• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPEMIMPINAN MELAYANI TERHADAP TURNOVER INTENTION PADA KARYAWAN MILENIAL DI KANTOR DIREKSI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH KEPEMIMPINAN MELAYANI TERHADAP TURNOVER INTENTION PADA KARYAWAN MILENIAL DI KANTOR DIREKSI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II SKRIPSI"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEPEMIMPINAN MELAYANI TERHADAP TURNOVER INTENTION PADA KARYAWAN MILENIAL DI KANTOR DIREKSI PT.

PERKEBUNAN NUSANTARA II

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

INDAH PRATIWI HARAHAP 171301100

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2022

(2)
(3)
(4)

Pengaruh Kepemimpinan Melayani terhadap Turnover Intention pada Karyawan Milenial di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara II

Indah Pratiwi Harahap dan Vivi Gusrini Rahmadani Pohan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepemimpinan melayani terhadap turnover intention pada karyawan milenial. Data dikumpulkan dari 78 karyawan milenial Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara II. Analisis regeresi linear sederhana digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini. Hasil penelitian mendukung hipotesis yang diajukan, yaitu kempemimpinan melayani berpengaruh negatif terhadap turnover intention karyawan milenial. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perusahaan ini untuk mengatasi tingkat turnover intention yang tinggi dengan mempertimbangkan gaya kepemimipinan melayani agar dapat diterapkan di perusahaan. Penelitian ini mempeluas penelitian-penelitian sebelumnya dengan menguji pengaruh kepemimpinan melayani terhadap turnover intention dalam konteks karyawan milenial.

Kata Kunci : Kepemimpinan Melayani, Turnover Intention, Karyawan Milenial

(5)

The Influence of Servant Leadership on Turnover Intention of Millennial Employees in PT. Perkebunan Nusantra II Head Office

Indah Pratiwi Harahap and Vivi Gusrini Rahmadani Pohan

ABSTRACT

This study aimed to investigate the influence of servant leadership on turnover intention of millennial employees. The data were collected from 78 millennial employees of PT. Perkebunan Nusantra II Head Office. A simple linear regression analysis was used to test the hypothesis of this study. The results support the hypothesis proposed in this study, reveal that servant ladership has a negative influence on turnover intention of millennial employees. The results of the study is expected to be a reference for the company to deal with high employee turnover intention rate by considering servant leadership to be applied in the company.

This study extends previous research by investigating the influence of servant leadership on turnover intention in the context of millennial employees.

Keywords : Servant Leadership, Turnover Intention, Millennial Employees

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT.

Atas segala kuasa Allah SWT saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Melayani terhadap Turnover Intention pada Karyawan Milenial” untuk memenuhi syarat kelulusan sebagai sarjana Psikologi.

Dalam penyelesaian skripsi ini, tidak terlepas dari dukungan dan bantuan moril maupun materil yang diberikan oleh orang-orang terdekat saya yang selalu mendampingi setiap prosesnya. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga khususnya kepada keluarga saya yaitu Abah dan Mama serta Adik saya yang selalu memberikan semangat, do’a, dukungan dan bantuan yang tak terhingga.

Saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Bapak Eka Danta J. Ginting, MA, Psikolog selaku Wakil Dekan I, Bapak Ferry Novliadi, M.Si selaku Wakil Dekan II, dan Ibu Hasnida, Ph.D., Psikolog selaku Wakil Dekan III.

2. Ibu Dr. Vivi Gusrini Rahmadani Pohan, M.Sc., MA., Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi saya yang telah memberikan bimbingan dan masukan yang bermanfaat dalam penyelesaian skripsi.

3. Bapak Ferry Novliadi, M.Si dan Bapak Fahmi Ananda, M.Psi, Psikolog selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan

(7)

kesempatan serta masukan bermanfaat untuk penyempurnaan penelitian ini.

4. Ibu Fasti Rola, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing akademik saya yang telah memberikan nasihat akdemik selama masa perkuliahan

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu selama masa perkuliahan.

6. Seluruh pegawai di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam urusan administrasi selama masa perkuliahan.

7. Bapak Direktur dan Bapak Kepala Bagian SDM di PT. Perkebunan Nusantara II yang telah memberikan izin penelitian, serta seluruh karyawan milenial yang telah berpartisipasi untuk membantu penelitian ini.

8. Semua teman-teman saya selama di perkuliahan, khususnya “Upin-Ipin Betawi” yaitu Sarah, Fika, Intan, Elza, Tika dan Auliya yang menemani dan memberikan semangat selama masa perkuliahan.

Demi perbaikan kedepannya, saya akan menerima saran dan kritik yang membangun dari para pembaca. Saya juga berharap penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang Psikologi Industri dan Organisasi serta memberikan manfaat kepada pembaca dan kepada saya sendiri. Terima kasih.

Medan, 31 Desember 2021

Indah Pratiwi Harahap 171301100

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 12

A. Turnover Intention ... 12

1. Definisi Turnover Intention ... 12

2. Aspek-Aspek Turnover Intention ... 14

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Turnover Intention ... 16

B. Kepemimpinan Melayani ... 19

1. Definisi Kepemimpinan Melayani ... 19

2. Aspek-Aspek Kepemimpinan Melayani ... 21

3. Dampak Kepemimpinan Melayani ... 25

C. Karyawan Milenial ... 27

D. Dinamika Pengaruh Kepemimpinan Melayani dan Turnover Intention pada Karyawan Milenial ... 29

Selanjutnya,... 32

E. Hipotesis Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 34

(9)

C. Populasi Penelitian ... 36

D. Metode Pengumpulan Data ... 37

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 39

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 41

G. Prosedur Penelitian... 43

H. Metode Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 46

B. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 48

C. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 50

D. Hasil Analisis Deskriptif ... 53

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 57

BAB V PENUTUP ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN ... 72

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Rekapitulasi Turnover Karyawan ... 9

Tabel 2. Blueprint Skala Kepemimpinan Melayani (SL-28) ... 38

Tabel 3. Blueprint Skala Turnover Intention ... 39

Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Kepemimpinan Melayani setelah Uji Coba ... 41

Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Turnover Intention setelah Uji Coba ... 42

Tabel 6. Deskripsi Subjek berdasarkan Jenis Kelamin ... 46

Tabel 7. Deskripsi Subjek berdasarkan Pendidikan ... 47

Tabel 8. Deskripsi Subjek berdasarkan Masa Kerja ... 48

Tabel 9. Uji Normalitas ... 49

Tabel 10. Uji Linearitas ... 50

Tabel 11. Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana ... 51

Tabel 12. Koefisien Determinasi ... 52

Tabel 13. Koefisien Regresi Linear Sederhana ... 52

Tabel 14. Nilai Hipotetik dan Empirik ... 54

Tabel 15. Kategorisasi Turnover Intention ... 56

Tabel 16. Kategorisasi Kepemimpinan Melayani ... 57

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Skala Penelitian ... 72

Lampiran B. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penelitian ... 82

Lampiran C. Data Mentah Subjek Penelitian ... 88

Lampiran D. Hasil Uji Asumsi dan Analisis Regresi ... 94

Lampiran E. Surat Izin Penelitian ... 97

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu perusahaan dapat berjalan tidak terlepas dari peran karyawan.

Karyawan menjadi unit dasar yang menggerakkan dan menjalankan fungsi organisasi. Keberhasilan dan efektifitas suatu organisasi atau perusahaan tentu bergantung pada karyawan (Siddiqui, 2014; Alnachef & Alhajjar, 2017; Kareem

& Hussein, 2019). Karyawan dituntut untuk dapat memberikan performa dan kontribusi terbaik karena karyawan adalah sumber daya dan aset penting bagi perusahaan. Oleh karena itu, organisasi perlu melakukan serangkaian upaya demi mempertahankan karyawan sebagai sumber daya terbaik untuk menjalankan berbagai fungsi dalam mencapai tujuan organisasi. Namun, permasalahan umum yang dapat dihadapi organisasi yaitu adanya turnover atau proses pergantian karyawan.

