• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Hakikat Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) a. Pengertian Model Pembelajaran

Model dapat diartikan sebagai kerangka konseptual, benda tiruan atau barang pendapat tersebut dikemukakan oleh Toeti Sukamto dan Winataputra (Sukarno, 2006: 144). Model sebagai kerangka konseptual dipergunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.

Menurut Sagala (2010: 176), “Model dirancang untuk mewakili realitas yang sesungguhnya, walaupun model itu sendiri bukanlah realitas dari dunia yang sebenarnya.” Pribadi (2010: 86) menyatakan bahwa model merupakan sesuatu yang menggambarkan keseluruhan konsep yang saling berkaitan. Semua benda yang ada di alam semesta hampir bisa dibuat modelnya sesuai dengan keperluan guru atau pun siswa.

Model juga bisa dibuat secara lebih rinci atau lebih sederhana sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai suatu tiruan untuk mewakili realitas yang sesungguhnya.

Menurut Putra (2013: 52) pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, yaitu antara guru sebagai pemberi informasi dan peserta didik sebagai penerima informasi. Sedangkan menurut Suwarto (2014:

23) “Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang diciptakan oleh guru

(2)

dengan tujuan untuk membuat siswa belajar secara aktif guna mencapai tujuan instruksional”.

Pembelajaran merupakan suatu sistem. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rusman (2014: 1) yang menyatakan bahwa:

Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling terhubung satu dengan yang lian. Komponen tersebut meliputi: tujuan. Materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan model pembelajaran apa yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi.

Menurut Winataputra (2001) , model pembelajaran adalah:

kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran (Sugiyanto, 2009: 3)

Menurut Winkel (1987), model pembelajaran merupakan pedoman praktis pada pengelolaan pembelajaran di dalam kelas yang mencakup komponen pokok yang dipertimbangkan oleh guru. Frederic Habel (1978) menjelaskan bahwa model pembelajaran dapat digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran (Sukarno, 2006: 144).

(3)

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

b. Pengertian Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Tujuannya adalah agar siswa mempunyai kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya. (Hardini & Puspitasari, 2012: 127)

Secara sederhana pembelajaran berbasis proyek didefinisikan sebagai suatu pengajaran yang mencoba mengaitkan antara teknologi dengan masalah kehidupan sehari-hari yang akrab dengan siswa, atau dengan suatu proyek sekolah. Sementara itu Bransfor dan Stein (1993) mendefinisikan pembelajaran berbasis proyek sebagai pendekatan pengajaran yang komperehensif yang melibatkan siswa dalam kegiatan penyelidikan yang kooperatif dan berkelanjutan (Warsono & Hariyanto, 2012: 153).

Dalam modul implementasi Kurikulum 2013 dijelaskan bahwa pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai inti pembelajaran. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar (Majid & Rochman, 2014: 162).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Project Based Learning adalah model pembelajaran yang inovatif yang memberikan kesempatan bagi guru untuk mengkolaborasikan pembelajaran dengan suatu proyek, sehingga

(4)

peserta didik aktif, mandiri, dan mendapatkan pengalaman langsung untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya dalam kerja proyek tersebut.

c. Prinsip Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)

Prinsip merupakan sebuah landasan dalam melakukan berbagai hal. Prinsip pembelajaran merupakan kerangka teoritis sebuah metode pembelajaran. Agar setelah melakukan kegiatan belajar didapatkan hasil yang efektif dan efesien tentu saja diperlukan prinsip-prinsip belajar tertentu yang dapat melapangkan jalan kearah keberhasilan. Prinsip ini yang sangat mempengaruhi dalam menentukan level kualitas sebuah proyek. Hal ini sejalan dengan Thomas (2000), pembelajaran berbasis proyek mempunyai beberapa prinsip, yaitu (a) sentralistik (centrality), (b) pertanyaan pendorong/ penuntun (driving question), (c) investigasi konstruktif (constructive investigation), (d) otonomi (autonomy), dan (e) realistis (realism) (Wena, 2010: 145) yang dijabarkan sebagai berikut.

1) Prinsip Sentralistik (Centrality)

Project Based Learning adalah model pembelajaran yang menegaskan bahwa kerja proyek merupakan esensi kurikulum.

Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran, di mana siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek.

Oleh karena itu, kerja proyek bukan merupakan praktik tambahan dan aplikasi praktis dari konsep yang sedang dipelajari, melainkan menjadi sentral kegiatan pembelajaran di kelas.

