• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA SAB AH AHRUF. Menyimak Ragam Pendapat Ulama tentang Turunnya Al-Qur an dengan Tujuh Huruf. Cece Abdulwaly

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MAKNA SAB AH AHRUF. Menyimak Ragam Pendapat Ulama tentang Turunnya Al-Qur an dengan Tujuh Huruf. Cece Abdulwaly"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

MAKNA

SAB’AH AHRUF

Menyimak Ragam Pendapat Ulama tentang Turunnya Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf

Cece Abdulwaly

(4)

Makna Sab’ah Ahruf

Penulis: Cece Abdulwaly

ISBN:

Editor Layout: Indah Cover: Nita

Diterbitkan oleh:

Farha Pustaka

Anggota IKAPI Nomor 376/JBA/2020

Nagrak Jl. Taman Bahagia, Benteng, Warudoyong, Sukabumi WA +62 877-0743-1469, FB Penerbit Farha Pustaka.

Email: [email protected] Cetakan pertama, Desember 2021 Sukabumi, Farha Pustaka 2021 14 x 20 cm, 114 hlm

Hak cipta dilindungi undang-undang All right reserved

Halal memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

Isi di luar tanggung jawab percetakan.

(5)

PEDOMAN TRANSLITERASI

ا a/’ د d ض dh ك k

ب b ذ dz ط th ل l

ت t ر r ظ zh م m

ث ts ز z ع ‘ ن n

ج j س s غ gh و w

ح h̲ ش sy ف f هـ h

خ kh ص sh ق q ي y

اَـ ... â (a panjang), contoh م َلَ َّسلا : as-Salâmu يِـ ... î (i panjang), contoh م يِظَعلا : al-‘Azhîmu و ـ ... û (u panjang), contoh ر و فَغلا : al-Ghafûru

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah swt. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muẖammad saw., berikut keluarga, para sahabat, serta semua pengikutnya hingga akhir zaman. Tidak ada nikmat yang paling besar kecuali nikmat iman kepada Allah dan rasul-Nya, serta istiqamah di jalan-Nya, istiqamah dalam mengikuti sunnah- sunnah nabi-Nya.

Al-Qur’an adalah mukjizat yang abadi, yang diturunkan kepada Nabi Muẖammad saw. sebagai petunjuk bagi umat manusia serta pembeda antara yang ẖaqq dan yang bâthil. Ia adalah mukjizat terbesar yang diturunkan oleh Allah kepada nabi-Nya. Salah satu bukti kemukjizatan tersebut di antaranya adalah bahwa hingga kini, ia selalu menjadi bahan pembahasan yang menarik, bahkan sangat dibutuhkan demi mengungkap petunjuk demi petunjuk yang dikandungnya. Al-Qur’an terus-menerus dibaca dan dikaji. Buku-buku yang membahas tentang al-Qur’an dari berbagai sisi selalu bermunculan, menunjukkan bahwa apa yang bisa digali dari al-Qur’an itu tidak pernah ada habisnya.

Di antara pembahasan yang hingga kini tetap ramai dibicarakan adalah tentang turunnya ia dengan sab’ah aẖruf atau tujuh huruf. Di dalam kitab-kitab ‘ulûm al-Qur’ân,

(8)

pembahasan ini selalu muncul. Tentu saja hal itu menunjukkan bahwa pengetahuan tentang sab’ah aẖruf ini sangat penting bagi kita, ditambah dengan banyaknya hadits yang bertebaran yang secara jelas menyebutkan sab’ah aẖruf tersebut.

Namun, memaknai sab’ah aẖruf bukanlah sesuatu yang mudah. Sebagian ulama bahkan menghindari pembahasan ini karena kerumitannya, karena memang Nabi saw. sendiri tidak memberikan penjelasan tentang apa maksud tujuh huruf tersebut. Tidak heran jika kemudian beberapa keterangan menyebutkan bahwa ada sekitar 40 pendapat yang berbeda-beda dari para ulama tentang makna di baliknya. Apa saja pendapat-pendapat mereka berkaitan dengan makna sab’ah aẖruf? Maka dalam buku ini, penulis mencoba memaparkannya satu persatu dengan harapan semoga ia dapat menambah wawasan pembaca seputar al- Qur’an.

Semoga bermanfaat.

Sukabumi, 27 Desember 2021 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

PEDOMAN TRANSLITERASI ... 3

KATA PENGANTAR ... 5

DAFTAR ISI ... 7

PENDAHULUAN ... 11

HADITS-HADITS TENTANG TURUNNYA AL-QUR’AN DENGAN SAB’AH AH̲RUF... 17

Hadits Pertama ...18

Hadits Kedua ...22

Hadits Ketiga ...24

Hadits Keempat ...28

Hadits Kelima ...30

Hadits Keenam ...32

Hadits Ketujuh ...33

Hadits Kedelapan ...34

Hadits Kesembilan ...35

Hadits Kesepuluh ...36

Hadits Lain tentang Turunnya Al-Qur’an dengan Tiga Huruf (Tsalâtsah Aẖruf) ...39

(10)

Hadits Lain tentang Turunnya Al-Qur’an dengan

Bahasa Quraisy ...42

PENGERTIAN SAB’AH AH̲RUF SECARA BAHASA DAN PERHATIAN PARA ULAMA TERHADAPNYA ... 47

Pengertian Al-H̲arf ...48

Pengertian As-Sab’ah ...49

Perhatian Ulama terhadap Pembahasan Sab’ah Aẖruf ...52

Kitab-Kitab Masyhur yang Membahas tentang Sab’ah Aẖruf ...53

RAGAM PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG MAKNA SAB’AH AH̲RUF ... 55

Pendapat Pertama ...57

Pendapat Kedua ...59

Pendapat Ketiga ...59

Pendapat Keempat ...59

Pendapat Kelima ...60

Pendapat Keenam ...61

Pendapat Ketujuh ...62

Pendapat Kedelapan ...64

(11)

Pendapat Kesembilan ...66

Pendapat Kesepuluh ...66

Pendapat Kesebelas ...67

Pendapat Kedua Belas ...67

Pendapat Ketiga Belas ...68

Pendapat Keempat Belas...68

Pendapat Kelima Belas ...73

Pendapat Keenam Belas ...74

Pendapat Ketujuh Belas ...77

Pendapat Kedelapan Belas ...80

Pendapat Kesembilan Belas ...86

Pendapat Kedua Puluh ...89

Pendapat Kedua Puluh Satu ...93

CATATAN TAMBAHAN SEPUTAR SAB’AH AHRUF ... 95

Sab’ah Aẖruf dalam Mushaf ‘Utsmânî ...96

Hikmah Turunnya Al-Qur’an dengan Sab’ah Aẖruf ...97

PENUTUP ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 105

TENTANG PENULIS ... 111

(12)
(13)

PENDAHULUAN

(14)

Kajian terhadap al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam yang pertama telah mendorong munculnya berbagai disiplin ilmu dalam ruang lingkup ‘ulûm al-Qur’ân. Seiring dengan berlajunya zaman, ilmu-ilmu tersebut juga berkembang dalam menjawab berbagai persoalan yang muncul. Di antara kajian yang sangat penting dalam ‘ulûm al-Qur’ân adalah kajian tentang sab’ah aẖruf yang dengannya al-Qur’an diturunkan.

Diketahui bahwa bangsa Arab merupakan suatu komunitas yang terdiri dari berbagai suku, dan setiap suku mempunyai dialek (lahjah) yang berbeda dengan suku-suku lainnya. Perbedaan dialek ini tentu saja sesuai dengan letak letak dan budaya dari masing-masing suku. Tetapi, mereka menjadikan bahasa Quraisy sebagai bahasa bersama dalam berkomunikasi, berniaga, mengunjungi Ka’bah dan melakukan berbagai bentuk interaksi sesama mereka.

Allah swt. menurunkan al-Qur’an dengan bahasa yang mudah dipahami oleh seluruh orang Arab dengan maksud untuk mempermudah mereka dalam memahami al-Qur’an.

Ia adalah mukjizat terbesar yang diberikan kepada Nabi saw. yang tidak tertandingi. Bangsa Arab yang ahli dalam bahasa dan sastra secara khusus, atau bangsa Arab secara umum, bahkan diberi tantangan untuk mendatangkan seperti al-Qur’an, sampai waktu yang tidak dibatasi, baik sepuluh surah, satu surah, bahkan satu ayat saja. Namun, tidak satupun di antara mereka yang mampu mendatangkan yang semisal dengan al-Qur’an ini.

(15)

Al-Qur’an yang diturunkan sebagai bukti kebenaran Nabi Muẖammad saw. dan sebagai petunjuk bagi umat manusia itu memiliki banyak keistimewaan. Di antara keistimewaan tersebut misalnya susunan bahasanya yang unik dan mempesona, mengandung makna-makna yang dapat dipahami oleh siapa pun yang memahami bahasanya, walaupun diakui bahwa tingkat pemahaman mereka berbeda-beda yang disebabkan oleh beragam faktor.

Termasuk dalam hal ini adalah bahwa ia juga diturunkan dengan sab’ah aẖruf (tujuh huruf).