Turnover merupakan pergantian keanggotaan dalam suatu organisasi yang mana posisi yang ditinggalkan oleh karyawan sebelumnya akan digantikan oleh karyawan baru (Jewell, 1998). Secara spesifik artinya karyawan akan keluar dari organisasi. Turnover sendiri dapat diklasifikasikan menjadi voluntary turnover (secara sukarela) dan involuntary turnover (secara tidak sukarela). Turnover merupakan salah satu bentuk withdrawal behavior karyawan (Robbins & Judge, 2013). Withdrawal behavior atau perilaku penarikan adalah sekumpulan tindakan

(13)

yang dilakukan oleh karyawan untuk memisahkan diri dari organisasi. Perilaku penarikan karyawan ini dapat memberi pengaruh yang sangat negatif bagi perusahaan. Mowday (1984) merangkum beberapa konsekuensi negatif dari turnover seperti peningkatan biaya yang berhubungan dengan pergantian karyawan termasuk kemudian biaya rekrutmen, seleksi, dan training.

Konsekuensi negatif lainnya yaitu demoralisasi, hubungan masyarakat yang negatif terhadap organisasi, kekacauan operasional, mengurangi integritas sosial karyawan, dan lain-lain (Mowday, 1984). Hasil penelitian oleh Sheehan (2010) menunjukkan bahwa turnover dapat mempengaruhi performa karyawan lain yang menetap di organisasi tersebut, meski tidak semua turnover mengarah kepada penurunan produktivitas karyawan yang menetap. Selanjutnya, turnover dapat membuat karyawan yang menetap mengembangkan sikap yang tidak menguntungkan bagi organisasi, memodifikasi perilaku terkait pekerjaan, membuat lingkungan kerja lebih sulit untuk dihadapi, serta meningkatkan kekhawatiran dan ketidakpastian masa depan bagi karyawan yang menetap di organisasi (Laulie & Morgeson, 2020).

Selain itu, hasil studi Agreyman & Ponniah (2014) menunjukan bahwa voluntary turnover berdampak pada penurunan produktivitas dan profitabilitas perusahaan serta merugikan bisnis secara finansial. Kehilangan karyawan yang kemampuannya sangat baik akan memberikan dampak yang buruk untuk keberfungsian organisasi (Bothma & Roodt, 2013). Hasil studi kasus oleh Shaikh et.al (2020) menunjukkan bahwa tingginya tingkat turnover karyawan dapat mengurangi produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan pada perusahaan

(14)

tersebut serta menyebabkan ketidakpuasan pelanggan. Organisasi perlu mencari tahu dan melakukan serangkaian upaya untuk mempertahankan karayawan terbaiknya.

Faktanya per tahun 2020 sebanyak 50% angkatan kerja yang akan mendominasi dunia kerja adalah generasi Milenial (PWC, 2011). Berdasarkan hasil sensus penduduk di Indonesia, sebanyak 25,87% adalah Milenial atau Generasi Y yang lahir pada tahun 1981-1996 (Badan Pusat Statistik, 2020).

Artinya saat ini generasi Milenial juga turut mendominasi dunia kerja di Indonesia. Hasil temuan Gallup (2017) menunjukkan bahwa Milenial mengganti pekerjaan lebih sering dibanding generasi sebelumnya, yang mana 6 dari 10 menyatakan bahwa mereka sedang mencari kesempatan mendapat pekerjaan baru.

Selain itu, hasil survey PWC (2011) menunjukkan hanya 18% Milenial yang berencana untuk menetap dalam waktu jangka panjang pada pekerjaannya yang sekarang. Kemudian berdasarkan hasil survey Dale Carneige Indonesia, sebanyak 60% millenial disengaged dan berencana untuk mengundurkan diri.

Survey global yang dilakukan Deloitte (2020) terhadap Milenial menunjukkan bahwa 31% berharap untuk meninggalkan organisasi dalam dua tahun ke depan.

Selanjutnya, penelitian Lu & Gursoy (2013) menunjukkan bahwa turnover intention pada generasi milenial lebih tinggi dibanding pada generasi Boomer, lebih mungkin untuk mencoba pekerjaan lain untuk menemukan karir idealnya dan memiliki komitmen kerja yang lebih rendah. Menurut Frian & Mulyani (2018) generasi milenial di Indonesia memiliki turnover intention yang tinggi.

(15)

Penelitian oleh Frian & Mulyani (2018) tersbut menunjukkan bahwa generasi milenial di Indonesia memiliki keinginan untuk keluar dari organisasi ketika mereka mempersepsikan adanya alternatif pekerjaan lain dan ketika organisasi memiliki sistem pengembangan karyawan maka akan semakin rendah turnover intention-nya. Hal ini sesuai dengan salah satu karakteristik karyawan milenial yang mana mereka mencari kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.

Oleh karena itu, perlu untuk mengetahui turnover intention atau niat individu untuk meninggalkan organisasi karena turnover intention merupakan prediktor dari perilaku aktual turnover (Mobley, Griffeth, Hand, & Meglino, 1979; Novliadi, 2007). Tett & Meyer (1993) mendefinisikan turnover intention sebagai kesadaran dan kemauan yang disengaja untuk meninggalkan organisasi.

Turnover intention dapat dipengaruhi oleh berbagai variabel. Variabel personal yang turut mempengaruhi turnover adalah kepuasan kerja yang mana turnover berkorelasi negatif dengan kepuasan kerja (Jewell, 1998).

Selain itu juga terdapat variabel organisasi yang mempengaruhi turnover seperti sistem reward yang berlaku di organisasi (Jewell, 1998). Persepsi individual terhadap budaya organisasi juga dapat memicu variabel mediasi yang kemudian mengarah kepada keputusan untuk meninggalkan organisasi (Bothma &

Roodt, 2013). Hasil studi lainnya (Riaz & et.al, 2017) mengungkapkan bahwa leadership effectiveness dapat menurunkan tingkat turnover. Studi terkait peran kepemimpinan terhadap turnover intention juga banyak dilakukan dengan tipe kepemimpinan transformasioanl dan transaksional. Maaitah (2018), menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional berkorelasi secara

(16)

negatif dan signifikan dengan turnover intention. Hasil studi ini menunjukkan bahwa karyawan akan lebih cenderung untuk menetap apabila mereka percaya bahwa manajer menunjukkan perhatian kepada mereka (Maaitah, 2018).

Tidak hanya tipe kepemimpinan yang disebutkan tadi, terdapat tipe kepemimpinan positif lainnya yang turut mempengaruhi turnover intention yaitu kepemimpinan melayani (Kashyap & Rangnekar, 2014; Prakasch & Ghayas, 2019). Kepemimpinan melayani (servant leadeship) adalah tipe kepemimpinan yang ditandai ketika pemimpin melampaui kepentingan pribadinya dan berfokus pada peluang untuk membantu pengikutnya tumbuh dan berkembang. Pemimpin dengan tipe ini tidak menggunakan kekuasaannya untuk mencapai tujuan melainkan menkankan pada persuasi. Karakteristik perilaku pemimpinnya yaitu mendengarkan, berempati, mempersuasi, dan secara aktif mengembangkan potensi pengikutnya (Robbins & Judge, 2013). Hasil studi juga menunjukkan bahwa kepemimpinan melayani berperan sebagai faktor yang sangat penting dalam mengurangi turnover intention pada karyawan (Mustamil & Najam, 2020).

Kepemimpinan melayani dapat dibedakan dengan tipe kepemimpinan lainnya berdasarkan fokus utamanya yang mana kepemimpinan melayani fokus pada pengikutnya terlebih dahulu (Stone, Russell, & Patterson, 2004).

Kepemimpinan melayani terlebih dahulu fokus terhadap kemampuan individual untuk sukses dan selanjutnya fokus pada kesuksesan misi sedangkan tipe kepemimpinan lainnya fokus terhadap misi terlebih dahulu baru selanjutnya pada pemberdayaan pengikutnya demi mencapai misi tersebut (Gandolfi & Stone, 2018). Dengan kata lain, pemimpin akan membantu pengikutnya untuk tumbuh

(17)

dan sukses yang pada gilirannya akan membantu mencapai misi organisasi (Gandolfi & Stone, 2018).

Kepemimpinan melayani terbukti dapat mempengaruhi perilaku maupun sikap pengikutnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai studi yang menunjukkan bahwa kepemimpinan melayani berkorelasi positif dengan organizational citizenship behavior (Ghalavi & Nastiezie 2020; Hamdan, Al-Zubi, & Barakat, 2020). Selain itu, kepemimpinan melayani juga berhubungan secara positif dengan berbagai sikap kerja karyawan (Eva, Robin, Sendjaya, Dierendonck, &

Liden, 2019). Misalnya, hasil studi Schneider & George (2011) yang menunjukkan kepemimpinan melayani berhubungan dengan komitmen, kepuasan kerja, dan intensi untuk menetap di organisasi. Studi Hunter et.al (2013) juga menunjukkan bahwa kepemimpinan melayani berhubungan dengan rendahnya turnover intention dan disengagement karyawan.

