kekeruhan, TSS dan TDS dalam penelitian ini dengan menggunakan air Sungai Mahakam.

2. Tinjauan Pustaka

Tidak ada kehidupan tanpa adanya air, karena sebagian besar dari komponen penyusun makhluk hidup terdiri dari air. Pada orang dewasa misalnya, 80% dari berat badanya terdiri dari air, demikian juga untuk hewan dan tanaman, komponen utama penyusunyaadalah air. Akibat yang terjadi akan sangat fatal bila terjadi kehilangan air yang berlebihan dari makhluk hidup (Budiyono dan Siswo, 2013).

Sebenarnya, 80% dari permukaan bumi ini tertutup oleh air sehingga persedian air di bumi sangat melimpah namun, sebagian besar dari persediaan tersebut yaitu 96,5% berupa air laut dan hanya sekitar 2,5% yang berupa air tawar. Dari persediaan air tawar tersebut, ternyata 68,7% berupa salju yang terjebak di kutub bumi dan hanya sekitar 31% saja yang berupa air tanah. Oleh karena itu, dari keseluruhan jumlah air yang tersedia di bumi, hanya 0,8% yang bisa digunakan secara langsung untuk keperluan manusia. Secara kuantitatif, distribusi jumlah air yang terdapat di bumi ini tersaji pada

(2)

Jurnal “Teknologi Lingkungan”, Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 9

Tabel 2.1 (Okazaki, M, 1985 dalam Budiyono dan Siswo, 2013).

Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa dan badan air lain yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Areal tanah yang mengalirkan air ke suatu badan air disebut watersheads atau drainage basins. Air yang mengalir dari daratan menuju suatu badan air disebut limpasan permukaan dan air yang mengalir dari sungai menuju laut disebut aliran air sungai.

Sekitar 60 % air yang masuk ke sungai berasal dari hujan, pencairan es/salju (terutama untuk wilayah ugahari), dan sisanya berasal dari air tanah. Wilayah di sekitar daerah aliran sungai yang menjadi tangkapan air disebut catchment basin (Effendi, 2003).

Proses koagulasi dan flokulasi adalah penghilangan padatan yang berada di dalam air terutama yang berbentuk padatan tidak mengendap (non setleable solid), padatan tersuspensi (suspended solid), dan koloid. Koagulasi dan flokulasi adalah proses fisika- kimia dimana diperlukan energi dan waktu agar proses dapat berlangsung. Proses koagulasi selalu diikuti oleh proses flokulasi, yaitu penggabungan inti flok atau flok kecil menjadi flok yang berukuran besar (Asmadi, dkk 2011).

Sedimentasi adalah pemisahan partikel-partikel padatan tersuspensi dalam air dengan pengendapan secara gravitasi. Bak sedimentasi sering disebut juga sebagai clarifier maupun thickener. Jika tujuan utama operasi sedimentasi adalah untuk menghasilkan aliran keluaran yang rendah padatan tersuspensi, maka bak sedimentasi biasanya disebut sebagai clarifier, jika tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan suspensi yang pekatmaka bak sedimentasi disebut sebagai thickener. Dalam unit pengolahan air, sedimentasi digunakan untuk memisahkan secara cepat partikel mengendap, impuritas terflokulasi atau terkoagulasi, dan impuritas terpresipitasi dari operasi pelunakan.

Prinsip utama dari sedimentasi adalah memberikan kesempatan air untuk tinggal atau mengalir dengan laju sangat lambat sehingga partikel-partikel yang lebih berat akan mengendap ke bawah karena gaya gravitasi. Partikel-partikel dalam air mempunyai berat jenis (spesific gravity)bervariasi dari 1,04 hingga 2,65. Partikel-partikel yang mempunyai specificgravity lebih besar dari 1,20 akan mudah mengendap ke dasar bak sedimentasi. Sebaliknya, partikel-partikel yang lebih ringan akan sukar mengendap. Laju pengendapan berbagai ukuran partikel dapat dilihat pada tabel 2.3 (Budiyono dan Siswo, 2013).

