• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Pembelajaran kimia

Menurut pengertian secara psikologi, belajar merupakan suatu perubahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2). Dalam pengertian secara umum dan sederhana, belajar sering diartikan sebagai aktivitas untuk memperoleh pengetahuan. Berbagai kajian dikemukakan bahwa instruksi atau pembelajaran sebagai suatu sistem yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun untuk membantu proses belajar peserta didik yang bersifat internal (Ainurahman 2013: 34). Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar berbicara tentang perubahan tingkah laku yang berasal dari lingkungannya sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kemudian akan dirancang, disusun sebuah sistem untuk membantu proses belajarnya peserta didik.

Sementara itu, ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu sains yang mempelajari tentang struktur dan sifat materi, perubahan materi, dan energi yang menyertai perubahan tersebut (Sudarmo 2013a: 5). Ilmu kimia sering kali disebut sebagai pusat pengetahuan, karena ilmu kimia dibutuhkan untuk mempelajari ilmu pengetahuan lainnya seperti fisika, biologi, kesehatan dan kedokteran, lingkungan hidup, geografi, geologi, dan arkeologi. Melalui kimia, manusia dapat mengenal komposisi zat serta penggunaan bahan-bahan yang tidak bernyawa, baik alami maupun buatan, dan dapat mengenal proses – proses penting dalam benda hidup termasuk manusia itu sendiri.

Kimia juga tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari yang pengetahuannya bersifat fakta, hasil pemikiran dan hasil penelitian oleh para ahli. Namun, tidak sedikit orang yang menganggap kimia itu sulit. Konsep abstrak yang banyak terdapat di dalam ilmu kimia, mengharuskan seseorang memiliki penalaran dan

(2)

kemampuan berpikir tinggi serta dituntut untuk memahami tiga representasi level (hubungan tingkatan pemikiran) yang disebut dengan The Chemist‟s Triangle (Segitiga Pemahaman Kimia) oleh Johnstone.

Johnstone (1999) sempat menarik perhatian dengan keberadaan tiga representasi level yang meliputi level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik (Bradley, 2014). Ketiga level ini saling berkaitan tidak bisa berdiri sendiri, penggambaran The Chemist‟s Triangle oleh Johnstone tersaji dalam Gambar 2.1

MACROSCOPIC

SUBMACROSCOPIC SYMBOLIC Gambar 2.1. The Chemist‟s Triangle oleh Johnstone

(Sumber : Bradley : 2014)

Representasi level makroskopik (dunia nyata) diperoleh dari suatu fenomena yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung melalui pengalaman kehidupan sehari-hari, penelitian di Laboratorium, maupun studi lapangan.

Representasi submikroskopis merupakan segala sesuatu yang tidak dapat diamati oleh panca indera, yaitu menjelaskan proses kimia yang berlangsung pada level partikel materi. Sedangkan representasi level simbolik adalah representasi yang digunakan untuk membantu menjelaskan level makroskopik dan submikroskopik.

Contoh penerapan The Chemist‟s Triangle oleh Johnstone pada materi larutan penyangga salah satunya peristiwa mempertahankan pH dalam darah.

Level maksroskopik dalam peristiwa ini adalah kondisi pH darah yang relatif tetap yaiu sekitar 7,4 tidak terlalu asam ataupun tidak terlalu basa. Pada level submikroskopik, darah mengandung sistem penyangga H2CO3/HCO3-

(karbonat) menetralisir zat yang bersifat asam atau basa. Adanya CO2 yang terlarut dalam darah untuk menjaga kadar H2CO3 dalam darah tetap, maka diubah menjadi gas

(3)

CO2 dan dibuang oleh paru-paru. Fenomena netralisasi asam atau basa oleh penyangga karbonat tidak dapat teramati oleh mata, tetapi dapat diketahui dengan terjaganya pH darah. Sedangkan level simbolik dapat direpresetasi dalam reaksi sebagai berikut :

H+(aq) OH-(aq)

+ CO32- + H+

HCO3-

(aq) + H+ CO2(aq) + H2O(l)  H2CO3(aq)

CO2(g)

Berdasarkan uraian tersebut, belajar kimia adalah suatu kegiatan berupa proses multisegi pada bidang ilmu sains melalui interaksi individu dengan lingkungan untuk memperoleh kecakapan, keterampilan, sikap ilmiah, dan pengalaman baru dalam bentuk perubahan tingkah laku ilmiah berkenaan dengan proses kimiawi dalam kehidupan. Sehingga pembelajaran kimia dimaksudkan sebagai suatu sistem yang dirancang atau disusun untuk proses interaksi peserta didik dengan komponen pembelajaran sains yang berdasarkan fakta, penalaran, penelitian atau hasil percobaan sehingga membantu sikap ilmiah peserta didik dalam proses pembelajaran. Praktiknya pembelajaran hendaknya menerapkan ketiga representasi level pemahaman kimia atau The Chemist‟s Triangle sehingga dapat membantu peserta didik dalam memahami konsep abstrak dalam kimia.

2. Teori Belajar

Menurut teori kognitivisme, belajar merupakan perubahan perepsi dan pemahaman, yang tidak selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku (Sulaiman & Eli, 2012 : 27). Beberapa teori belajar yang didasarkan teori kognitivisme dan seringkali dipakai dalam proses pembelajaran adalah :

A. Teori Perkembangan Piaget

Menurut Piaget belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat yaitu :

a. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun).

b. Tahap preoperaional (umur 2 sampai 7 atau 8 tahun)

(4)

c. Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8 tahun sampai 11 atau 12 tahun) d. Tahap operasional formal (umur 11 atau 12 tahun sampai 18 tahun)

(Suyono & Haryanto, 2014 : 83-85) Berdasarkan skema Piaget tersebut untuk subjek yang diteliti sudah memasuki tahap operasional formal artinya pada tahap tersebut anak sudah mampu berfikir abstrak. Mereka sudah mampu memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah dan dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Mereka telah dapat menyusun hipotesis serta membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak.

B. Teori Belajar Bermakna Ausubel

Menurut Ausubel, faktor terpenting yang mempengaruhi belajar adalah yang telah diketahui peserta didik. Konsep atau pengetahuan baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif agar terjadi belajar bermakna. Menurut teori ini, proses belajar merupakan proses yang terjadi melalui interaksi-interaksi. Interaksi tersebut dapat berupa interaksi searah, dua arah dan reciprocal.