2) Prinsip Pertanyaan Pendorong/ Penuntun (Driving Question)

Project Based Learning adalah model pembelajaran yang berarti bahwa kerja proyek berfokus pada “pertanyaan atau permasalahan” yang dapat mendorong siswa untuk berjuang

(5)

memperoleh konsep atau prinsip utama suatu bidang tertentu. Lebih lanjut Blumenfeld menyatakan bahwa kaitan antara pengetahuan konseptual dengan aktivitas nyata dapat ditemui melalui pengajuan pertanyaan, ataupun dengan cara memberikan masalah dalam bentuk definisi yang lemah.

3) Prinsip Investigasi Konstruktif (Constructive Investigation)

Project Based Learning adalah model pembelajaran yang mengarah kepada pencapaian tujuan. Suhartadi (Wena, 2010: 146) berpendapat bahwa jika kegiatan utama dalam kerja proyek tidak menimbulkan masalah bagi siswa, atau permasalahan itu dapat dipecahkan oleh siswa melalui pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, maka kerja proyek itu hanya sekadar “latihan”, bukan proyek dalam konteks pembelajaran berbasis proyek. Oleh karena itu, penentuan jenis proyek haruslah dapat mendorong siswa untuk mengonstruksi pengetahuan sendiri untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya.

4) Prinsip Otonomi (Autonomy)

Project Based Learning adalah model pembelajaran yang mengartikan sebagai kemandirian peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran , yaitu bebas menentukan pilihannya sendiri, bekerja dengan minimal supervisi, dan bertanggung jawab. Dalam hal ini guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator untuk mendorong tumbuhnya kemandirian siswa.

5) Prinsip Realistis (Realism)

Suhartadi (Wena, 2010: 146-147) memaparkan bahwa

“Project Based Learning adalah model pembelajaran yang berarti bahwa proyek merupakan sesuatu yang nyata, bukan seperti di

(6)

sekolah.” Artinya pembelajaran berbasis proyek mengandung tantangan nyata yang berfokus pada permasalahan yang autentik (bukan simulasi), bukan dibuat-buat, dan solusinya dapat diimplementasikan di lapangan. Untuk itu, guru harus mampu merancang proses pembelajaran yang nyata, dan hal ini bisa dilakukan dengan mengajak siswa belajar pada dunia kerja yang sesungguhnya.

d. Karakteristik Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang besar untuk memberi pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa. Menurut Buck Institute for Education (1999) (Wena, 2010:

145) memaparkan bahwa pembelajaran berbasis proyek memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) siswa membuat keputusan; 2) terdapat masalah; 3) siswa merancang proses utuk mencapai hasil; 4) siswa mendapatkan dan mengelola informasi; 5) siswa melakukan evaluasi; 6) siswa melihat kembali apa yang sudah dikerjakan; 7) hasil kerja berupa produk dan dievaluasi; 8) kelas bersifat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.

Dari karakteristik model pembelajaran Project Based Learning di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa diberikan tanggung jawab untuk mengelola informasi yang dikumpulkan dan menghasilkan sebuah produk untuk selanjutnya dievaluasi. Kegiatan evaluasi tersebut dapat digunakan untuk melatih keterampilan komunikasi siswa.

(7)

e. Strategi Mendesain Suatu Proyek

Steinberg (1997) (Majid & Rochman, 2014: 165-169) menyebutkan 6 strategi dalam mendesain suatu proyek, yang disebut dengan The Six A’s of Designing Project. Keenam strategi tersebut dijelaskan secara rinci oleh Hardini dan Pupitasari (2012: 132-134) yaitu:

1) Authenticity (Keautentikan)

Hal ini dilakukan dengan beberapa strategi berikut.

a) Mendorong dan membimbing siswa untuk memahami kebermaknaan tugas yang dikerjakan.

b) Merancang tugas siswa sesuai dengan kemampuannya.

c) Mendorong dan membimbing siswa agar mampu menghasilkan sesuatu dari tugas yang dikerjakan.

2) Academic Rigir (ketaatan terhadap nilai akademik) Hal ini dilakukan dengan beberapa strategi berikut.

a) Mendorong dan mengarahkan siswa agar mampu menerapkan berbagai ilmu pengetahuan dalam menyelesaikan tugas.

b) Merancang dan mengembangkan tugas-tugas yang dapat memberi tantangan pada siswa untuk menggunakan berbagai metode dalam pemecahan masalah.

c) Mendorong dan membimbing siswa untuk mampu berpikir tingkat tinggi dalam memecahkan masalah.

3) Applied Learning (belajar pada dunia nyata) Hal ini dilakukan dengan beberapa strategi berikut.

a) Mendorong dan memimbing siswa untuk mampu bekerja pada konteks permasalahan yang nyata di masyarakat.

b) Mendorong dan mengarahkan agar siswa mampu bekerja dalam situasi organisasi yang menggunakan teknologi tinggi.