Pada periode Makkah, sebenarnya para sahabat tidak menemukan kesulitan yang berarti dalam membaca al- Qur’an.1 Al-Qur’an yang datang dengan gaya bahasa dan sastra yang tinggi itu mampu memikat hati para pemuka Arab, hingga di antara mereka ada yang mengatakan bahwa al-Quran adalah sihir, sebab ketidakmampuan mereka membuat suatu tandingan terhadapnya. Dari sinilah kemudian dapat diketahui bahwa tidak ditemukan masalah yang berarti terhadap teks-teks al-Qur’an pada periode Makkah. Di antara para ulama menjelaskan bahwa pada mulanya, al-Qur’an turun dalam bahasa Quraisy, sebab Quraisy adalah kaumnya Nabi saw., dan para rasul tidaklah diutus melainkan dengan bahasa kaumnya agar pesan-pesan

1 ‘Abdushshabûr Syâhîn, Târîkh al-Qur’ân (Nahdhah Mishr, 2007), hlm.

77.

(16)

dari Allah bisa mereka pahami dengan baik, sebagaimana firman-Nya:2

ه ِم ْوَ

ق ِنا َسِلِب اَّ

ل ِا ٍل ْو ُس َّر ْن ِم اَنْل َس ْرَا ٓاَمَو ْم ُهَ

ل َن ِ يَبُيِل

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka…” (QS. Ibrâhîm [14]: 4) Demikian halnya juga yang bisa dipahami dari hadits Nabi saw. tentang turunnya al-Qur’an dalam bahasa Quraisy, yaitu di awal-awal turunnya al-Qur’an.3

Kemudian, ketika Rasulullah saw. serta para sahabatnya hijrah ke Madinah, situasi dan kondisi sudah berbeda jauh dengan apa yang ada di Makkah. Banyak orang berbondong-bondong masuk Islam dari berbagai kalangan, di antara mereka ada yang sudah lanjut usia dan tidak mengerti baca tulis sehingga mendapatkan kesulitan dalam pengucapan al-Qur’an. Dari beberapa fenomena tersebut, maka kemudian muncullah perbedaan-perbedaan dalam membaca al-Qur’an yang sebelumnya hal itu tidak terjadi pada periode Makkah.4

2 H̲aidar Muẖammad Sulaimân, “al-Aẖruf as-Sab’ah wa ‘Alâqatuhâ bi al-Lahajât wa al-Qirâ’ât al-Qur’âniyah,” Majallah Kulliyyah Ushûl ad-Dîn Jâmi’ah Umm Darmân al-Islâmiyah 8 (2011): hlm. 138.

3 Abû al-Fadhl Aẖmad ibn ‘Alî ibn H̲ajar Al-‘Asqalânî, Fatẖ al-Bârî Syarẖ Shaẖîẖ al-Bukhârî (Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379), juz 9, hlm. 9.

4 Syâhîn, Târîkh al-Qur’ân, hlm. 78.

(17)

Dari banyaknya umat Islam yang kesulitan membaca al-Qur’an dengan dialek yang berbeda dengan dialek mereka, Nabi saw. memohon kepada Allah agar diberi keringanan untuk umatnya dalam membaca al-Qur’an. Lalu permohonannya itu dijawab oleh Allah dengan sab’ah aẖruf yang dengannya al-Qur’an bisa dibaca.5

Secara garis besar, penurunan al-Qur’an dengan sab’ah aẖruf adalah sebagai bentuk keringanan yang diberikan dalam membaca al-Qur’an, sekaligus sebagai rahmat dari Allah swt. untuk umat ini.6 Allah swt. berfirman:

ٍر ِكَّدُّم ْنِم ْلَهَف ِر

ْك ِذلِل َ نٰ

ا ْرُ قْ

لا اَن ْر َّسَي ْدَ قَ

ل َو ١٧

“Dan sungguh, telah Kami mudahkan al-Qur'an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar [54]: 17)

Bisa dibacanya ia lebih dari satu huruf adalah untuk memberikan kemudahan kepada umat Islam dalam membaca kitab sucinya, sehingga mereka tidak merasa dibebani oleh bacaan-bacaan yang sukar dilafalkan.

5 Sya’bân Muẖammad Ismâ’îl, al-Aẖruf as-Sab’ah wa al-Qirâ’ât wa Mâ Utsîra H̲aulahâ min Syubuhât (Maktabah al-Malik Fahd al-Wathaniyah, 2001), hlm. 8.

6 Sulaimân, “al-Aẖruf as-Sab’ah wa ‘Alâqatuhâ bi al-Lahajât wa al- Qirâ’ât al-Qur’âniyah,” hlm. 141.

(18)

Walaupun sesungguhnya hadits tentang sab’ah aẖruf ini dinilai mutawâtir,7 disaksikan banyak sahabat atas kebenarannya, tetapi tentang apa yang dimaksud dengan sab’ah aẖruf yang disebutkan di dalamnya masih diperdebatkan. Menurut as-Suyûthî (w. 911 H), hadits- hadits yang berkenaan dengan turunnya al-Qur’an dengan tujuh huruf diriwayatkan dari 21 orang sahabat dan ada sekitar 40 pendapat yang telah dikemukakan oleh para ulama.8 Perbedaan-perbedaan tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa alangkah sulitnya pembahasan sab’ah aẖruf ini.

7 Ismâ’îl, al-Aẖruf as-Sab’ah wa al-Qirâ’ât wa Mâ Utsîra H̲aulahâ min Syubuhât, hlm. 13.

8 Jalâluddîn ‘Abdurraẖmân ibn Abî Bakr As-Suyûthî, al-Itqân fî ‘Ulûm al- Qur’ân (al-Hai’ah al-Mishriyyah al-‘Âmmah li al-Kitâb, 1974), juz 1, hlm. 163–

64.

(19)

HADITS-HADITS TENTANG TURUNNYA

AL-QUR’AN DENGAN

SAB’AH AH̲RUF

(20)

Sebelum membahas apa yang dimaksud dengan sab’ah aẖruf, agar lebih jelas, berikut adalah di antara hadits yang terlebih dahulu perlu dicermati:

Hadits Pertama

Diriwayatkan bahwa ‘Umar ibn al-Khaththâb ra.

pernah bercerita:

َح َنْب َما َش ِه ُت ْع ِم َس

ْ ِك

قَي ، ٍما َز ِح ِنْب ِمي ِلو ُس َر ِةاَيَح يِف ِناَق ْرُفلا َة َرو ُس ُ

أ َر ُح ىَ

ل َع ُ أ َرْ

قَي َوه اُ َ ذ ِإَ

ف ، ِهِتَءا َر ِقِل ُت ْعَمَت ْساَف ،َمَّل َسَو ِهْيَلَع ُللَّا ىَّل َص ِ َّللَّا ٍفو ُر

ُي ْمَ ل ، ٍة َريِثَ َِّ ك

للَّا ُ

لو ُس َر ا َهيِنْئِرْ

َ ق ف ،َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ

ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص يِف ُه ُر ِوا َسُ ِك

أ ُت ْد

، ِةَ ال َّصلا ِه ِذه َ كَ َ

أ َرْ قَ

أ ْن َم : ُتْ لُ

قَ ف ، ِهِئاَ

د ِرِب ُهُتْبَّبَلَف ،َمَّل َس ىَّت َح ُت ْرَّبَصَتَف

َق ؟ُ أ َرْ

قَت َكُت ْع ِم َس ي ِتَّ

لا َة َرو ُّسلا ُس َر ا َهيِنَ

أ َرْ قَ

أ : َ لا ُللَّا ىَّ

ل َص ِ َّ

للَّا ُ

َ لو ِه ْيل َع

، َتْب َ ذَ

ك : ُتْ لُ

قَ ف ،َمَّ

ل َس َو

ُللَّا ىَّ

ل َص ِ َّ

للَّا َ لو ُس َر َّ

ن ِإَ ا َهيِنَ ف

أ َرْ قَ

أ ْدَ ق َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص ِ َّ

للَّا ِلو ُس َر ىَ ل ِإ ُهُ

دوُ قَ

أ ِهِب ُتْقَل َطْناَف ، َتْ أ َرَ

ق ا َم ِرْيَ غ ىَ ِه ْيَ ل َع

ل َع

ُقَ ف ،َمَّ

ل َس َو

َه ُت ْع ِم َس ي ِن ِإ : ُتْل اَ

ذ ىَ

ل َع ِناَ ق ْرُ

فلا ِة َرو ُسِب ُ أ َرْ

قَي ْمَ

ل ٍفو ُر ُح

َلاَ قَ

ف ،ا َهيِنْئِرْ ُما َش ِه اَي ْ قُت

أ َرْ قا ، ُهْ

ل ِس ْرَ أ :َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ

ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص ِ َّ

للَّا ُ لو ُس َر ُهُت ْع ِم َس ي ِتَّ

لا َةَءا َر ِقلا ِهْيَ ل َع َ

أ َرَ قَ

ُ ف لو ُس َر َ

لاَ قَ

ف ،ُ أ َرْ

قَي َع ُللَّا ىَّ

ل َص ِ َّ

للَّا ْيَ

ِه ل

، ْتَ ل ِزْنُ

أ َكِلَ ذَ

ك :َمَّ

ل َس َو

ُث

َقَ

ف ُر َمع اَي ُ ْ أ َرْ

قا : َ لاَ

ق َّم ،ي ِنَ

أ َرْ قَ

أ ي ِتَّ

لا َة َءا َر ِقلا ُتْ أ َر

(21)

ُقلا اَ ذه َ َّ

ن ِإ ْتَلِزْنُ أ َكِلَ

ذَ ك :َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ

ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص ِ َّ

للَّا ُ لو ُس َر َ

لاَ قَ

ف َ

نآ ْر

َس ىَ ل َع َ

ل ِزْنُ أ َرْ

قاَ

ف ، ٍف ُر ْحَ أ ِة َعْب او ُء

ُهْن ِم َرسَيَت ا َمَّ

“Aku mendengar Hisyâm ibn Hâkim ibn H̲izâm membaca surah al-Furqân di masa hidup Rasulullah saw. Aku perhatikan bacaannya. Ternyata ia membacanya dengan huruf-huruf yang banyak yang Rasulullah saw. belum pernah membacakan bacaan yang seperti itu kepadaku.