David Ausubel mengemukakan belajar sebagai reception learning. Reception Learning menekankan pada pembelajaran deduktif. Salah satu konsep penting dalam reception learning adalah advance organizer sebagai kerangka konseptual tentang isi pelajaran yang akan dipelajari individu (Suprijono, 2013: 25). Advance organizer adalah suatu perangkat atau suatu pembelajaran mental yang bertujuan membantu peserta didik di dalam mengintegrasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang terdahulu, mengarah kepada pembelajaran bermakna sebagai lawan dari pembelajaran dengan cara menghafal (rote memorize).

Ausubel berpendapat bahwa penting bagi guru untuk menyiapkan ikhtisar informasi yang akan dipelajari peserta didik. Guru dapat melakukannya dengan menyajikan pengantar ringkas tentang apa saja informasi yang akan dipelajari itu, sebagai suatu kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan konsep-konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan hubungannya dengan informasi / pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif peserta didik (Suryono &

Haryanto, 2014 : 101-102).

(5)

C. Teori Belajar Gagne

Menurut Gagne belajar bukanlah suatu yang terjadi secara alamiah, tetapi hanya akan terjadi dengan adanya kondisi internal dan eksternal. Menurut Gagne, kondisi internal adalah kemampuan yang telah ada pada diri individu sebelum ia mempelajari sesuatu yang baru yang dihasilkan oleh seperangkat proses transformasi dan kondisi eksternal adalah situasi perangsang di luar si belajar.

Gagne menggabungkan ide-ide behaviorisme dan kognitivisme dalam pembelajaran. Menurut Gagne, dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan inormasi terjadi interaksi antara kondisi internal dengan kondisi eksternal peserta didik. Kondisi internal adalah keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi di dalam individu.

Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran (Suryono & Haryanto, 2014: 92)

3. Model pembelajaran

Dalam sebuah situs pembelajaran Huitt (2003), model pembelajaran dikembangkan karena adanya perbedaan karakteristik peserta didik serta keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran sangat penting bagi guru untuk tetap mengontrol aktivitas perilaku peserta diddik di kelas (Classroom Management Activities). Penggunaan model pembelajaran yang tepat akan mendorong, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, kemudahan peserta didik dalam memahami materi sehingga memungkinkan prestasi belajar peserta didik akan lebih baik.

Menurut Jihad dan Haris (2012: 25) mengemukakan bahwa model pembelajaran diartikan sebagai rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi peserta didik, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas dalam setting pembelajaran atau setting lainnya. Setiap model pembelajaran akan membantu peserta didik dalam merancang program

(6)

pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan permasalahan yang ada, model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Blended Learning.

Model pembelajaran Blended Learning merupakan salah satu rancangan pembelajaran dalam upaya memecahkan masalah atau mengaplikasikannya agar kualitas pembelajaran meningkat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi sekarang ini. Pembelajaran Blended Learning ini pembelajaran yang bukan hanya berbasis pada tatap muka, tetapi dikombinasikan dengan sumber yang bersifat offline dan online (Rahman, 2017). Selain Blended Learning ada istilah lain yang sering digunakan yaitu Blended E- Learning dan Hybrid Learning. Mainnen dalam Rusman (2011: 242) menyebutkan “Blended Learning mempunyai alternative nama yaitu Mixed Learning, Blended E- Learning, dan Melted Learning (bahasa Finlandia).”

Blended Learning mempunyai tiga komponen pembelajaran yang dicampur menjadi satu bentuk pembelajaran : komponen tersebut yaitu:

a. Online Learning.

Definisi yang dikemukakan oleh Dabbagh (2005: 15) dapat disimpulkan bahwa Online Learning adalah untuk memfasilitasi proses pembelajaran dan membangun pengetahuan diperlukan lingkungan belajar terbuka dengan mempertimbangkan aspek pembelajaran serta menggunakan teknologi internet dan berbasis web. Sedangkan definisi menurut Carliner (1999), Online Learning merupakan materi pembelajaran yang memanfaatkan computer.

Dari definisi beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Online Learning salah satu dari komponen Blended Learning, yang memanfaatkan teknologi internet, intranet, dan berbasis web sebagai sumber belajar dalam mengakses materi pembelajaran dan adanya interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru dimanapun dan kapanpun tanpa batas waktu.

b. Pembelajaran Tatap Muka (Face to Face Learning)

Pembelajaran tatap muka merupakan salah satu bentuk pembelajaran konvensional, untuk menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik dengan mempertemukan guru dengan peserta didik dalam satu ruangan pembelajaran.

(7)

Pembelajaran ini masih sangat sering digunakan dalam proses pembelajaran.

Beberapa metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran tatap muka meliputi : 1) metode ceramah, 2) metode penugasan, 3) metode Tanya jawab, dan 4) metode demonstrasi.

c. Belajar Mandiri (Individualized Learning)

Individualized Learning merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik dapat belajar mandiri dengan cara mengakses informasi atau materi pelajaran secaara online via internet. Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri, tetapi belajar mandiri memiliki arti belajar secara berinisiatif, dengan ataupun tanpa bantuan orang lain dalam belajar. Menurut Wedemeyer (1983) dalam Rusman (2010: 353) mengungkapkan bahwa peserta didik yang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pembelajaran yang diberikan guru di kelas. Peserta didik dapat mempelajari pokok materi tertentu dengan membaca modul atau melihat dan mengakses program e-learning tanpa bantuan atau dengan bantuan terbatas dari orang lain.

Peserta didik mempunyai otonomi kebebasan dalam belajar.

Pembelajaran mandiri mempunyai ciri yaitu adanya kesempatan bagi peserta didik untuk ikut menentukan tujuan, sumber, dan evaluasi belajarnya.

Proses belajar mandiri mengubah peran guru menjadi fasilitator, yaitu menjadi orang yang membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar serta dapat menjadi mitra dalam belajar bersama dan berdiskusi. Tugas guru mengharuskan untuk mengubah materi ke dalam format yang sesuai dengan pola belajar mandiri.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar mandiri adalah suatu proses belajar peserta didik atas pengambilan keputusan terhadap kebutuhan belajarnya dengan tanpa bantuan atau bantuan terbatas dari guru, pembimbing atau temannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Dziuban, Hartman dan Moskaal (2004) Blended Learning mampu meningkatkan prestasi belajar peserta didik dan menurunkan tingkat putus sekolah dibandingkan dengan pembelajaran yang sepenuhnya pembelajaran online. Ditemukan juga bahwa Blended Learning lebih baik daripada pembelajaran tatap muka (Face to Face). Terdapat beberapa

(8)

komposisi Blended Learning yang sering digunakan yaitu, 50/50 artinya dari alokasi waktu yang digunakan adalah 50% untuk pembelajaran tatap muka dan 50% pembelajaran online. Demikian dapat pula dilakukan 25/75, artinya 25%

alokasi waktu yang digunakan adaalah untuk pembelajaran tatap muka sedangkan 75% untuk pembelajaran online. Pertimbangan yang digunakan untuk menentukan komposisi di atas tersebut bergantung pada analisis kompetensi yang ingin dicapai, tujuan pembelajaran, karakteristik peserta didik, interaksi tatap muka, strategi penyampaian Blended Learning atau kombinasi, lokasi pembelajaran, kemampuan pengajar, dan sumber daya yang tersedia.