(8)

c) Mendorong dan mengarahkan siswa agar mampu mengelola kemampuan keterampilan pribadinya.

4) Active Exploration (aktif meneliti)

Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa strategi berikut.

a) Mendorong dan mengarahkan siswa agar dapat menyelesaikan tugasnya sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.

b) Mendorong dan mengarahkan siswa untuk melakukan penelitian dengan berbagai macam metode, media, dan berbagai sumber.

c) Mendorong dan mengarahkan peserta didik agar mampu berkomunikasi dengan orang lain, baik melalui presentasi maupun media lain.

5) Adult Relationship (hubungan dengan peneliti) Hal ini dapat dilakukan dengan strategi berikut.

a) Mendorong dan mengarahkan siswa untuk mampu belajar dari orang lain yang memiliki pengetahuan yang relevan.

b) Mendorong dan mengarahkan siswa bekerja/berdiskusi dengan orang lain/temannya dalam memecahkan masalah.

c) Mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajak pihak luar untuk terlibat dalam menilai unjuk kerjanya.

6) Assesment (penilaian)

Hal ini dapat dilakukan dengan strategi berikut.

a) Mendorong dan mengarahkan siswa agar mampu melakukan evaluasi diri terhadap kinerjanya dalam mengerjakan tugasnya.

b) Mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajak pihak luar untuk terlibat mengembangkan standar yang terkaitdengan tugasnya.

(9)

c) Mendorong dan mengarahkan siswa untuk menilai unjuk kerjanya.

Keenam langkah evaluatif tersebut dijadikan peneliti sebagai pedoman dalam merancang suatu bentuk pembelajaran berbasis proyek.

Dengan mengacu pada standar tersebut, pembelajaran proyek yang dilakukan oleh siswa dapat lebih bermakna bagi pengembangan dirinya.

f. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Project Based Learning Menurut modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 terdapat enam langkah dalam pembelajaran project based learning, keenam lamgkah tersebut dapat digambarkan pada gambar 2.1. skema langkah pembelajaran project based learning di bawah ini.

Sumber: Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013, Kemendikbud 2015

Skema langkah pembelajaran Project Based Learning di atas dijelaskan lebih rinci oleh Majid dan Rochman (2014, 168-169) sebagai berikut.

1) Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start with the essential question) Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan yang dapat memberi penugasan bagi peserta didik untuk melakukan aktivitas.

Penentuan Pertanyaan Mendasar

Menyususn Perencanaan

Proyek

Menyususn Jadual

Monitoring Menguji Hasil

Evaluasi Pengalaman

Gambar 2. 1. Skema Langkah Pembelajaran Project Based Learning

(10)

Pengambilan topik disesuaikan dengan realitas dunia nyata dan relevan untuk peserta didik.

2) Mendesain Perencanaan Proyek (Design a plan the project)

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan peserta didik. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang mendukung dalam menjawab pertanyaan yang esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

3) Menyusun Jadwal (Create a schedule)

Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal dalam menyelesaikan proyek. Penyususnan jadwal berfungsi untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan proyek.

4) Memonitor Peserta Didik dan Kemajuan Proyek (Monitor the students and the progress of the project)

Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek.

Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses.

5) Menguji Hasil (assess the outcome)

Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu guru dalam menyususn strategi pembelajaran berikutnya.

6) Mengevaluasi pengalaman (evaluate the experience)

(11)

Pada akhir proses pembelajaran, guru dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Guru dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

Langkah-langkah pembelajaran Project Based Learning pada modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 yang telah dijabarkan di atas, dijadikan oleh peneliti sebagai acuan dalam menyusun langkah- langkah pembelajaran, yaitu: (1) Penentuan pertanyaan mendasar, (2) Menyususn perencanaan proyek, (3) Menyususn jadual, (4) Monitoring, (5) Menguji hasil, dan (6) Mengevaluasi pengalaman.

g. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)

1) Kelebihan Model Pembelajaran Project Based Learning

Menurut Majid dan Rochman (2014: 164) beberapa keuntungan dari model pembelajaran Project Based Learning antara lain: (a) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik; (b) Mening- katkan kemampuan pemecahan masalah; (c) Membuat pesertadidik menajadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem; (d) Mening- katkan kolaborasi; (e) Mengembangkan dan mempraktikkan ke- terampilan komunikasi peserta didik; (f) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber; (g) Memberikan pengalaman pada peserta didik praktik dalam mengorganisasi proyek; (h) Me- nyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara

(12)

kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata; (i) Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi kemudian iimplementasikan dalam dunia nyata; (j) Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan.