Berkaitan dengan permasalahan turnover intention yang umum terjadi pada generasi milenial, sebuah organisasi perlu untuk mengembangkan dasar kepemimpinan yang sesuai dan tepat untuk memimpin generasi milenial.

Kepemimpinan melayani dengan keunikannya memiliki kualitas untuk menarik dan mempertahankan karyawan milenial karena apa yang yang milenial cari sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemimpin dengan kepemimpinan melayani yang mana fokus utamanya adalah kebutuhan dan perkembangan pengikutnya (Barbuto & Gottfredson, 2016). Keinginan generasi milenial untuk menetap dipengaruhi oleh citra organisasi, peluang untuk pengembangan karir, dan pola

(18)

kepemimpinan yang bersahabat (Mappamiring, Akob, & Putra, 2020). Salah satu karakteristik kepemimpinan melayani berfokus pada potensi yang dapat dikembangkan pengikutnya. Sehingga gaya kepemimpinan ini akan sesuai dengan karakteristik milenial yang mencari peluang untuk perkembangan mereka

Selain itu, hasil studi kuantitatif oleh Long (2017) menunjukkan bahwa kepemimpinan melayani merupakan gaya kepemimpinan yang paling efektif dalam memotivasi karyawan milenial dibanding kepemimpinan transformational dan kepemimpinan etis. Menurut Long (2017), gaya kepemimpinan melayani paling efektif secara keseluruhan karena perilaku spesifik yang memotivasi karyawan milenial lebih konsisten pada semua perilaku kepemimpinan melayani.

Kesimpulan lainnya mungkin dikarenakan kepemimpinan melayani lebih berfokus pada individu sedangkan kepemimpinan transformational lebih berfokus pada organisasi (Stone, Russell, & Patterson, 2004).

Barbuto dan Gottferdson (2016) mengemukakan bahwa kelima dimensi kepemimpinan melayani dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan spesifik generasi milenial. Nolan (2015) menyebutkan bahwa yang harus menjadi prioritas utama manajer adalah mendukung pertumbuhan dan perkembangan karyawan, yang mana hal ini diperlukan bagi karyawan milenial yang sangat menekankan kebutuhan untuk maju atau berkembang. Dari uraian-uraian diatas penulis tertarik untuk melihat bagaimana peran kepemimpinan melayani terhadap turnover intention karyawan khususnya pada generasi milenial yang kedepannya akan

(19)

mendominasi dunia kerja serta kecenderungannya untuk melakukan turnover lebih tinggi dibanding generasi lainnya.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kepemimpinan melayani terhadap turnover intention pada karyawan milenial yang akan dilaksanakan di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa. PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) didirikan pada tahun 1996 merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang agribisnis perkebunan. Visi perusahaan ini yaitu “dari perusahaan perkebunan menjadi perusahaan multi usaha berdaya saing tinggi”. Untuk meraih visi tersebut, sumber daya manusia menjadi salah satu faktor kunci kesuksesan meraih visi maupun target yang telah ditentukan (PT Perkebunan Nusantara II, 2020). Selain itu, dalam Code of Conduct (2020), PT.

Perkebunan Nusantara II berkomitmen kepada karyawan salah satunya untuk menghargai dan menempatkan karyawan sebagai aset utama perusahaan yang kemampuannya akan terus dikembangkan dengan penddikan dan pelatihan secara berkelanjutan.

Namun permasalahan turnover yang dapat terjadi di perusahaan mana pun juga terjadi di PT. Perkebunan Nusantara II. Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari bagian SDM, di PTPN II juga terjadi permasalahan turnover khususnya karyawan yang mengundurkan diri. Berikut ini data rekapitulasi turnover (karyawan yang mengundurkan diri) selama 4 tahun terakhir:

(20)

Tabel 1. Data Rekapitulasi Turnover Karyawan (Yang Mengundurkan Diri) dari PT. Perkebunan Nusantara II Selama Tahun 2018-2021

No. Tahun Jumlah Karyawan

1. 2018 117

2. 2019 291

3. 2020 40

4. 2021 40

Total 488

Setidaknya terdapat 488 kasus turnover (karyawan mengundurkan diri) selama tahun 2018-2021. Oleh karena itu, peneliti memilih Kantor Direksi PT.

Perkebunan Nusantara II sebagai lokasi penelitian untuk meneliti pengaruh kepemimpinan melayani terhadap turnover intention pada karyawan milenial.

Adapun judul penelitian ini yaitu ”Pengaruh Kepemimpinan Melayani terhadap Turnover Intention pada Karyawan Milenial di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara II”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah terdapat pengaruh kepemimpinan melayani terhadap turnover intention pada karyawan milenial dan jika ada, seberapa besar pengaruhnya?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran kepemimpinan melayani pada turnover intention karyawan khususnya generasi milenial.

(21)

D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menambah referensi dan menambah data empiris untuk memverifikasi kembali model yang melibatkan kepemimpinan melayani dan turnover intention dalam ilmu Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya pada konteks karyawan milenial.

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pustaka dan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya pengaruh kepemimpinan melayani terhadap turnover intention karyawan milenial pada perusahaan yang terlibat yaitu PT. Perkebunan Nusantara II

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber masukan bagi manajemen PT. Perkebunan Nusantara II.

E. Sistematika Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang latar belakang penelitian tentang pengaruh kepemimpinan melayani terhadap turnover intention, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(22)

Bab ini membahas landasan teori yang digunakan oleh peneliti terkait pengaruh kepemimpinan melayani terhadap turnover intention, hubungan antara kedua variabel yaitu kepemimpinan melayani dengan turnover intention dan hipotesis penelitian. Dalam bab ini termasuk definisi, aspek kepemimpinan melayani dan definisi, aspek/komponen, faktor yang mempengaruhi, dampak dari turnover intention.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini akan menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan subjek penelitian, metode pengumpulan data, uji coba alat ukur, validitas dan reliabilitas, prosedur pelaksanaan penelitian, serta metode pengolahan data.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan diuraikan mengenai keseluruhan interpretasi hasil penelitian, diawali dengan analisa data yang disertai gambaran umum subjek penelitian serta hasil penelitian. Selanjutnya, hasil penelitian tersebut akan dibahan berdasarkan teoriyang telah dipaparkan sebelumnya. Hal ini termasuk gambaran responden, hasil penelitian utama dan hasil penelitian tambahan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian penutup dari penelitian pengaruh kepemimpinan melayani terhadap turnover intention yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan hasil penelitian yang telah didapatkan. Saran-

(23)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Turnover Intention

1. Definisi Turnover Intention

Turnover intention merupakan variabel yang sering diteliti untuk memprediksi perilaku aktual turnover. Turnover adalah tingkat pergerakan individu dalam keanggotaan suatu organisasi, dimana pergerakan ini termasuk keluar dan masuknya karyawan dalam organisasi (Price, 1977). Menurut Mobley (1982), turnover merupakan peristiwa spesifik yang ditandai dengan pemisahan fisik dengan organisasi yaitu tindakan meninggalkan organisasi. Mobley (1982) juga mendefinisikan turnover karyawan sebagai penghentian keanggotaan organisasai oleh individu yang menerima kompensasi keuangan dari organisasi tersebut.

Turnover sendiri terbagi menjadi voluntary turnover dan involuntary turnover. Voluntary turnover adalah turnover yang diinisiasi atau dilakukan secara sukarela oleh anggota organisasi atau karyawan (Price, 1977). Sedangkan involuntary turnover adalah turnover yang tidak diinisiasi atau bukan disengaja oleh individu melainkan oleh organisasi (pemecatan, PHK, dan kematian).

Singkatnya, voluntary turnover merupakan keputusan karyawan untuk keluar dari organisasi dan involutary turnover merupakan keputusan organisasi untuk menghentikan hubungan kerja dengan karyawan (Shaw, Delery, G. Douglas Jenkins, & Gupta, 1998).

(24)

Penelitian turnover intention yang dimaksud dalam berbagai literatur adalah intensi dari perilaku voluntary turnover. Secara harafiah, intention (intensi) memiliki arti sebagai keiinginan, niat atau rencana yang akan dilakukan; maksud tujuan (Cambridge; Oxford Dictionary). Menurut Fishbein & Ajzen (1975), intensi mengacu pada kemungkinan subjektif seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Sehingga perilaku merupakan fungsi dari intensi untuk melakukan perilaku tersebut. Lebih lanjut lagi Ajzen (1991) menjelaskan bahwa intensi menggambarkan faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku; serta merupakan indikasi seberapa keras orang akan mencoba, dan seberapa banyak upaya yang mereka rencanakan untuk melakukan perilaku tersebut.