Pembelajaran Blended Learning umumnya adalah “asynchronous”, antara guru dan peserta didik tidak bertemu di saat yang sama. Terdapat empat jenis klasifikasi pembelajaran online menurut Ranganathan, Negash, dan Wilcox (2007) yaitu: 1) strategi pembelajaran Blended Learning tanpa kehadiran dan tanpa komunikasi; 2) Blended Learning tanpa kehadiran tetapi dengan komunikasi; 3) Blended Learning dikombinasikan dengan kehadiran sesekali; 4) Blended Learning digunakan sebagai alat dalam mengajar di kelas.

Menurut Osguthorpe dan Graham (2003), Pembelajaran Blended Learning digunakan dalam proses pembelajaran dengan beberapa alasan meliputi (1) memperkaya pengelolaan pembelajaran (2) mempermudah akses pengetahuan (3) meningkatkan interaksi belajar (4) personal agency (5) efektivitas biaya dan (6) kemudahan revisi materi ajar. Sintaks pembelajaran Blended Learning antara lain : (1) Presenting Information (2) Guiding the Learner (3) Practising (4) Assessing Learning (Husamah, 2014).

Pembelajaran Blended Learning mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Kelebihan Blended Learning menurut (Rusman, Kurniawan, & Riyana: 2013, 271-275) adalah :

(1) Memungkinkan setiap peserta didik belajar tanpa batas ruang dan waktu.

(2) Biaya operasional setiap peserta didik untuk mengikuti kegiatan terjangkau.

(3) Pengawasan terhadap perkembangan peserta didik jadi lebih mudah.

(4) Rancangan pembelajaran Blended Learning memungkinkan dilakukan kegiatan pembelajaran yang sudah terpersonalisasi.

(9)

(5) Materi pembelajaran bisa diperbaharui dengan mudah.

Adapun beberapa kelemahan dari pembelajaran Blended Learning antara lain :

(1) Keberhasilan pembelajaran bergantung pada kemampuan dan motivasi setiap peserta didik.

(2) Akses untuk mengikuti pembelajaran Blended Learning seringkali menjadi masalah bagi peserta didik.

(3) Peserta didik yang cepat merasa bosan dan jenuh jika mereka tidak mengakses informasi dikarenakan tidak terdapat peralatan yang memadai dan bandwith yang cukup.

(4) Kurangnya interaksi langsung antara guru dan peserta didik.

Dengan tersedianya semua kegiatan pembelajaran (instruksi pembelajaran, materi, tugas dan lain-lain) dalam pembelajaran, maka materi yang disampaikan di kelas dapat dipahami oleh semua peserta didik walaupun ada peserta didik yang tidak mengikuti pembelajaran di setiap pertemuan. Sehingga dampaknya prestasi belajar peserta didik lebih baik dari sebelumnya.

4. E-Learning (Edmodo)

E-Learning merupakan suatu penerapan teknologi informasi yang relative baru di Indonesia, mulai dikenal secara komersial pada 1995 ketika Indo Internet membuka layanannya sebagai penyedia jasa layanan internet pertama (Deni, 2014: 25). Soekarwati (2003) mengungkapkan bahwa E-Learning terdiri dari dua bagian, yaitu “e” yang merupakan singkatan dari „Electronic‟ dan „Learning‟

yang berarti „pembelajaran‟. Jadi, E-Learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa atau bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat computer.

Menurut Hartley (2001), E-Learning merupakan suatu jenis pembelajaran yang memungkinkan tersampaikannya materi kepada peserta didik dengan menggunakan media internet, atau media jaringan computer lain. Selain itu E- Learning sebagai segala pengajaran atau pembelajaran yang menggunakan

(10)

rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan (Jaya Kumar C, 2002).

Dari beberapa definisi para ahli dapat disimpulkan bahwa suatu sistem atau konsep pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dalam proses pembelajaran disebut E-learning. E-Learning dalam arti luas mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun nonformal. E-Learning secara formal misalnya dengan pembelajaran kurikulum, silabus, materi pembelajaran, dan tes. Pembelajaran ini biasanya memiliki interaksi yang tinggi. E-Learning bisa secara nonformal yaitu dengan interaksi yang lebih sederhana.

Perbedaan pembelajaran konvensional dengan E-Learning yaitu guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Dalam pembelajaran E-Learning akan menjadikan peserta didik lebih aktif dalam pembelajarannya (Suryanto, 2005).

Menurut Suryanto (2005) juga mengungkapkan karakteristik E-Learning antara lain :

a. Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; guru dengan peserta didik, peserta didik dan sama peserta didik atau guru dengan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relative mudah tanpa dibatasi oleh hal-hal protokoler.

b. Memanfaatkan keunggulan computer (digital media dan computer networks).

c. Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self lerning materials) disimpan di computer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapanpun dan dimanapun bila diperlukan.

d. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan data dilihat setiap saat di computer.

Untuk menghasilkan E-Learning yang menarik dan diminati, diperlukan syarat yang wajib dipenuhi dalam merancang E-Learning, yaitu sederhana, personal dan cepat. Ditinjau dari dimensi guru dan peserta didik E-Learning

(11)

memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan E-Learning menurut Rusman (2012: 351-352) antara lain yaitu :

1) Tersedianya fasilitas E-Moderating dimana guru dan peserta didik dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara kapan saja tanpa batas.

2) Guru dan peserta didik dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk pembelajaran yang terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya dapat mengetahui perkembangan pembelajaran yang dilakukan.

3) Peserta didik dapat belajar atau me-review materi pembelajaran setiap saat dan di mana saja diperlukan, karena materi tersimpan di computer.

4) Bila peserta didik memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan materi yang dipelajarinya, dapat mengakses di internet secara lebih mudah.