Aku hampir saja melabraknya dalam shalat, tetapi aku berusaha sabar menunggunya hingga salam. Setelah selesai, aku tarik sorbannya dan bertanya: ‘Siapakah yang membacakan surah itu kepadamu yang aku dengar engkau membacanya?’ Ia menjawab: ‘Yang membacakannya kepadaku adalah Rasulullah saw.’ Umar berkata: ‘Kamu bohong! Demi Allah, Rasulullah telah membacakan juga kepadaku surah tersebut namun tidak seperti yang engkau baca!’ Kemudian aku membawanya menghadap Rasulullah saw. dan Aku ceritakan kepadanya: ‘Sesungguhnya aku telah mendengar orang ini membaca surah al-Furqân dengan huruf-huruf yang tidak pernah engkau bacakan kepadaku.’ Maka Rasulullah berkata: ‘Lepaskanlah ia.

Bacalah, wahai Hisyâm!’ Maka ia pun kemudian membacanya dengan bacaan seperti yang kudengar tadi.

Maka Rasulullah saw. berkata: ‘Demikianlah surah tersebut diturunkan.’ Beliau juga berkata: ‘Bacalah, wahai

‘Umar!’ Maka akupun membaca bacaan yang diajarkan

(22)

oleh beliau kepadaku. Rasulullah saw. kemudian mengatakan: ‘Sesungguhnya al-Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah oleh kalian yang mudah darinya.’” (HR. al-Bukhârî)9

Hadits ini diriwayatkan oleh imam hadits yang enam—

kecuali Ibn Mâjah—juga oleh Ibn Abî Syaibah dan ath- Thabarî.10

Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari hadits tersebut di antaranya:

1. Dari hadits tersebut, nampak ada perselisihan antara

‘Umar ibn al-Khaththâb ra. dengan Hisyâm ibn H̲akîm ra. tentang cara baca lafazh-lafazh al-Qur’an yang berbeda. Perselisihan kedua sahabat tersebut kembali kepada cara baca al-Qur’an, bukan kepada tafsir dan penjelasan maknanya, sebagaimana disebutkan bahwa hal itu terjadi di dalam shalat, sementara shalat bukan tempatnya menjelaskan makna ayat al-Qur’an, juga di sisi lain tidak sah jika hal itu dilakukan di dalamnya.

Ini menunjukkan bahwa al-Qur’an dapat dibaca dengan lebih dari satu bentuk bacaan. Bentuk-bentuk bacaan ini bukan hanya dari satu bahasa saja, tetapi dari

9 Abû ‘Abdillâh Muẖammad ibn Ismâ’îl Al-Bukhârî, al-Jâmi’ al-Musnad ash-Shaẖîẖ al-Mukhtashar min Umûr Rasûlillâh saw. wa Sunanih wa Ayyâmih; Shaẖîẖ al-Bukhârî (Dâr Thauq an-Najâh, 1422), juz 6, hlm. 184, no.

4992.

10 Dhiyâ’uddîn ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ (Dâr al-Basyâ’ir al-Islâmiyah, 1988), hlm. 63-65.

(23)

banyaknya bahasa Arab.11 Jadi, al-aẖruf as-sab’ah hanya berkaitan dengan lafazh dan cara pengucapan lafazh-lafazh tersebut.12

2. Bacaan sahabat bukanlah berdasarkan ijtihad di antara mereka, sebagaimana perbedaan cara baca itu juga bukan sesuatu yang dilakukan oleh Nabi saw., tetapi murni berdasarkan wahyu. Karena itu, redaksinya:

“Sesungguhnya al-Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah oleh kalian yang mudah darinya.”13

3. Setiap bentuk bacaan yanag berbeda tersebut yang diturunkan oleh Allah, maka sama kedudukannya sebagai al-Qur’an, demikian juga hukum-hukum dan kemuliaannya.14

Perlu diketahui juga bahwa Hisyâm ibn H̲akîm baru masuk Islam setelah peristiwa Fatẖ Makkah. Sementara surah al-Furqân yang diperselisihkan oleh ‘Umar dan Hisyâm merupakan surah makkiyah. Bisa jadi ‘Umar telah menghafalkannya sebelum Fatẖ Makkah, sementara Hisyâm diajarkan oleh Nabi saw. bacaan yang berbeda setelah peristiwa tersebut. Maka, dipahami bahwa sebelum Fatẖ Makkah, al-Qur’an hanya diturunkan dalam huruf

11 Ibid., hlm. 66-67.

12 Muẖammad Ya’qûbî Khubaizah, “al-Aẖruf as-Sab’ah wa al-Qirâ’ât al- Qur’âniyah,” Majallah Dâr al-H̲adîts al-H̲asaniyah 7 (1989): hlm. 28.

13 ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ, hlm. 67.

14 Ibid.

(24)

Quraisy, barulah setelah peristiwa tersebut, diturunkanlah ia dengan tujuh huruf, untuk memudahkan umat, sebab ketika itu Islam sudah menyebar ke berbagai wilayah yang tentu saja dengan bahasa dan dialek yang berbeda-beda. Di samping itu, jika sab’ah aẖruf sudah ada sejak sebelum peristiwa tersebut, maka tidak mungkin ‘Umar tidak mengetahuinya.15

Hadits Kedua

Diriwayatkan dari Ubay ibn Ka’ab ra.:

ُك ُي ٌ

ل ُج َر َ ل َخ َدَ

ف ، ِد ِج ْس َمْ

لا يِف ُتْن َّمُ

ث ، ِه ْيَ ل َع ا َهُت ْرَ

كْنَ أ ًةَءا َر ِق َ

أ َرَ قَ

ف ،ي ِل َص اَنْ

ل َخد َةاَ َ

ل َّصلا اَنْي َضَ ق اَّمَ

لَ

ف ، ِهِب ِحا َص ِةَءا َرَق ىَو ِس ًةَءا َرِق َ أ َرَ

قَ ف ُرخآ َ َ

ل َخدَ ا ًعي ِمجَ َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ

ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص ِللَّا ِلو ُس َر ىَ ًة َءا َر ِق َ ل َع

أ َرَ ق اَ

ذه َ َّ

ن ِإ : ُتْلُقَف ،

ُلو ُس َر اَمُه َر َمَ أَ

ف ، ِهِب ِحا َص ِةَءا َرِق ىَو ِس َ أ َرَ

قَ ف ُرخآ َ َ

ل َخد َو ، ِه ْيَ َ ل َع ا َهُت ْرَ

كْنَ أ ُّي ِبَّنلا َن َّس َحَف ،آ َرَقَف ،َمَّل َسَو ِهْيَلَع ُللَّا ىَّل َص ِللَّا َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ

لَع ُللَّا ىَّ

ل َص

َسَ ف ،اَم ُهَنْ

َ أ َش ل َو ، ِبي ِذْ

ك َّتلا َن ِم ي ِسْ

فَن يِف َطَق اَّمَ

لَ

ف ، ِةَّيِل ِهاَجْ

لا يِف ُتْنُ ك ْ

ذ ِإ ا

،ي ِرْد َص يِف َب َر َض ،ي ِنَي ِش َغ ْدَق اَم َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ

ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص ِللَّا ُ

لو ُس َر ىَ أ َر اَمَّنَ

أَ كَو اً

ق َرَ ع ُت ْض ِفَ

ف

اَ قَ

ف ،اً ق َرَ

ف َّ

ل َج َو َّزع ِللَّا ىَ َ ل ِإ ُر ُظْنَ

أ َ

ل ِس ْرُ أ ُّيَبُ

أ اَي :ي ِل َ ل

15 ‘Abdurraẖmân ibn Ibrâhîm Al-Mathrûdî, al-Aẖruf al-Qur’âniyah as- Sab’ah (Dâr ‘Âlim al-Kutub, 1991), hlm. 19-20.