Mengacu pada definisi intensi yang dikemukakan Fishbein & Ajzen, maka turnover intention yaitu kemungkinan subjektif seseorang untuk keluar dari organisasi secara sengaja. Lebih jelas lagi, Tett & Meyer (1993) mendefinisikan turnover intention sebagai keinginan sadar dan disengaja untuk meninggalkan organisasi. Menurut Parasuraman (1982) konsep turnover intention mengacu pada kemungkinan yang dirasakan individu untuk tinggal di organisasi yang mempekerjakannya atau berhenti bekerja. Dengan kata lain, intensi perilaku menggambarkan motivasi untuk menetap atau meninggalkan organisasi (Parasuraman, 1982). Hasil berbagai studi hingga saat ini menunjukkan bahwa turnover intention merupakan prediktor terbaik dari perilaku turnover (Fishbein &

Ajzen, 1975; Mobley, 1977; Mobley, Griffeth, Hand, & Meglino, 1979;

Parasuraman, 1982).

(25)

Mobley dkk. (1979) menjelaskan bahwa intensi menggambarkan persepsi individu dan evaluasi terhadap alternatif. Evaluasi alternatif diikuti dengan membandingkan pekerjaan saat ini dengan alternatif. Jika perbandingan mendukung alternatif, maka akan menstimulir turnover intention. Menurut Fishbein & Ajzen (1975) intensi ditentukan oleh dua faktor yaitu attitude toward the behavior (sikap terhadap perilaku) dan subjective norm regarding the behavior (norma subjektif). Bedasarkan konsep ini, Ajzen (1991) menambahkan perceived behavioral control untuk memprediksi intensi. Secara keseluruhan, semakin baik sikap dan norma subjektif individu terhadap suatu perilaku, serta semakin besar kendali yang dirasakan atas perilaku maka akan semakin kuat intensi individu untuk melakukan perilaku tersebut.

2. Aspek-Aspek Turnover Intention

Menurut Ajzen (1991) berdasarkan pengembangan teori intensi Fishbein

& Ajzen, aspek-aspek intensi terdiri dari attitude toward the behavior, subjective norm, dan perceived behavioral control. Aspek-aspek turnover intention diturunkan berdasarkan teori ini yaitu:

a. Attitude toward the Behavior

Attiute toward the behavior atau sikap terhadap perilaku mengacu pada sejauh mana seseorang memiliki evaluasi atau penilaian yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dari perilaku yang bersangkutan. Dalam hal ini perilaku yang bersangkutan adalah turnover.

(26)

b. Subjective Norm toward the Behavior

Subjective norm atau norma subjektif mengacu pada tekanan sosial yang dirasakan individu untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku turnover. Dalam hal ini, individu akan menilai sejauh mana orang-orang penting (important others) akan menyetujui atau tidak menyetujui mereka untuk melakukan turnover.

c. Perceived Behavioral Control

Perceived behavioral control merujuk pada kemudahan atau kesulitan yang dirasakan individu untuk melakukan perilaku. Aspek ini diasumsikan mencerminkan pengalaman masa lalu serta halangan dan hambatan yang diantisipasi individu. Perceived behavioral control didasari oleh control beliefs yaitu keyakinan ada atau tidak adanya sumber daya dan peluang yang diperlukan. Semakin banyak sumber daya dan peluang yang diyakini individu mereka miliki, atau semakin sedikit hambatan yang mereka antisipasi, maka semakin besar kendali yang mereka rasakan atas perilaku tersebut.

Selain itu, Mobley (1977) telah mengemukakan model yang menggambarkan proses keputusan turnover yaitu, evaluasi terhadap pekerjaan yang ada→ kepuasan/ketidakpuasan kerja→ pemikiran untuk keluar→ evaluasi manfaat yang diharapkan dari pencarian pekerjaan dan cost of quitting→ intensi untuk mencari alternatif→ mencari alternatif→ mengevaluasi alternatif→

membandingkan alternatif dengan pekerjaan sekarang→ intensi untuk keluar→

(27)

turnover. Lebih lanjut lagi, Mobley dkk. (1978) menyederhanakan proses ini menjadi:

a. Thinking of Quitting

Thinking of quitting merupakan pemikiran individu untuk keluar dari organisasi. Pemikiran ini timbul akibat ketidakpuasan yang dirasakan.

Ketidakpuasan kerja maupun ketidakpuasan terhadap gaji, supervisor, promosi, rekan kerja dapat menstimulir pemikiran untuk keluar (Hollingsworth & Mobley, 1978).

b. Intention to Search

Intention to search merupakan intensi atau keninginan untuk mencari alternatif pekerjaan.

c. Intention to Quit

Intention to quit merupakan tahapan akhir pada proses ini yaitu ketika individu memiliki niat untuk meninggalkan organisasi.

Berdasarkan model ini, intention to quit merupakan pemicu utama perilaku turnover. Dalam model ini thinking of quitting membangkitkan intention to search dan selajutnya mengarah pada intention to quit .

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Turnover Intention

Menurut Mobley (1982) faktor-faktor yang mempengaruhi turnover yaitu kondisi perekonomian (misalnya ketersedian alternatif pekerjaan); variabel organisasional (misalnya kepemimpinan, sistem reward, desain pekerjaan, dsb.),

(28)

dan variabel individual. Mobley (1982) merangkum variabel organisasional yang mempengaruhi turnover sebagai berikut:

a. Type of Industry

Terdapat bukti bahwa tingkat turnover bervariasi antar berbagai industri.

Misalnya, Price (1977) (dalam Mobley, 1982) mengemukakan bahwa pabrik memiliki tingkat turnover yang lebih tinggi serta turnover industri penghasil produk dua kali lebih tinggi dibandingkan industri penghasil jasa.

b. Occupational Categories

Penelitian oleh Price (1977) menunjukkan pengaruh kategori pekerjaan terhadap turnover yang mana tingkat turnover buruh lebih tinggi dibanding pekerja kantoran (dalam Mobley, 1982). Hal ini dapat berguna bagi manajer untuk membandingkan tingkat turnover berdasarkan kategori pekerjaan di organisasinya dengan yang ada di industri dan pasar tenaga kerja yang relevan.

c. Organizational Size

Ukuran organisasi mempengaruhi tingkat turnover. Tingkat turnover lebih rendah pada organisasi yang lebih besar karena memiliki lebih banyak peluang mobilitas internal, penyeleksian personel dan proses manajemen sumber daya manusia yang canggih, sistem kompensasi yang lebih kompetitif, dan meiliki kegiatan penelitian personelia terkait turnover.

Pengaruh ukuran organisasi tehadap turnover ini terjadi secara tidak langsung melalui variabel lainnya.

(29)

d. Work-Unit Size

Ukuran unit kerja juga berhubungan dengan turnover melalui variabel lain seperti kohesifitas kelompok, personalisasi dan komunikasi. Misalnya, unit kerja yang lebih kecil memiliki tingkat turnover yang lebih rendah.

e. Pay

Turnover yang paling tinggi terjadi pada industri dengan upah yang rendah.

f. Job Content

Job content seperti rutinisasi, job autonomy, dan tanggung jawab kerja berkaitan dengan turnover. Price (1977) mengindikasikan bahwa rutinitas berhubungan positif dengan turnover serta job autonomy dan tanggung jawab kerja berhubungan negative dengan turnover (Porter & Steers dalam Mobley, 1982).

g. Supervisory Style

Beberapa studi telah mengeksplorasi hubungan antara pemimpin yang berorientasi pada orang atau karyawan (supervisory consideration) dan pemimpin yang berorientasi pada tugas (initiating structure). Turnover tertinggi terjadi pada kelompok kerja yang pemimpinnya tidak pengertian, terlepas dari tingkat strukturnya (Fleishman dan Harris, 1962; Skinner, 1969 dalam Mobley, 1982). Saleh, Lee, dan Prien (1965) menemukan bahwa kurangnya supervisory consideration merupakan alasan kedua penyebab terjadinya turnover di antara perawat (dalam Mobley, 1982).

(30)

Hal ini menunjukkan dengan jelas hubungan antara supervisory style dan turnover.