5) Baik peserta didik ataupun guru dapat melakukan diskusi melalui internet dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.

6) Berubahnya peran peserta didik dari biasanya pasif menjadi aktif dan lebih mandiri.

7) Relative lebih efisien. Misalnya, bagi peserta didik yang tinggal jauh dari sekolah konvensional atau bagi peserta didik yang tidak bisa mengikuti pertemuan pembelajaran tatap muka.

Walaupun demikian, E-Learning juga tidak lepas dari berbagai kekurangan antara lain yaitu :

1) Kurangnya interaksi antara guru dan peserta didik atau bahkan antarsesama peserta didik itu sendiri. Kurangnya interaksi ini dapat menyebabkan terbentuknya values terhambat dalam proses pembelajaran.

2) Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek social dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis atau komersial.

3) Proses pembelajarannya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan.

(12)

4) Berubahnya peran guru yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran menggunakan ICT atau media komputer.

5) Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal.

6) Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet.

7) Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan mengoperasikan internet.

8) Kurangnya personel dalam hal penguasaan bahasa pemograman computer.

(Bullen, 2001,Beam, 1997).

Sejalan dengan kelebihan dan kekurangan di atas, manfaat E-Learning menurut Bates dan Wulf (Siahaan, 2003), terdiri atas empat hal, sebagai berikut : 1) Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dan guru atau

instruktur (enhance interactivity)

E-Learning dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan guru ataupun antara sesama peserta didik. Berbeda dengan pembelajaran konvensional, tidak semua peserta didik berani atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pendapatnya dalam diskusi.

2) Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility)

Peserta didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan di mana saja karena materi pembelajaran tersedia untuk diakses melalui internet. Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran dapat langsung diserahkan melalui E-Learning tersebut tanpa perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan guru apabila telah selesai dikerjakan.

3) Mempermudah pembaruan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities)

Tersedianya fasilitas dan berbagai perangkat dalam teknologi yang terus berkembang membantu perkembangan dan penyempurnaan bahan pembelajaran

(13)

sesuai dengan tuntutan perkembangan materi dapat dilakukan secara periodic dan mudah.

Dalam penelitian ini menggunakan salah satu E-Learning yaitu Edmodo.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Casey Stroud (2010:2) bahwa Edmodo merupakan aplikasi jaringan social yang memiliki tampilan yang hampir sama dengan facebook, akan tetapi penggunaanya dikhususkan bagi dunia pendidikan.

Edmodo sama seperti media pembelajaran lainnya, bisa menjadi sebuah platform online utuk mendorong pembelajaran yang dilakukan oleh guru, atau dapat juga menjadi cara yang lebih kreatif dalam melibatkan peserta didik dalam pembelajaran yang menekankan pada aspek kolaboratif.

SEAMOLEC (2013: 62) mengemukakan bahwa Edmodo memiliki peranan dalam menyediakan lingkungan pembelajaran yang dapat memberikan kesenangan bagi peserta didik, peserta didik lebih mandiri, dengan tanpa melupakan standar pengukuran keberhasilan peserta didik. Sedangkan Cauley (2013) dalam Monaliss & Ardi (2013: 221) berpendapat bahwa Edmodo adalah sebuah website pendidikan yang digunakan untuk mengambil ide-ide dari jaringan social dan kemudian ide tersebut disaring agar menjadi lebih baik dan lebih santun ketika akan diberikan dalam kelas.

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai Edmodo dapat disimpulkan bahwa Edmodo adalah suatu aplikasi jaringan sosial yang dikhususkan bagi pendidikan dengan menyediakan lingkungan pembelajaran yang digunakan sebagai media sharing diskusi peserta didik serta mengambil ide-ide dari jaringan sosial dan kemudian disaring ketika akan diberikan kepada peserta didik.

5. Prestasi belajar

Prestasi belajar menurut Hamdani (2011:138) diartikan sebagai hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Winkel dalam Hamdani (2011: 138) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Dengan demikian, prestasi belajar merupakan hasil

(14)

maksimum yang dicapai seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh atau dicapai oleh peserta didik berkenaan dengan penguasaan materi setelah dilakukan proses pembelajaran sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku peserta didik secara nyata.

Menurut Bloom dalam Hamdani (2011: 138) prestasi belajar dibedakan menjadi tiga aspek antara lain kognitif, afektif, dan psikomotor. Berdasarkan Permendikbud No. 104 Tahun 2014 tentang penilaian Hasil Belajar oleh guru pada Pedidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, dikemukakan bahwa lingkup penilaian hasil belajar oleh guru mencakup kompetensi pengetahuan, sikap (spiritual dan sosial), dan keterampilan.

a. Pengetahuan

Sasaran penilaian Hasil Belajar pada dimensi pengetahuan menurut Permendikbud No. 104 Tahun 2014 adalah penilaian yang digunakan untuk megukur kemampuan peserta didik berupa pengetahuan faktual, konseptual, procedural, dan metakognitif. Pengetahuan faktual mengungkapkan istilah, nama orang, nama benda, angka dan hal-hal yang terkait secara khusus dengan suatu mata pelajaran. Pengetahuan konseptual tentang kategori, klasifikasi, hukum, definisi, teori. Pengetahuan prosedural merupakan suatu prosedur dan proses khusus dari suatu pelajaran seperti metoda dan kriteria dalam menentukan ketetapan penggunaan suatu proedur. Pengetahuan metakognitif tentang cara mempelajari pengetahuan, menentukan strategic knowledge yang sesuai dengan konteks tertentu dan pengetahuan self-knowledge. Penetapan penilaian pengetahuan sesuai dengan karakteristik kompetensi yang akan dinilai dan dimulai dengan perencanaan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan mengacu pada silabus, sebab penilaian ini berkaitan dengan ketercapaian K-13 yang dilakukan.

b. Sikap

Sasaran penilaian hasil belajar oleh guru pada ranah sikap spiritual dan sikap sosial menurut Permendikbud No. 104 Tahun 2014. Sikap sosial untuk mengetahui perkembangan sikap sosial peserta didik dalam berperilaku jujur,

(15)

disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong), santun, percaya diri, serta dalam menghayati, menghargai. Terdapat beberapa tingkatan sikap, yaitu menerima suatu nilai dan memberikan perhatian terhadap nilai tersebut, menjawab suatu nilai dan rasa percaya diri dalam hal membericarakan nilai tersebut. Menghargai nilai, menganggap nilai itu baik dan menyukai nilai tersebut dalam komitmen terhadap nilai tersebut. Menghayati nilai adalah memasukkan nilai tersebut sebagai bagian dari sistem menghatgai diinya. Mengamalkan nilai yaitu mengembangkan nilai tersebut sebagai ciridalam berfikir, berkata, berkomunikasi dan bertindak (karakter).

c. Keterampilan

Sasaran penilaian hasil belajar oleh guru pada keterampilan abstrak berupa kemampuan belajar menurut Permendikbud No. 104 Tahun 2014. Penilaian hasil belajar ranah ketampilan abstrak adalah mmengamati, menanya, mengumpulkan informasi atau mencoba, menalar atau negosiasi, serta mengkomunikasikan.

