IBADAH MINGGU JEMAAT DI MASA PANDEMI COVID-19 STUDI KASUS DI JEMAAT GKST SION SANGELE DENGAN KAJIAN SOSIO TEOLOGIS Angelica Kardia Jelfiana Ompi1, Pdt. Dr. Tony R. Tampake2, Pdt. Imanuel Teguh
H.,M.Si3
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
1[email protected], 2[email protected], 3[email protected]
Pendahuluan
Pada tahun 2019, tepatnya pada akhir bulan Desember, masyarakat di dunia ini digemparkan dengan kehadiran virus corona di Negara Cina.1 Pada tanggal 7 Januari 2020 pemerintah Tiongkok resmi memberitahukan bahwa virus ini merupakan jenis virus baru yang sebelumnya disebut sebagai 2019-nCoV oleh World Health Organization (WHO).2 Virus ini kemudian menyebar ke berbagai Negara yang ada di dunia ini, termasuk Indonesia.
Pada tanggal 2 Maret 2020 tercatat bahwa Indonesia menempati urutan ke-22 Negara di Asia yang terpapar virus Covid-19.3
Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 21 tahun 2020 resmi dikeluarkan dalam rangka penanganan kasus Covid-19 di Indonesia. Peraturan tersebut berisikan tentang pembatasan sosial berskala besar dalam rangka percepatan penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).4 Pembatasan sosial yang dilakukan tidak hanya berlaku bagi aktivitas- aktivitas sosial masyarakat tetapi juga berlaku untuk aktivitas-aktivitas keagamaan. Aktivitas- aktivitas keagamaan meliputi ibadah bersama di gedung gereja atau tempat ibadah, melakukan bakti sosial dan masih banyak lagi kegiatan-kegiatan yang mengundang atau berpotensi untuk mengumpulkan orang dengan jumlah yang banyak.
1 “Timeline Wabah Virus Corona, Terdeteksi pada Desember 2019 hingga Jadi Pandemi Global,” Mela Arnani, terakhir diubah 12 Maret 2020, diakses 03 Maret 2021 pukul 11.09 WITA, https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/12/113008565/timeline-wabah-virus-corona-terdeteksi-pada- desember-2019-hingga-jadi.
2 Arnani, “Timeline Wabah Virus Corona, Terdeteksi pada Desember 2019 hingga Jadi Pandemi Global.”
3 “Indonesia Urutan ke-22 Negara di Asia yang Terpapar Kasus Virus Corona COVID-19,” Tanti Yulianingsih, terakhir diubah 02 Maret 2020, diakses 25 November 2020, pukul 16.04 WITA, https://www.liputan6.com/global/read/4192101/indonesia-urutan-ke-22-negara-di-asia-yang-terpapar-kasus- virus-corona-covid-19,
4 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 (Salinan) yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 2020 oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 2020 kepada Menteri hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Yasonna H Laoly.
Cara penyebaran virus Covid-19 ini adalah dengan tetesan pernapasan (droplets dan aerosol).5 Dikatakan bahwa ketika orang yang terinfeksi Covid-19 batuk, bersin atau berbicara, droplets atau partikel kecil yang disebut aerosol membawa virus ke udara dari hidung atau mulut mereka6 sehingga pemerintah menyarankan agar masyarakat bisa menggunakan masker ketika bepergian keluar rumah. Selain dari tetesan pernapasan, virus ini juga menyebar dengan cara transmisi udara dan juga transmisi permukaan benda.7 Virus ini dikatakan berbahaya karena menyerang sistem pernapasan dan sistem imun manusia.8 Beberapa gejala yang ditimbulkan oleh virus ini adalah pilek, sakit tenggorokan, batuk dan demam.9
Berbicara mengenai ibadah pastinya akan selalu berkaitan dengan perkumpulan banyak orang yang sama-sama bersyukur atas peristiwa-peristiwa tidak terduga yang terjadi dalam kehidupan mereka. Dalam jurnal yang dituliskan oleh Tison dan Djadi dikatakan bahwa :
Ibadah merupakan suatu wujud ketaatan orang percaya kepada Allah dan syukur orang percaya atas apa yang ditetapkan sebagai suatu keharusan untuk pertumbuhan rohani dan untuk berbakti kepada Allah, sebagai umat kepunyaan-Nya.10
Ibadah tidak bergantung pada perasaan tetapi pada pengakuan akan keagungan Allah, ibadah mengikat relasi horizontal yang berarti bahwa ibadah kepada Allah mencakup relasi dengan sesama manusia.11 Ibadah dilakukan karena sadar akan perbuatan Allah yang harus dinyatakan diantara relasi bersama dengan manusia di tengah dunia ini.12 Ibadah adalah bentuk persembahan seluruh diri manusia kepada Allah (Roma 12:1).13 Dalam ibadah, Injil diberitakan karena Injil adalah “kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang
5 “4 Cara Penularan Virus Corona, dari Transmisi Pernapasan Hingga Tinja,” Gloria Setyvani Putri, terakhir diubah 21 Januari 2021, diakses 02 Maret 2021, pukul 8.27 WITA, https://www.kompas.com/sains/read/2021/01/21/130000523/4-cara-penularan-virus-corona-dari-transmisi- pernapasan-hingga-tinja?page=all.
6 Putri, “4 Cara Penularan Virus Corona, dari Transmisi Pernapasan Hingga Tinja.”
7 Putri, “4 Cara Penularan Virus Corona, dari Transmisi Pernapasan Hingga Tinja.”
8 “Tanya-Jawab Seputar Virus Corona Penyebab Covid-19,” Mela Arnani, terakhir diubah 16 Februari
2020, diakses 02 Maret 2021, pukul 13.46 WITA
https://www.kompas.com/tren/read/2020/02/16/120700965/tanya-jawab-seputar-virus-corona-penyebab-covid- 19?page=all.
9 Arnani, “Tanya-Jawab Seputar Virus Corona Penyebab Covid-19,”
10 Tison Tison dan Jermia Djadi, “Pengajaran Tentang Ibadah Berdasarkan Surat Ibrani 10:19-25 dan Implementasinya Dalam Kehidupan Orang Percaya Pada Masa Kini”, Jurnal Jaffray 11, No. 1 (2 April 2013):
37.
11 Agustina Pasang, “Unsur-unsur Ibadah yang Alkitabiah dan Relevansinya bagi Ibadah Kristen Masa Kini”, Jurnal Teologi Kristen, Vol. 1, No. 1 (November 2019): 27.
12 Franklin M. Segler and C. Randall Bradley, “Christian Worship: It’s Theology and Practice”, (Nashville, Tennessee: B&H Publishing Group, 2006), 3-4.
13 Debora Nugrahenny Christimoty, “Teologi Ibadah dan Kualitas Penyelenggaraan Ibadah: Sebuah Pengantar”, PASCA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 15, No.1 (April 2019): 4.
percaya” (Roma 1:16).14 Ibadah yang sesungguhnya adalah ibadah yang berpusat kepada Allah, dari Allah, oleh Allah dan bagi kemuliaan Allah (Roma 11:36).15
Menurut Abineno, ibadah jemaat adalah pertemuan yang bersifat terbuka.16 Pertemuan antara Allah dan Jemaat sebagai umatNya.17 Ibadah jemaat memberikan kesempatan kepada seluruh jemaat untuk mengambil bagian di dalam ibadah, bukan saja reseptif, tetapi juga secara aktif. 18 Hal ini kemudian memberikan sebuah pemahaman bahwa pertemuan antara manusia dan Allah sesungguhnya tidak terjadi pada hari minggu saja, melainkan berlangsung setiap hari.
Ibadah yang dilaksanakan pada hari minggu merupakan bentuk dari rasa syukur jemaat atas kasih dan penyertaan Tuhan dalam kehidupan mereka. Ada begitu banyak alasan mengapa orang-orang lebih memilih datang ke gereja untuk beribadah. Beberapa mencari persekutuan, yang lain menginginkan pengalaman pribadi.19 Terkadang, jemaat merasa puas ketika kebutuhan kerohanian mereka bisa terpenuhi. Kemudian ketika kebutuhan kerohanian ini sudah terpenuhi, jemaat bisa dengan bebas membagikannya dengan jemaat yang lain, sehingga mereka juga turut merasakan.