Sungai Mahakam merupakan sungai terbesar di Provinsi Kalimantan Timur yang bermuara di Selat Makasar. Sungai dengan panjang sekitar 920 km ini melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda di bagian hilir. Menurut Perda Kaltim No. 2 (2011), Sungai Mahakam memiliki segmen mulai dari bagian terhulu sungai hingga daerah Anggana pada koordinat S:0˚35’44.85” , T:

117˚16’57.35”

3. Metode Penelitian

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Sungai Mahakam (depan islamic center) di Jalan Slamet Riyadi, Teluk Lerong Ulu, Sungai Kunjang, Kota Samarinda. Penelitian dilakukan di Laboratorium Rekayasa Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman. Lokasi pengujian dilakukan di UPTD Laboratorium Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rangkaian IPA skala laboratorium yang terbuat dari kaca, pipa 4” dan bak plastik yang terdiri dari bak ekualisasi, koagulasi, flokulasi dengan variasi gravelbed flocculator dan baffle chanel, sedimentasi, gelas ukur 250ml, gelas kimia kimia 1000ml, kerucut imhoff, botol kemasan air mineral, Jar Test, infuse set, jerigen , timbangan digital, gunting pipa, lem pipa, pipet ukur 50ml, selang aquarium, keran air ½”, stopwatch, pipa PVC

½” dan ¾“, bor tangan, watermur, turbidity meter, pH meter, pompa air, pipa PVC 4”. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu air baku yang berasal dari Sungai Mahakam, aquadest, Aluminium Sulfat atau Alum (Al2SO4), kapur (CaC03), media (potongan pipa PVC 1”), lem kaca tembak dan lem pipa.

3.3 Tahap Pra-Penelitian

3.3.1 Pembuatan Bak tiap Unit Pengolahan Disiapkan alat dan bahan untuk pembuatan instalasi pengolahan antara lain bak ekualisasi dengan volum 150L, pipa ½”, sambungan pipa ½”, valve, kran air, infuse set, lem kaca tembak, lem pipa, media berbutir (potongan pipa 1”) dan kaca sebagai rangkaian unit pengolahan yang terdiri dari:

a. Bak koagulasi yang berbentuk tabung dengan ukuran diameter 10,16 cm dan tinggi 24,65 cm.

b. Bak flokulasi gravelbed berbentuk persegi dengan panjang 41,5 cm, lebar 22 cm, dan tinggi 43,7 cm, dan kemudian disiapkan media berbutir berupa potongan pipa PVC 1” dengan ukuran 2 cm, variasi bak flokulasi yang kedua dengan baffle chanel berbentuk persegi dengan panjang

(3)

Jurnal “Teknologi Lingkungan”, Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 10

84 cm, lebar 24 cm, dan tinggi 2 cm dengan menggunakan sekat-sekat pada kaca.

c. Bak sedimentasi berbentuk tabung dengan diameter 25 cm, tinggi 53,15 cm.

Dipasang valve pada bak ekualisasi sebagai pengatur debit awal, kemudian dipasang infuse set pada bak koagulasi sebagai pengatur dosis koagulan, setelah itu dilakukan uji kebocoran dengan mengalirkan air pada setiap unit pengolahan.

3.3.2 Penentuan Dosis Optimum Koagulan Tahapan yang dilakukan untuk menentukan dosis koagulan adalah dengan jar test, adapun tahapannya, yaitu diukur nilai kekeruhan awal, TSS awal, TDS awal, kemudian diukur pH air sampel dengan menggunakan pH meter, selanjutnya diambil 1000 ml sampel air dan dimasukkan ke gelas ukur, ditambahkan larutan Aluminium Sulfat (Al2SO4) dan flokulan yaitu kapur (CaCO3) masing- masing 1% dengan pipet ukur dan dimasukan ke dalam masing-masing gelas ukur dengan dosis yang berbeda, kemudian dilakukan pengadukan sampel dengan stitter. Adapun lama pengadukan mengikuti standar yang telah dibuat di Laboratorium Teknologi Lingkungan, yaitu:

a. Pengadukan cepat, yaitu 100rpm selama 1 menit.

b. Pengaduka sedang, yaitu 40-80 rpm selama 10menit.

c. Pengadukan lambat, yaitu 20 rpm selama 1 menit.