Sedangkan menurut Moursund (1997), keuntungan dari model pembelajaran Project Based Learning antara lain increased motivation, increased problem solving ability, improved library research skills, increased collaboration, increased resource management skills (Wena, 2010: 147). Adapun penjabarannya akan diuraikan sebagai berikut:

a) Meningkatkan motivasi (Increased motivation)

Pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, terbukti dari beberapa laporan penelitian tentang pembelajaran berbasis proyek yang menyatakan bahwa siswa sangat tekun, berusaha keras untuk menyelesaikan proyek, siswa merasa lebih semangat dalam pembelajaran, dan keterlambatan dalam kehadiran sangat berkurang.

b) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah (Increased problem solving ability)

Beberapa sumber mendeskripsikan bahwa lingkungan belajar pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, membuat siswa lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang bersifat kompleks.

c) Memperbaiki keterampilan menggunakan media pembelajaran (Improved library research skills)

Pembelajaran berbasis proyek mempersyaratkan siswa harus mampu secara cepat memperoleh informasi melalui sumber-

(13)

sumber informas, maka keterampilan siswa untuk mencari dan mendapatkan informasi akan meningkat.

d) Meningkatkan semangat dan keterampilan berkolaborasi (Increased collaboration)

Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.

Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi adalah aspek-aspek kolaboratif dari semua proyek.

e) Meningkatkan keterampilan dalam manajemen berbagai sumber daya (Increased resource management skills)

Pembelajaran berbasis proyek yang diimplementasikan secara baik memberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain.

Berdasarkan research John W. Thomas (2000: 37) disimpulkan bahwa, “...PBL is an effective method for teaching students complex processes and procedures such as planning, communicating, problem solving, and decision making,....” pernyataan tersebut diterjemahkan secara bebas oleh peneliti, yang artinya PBL atau Project Based Learning merupakan metode yang efektif untuk mengajarkan siswa proses dan prosedur yang kompleks seperti perencanaan, komunikasi, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Berdasarkan research tersebut dapat disimpulkan bahwa Project Based Learning memiliki kelebihan untuk mengajarkan proses dan prosedur komunikasi kepada siswa.

Berdasarkan uraian kelebihan model pembelajaran Project Based Learning menurut para ahli di atas, maka peneliti

(14)

menyimpulkan bahwa terdapat lima kelebihan model pembelajaran Project Based Learning, yaitu: (a) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik, (b) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, (c) Meningkatkan kolaborasi, (d) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi, (e) Memberikan pengalaman pada peserta didik pembelajarn dan praktik dalam mengorganisasi proyek.

2) Kelemahan Model Pembelajaran Project Based Learning

Dari pembahasan mengenai model pembelajaran Project Based Learning dapat ditemukan banyak kelebihan dalam penerapan model tersebut. Selain kelebihan, model ini juga memiliki beberapa kekurangan. Secara umum kekurangan dari pembelajaran berbasis proyek adalah diperlukannya pertimbangan yang benar-benar matang untuk memilik proyek yang tepat agar sesuai dengan materi maupun kemampuan peserta didik. Adapun kekurangan dari model pembelajaran Project Based Learning sebagai berikut (Majid &

Rochman, 2014: 164): (a) Membutuhkan alokasi waktu yang cukup banyak; (b) Membutuhkan biaya yang cukup banyak; (c) Banyaknya peralatan yang harus disediakan.

Menindaklanjuti beberapa kekurangan di atas, peneliti memiliki solusi untuk mengatasinya, yaitu: (a) pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan alokasi waktu yang sudah direncakan;

(b) memanfaatkan barang-barang bekas atau yang sudah tersedia di sekolah untuk sarana dan prasarana pembelajaran PjBL; (c) memilih proyek sederhana merancang dan mendesain pembelajaran dengan baik, membuat strategi yang tepat agar model pembelajaran ini dapat dilaksanakan secara maksimal.

(15)

2. Hakikat Keterampilan Mengomunikasikan a. Definisi Keterampilan Mengomunikasikan

Keterampilan berasal dari kata “terampil” yang berarti cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Keterampilan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas yang dibebankan (Sanjaya, 2008: 7). Senada dengan Sanjaya, menurut Ivancevich (2006: 85) keterampilan adalah bakat yang dipelajari yang seseorang miliki untuk melakukan suatu tugas.

Menurut Natawidjaya (1993: 25) “keterampilan merupakan perilaku yang diperoleh melalui tahap-tahap belajar tertentu.” Kata keterampilan sama artinya dengan kata kecekatan (Soemarjani, 2001: 2).

Menurut Soemarjani (2001: 2), terampil atau cekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu dengan cepat dan benar. Sedangkan, menurut Syah (1997: 119) “keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat- urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah.” Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah kecakapan, kemampuan, dan keahlian seseorang dalam melakukan suatu tindakan untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan baik dalam pemikiran dan tingkah laku.