Gereja dilihat sebagai tempat di mana manusia bertemu dengan keselamatan yang diberikan Allah kepadanya dalam Yesus Kristus.20 “Di mana firman itu ada, di sana ada iman; dan di mana ada iman, di sana ada gereja yang benar”.21 Gereja yang kelihatan dibentuk oleh pemberitaan Firman Allah22. Dari pernyataan tersebut maka bisa dipahami bahwa sesungguhnya gedung gereja merupakan wadah yang digunakan untuk mendapatkan refleksi iman atas kasih Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam wadah tersebut, jemaat bertemu dengan sesama jemaat untuk saling berbagi kisah tentang penyertaan Tuhan dalam perjalanan kehidupan mereka.
14 Christimoty, “Teologi Ibadah dan Kualitas Penyelenggaraan Ibadah”, 6.
15 Pasang, “Unsur-unsur Ibadah yang Alkitabiah dan Relevansinya bagi Ibadah Kristen Masa Kini,”
31.
16 J.L.Ch. Abineno, “Jemaat: Ujud, Peraturan, Susunan, Pelayanan dan Pelayanan-pelayananNya”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 72,
17 J.L.Ch. Abineno, “Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 214.
18 Abineno, “Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen,” 7
19 David Ray, “Gereja yang Hidup: Ide-ide Segar Menjadikan Ibadah Lebih Indah”, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009), 72.
20 Jan S. Aritonang, Chr. De Jonge, “Apa dan Bagaimana Gereja? Pengantar Sejarah Eklesiologi”, (Jakarta: Gunung Mulia, 2009), 5.
21 Alister E. McGrath,”Sejarah Pemikiran Reformasi,” (Jakarta: Gunung Mulia, 1999), 249.
22 McGrath, “Sejarah Pemikiran Reformasi,” 249.
Setiap orang pastinya memiliki jawaban yang berbeda-beda ketika ditanyakan „hal apa yang mendorong sehingga tetap beribadah walaupun hanya dari rumah?‟. Jawaban yang sering didengar adalah agar tetap menjaga kesatuan atau persekutuan bersama dengan Tuhan.
Selain itu, orang-orang termotivasi untuk tetap beribadah karena mendapatkan jawaban dari setiap masalah yang dihadapi. Beribadah bukan hanya sekedar datang untuk membaca Firman, merenungkan Firman, mengangkat pujian di gedung gereja tetapi beribadah adalah bagaimana seseorang berusaha untuk mendapatkan ketenangan jiwanya melalui semua proses yang dilakukan ketika ia beribadah.
Dalam rangka pemutusan mata rantai penyebaran virus Covid-19, Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPH-PGI) pada tanggal 16 Maret 2020 mengeluarkan sebuah imbauan kepada gereja-gereja agar menerapkan social distance dalam pelaksanaan ibadah, membatasi jumlah jemaat yang hadir serta menyediakan hand sanitizer ataupun tempat cuci tangan.23 Selain penerapan social distance, MPH-PGI juga menghimbau supaya gereja-gereja bisa mengembangkan metode ibadah dari rumah masing-masing dengan memanfaatkan media teknologi yang ada, sehingga jemaat yang tidak berkesempatan hadir ataupun memiliki kondisi yang tidak memungkinkan untuk ikut ibadah di dalam gedung gereja boleh mengikuti ibadah tersebut dari rumah.24
Dalam perjalanan kehidupan bergereja, khususnya Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST), situasi di masa Covid-19 ini merupakan sebuah kontroversi. Dalam hal ini, segala kegiatan gerejawi yang biasa dilakukan secara langsung atau tatap muka diubah menjadi sebuah kegiatan yang menggunakan media-media online. Gereja tidak lagi bebas melaksanakan ibadah onsite dengan menghadirkan jemaat dalam jumlah yang banyak.25
Untuk tetap beribadah sebagian jemaat memilih mengikuti ibadah dari rumah, melalui siaran TV Agape yang difasilitasi oleh gereja ataupun ibadah di rumah yang dipimpin oleh kepala keluarga. Tata ibadah yang digunakan adalah tata ibadah yang diberikan oleh Majelis Jemaat kepada masing-masing keluarga. Tidak menutup kemungkinan bahwa ada juga jemaat yang memilih untuk mengikuti ibadah live streaming yang disiarkan melalui media sosial youtube ataupun facebook.26
23 Imbauan Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPH-PGI) pada tanggal 16 Maret 2020.
24 “PGI Dukung Ibadah Online untuk Mengatasi Penyebaran Covid-19,” Markus, terakhir diubah 15 Maret 2020, diakses 03 Maret 2021, pukul 15.11 WITA, https://pgi.or.id/pgi-dukung-ibadah-online-untuk- mengatasi-penyebaran-covid-19/.
25 Hasil wawancara bersama seorang Pemudi (S.B), 12 Januari 2021.
26 Hasil wawancara bersama seorang ibu (S.P), 22 Januari 2021.
Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah pada tanggal 21 Maret 2020 ikut mengeluarkan surat seruan penggembalaan II dalam rangka menyikapi penyebaran virus corona (Covid-19). Isi surat tersebut adalah:
Tentang kegiatan ibadah yang menghimpun warga jemaat baik ibadah minggu dan semua jenis kegiatan ibadah, dengan tidak mengurangi nilai persekutuan dan sakralnya ibadah bersama maka Majelis Sinode menegaskan untuk sementara tidak dilaksanakan secara terpusat tetapi di rumah masing-masing.27
Hal ini menjadi sangat jelas bahwa Majelis Sinode GKST juga mengambil tindakan agar warga jemaatnya tetap dalam keadaan yang aman dan sehat.
Bergereja di tengah situasi Covid-19 ini banyak menimbulkan kontroversi di kalangan jemaat. Ada sebagian jemaat menganggap bahwa ibadah yang dilakukan secara online adalah ibadah yang tidak sungguh-sungguh, sehingga ibadah di dalam gedung gereja menjadi sebuah hal yang sangat diperlukan dalam rangka pendapatan makna dari ibadah itu sendiri.28 Ibadah minggu yang dilaksanakan secara daring atau online banyak memunculkan kendala-kendala yang bisa saja mengganggu jalannya ibadah itu sendiri. Jemaat yang melakukan ibadah daring atau online bisa saja dengan bebas melakukan aktivitas lain selain beribadah, sehingga fokus jemaat tidak hanya pada ibadah tetapi pada aktivitas lain yang sedang dilakukan bersamaan dengan proses ibadah.29 Kemudian muncul sebuah pernyataan bahwa sesungguhnya ketika jemaat melakukan ibadah daring atau online jemaat hanyalah menonton khotbah bukan melakukan ibadah yang sesungguhnya. Berdasarkan hal tersebut maka sesungguhnya jemaat lebih memilih untuk melakukan ibadah di gedung gereja dibanding melakukan ibadah daring atau online.30
Di samping itu, ada sebagian jemaat beranggapan bahwa kehadiran virus Covid-19 memberikan warna baru tentang cara beribadah. Beribadah pada hari minggu yang dilaksanakan bersama keluarga dalam keadaan sederhana, membuat jemaat bisa lebih menghayati arti dari anugerah Tuhan dalam kehidupan mereka maupun keluarga mereka.
Selain itu, jemaat mengakui bahwa jika dalam sebuah keluarga itu terdapat salah seorang anggota keluarga yang bisa dikatakan jarang ke gereja atau jarang mengikuti ibadah pada hari
27 Seruan penggembalaan II menyikapi penyebaran virus corona (Covid-19), Majelis Sinode GKST:
Pdt. Jetroson Rense, M.Th (Ketua Umum) dan Pdt. Yulianus Tolewo, S.Th, M.A (Sekretaris Umum), Tentena 21 Maret 2020.
28 Hasil wawancara bersama seorang Ibu (S.P), 22 Januari 2021.
29 Timotius Cong, “Apakah Ibadah Online di Saat Pandemi Sama dengan Nonton Khotbah?”, terakhir diubah 14 Mei 2020, diakses 30 Januari 2021, pukul 06.36 WITA, https://www.kompasiana.com/timotiuscong/5eb6452b097f36681e3e8f34/ibadah-online-dipandemi-sama- dengan-nonton-khotbah-alasannya.