Setelah itu, dimasukkan air sampel ke dalam kerucut imhoff, kemudian diendapkan selama 30 menit, selanjutnya diamati air pada kerucut imhoff dan diukur tinggi timbulan flok yang terbentuk.

Diukur kembali pH dan nilai kekeruhan, TSS dan TDS air sampel dan diambil dosis terbaik koagulan berdasarkan jumlah flok tertinggi yang terbentuk, tingkat keasaman pH yang masih dalam nilai ambang batas.

3.4 Tahap Penelitian

Gambar 3.1 Rancangan Instalasi Pengolahan Air

Alur proses pengolahan air yaitu, diambil air baku yang berasal dari sungai mahakam sebanyak ±300L, kemudian dimasukkan air tersebut ke dalam bak ekualisasi dan dialirkan menuju instalasi pengolahan air dengan debit 250mL/menit, air akan masuk ke bak koagulasi, dilakukan pembubuhan bahan kimia menggunakan Alum dan flokulan yaitu kapur dengan dosis sebesar 45mL dan dilakukan pengadukan secara hidrolis (terjunan). Waktu kontak bak koagulasi selama 1 menit. Kemudian air mengalir menuju reaktor flokulasi dengan variasi gravelbed dan baffle chanel, dimana unit flokulasi dengan gravelbed (media berbutir) berisi potongan pipa PVC 1” dengan ukuran sebear 2 cm, yang bertujuan untuk membentuk dan memperbesar flok, sedangkan pada variasi baffle chanel dengan sekat- sekat kaca. Wakto kontak pada unit flokulasi selama 20 menit. Reaktor selanjutnya air mmenuju bak sedimentasi, pada bak sedimentasi terjadi pengendapan flok-flok yang terbentuk dari reaktor flokulasi secara gravitasi. Wakto kontak yang terjadi pada bak sedimentasi selama 96 menit. Air yang keluar dari bak sedimentasi diambil ±600 mL sebagai air sampel yang akan dilakukan pengujian parameter Kekeruhan, TSS dan TDS.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Analisis Hasil Pengolahan Air Baku

Pada penelitian ini air baku yang digunakan adalah air sungai mahakam. Dimana air baku tersebut dialirkan ke instalasi pengolahan air menggunakanvariasi unit flokulasi. Variasi unit flokulasi yang pertama menggunakan gravelbed flocculator dengan potongan pipa sebagai flokulator atau sekatpada unit flokulasi, yang diharapkan dapat memperlambat pengadukan pada unit flokulasi pada gravelbed. Variasi yang kedua menggunakan baffle chanel dimana sekat pada baffle chanel sebagai flokulator yang dapat memperlambat pengadukan pada unit flokulasi tersebut. Pada tahap penelitian, dilakukan pengujian laboratorium untuk mengetahui perubahan konsentrasi pada parameter kekeruhan, TSS (Total Suspended Solid) dan TDS (Total Disolved Solid) pada air baku. Hal ini dilakukan untuk mengetahui efisiensi yang lebih baik dari proses variasi unit flokulasi yang digunakan pada penelitian ini.

4.1.1 Analisis Parameter Kekeruhan

Air baku dalam penelitian ini dialirkan ke instalasi pengolahan air menggunakan variasi unit flokulasi dengan gravelbed dan baffle chanel. Berikut hasil uji laboratorium untuk konsentrasi kekeruhan pada air baku (Sungai Mahakam) sebelum dan sesudah pengolahan.

(4)

Jurnal “Teknologi Lingkungan”, Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 11

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Konsentrasi Kekeruhan

Variasi Unit Flokulasi

Ulanga n

Kekeruha n Awal (NTU)

Kekeruha n Akhir (NTU)

Rata- rata (NTU )

Efisiens i (%)

Gravelbed Flocculato

r

1

20,70

15,30

9,45 54,34

2 8,65

3 4,42

Baffle Chanel

1

35,90

10,60

7,03 80,41

2 9,00

3 1,51

(Sumber: Data Primer, 2016)

Berdasarkan hasil analisis laboratorium pada Tabel 4.1 dibuat grafik penurunan konsentrasi kekeruhan air baku sebelum dan sesudah pengolahan dapat dilihat pada Gambar 4.1 sebagai berikut:

Gambar 4.1 Grafik Penurunan Konsentrasi Kekeruhan

Dapat dilihat dari gambar 4.1 dari kedua variasi unit flokulasi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat penurunan konsentrasi kekeruhan tertinggi terdapat pada variasi unit flokulasi dengan baffle chanel dengan efisiensi 80,41 %, sedangkan untuk penurunan variasi kekeruhan terendah dengan unit gravelbed dengan efisiensi 54,34 %.