Sedangkan untuk penilaian ketrampilan konkret yaitu persepsi (Perseption), persiapan (set), meniru (guided response), membiasakan gerak (mechanism), mahir (complex or overt response), menjadi gerakan alami (adaptation), menjadi tindakan orisinil (origination). Penilaian ini dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu penilaian praktik/ kinerja yaitu penilaian yang dilakukan dengan cara mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian proyek untuk menyelidiki kegiatan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil proyek dalam waktu tertentu. Penilaian portofolio merupakan rekaman hasil pembelajaran dan penilaian yang memperkuat kemajuan dan kualitas pembelajaran peserta didik. Penilaian produk adalah penialaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni. Selain penilaian yang sudah diuraikan juga dapat menggunakan karakteristik KD pada KI-4 mata pelajaran yang akan diukur. Instrument yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi dengan rubrik penilaiannya.

(16)

Menetapkan batas minimal keberhasilan belajar peserta didik berkaitan dengan upaya penigkatan hasil belajar. Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, yaitu :

a. Norma skala angka 0-10 b. Norma skala angka 0-100

Angka terendah menyatakan kelulusan atau keberhasilan belajar (passing grade) skala 0-10 adalah 5,5; sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60.

Pada prinsipnya, jika seorang peserta didik dapat menyelesaikan lebih dari separuh tugas atau dapat menjawab lebih dari setengah instrumen evaluasi dengan benar, maka dianggap telah memenuhi target minimal keberhasilan belajar.

6. Materi larutan penyangga

Materi larutan penyangga merupakan salah satu materi pokok kimia SMA kelas XI semester genap. Ruang lingkup materi larutan penyangga yang harus dikuasai oleh peserta didik meliputi komposisi larutan penyangga, nilai pH larutan penyangga, prinsip kerja larutan penyangga, dan larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari.

a. Komposisi larutan penyangga

Larutan penyangga (buffer) merupakan suatu sistem yang mengandung suatu asam lemah plus garam atau basa lemah plus garam yang mempunyai kemampuan bereaksi baik dengan asam kuat maupun basa kuat (Keenan et al., 1984: 625). Disebut larutan penyangga karena dengan penambahan sedikit asam kuat atau basa kuat hanya mengubah pH relative sedikit. Hal itu juga diungkapkan Sudarmo (2013: 261) bahwa ada sistem larutan yang pHnya mudah berubah dan ada sistem larutan (campuran) yang pHnya sukar berubah. Larutan yang pHnya relative tetap (tidak berubah) pada pertambahan sedikit asam dan atau sedikit basa disebut sebagai larutan penyangga atau larutan buffer. Ditinjau dari komposisi zat penyusunnya, terdapat dua sistem larutan penyangga, yaitu sistem penyangga asam lemah dengan basa konjugasinya dan sistem penyangga basa lemah dengan asam konjugasinya.

1. Sistem Penyangga Asam Lemah dan Basa Konjugasinya.

(17)

Larutan penyangga tersusun dari asam lemah (HA) dengan garam dari asam lemah atau basa konjugasinya (A-). Dalam campuran ini sebenarnya terdapat spesi, yaitu asam lemah (HA) yang tidak terurai, A- hasil ionisasi dari sebagian kecil HA dan ionisasi NaA, ion H+ hasil ionisasi sebagian kecil HA dan ion Na+ dari ionisasi NaA. Persamaan reaksi umumnya dapat ditulis sebagai berikut :

HA(aq) ↔ H+(aq) + A-(aq)

NaA(aq)  Na+(aq) + A-(aq)

Di dalam larutan penyangga di atas sistem campuran tersebut dibuat secara langsung dari asam lemah dengan garam yang mengandung basa konjugasi pasangan dari asam lemah tersebut, atau sering disebut campuran asam lemah dengan garamnya. Selain dibuat secara langsung, larutan penyangga juga dapat dibuat secara tidak langsung, yaitu dengan mereaksikan asam lemah berlebihan dan basa kuat.

2. Sistem Penyangga Basa Lemah dan Asam Konjugasinya

Larutan penyangga basa tersusun atas basa lemah (BOH) dengan garam dari basa lemah atau asam konjugasinya (B+). Dalam campuran ini sebenarnya terdapat spesi, yaitu basa lemah (BOH) yang tidak terurai, OH- hasil ionisasi dari sebagian kecil BOH, ion B+ hasil ionisasi sebagian kecil BOH dan ion Cl- dari ionisasi BCl. Sistem ini dapat dibuat secara langsung dengan mencampurkan basa lemah dengan garam yang mengandung asam konjugasi dari basa tersebut, dan sering disebut sebagai campuran dari basa lemah dengan garamnya. Selain dibuat secara langsung, larutan penyangga juga dapat dibuat secara tidak langsung, yaitu dengan mereaksikan basa lemah berlebihan dengan asam kuat.

b. Nilai pH larutan penyangga

1. Sistem Penyangga Asam Lemah dan Basa Konjugasinya

Faktor yang berperan penting dalam larutan penyangga adalah sistem reaksi kesetimbangan yang terjadi pada asam lemah atau basa lemah. Pada sistem penyangga asam lemah (HA) dengan basa konjugasinya (A-) yang berasal dari NaA, maka di dalam sistem larutan terdapat kesetimbangan :

(18)

HA(aq) ↔ H+(aq) + A-(aq) ………... (1) NaA(aq)  Na+(aq) + A-(aq) ……… (2) Dari reaksi kesetimbangan (1) didapat :

[ ][ ]

[ ] ……….. (3)

Sehingga konsentrasi ion H+ dalam sistem dapat dinyatakan:

[ ] [ ]

[ ] ………. (4)

Pada sistem (campuran) tersebut, HA merupakan asam lemah yang sedikit terionisasi, sehingga konsentrasi HA dianggap tetap dan selanjutnya disebut dengan konsentrasi asam atau [asam]. Konsentrasi ion [A-] berasal dari dua komponen, yaitu [A-] dari asam lemah (HA) dan [A-] dari NaA.