30 Cong, “Apakah Ibadah Online di Saat Pandemi Sama dengan Nonton Khotbah?”
minggu, maka dalam situasi seperti ini ia pasti mengikuti ibadah yang dilakukan di rumah masing-masing.31
Sebagian jemaat ini melihat ibadah daring atau online dari sisi positifnya. Mereka berpendapat bahwa sesungguhnya melaksanakan ibadah daring atau online adalah solusi paling tepat. Hal tersebut dikarenakan jemaat bisa dengan mudah menjangkau orang-orang yang mengikuti ibadah pada saat itu. Dalam hal ini, ibadah yang dilakukan dari rumah melalui media daring atau online adalah bentuk ibadah sederhana yang bisa meningkatkan relasi antar anggota keluarga.32
Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) merupakan salah satu organisasi gereja yang terletak di Provinsi Sulawesi Tengah.33 Gereja ini berdiri pada 18 Oktober 1947 dan memiliki jemaat yang tersebar luas di berbagai wilayah yang ada di Sulawesi Tengah dan sebagian kecil berada di wilayah Sulawesi Selatan.34 Beberapa wilayah dari jemaat yang ada di GKST merupakan wilayah Pekabaran Injil (PI). Wilayah Pekabaran Injil merupakan wilayah yang masih memiliki keterbatasan dalam transportasi, teknologi dan jaringan. Hal ini kemudian yang menjadi pergumulan ketika gereja berusaha menghadapi masalah mengenai Covid-19.
Di masa ini, gereja sangat membutuhkan teknologi sebagai media penyampaian Firman.35 Beberapa wilayah yang termasuk dalam kategori jemaat kota sudah mahir dalam penggunaan teknologi, tetapi ada juga wilayah-wilayah yang termasuk dalam kategori jemaat desa belum terlalu memahami tentang cara penggunaan teknologi. Salah satu contoh kategori jemaat kota adalah jemaat GKST Sion Sangele.
Proses peribadatan yang dilakukan pada hari minggu sebelum virus Covid-19 ini hadir, dilakukan di gereja dengan memakai sebuah infocus serta LCD (Liquid Crystal Display) sebagai media untuk menampilkan tata ibadah, kidung pujian serta poin-poin penting dalam warta jemaat. Selain itu, gereja juga memakai Sound System sebagai alat bantu untuk mengeraskan suara pemimpin ibadah yang sedang mewartakan Firman, majelis yang membawakan warta jemaat, serta para kantoria atau singer.
Penambahan kebutuhan mulai muncul ketika virus Covid-19 ini hadir. Gereja tidak hanya menggunakan LCD dan infocus untuk menampilkan tata ibadah, kidung pujian, serta warta
31 Hasil wawancara bersama seorang Ibu (S.P), 22 Januari 2021.
32 Hasil wawancara bersama seorang Ibu (O) dan seorang Pemuda (A), 25 Januari 2021.
33 Dj. Tanggerahi et al., “Wajah GKST: Buku Kenangan 100 Tahun Injil Masuk Tana Poso”, (Malang:
Dioma, 1992), 45-46.
34 Dj. Tanggerahi et al., “Wajah GKST”, 45-46.
35 Yahya Afandi, “Gereja dan Pengaruh Teknologi Informasi “Digital Ecclesiology,” Jurnal Fidei 1, No. 2 (Desember 2018).
jemaat, tetapi gereja sudah menggunakan media internet untuk menampilkan semua aktivitas saat ibadah dalam satu tempat dan disiarkan dalam satu media. Bagi jemaat GKST Sion Sangele sendiri, peristiwa ibadah yang disebabkan oleh kehadiran virus ini memberikan kesadaran bagi kehidupan beribadah setiap jemaat.
Tidak hanya kesadaran dalam kehidupan peribadahan, tetapi kesadaran akan pentingnya menikmati serta menjalani hari-hari bersama dengan keluarga di rumah masing-masing.
Segala aktivitas yang selama ini tidak pernah dilakukan secara bersama-sama, kini bisa dilakukan. Berdasarkan hal tersebut kemudian jemaat GKST Sion Sangele menganggap bahwa sesungguhnya kehadiran virus Covid-19 ini juga memiliki dampak yang positif.
Pada tanggal 22 Mei 2020, PGI mengeluarkan sebuah surat himbauan terkait perpanjangan pelaksanaan ibadah secara daring atau ibadah dari rumah.36 Hal ini sesuai dengan pertimbangan atas terjadinya penambahan kasus Covid-19 di Indonesia. Dalam surat imbauan tersebut, PGI menuliskan sebuah sikap, yaitu
Kedisiplinan ini (bekerja, belajar dan beribadah dari rumah, memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan dan pertemuan) sangat penting untuk kita terapkan saat ini. Sehingga, memasuki masa apapun, termasuk masa „Normal Baru‟ (The New Normal) sikap kedisiplinan tersebut menjadi prasyarat untuk dapat beradaptasi dengannya.37
Memperhatikan surat imbauan tersebut kemudian Majelis Pekerja Harian Jemaat GKST Sion Sangele membagikan kepada masing-masing jemaat tentang panduan teknis pelaksanaan ibadah selama Covid-19. Dalam panduan teknis pelaksanaan ibadah itu, Majelis Jemaat GKST Sion Sangele menuliskan bahwa “Ibadah minggu dilaksanakan pada hari minggu pagi di rumah masing-masing. Khotbah dan liturgi akan dibagikan kepada setiap keluarga oleh Majelis Kelompok”.38
Berdasarkan data terakhir, jemaat GKST Sion Sangele memiliki kurang lebih 224 kepala keluarga (KK) dan 695 jiwa.39 Sebagian dari jemaat ini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebagian bekerja sebagai pekerja swasta, sebagian bekerja sebagai pedagang makanan maupun pakaian, dan sebagian bekerja sebagai petani di sawah maupun di ladang. Perbedaan dalam bidang pekerjaan ini tidak mengurangi rasa solidaritas Jemaat GKST Sion sangele untuk tetap beribadah bersama-sama, mensyukuri berkat dan kasih setia Tuhan.
36 Imbauan Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPH-PGI) kepada pimpinan gereja terkait perpanjangan pelaksanaan ibadah di rumah, Jakarta 22 Mei 2020.
37 Himbauan Majelis Pekerja Harian Persekutuan ereja-gereja di Indonesia (MPH-PGI) kepada pimpinan gereja terkait perpanjangan pelaksanaan ibadah di rumah, Jakarta 22 Mei 2020.
38 Panduan Teknis Pelaksanaan Ibadah Jemaat GKST Sion Sangele, Sangele 23 Maret 2020.
39 Data terakhir yang tercatat pada laporan keputusan rapat jemaat pelayanan 2020, 08 Februari 2020
Ibadah dalam gedung gereja pada hari minggu merupakan bentuk dari rasa syukur jemaat atas semua berkat dan kasih kemurahan Tuhan. Bagi Jemaat GKST Sion Sangele, datang beribadah bersama-sama di dalam gedung gereja adalah sebuah hal yang wajib. Sebuah sukacita yang besar mengenai perjalanan kehidupan mereka selama seminggu boleh dibagikan bersama dengan jemaat yang lain. Berdasarkan hal tersebut kemudian jemaat ini membutuhkan waktu untuk bisa menyesuaikan proses peribadahan yang dilakukan semenjak kehadiran virus Covid-19.
Seiring berjalannya waktu, kegiatan peribadatan yang dilakukan dalam ruang lingkup jemaat GKST Sion Sangele sudah dilakukan secara normal, tetapi tetap saja menggunakan protokol kesehatan. Majelis jemaat mengambil keputusan untuk membuka kembali gedung gereja agar jemaat bisa beribadah bersama-sama. Walaupun demikian, tetapi tetap saja masih ada jemaat yang memilih untuk tidak mengikuti ibadah di gedung gereja dan memilih untuk melakukan ibadah dari rumah masing-masing melalui siaran TV Agape. Jemaat yang memilih untuk tetap mengikuti ibadah di rumah melalui siaran TV Agape adalah mereka yang sudah berusia lanjut serta memiliki penyakit bawaan, sehingga tidak disarankan untuk mengikuti ibadah secara langsung di gedung gereja.
Ibadah yang dilakukan dalam gedung gereja terus berlanjut sampai pada ibadah natal 25 Desember 2020 dan ibadah tanggal 26 Desember 2020. Setelah itu, majelis jemaat GKST Sion Sangele kembali memutuskan menutup gedung gereja untuk beribadah, dikarenakan salah seorang jemaat terkena virus Covid-19. Hal tersebut sangat jelas dikatakan dalam surat edaran nomor 18/INT/MJSS/XII/20 tanggal 30 Desember 2020 yang mengatakan bahwa
“Kegiatan ibadah untuk sementara dilaksanakan di rumah masing-masing, sampai batas waktu yang akan ditentukan kembali setelah mendapat surat rekomendasi baru dari Camat Pamona Puselemba”. Bertepatan dengan surat tersebut, majelis jemaat GKST Sion Sangele juga membagikan tata ibadah serta renungan yang akan dibawakan pada malam pergantian tahun dan juga ibadah tahun baru.