(25)

ِنَ أ َّيَ

َّ ل ِإ د َرَ

ف ،ي ِت َّمُ أ ىَ

ل َع ْ ن ِ وه َ ْ

نَ أ ِه ْيَ

ل ِإ ُتْدَد َرَف ، ٍف ْر َح ىَلَع َنآ ْرُقْ لا ِأ َرْ

قا

ْنَ أ ِه ْيَ

ل ِإ ُتْدَد َرَف ،ِنْيَف ْر َح ىَلَع ُهْ أ َرْ

قا َ

ة َيِناثلا َّيَّ َ ل ِإ َّيَ

ل ِإ د َرَّ َ ف ،ي ِت َّمُ

أ ىَ ل َع ْ

ن ِ وهَ

َثِلاَّ

َ ثلا ف ، ٍف ُر ْحَ

أ ِة َعْب َس ىَ ل َع ُهْ

أ َرْ قا َ ،ا َهيِنُ ة

لَ أ ْسَ

ت ٌ ةَ

لَ أ ْس َم ا َهَ

كُتْ دَ

د َر ٍةَّ

د َر ِلُ كِب َكَل َي ٍم ْوَيِل َ

ةَ ثِلاَّ

ثلا ُت ْر َّ

خَ أ َو ،ي ِت َّمُ

أ ِل ْر ِفْ

غا َُّ� ،ي ِت َّمُ أ ِل ْر ِفْ

غا َُّ� : ُتْ لُ

قَ ف ُبَ

غ ْر

َرْب ِإ ىَّت َح ،ْمُهُّلُك ُقْلَخْ لا َّيَ

ل ِإ َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ

ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص ُمي ِها

“‘Aku berada di masjid, tiba-tiba masuklah lelaki, ia shalat kemudian membaca bacaan yang aku ingkari. Sesudah itu masuk lagi lelaki lain yang membaca al-Qur’an dengan bacaan berbeda kawannya yang pertama’. Setelah kami selesai shalat, kami bersama-sama masuk ke rumah Rasulullah saw., kemudian aku bercerita: ‘Sesungguhnya orang ini membaca bacaan yang aku ingkari, kemudian masuk yang lainnya membaca dengan bacaan yang berbeda kawannya’. Akhirnya Rasulullah saw.

memerintahkan keduanya untuk membaca. Rasulullah saw.

menganggap baik bacaan keduanya. Maka terhapuslah dalam diriku sikap untuk mendustakan, tidak seperti halnya diriku ketika masa Jâhiliyyah. Ketika Rasulullah saw.

melihat keadaan yang meliputiku yakni rasa malu, beliau meletakkan tangannya di dadaku, maka mengalirlah keringatku, seolah-olah aku tengah melihat Allah ‘Azza wa Jalla dalam ketakutan. Lalu beliau bersabda kepadaku:

‘Wahai Ubay! Telah diutus kepadaku Jibrîl agar aku

(26)

membaca al-Qur’an dengan suatu huruf, kemudian aku meminta pada Jibrîl untuk memudahkan umatku. Jibrîl pun menyampaikan kembali kepadaku untuk yang kedua kalinya, ‘Bacalah al-Qur’an dengan dua huruf’. Akupun meminta lagi padanya untuk memudahkan umatku, Jibrîl pun kemudian menyampaikan kembali kepadaku untuk yang ketiga kalinya, ‘Bacalah al-Qur’an dengan tujuh huruf. Engkau boleh membuat permintaan setiap kali aku kembali kepadamu’. Kemudian aku menjawabnya: ‘Ya Allah! Ampunilah umatku, ampunilah umatku, dan permintaan yang ketiga aku sisakan untuk hari di mana saat itu seluruh makhluk mencintaiku hingga Nabi Ibrâhîm as.” (HR. Muslim)16

Hadits ini diriwayatkan juga oleh Aẖmad di dalam Musnad-Nya, Ibn Abî Syaibah di dalam Mushannaf-nya, dan juga oleh ath-Thabarî di dalam Tafsîr-nya.17

Hadits Ketiga

Diriwayatkan juga dari Ubay ibn Ka’ab ra.:

َك َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ

ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص َّي ِبَّنلا َّنَ أ ُهاَتَ

أَ ف : َ

لاَ ق ، ٍراَ

ف ِغ ي ِنَب ِةا َضَ أ َدْن ِع َ

نا

َ

أ َرْ قَت ْ

نَ أ ك ُر ُمَ ْ

أَي َللَّا َّ

نِإ : َ لاَ

قَ ف ، ُما َ

ل َّسلا ِه ْيَ ل َع ُ

لي ِرْب ِج َكُت َّمُ

أ ىَ

ل َع َ نآ ْرُ

قْ لا

16 Abû al-H̲asan Muslim ibn al-H̲ajjâj Al-Qusyairî, al-Musnad ash-Shaẖîẖ al-Mukhtashar bi Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ilâ Rasulillâh saw. (Beirut: Dâr Iẖyâ’

at-Turâts al-‘Arabî, t.thn.), juz 1, hlm. 561, no. 820.

17 ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ, hlm. 68-69.

(27)

ٍف ْر َح

ُث ، َكِلَذ ُقي ِطُت اَل ي ِتَّمُ

أ َّ

ن ِإ َو ،ُهَت َرِف ْغَمَو ُهَتاَفا َعُم َللَّا ُ لَ

أ ْسَ أ : َ

لاَ قَ

ف ، َّم

َع َ نآ ْرُ

قْ لا َكُت َّمُ

أ َ أ َرْ

قَت ْ نَ

أ ك ُر ُمَ ْ

أَي َللَّا َّ

ن ِإ : َ لاَ

قَ ف ،َ

ة َيِناثلا ُهاَتَّ َ ، ِنْيَ أ

ف ْر َح ىَ ل

ُهَت َر ِفْغَمَو ُهَتاَفا َعُم َللَّا ُلَ أ ْسَ

أ : َ لاَ

قَ ف ُهَءا َج َّمُ

ث ، َكِلذ ُقي ِطُت اَل ي ِتَّمَ ُ أ َّ

ن ِإ َو ،

ُمْ أَي َللَّا َّ

ن ِإ : َ لاَ

قَ ف ،َ

ةَ ثِلاَّ

، ٍف ُر ْحَ ثلا أ ِةَ

ثا َ لَ

ث ىَ ل َع َ

نآ ْرُ قْ

لا َكُت َّمُ أ َ

أ َرْ قَت ْ

نَ أ َ

ك ُر

ا َع ُم َللَّا ُ لَ

أ ْسَ أ : َ

لاَ قَ

ف َّمُ

ث ، َكِلَ

ذ ُقي ِطُت اَل ي ِتَّمُ أ َّ

ن ِإ َو ،ُهَت َرِف ْغَمَو ُهَتاَف ُهَءا َج

ىَ ل َع َ

نآ ْرُ قْ

لا َكُت َّمُ أ َ

أ َرْ قَت ْ

نَ أ ك ُر ُمَ ْ

أَي َللَّا َّ

ن ِإ : َ لاَ

قَ ف ،َ

ة َعِبا َّرلا ، ٍف ُر ْحَ

أ ِة َعْب َس

اوُبا َصَ أ ْدَ

قَ ف ِه ْيَ

ل َع او ُء َرَ

ق ٍف ْر َح اَمُّيَ أَ

ف .

“Sesungguhnya Nabi saw. pernah suatu ketika berada di dekat parit Banî Ghifâr. Lalu Jibrîl mendatanginya seraya mengatakan: ‘Sesungguhnya Allah memerintahkanmu agar umatmu membaca al-Qur’an dengan satu huruf.’ Beliau menjawab: ‘Aku memohon kepada Allah ampunan dan maghfirah-Nya, sesungguhnya umatku tidak akan mampu melakukannya.’ Kemudian Jibrîl mendatanginya lagi untuk kedua kalinya dan berkata: ‘Sesungguhnya Allah memerintahkanmu agar umatmu membaca al-Qur’an dengan dua huruf.’ Beliau tetap menjawab: ‘Aku memohon kepada Allah ampunan dan maghfirah-Nya, sesungguhnya umatku tidak akan mampu melakukannya.’ Kemudian Jibrîl mendatanginya lagi untuk ketiga kalinya dan berkata:

‘Sesungguhnya Allah memerintahkanmu agar umatmu membaca al-Qur’an dengan tiga huruf.’ Beliau masih

(28)

menjawab: ‘Aku memohon kepada Allah ampunan dan maghfirah-Nya, sesungguhnya umatku tidak akan mampu melakukannya.’ Kemudian Jibrîl mendatanginya lagi untuk ketiga kalinya dan berkata: ‘Sesungguhnya Allah memerintahkanmu agar umatmu membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf. Maka dengan huruf mana saja mereka membaca, mereka tetap benar.’” (HR. Muslim)18

Hadits di atas diriwayatkan juga oleh Ibn Abî Syaibah, Abû Dâwud dan ath-Thabarî.19

Dalam riwayat yang disampaikan oleh ath-Thabarî di dalam Tafsîr-nya, digunakan redaksi lain, yaitu:

ىَ لا َعَت َو َ

ك َرا َبَ ت َ َّ

للَّا َّ

ن ِإ ، ٍف ُر ْحَ

أ ِة َعْب َس ىَ ل َع َ

نآ ْرُ قْ

لا َكَت َّمُ أ َئ ِرْ

قُت ْ نَ

أ َ ك ُر ُمْ

أَي اَمَ

ك َو ُهَ ف اً

ف ْر َح ا َهْن ِم َ أ َرَ

ق ْن َمَ

َ ف أ َرَ

ق

“Sesungguhnya Allah Tabâ’raka wa Ta’âlâ memerintahkanmu untuk membacakan al-Qur’an kepada umatmu dengan tujuh huruf. Siapapun yang membaca dengan huruf dari yang tujuh itu, maka al-Qur’an itu sebagaimana yang juga ia baca.”20

18 Al-Qusyairî, al-Musnad ash-Shaẖîẖ al-Mukhtashar bi Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ilâ Rasulillâh saw., juz 1, hlm. 562, no. 821.

19 ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ, hlm. 70.

20 Muẖammad ibn Jarîr ibn Yazîd ibn Katsîr Abû Ja’far Ath-Thabarî, Jâmi’

al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân (Mu’assasah ar-Risâlah, 2000), juz 1, hlm. 38.

(29)

Dari hadits kedua dan ketiga yang sama-sama diriwayatkan dari Ubay ibn Ka’ab ra., dapat diambil kesimpulan:

1. Dua riwayat dari Ubay ra. menunjukkan bahwa al- aẖruf as-sab’ah yang al-Qur’an diturunkan dengannya betul-betul ada dalam cara baca al-Qur’an, sebagaimana ia pernah mendengarkan bacaan dua orang yang berbeda-beda di dalam shalat. Apa yang dia saksikan itu kemudian dilaporkan kepada Nabi saw.