Oleh karena HA asam lemah, maka hanya dihasilkan ion A- dalam jumlah yang sangat sedikit, sehingga [A-] yang berasal dari asam dapat diabaikan.

Jadi, [A-] dianggap sama dengan [A-] berasal dari NaA dan selanjutnya disebut sebagai konsentrasi basa konjugasinya atau [basa konjugasi].

Dari persamaan (4) maka untuk menentukan [H+] larutan penyangga asam lemah dengan basa konjugasinya dapat dirumuskan :

[ ] [ ]

[ ]

Jika konsentrasi dinyatakan sebagai banyaknya mol tiap liter larutan atau M

= n/V, maka :

[ ]

2. Sistem Penyangga Basa Lemah dan Asam Konjugasinya

Seperti halnya pada sistem penyangga asam lemah dan basa konjugasinya, di dalam sistem penyangga basa lemah dan asam konjugasinya yang berperan dalam sistem tersebut adalah reaksi kesetimbangan pada basa lemah. Dengan cara yang sama, untuk sistem penyangga basa lemah dengan asam konjugasinya, konsentrasi ion OH- akan diperoleh dari rumus :

[ ] [ ]

[ ]

pOH = - log [OH-]

(19)

pH = 14 - pOH

c. Prinsip Kerja Larutan Penyangga

Larutan penyangga asam maupun basa masing-masing nemiliki komponen asam dan basa. Oleh karena itu penambahan sedikit asam maupun sedikit basa tidak mempengaruhi pH yang signifikan, sebab komponen larutan penyangga akan bereaksi baik dengan ion H+ maupun OH- dari penambahan tersebut. Prinsip kerja larutan penyangga asan dan penyangga basa dalam mempertahankan pH menurut Keenan et al. (1984: 625-626) dapat dipahami dari kedua contoh sebagai berikut :

1. Prinsip kerja larutan penyangga asam

Salah satu contoh larutan penyangga asam yaitu tersusun atas CH3COOH dan CH3COONa. Apabila ditambahkan sedikit asam, ion asetat yang merupakan basa konjugasi dan bersifat basa akan bereaksi dengan ion hydrogen yang ditambahkan untuk membentuk lebih banyak molekul asam asetat sehingga pH tidak berubah dengan nyata.

Persamaan reaksi sebagai berikut :

H+ (aq) + CH3COO- (aq)  CH3COOH (aq)

Sebaliknya, jika ion hydrogen dari sistem diambil dengan menambahkan sedikit basa NaOH sesuai reaksi adalah :

H+ (aq) + OH-(aq)  H2O (l)

Maka asam asetat yang berbentuk molekul akan mengion untuk membentuk lebih banyak ion hydrogen, sehingga pH larutan tidak berubah banyak. Berikut persamaan reaksinya :

CH3COOH(aq)  H+(aq) + CH3COO-(aq) 2. Prinsip kerja larutan penyangga basa

Contoh lebih lanjut yaitu larutan penyangga basa yang tersusun atas NH4OH dan NH4Cl. Apabila sedikit basa ditambahkan ke dalam larutan, ion ammonium yang merupakan asam konjugasi akan bereaksi dengan ion hidroksida tambahan untuk membentuk molekul-molekul ammonia sehingga pH tidak berubah banyak. Reaksi sebagai berikut :

OH-(aq) + NH4+

(aq)  NH4OH (aq)

(20)

Sebaliknya, jika ion hidroksida dihilangkan dengan penambahan asam : OH-(aq) + H+ (aq)  H2O(l)

Maka ammonia yang berbentuk molekul kan mengion untuk membentuk lebih banyak ion hidroksida, sehingga pH larutan tidak berubah banyak. Berikut persamaan reaksinya :

NH4OH(aq)  NH4+ (aq) + OH-(aq)

Dalam perhitungan dapar, sangat tepat untuk menganggap konsentrasi mula- mula dari asam dan basa konjugasinya sama dengan harga konsentrasi kesetimbangannya. Hal ini berlaku untuk dapar asam dan dapar basa. Apabila ketika sedikit saja basa atau asam ditambahkan pada dapar ini, maka seluruh asam lemahnya atau basa lemahnya akan dinetralisasi sehingga terjadi perubahan pH yang besar. Jadi, daerah pH yang paling efektif untuk tiap dapar adalah dekat pH di mana konsentrasi asam dan garamnya sama (yaitu daerah pKa). Demikian juga paling efektif apabila jumlah mol asam lemah dan basa konjugasinya atau basa lemah dan aam konjugasinya yang digunakan harus jauh lebih besar dari jumlah mol asam atau basa yang mungkin akan ditambahkan pada dapar.

Setiap H+ yang ditambahkan dari asam kuat akan mengubah basa konjugasi dari dapar menjadi basa konjugasinya yang sesuai. Begitu pula pada setiap penambahan OH- dari suatu basa kuat akan mengubah asam lemah ddalam dapar menjadi basa konjugasinya. Penambahan asam pada dapar akan mengurangi pH, sedangkan penambahan basa akan menaikkan pH. Walaupun perubahannya kecil, arah perubahan adalah seperti yang diharapkan.

d. Larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari

Reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh manusia merupakan reaksi enzimatis, yaitu reaksi-reaksi yang melibatkan enzim dengan katalis. Enzim sebagai katalis hanya dapat bekerja dengan baik pada pH tertentu (pH optimum), diperlukan lingkungan reaksi dengan pH yang relative tetap. Oleh itu, diperlukan larutan penyangga. Cairan tubuh, baik intra sel (dalam sel) dan cairan ekstra sel (di luar sel) memerlukan sistem penyangga tersebut untuk mempertahankan nilai pH cairan. Sistem penyangga ekstra sel yang penting adalah penyangga karbonat

(21)

(H2CO3/HCO3-) yang berperan dalam menjaga pH darah, dan sistem penyangga fosfat (H2PO4-/HPO42-) yang berperan menjaga pH cairan intra sel.