Ibadah secara Online ataupun live streaming ini kemudian terus-menerus dilakukan, dengan memperhatikan jumlah peningkatan kasus orang yang terpapar Covid-19 semakin hari semakin meningkat. Hal ini kemudian menjadi bahan perenungan bagi gereja agar terus- menerus memberikan pemahaman kepada jemaatnya agar tetap tekun dan setia dalam menjalani hari-hari mereka serta tetap taat melakukan peribadahan di rumah masing-masing, khususnya pada hari minggu.
Ibadah domestik atau ibadah yang dilakukan bersama dengan keluarga inti memberikan persekutuan yang kuat atas keluarga itu sendiri. Ibadah dalam maknanya adalah persekutuan
yang terjalin antara manusia secara pribadi maupun kelompok dengan Allah. Hal ini kemudian yang diusahakan untuk terus diwujudkan dalam proses peribadatan yang dilakukan di rumah bersama dengan keluarga. Saat pemerintah dan para pemimpin gereja menghimbau untuk menerapkan ibadah dari rumah sebagai upaya dari pencegahan penyebaran virus Covid-19, maka sudah seharusnya jemaat memberikan tanggapan yang positif terhadap hal tersebut serta melaksanakannya.
Teologi ibadah Kristen adalah refleksi sistematis dari ajaran Alkitab mengenai berbagai macam bentuk ibadah, motivasi dan tujuan beribadah.40 Pemahaman mengenai teologi ibadah bisa saja mempengaruhi sikap dan cara beribadah. Hal tersebut kemudian menyebabkan adanya pembagian tentang denominasi gereja. Berdasarkan hal tersebut bisa dipahami bahwa bentuk ibadah yang dilakukan selama pandemi adalah bentuk ibadah domestik. Dalam artian, ibadah yang biasanya dilakukan di gedung gereja berpindah menjadi ibadah yang dilakukan bersama dengan keluarga di rumah masing-masing.
Rumah tangga dalam hal ini memainkan peranan penting dalam perkembangan gereja- gereja. Menurut F. Irwan Widjaja dkk., gereja harus melihat peristiwa pandemi Covid-19 sebagai kesempatan untuk menstimulasi bangkitnya gereja rumah melalui kebijakan pembatasan sosial dari pemerintah terkait ibadah keagamaan.41 Kehadiran gereja rumah bukanlah bentuk dari munculnya aliran baru yang ada di dalam gereja. Gereja rumah memiliki kesamaan dengan gereja-gereja pada umumnya, hanya saja gereja rumah memiliki anggota jemaat yang sedikit, yaitu anggota keluarga yang ada dalam rumah itu. Satu hal yang menjadi penting dan utama ketika melaksanakan ibadah di rumah bahwa jemaat bisa dengan sungguh-sungguh melakukan pujiannya kepada Allah Tritunggal serta bisa dengan langsung berbagi tentang pemahamannya terhadap Firman yang disampaikan.42
Tidak bisa dipungkiri bahwa model bergereja di masa pandemi ini menjadi sebuah hal yang menarik untuk diteliti. Beribadah dengan suasana dan kebiasaan yang baru, yang mungkin saja terasa sangat asing di kalangan jemaat. Ibadah minggu yang biasanya dihadiri oleh banyak anggota jemaat saat ini harus dibatasi jumlahnya dalam rangka pemutusan mata rantai penyebaran Virus Covid-19.
40 Debora Nugrahenny Christimoty, “Teologi Ibadah dan Kualitas Penyelenggaraan Ibadah: Sebuah Pengantar,” 2.
41 Meilita Ering, “Gereja Rumah di Masa Pandemi Covid-19: Manajemen Risiko dan Mitigasi Bencana Non Alam,” PUTE WAYA: Jurnal Sosiologi Agama 1, no. 1 (2020): 3.
42 Roedy Silitonga, “Respon Gereja atas Pandemik CoronaVirus Disease 2019 dan Ibadah di Rumah,”
Jurnal Manna Rafflesia 6, no. 2, (April 2020): 12.
Berdasarkan hal tersebut, kemudian peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Ibadah Minggu Jemaat di Masa Covid-19: Studi Kasus di Jemaat GKST Sion Sangele dengan Kajian Sosio Teologis” untuk menjelaskan tentang pemahaman ibadah minggu di Jemaat GKST Sion Sangele.
Konsep Teoritis Pengertian Ibadah
Ibadah dalam arti khusus adalah persekutuan umat Allah yang datang merespons panggilan Allah untuk bersekutu dengan Dia dan sesama.43 Persekutuan dengan Allah ini kemudian selalu diidentikkan dengan acara kumpul-kumpul bersama, yang di dalamnya Kristus hadir.44 Dari penjelasan tersebut maka bisa diketahui bahwa sesungguhnya ibadah tidak hanya berbicara tentang relasi yang dibangun antara manusia dengan Allah, tetapi juga berbicara tentang relasi yang dibangun antara manusia dengan manusia. Ibadah yang dilakukan kepada Allah kemudian tidak hanya sebagai formalitas tetapi menjadi bukti nyata bahwa manusia pun ingin memelihara relasi dengan Allah.
Gene A. Getz mengatakan bahwa Ibadah merupakan sarana untuk bersekutu dengan Allah, agar seseorang lebih mengenal Allah, karena ketika manusia beribadah maka disitulah Allah hadir dan menyatakan kehendakNya bagi mereka.45 Kata “mereka” disini kemudian menunjukkan bahwa ibadah merupakan persekutuan dari dua orang atau lebih.
Selain itu juga, ibadah tidak hanya berbicara tentang liturgi bentuk fisik yang dapat dilihat, tetapi juga tentang implikasi dari konsep ibadah yang dipahami secara biblikal.46 Apa yang dipahami serta didapatkan dari ibadah tersebut kemudian diwujudnyatakan dalam kehidupan jemaat sehari-hari.
Dalam Perjanjian Lama, Sher’et dan Abh’ad digunakan sebagai kata yang menjelaskan tentang “ibadah”.47 Kedua kata ini merupakan sebuah ungkapan hormat serta ketaatan dalam pengabdian sebagai seorang hamba kepada majikannya. Sehingga dalam
43 Zakaria J. Ngelow, dkk., Teologi Pandemi: Panggilan Gereja di Tengah Pandemi Covid-19, (Makassar: Oase Intim, 2021): 149.
44 Ngelow, dkk., Teologi Pandemi, 149.
45 Gene A. Getz. Hiduplah dalam Kekudusan. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992) 27.
46 Eddy Banne, Daud Manno, “Menerapkan Makna Ibadah Menurut 1 Timotius di Gereja Pantekosta di Indonesia Jemaat Hosana Keerom Barat,” EPIGRAPHE: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani, Vol. 4, No. 1 (Mei 2020): 59.
47 Cunha Bosco Da, O.Carm, Teologi Liturgi Dalam Hidup Gereja, (Malang: Dioma, 2004), 16.
melaksanakan ibadah, jemaat memiliki sikap yang takut akan Tuhan, tunduk dan hormat terhadap segala perintahNya. Dalam Perjanjian Baru kemudian didapati kata Leitourgéo yang berarti beribadah; melakukan pelayanan imam serta melayani.48
Ada beberapa istilah-istilah yang menggambarkan “ibadah”, yaitu “kumpulan” (Mat.
28:20; 1 Kor. 14:23, 26; Yak. 2:2), “pertemuan” (Ibr. 10:25), serta “ibadah” (Kis.13:2).49 Dalam ibadah terjadi sebuah dialog antara Allah dengan Jemaat: Allah berfirman dan Jemaat menjawab, Allah memberi dan Jemaat menerima serta mengucap syukur, Allah mengampuni dan Jemaat memuji namaNya.50 Ibadah ini kemudian selalu diadakan pada hari Minggu atau biasa disebut “Hari Tuhan” yaitu hari kebangkitan Yesus Kristus, hari kemenangan.51 Ibadah bagi orang Kristen adalah sebuah kegiatan yang tidak hanya dilakukan melalui doa saja.52 Dalam artian, ibadah tidak hanya terbatas pada upacara atau ritual tertentu, melainkan seluruh kehidupan dipersembahkan kepada Tuhan.53 Ibadah tidak hanya terbatas dan terkurung dalam suatu kegiatan penyembahan serta persekutuan dengan Tuhan, melainkan ibadah masuk jauh lebih dalam ke kehidupan jemaatNya.