Lalu, beliau membenarkan bacaan keduanya, sebab al- Qur’an turun dengan tujuh huruf (sab’ah aẖruf) dalam rangka memudahkan kepada umatnya dan mengangkat kesulitan mereka dalam membacanya karena perbedaan bahasa mereka.21

2. Setiap huruf dari tujuh huruf itu diturunkan dari Allah, dan siapapun yang membaca dengan huruf manapun dari ketujuh huruf tersebut, maka ia telah membaca al- Qur’an tanpa disebut mengubah Kalâmullâh dari tempatnya.22 Ibn Qutaibah (w. 276 H) mengatakan:

“Setiap huruf-huruf ini adalah Kalâmullâh, dibawa turun oleh ar-Rûẖ al-Amîn (Jibrîl) kepada rasul- Nya.”23

21 ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ, hlm. 70-71.

22 Ibid., hlm. 71.

23 Abû Muẖammad ‘Abdullâh ibn Muslim Ibn Qutaibah Ad-Dînawarî, Ta’wîl Musykil al-Qur’ân (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.thn.), hlm. 32.

(30)

Hadits Keempat

Diriwayatkan juga dari Ubay ibn Ka’ab ra.:

ِه ْيَ

ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص ِللَّا ُ لو ُس َر : َ

لاَ ق ؟كَ َ

أ َرْ قَ

أ ْن َم : ُتْ لُ

قَ ف ،ُ

أ َرْ قَي ا ً

ل ُج َر ُت ْع ِم َس ِإ ْقِل َطْنا : ُتْ

لُ قَ

ف ،َمَّ

ل َس َو َّنلا ُتْيَتَ

أَ ف ، ِه ْيَ

ل ْيَ

ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص َّي ِب : ُتْ

لُ قَ

ف ،َمَّ

ل َس َو ِه

ْ أ َرْ

قا : َ لاَ

قَ ف ،اَ

ذَ ه ْئ ِرْ

قَ ت ْسا ي ِنْئِرْ

قُت ْمَ ل َوَ

أ : ُهَ ل ُتْ

لُ قَ

ف َتْ ن َس ْحَ

أ : َ لاَ

قَ ف ،َ

أ َرَ قَ

ف

َق : َّي َد َيِب ُتْلُقَف " َتْن َس ْحَ أ ْدَ

ق َتْنَ أ َو ،ىَ

لَب" : َ لاَ

ق ؟اَ ذَ

كَو اَ ذَ

ك َتْ

ن َس ْحَ أ ْد

ِنْيَت َّرَم َّنلا َب َر َضَ

ف : َ لاَ

ق ، َّمُ

ث ،ي ِرْد َص يِف ِه ِدَيِب َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ

ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص ُّي ِب

َلاَ قَ

ف ،اً ق َرَ

ف يِفْو َج َ أ َ

لَت ْما َو ،اً ق َرَ

ع ُت ْض ِفَ

ف َّك َّشلا ٍ يَبُ أ ْنَ

ع ْب ِهذْ َ أ َُّ� : َ

لاَ ق َس َو ِه ْيَ

ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص ِللَّا ُ لو ُس َر ن ِإ ، ُّيَّ َبُ

أ اَي :َمَّ

ي ِناَيَتَ ل أ ِنْيَ

كَ ل َم َ

لاَ قَ

ف ، ْ

أ َرْ قا : َ

لاَ ق ،ي ِنْ

د ِز : ُتْلُقَف ،ُهْدِز :ُر َخآْ لا َ

لاَ قَ

ف ، ٍف ْر َح ىَ لَع ْ

أ َرْ

قا :اَمه ُد َحُ َ أ

َلاَ قَ

ف ، ٍةَ ثا َ

لَ ث ىَ

لَع ْ أ َرْ

قا : َ لاَ

ق ،ي ِنْ

د ِز : ُتْلُقَف ،ُهْدِز :ُر َخآْ لا َ

لاَ قَ

ف ، ِنْيَف ْر َح ىَلَع

ْلُ قَ

ف ، ُهْ

د ِز : ُرخآَ ْ لا َرْ

قا : َ لاَ

ق ،ي ِنْ د ِز : ُت : ُرخآَ ْ

لا َ لاَ

ق ، ٍف ُر ْحَ أ ِة َعَب ْرَ

أ ىَ ل َع ْ

أ : ُتْ

لُ ق ، ُهْ

د ِز : ُرخآَ ْ لا َ

لاَ

ق ، ٍف ُر ْحَ أ ِة َس ْمَ

خ ىَ ل َع ْ

أ َرْ قا : َ

لاَ ق ،ي ِنْ

د ِز : ُتْلُق ،ُهْدِز

َق ، ُهْ د ِز : ُرَ

خآْ لا َ

لاَ

ق ، ٍةَّت ِس ىَ ل َع ْ

أ َرْ قا : َ

لاَ ق ،ي ِنْ

د ِز ْب َس ىَ

ل َع ْ أ َرْ

قا : َ ِة َع لا

ْرُ قْ

لاَ

ف ، ٍف ُر ْحَ

" ٍف ُر ْحَ أ

أ ِة َعْب َس ىَ ل َع َ

ل ِزْنُ أ ُ

نآ

“‘Aku mendengar seseorang membaca al-Qur'an. Lalu aku bertanya: ‘Siapa yang membacakannya padamu?’ Ia

(31)

menjawab: ‘Rasulullah saw’. Aku berkata: ‘Pergilah kepada beliau!’ Maka aku pun mendatangi Nabi saw. dan berkata: ‘Mintalah agar orang ini membaca’. Beliau lalu mengatakan: ‘Bacalah’. Orang itu pun membacanya.

Beliau kemudian mengatakan: ‘Bagus’. Aku pun bertanya pada beliau: ‘Bukankah engkau pernah membacakannya padaku begini dan begini’ Beliau menjawab: ‘Benar. Dan engkau juga bagus’. Aku lalu berkata dengan isyarat kedua tanganku, ‘Engkau juga bagus’, dua kali. Maka Nabi saw.

memukul dadaku sambil berdoa: ‘Ya Allah, hilangkan keraguan dari Ubay ibn Ka’ab’. Akupun berkeringat dan berdebar ketakutan. Maka Rasulullah saw. berkata:

‘Wahai Ubay, sungguh telah datang kepadaku dua malaikat, salah satu dari keduanya berkata, ‘Bacalah dengan satu huruf!’ Lalu yang lain berkata, ‘Tambahlah’.

Maka akupun bermohon: ‘Tambahkanlah’. Maka ia berkata, ‘Bacalah dengan dua huruf!’ Maka yang lain berkata, ‘Tambahlah’. Maka akupun bermohon:

‘Tambahkanlah’. Maka ia berkata, ‘Bacalah dengan tiga huruf!’ Maka yang lain berkata, ‘Tambahlah’. Maka akupun bermohon: ‘Tambahkanlah’. Maka ia berkata,

‘Bacalah dengan empat huruf!’ Maka yang lain berkata,

‘Tambahlah’. Maka akupun bermohon: ‘Tambahkanlah’.

Maka ia berkata, ‘Bacalah dengan lima huruf!’ Maka yang lain berkata, ‘Tambahlah’. Maka akupun bermohon:

‘Tambahkanlah.' Maka ia berkata, ‘Bacalah dengan enam huruf!’ Maka yang lain berkata, ‘Tambahlah’. Maka

(32)

akupun bermohon: ‘Tambahkanlah’. Maka ia berkata,

‘Bacalah dengan tujuh huruf!’ Maka al-Qur'an diturunkan dalam tujuh huruf.” (HR. Aẖmad)24

Riwayat di atas disampaikan juga oleh Ibn Abî Syaibah, an-Nasâ’î, ath-Thabarî, dan ath-Thabrânî.25

Dari riwayat di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan:

1. Permohonan Nabi saw. untuk menambahkan huruf mulai dua sampai tujuh kepada Jibrîl as. dalam hadits ini, juga dalam hadits-hadits lain, menjadi petunjuk yang jelas bahwa maksud dari tujuh huruf adalah sebagaimana hitungan antara enam dan delapan, tidak kurang tidak lebih.26

2. Ketujuh huruf yang diturunkan itu kedudukannya sama sebagai al-Qur’an, demikian juga hukum-hukum dan kesitimewaannya. Menggunakan satu dari tujuh huruf sudah cukup.27

Hadits Kelima

Diriwayatkan juga dari Ubay ibn Ka’ab ra.:

24 Abû ‘Abdillâh Aẖmad ibn Muẖammad ibn H̲anbal Asy-Syaibânî, Musnad al-Imâm Aẖmad ibn H̲anbal (Ar-Risâlah, 2001), juz 35, hlm. 86–87, no. 21152.

25 ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ, hlm. 74-76.