1. Sistem Penyangga Karbonat dalam Darah

Sistem penyangga karbonat dalam darah (H2CO3/HCO3-). Jika darah kemasukan berbagai zat yang bersifat asam, maka ion H+ dari asam tersebut akan bereaksi dengan ion HCO3-. Persamaan reaksinya sebagai berikut :

H+ (aq) +HCO3-

(aq) H2CO3(aq)

Sebaliknya, jika darah kemasukan zat yang bersifat basa, maka ion OH- akan bereaksi dengan H2CO3, dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

H2CO3(aq) + OH-(aq)  HCO3-

(aq) + H2O(l)

Derajat keasaman (pH) darah mempunyai kisaran 7,0-7,8 dipertahankan oleh sistem peyangga karbonat sebab jika pH darah tidak pada kisarannya akan mengakibatkan muncuknya penyakit. Asidosis merupakan penyakit di mana pH darah terlalu rendah, sedangkan bila pH darah terlalu tinggi maka menyebabkan penyakit alkalosis.

2. Sistem Penyangga Fosfat dalam Cairan Sel

Sistem penyangga fosfat (H2PO4-/HPO42-) merupakan sistem penyangga yang bekerja untuk menjaga pH cairan intra sel. Jika dari proses metabolisme dihasilkan banyak zat yang bersifat asam, maka akan segera bereaksi dengan ion HPO42- dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

HPO42-(aq) + H+(aq)  H2PO4-(aq)

Sedangkan apabila proses metabolism sel menghasilkan senyawa yang bersifat basa, maka ion OH- akan bereaksi dengan ion H2PO4- sesuai persamaan berikut :

H2PO4-

(aq) + OH-(aq)  HPO42-

(aq) + H2O(l)

Dengan demikian, perbandingan [H2PO4-]/[HPO42-] akan selalu tetap, dan ini akan menyebabkan pH larutan tetap.

3. Sistem Penyangga Asam Amino/Protein

Asam amino mengandung gugus yang bersifat asam dan gugus yang bersifat basa.oleh karena itu, asam amino dapat berfungsi sebagai sistem penyangga di dalam tubuh. Adanya kelebihan ion H+ akan diikat oleh gugus bersifat basa dan

(22)

jika ada kelebihan bersifat OH- maka akan terikat oleh ujung yang bersifat asam.

Dengan demikian, larutan yang mengandung asam amino akan mempunyai pH relative tetap.

7. Penelitian yang relevan

Penerapan model pembelajaran Blended Learning telah diteliti, namun untuk pembelajaran kimia masih jarang dilakukan. Penelitian yang menjadi acuan penelitian ini adalah :

1) Penelitian Blended Learning “Efektivitas Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Berbasis E-Learning Edmodo terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Langkah Penelitian Geografi di Kelas X IPS SMA dan MA Assalam Sukoharjo” menyimpulkan bahwa Hasil belajar geografi yang menggunakan model pembelajaran E-learning berbasis Edmodo lebih baik dibandingkan dengan yang menggunakan model ceramah pada materi langkah penelitian geografi siswa kelas X IPS SMA dan MA Assalaam Sukoharjo. Dari perhitungan uji Tukey dengan taraf signifikasi 5% diperoleh hasil nilai signifikasi model CTL dan ceramah adalah 0,048<0,05 (alfa) sehingga terdapat perbedaan yang signifikan dengan rerata untuk model konvensional adalah 73,39 sedangakan unutk model CTL adalah 78,26.

2) Penelitian Blended Learning “Pengaruh Model Pembelajaran Blended Laearning didukung E-learning (Edmodo,Schoology) dan motivasi berprestasi terhadap kompetensi siswa pada mata pelajaran instalasi motor listrik di SMK PGRI 1 Surabaya” menyimpulkan (1) kompetensi pengetahuan siswa yang belajar dengan MPBLSch, lebih tinggi secara signifikan dibanding dengan kompetensi pengetahuan siswa yang belajar dengan MPBLEdm pada mata pelajaran IML; (2) kompetensi pengetahuan siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, lebih tinggi secara signifikan dibanding kompetensi pengetahuan siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah pada mata pelajaran IML; dan (3) terdapat interaksi antara penerapan model pembelajaran blended learning yang didukung e-learning (edmodo, schoology) dan motivasi berprestasi terhadap kompetensi pengetahuan pada mata pelajaran instalasi motor listrik.

(23)

3) Penelitian Blended Learning “Pengaruh Pembelajaran Matematika Diskrit dengan Blended Learning terhadap Hasil Belajar” dapat disimpulkan bahwa setelah dilakukan uji Wilcoxon. Hasil dari uji tersebut adalah terjadi perbedaan antara hasil belajar setelah dilakukan pembelajaran blended.

Dengan kata lain, pembelajaran blended berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar pada tingkat kepercayaan 95%.

4) Penelitian Thesis Blended Learning “Pengaruh Strategi Pembelajaran Berbasis Blended Learning dan Efikasi diri terhadap Kemenarikan dan Hasil Belajar Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Olahraga Universitas Negeri Malang” menyimpulkan bahwa Terdapat perbedaan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Pendidikan Olahraga berbasis Blended Learning antara kelompok mahasiswa yang belajar dengan model blended learning Enrich Virtual Model dengan kelompok mahasiswa yang belajar dengan model blended learning Flex Model.

5) Penelitian Febriantoro, Wicaksono memberikan hasil bahwa hasil desain adalah semua tahapan dalam PEDATI dapat digunakan untuk mengembangkan desain pembelajaran Blended Learning berdasarkan validasi oleh para ahli materi pelajaran. Rekomendasi pada tahap ke-4 desain kegiatan pembelajaran asinkron harus mencakup alokasi waktu untuk setiap kegiatan pembelajaran untuk memperkirakan total waktu yang diperlukan. Pemetaan aktivitas pembelajaran yang akurat menjadi pembelajaran sinkron dan asinkron dapat memastikan pencapaian standar desain kompetensi dan sekaligus mengurangi waktu yang diperlukan untuk melakukan pembelajaran tatap muka.

6) Penelitian Mugenyi Justice Kintu, Chang Zhu dan Edmond Kagambe menyatakan hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa fitur desain blended learning (kualitas teknologi, alat online dan dukungan tatap muka) dan karakteristik siswa (sikap dan pengaturan diri) memprediksi kepuasan siswa sebagai hasil. Hasilnya menunjukkan bahwa beberapa karakteristik / latar belakang dan fitur desain siswa adalah prediktor yang signifikan untuk hasil belajar siswa dalam blended learning.

(24)

7) Penelitian Saovapa Wichadee, Bangkok University, Bangkok, Thaiand menunjukkan bahwa blended learning lebih efektif daripada pembelajaran tradisional. Artinya, siswa dalam kelompok eksperimen tidak hanya mengungguli mereka yang berada dalam kelompok kontrol dalam kecakapan lisan, tetapi mereka juga menunjukkan motivasi belajar yang lebih tinggi.