Kekeruhan erat hubungannya dengan zat tersuspensi, karena kekeruhan disebabkan zat tersuspensi didalam air. Zat tersuspensi yang terdapat di dalam air terdiri dari pasir halus, liat dan lumpur alami yang merupakan bahan-bahan anorganik atau organik yang melayang dalam air.

Penurunan konsentrasi kekeruhan disebabkan adanya proses koagulasi dan flokulasi dimana proses ini membuat tumbukkan antar partikel tersuspensi dan koloid agar terbentuk gumpalan yang nantinya akan dipisahkan melalui proses sedimentasi.

4.1.2 Analisis Parameter Total Suspended Solid (TSS)

Air baku dalam penelitian ini dialirkan ke instalasi pengolahan air menggunakan variasi unit flokulasi dengan gravelbed dan baffle chanel. Berikut hasil uji laboratorium untuk konsentrasi TSS pada air

baku (Sungai Mahakam) sebelum dan sesudah pengolahan.

4.2 Hasil Pengujian Penurunan Konsentrasi TSS

Variasi Unit

Flokulasi Ulangan TSS Awal (mg/L)

TSS Akhir (mg/L)

Rata- rata

Efisiensi (%)

Gravelbed Flocculator

1

27,8 23,2

16,73 39,82

2 20,2

3 6,8

Baffle Chanel 1

48,2 24,4

19,6 59,33

2 28,2

3 6,2

(Sumber: Data Primer, 2016)

Berdasarkan hasil analisis laboratorium pada Tabel 4.2 dibuat grafik penurunan konsentrasi TSS air baku sebelum dan sesudah pengolahan dapat dilihat pada Gambar 4.2 sebagai berikut:

Gambar 4.2 Grafik Penurunan Konsentrasi TSS

Dapat dilihat dari gambar 4.2 dari kedua variasi unit flokulasi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat penurunan konsentrasi TSS tertinggi terdapat pada variasi unit flokulasi dengan baffle chanel dengan efisiensi 59,33 %, sedangkan untuk penurunan variasi TSS terendah dengan unit gravelbed dengan efisiensi 39,82 %.

Pada penelitian ini menggunakan variasi unit flokulasi. Variasi unit flokulasi yang pertama dengan menggunakan gravelbed dan yang kedua dengan baffle chanel. Unit variasi flokulasi yang pertama menggunakan gravelbed flocculator dengan potongan pipa 1” dengan ukuran 2cm, potongan pipa ini di fungsikan sebagai ruang antar butir dari media yang digunakan sebagai lajur aliran yang berliku-liku yang diharapkan dapat menjadi media bagi koloid-koloid yang telah terdestabilisasi dari proses koagulasi yang akan saling kontak dengan bergabung membentuk flok dengan ukuran yang lebih besar dan dapat diendapkan, sedangkan untuk variasi unit flokulasi yang kedua meggunakan baffle chanel, dimana pada unit flokulasi ini terdapat sekat kaca pada unitnya, sekat ini bertujuan sebagai pengadukan lambat pada unit flokulasi agar menghasilkan gerakan air yang mendorong kontak antar partikel tanpa 0.0

10.0 20.0 30.0 40.0

Gravelbed Flocculator

Baffle Chanel

NTU

Reaktor

Hasil Uji Kekeruhan

Kekeruhan Awal Kekeruhan Akhir

0 20 40 60

Gravelbed flocculator

Baffle Chanel

mg / Liter

Reaktor Hasil Uji TSS

TSS Awal

(5)

Jurnal “Teknologi Lingkungan”, Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 12

menyebabkan pecahnya gabungan partikel yang telah terbentuk. TSS dapat dihilangkan melalui unit flokulasi dan penyaringan. TSS menyebabkan kekeruhan dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan.

Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, maka semakin tinggi kadar kekeruhan, tetapi tingginya kadar padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Contohnya, air laut memiliki nilai padatan terlarut tinggi, tetapi tidak berarti memiliki kekeruhan yang tinggi juga.

4.1.3 Analisis Parameter Total Disolved Solid (TDS)

Air baku dalam penelitian ini dialirkan ke instalasi pengolahan air menggunakan variasi unit flokulasi dengan gravelbed dan baffle chanel. Berikut hasil uji laboratorium untuk konsentrasi TDS pada air baku (Sungai Mahakam) sebelum dan sesudah pengolahan.

4.3 Hasil Pengujian Penurunan Konsentrasi TDS

Variasi Unit Flokulasi

Ulangan TDS Awal

TDS Akhir

Rata- rata

Efisiensi (%)

Gravelbed Flocculator

1 308

280

264 14,28

2 292

3 220

Baffle Chanel

1 128

276

264 -106,25

2 300

3 216

(Sumber: Data Primer, 2016)

Berdasarkan hasil analisis laboratorium pada Tabel 4.3 dibuat grafik penurunan konsentrasi TDS air baku sebelum dan sesudah pengolahan dapat dilihat pada Gambar 4.3 sebagai berikut:

Gambar 4.3 Grafik Penurunan Konsentrasi TDS Dapat dilihat dari gambar 4.3 dari kedua variasi unit flokulasi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat penurunan konsentrasi TDS pada variasi unit flokulas gravelbed dengan efisiensi 14,28 %, sedangkan baffle chanel dengan efisiensi sebesar - 106,25 %. Hal ini diduga karena adanya sebagian dari bahan flokulan yang digunakan yaitu kapur (CaCo3) yang terlarut di dalam air, akan tetapi

terindikasi sebagai partikel terlarut (TDS), sehingga hal inilah yang mengakibatkan hasil dari TDS pada baffle chanel mengalami kenaikan konsentrasi pada konsentrasi akhir, yang mengakibatkan nilai efisiensi menjadi -106,25%.

4.2 Efisiensi Unit Flokulasi dalam Penurunan Parameter Kekeruhan, TSS dan TDS

Proses koagulasi dan flokulasi dalam pengolahan air sangat penting untuk ditinjau lebih jauh karena mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap proses purifikasi dan kualitas air produksi (Nur, 2014). Penggunaan gravelbed flocculatordalam proses flokulasi merupakan suatu alternatif pengolahan air baku menjadi air minum yang dapat dipilih karena waktu flokulasi dapat dikurangi secara besar, di mana 3-5 menit flokulasi di unit ini setara dengan 15 menit dalam jar test di laboratorium (Alaa, 2010).

Pada penelitian ini dilakukan variasi unit flokulasi dengan gravelbed dan baffle chanel, dimana media yang digunakan pada gravelbed berupa potongan pipa PVC 1” dengan ukuran 2cm, potongan pipa ini di fungsikan sebagai ruang antar butir dari media yang digunakan sebagai lajur aliran yang berliku- liku yang diharapkan dapat menjadi media bagi koloid-koloid yang telah terdestabilisasi dari proses koagulasi yang akan saling kontak dengan bergabung membentuk flok dengan ukuran yang lebih besar dan dapat diendapkan. Sedangkan untuk variasi unit flokulasi yang kedua meggunakan bafflechanel, dimana pada unit flokulasi ini terdapat sekat kaca pada unitnya, sekat ini bertujuan sebagai pengadukan lambat pada unit flokulasi agar menghasilkan gerakan air yang mendorong kontak antar partikel tanpa menyebabkan pecahnya gabungan partikel yang telah terbentuk.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa pengolahan dengan koagulasi-flokulasi dan sedimentasi dengan variasi unit flokulasi dengan gravelbed dan baffle chanel cukup efisien untuk menurunkan parameter tersebut. Pada variasi unit flokulasi yang pertama menggunakan gravelbed dengan penurunan kekeruhan sebesar 9,45 NTU dari kekeruhan awal sebesar 20,70 NTU dengan efisiensi sebesar 54,34