Mengomunikasikan berasal dari kata dasar komunikasi yang memperoleh imbuhan me-an. Menurut Barba (1998: 240),

“Communicating is the scientific thinking process that conveys ideas through social interchanges or social discource.” Pernyataan tersebut berarti mengomunikasikan adalah proses berpikir ilmiah yang

(16)

menyampaikan gagasan-gagasan melalui pertukaran sosial dan komunikasi sosial.

Di kehidupan ini komunikasi merupakan sesuatu yang sangat vital. Komunikasi berperan penting bagi kehidupan manusia, karena manusia itu sendiri dikenal sebagai makhluk social. Setiap saat pasti manusia di dunia ini melakukan komunikasi, baik itu komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal. dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara untuk berkomunikasi.

Komunikasi adalah kemampuan untuk menyampaikan hasil pengamatan atau pengetahuan yang dimiliki kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan (Bundu, 2006: 26). Evertt M. Rogers (Majid

& Rochman, 2014: 194) mendefinisikan komunikasi sebagai “proses yang di dalamnya terhadap suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan untuk mengubah perilakunya.”

Pendapat senada dikemukakan oleh Theodore Herbert (Majid &

Rochman, 2014: 194), yang menyatakan bahwa “komunikasi merupakan proses yang didalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa tujuan khusus.” Selain pengertian komunikasi di atas, Wilbur Schramm (Majid & Rochman, 2014: 194), memiliki pemikiran yang sedikit lebih detil, menurutnya komunikasi merupakan tindakan melaksanakan kontak antara pengirim dan penerima, dengan bantuan pesan; pengirim dan penerima memiliki beberapa pengalaman bersama yang memberi arti pada pesan dan simbol yang dikirim oleh pengirim, dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dpat disimpulkan bahwa, komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak

(17)

kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

Dengan demikian, mengomunikasikan dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan pemyampaian informasi, hasil pengamatan atau pengetahuan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima untuk mencapai tujuan tertentu.

Berdasarkan pembahasan mengenai definisi keterampilan dan mengomunikasikan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan mengomunikasikan adalah kecakapan, kemampuan, dan keahlian seseorang dalam menyampaikan informasi, hasil pengamatan atau pengetahuan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Keterampilan Mengomunikasikan Sebagai Bagian dari Pendekatan Keterampilan Proses

Menurut Depdikbud (Dimyati & Mudjiono, 2009: 157),

“Pendekatan Keterampilan Proses (PKP) adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri pebelajar.”

Menurut Funk (Dimyati & Mudjiono, 2009: 140), keterampilan proses terbagi menjadi dua, yaitu: (1) keterampilan-keterampilan dasar (Basic skill), (2) keterampilan-keterampilan terintegrasi (integrated skill).

Keterampilan keterampilan dasar terdiri dari enam keterampilan, yaitu:

mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Sedangkan keterampilan- keterampilan terintegrasi terdiri dari mengintegrasikan variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan

(18)

hubungan antarvariabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyususn hipotesis, mendifinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian, dan melaksanakan eksperimen.

Dari penjelasan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan mengomunikasikan merupakan bagian dari pendekatan keterampilan proses, yaitu pada keterampilan dasar (basic skill). Secara terperinci, Hadiat (1998) mengemukakan ciri-ciri dari keterampilan mengomunikasikan yang perlu dilatihkan pada siswa di sekolah. Ciri-ciri keterampilan mengomunikasikan tersebut diuraikan pada tabel 2.2. di bawah ini.

Tabel 2. 1. Tabel ciri aktivitas keterampilan proses Keterampilan

Proses Ciri aktivitas

Mengkomunikasikan Membaca grafik, tabel atau diagram, menjelaskan hasil percobaan, mendiskusikan hasil percobaan, dan menyampaikan laporan secara sistematis.

Sumber: Bundu, 2006: 31 c. Pengembangan Keterampilan Mengomunikasikan

Dalam kegiatan pembelajaran ada banyak potensi siswa yang dapat dikembangkan untuk mengomunikasikan hasil kegiatan belajar peserta didik yang berupa bentuk penyajian (tulisan, gambar, pajangan), peserta (diri sendiri, siswa yang lain, guru, atau orang tua), dan tujuan penyajian (pengembangan ide/ pemikiran, laporan kegiatan yang telah dilaksanakan, menyajikan hasil observasi, temuan/ kesimpulan) (Bundu, 2006: 37).

