BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Serat alam telah digunakan dalam berbagai sektor industri seperti automotif, tekstil, produksi kertas maupun pada material komposit. Terkait dengan penggunaan serat alam sebagai penguat dalam komposit, serat alam mempunyai keuntungan diantaranya kekuatan spesifik dan modulusnya yang tinggi, densitas yang rendah, harga bahan baku yang murah, melimpah di berbagai negara, polusi emisi yang lebih rendah, dan dapat didaur ulang (Joshi dkk, 2004; Li dkk, 2008; Mukhopadhyay dkk, 2009). Teknologi rekayasa material serta berkembangnya isu lingkungan hidup menuntut terobosan baru dalam menciptakan material yang berkualitas tinggi dan ramah lingkungan. Komposit berpenguat serat alam mempunyai berbagai keunggulan diantaranya yaitu harga murah, mampu meredam suara, mempunyai massa jenis rendah, jumlahnya melimpah, ringan, dan kemampuan mekanik tinggi (Raharjo, 2002). Serat alam yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan penyusun komposit adalah serat sabut kelapa.
Indonesia merupakan negara penghasil kelapa yang cukup melimpah, khususnya di Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun, sampai saat ini pemanfaatan limbah berupa sabut kelapa sebagai bahan dasar komposit belum mendapatkan perhatian yang serius. Limbah serat buah kelapa sangat potensial digunakan sebagai penguat bahan baru pada komposit alam yang ramah lingkungan dan mendukung gagasan pemanfaatan serat sabut kelapa menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi dan teknologi tinggi. Selama ini pemanfaatan serat sabut kelapa digunakan untuk industri rumah tangga dalam skala kecil. Penggunaan sabut kelapa banyak dimanfaatkan karena sabut kelapa memiliki sifat tahan lama, sangat ulet, kuat terhadap gesekan, tidak mudah patah, tahan terhadap air, tidak mudah membusuk, tahan terhadap jamur dan hama serta tidak dihuni oleh rayap dan tikus. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya yang merupakan bagian berharga dari sabut. Kandungan sabut serat pada buah kelapa merupakan bagian yang
cukup besar, yaitu 35% dari berat keseluruhan buah. Setiap butir kelapa rata-rata mengandung serat 525 gram (75% dari sabut) dan gabus 175 gram (25% dari sabut) (Isroful, 2009). Sabut kelapa mengandung serat yang merupakan material serat alami alternatif dalam pembuatan komposit. Serat kelapa ini mulai dilirik penggunaannya karena selain mudah didapat, murah, dapat mengurangi polusi lingkungan (biodegradability) sehingga penggunaan sabut kelapa sebagai serat dalam komposit akan mampu mengatasi permasalahan lingkungan yang mungkin timbul dari banyaknya sabut kelapa yang tidak dimanfaatkan. Komposit ini ramah lingkungan serta tidak membahayakan kesehatan sehingga pemanfaatannya terus dikembangkan agar dihasilkan komposit yang lebih sempurna dan lebih berguna (Dwiprasetyo, 2010).
Beberapa metode yang digunakan dalam proses manufaktur material komposit antara lain hand lay-up, resin transfer molding, extrusion, injection molding, pultrusion, autoclave, flament winding, dan lain-lain. Setiap proses
manufaktur tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya sehingga aplikasi hasil pada proses manufaktur tersebut akan berbeda-beda. Beberapa metode manufaktur seperti Resin Transfer Molding (RTM) digunakan untuk mendapatkan kekuatan tinggi sehingga kekuatannya hampir mendekati hasil autoclave. Di dalam proses RTM memerlukan injeksi dari prekatalis resin dan dihisap oleh tekanan melalui lubang pada cetakan yang berisi serat sebelum dibentuk. Banyak faktor dalam proses ini seperti bentuk cetakan, proses pengisian ke cetakan, temperatur cetakan, dan sifat basah resin yang digunakan akan berpengaruh dalam proses RTM (Warrior dkk., 2003). Pada saat ini matrik yang sering dipakai adalah polimer, salah satunya adalah resin polyester. Jenis dari resin polyester yang digunakan sebagai matrik komposit adalah tipe yang tidak jenuh (unsaturated polyester) yang merupakan termoset yang dapat mengalami pengerasan dari fasa
cair menjadi fasa padat saat memperoleh perlakuan yang tepat. Pada umumnya, polyester tahan terhadap asam kecuali asam pengoksida, tetapi lemah terhadap
luas sebagai bahan komposit (Surdia, 1995). Untuk mempercepat proses pengeringan pada bahan matriks suatu komposit digunakan katalis. Pada penelitian ini katalis yang digunakan adalah katalis Methyl Ethyl Keton Peroxide (MEKPO) dengan bentuk cair dan berwarna bening, yang merupakan hasil dari reaksi Methyl Ethyl Ketone dengan Hidrogen Peroxide.
Penulisan ini difokuskan untuk meneliti pengaruh fraksi volume dan panjang serat sabut kelapa pada sifat mekanik dan fisis dari komposit serat sabut kelapa dengan resin Unsaturated Polyester dengan hardener Methyl Ethyl Keton Peroxide (MEKPO), sifat mekanik akan diteliti melalui pengujian uji bending dan
uji impak, sedangkan sifat fisis akan di teliti melalui foto makro dan foto Scanning Electron Microscope (SEM).
1.2.Perumusan Masalah
Bagaimana pengaruh fraksi volume dan panjang serat terhadap sifat fisis dan mekanis komposit serat sabut kelapa-polyester dengan proses RTM ?
1.3.Batasan Masalah
Pada penelitian ini masalah yang dibatasi sebagai berikut :
1. Distribusi penataan serat sabut kelapa kedalam cetakan merata. 2. Distribusi tekanan pada proses pengepresan komposit merata.
1.4.Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Menyelidiki pengaruh panjang dan fraksi volum serat terhadap kekuatan bending dan impak komposit sabut kelapa-polyester.
1.5.Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat, seperti dapat mensubstitusikan produk komposit dari bahan serat alami salah satunya yaitu serat sabut kelapa yang ada dan melimpah pada saat ini. 2. Bagi peneliti adalah untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan
pengalaman tentang penelitian material komposit.
3. Bagi industri manufaktur komposit, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi pertimbangan untuk mengganti penggunaan dari serat sintetis impor dengan serat alam. Dimana ketersedian bahan baku ini sangat banyak di lingkungan sekitar kita sehingga dapat mengurangi biaya produksi.
4. Bagi petani pengolah limbah serat sabut kelapa, keberhasilan penelitian ini yang ditindak lanjuti dengan komersialisasi diharapkan akan mampu meningkatkan nilai ekonomi limbah serat sabut kelapa.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah,perumusanmasalah, batasan masalah, tujuanpenelitian,manfaat penelitian serta sistematika penulisan tugas akhir.
BAB II : Landasan teori, berisi tinjauan pustaka serta kajian teoritis yang memuat penelitian-penelitian sejenis serta dasar teori yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
BAB III : Metodologi penelitian, menjelaskan bahan penelitian, alat penelitian, langkah penelitiandan diagram alir penelitian. BAB IV : Data dan analisa, menjelaskan data hasil penelitian serta