Ibadah menolong jemaatNya untuk bisa menghadapi sebuah masalah dengan membawa masalah tersebut kepada Tuhan.54
Ibadah jemaat adalah sebuah pertemuan yang bersifat terbuka.55 Dalam artian, ibadah ini memberikan kesempatan kepada seluruh anggota jemaat untuk berperan secara aktif dalam pelaksanaan ibadah itu sendiri. Ibadah jemaat kemudian tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Jemaat bisa melakukan ibadah kapan saja dan di mana saja. Pertemuan yang terjadi dalam ibadah antara Allah dengan manusia sesungguhnya tidak hanya terjadi di dalam gedung gereja dan dilaksanakan pada hari minggu, tetapi berlangsung setiap hari.56
48 Barclay M. Newman Jr., Kamus Yunani-Indonesia untuk Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), 99.
49 J.L.Ch. Abineno, Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen, (Cet. 2 - Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990): 213.
50 Abineno, Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen, 214.
51 Abineno, Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen, 214.
52 Malcolm Brownlee, Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan: Dasar Teologis bagi Pekerjaan Orang Kristen dalam Masyarakat, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004): 19.
53 Brownlee, Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan, 19.
54 Brownlee, Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan, 23.
55 J.L.Ch. Abineno, “Jemaat: Ujud, Peraturan, Susunan, Pelayanan dan Pelayanan-pelayananNya”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 72.
56 Abineno, “Jemaat:” 72.
James F. White mengatakan bahwa terdapat tiga pendekatan yang bisa dilakukan ketika meneliti tentang ibadah.57 Pertama, pendekatan fenomenologi yang digunakan untuk menjelaskan hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama ibadah itu berlangsung. Kedua, menyatukan beberapa definisi-definisi yang didapatkan kemudian membentuk pengertian tentang ibadah. Ketiga, memilah kata-kata kunci yang sering digunakan oleh orang-orang Kristen untuk menggambarkan apa yang dialami tentang ibadah itu sendiri.58
Ketika White mengatakan ada tiga pendekatan yang bisa dilakukan dalam melakukan penelitian tentang ibadah, White mengamati bahwa ibadah sendiri memiliki tujuh struktur dasar, yaitu: berlandaskan pada waktu, adanya penataan ruang guna memberikan tempat dan memungkinkan ibadah, adanya doa umum harian, adanya pembacaan Firman dan khotbah, adanya baptisan, adanya perjamuan kudus dan adanya sejumlah upacara pastoral.59
Dari kerangka teori ini kemudian penulis melihat bahwa pada dasarnya, ibadah yang dilaksanakan hari minggu merupakan suatu bentuk ungkapan syukur jemaat atas kasih dan penyertaan Tuhan dalam kehidupan mereka. Satu hari khusus yang dipakai untuk beristirahat dari segala rutinitas dan bersama-sama bersekutu dalam ruang peribadahan.
Ibadah minggu yang dilakukan kemudian harus berpusat pada Tuhan berangkat dari kesadaran jemaat akan cinta kasih Tuhan.
Social Distancing di Masa Pandemi
Kehadiran virus Covid-19 mengharuskan masyarakat untuk menerapkan social distancing dalam berbagai aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Hal yang mencakup social distancing ini kemudian adalah menjaga jarak sekitar 1-2 meter dengan orang lain dan sebisa mungkin untuk menghindari kerumunan.60 Pemberlakuan social distancing ini kemudian tetap memberikan ruang kepada masyarakat untuk berkomunikasi, hanya saja komunikasi yang dilakukan tidak lagi secara dekat atau langsung tetapi sudah berjarak,
57 James F. White, “Pengantar Ibadah Kristen, terj.: Liem Sien Kie,” (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011) 2-3.
58 James F. White, “Pengantar Ibadah Kristen, terj.: Liem Sien Kie,” 2-3.
59 James F. White, “Pengantar Ibadah Kristen, terj.: Liem Sien Kie,” 3-5.
60 “Pandangan Para Ahli soal Social Distancing dan Physical Distancing,” Nur Fitriatus Shalihah, terakhir diubah 30 Maret 2020, diakses 05 Oktober 2021, pukul 13.49 WITA, https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/30/071700465/pandangan-para-ahli-soal-social-distancing-dan- physical-distancing?page=all.
bahkan lebih disarankan untuk melakukan komunikasi secara virtual melalui media- media sosial yang telah disediakan.
Social distancing yang diberlakukan kemudian tidak hanya diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan sosial masyarakat tetapi juga berlaku bagi kegiatan-kegiatan keagamaan. Kegiatan-kegiatan keagamaan yang dimaksud adalah ibadah bersama di gedung gereja, masjid atau di tempat-tempat ibadah lainnya. Merespon pemberitahuan mengenai social distancing ini kemudian Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja- gereja di Indonesia (MPH-PGI) dengan resmi memberitahukan supaya setiap gereja menerapkan social distancing dalam setiap pelaksanaan ibadah.61
Hal ini kemudian diakui sebagai bentuk yang baru dalam kehidupan bergereja. Gereja boleh saja membuka gedungnya untuk beribadah tetapi jumlah jemaat yang hadir sangat dibatasi. Bukan hanya itu, tempat duduk yang ada di dalam gedung gereja sudah diatur dan diberikan jarak supaya jemaat tidak ada yang melakukan kontak fisik. Jemaat yang hadir pun tidak diperbolehkan masuk ke dalam gedung gereja jika tidak memakai masker.
Kehadiran pandemi Covid-19 memaksa gereja untuk bisa menyesuaikan perubahan- perubahan yang muncul secara tiba-tiba. Gereja harus bisa belajar dengan cepat, agar kebutuhan spiritualitas jemaat tetap bisa terpenuhi walaupun dengan cara yang baru.
Berdasarkan penyampaian Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor pada Senin (16/3/2020) mengenai kebijakan belajar, bekerja serta beribadah dari rumah, maka penerapan social distancing ini terus-menerus dilakukan sampai batas waktu yang belum pasti.62 Dalam artian, penerapan social distancing akan terus dilakukan menyesuaikan dengan laporan yang masuk mengenai angka penyebaran Covid-19. Untuk itu, kebutuhan dalam melakukan perjumpaan secara langsung, kegiatan bersama secara langsung, sementara waktu dilakukan dalam ruang virtual yang sudah disediakan. Ruang virtual ini kemudian menjadi suatu alat komunikasi yang tidak lagi bisa terpisahkan dalam kehidupan bermasyarakat terlebih khusus bergereja serta berjemaat.
Peran Teknologi Informasi terhadap Agama
61 Himbauan Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPH-PGI) pada tanggal 16 Maret 2020.
62 “Jokowi: Kerja dari Rumah, Belajar dari Rumah, Ibadah di Rumah Perlu Digencarkan”, Ihsanuddin, terakhir diubah 16 Maret 2020, diakses 24 Oktober 2021, pukul 3.25 WITA, https://nasional.kompas.com/read/2020/03/16/15454571/jokowi-kerja-dari-rumah-belajar-dari-rumah-ibadah-di- rumah-perlu-digencarkan?page=all.
Teknologi informasi merupakan seperangkat alat yang membantu seseorang untuk bekerja dengan informasi dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi.63 Pendapat lain mengatakan bahwa teknologi informasi merupakan gabungan dari komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi kecepatan tinggi dalam membawa data, suara dan video.64 Teknologi informasi yang merupakan produk dari pemikiran manusia selama berabad-abad melalui era klasik, modern dan postmodern bisa saja membawa manusia dalam konsep pemikiran yang baru.
Kemajuan teknologi era digital tentunya banyak berkontribusi dalam kegiatan- kegiatan sosial masyarakat maupun keagamaan. Dalam hal ini, pengalaman manusia dijadikan sebagai landasan utama untuk terus-menerus mengembangkan teknologi yang ada. Adanya teknologi informasi era digital membuat manusia sadar bahwa mencari informasi tidak lagi membutuhkan waktu yang lama. Kecepatan mencari informasi, kecepatan mendapatkan berita, kecepatan mengirimkan pesan dsb., saat ini bergantung pada kecepatan mengetik dan jaringan. Kemudian, teknologi informasi memberikan banyak pilihan yang bisa memenuhi kebutuhan maupun keinginan setiap manusia.
Semakin hari kebutuhan seseorang untuk menerima informasi akan semakin tinggi.