Menurut Bundu (2006: 37), guru dapat membantu siswa dalam pengembangan keterampilan komunikasi dengan cara: 1) Selalu

(19)

menyiapkan waktu untuk berdiskusi; 2) Memperkenalkan teknik-teknik penyajian informasi melalui latihan langsung dengan presentase di depan kelas; 3) Menyiapkan bahan-bahan referensi yang sesuai dan sumber informasi yang lainnya; 4) Menganjurkan siswa untuk selalu menggunakan buku catatan untuk merekam apa saja yang ditemukan dalam suatu kegiatan; 5) Memberikan kesempatan siswa untuk mendiskusikan hasil temuan mereka dan cara menyajikannya.

Pengembangan keterampilan mengomunikasikan siswa tentunya menjadi hal yang penting. Hal ini sesuai dengan pendapat Abbasi, dkk (2011; 1) dalam jurnal internasional yang menyatakan “ In this fast paced environment where the interaction of individuals with other individuals has become very important, we most certainly feel the need for good communication skills”. Pernyataan tersebut diterjemahkan secara bebas oleh peneliti yaitu, dalam lingkungan yang serba cepat di mana interaksi individu dengan individu lainnya telah menjadi sangat penting, kita pasti memerlukan kemampuan komunikasi yang baik. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan untuk dapat mengembangkan keterampilan mengomunikasikan pada siswa.

Menurut Hosnan (2014: 76), mengutip Permendikbud nomor 81a tahun 2013 menyampaikan bahwa kegiatan dalam keterampilan mengomunikasikan dalam pembelajaran adalah menyampaikan hasil pengamatan berdasarkan analisi secara lisan, tertulis, atau media lainnya.

Kegiatan mengomunikasikan pada penelitian ini adalah kegiatan menyajikan hasil proyek siswa secara lisan di depan kelas dan tertulis dalam bentuk laporan percobaan dan laporan hasil pengamatan. Peserta didik yang lain bisa memberikan pendapat, komentar, saran atau perbaikan mengenai apa yang dipresentasikan oleh rekannya.

(20)

d. Indikator Keterampilan Mengomunikasikan

Hadiat (1998) mengemukakan indikator dari keterampilan mengomunikasikan pada tabel 2.3. di bawah ini.

Tabel 2. 2. Indikator Keterampilan Proses SD Menurut Hadiat (1998)

Sumber: Bundu, 2006: 63 Menurut pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator keterampilan mengomunikasikan pada siswa SD meliputi:

membaca grafik, tabel atau diagram, menjelaskan hasil percobaan, menyampaikan laporan secara sistematis. Indikator tersebut akan dikembangkan oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa di kelas.

e. Penilaian Keterampilan Mengomunikasikan melalui Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)

Untuk mengukur kadar ketercapaian tujuan pembelajaran, maka guru harus melaksanakan evaluasi atau penilaian. “Penilaian merupakan suatu proses untuk mengetahui apakah proses dan hasil dari suatu program kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditetapkan (Suwandi, 2011: 9).” Sedangkan evaluasi adalah penilaian keseluruhan program pendidikan (Suwandi, 2011: 9). Dengan demikian jelas bahwa penilaian merupakan bagian dari evaluasi pendidikan

Evaluasi dan penilaian ini pun tidak hanya meliputi satu aspek saja, melainkan harus meliputi semua aspek yang dikembangkan pada

Keterampilan Proses Indikator

Komunikasi

Membaca grafik, tabel atau diagram.

Menjelaskan hasil percobaan.

Menyampaikan laporan secara sistematis.

(21)

siswa sehingga kompleks. Seperti pendapat Kunandar (2014: 257) aspek keterampilan tidak dapat dipisahkan dengan aspek pengetahuan, karena aspek pengetahuan menunjukkan peserta didik tahu tentang keilmuan dan aspek keterampilan menunjukkan peserta didik bisa tentang keilmuan tersebut. Oleh karena itu evaluasi dan penilaian dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam mengambil keputusan. Dengan demikian, seorang guru dapat mengetahui apa langkah selanjutnya yang dapat diberikan pada siswa terkait dengan pembelajarannya.

Penilaian keterampilan dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang ketercapaian kompetensi. Penilaian keterampilan dapat dilakukan melalui beberapa jenis penilaian. Peneliti menggunakan teknik penilaian unjuk kerja. Kunandar (2014: 263) berpendapat bahwa penilaian unjuk kerja adalah penilaian yang secara efektif digunakan untuk kepentingan pengumpulan berbagai informasi tentang bentuk-bentuk perilaku atau keterampilan yang diharapkan muncul pada diri peserta didik.