Berdasarkan penjelasan diatas, supervisory style ataupun gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi turnover maupun turnover intention. Salah satu gaya kepemimpinan yang dapat mempengaruhi turnover intention adalah gaya kepemimpinan melayani (Hunter, Neubert, Perry, Witt, Penney, &

Weinberger, 2013; Prakasch & Ghayas, 2019). Kepemimpinan melayani dapat mempengaruhi turnover intention secara langsung maupun melalui mediasi.

Misalnya studi oleh Kashyap & Rangnekar (2014) menunjukkan bahwa kepemimpinan melayani dapat meningkatkan employer branding yang positif yang pada gilirannya dapat menurunkan turnover intention karyawan. Selain itu, kepemimpinan melayani juga turut mempengaruhi turnover intention melalui mediator resiliensi (Mustamil & Najam, 2020); komitmen organisasi (Jang &

Kandampully, 2018); persepsi dukungan organisasi dan keterikatan kerja (Huning, Hurt, & Frieder, 2020).

B. Kepemimpinan Melayani

1. Definisi Kepemimpinan Melayani

Konsep kepemimpinan melayani pertama kali dikemukakan oleh Robert K. Greenleaf dalam publikasinya yang berjudul “The Servant as Leader” pada tahun 1970. Greenleaf menekankan bahwa kepemimpinan melayani merupakan gaya kepemimpinan yang mana pemimpin mengutamakan kepentingan orang lain daripada dirinya sendiri dan memusatkan upaya untuk membantu pengikutnya

(31)

tumbuh mencapai potensi sepenuhnya dan keberhasilan organisai serta karir yang optimal. Greeanleaf menyebutkan bahwa pemimpin memiliki perasaan alami ingin melayani terlebih dahulu dan kemudian secara sadar memiliki aspirasi untuk memimpin. Seorang pemimpin yang menerapkan servant-first akan memastikan bahwa kebutuhan utama orang lain terlayani (Greenleaf, 1977).

Kepemimpinan melayani berbeda dengan gaya kepemimpinan lainnya berdasarkan unsur motivasinya yaitu servant-first yang menjadi pemikiran mendasar dari konsep ini (Sendjaya & Sarros, 2002). Gaya kepemimpinan lainnya berfokus pada organisai sedangkan kepemimpinan melayani menempatkan pelayanan pada pengikutnya sebagai tujuan utama (Stone, Russell, & Patterson, 2004). Pemikiran mendasar untuk melayani membentuk model mental pemimpin yaitu "Saya melayani" sebagai lawan dari mentalitas "Saya memimpin" (Sendjaya

& Sarros, 2002). Menurut Sendjaya & Sarros (2002), pemipin yang melayani bertindak dengan pemikiran bahwa “Saya adalah pemimpin, oleh karena itu saya melayani”, bukan sebaliknya "Saya adalah pemimpin, oleh karena itu saya memimpin”.

Namun, perlu diingat bahwa mentalitas untuk melayani ini tidak menyiratkan sikap perbudakan dalam arti bahwa kekuasaan terletak di tangan para pengikut atau pun pemimpin memiliki harga diri yang rendah (van Dierendonck, 2010). Menurut Liden et.al (2008) untuk dapat mencapai potensi terbaik dari pengikutnya seorang pemimpin yang melayani mengandalkan komunikasi satu lawan satu untuk memahami kemampuan, kebutuhan, keinginan, tujuan, dan potensi individu tersebut. Dengan mengetahui karakteristik dan minat unik setiap

(32)

pengikutnya, para pemimpin kemudian membantu pengikut dalam mencapai potensi mereka. Orientasi melayani pemimpin tidak terbatas hanya pada dunia kerja, namun juga mencakup aspek kehidupan lainnya (Liden, Wayne, Zhao, &

Henderson, 2008).

Selanjutnya Eva et.al. (2019) mengemukakan definisi baru kepemimpinan melayani yang meliputi motif, cara, dan pola pikir pemimpinnya. Kepemimpinan melayani adalah (1) pendekatan kepemimpinan yang berorientasi pada orang lain (2) diwujudkan dengan memprioritaskan satu per satu kebutuhan dan kepentingan individu pengikut, (3) dan meninggalkan kepentingan diri sendiri untuk kepentingan orang lain di organisasi dan komunitas yang lebih besar. Dengan demikian, pemimpin memiliki motif utama untuk melayani orang lain dengan mengambil tanggung jawab sebagai pemimpin, yang dimanifestasikan dengan cara memprioritaskan kebutuhan tiap-tiap pengikutnya yang unik serta memiliki pola pikir atau mindset yang berorientasi pada orang lain.

2. Aspek-Aspek Kepemimpinan Melayani

Barbuto dan Wheeler (2006) mengemukakan lima dimensi karakteristik kepemimpinan melayani yang terdiri dari lima dimensi yaitu:

a. Altruistic Calling

Aspek ini merupakan karakteristik mendasar yang terdapat pada kepemimpinan melayani yaitu keinginan yang mengakar dari seorang pemimpin untuk membuat perbedaan positif dalam kehidupan orang lain.

(33)

Mereka menempatkan kepentingan orang lain diatas kepentingan mereka sendiri dan mengusahakan untuk memenuhi kebutuhan pengikutnya.

b. Emotional Healing

Emotional healing menggambarkan komitmen dan keterampilan seorang pemimpin dalam mendorong spiritual recovery atau pemulihan spiritual dari suatu kesulitan atau trauma. Pemimpin dengan karakteristik ini adalah orang yang sangat berempati dan pendengar yang baik, sehingga mereka mampu memfasilitasi proses healing tersebut. Pemimpin menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan untuk menyuarakan masalah pribadi maupun professional.

c. Wisdom

Wisdom dapat dipahami sebagai kombinasi dari kesadaran akan keadaan sekitarnya dan antisipasi terhadap konsekuensi. Pemimpin dengan wisdom yang tinggi akan jeli dan antisipatif.

d. Persuasive Mapping

Persuasive mapping menggambarkan sejauh mana pemimpin menggunakan penalaran logis dan kerangka mental. Pemimpin dengan persuasive mapping yang tinggi terampil dalam memetakan masalah dan mengkonseptualisasi peluang yang lebih besar dan menarik saat mengartikulasikan peluang tersebut.

(34)

e. Organizational Stewardship

Organizational stewardship menggambarkan sejauh mana pemimpin mempersiapkan organisasi untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat melalui pengembangan masyarakat, program, dan penjangkauan.

Selanjutnya, Liden, Wayne, Zhao, & Henderson (2008) mengemukakan aspek-aspek kepemimpinan melayani yang lebih lengkap lagi yaitu:

1. Emotional Healing

Emotional healing merupakan tindakan yang menunjukkan kepekaan terhadap masalah pribadi orang lain dan kesejahteraan pengikut.

2. Creating Value For The Community

Menciptakan nilai bagi komunitas yaitu mencakup keterlibatan pemimpin dalam membantu komunitas di sekitar organisasi serta mendorong pengikut untuk aktif di komunitas. Aspek ini ditunjukkan dengan kepedulian yang sadar dan bersungguh-sungguh untuk membantu komunitas.

3. Conceptual Skills

Keterampilan konseptual mencerminkan kompetensi pemimpin dalam memecahkan masalah pekerjaan dan memahami tujuan organisasi.

Pemimpin memiliki pengetahuan tentang organisasi dan tugas-tugas yang ada sehingga pemimpin dapat mendukung dan membantu orang lain, terutama pengikutnya secara efektif.

(35)

4. Empowering

Memberdayakan yaitu mendorong dan memfasilitasi orang lain, terutama pengikut langsungnya dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah serta memastikan kapan dan bagaimana menyelesaikan tugas kerja.

Pemimpin mempercayakan pengikutnya dengan tanggung jawab, otonomi, dan pengaruh pengambilan keputusan.

5. Helping Subordinates Grow and Succeed

Aspek ini menunjukkan kepedulian yang sungguh-sungguh terhadap pertumbuhan dan perkembangan karier orang lain dengan memberikan dukungan dan bimbingan. Pemimpin membantu pengikutnya untuk mencapai potensi penuh dan kesusksesan dalam karir mereka.

6. Putting Subordinates First

Mendahulukan bawahan yaitu pemimpin memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pengikut sebelum memenuhi kebutuhannya sendiri. Pada aspek ini pemimpin menggunakan tindakan dan kata-kata untuk menjelaskan kepada orang lain (terutama pengikut langsung) bahwa memuaskan kebutuhan kerja mereka adalah prioritas. Supervisor yang mempraktikkan prinsip ini akan sering menghentikan pekerjaan mereka sendiri untuk membantu bawahan menghadapi masalah dari tugas yang diberikan.