Dalam artian, setiap hari akan selalu ada berita-berita terbaru yang harus diketahui oleh setiap orang. Bahkan, setiap hari manusia terus menerus memperbaharui pengetahuannya, agar segala kebutuhannya bisa terpenuhi. Kehadiran teknologi informasi dalam kehidupan beragama bisa saja membawa dampak negatif maupun positif. Menyikapi hal tersebut kemudian Agama harus kritis dalam menentukan sikap serta tahu bagaimana cara menggunakan bentuk-bentuk teknologi informasi dengan baik.
Adapun peran teknologi informasi terhadap agama adalah sebagai salah satu tempat untuk merefleksikan diri serta memperbaharui diri, karena pada dasarnya dewasa ini eksistensi agama sangat ditentukan oleh bagaimana cara agama itu memanfaatkan teknologi informasi yang ada. Dalam hal ini, agama memberikan peran kepada teknologi informasi untuk menjadi sarana penyampaian berita-berita seputar agama tanpa menghilangkan nilai yang ada dalam agama itu sendiri. Teknologi informasi membantu agama untuk bisa menjangkau hal-hal yang jauh serta membantu untuk memperluas jaringan dari agama itu sendiri. Dewasa ini pun gereja-gereja mulai menggunakan aplikasi WhatsApp untuk berkirim pesan seputar renungan pagi, sapa-menyapa, dan pastinya juga memberikan informasi-informasi seputar pelayanan gereja. Selain itu,
63 Tri Rachmandi, “Pengantar Teknologi Informasi”, (2020):2.
64 Racmandi, 2.
gereja mulai terbuka dengan melakukan ibadah-ibadah dalam ruang virtual, seperti di youtube, instagram, facebook, telegram, siaran TV daerah, dsb.
Teknologi sendiri menumbuhkan sebuah interaksi serta keterlibatan “aktif” dengan agama yang cukup mencengangkan dibandingkan dengan agama yang terlembagakan.65 Terlebih lagi, keterlibatan dengan agama tampaknya menjawab dilema menarik yang ditemukan beberapa orang dalam agama itu sendiri, seperti pertanyaan tentang bagaimana menjadi seorang Kristen; bagaimana memiliki “iman” ketika lembaga-lembaga dominan masyarakat dan budaya itu sendiri secara nominal naik ke doktrin dan tradisi ritualistik tertentu sebagai norma dan batas iman.66
Menjadi sebuah hal yang menarik serta menantang, ketika ibadah-ibadah mulai dilakukan dalam ruang virtual ini. Mengingat bahwa selama ini gereja sangat menjunjung tinggi pertemuan secara langsung atau tatap muka dibanding pertemuan dalam ruang virtual. Gereja menganggap bahwa ibadah yang dilakukan dalam ruang virtual tidak akan khusyuk, karena akan ada begitu banyak gangguan yang muncul. Pertemuan-pertemuan yang dilakukan dalam ruang virtual ini kemudian akan berjalan dengan baik ketika koneksi jaringan baik, gambar yang ditampilkan jelas serta power point (jika ada) yang ditampilkan pun dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki daya tarik tersendiri bagi jemaat yang melihatnya.
Seiring berjalannya waktu kemudian ruang virtual menjadi ruang yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan gereja apalagi ketika pandemi Covid-19 masih terus hadir dalam kehidupan bermasyarakat maupun bergereja. Hal ini kemudian berdampak pada cara beribadah yang terus-menerus berubah karena menyesuaikan dengan pemberitahuan mengenai angka penyebaran Covid-19. Memang gedung gereja sudah dibuka untuk dipakai beribadah, tetapi masih banyak juga orang yang belum bisa hadir sehingga lebih memilih untuk menonton atau melakukan ibadah dari rumah bersama dengan keluarga.
Ruang Virtual
Kehadiran pandemi Covid-19 membuka jalan bagi kesadaran kritis manusia untuk bisa memanfaatkan teknologi informasi dengan baik. Dalam artian, dewasa ini tidak ada manusia yang tidak memiliki alat teknologi informasi, baik itu televisi, telepon genggam, laptop, komputer, dsb. Alat-alat itu kemudian digunakan untuk mendapatkan berita,
65 Susan Ella George, “Religion and Technology in the 21st Century: Faith in the E-world,”
(Information Science Publishing, 1967), vii.
66 Susan Ella George, “Religion and Technology in the 21st Century:,” vii-viii.
saling berkabar dengan orang yang jauh, dsb. Keberadaan ruang virtual menjadi sangat dibutuhkan ketika pandemi Covid-19 hadir melanda dunia, tanpa terkecuali Indonesia.
Aktivitas-aktivitas yang biasanya dilakukan secara tatap muka bergeser menjadi aktivitas dalam ruang virtual. Menerima berita, memberikan berita, melakukan pembelajaran, melakukan perkuliahan, melakukan seminar-seminar bahkan melakukan ibadah pun sudah tersedia dalam ruang virtual. Kebebasan orang-orang untuk mengakses segala hal yang diperlukan sudah lebih terjangkau. Penyesuaian-penyesuaian akibat perubahan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 ini kemudian terus menerus dilakukan, terlebih khusus di gereja.
Ibadah-ibadah yang sebelumnya dilakukan bersama dengan jemaat lain dalam gedung gereja, harus dipindahkan ke rumah masing-masing sambil mengikuti live streaming yang telah disediakan. Selain live streaming kemudian ada juga gereja yang menyediakan media lain untuk menyampaikan ibadahnya, yaitu melalui siaran TV daerah. Siaran TV ini kemudian digunakan sesuai dengan kesepakatan, dalam artian gereja-gereja yang akan menyiarkan ibadahnya melalui siaran TV daerah haruslah mengatur jadwal serta membagi jamnya supaya tidak saling bertabrakan.67
Kehadiran virus Covid-19 dalam kehidupan manusia terlihat sangat memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Peraturan utama yang kemudian ditawarkan oleh pemerintah adalah pemberlakukan social distancing untuk seluruh kegiatan masyarakat.68 Pemerintah Indonesia juga dalam penyampaiannya memberitahukan bahwa segala aktivitas yang mengundang kerumunan sebaiknya dilakukan dalam ruang-ruang virtual yang tersedia diberbagai media.69 Hal ini kemudian tidak hanya berlaku bagi kegiatan sosial tetapi juga berlaku bagi kegiatan keagamaan. Ibadah-ibadah yang sebelumnya dilakukan dalam ruangan tertutup harus dipindahkan dalam ruang-ruang virtual. Hal ini kemudian memperlihatkan bahwa sesungguhnya teknologi informasi telah masuk dalam kehidupan umat beragama.
67 Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penulis terhadap model beribadah yang dilakukan oleh jemaat-jemaat yang berada di kota Tentena.
68 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 (Salinan) yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 2020 oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 2020 kepada Menteri hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Yasonna H Laoly.
69 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 (Salinan) yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 2020 oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Maret 2020 kepada Menteri hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Yasonna H Laoly.
Masuknya teknologi informasi dalam ruang keagamaan kemudian memberikan bantuan yang sangat nampak. Agama jelas memiliki jaringan yang lebih luas untuk mempertahankan eksistensinya di tengah-tengah perkembangan zaman. Dalam perkembangan agama Kristen pun, teknologi informasi mengambil peran yang sangat besar. Gereja-gereja bisa meminimalisir penggunaan kertas karena bahan-bahan renungan, pengumuman-pengumuman sudah bisa dikirimkan melalui Whatsapp Group jemaat. Selain itu, gereja bisa terus-menerus mengasah sikap untuk tetap kritis dalam menanggapi perubahan yang terjadi.