Meskipun siswa di kedua kelompok tidak berbeda dalam sikap mereka terhadap model PPP, mereka dalam kelompok eksperimen menunjukkan sikap positif terhadap Edmodo. Penelitian ini memiliki implikasi bagi instruktur bahasa Inggris, mendorong mereka untuk melihat bagaimana teknologi dapat memfasilitasi pembelajaran dan membantu peserta didik menghasilkan kinerja akademik yang lebih baik.

B. Kerangka Berpikir

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Indikator tercapainya tujuan pembelajaran tersebut adalah tinggi rendahnya prestasi belajar yang diperoleh peserta didik.

Prestasi belajar bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri melainkan terdapat berbagai faktor yang melatarbelakangi. Faktor eksternal yang berupa model pembelajaran merupakan salah satu yang berpengaruh. Pemilihan model pembelajaran yang sesuai diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Model pembelajaran dipilih oleh pendidik untuk digunakan dalam proses pembelajaran.

Pemilihan model pembelajaran yang baik selain disesuaikan dengan karakteristik materi juga harus memperhatikan karakteristik peserta didik dan sarana prasarana yang tersedia.

Kurikulum 2013 menganjurkan penggunaan model pembelajaran yang dapat mengedepankan keterlibatan peserta didik aktif dalam pembelajaran. Selain itu guru juga harus dianjurkan memanfaatkan penggunaan teknologi sebagai sumber pembelajaran. Keterlibatan peserta didik dalam menemukan sendiri ilmu yang dipelajari akan meningkatkan pemahaman yang mendalam. Seorang guru juga harus mempunyai kreatifitas dalam menyediakan pembelajaran bagi peserta didik.

Pembelajaran yang dapat diakses peserta didik dimanapun dan kapanpun tanpa

(25)

batas ruang dan waktu. Sehingga peserta didik tidak hanya menyelesaikan pembelajaran di sekolah namun juga di luar sekolah dari sumber belajar lain bersifat online.

Model pembelajaran yang dapat mengkombinasikan pembelajaran tatap muka dengan online adalah salah satunya pembelajaran Blended Learning. Model pembelajaran blended learning ini dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik dikarenakan dalam penerapannya, peserta didik dibekali dengan file-file materi yang bisa diakses secara offline di handphone, smartphone atau computer dan penggunaan kelas maya yaitu edmodo sebagai strategi pembelajaran Blended Learning untuk saling berbagi file yang akan dipresentasikan dan pengumpulan tugas. Model pembelajaran Blended Learning memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga penelitian ini akan melihat hubungan model pembelajaran untuk diterapkan dalam materi larutan penyangga. Materi larutan penyangga membutuhkan pemahaman dan penguasaan konsep awal yang kuat dari konsep asam-basa dan konsep hidrolisis garam. Materi tersebut dapat mengecoh peserta didik terutama ketika disajikan secara bersamaan.

Sumber pembelajaran peserta didik yang digunakan adalah buku penunjang dan power point dari guru. Sehingga peserta didik masih terbatas untuk mempelajari materi tersebut sebelum pembelajaran dimulai, menyebabkan peserta didik belum menyiapkan materi pembelajaran sepenuhnya. Oleh karena itu peserta didik harus mempunyai sumber belajar yang memadai untuk membuat kombinasi konsep baru berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya.

Berdasarkan uraian tersebut, materi larutan penyangga yang bersifat konsep dan teori tidak hanya menyelesaikan pembelajaran dengan tatap muka saja dan sumber belajar yang masih terbatas pada buku penunjang dan power point. Akan tetapi, peserta didik dapat menyelesaikan pembelajaran dengan mengakses sumber lain di luar sekolah tanpa batas ruang dan waktu. Kemudian, perlu adanya pembelajaran yang mengkombinasikan pembelajaran tersebut antara pembelajaran tatap muka, offline maupun online yaitu dengan Blended Learning.

Dengan model ini peserta didik dapat mempelajari materi di luar sekolah dan

(26)

dapat mengetahui materi lebih awal setiap materi sebelum pembelajaran tatap muka di kelas. Sehingga lebih mempersiapkan peserta didik dalam menerima materi dan memungkinkan prestasi peserta didik dapat meningkat. Dari hal tersebut diduga terdapat pengaruh antara model pembelajaran Blended Learning terhadap prestasi belajar peserta didik pada materi pokok larutan penyangga.

Skema kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.2.

PEMBELAJARAN

FAKTOR EKSTERNAL FAKTOR INTERNAL

SUMBER BELAJAR

MATERI

PEMBELAJARAN KARAKTERISTIK

PESERTA DIDIK

INTERNET (E- LEARNING)

MODEL PEMBELAJARAN (BLENDED LEARNING)

PRESTASI PESERTA DIDIK

(27)

C. Hipotesis

Terdapat pengaruh model pembelajaran Blended Learning didukung E-Learning terhadap prestasi belajar peserta didik pada materi larutan penyangga dan kesesuaian model pembelajaran pada materi larutan penyangga.

Referensi

Dokumen terkait

- Dititrasi dengan HCL sampai warna kuning berubah menjadi warna pink (Perubahan warna tidak terlalu kentara dan oleh karena itu harap hati-hati dalam menentukan titik akhir

- Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi konsentrasi yang berbeda dari ekstrak biji salak dalam menghambat pelepasan ion kromium (Cr) dan nikel (Ni) untuk

PJTKI yang telah dikenakan sanksi teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 1 (satu) tahun kalender dan melakukan kembali kesalahan sebagaimana

Sejalan dengan potensi biomassa, kandungan karbon yang diukur di dalam penelitian ini adalah kandungan karbon yang terdapat di atas permukaan tanah, yaitu pada

Isna Nurla, (2011:60) mengungkapkan bahwa percaya diri merupakan sebuah kekuatan yang luar biasa percaya diri laksana reactor yang membangkitkan segala energy yang

Selain itu mereka menggunakan smartphone untuk media hiburan dan menggunakannya untuk media sosial, sepertiwhatsapp, line, bbm, instagram.Walaupun sekolah memiliki

Fungsi utama dari pipa alir adalah mengalirkan fluida (dua fasa) dari kepala sumur menuju separator, mengalirkan uap kering dari separator menuju turbin, mengalirkan

Memeriksa tawaran upah yang diharapkan (tidak memperhitungkan karakteristik yang tidak teramati) untuk semua individu secara terpisah, orang