7. Behaving Ethically

Berperilaku etis yaitu termasuk bersikap jujur, dapat dipercaya, dan melayani sebagai bentuk integritas. Pemimpin berinteraksi secara terbuka, adil, dan jujur dengan orang lain.

(36)

3. Dampak Kepemimpinan Melayani

Liden et. al (2014) mengemukakan beberapa dampak dari kepemimpinan melayani seperti berikut:

1. Kreativitas/Inovasi

Kreativitas atau inovasi pengikut merupakan salah satu hasil dari kepemimpinan melayani. Hal ini terjadi dikarenakan adanya mutual trust atau rasa saling percaya antara pemimpin dan pengikutnya dalam kepemimpinan melayani yang kemudian mengarah pada meningkatnya kreativitas/inovasi para pengikutnya.

2. Perilaku Kepemimpinan Melayani

Para pengikut yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang melayani dengan sendirinya akan cenderung menjadi pemimpin yang melayani juga karena mereka terlibat pada perilaku prososial yang merupakan perilaku alami pemimpinnya. Menurut Liden ini dapat terjadi melalui pengembangan identitas prososial/moral pengikut. Ketika pengikut tumbuh dan identitas prososial/moral mereka menjadi lebih menonjol, mereka menjadi lebih mampu berperilaku sebagai pemimpin yang melayani.

3. Komitmen Organisasi

Dampak kepemimpinan melayani terhadap komitmen organisasi dimediasi oleh komitemen terhadap supervisor. Komitmen terhadap supervisor ini diperoleh ketika pemimpin memberikan dukungan (emotional healing dan membantu bawahan tumbuh dan sukses), keadilan melalui perilaku etis

(37)

serta memberikan pengalaman kerja ynag positif. Komitmen terhadap supervisor dapat meluas menjadi komitmen organisasi karena supervisor dianggap sebagai representasi utama dari organisasi.

4. Organizational Citizenship Behaviors (OCB) & Community Citizenship Behaviors

Organizational & community citizenship behaviors merupakan dampak dari kepemimpinan melayani melalui identitas prososial/moral pengikut.

OCB adalah perilaku prososial yang berkontribusi pada efektivitas organisasi namun tidak secara eksplisit ditutut kepada karyawan maupun diberi reward secara formal. Kemudian, perilku prososial yang sama tersebut dapat meluas ke luar organisasi menjadi community citizenship behaviors untuk memberi manfaat kepada komunitas di luar organisasi.

Hal ini mencirikan kepemimpinan melayani yang tidak terbatas fokus pada organisasi namun juga pada komunitas dan pengikutnya.

5. In-role Performance

Kepemimpinan melayani berdampak pada performa melalui peningkatan self-efficacy pengikutnya. Ini terjadi ketika pemimpin mengutamakan dan memberdayakan pengikutnya, sehingga pada giliranya menigkatkan kepercayaan diri terhadap kemampuan diri untuk dapat bekerja dengan baik.

6. Engagement

Dampak kepemimpinan melayani terhadap engagement berkaitan dengan autonomous motivation sebagaimana engagement sendiri merupakan

(38)

konsep motivasional. Selain itu, perilaku kepemimpinan melayani juga berkontirbusi pada engagement melalui empowerment atau pemberdayaaan.

Berdasarkan penjelasan diatas, kepemimpinan melayani terbukti dapat mempengaruhi perilaku dan sikap pengikutnya. Selain dari yang disebutkan diatas, kepemimpinan melayani juga turut mempengaruhi perilaku withdrawal pengikutnya misalnya disengagement dan turnover intention. Hasil studi menunjukkan bahwa kepemimpinan melayani dapat mengurangi turover intention pengikutnya (Mustamil & Najam, 2020).

C. Karyawan Milenial

Generasi adalah kelompok yang diidentifikasi dari kesamaan tahun lahir, usia, dan periode serta berbagi pengalaman dan peristiwa hidup yang dapat menyebabkan sikap dan perilaku mereka serupa (Kupperschmidt, 2000; DeVaney, 2015). Sedangkan generasi milenial adalah kelompok individu yang lahir pada tahun 1981-1996 dan pekiraan usia sekarang mencapai 24-39 tahun (Badan Pusat Statistik, 2021). Istilah milenial pertama kali dikemukakan oleh Strauss & Howe (1991). Meskipun terdapat perbedaan pengelompokan tahun lahir, pada dasarnya pengelompokan tahun lahir generasi Milenial berkisar pada tahun 1980-an hingga akhir 2000an . Sehingga, karyawan milenial adalah karyawan yang termasuk pada kelompok yang lahir pada periode waktu tahun 1981-2000.

Generasi milenial sangat dipengaruhi oleh globalisasi, teknologi komunikasi dan informasi, ekonomi, dan sosialisasi oleh orang tua yang sangat

(39)

terlibat (Myers & Sadaghiani, 2010). Menurut Myers & Sadaghiani (2010) generasi milenial menunjukkan sikap, nilai, keyakinan dan aspirasi di tempat kerja dengan cara yang berbeda dari generasi sebelumnya. Ketika memasuki dunia kerja karyawan milenial akan mengharapkan lingkungan yang sama seperti lingkungan mereka dibesarkan yaitu lingkungan penuh feedback, perhatian individu, pujian dan bimbingan (Thompson & Gregory, 2012). Mereka cenderung memiliki perspektif yang lebih luas dan berbeda terkait pasar dunia, hubungan antara supervisor-bawahan, keragaman budaya, kinerja tugas, dan cara teknologi komunikasi dan informasi dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja organisasi dan memaksimalkan produktivitas (Myers & Sadaghiani, 2010).

Karyawan milenial juga memiliki sejumlah karakteristik dalam dunia kerja. Menurut Frian & Mulyani (2018) generasi milenial mencari pekerjaan yang dapat memenuhi harapan mereka dan memiliki sistem pengembangan karyawan.

Karyawan milenial juga mengharapkan lingkungan yang fokus pada pengembangan individu mereka dalam konteks pekerjaan (Thompson & Gregory, 2012). Karyawan milenial menganggap kesempatan untuk belajar dan tumbuh sangat penting ketika mereka mencari pekerjaan baru dan memutuskan untuk menetap di suatu organisasi (Gallup, 2016). Karakteristik milenial lainnya yaitu

“casual” dimana karyawan milenial menginginkan lebih sedikit lingkungan kerja formal dan jika memungkinkan tidak perlu datang ke kantor sama sekali dan dapat bekerja dengan memanfaatkan teknologi dan internet (Thompson & Gregory, 2012).

(40)

Selain itu, hasil temun Gallup (2016) menyimpulkan bahwa karyawan milenial lebih sering mengganti pekerjaan dan kurang terikat (engaged) dibandingkan generasi sebelumnya. Karyawan milenial juga menunjukkan minat yang sedikit untuk bertahan pada pekerjaan mereka saat ini (Gallup, 2016). Gallup (2016) menyebutkan bahwa karyawan milenial mengharapkan seorang manajer yang tidak hanya sekedar berperan sebagai “boss” tapi juga melayani sebagai pelatih serta memiliki percakapan yang berfokus pada kekuatan mereka. Milenial memiliki kebutuhan yang tinggi akan umpan balik dan keinginan untuk diberi tahu dengan tepat bagaimana mengatasi masalah tertentu atau menyelesaikan tugas (Thompson & Gregory, 2012).

D. Dinamika Pengaruh Kepemimpinan Melayani dan Turnover Intention

pada Karyawan Milenial

Untuk menjadi perusahaan yang unggul dan kompetitif, tentunya perusahaan telah memberikan banyak usaha dan biaya untuk menciptakan dan mempertahankan sumber daya manusianya. Sumber daya manusia merupakan sumber daya yang tidak dapat ditiru dan tidak dapat digantikan serta merupakan sumber daya paling penting yang dikembangkan organisasi selama periode waktu tertentu (Kashyap & Rangnekar, 2014). Namun, permasalahan seperti turnover dapat terjadi di perusahaan. Turnover merupakan peristiwa spesifik yang ditandai dengan pemisahan fisik dengan organisasi yaitu tindakan meninggalkan organisasi (Mobley, 1982). Oleh karena itu, turnover sendiri menjadi permasalahan yang perlu ditangani oleh perusahaan agar tidak kehilangan karyawannya karena dapat merugikan perusahaan.

(41)

Saat ini, karyawan yang mendominasi dunia kerja adalah generasi milenial (PwC, 2020). Faktanya, karyawan milenial cenderung melakukan turnover lebih sering dibanding generasi sebelumnya (Gallup, 2016). Untuk mengantisipasi permasalahan turnover, perusahaan perlu menangani turnover intention atau keinginan karyawan untuk keluar dari organisasi secara sukarela. Turnover intention merupakan prediktor dan tahapan akhir dari perilaku turnover (Mobley, 1979). Sehingga turnover intention menjadi variabel yang sering diteliti untuk memprediksi turnover di organisasi. Turnover intention adalah keinginan sadar dan disengaja untuk meninggalkan organisasi (Tett & Meyer, 1993). Menurut Mobley (1982) turnover dipengaruhi oleh faktor individual dan organisasi.

Keputusan karyawan untuk meninggalkan organisasi dipengaruhi oleh salah satu faktor organisasional yaitu superviory style (Mobley, 1982). Lebih khusus lagi, hubungan dengan manajer langsung merupakan faktor untuk mempertahankan karyawan milenial (Hershatter & Epstein, 2010; Lancaster &

Stillman, 2002; Ng et al., 2010 dalam Thompson & Gregory, 2012). Selain itu karyawan juga tidak meninggalkan pekerjaan mereka melainkan meninggalkan manajer (Buckingham & Coffman, 1999; Eisenberger, Stinglhamber, Vandenberghe, Sucharski, & Rhoades, 2002 dalam Thompson & Gregory, 2012).

Lebih lanjut lagi studi oleh (Riaz & et.al, 2017) menunjukkan bahwa efektifitas kepemimpinan berpengaruh terhadap inetensi turnover.

Salah satu gaya kepemimpinan yang memnuhi kriteria sebagai kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan melayani (Gandolfi & Stone, 2018).

Kepemimpinan melayani adalah gaya kepemimpinan yang mengutamakan

(42)

kebutuhan atau kepentingan pengikutnya terlebih dahulu daripada kepentingan pemimpinnya (Greenleaf, 1970). Pemimpin dengan gaya kepemimpinan melayani berfokus untuk melayani dan memenuhi kebutuhan serta membantu pengikutnya tumbuh mencapai potensi terbaiknya. Dengan begitu, sebagai gantinya karyawan akan membalas upaya yang diberikan pemimpin dengan menunjukkan sikap dan perilaku positif. Kepemimpinan melayani yang berfokus pada pengembangan dan pertumbuhan karir maupun personal karyawan, akan dapat memenuhi kebutuhan karyawan milenial yang menuntut perkembangan karir serta feedback dari atasan.

Hasil studi oleh Sturm (2009) menunjukkan bahwa kepemimpinan melayani dapat mendukung pertumbuhan pribadi dan profesional yang pada akhirnya mendorong kepuasan kerja dan retensi. Penelitian (Liden, Wayne, Zhao,

& Henderson, 2008) menunjukkan bahwa kepemimpinan melayani dapat meningkatkan komitemen karyawan melalui proses interaksi atau pertukaran antara pemimpin dan bawahan. Liden dkk (2008) menjelaskan hubungan ini dengan konsep social exchange yang mana bawahan termotivasi untuk membalas upaya ekstra yang diberikan pemimpin dengan menunjukkan peningkatan komitmen terhadap organisasi. Usaha ekstra yang dimaksud adalah dimensi helping subordinate grow ini yang merupakan dedikasi supervisor untuk membantu bawahan tumbuh dan berhasil.

Selanjutnya, penelitian oleh Prakasch & Ghayas (2019) menunjukkan bahwa kepemimpinan melayani berpengaruh terhadap turnover intention.

Kashyap & Rangnekar (2014) menunjukkan bahwa perspsi karyawan terhadap

(43)

lebih spesifik, dalam studinya Kashyap & Rangnekar (2014) mengajukan bahwa employer branding dan tingkat kepercayaan karyawan kepada pemimpinnya berpotensi mempengaruhi tingkat retensi karyawan di organisasi mana pun dan mungkin mengontrol withdrawal cognition karyawan. Hasil studi tersebut membuktikan bahwa persepsi employer brand yang positif dan tingkat kepercayaan pada pemimpin secara berurutan memediasi hubungan antara kepemimpinan melayani dan turnover intention karyawan.

Hasil studi lainnya juga menunjukkan bahwa kepemimpinan melayani berperan sebagai faktor yang sangat penting dalam mengurangi turnover intention pada karyawan (Mustamil & Najam, 2020). Studi oleh Mustamil & Najam (2020) menujukkan bahwa kepemimpinan melayani secara langsung mempengaruhi turnover intention. Selain itu, studi ini juga menunjukkan variabel resiliensi yang dipengruhi oleh kepemimpinan melayani juga berperan sebagai mediasi terhadap turnover intention. Dalam hal ini, kepemimpinan melayani membantu membangun resiliensi untuk mengatasi kesulitan kerja dan peristiwa negatif;

sehingga karyawan dengan resiliensi yang tinggi cenderung memiliki turnover intention yang lebih rendah.

Selanjutnya, kepemimpinan melayani juga turut mempengaruhi turnover intention melalui mediator komitmen afektif terhadap organisasi (Jang &

Kandampully, 2018). Karyawan lebih berkomitmen secara emosional terhadap organisasinya ketika manajer mereka menunjukkan gaya kepemimpinan kepemimpinan melayani. Perasaan keterikatan karyawan dengan organisasi mendorong mereka untuk tetap bersama organisasi. Sehingga studi ini

(44)

menunjukkan kepemimpinan melayani meningkatkan komitmen organisasi afektif, yang pada akhirnya berkontribusi untuk mengurangi turnover intention karyawan.

Studi oleh Huning, Hurt, & Frieder (2020) menunjukkan bahwa kepemimpinan melayani mempengaruhi turnover intention melalui mediasi perceived organizational support dan job embededness. Menurut Huning, Hurt, &

Frieder (2020) temuan ini konsisten dengan teori kepemimpinan melayani yang menempatkan penekanan pada pengembangan karyawan, mendengarkan dengan empati, memberdayakan orang lain, dan memenuhi kebutuhan bawahannya, sehingga membina hubungan timbal balik yang mendalam antara pemimpin dan pengikut. Selain itu, studi oleh (Ng, Choi, & Soehod, 2016) terhadap karyawan Usaha Kecil Menengah juga menunjukkan ketika pemimpin lebih berperilaku gaya kepemimpinan servant, maka karyawan memiliki lebih sedikit intensi untuk meninggalkan organisasi. Berbagai uraian-uraian diatas menunjukkan bahwa kepemimpinan melayani mempengaruhi turnover intention baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui berbagai mediasi.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian-uraian diatas, penulis mengajukan hipotesis dalam penelitian ini. Hipotesis tersebut yaitu terdapat pengaruh negatif kepemimpinan melayani terhadap turnover intention karyawan milenial. Artinya semakin tinggi tingkat kepemimpinan melayani pemimpin (melalui persepsi karyawan) maka turnover intention karyawan milenial akan semakin rendah.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif didasarkan pada pengukuran variabel pada subjek untuk mendapatkan skor berupa nilai numerik yang kemudian dianalisis dan diinterprtasi dengan prosedur statistik (Gravetter & Forzano, 2018). Jenis penelitian yang digunakan ialah metode korelasional, dimana tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan melayani terhadap turnover intention pada karyawan milenial.

Dalam penelitian korelasional, dua atau lebih variabel diukur untuk mendapatkan satu set skor (biasanya dua skor) untuk setiap individu. Pengukuran tersebut kemudian diuji untuk mengidentifikasi setiap pola hubungan yang ada antara variabel dan untuk mengukur kekuatan hubungan.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini melibatkan dua variabel. Variabel adalah karakteristik atau kondisi yang berubah atau memiliki nilai yang berbeda bagi individu yang berbeda (Gravetter & Forzano, 2018). Variabel dalam peneilitian ini yaitu:

a. Variabel Dependen : Turnover intention b. Variabel Independen : Kepemimpinan melayani

(46)

B. Definisi Operasional Variabel 1. Turnover Intention

Turnover intention adalah keinginan sadar dan disengaja karyawan milenial untuk meninggalkan organisasi tempatnya bekerja. Pengukuran variabel turnover intention dilakukan dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek intensi dalam teori Ajzen (1991) yaitu:

1. Attitude toward turnover

2. Subjective norm toward turnover

3. Perceived behavioral control toward turnover

Skor turnover intention diperoleh dari total skor aspek-aspek turnover intention. Semakin tinggi total skor yang diperoleh maka semakin tinggi turnover intention. Sedangkan jika total skor yang diperoleh rendah, maka rendah pula turnover intention karyawan milenial tersebut.