Teknologi informasi kemudian tidak hanya dikemas dalam bentuk ruang virtual (facebook, instagram, google meet, zoom dan youtube) tetapi juga dikemas dalam bentuk siaran TV daerah. Walaupun jangkauannya tidak terlalu luas, tetapi gereja-gereja yang fasilitasnya belum memadai, boleh melaksanakan ibadahnya melalui siaran TV daerah.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Melalui metode kualitatif ini kemudian peneliti mendeskripsikan hasil penelitiannya dan menuangkannya dalam bentuk naratif. Literatur yang digunakan dalam penelitian ini akan menjelaskan mengenai arti-arti dari istilah-istilah yang digunakan, serta hal-hal penting dari istilah tersebut yang berhubungan dengan penelitian ini.70
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Melalui observasi peneliti melihat keadaan jemaat GKST Sion Sangele. Melalui observasi ini juga peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh.71 Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung, sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya.72
Melalui interview atau wawancara peneliti bisa lebih mengetahui pemikiran-pemikiran serta pemahaman-pemahaman jemaat GKST Sion Sangele. Teknik wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah teknik wawancara tidak berstruktur. Wawancara tidak berstruktur, adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman
70 Creswell, “Educational Research:”, 17.
71 Creswell, “Research Design:”, 313.
72 Creswell, “Research Design:”, 313.
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.73 Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sangat penting untuk menangkap persepsi, pikiran, pendapat, perasaan orang tentang suatu gejala, peristiwa, fakta atau realita.74
Data yang dikumpulkan dari proses observasi dan wawancara ini kemudian akan dianalisa serta akan direfleksikan bagaimana temuan yang ditemukan di lapangan berhubungan dengan penelitian yang sedang dilakukan.75 Penelitian kualitatif ini juga adalah bentuk dari penelitian yang melihat fenomena-fenomena yang terjadi kemudian dipahami sebagai bentuk dari pemaknaan ibadah minggu yang terjadi selama pandemi Covid-19.
Adapun pengumpulan data ini dilakukan dengan tetap mengikuti protokol kesehatan yaitu memakai masker, menjaga jarak serta mencuci tangan.
Metode kualitatif merubah data menjadi temuan (findings).76 Metode kualitatif bersifat induktif yaitu mulai dari fakta, realita, gejala, masalah yang diperoleh melalui suatu observasi khusus.77 Semua data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan diklasifikasikan supaya bisa tersusun secara rapi. Kemudian, peneliti akan melakukan reduksi data dalam rangka menjelaskan secara spesifik hal-hal apa saja yang akan dikaji dalam penelitian ini. Penelitian ini akan berfokus pada penjelasan pemahaman “Ibadah Minggu” menurut Pendeta, Majelis dan juga Jemaat.
Hasil Penelitian
Sangele merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah kecamatan Pamona Puselemba, kabupaten Poso, provinsi Sulawesi Tengah.78 Kelurahan Sangele kemudian memiliki luas wilayah sekitar 13,82 km2 dengan ketinggian 560 meter dari permukaan laut.79 Masyarakat yang hidup dalam ruang lingkup kelurahan Sangele sehari-harinya memiliki hubungan sosial yang erat satu dengan yang lainnya. Berlatar belakang identitas yang berbeda suku, ras dan agama tidak membuat masyarakat kelurahan Sangele menghilangkan keharmonisannya.80
73 Creswell, “Research Design:”, 318.
74 Raco, “Metode Penelitian Kualitatif:”, 116.
75 Creswell, “Educational Research”, 17.
76 Raco, “Metode Penelitian Kualitatif:”, 120.
77 Raco, “Metode Penelitian Kualitatif:”, 121.
78 Peraturan Daerah Kabupaten Poso Nomor 11 Tahun 2010.
79 Sejarah Jemaat Sion Sangele, (Sangele, 2013), 16.
80 Wawancara bersama salah seorang masyarakat kelurahan Sangele (P.T), 22 Oktober 2021.
Lahirnya sebuah jemaat di kelurahan Sangele tentunya tidak lepas dari kiprah GKST sebagai sebuah organisasi hasil pekabaran injil A. C. Kruyt dari Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) dan Dr. N. Adriani dari Nederlandsch Bijbelgenootschap.81 Pada sekitar tahun 1947, warga jemaat GKST Sion Sangele merupakan bagian dari jemaat Tentena.82 Jemaat Tentena ini adalah jemaat persekutuan satu-satunya yang didirikan di Kota Tentena oleh para Zending di waktu itu.83 Seiring berjalannya waktu, jemaat yang terdaftar sebagai anggota jemaat Tentena, tidak hanya berasal dari Tentena, melainkan sudah berasal dari beberapa daerah. Hal ini kemudian yang mendorong agar dilakukannya pemekaran sehingga jemaat yang tidak berasal dari kota Tentena boleh bersama-sama dengan jemaat yang dimekarkan.
Sejarah Singkat Jemaat GKST Sion Sangele
Pada tanggal 18 Oktober 1947, dibentuklah sebuah Sinode yang diberi nama Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) dan berguna untuk mewartakan Injil Allah di wilayah Sulawesi Tengah. Terbentuknya sinode GKST kemudian menjadi babak pertama dalam sejarah kesaksian sebagai Gereja Tuhan.84 Tugas Gereja ini kemudian adalah
“memberitakan tentang kasih dan kuasa Kristus dalam perkataan serta menyatakannya di dalam maupun di luar Gereja.”85 Berdasarkan data yang tercatat, jumlah klasis dalam wilayah pelayanan GKST ada sekitar 17 klasis, yaitu: Klasis Palu, Parigi, Poso Pesisir, Poso Kota, Lage-Tojo, Ampana, Lore Utara, Lore Selatan, Pamona Utara, Pamona Selatan, Mori Atas, Beteleme, Kolonodale, Bungku Utara, Malili-Nuha Mungkutana dan Wotu.86
Ditahun yang sama, yaitu pada tahun 1947, muncul sebuah pemikiran untuk membentuk jemaat baru yang terpisah dari Jemaat Tentena.87 Jemaat Tentena memiliki anggota jemaat yang merupakan warga asli Tentena yang mayoritas adalah suku Pamona ditambah dengan warga pendatang dari suku Minahasa dan Mori serta beberapa suku lainnya.88 Pada waktu itu, dalam pelaksanaan ibadah minggu, tata ibadah yang digunakan
81 Sejarah Jemaat Sion Sangele, (Sangele, 2013), 16.
82 Sejarah Jemaat Sion Sangele, 6.
83 Sejarah Jemaat Sion Sangele, 6.
84 Dj. Tanggerahi et al., “Wajah GKST: Buku Kenangan 100 Tahun Injil Masuk Tana Poso”, (Malang:
Dioma, 1992), 44.
85 Dj. Tanggerahi et al., “Wajah GKST,” 84.
86 Dj. Tanggerahi et al., “Wajah GKST,” 101.
87 Sejarah Jemaat Sion Sangele, 6.
88 Sejarah Jemaat Sion Sangele, 6.
memakai bahasa daerah Pamona sesuai dengan bahasa mayoritas anggota jemaat yang ada pada saat itu.89
Penggunaan bahasa daerah ini kemudian ternyata menghadirkan ketidaknyamanan bagi jemaat-jemaat pendatang. Sekitar awal tahun 1948, beberapa keluarga bersama dengan bapak Cornelis Poluan berinisiatif untuk melakukan ibadah yang menggunakan bahasa Indonesia tetapi secara terpisah.90 Ibadah minggu ini kemudian dilaksanakan di gedung gereja jemaat Tentena, hanya saja waktu ibadahnya dilaksanakan sesudah ibadah umum yang menggunakan bahasa Pamona.91 Persekutuan ibadah keluarga-keluarga pendatang ini kemudian terus berlanjut sampai akhirnya terbentuklah Jemaat GKST Sion Sangele.
Berdasarkan hasil rekapan data Jemaat GKST Sion Sangele pada tanggal 15 Februari 2021, tercatat kurang lebih ada sekitar 687 jiwa dalam 230 KK.92 Jumlah jemaat ini kemudian dibagi berdasarkan golongan pekerjaan serta pendidikan, maka didapati sebagai berikut:
Tabel 1 Rekapitulasi Jumlah Jemaat GKST Sion Sangele berdasarkan Golongan Pekerjaan tahun 2021
KLP PNS TNI POLRI
PEG
SWASTA WIRASWASTA PETANI USIA
SEKOLAH LAINNYA Jumlah KK
Jumlah Jiwa
1 19 3 30 32 3 40 33 48 156
2 11 2 14 26 1 22 17 42 134
3 12 1 30 63 2 24 27 53 153
4 11 0 17 44 0 31 18 37 123
5 10 0 24 63 2 36 19 45 144
JUMLAH 63 6 115 228 8 153 114 225 710
Sumber: Rekapitulasi data anggota jemaat GKST Sion Sangele 2021
Tabel 2 Rekapitulasi Jumlah Jemaat GKST Sion Sangele berdasarkan Status Pendidikan Terakhir
KLP SD SMP SMA DIPLOMA S1 S2 S3 MASIH SEKOLAH
BELUM SEKOLAH
Jumlah KK
Jumlah Jiwa
89 Sejarah Jemaat Sion Sangele, 6.
90 Sejarah Jemaat Sion Sangele, 6.
91 Sejarah Jemaat Sion Sangele, 6.
92 Data yang tercatat dalam rekapitulasi anggota jemaat pada tanggal 15 Februari 2021.
1 0 4 36 3 49 9 1 40 18 48 156
2 0 2 28 5 19 6 0 22 11 42 134
3 0 3 66 4 33 10 1 24 18 53 153
4 0 1 48 0 27 2 1 31 10 37 123
5 0 3 69 3 32 3 0 36 9 45 144
JUMLAH 0 13 247 15 160 30 3 153 66 225 710
Sumber: Rekapitulasi data anggota jemaat GKST Sion Sangele 2021
Beberapa data yang dimasukkan dalam tabel sudah mengalami perubahan diakibatkan adanya penambahan jumlah jemaat dalam setiap kelompok. Berdasarkan tabel golongan pekerjaan maupun golongan pendidikan bisa dilihat bahwa jemaat GKST Sion Sangele sudah memiliki SDM (sumber daya manusia) yang memadai. Ada sekitar 687 jiwa jemaat GKST Sion Sangele yang tercatat berdasarkan keterangan pekerjaan maupun pendidikan, tetapi ada kurang lebih 23 jiwa belum masuk dalam daftar pekerjaan maupun pendidikan.