%, sedangkan untuk konsentrasi TSS dengan nilai awal sebesar 27,8 mg/L menjadi 16,73 mg/L, dan untuk penurunan konsentrasi pada TDS mengalami penurunan sebesar 264 mg/L dari konsentrasi TDS awal sebesar 308 mg/L. Variasi unit flokulasi yang kedua menggunakan flokulasi dengan bafflechanel dengan penurunan konsentrasi parameter kekeruhan 0

100 200 300 400

Gravelbed Flocculator

Baffle Chanel

mg/L

Reaktor Hasil Uji TDS

TDS Awal TDS Akhir

(6)

Jurnal “Teknologi Lingkungan”, Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 13

sebesar 7,03 NTU dari konsentrasi kekeruhan awal sebesar 35,90 NTU dengan efisiensi sebesar 80,41%, sedangkan untuk konsentrasi TSS awal sebesar 48,2 mg/L menjadi 19,6 mg/L pada TSS akhir dengan efisiensi sebesar 59,33%, sedangkan untuk konsentrasi TDS awal sebesar 128 mg/L naik menjadi 264mg/L dengan efisiensi sebesar - 106,25%. Hasil TDS dengan unit flokulasi dengan variasi baffle chanel mengalami kurang optimal dalam hasil akhir, namun pada penelitian ini unit flokulasi dengan gravelbed dapat dinilai lebih efektif dalam menurunkan parameter kekeruhan, TSS dan TDS tersebut secara keseluruhan, hal ini dapat dilihat dari tetap konsistennya penurunan yang terjadi pada parameter kekeruhan, TSS dan TDS pada unit flokulasi dengan gravelbed secara keseluruhan parameter-parameter tersebut sesuai dengan PERDA KALTIM No 02 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

5. Penutup 5.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini hal yang dapat disimpulkan antara lain:

1. Efisiensi dari kekeruhan yang didapat dari unit flokulasi dengan gravelbedsebesar 54,34 %, dengan bafflechanel sebesar 80,41 %, sedangkan untuk konsentrasi TSS dengan gravelbedsebesar 39,82 %, dengan baffle chanel sebesar 59,33 %, dan untuk konsentrasi TDS dengan gravelbedsebesar 14,28 %, dengan baffle chanel sebesar -106,25 %.

2. Variasi unit flokulasi dengan gravelbed dinilai lebih efisien, dilihat dari penurunan parameter secara keseluruhan meski dengan efisiensi yang didapat tidak sebesar efisiensi pada baffle chanel, namun secara keseluruhan parameter- parameter tersebut mengalami penurunan dan sesuai dengan PERDA KALTIM No 02 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

5.2 Saran

1. Pada penelitian selanjutnya disarankan untukmenggunakan variasi media berbutir selain menggunakan media potongan pipa PVC.

2. Dalam penelitian selanjutnya sebaiknya lebih memperhatikan kandungan bahan koagulan yang akan digunakan, sehingga lebih optimal dalam menurunkan parameter.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan unit pengolahan yang lebih lengkap sehingga mendapatkan hasil yang lebih optimal dan memperhatikan cara kerja untuk pengambilan sampel air agar tidak terjadi kesalahan pada analisa data.

6. Daftar Pustaka

Adelina Ramba Samperomon, 2015, Pengaruh Gradasi Media Dan Waktu Kontak Terhadap Pembentukkan Flok dan Proses Flokulasi dengan Menggunakan Media Pipa.Banjarmasin: UNLAM.

Alaa, H. W., 2010, Effect of a Gravel Bed Flocculator on the Efficiency of a Low Cost Water Treatment Plants. World Academy of Science, Engineering and Technology Volume 4, University of Babylon, Irak.

Ali Masduqi dan Agus Slamet, 2002, Satuan Operasi. Surabaya: ITS.

Asmadi, ST, M.Si., Khayan, SKM, M.Kes dan Heru Subaris, SKM, M.Kes, 2011,Teknologi Pengolahan Air Minum. Edisi 1. Penerbitan Gosyen Publishing.