Keterampilan mengomunikasikan dapat diukur dengan menggunakan rubrik. Rubrik ini berisi tentang indikator-indikator yang hendak dicapai. Kriteria penilaian ini berpedoman pada indikator keterampilan mengomunikasikan menurut Hadiat yang dikembangkan oleh peneliti sesuai dengan keadaan dan karakteristik siswa. Untuk mempermudah penilaian, maka dapat menggunakan rubrik penilaian rating scale. Indikator yang sudah dikembangkan diinput ke dalam rubrik dengan tingkatan capaian kinerja. Indikator yang sudah dikembangkan oleh peneliti tertera pada Lampiran 13 hal. 178 dan Lampiran 14 hal. 181 3. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain:

(22)

a. Imada Khairunisa (2015) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Sistem Pemerintahan Pusat Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Wergu Wetan Kota Kudus Tahun Ajaran 2014/2015.” Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran Project Based Learning dapat meningkatkan pemahaman konsep sistem pemerintahan pusat dalam pembelajaran PKn pada siswa kelas IV SD Negeri 2 Wergu Wetan, Kudus tahun ajaran 2014 / 2015. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya nilai pemahaman konsep sistem pemerintahan pusat yaitu pada pratindakan nilai rata -rata pemahaman konsep sistem pemerintahan pusat siswa yaitu 47,3; pada siklus I nilai rata – rata siswa adalah 75,37; dan pada siklus II meningkat menjadi 84,13. Ketuntasan pemahaman konsep sistem pemerintahan pusat pada pratindakan sebanyak 13 siswa atau 37,14%; siklus I sebanyak 24 siswa atau 68,57%; sedangkan siklus II sebanyak 31 siswa atau 88,57%.

Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Project Based Learning dapat meningkatkan pemahaman konsep sitem pemerintahan pusat pada siswa kelas IV SD Negeri 2 Wergu Wetan Kota. Dari penelitian tersebut diperoleh persamaan dengan penelitian ini yaitu pada variabel x atau variabel bebas berupa model pembelajaran Project Based Learning (PjBL). Perbedaannya pada penelitian tersebut peneliti lebih fokus kepada peningkatan pemahaman konsep pada siswa sedangkan penelitian yang saya lakukan berfokus kepada peningkatan keterampilan mengomunikasikan pada siswa.

b. Tri Mutoharoh (2015) dengan judul “Peningkatan Keterampilan Mengkomunikasikan Cerita Narasi Melalui Pemanfaatan Media Wayang Kartun Pada Siswa Kelas II SD Negeri Laweyan Surakarta Tahun Ajaran

(23)

2014/2015.” Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa Pembelajaran mengkomunikasikan cerita narasi dengan menggunakan media wayang kartun pada siswa kelas II SD Negeri Laweyan, Surakarta menunjukkan hasil peningkatan terhadap keterampilan mengkomunikasikan cerita narasi siswa. Peningkatan keterampilan mengkomunikasikan cerita narasi diketahui dari hasil tes unjuk kerja siswa pada kegiatan mengkomunikasikan cerita narasi yang dipelajarinya dengan memanfaatkan wayang kartun di depan kelas yang dilaksanakan pada siklus I, siklus II, dan siklus III. Melalui kegiatan mengkomunikasikan cerita narasi dengan memanfaatkan media wayang kartun secara terus- menerus mengakibatkan siswa mampu menceritakan kembali cerita dengan isi cerita yang kompleks dan padat, siswa mampu menceritakan kembali cerita di depan kelas dengan lancar, siswa mampu menyampaikan cerita dengan alur yang runtut dan mudah dipahami, siswa mampu bercerita dengan bahasa Indonesia yang tepat, siswa dapat mengutarakan gagasan dengan kalimat yang tepat, dan mampu menyesuaikan pemilihan wayang kartun dengan jalan cerita. Dari tindakan tiap siklus, di peroleh data yang menunjukkan bahwa peningkatan keterampilan mengkomunikasikan cerita narasi siswa terjadi di sertiap siklus melalui peningkatan rata-rata nilai keterampilan mengkomunikasikan cerita narasi dan ketuntasan klasikalnya. Pada siklus I, rata-rata nilai keterampilan mengkomunikasikan cerita narasi adalah sebesar 72, pada siklus II nilai keterampilan mengkomunikasikan cerita narasi adalah sebesar 77, dan pada siklus III nilai keterampilan mengkomunikasikan cerita narasi adalah sebesar 84. Sementara itu, ketuntasan klasikal pada siklus I adalah 50%, siklus II adalah 76%, dan pada siklus III adalah 94,4%. Perbedaannya adalah pada penelitian di

(24)

atas, peneliti lebih berfokus pada pemanfaatan media wayang kartun untuk meningkatkan keterampilan mengkomunikasikan pada siswa kelas II SD Negeri Laweyan Surakarta, sedangkan penelitian yang saya lakukan lebih fokus pada penggunaan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) untuk meningkatakan keterampilan mengkomunikasikan pada siswa kelas IV di SDIT Nur Hidayah Surakarta.