2. Kepemimpinan Melayani

Kepemimpinan melayani adalah gaya kepemimpinan yang dipersepsikan karyawan milenial yang mana pemimpin melayani dengan menempatkan kepentingan bawahannya di atas kepentingannya sendiri dan memusatkan upaya untuk membantu bawahan tumbuh mencapai potensi maksimal mereka serta mencapai keberhasilan organisasi dan karir yang optimal.

Pengukuran variabel kepemimpinan melayani dilakukan dengan menggunakan skala kepemimpinan melayani yang sudah tersedia dan telah

(47)

dikembangkan berdasarkan aspek-aspek kepemimpinan melayani milik Liden, Wayne, Zhao, & Henderson (2008) yaitu:

a. Emotional healing

b. Creating value for the comunity c. Conceptual skills

d. Empowering

e. Helping subordinates grow and succeed f. Putting subordinates first

g. Behaving ethically

Semakin tinggi skor skala tersebut maka semakin menonjol tingkat kepemimpinan melayani yang diterapkan atasan. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin tidak menonjol pula tingkat kepemimpinan melayani yang diterapkan oleh atasan.

C. Populasi Penelitian

Populasi adalah kelompok besar atau seluruh kumpulan individu yang menarik bagi seorang peneliti (Gravetter & Forzano, 2018). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan milenial di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara II yang berjumlah 93 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sampling total yaitu jumlah sampel sama dengan jumlah populasi (Sugiyono, 2007). Namun setelah pengumpulan data, hanya terdapat 84 skala yang kembali kepada peneliti dan dari 84 data tersebut hanya 78 skala yang dapat diolah dikarenakan terdapat skala yang tidak terisi dengan lengkap.

(48)

Sehingga, total subjek dalam penelitian ini adalah 78 orang karyawan milenial di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara II.

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan alat ukur berupa skala. Skala adalah perangkat pertanyaan yang disusun untuk mengungkap atribut tertentu melalui respon terhadap pertanyaan tersebut (Azwar, 2012). Skala yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk skala likert atau rating scale. Skala likert mengharuskan peserta untuk merespons dengan memilih nilai numerik pada skala yang telah ditentukan dengan alternatif jawaban dari sangat positif hingga sangat negatif (Gravetter & Forzano, 2018).

Jenis pertanyaan skala penilaian ini sering disebut skala Likert (atau skala tipe Likert). Penggunaan skala likert yaitu responden diminta untuk menilai tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan dan memilih respon yang tersedia. Skala yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah servant leadership scale (SL-28) dan skala turnover intention yang akan disusun oleh peneliti.

1. Skala Kepemimpinan Melayani

Skala yang digunakan untuk mengukur variabel kepemimpinan melayani adalah skala yang dikembangkan berdasarkan aspek-aspek kepemimpinan melayani yang dikemukakan oleh Liden, Wayne, Zhao, &

Henderson (2008). Skala ini adalah skala adaptasi dari Servant Leadership Scale (SL-28) yang disusun oleh Liden, Wayne, Zhao, & Henderson (2008).

(49)

Skala ini berbentuk skala likert dengan tujuh pilihan respon yang dapat dipilih oleh responden. Tujuh pilihan respon tersebut yaitu sangat tidak setuju = 1;

tidak setuju = 2; agak tidak setuju = 3; netral = 4; agak setuju = 5; setuju = 6;

dan sangat setuju = 7.

Tabel 2. Blueprint Skala Kepemimpinan Melayani (SL-28)

No. Aspek Aitem Jumlah

1. Emotional healing 1, 2, 3, 4 4

2. Creating value for the comunity

5, 6, 7, 8 4

3. Conceptual skills 9, 10, 11, 12 4

4. Empowering 13, 14, 15, 16 4

5. Helping subordinates grow and succeed

17, 18, 19, 20 4

6. Putting subordinates first 21, 22, 23, 24 4

7. Behaving ethically 25, 26, 27, 28 4

Total 28

2. Skala Turnover Intention

Skala untuk mengukur variabel turnover intention dalam penelitian ini akan dikonstruksi oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek intensi dalam theory of planned behavior yang dikemukakan oleh Ajzen (1991). Skala ini akan disusun dengan bentuk skala likert yang terdiri dari tujuh respon

(50)

jawaban yaitu sangat tidak setuju = 1; tidak setuju = 2; agak tidak setuju = 3; netral = 4; agak setuju = 5; setuju = 6; dan sangat setuju = 7. Setiap aspek akan diuraikan kedalam pernyataan favorable dan unfavorable.

Tabel 3. Blueprint Skala Turnover Intention

No. Aspek Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Attitude toward turnover 3 1 4

2. Subjective norms towards turnover

3 1 4

3. Perceived behavioral control toward turnover

3 1 4

Total 9 3 12

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur

Validitas prosedur pengukuran adalah sejauh mana proses pengukuran mengukur variabel yang diklaim untuk diukur (Gravetter &

Forzano, 2018). Dalam penelitian ini, validitas alat ukur ditentukan dengan validitas isi (content validity). Validitas isi adalah sejauh mana aitem- aitem relevan dengan tujuan ukur skala (Azwar, 2012). Pengujian validitas ini dilakukan dengan analisis rasional yang dilakukan oleh professional judgement yaitu dosen pembimbing.

(51)

2. Uji Daya Beda Aitem

Daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2012). Uji daya beda aitem dilakukan untuk memilih aitem yang fungsi ukurnya selaras dengan fungsi ukur skala. Batasan kriteria pemilihan aitem untuk dapat dianggap memuaskan ditetapkan apabila koefisien korelasi aitem total (𝑟iK) ≥ 0,30. Sehingga aitem yang koefisien korelasinya dibawah 0,30 dianggap tidak memuaskan dan akan digugurkan. Pengujian daya beda aitem dilakukan dengan menggunakan korelasi product-moment pada aplikasi SPSS.

3. Reabilitas Alat Ukur

Reliabilitas suatu prosedur pengukuran adalah stabilitas atau konsistensi pengukuran. Suatu prosedur pengukuran dikatakan memiliki reliabilitas jika menghasilkan hasil yang identik (atau hampir identik) ketika digunakan berulang kali untuk mengukur individu yang sama dalam kondisi yang sama (Gravetter & Forzano, 2018). Untuk menguji realibilitas yaitu internal consistency alat ukur dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan koefisien Cronbach Alpha melalui aplikasi SPSS. Koefisien reliabilitas (rxX) bergerak dari angka 0 sampai dengan 1,00. Apabila koefisien reliabilitas semakin mendekati angka 1 maka semakin reliabel pengukurannya (Azwar, 2012).

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat mengurangi dampak keterlambatan dan pembengkakan biaya proyek dapat diusulkan program crashing yang dilakukan pada pekerjaan yang ada di jalur kritis

Verifier 3.5.1. Ketersedian prosedur pengelolaan flora yang dilindungi mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Sedang Prosedur Pengelolaan flora dilindungi yang

Ramalina fastigiata berwarna hijau, jenis lichenes ini berbentuk fruticose, morfologi thallusnya yang flattened (pipih) dan memiliki warna yang sama pada

Kawasan Lembah Bada menawarkan daya tarik kebudayaan yang berpadu dengan alam dalam bentuk saujana budaya (cultural landscape) seperti kerajinan dari kulit kayu, bentang

ANALISA PENGARUH PANJANG PIPA SPIRAL KATALIS HYDROCARBON CRACK SYSTEM UNTUK PENGHEMAT BAHAN BAKAR SEPEDA MOTOR 4 TAK HONDA MEGA PRO TERHADAP WAKTU PERFORMA MESIN, TEMPERATUR

Kesadaran akan pentingnya perlindungan sumber daya alam yang didalamnya terdapat keanekaragaman hayati sudah ditunjukkan dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967

Hasil analisis data diperoleh antara lain yaitu, ada korelasi yang signifikan antara power otot tungkai dan panjang tungkai dengan kecepatan lari dalam lari cepat 60 meter pada

Hasil tes tulis subjek S2 Pada data tes tertulis memperlihatkan adanya aktivitas perencanaan dilihat garis bawah sebagai apa yang diketahui sehingga saat wawancara