Yogyakarta.

Badan Standar Nasional-SNI-19-6774-2008,Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air.

Chandra, B., 2007, Pengantar Kesehatan Lingkungan, cetakan ke-1, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Davis, M. L., 2011, Water and Wastewater Engineering: Design Principles and Practice, edisi international, Mc Graw Hill, New York.

Dr. Ir. Budiyono, M.Si dan Dr. Siswo Sumardiono, ST., M.T., 2013,Teknik Pengolahan Air. Edisi 1.

Yogyakarta. Graha Ilmu.

Effendi Hefni, 2003,Telaah Kualitas Air.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Kusnaedi, 2004, Mengolah Air Gambut Dan Air Kotor Untuk Diminum. Penebar Swadaya.

Louis, R., 1993, Everything You Aant to Know about Coagulation & Flocculation, Zeta Meter, Virginia.

Mega Puspitasari dan Wahyono Hadi, 2014, Efektifitas Al2(SO4)3 dan FeCl3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan Dan Total Coli.

Volume 3, ITS.

Melinda Anggraini Kusumawati, 2015, Pengaruh Diameter Media Pipa PVC Sebagai Dalam Proses Flokulasi Terhadap Kadar Kekeruhan dan Pembentukan Flok.Banjarmasin: UNLAM.

(7)

Jurnal “Teknologi Lingkungan”, Volume 1 Nomor 2, Desember 2017 14

Nur Ami Mulya, 2014, Pengaruh Debit Air Dan Diameter Media Terhadap Pembentukkan Flok pada Proses Flokulasi Gravel Bed, Seminar Nasional Industri Kimia Sumber Daya Alam, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

Ria Watiningsih, 2010, Daerah Aliran Sungai Mahakam.Universitas Indonesi

Suparno dan Suprihatin, 2013,Teknologi Pengolahan Air. Bogor: IPB Press.

Suprihanto Notodarmojo, Andriani, dan Astuti Juliah, 2014, Kajian Unit Pengolahan Menggunakan Media Berbutir dengan Parameter Kekeruhan, TSS, Senyawa Organik dan pH.

Volume 36. ITB.

Todd, D.K, 1970,The Water Encyclopedia. Water Information Center, Port Washington, New York.

Thuku, J. P. M., 1986, Performance of Upflow Gravel Bed Flocculator, Tampere University of Technology, Nairoby, Kenya.

Gambar

Gambar 3.1 Rancangan Instalasi Pengolahan Air
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Konsentrasi Kekeruhan

Referensi

Dokumen terkait

Glukosamin sebelum digiling dengan ball milling telah disonikasi pada tahap sebelumnya sehingga ukuran partikel yang terbentuk sudah dalam ukuran nano.. Menurut Li et

Ketebalan pita tersebut memberi pendugaan bahwa adanya pita-pita DNA dengan ukuran jumlah pasang basa (base pair atau bp) yang tidak berbeda jauh. Keragaman pita

Topologi jaringan komputer adalah suatu cara menghubungkan komputer yang satu dengan komputer lainnya sehingga membentuk jaringan. Cara yang saat ini banyak

Berdasarkan hierarhkisnya, penyusunan sumber, ruang lingkup sebaran penyajian dapat ditemukan dalam Kurikulum 2006. Secara formal dan.. Secara formal Kurikulum 2006

Sebagai pesan dakwah, simbol dalam tradisi kenduri kematian ini sangat erat kaitannya dengan pesan-pesan Islam atau bisa disebut sebagai simbol pesan dakwah dalam kenduri

Penelitian tindakan dilakukan dalam siklus yang berulang. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Sekolah, dimulai dengan siklus yang pertama yang terdiri dari empat kegiatan. Apabila sudah

Makalah yang disajikan terdiri dari bidang dengan judul: Teknik Mesin (Pengaruh Jarak Anoda-Katoda dan Durasi Pelapisan terhadap Laju Korosi pada Hasil Electroplating

Perumusan diatas hanya digunakan untuk lebar jalan dua jalur (n), nilai 0,5 artinya adalah lebar terbesar dari alat angkut yang digunakan dari ukuran aman