26 Ibid., hlm. 76.

27 Ibid., 76.

(33)

ي ِن ِإ ُ

لي ِرْب ِج اَي : َ لاَ

قَ ف ، َ

لي ِرْب ِج َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ ل َع ُ َّ

للَّا ىَّ

ل َص ِ َّ

للَّا ُ

لو ُس َر َي ِقَ ل ُتْ

ث ِعُب

،ةَي ِراَجلاَو ، ُما َل ُغلاَو ،ُريِبُ َ كلا ُ

خ ْي َّشلا َو ، ُزو ُج َعلا ُم ُهْن ِم : َنيِ ي ِ مُ أ ٍة َّمُ

أ ىَ

َ ل ِإ ق ، ُّطَ

ق اًباَت ِك ْ أ َرْ

قَي ْمَ ل ي ِذَّ

لا ُ ل ُج َّرلا َو ىَ

ل َع َ ل ِزْنُ

أ َ نآ ْرُ

قلا َّ

ن ِإ ُدَّمَح ُم اَي : َلا

ٍف ُر ْحَ أ ِة َعْب َس

“Rasulullah saw. bertemu dengan Jibrîl, lalu ia mengatakan: ‘Wahai Jibrîl, sesungguhnya aku diutus kepada umat yang ummi; di antara mereka ada orang tua renta, orang yang sudah berumur, anak kecil, budak dan orang yang tidak bisa membaca tulisan sama sekali’. Jibrîl menimpali: ‘Wahai Muẖammad, sesungguhnya al-Qur’an diturunkan atas tujuh huruf’.” (HR. at-Tirmidzî)28

Hadits ini diriwayatkana juga aoleh Aẖmad, ath- Thabarî, al-Bazzâr, ath-Thabrânî, dan Ibn Abî Syaibah.29

Ummî adalah sifat yang masyhur untuk umat Nabi Muẖammad saw., mereka tidak terbiasa membaca dan menulis. Sedangkan bangsa Arab adalah bangsa yang memiliki beragam dialek bahasa, sehingga tidak mudah mereka yang sudah terbiasa dengan dialeknya untuk mengikuti dialek kabilah lain. Belum lagi di antara mereka ada yang sudah tua renta, bahkan ada yang tidak bisa

28 Abû ‘Îsâ Muẖammad ibn ‘Îsâ At-Tirmidzî, Sunan at-Tirmidzî (Mesir:

Mushthafâ al-Bâbî al-H̲alabî, 1975), juz 5, hlm. 194, no. 2944.

29 ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ, hlm. 81-82.

(34)

membaca sama sekali, tentu membutuhkan waktu yang sangat lama jika harus menggunakan dialek yang tidak mereka gunakan. Karenanya, hikmah turunnya al-Qur’an dengan tujuh huruf adalah untuk memudahkan orang-orang Arab yang ummî itu. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa al-aẖruf as-sab’ah mencakup bahasa Arab yang banyak, karena satu-satunya jalan untuk memberikan kemudahan bagi mereka adalah dengan tetap memelihara perbedaan mereka dalam berbahasa, sehingga turunlah al- Qur’an dengan tujuh huruf sebagai karunia dari Allah swt.30 Hadits Keenam

Diriwayatkan dari ‘Abdullâh ibn ‘Abbâs ra., bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

ِج ي ِنَ أ َرْ

قَ أ ُت ْع َجا َرَ

ف ٍف ْر َح ىَ ل َع ُ

لي ِرْب ىَّت َح ي ِنُديِزَي َو ُه ُدي ِزَت ْسَ

أ ْ ل َزَ

أ ْمَ لَ

ف ،ُه

ٍف ُر ْحَ

أ ِة َعْب َس ىَ ل ِإ ىَ

هَتْنا

“Jibril membacakan (al-Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Maka berulang kali aku mendesak dan meminta agar huruf ditambah, dan ia pun menambahnya kepadaku sampai dengan tujuh huruf.” (HR. al-Bukhârî)31

30 Ibid., hlm. 82-83.

31 Al-Bukhârî, al-Jâmi’ al-Musnad ash-Shaẖîẖ al-Mukhtashar min Umûr Rasûlillâh saw. wa Sunanih wa Ayyâmih; Shaẖîẖ al-Bukhârî, juz 6, hlm. 184, no. 4991.

(35)

Hadits serupa diriwayatkan juga oleh Muslim, ath- Thabarî dan Aẖmad.32

Dari hadits ini—terutama dari kalimat fa lam azal astazîduhû ( ُه ُدي ِزت ْسَ َ

أ ْ

ل َزَ أ ْمَ

لَ

ف)—juga bisa dipahami bahwa bilangan tujuh yang disebutkan itu benar-benar berupa bilangan antara enam dan delapan, sehingga bukan bersifat kiasan.33

Hadits Ketujuh

Diriwayatkan dari Abû Bakrah ra.:

اَ

ق ، ٍف ْر َح ىَ ل َع َ

نآ ْرُ قْ

لا ِأ َرْ قا ُد َّمَح ُ

م اَي : َ لاَ

ق ُما َ ل َّسلا ِه ْيَ

ل َع َ

لي ِرْب ِج َّنَ

َ أ ل

ِه ْيَ ل َع ُ

ليِئاَ كي ِم

َلاَ ق ، ِنْيَ

ف ْر َح ىَ ل َع ْ

أ َرْ قاَ

ف : َ لاَ

ق ، ُهدا َزَ ت ْساَ َ ف،ُهْ

د ِزَت ْسا : ُما َ ل َّسلا ُهدا َزَ ت ْساَ َ

ف ، ُهْ د ِزت ْسا :َ ُ

ليِئاَ كي ِم لُ

ك : َ لاَ

ق ، ٍف ُر ْحَ

أ ة َع ْب َس َ غَ َ لَب ىَّت َح ٍفا َش

َيآ ْوَ أ ، ٍة َمْ

ح َرِب ٍباَ ذ َع َ

ةَيآ ْمِتخْ َ ت ْمَ

ل ا َم ٍفاَ

َ ك ن ٍبا َ

ذ َعِب ٍة َمح َر ْ ةَ

َلا َعَت َكِل ْوَ ق َو ْح

ْل ِجْ عَ

أ َو ْعِر ْسَ أ َو ، ْبَ

هْ ذا َو َّمُ

لَ ه َو ، ْ

لِبْ قَ

أ َو

“Sesungguhnya Jibrîl as. berkata: ‘Wahai Muẖammad, bacalah al-Qur`an dengan satu huruf!’ Lalu Mîkâ’îl menimpali: ‘Mintalah tambahan!’ Lalu Nabi beliau pun meminta tambahan. Jibrîl berkata lagi: ‘Bacalah dengan dua huruf!’ Mîkâ’îl menimpali: ‘Mintalah supaya

32 ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ, hlm. 84.

33 Ibid., hlm. 85.

(36)

ditambah!’ Maka Nabi saw. meminta tambahan hingga menjadi tujuh huruf. (Abu Bakrah berkata:) ‘Setiap ujung ayat telah sempurna, selagi ayat adzab tidak ditutup dengan rahmat atau ayat rahmat dengan adzab, sebagaimana perkataanmu: ‘Ta’âl, aqbil, halumma, idzhab, asri’ dan a’jil!’” (HR. Aẖmad)34

Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibn Abî Syaibah, ath- Thabarî, ath-Thabrânî.35

Hadits Kedelapan

Diriwayatkan dari Abû Thalẖah, dari ayahnya, dari kakeknya:

َص ِللَّا ِلو ُس َر ىَ ل َع ُتْ

أ َرَ ق : َ

لاَ قَ

ف ِه ْيَ ل َع َرَّيَغَ

ف َر َمُ ع َدْن ِع ٌ

ل ُج َر َ أ َرَ

ق ُللَّا ىَّ

ل

ْيَ

َ ل َع لَ

ف َمَّ

ل َس َو ِه َدْن ِع اَن ْعَمَت ْجاَف : َلاَق ،َّيَلَع ْرِ ي َغُي ْم

ُللَّا ىَّ

ل َص يِ ِبَّنلا ِه ْيَ

ل َع ْدَ

ق : ُهَ ل َ

لاَ قَ

ف َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ

ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص يِ ِبَّنلا ىَلَع ُل ُج َّرلا َ أ َرَ

قَ ف : َ

لاَ ق َمَّ

ل َس َو َمُ

ع َّ

نَ أَ

كَ ف : َ

لاَ ق ، َتْ

ن َس ْحَ

َ أ

ذ ْن ِم َد َج َو َر َّنلا َ

لاَ قَ

ف ، َكِل ِه ْيَ

ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص ُّي ِب

ُهَّ

لُ ك َ

نآ ْرُ قْ

لا َّ

ن ِإ ، ُر َمُ ع اَي :َمَّ

ل َس َو ْوَ

أ ًة َر ِفْغَم ٌبا َذَع ْل َع ْج ُي ْمَل اَم ٌباَو َص

اًباَ

ذ َع ٌة َر ِفْغَم

34 Asy-Syaibânî, Musnad al-Imâm Aẖmad ibn H̲anbal, juz 34, hlm. 146–

47, no. 20513.

35 ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ, hlm. 86.

(37)

“Ada seorang membaca al-Qur’an di sisi ‘Umar, lalu ia meralatnya. Orang itu berkata: ‘Aku membacanya demikian di hadapan Rasulullah saw. dan beliau tidak menyalahkanku!’ ‘Umar berkata: ‘Maka kami pun berkumpul di sisi Nabi saw., orang itu membacakannya kepada Nabi saw. dan beliau pun berkata kepada orang itu,

‘Bagus!’ Ia (perawi) berkata, ‘Maka ‘Umar sepertinya tidak enak hati, maka Nabi saw. berkata kepadanya:

‘Wahai ‘Umar, seluruh bentuk bacaan al-Qur’an itu benar, selama ayat siksa tidak dijadikan ayat ampunan dan ayat ampunan dijadikan ayat siksa’.” (HR. Aẖmad)36

Di antara kesimpulan dari hadits di atas adalah bahwa apa yang dibaca dari al-Qur’an, selama sesuai dengan huruf-huruf yang diajarkan oleh Nabi saw., juga tidak mengubah semisal ayat adzab menjadi ampunan, atau sebaliknya, maka yang ia adalah al-Qur’an.37 Huruf-huruf yang dengannya al-Qur’an diturunkan, harus diimani, selagi yang dibaca itu sesuai dengan yang diturunkan kepada Nabi saw., bukan berdasarkan pendapat seseorang.38

Hadits Kesembilan

Diriwayatkan dari Ibn Mas’ûd ra.:

36 Asy-Syaibânî, Musnad al-Imâm Aẖmad ibn H̲anbal, juz 26, hlm. 285, no. 16366.

37 ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ, hlm. 89.

38 Ibid., hlm. 91.

(38)

ا ً

ل ُج َر ُت ْع ِم َس

ُأ َرْ قَي َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ

لَع ُللَّا ىَّ

ل َص َّي ِبَّنلا ُت ْع ِم َسَو ،ًةَيآ َ أ َرَ

ق

َل َع ُللَّا ىَّ

ل َص َّي ِبَّنلا ِهِب ُتْئ ِجَف ،اَهَفَ ال ِخ يِف ُتْف َر َعَف ،ُهُتْرَب ْخَ

أَ ف َمَّ

ل َس َو ِه ْي ِإَ

ف ،اوُ ف ِلَتْ

خ َ ت َ

ال َو ، ٌن ِسْح ُم اَمُ كَ

ال ِك : َ لاَ

ق َو ،َ ة َي ِها َرَ

كلا ِه ِه ْج َو

َناَ ك ْن َم َّ

ن

اوُ كَ

ل َهَ ف اوُ

فَ لَت ْ

خا ُمُ كَ

ل ْبَ ق

“Aku mendengar seseorang membaca suatu ayat tapi aku mendengar Nabi saw. berbeda cara membacanya. Maka aku membawa orang itu menemui Nabi saw. lalu aku ceritakan masalah itu. Namun aku mengetahui ada ketidaksukaan beliau yang tergambar dalam raut wajahnya. Lalu beliau berkata: ‘Cara kalian membaca keduanya benar dan janganlah kalian berselisih karena orang-orang sebelum kalian berselisih hingga akhirnya mereka binasa’.” (HR. al-Bukhârî)39

Hadits ini menunjukkan bolehnya membaca al-Qur’an dengan bentuk apapun yang masuk dalam al-ẖurûf as- sab’ah dan tidak boleh melarang orang lain membaca dengannya, selama bacaan tersebut diambil langsung dari Nabi saw.40

Hadits Kesepuluh

39 Al-Bukhârî, al-Jâmi’ al-Musnad ash-Shaẖîẖ al-Mukhtashar min Umûr Rasûlillâh saw. wa Sunanih wa Ayyâmih; Shaẖîẖ al-Bukhârî, juz 4, hlm. 175, no. 3476.

40 Khubaizah, “al-Aẖruf as-Sab’ah wa al-Qirâ’ât al-Qur’âniyah,” hlm. 29.

(39)

Diriwayatkan dari Abu Juhaim:

ْيَّ

قَ لَت :اَ

ذَ ه َ

لاَ قَ

ف ، ِنآ ْرُ قْ

لا َن ِم ٍةَيآ يِف اَ فَ

لَت ْ خا ِنْيَ

ل ُج َر َّ

نَ ِللَّا ِلو ُس َر ْن ِم ا َهُت أ

َلَت : ُر َخآْ لا َ

لاَ ق َو ،َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ

ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص ُللَّا ىَّ

ل َص ِللَّا ِلو ُس َر ْن ِم ا َهُتْيَّق

َلَ أ َسَ

ف .َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ ل َع ُللَّا ىَّ

ل َص َّي ِبَّنلا ا ىَ

ل َع ُ أ َرْ

قُي ُ نآ ْرُ

قْ لا " : َ

لاَ قَ

ف ،َمَّ

ل َس َو ِه ْيَ ل َع

َلَ

ف ، ٍف ُر ْحَ أ ِة َعْب َس ٌرْ

فُ ك ِنآ ْرُ

قْ

لا يِف ًءا َر ِم َّ

ن ِإَ ف ، ِنآ ْرُ

قْ

لا يِف او ُراَمُت ا

“Bahwa dua orang laki-laki berselisih mengenai satu ayat di dalam al-Qur’an. Salah satu dari keduanya berkata:

‘Sesungguhya aku telah menerima langsung dari Rasulullah saw’. Sedangkan yang lain berkata: ‘Aku juga mempelajarinya langsung dari Rasulullah saw’. Akhirnya keduanya menanyakan hal itu kepada Nabi saw. Beliau lalu bersabda: ‘Sesungguhnya al-Qur`an itu dibaca dengan tujuh huruf, maka janganlah al-Qur'an itu diperdebatkan dan diperselisihan. Karena perdebatan mengenai ayat al- Qur'an itu merupakan kekufuran’.” (HR. Aẖmad)41

Dari hadits ini, dapat diambil kesimpulan:

1. Setiap huruf dari tujuh huruf yang dengannya al- Qur’an diturunkan adalah berasal dari Allah swt.

Karenanya, Nabi saw. melarang perselisihan tentang

41 Asy-Syaibânî, Musnad al-Imâm Aẖmad ibn H̲anbal, juz 29, hlm. 85, no. 17542.

(40)

huruf-huruf tersebut selama bacaan tersebut ditetapkan berasal darinya.42

2. Rasulullah saw. memerintahkan untuk mengambil huruf tersebut untuk digunakan sebagai bacaan, dan bagi orang yang tidak mengetahui kebenaran huruf tersebut, maka ia bisa menyerahkan permasalahan itu kepada orang yang mengetahui tentangnya.

Sebagaimana dalam redaksi hadits lain dari Abû Hurairah ra.:

ٌرْ فُ

ك ِنآ ْرُ قْ

لا يِف ُءا َر ِمْ لا ٍتا َّرَم َثا َلَث -

- ،اوُ

ل َمعاْ َ

ف ُهْن ِم ْمُتْ ف َرع اَمَ َ

ف

ِه ِمِلاَع ىَ ل ِإ ُهود ُرُّ َ

ف ُهْن ِم ْمُتْ ل ِهَج اَمَو

“Perdebatan mengenai al-Qur’an adalah kekufuran—

beliau mengulanginya tiga kali—maka apa yang kalian ketahui, amalkanlah, dan apa yang tidak kalian ketahui, maka kembalikanlah perkara itu kepada orang yang mengetahuinya.” (HR. Aẖmad)43

3. Mengingkari huruf yang dari huruf-huruf yang dengannya al-Qur’an diturunkan berarti mengingkari bagian dari al-Qur’an dan menentang apa yang Allah wahyukan dapat menjerumuskan sesorang kepada kekufuran. Bahkan, jika melihat kepada ke-mutawâtir- an hadits-hadits tentang turunnya al-Qur’an dengan

42 ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ, hlm. 100.

43 Asy-Syaibânî, Musnad al-Imâm Aẖmad ibn H̲anbal, juz 13, hlm. 369, no. 7989.

(41)

tujuh huruf, maka orang yang mengingkarinya padahal ia mengetahui ke-mutawâtir-an hadits-haditsnya, maka tidak diragukan lagi ia telah kafir.44

Hadits Lain tentang Turunnya Al-Qur’an dengan Tiga Huruf (Tsalâtsah Aẖruf)

Di samping hadits-hadits yang telah disampaikan sebelumnya, perlu diketahui juga bahwa ada hadits-hadits lain yang menyebutkan bahwa al-Qur’an itu turun dalam tiga huruf (tsalâtsah aẖruf), misalnya:

1. Diriwayatkan dari Samurah ra. bahwa Nabi saw.

bersabda:

ٍف ُر ْحَ أ ِةَ

ثا َ لَ

ث ىَ ل َع ُ

نآ ْرُ قْ

لا َ ل ِزْنُ

أ

“Al-Qur’an diturunkan dengan tiga huruf.” (HR. al- H̲akim)45

2. Di dalam Musnad al-Bazzâr disebutkan juga dari Samurah ibn Jundab ra.:

44 ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ, hlm. 100-101.

45 Abû ‘Abdillâh al-H̲âkim Muẖammad ibn ‘Abdillâh An-Naisâbûrî, al- Mustadrak ‘alâ ash-Shaẖîẖain (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1990), juz 2, hlm. 243, no. 2884.

(42)

َي َ ناَ

ك مَّ

ل َس َو هيَ ل َع ُ َّ

للَّا ىَّ

ل َص ِللَّا َ لو ُس َر َّ

نَ أ اَمَ

ك َ نآ ْرُ

قْ لا َ

أ َرْ قَ

ن ْ نَ

أ اَن ُر ُمْ أ

ق َو ، ُهاَنَ أ َرْ

قَ أ :لا

َ

ل َع َ ل ِزْنُ

أ ا ْوَ

فا َج َ ت َ

الو ، ِهي ِف ا ُو ِفْ لَتخْ َ

ت الَ ف ٍف ُر ْحَ

أ ِةَ ثالَ

ث ى ُهو ُمُتْئ ِرْ

قُ أ ي ِذَّ

لاَ ك ُهو ُء َرْ

قا ُهُّ

لُ ك ٌ

ك َرا َب ُم ُهَّنِإَ ف ُهْنعَ .

“Sesungguhnya Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk membaca al-Qur’an sebegaimana ia ajarkan kepada kami, dan mengatakan: ‘Al-Qur’an itu turun dengan tiga huruf, maka janganlah kalian berselisih tentangnya, juga jangan menjauh darinya karena ia kitab pembawa berkah. Maka bacalah ia sebagaimana diajarkan kepada kalian.”46

Dhiyâ’uddîn ‘Itr di dalam al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ mengatakan bahwa memang ada sebagian hadits yang menyebutkan bahwa al-Qur’an turun dengan tiga huruf (tsalâtsah aẖruf), dan ada juga hadits-hadits lain yang jumlahnya banyak menyebutkan bahwa al-Qur’an turun dengan tujuh huruf (sab’ah aẖruf).

Namun, hadits-hadits tentang turunnya al-Qur’an dengan tiga huruf itu tidak ada di dalam al-Kutub as-Sittah. Hadits- hadits tersebut tidak sekuat hadits-hadits tentang turunnya al-Qur’an dengan tujuh huruf sebagaimana disebutkan para

46 Abû Bakr Aẖmad ibn ‘Amr ibn ‘Abdilkhâliq Al-Bazzâr, Musnad al- Bazzâr al-Mansyûr bi Ism al-Baẖr az-Zakhkhâr (Madînah: Maktabah al-‘Ulûm wa al-H̲ikam, t.thn.), juz 10, hlm. 450, no. 4612.

(43)

imam hadits yang enam yang dinilai mutawâtir dari Nabi saw.47

Abû Syâmah (w. 665 H) di dalam al-Mursyid al-Wajîz mengatakan bahwa bisa jadi maksudnya adalah sebagian dari al-Qur’an itu ada yang diturunkan dalam tiga huruf, misalnya kata jadzwah ( ٍة َوْ

ذ َج) dalam QS. Al-Qashash [28]:

29, ar-rahb ( ِبه َّرلاْ ) dalam QS. Al-Qashash [28]: 32, dan adh-shadafain ( ِنْيف َد ََّ صلا) dalam QS. Al-Kahfi [18]: 96 yang masing-masing bisa dibaca dengan tiga cara baca dalam qirâ’ât yang masyhur. Atau, bisa jadi juga bahwa awalnya al-Qur’an turun dengan tiga huruf, kemudian ditambahkan lagi hingga tujuh huruf.48

Namun, jika diperhatikan, sebenarnya kedua hadits tersebut tidaklah bertentangan, sebab al-aẖruf as-sab’ah itu juga mencakup al-aẖruf ats-tsalâtsah. Adanya hadits tentang turunnya al-Qur’an dengan tiga huruf itu bisa dikatakan ketika belum ada penambahan huruf. Sebab dari perawi yang sama—yaitu Samurah ra.—juga ada hadits lain bahwa al-Qur’an turun dengan tujuh huruf:

ٍف ُر ْحَ

أ ِة َعْب َس ىَ ل َع ُ

نآ ْرُ قْ

لا َ ل َزَن

47 ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ, hlm. 78.

48 Abû al-Qâsim Syihâbuddîn ‘Abdurraẖmân ibn Ismâ’îl ibn Ibrâhîm Abû Syâmah Al-Maqdisî, al-Mursyid al-Wajîz ilâ ‘Ulûm Tata’allaq bi al-Kitâb al-

‘Azîz (Beirut: Dâr Shâdir, 1975), juz 1, hlm. 88.

(44)

“Al-Qur’an turun dengan tujuh huruf.” (HR. Aẖmad)49 Dhiyâ’uddîn ‘Itr menyimpulkan bahwa hadits sab’ah aẖruf itu lebih kuat dibandingkan dengan hadits tsalâtsah aẖruf dengan alasan di antaranya bahwa hadits sab’ah aẖruf statusnya mutawâtir, sedangkan hadits tsalâtsah aẖruf hanya hadits âẖâd, juga karena tujuh huruf itu juga mencakup tiga huruf tanapa menafikannya.50

Hadits Lain tentang Turunnya Al-Qur’an dengan Bahasa Quraisy

Di antara keterangan yang menyebutkan bahwa al- Qur’an turun dengan bahasa Quraisy adalah:

1. ‘Umar ra. pernah menulis surat kepada Ibn Mas’ûd ra.:

ِةَغُلِب اَ ل ٍشْي َرُ

ق ِةَغُلِب َساَّنلا ِئ ِرْقَ أَ

ف ٍشْي َرُ

ق ِنا َسِلِب َ ل َزَن َ

نآ ْرُ قْ

لا َّ

نَ أ ٍلْيَ

ذهُ

“Sesungguhnya al-Qur’an turun dengan bahasa Quraisy, maka ajarkanlah bacaan al-Qur’an kepada orang-orang dengan bahasa Quraisy, bukan bahasa Hudzail.”51

2. Diriwayatkan dari Anas bahwa ‘Utsmân memanggil Zaid ibn Tsâbit, ‘Abdullâh ibn az-Zubair, Sa’îd ibn al-

49 Asy-Syaibânî, Musnad al-Imâm Aẖmad ibn H̲anbal, juz 33, hlm. 350, no. 20179.

50 ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ, hlm. 80.

51 Al-‘Asqalânî, Fatẖ al-Bârî Syarẖ Shaẖîẖ al-Bukhârî, juz 9, hlm. 9.

(45)

‘Âsh, dan ‘Abdurraẖmân ibn al-H̲ârits ibn Hisyâm, lalu mereka menyalin al-Qur’an ke dalam lembaran- lembaran mushaf. Kemudian ‘Utsmân berkata kepada tiga orang yang berasal dari suku Quraisy diantara mereka:

ِنا َسِلِب ُهوُبُ تْ

كاَ ف ، ِنآ ْرُ

قلا َن ِم ٍء ْي َ ش يِف ٍتِباَ

ث ُنْب ُدْي َز َو ْمُتْنَ أ ْمُتْ

فَ لَت ْ

خا اَ ذ ِإ ِه ِنا َسِلِب َ

ل َزَن اَمَّنِإَ ف ، ٍشْ

ي َرُ َكِلَ ق

ذ اوُ ل َعَ

فَ ف ْم

“Jika kalian berselisih pendapat dengan Zaid bin Tsabit tentang sesuatu dari al-Qur’an maka tulislah dengan Arab Quraisy karena al-Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka.” Lalu merekapun melakukannya.52

3. Di dalam Mushannaf Ibn Abî Syaibah juga disebutkan bahwa ‘Utsmân mengatakan:

َنآ ْرُ قْ

لا ي ِن ْعَي ٍشْي َرُ

ق ِنا َسِلِب َ ل َزَن اَمَّنإ

“Ia turun dengan bahasa Quraisy; maksudnya al- Qur’an.”53

4. ‘Ikrimah ibn Khâlid mengatakan:

52 Al-Bukhârî, al-Jâmi’ al-Musnad ash-Shaẖîẖ al-Mukhtashar min Umûr Rasûlillâh saw. wa Sunanih wa Ayyâmih; Shaẖîẖ al-Bukhârî, juz 4, hlm. 180, no. 3506.

53 Abû Bakr ibn Abî Syaibah ‘Abdullâh ibn Muẖammad ibn Ibrâhîm Al-

‘Absî, al-Kitâb al-Mushannaf fî al-Aẖâdîts wa al-Âtsâr (Riyâdh: Maktabah ar- Rusyd, 1409), juz 6, hlm. 120, no. 29960.

(46)

ا ًشْي َرُ

ق ي ِن ْعَي ،اَنِنا َسِلِب ُنآ ْرُقْ لا َ

ل َزَن

“Al-Qur’an turun dengan bahasa kami, yaitu Quraisy.”54

Turunnya al-Qur’an dengan bahasa Arab Quraisy di antaranya dapat dipahami dari beberapa alasan berikut:

1. Quraisy adalah kaumnya Nabi saw. Sebagaimana yang sudah menjadi sunnatullâh, bahwa tidak ada rasul yang diutus-Nya kecuali dengan bahasa yang digunakan kaumnya. Friman-Nya:

ْم ُهَ

ل َن ِ يَبُيِل هِمْوَق ِنا َسِلِب اَّ

ل ِا ٍل ْو ُس َّر ْن ِم اَنْل َس ْرَا ٓاَمَو

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, agar dia dapat memberi penjelasan kepada mereka…” (QS. Ibrâhîm [14]: 4).55

2. Rasulullah saw. di awal-awal diperintahkan untuk terlebih dahulu berdakwah kepada orang-orang terdekatnya, sebagaimana firman Allah:

َنْيِب َرْ قَ

اْ

لا َكَت َرْي ِشع ْر ِذْنَاَوَ

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat.” (QS. Asy-Syu’arâ’ [26]:

54 Ibid., juz 6, hlm. 121, no. 29965.

55 ‘Itr, al-Aẖruf as-Sab’ah wa Manzilah al-Qirâ’ât Minhâ, hlm. 58.

(47)

214) Maka, sudah pasti bahasa yang digunakan adalah bahasa mereka.56

3. Bahasa Quraisy adalah bahasa Arab yang paling fasih, bahkan mencakup sebagian besar bahasa Arab.57 Tentang kaitannya dengan hadits-hadits bahwa al- Qur’an turun dengan sab’ah aẖruf, maka bisa dipahami bahwa memang pada mulanya al-Qur’an turun dengan bahasa Quraisy, barulah kemudian disusul kebolehan membacanya dengan bahasa lain yang masuk dalam sab’ah aẖruf yang disebutkana dalam banyak hadits.58

56 Ibid.

57 Ibid.

58 Al-‘Asqalânî, Fatẖ al-Bârî Syarẖ Shaẖîẖ al-Bukhârî, juz 9, hlm. 9.

(48)
(49)

PENGERTIAN SAB’AH AH̲RUF SECARA BAHASA

DAN PERHATIAN PARA

ULAMA TERHADAPNYA

Referensi

Dokumen terkait