Pelayanan kategorial di Jemaat GKST Sion Sangele sudah dimulai sejak tahun 1948.
Pada waktu itu kelompok kategorial yang aktif adalah kelompok ibu. Kelompok ibu ini kemudian yang memprakarsai terbentuknya kelompok-kelompok kategorial yang lain, seperti sekolah minggu dan bapak jemaat. Selain pelayanan kategorial, jemaat GKST Sion Sangele juga melakukan pelayanan dalam bidang katekisasi. Pelayanan katekisasi ini kemudian dilakukan oleh pendeta jemaat dan yang menjadi peserta katekisasi adalah jemaat yang sudah bersedia memberikan diri untuk mempertanggungjawabkan kepercayaan mereka di depan Tuhan, pendeta dan juga jemaat.
Model kepemimpinan yang dimiliki oleh jemaat GKST Sion Sangele adalah sinodal- kongregasional.93 Dalam hal ini jemaat GKST Sion Sangele terdaftar dalam keanggotaan wilayah sinode GKST dan kemudian peran sebagai jemaat sangat menentukan tumbuh kembangnya gereja dari masa ke masa.
Pelaksanaan Ibadah Minggu di Masa Pandemi Covid-19 di Jemaat GKST Sion Sangele
Model ibadah minggu yang dilakukan oleh Jemaat GKST Sion Sangele adalah model persekutuan. Dalam hal ini, jemaat sadar bahwa kehadiran di gedung gereja bersama
93 Wawancara Singkat bersama Pendeta Jemaat GKST Sion Sangele, 4 Oktober 2021.
dengan sesama jemaat adalah bentuk pertemuan dengan Tuhan secara nyata. Jemaat mengalami pembaharuan spiritual ketika melakukan peribadatan di gedung gereja.
Berawal dari imbauan pemerintah untuk melaksanakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) sampai ke PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), model beribadah yang dilakukan penuh dengan penyesuaian. Dalam hal ini, walaupun status penyebaran Covid-19 telah berkurang, tetapi jemaat harus tetap berhati-hati sehingga bisa aman dan terjaga.
Ibadah minggu yang dilakukan sebelum pandemi Covid-19 adalah ibadah yang menghimpun orang banyak untuk datang ke gedung gereja, duduk bersama-sama sambil membaca dan merenungkan Firman yang disampaikan pada hari itu. Waktu pelaksanaan ibadah pun dibagi menjadi 3 kali, yaitu ibadah subuh atau ibadah yang dilakukan pada jam 06.00 WITA, ibadah jam 09.00 WITA dan yang terakhir ibadah jam 18.00 WITA.
Adapun jemaat yang hadir pada ibadah subuh dan ibadah pukul 9, kebanyakan adalah orang-orang tua, dan ibadah yang dilaksanakan pada pukul 18.00 kebanyakan pemuda dan pemudi serta remaja.
Ibadah minggu yang dilaksanakan ketika masa pandemi Covid-19, terkhusus bagi jemaat GKST Sion Sangele, merupakan sebuah hal yang sangat baru. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 26 September 2021 bersama dengan salah seorang Pendeta Jemaat GKST Sion Sangele bahwa Ibadah Minggu yang dilaksanakan dalam gedung gereja bukan hanya sebagai formalitas belaka untuk memenuhi kebutuhan spiritualitas jemaat, melainkan sebagai bentuk dari ungkapan syukur jemaat atas pemeliharaan Tuhan yang dinyatakan melalui pertemuan dengan jemaat yang lain.
Berbagai macam upaya yang dilakukan oleh pihak gereja supaya kebutuhan spiritualitas jemaat tetap bisa terpenuhi. Setiap minggunya majelis serta Pendeta Jemaat mempersiapkan bahan renungan untuk dibagikan kepada seluruh anggota jemaat GKST Sion Sangele. Renungan-renungan ini kemudian disediakan dalam bentuk print out, sehingga jemaat boleh membaca dari bahan yang telah diberikan. Berdasarkan hal tersebut kemudian sebenarnya jemaat bisa melakukan ibadah itu kapan saja dan di manapun, tergantung situasi, kondisi dan kesiapan jemaat. Walaupun demikian, ada beberapa jemaat mengatakan bahwa bahan renungan atau khotbah yang dibagikan memuat bahasa yang terlalu tinggi, seringkali jemaat tidak menggunakan bahan renungan
yang dibagikan dan memilih melakukan ibadah dalam ruang virtual (youtube, instagram, facebook maupun siaran TV daerah).94
Menjadi sebuah masalah ketika hal tersebut tidak diperhatikan oleh pihak gereja.95 Jemaat menganggap bahwa gereja hanya bertanggung jawab ketika bahan-bahan renungan itu dibagikan, tetapi setelah itu gereja seakan-akan melepaskan tanggungjawabnya.96 Terlepas dari itu jemaat tetap menghargai upaya yang dilakukan oleh pihak gereja untuk tetap memenuhi kebutuhan spiritual jemaat.97
Berdasarkan fenomena yang terjadi kemudian didapati ada dua model beribadah yang ditawarkan dalam kehidupan bergereja serta berjemaat ketika pandemi Covid-19.
Pertama, ibadah minggu yang dilaksanakan di rumah. Jemaat GKST Sion Sangele tidak lagi asing ketika dikatakan ibadah di rumah. Ibadah yang dilaksanakan di rumah sudah sering dilakukan hanya saja ibadah tersebut adalah ibadah evangelisasi atau ibadah- ibadah kelompok kategorial. Kehadiran pandemi Covid-19 kemudian membuat ibadah minggu harus dilaksanakan di dalam rumah masing-masing bersama dengan keluarga.
Jelas hal ini termasuk hal yang baru bagi Jemaat GKST Sion Sangele.
Pelaksanaan ibadah minggu yang dilakukan di rumah ini dibantu dengan beberapa media yang telah disediakan. Khusus wilayah Tentena dan sekitarnya, siaran TV daerah (Agape)98 menjadi saluran untuk menyebarkan pelaksanaan ibadah. Ibadah minggu yang disiarkan di TV daerah ini kemudian diatur sesuai jadwal, sehingga gereja-gereja yang ada di wilayah Tentena boleh saling bergantian menyiarkan pelaksanaan ibadah minggunya. Selain siaran TV daerah, jemaat memilih untuk mengikuti ibadah melalui live streaming youtube, facebook, google meet, zoom maupun instagram.
Ibadah minggu yang dilaksanakan di rumah masing-masing kemudian menghadirkan berbagai macam pandangan dari jemaat sendiri. Beberapa jemaat bisa dikatakan „betah‟
dengan model peribadahan yang baru, tetapi ada juga jemaat yang sangat berharap supaya pelaksanaan ibadah minggu bisa dilakukan kembali secara normal tanpa adanya batasan yang mengikat.
94 Wawancara yang dilakukan bersama anggota jemaat GKST Sion Sangele (E), pada tanggal 27 September 2021
95 Wawancara yang dilakukan bersama anggota jemaat GKST Sion Sangele (E), pada tanggal 27 September 2021
96 Wawancara yang dilakukan bersama anggota jemaat GKST Sion Sangele (E), pada tanggal 27 September 2021
97 Wawancara yang dilakukan bersama anggota jemaat GKST Sion Sangele (E), pada tanggal 27 September 2021.
98 Nama stasiun TV daerah di Tentena, kabupaten Poso.