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori yang dikemukakan di atas, maka disusun suatu kerangka berpikir atas permasalahan yang dihadapi. Berdasarkan observasi awal, wawancara, dan hasil tes pratindakan menunjukkan bahwa keterampilan mengomunikasikan siswa kelas IV B SDIT Nur Hidayah Surakarta masih kurang.

Penyebab kurangnya keterampilan mengomunikasikan pada proses pembelajaran ini terbagi menjadi dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi: (1) pembelajaran masih berpusat pada guru, (2) sarana dan prasarana yang ada kurang memadai (3) guru belum menerapkan model pembelajaran yang aktif, (4) kurangnya waktu untuk melakukan kegiatan keterampilan mengomunikasikan, (5) lingkungan sekolah belum dimaksimalkan untuk mendukung pembelajaran keterampilan mengomunikasikan. Faktor internal meliputi: (1) siswa kurang termotivasi dalam pembelajaran, (2) siswa merasa keterampilan mengomunikasikan adalah hal yang sulit, (3) kurangnya rasa percaya diri pada siswa.

Berangkat dari masalah tersebut, maka diadakan tindakan untuk meningkatkan keterampilan mengomunikasikan siswa pada pembelajaran pada siswa kelas IV B SDIT Nur Hidayah Surakarta. Peneliti mempunyai solusi untuk menggunakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dalam pelaksanaan pembelajaran. Model tersebut dipilih karena dapat pembelajaran

(25)

berbasis proyek memiliki kelebihan yaitu mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi dalam pembelajaran peserta didik dapat merasakan dan mempertanyakan secara mendalam keberadaan masalah, berawal dari hal tersebut peserta didik dapat diarahkan aktif dan mampu mengomunikasikan hasil belajarnya. Keaktifan peserta didik dalam pembelajaran akan memberikan kebermaknaan dalam kegiatan belajar peserta didik karena peserta didik terlibat secara langsung. Oleh sebab itu peserta didik akan lebih mudah mengomunikasikan hasil belajarnya pada proses pembelajaran di hadapan orang lain.

Pada kondisi akhir terdapat peningkatan keterampilan mengomunikasikan siswa. Keberhasilan penelitian ini ditandai dengan peningkatan keterampilan mengomunikasikan siswa sebesar 85% siswa dari 37 siswa yang memperoleh nilai keterampilan mengomunikasikan secara lisan dan tertulis di atas KKM ≥ 75. Sehingga peneliti menyusun skema kerangka berpikir yang terdapat pada gambar 2.2. di bawah ini.

(26)

Kondisi Awal

Guru kelas IV B SDIT Nur Hidayah Surakarta tahun ajaran 2015/2016

mengajar dengan menggunakan metode

ceramah.

Keterampilan mengomunikasikan siswa kelas IV B SDIT Nur Hidayah Surakarta tahun ajaran 2015/2016

rendah.

Tindakan

Kondisi Akhir

Penerapan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL)

dalam pembelajaran untuk meningkatkan

keterampilan mengomunikasikan

pada peserta didik.

Siklus I Terdapat peningkatan

keterampilan mengomunikasikan

Siklus II Keterampilan mengomunikasikan

siswa meningkat menjadi 85% dari 37

siswa.

Keterampilan mengomunikasikan pada

peserta didik meningkat

Gambar 2. 2. Skema Kerangka Berpikir

(27)

C. HIPOTESIS

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut:

Penerapan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dapat meningkatkan keterampilan mengomunikasikan pada siswa kelas IV B SDIT Nur Hidayah Surakarta tahun ajaran 2015/2016.

Gambar

Gambar 2. 1. Skema Langkah Pembelajaran Project Based Learning
Tabel 2. 1. Tabel ciri aktivitas keterampilan proses  Keterampilan
Tabel 2. 2. Indikator Keterampilan Proses SD Menurut Hadiat (1998)
Gambar 2. 2. Skema Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu algoritma yang dapat digunakan untuk menemukan association rule adalah Algoritma Apriori yang dapat menampilkan informasi berupa nilai support dan

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Dengan melakukan pemeriksaan tersebut peneliti dapat membantu manajemen menilai apakah aktivitas pengelolaan persedian barang jadi telah dilakukan sesuai dengan prosedur

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana membuat Sistem Pendukung keputusan Penentuan Lokasi Baru Lembaga Bimbingan Belajar Ganesha Operation

Penyelenggaraan program studi tersebut saat ini dirasakan adanya kebutuhan yang cukup mendesak untuk terbukanya akses untuk mendapatkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi