• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kualitas Nutrisi Kulit Buah Kakaodan Ampas Tebu Yang Difermentasi Menggunakan Effective Microorganisms-4(Em4)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Analisis Kualitas Nutrisi Kulit Buah Kakaodan Ampas Tebu Yang Difermentasi Menggunakan Effective Microorganisms-4(Em4)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

434

Analisis Kualitas Nutrisi Kulit Buah Kakaodan Ampas Tebu Yang Difermentasi Menggunakan Effective Microorganisms-4(Em4)

Dzarnisa*

FakultasPertanianUniversitasSyiah Kuala1 Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini.

FakultasPertanianUniversitasSyiah Kuala, FKIP Universitas Syiah Kuala

*dzarnisa@yahoo.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengukur efektivitas penggunaan EM4 pada proses fermentasi dalam memperbaiki nilai nutrisi bahan pakan asal limbah perkebunan dan agroindustri, khususnya ampas tebu dan kulit buah kakao. Penelitian dilaksanakan di SMKN 1 Gandapura Bireuen dan di Laboratorium Makanan Ternak Prodi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh, mulai bulan Desember s/d Maret 2016. Materi yang digunakan adalah ampas tebu, kulit buah kakao, dan starter EM4. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3x2 dengan 3 perlakuan jenis substrat yaitu A1 (ampas tebu), A2 (kulit buah kakao), A3 (campuran ampas tebu dan kulit buah kakao) dan 2 perlakuan dosis EM4 yaitu B1 (0% EM4) dan B2 (2% EM4). Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kandungan bahan kering, protein kasar, serat kasar, dan abu. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi antara jenis substrat dan penambahan EM4 (P>0,05) terhadap semua peubah yang diamati. Kandungan protein kasar sangat dipengaruhi (P<0,01) oleh jenis substrat yang digunakan, sedangkan penurunan kandungan serat kasar sangat dipengaruhi (P<0,01) oleh penggunaan EM4 pada proses fermentasi. Penggunaan EM4 dan jenis substrat juga sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kandungan abu, namun tidak terdapat interaksi antar keduanya. Secara keseluruhan, penggunaan EM4 mampu memperbaiki nilai nutrisi dari ketiga jenis substrat yang digunakan, yang ditunjukkan oleh penurunan kandungan serat kasar, meskipun peningkatan kandungan protein kasar hanya terlihat pada kulit buah kakao.

Kata kunci: Ampas tebu, kulit buah kakao,Effective Microorganisms-4 (EM4), fermentasi

Pendahuluan

Salah satu faktor kesuksesan suatu peternakan adalah ketersediaan hijauan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak terutama pada ternak ruminansia. Hijauan memegang peranan penting pada produksi ternak ruminansia, karena pakan yang dimakan oleh ternak tersebut sebagian besar dalam bentuk hijauan. Akan tetapi ketersediaan hijauan sangat fluktuatif, pada musim hujan ketersediaan cukup banyak namun sebaliknya pada musim kemarau ketersediaan hijauan masih sangat terbatas. Kondisi ini menyebabkan peternak kesulitan untuk mendapatkan hijauan dengan kualitas yang baik, sehingga penggunaan limbah pertanian dan perkebunan menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut.

Salah satu satu sumber pakan alternatif yang memiliki prospek cukup baik untuk

(2)

435

dikembangkan adalah pakan sumber serat,seperti kulit buah kakao dan ampas tebu yang merupakan limbah agroindustri. Komponen limbah buah kakao yang terbesar berasal dari kulit buahnya, yaitu sebesar 75 % dari total buah (Direktorat Jenderal Peternakan, 2009). Di pihak lain, ampas tebu merupakan limbah pabrik gula yang banyak ditemukan dan dapat mencemari lingkungan apabila tidak dimanfaatkan. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan dan hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun (Anwar, 2008).

Tebu dari perkebunan diolah menjadi gula di pabrik-pabrik gula. Dalam proses produksi ampas tebu dihasilkan sebesar 35-40% dari setiap tebu yang diproses, dan hasil lainnya berupa tetes tebu (molases) dan air (Witono, 2008). Saat ini, belum banyak peternak yang memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan pakan ternak, karena memiliki kandungan serat kasar dan lignin (24 %) tetapi kandungan protein kasar yang rendah (Alvino, 2012). Kondisi ini menyebabkan rendahnya daya cerna dan berakibat turunnya konsumsi oleh ternak, sehingga pemberiannya pada ternak ternak ruminansia sangat terbatas. Peningkatan kualitas dan tingkat kecernaan ampas tebu dapat dilakukan melalui proses fermentasi sehingga pemanfaatannya sebagai bahan pakan lebih optimal.

Salah satu proses fermentasi yang relatif mudah dilakukan adalah dengan menggunakan EM4 karena harganya murah dan mudah didapat sehingga bisa diterapkan langsung oleh masyarakat, khususnya masyarakat Bireuen. Melalui proses fermentasi menggunakan EM4 diharapkan bahan pakan asal limbah seperti kulit buah kakao dan ampas tebu dapat dimanfaatkan secara optimal melalui peningkatan nilai nutrisi dan daya cernanya, sehingga dapat meningkatkan konsumsi pakan untuk mendukung peningkatan produktivitas ternak.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMKN 1 Gandapura Bireuen dan Laboratorium Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh, mulai tanggal 15 Desember 2015 sampai dengan 20 Febuari 2016. Materi yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kulit buah kakao dan ampas tebu yang diperoleh di daerah Kabupaten Bireuen. Sedangkan EM4 yang digunakan sebagai starter dalam proses fermentasi dibeli di pasar Lambaro.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu kulit kakao dan ampas tebu, starter Effective microorganisms-4 (EM4), molases, Urea, ZA, TSP, dan akuades. Sedangkan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan digital, ember, pengaduk, skop, plastik, tali karet, mesin pencacah, sarung tangan, alat penggiling (mortel, blender), tanur, oven crude fiber appratus, timbangan analitik, timbangan digital, corong buchner, alat destilasi, burette digital, penyomprot, hot plate, dan masker

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan kerja penelitian dilakukan sebagai berikut; 1) Dilakukan penjemuran ampas tebu dan kulit kakao hingga kering, kemudian dilakukan pencacahan menggunakan mesin disk mill. 2) Disiapkan bahanEM4 20 gr, molases 20 gr, Za 2 gr, TSP 2 gr, Urea 2 gr, air 1:1 , untuk menfermentasi masing-masing 1 kg ampas tebu, 1kg kulit kakao dan, campuran 500 gr ampas tebu dan 500 gr kulit kakao. 3) Campurkan bahan EM4 20 gr, molases 20 gr, Za 2 gr, TSP 2 gr, Urea 2 gr, air 1:1 diaduk hingga homogen. 4) Setiap percampuran larutan tersebut disemprotkan secara merata ke substrat masing-masing 1 kg ampas tebu, 1kg kulit kakao dan, campuran 500 gr ampas tebu dan 500 gr kulit kakao, dan diaduk hingga homogen. 5) Selanjutnya disiapkan tempat penyimpan dalam wadah tertutup dipadatkan sampai tidak ada

(3)

436

udara yang tersisa, selanjutnya difermentasi selama 21 hari. 6) Setelah fermentasi berakhir, sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 ºC selama dua hari hingga mencapai berat kering. 7) Untuk perlakuan EM4 0% (tanpa fermentasi) menggunakan cara kerja yang sama, sampel tidak difermentasi, namun langsung dikeringkan dalam oven.

Rancanngan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 3x2 dengan 3 perlakuan substrat limbah yang digunakan yaitu ampas tebu (AT), kulit buah kakao(KBK), kombinasi AT dan KBK serta 2 perlakuan dosis EM4 yaitu 0% dan 2%. Setiap kombinasi perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehinga diperoleh 18 unit perlakuan.

Parameter Penelitian :

Yang diamati dalam penelitian ini adalah: kandungan bahan kering (BK), protein kasar (PK), serat kasar (SK) dan abu.

Analisa Data

Data penelitian yang diperoleh dianalisis menggunakan metoda analisis sidik ragam (Analysis of Variance/ANOVA). Bila ada perbedaan antar perlakuan, maka akandilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan Multiple RangeTest/DMRT) (Stell dan Torrie, 1993).

Hasil dan Pembahasan Kandungan Bahan Kering

Bahan kering merupakan salah satu bagian yang berasal dari bahan pakan setelah dikurangi kadar air. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basahatau berat kering(Immawatitari, 2014). Kandungan air dalam suatu bahan pakan akan menguap seluruhnya bila bahan pakan tersebut dipanaskan pada suhu 60ºC selama 48 jam, atau hingga bahan mencapai berat konstan. Bahan kering dihitung sebagai selisih antara 100% bahan dengan persenta sekadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan hingga ukurannya tetap (Anggorodi, 1994).

Hasil pengamatan menunjukan tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara perlakuan jenis substrat dan penambahan EM4 terhadap kandungan bahan kering pada semua perlakuan.

Penambahan EM4 dan jenis substrat juga tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan bahan kering pada semua perlakuan. Rataan kandungan bahan kering yang difermentasi menggunakan EM4 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik rataan kandungan bahan kering perlakuan.

46.03

48.96

46.91 49.46

50.74

46.32

42 44 46 48 50 52

A1 A2 A3

Kandungan Bahan Kering (%)

Perlakuan

B1 B2

(4)

437

Keterangan: A1 : Ampas tebu ; A2: Kulit kakao; A3: Campuran ampas tebu dan kulit kakao.

B1: 0% EM4 (tanpa EM4); B2 : 2% EM4

PadaGambar 1 di atas terlihat bahwa, fermentasi menggunakan EM4 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar bahan kering ampas tebu, kulit kakaodan campuran keduanya.

Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, terlihat bahwa ampas tebu dan kulit kakao yang difermentasi terpisah cenderung terjadi peningkatan bahan kering. Surono et al., (2006) yang menyatakan bahwa Peningkatan bahan kering selama fermentasi dapat disebabkan, air yang terdapat dalam subtrat dimanfaatkan oleh kapang untuk pertumbuhan dan perombakan selulosa dan hemiselulosa. Hasil ini sesuai dengan penelitian Nurlitasari et al., (2013) yang menggunakan bakteri azotobacter, melaporkan terjadinya kenaikan kandungan bahan kering substrat karena digunakan untuk pertumbuhan dan meningkatnya populasi bakteri. Proses tersebut menyebabkan terjadinya evaporasi yang menyebabkan air pada substrat hilang.

Selain terjadi kehilangan air yang menyebabkan meningkatnya kandungan bahan kering, penurunan bahan kering juga dapat terjadi selama proses fermentasi. Penurunan bahan kering disebabkan terjadinya penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme terutama karbohidrat menjadi karbohidrat sederhana yang mudah dicerna sebagai sumber energi bagi pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Proses fermentasi juga disertai dengan perubahan kimia yang menghasilkan gas-gas yang menguap terutama CO2 serta H2O sebagai sisa metabolisme (Fardiaz, 1992). Hal ini terlihat pada perlakuan substrat campuran ampas tebu dan kulit buah kakao yang difermentasi menggunakan EM4.

Kandungan Protein Kasar

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat dan mempunyai bermacam-macam fungsi bagi makhluk hidup diantaranya sebagai enzim, zat pengatur, pertahanan tubuh, alat pengangkut dan lain-lain (Winarno, 1991).Kebutuhan protein pada ternak sangat bervariasi tergantung bangsa, umur, tipe produksi dan keadaan fisik, umumnya berkisar antara 8-18 persen (Prawirokusumo, 1994).

Perhitungan kandungan protein dalam bahan pakan yang paling sederhana dapat dilakukan melalui analisis proksimat yaitu dengan metode Kjehdal, yang dinyatakan sebagai protein kasar.

Winarno, (1986) Menyatakan konversi kandungan protein kasar diperoleh dari hasil perkalian jumlah nitrogen (N) yang terkandung dalam bahan pakan dengan faktor pengali 6, 25. Nilai ini diperoleh dengan asumsi bahwa kandungan N dalam protein secara umum sebesar 16%. Istilah protein kasar didasarkan pada kenyataan bahwa N yang terdapat di dalam pakan tidak hanya berasal dari protein murni saja tetapi ada juga N yang berasal dari senyawa bukan protein atau nitrogen nonprotein (non-protein nitrogen/NPN). Kandungan protein kasar akan semakin menurun dengan meningkatnya umur tanaman, dan nilainya sangat rendah terutama pada bahan pakan asal limbah pertanian/perkebunan (Kamal,1998).

Hasil pengamatan menunjukan tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara perlakuan jenis substrat dan penambahan EM4 terhadap kandungan protein kasar pada semua perlakuan.

Namun demikian, jenis substrat yang berbeda ternyata berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan protein kasar. Rataan kandungan protein kasar yang difermentasi EM4 dapat dilihat pada Gambar 2.

(5)

438

Gambar 2. Grafik rataan kandungan Protein kasar perlakuan.

Keterangan: A1 : Ampas tebu ; A2: Kulit kakao; A3: Campuran ampas tebu dan kulit kakao B1: 0% EM4 (tanpa EM4); B2 : 2% EM4

Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat, kandungan protein tertinggi terdapat pada substrat kulit buah kakao yang telah difermentasi yaitu 11,89%, meningkat sebesar 18, 31% dari kandungan sebelumnya yaitu 10,05%. Sedangkan pada substrat ampas tebu dan campuran ampas tebu dan kulit kakao fermentasi justru terjadi penurunan kandungan protein kasar sebesar 17,73% yaitu dari 5,05% menjadi 4,13% pada ampas tebu dan sebesar 2,39% yaitu dari 7,96%

menjadi 7,77% pada campuran ampas tebu dan kulit buah kakao. Hasil ini jelas menunjukkan bahwa, semakin rendah kandungan protein kasar awal dari substrat, semakin rendah pula kandungan protein kasar substrat setelah fermentasi. Sebaliknya pada substrat kulit buah kakao yang mengandung protein kasar relatif tinggi, menunjukkan peningkatan kandungan protein kasar setelah fermentasi. Hal ini diduga karena protein terlarut yang tersedia terbatas terutama pada substrat ampas tebu, sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme, namun tidak diimbangi dengan kemampuannya dalam mensintesis protein mikrobia. pada substrat kulit buah kakao kandungan protein kasar yang cukup tinggi mampu mendukung pertumbuhan mikroorganisme dan sintesis mikrobia, sehingga terjadi peningkatan kandungan protein substrat setelah fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kukuh(2010) yang menyatakan bahwa, aktivitas mikroorganisme dalam proses fermentasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi dari substrat itu sendiri maupun nutrisi yang ditambahkan ke dalam media fermentasi.

Winarno(1991) menjelaskan, proses fermentasi bahan pakan limbah menggunakan bantuan mikroorganisme dapat meningkatkan kadar protein kasar, karena adanya pertumbuhan dan perkembangan sel kapang. Selama proses fermentasi, mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang pada substrat. Hal ini didukung oleh pernyataan Agustono et al., (2010) yang menyatakan, selama proses fermentasi peningkatan kandungan protein kasar disebabkan terjadinya peningkatan jumlah biomassa mikroba. Kapang yang mempunyai kemampuan menghasilkan enzim protease akan merombak protein. Protein dirombak menjadi polipeptida, kemudian menjadi peptida sederhana yang akhirnya mengalami perombakan lebih lanjut menjadi asam- asam amino, yang akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk memperbanyak diri.

Peningkatan jumlah koloni mikroba yang merupakan protein sel tunggal selama proses fermentasi secara tidak langsung meningkatkan kandungan protein kasar substrat (Anggorodi, 1994).

Sebaliknya diungkapkan dalam penelitian Pasaribu et al., (2001) penurunan kadar

5.05

10.05

7.96 4.13

11.89

7.77

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00

A1 A2 A3

K an d u n gan P rote in K asar (% )

Perlakuan

B1 B2

(6)

439

protein kasar juga dapat terjadi disebabkan oleh aktivitas proteolitik kapang. Mikrobia tersebut akan mendegradasi senyawa protein pada ampas tebu sehingga akan menurunkan kadar protein kasar. Degradasi protein kasar tersebut secara enzimatis oleh mikrobia menghasilkan asam amino yang secara cepat teroksidasi menghasilkan amonia yang mudah menguap, sehingga menyebabkan penurunan protein kasar hasil fermentasi.

Kandungan Serat Kasar

Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau hasil pertanian setelah diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih. Serat kasar merupakan kumpulan semua serat yang tidak tercerna oleh enzim pencernaan, terdiri atas selulosa, hemiselulosa dengan sedikit lignin dan pentosa dan komponen-komponen lainnya(Hermayatiet al., 2006).

Hasil pengamatan menunjukan tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara perlakuan jenis substrat dan penambahan EM4 terhadap kandungan serat kasar pada semua perlakuan. Namun demikian, penambahan EM4 pada media fermentasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan serat kasar dari substrat. Rataan kandungan serat kasar yang difermentasi EM4 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik rataan kandungan serat kasar perlakuan.

Keterangan: A1 : Ampas tebu ; A2: Kulit kakao; A3: Campuran ampas tebu dan kulit kakao B1 : 0% EM4 (tanpa EM4); B2 : 2% EM4

Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat, kandungan serat kasar pada semua substrat yang digunakan mengalami penurunan setelah difermentasi menggunakan EM4. Penurunan kandungan serat kasar tertinggi terjadi pada substrat ampas tebu sebesar 15,6% yaitu dari 37,68% menjadi 31,80%, diikuti oleh substrat campuran ampas tebu dan kulit buah kakao yaitu 12,25% yaitu dari 38, 29% menjadi 34,11%. Sedangkan penurunan kandungan serat kasar terendah terjadi pada substrat kulit buah kakao yaitu hanya sebesar 1,49% sebelumnya 33, 52%

menjadi 33,02%. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan EM4 pada proses fermentasi mampu mendegradasi komponen serat kasar dalam substrat. Hal ini sesuai dengan pendapat (Ekoet al., 2012) yang menyatakan bahwa, tujuan dari fermentasi yaitu untuk mengubah selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana melalui dipolimerisasi. Selama fermentasi terjadi proses perombakan dari struktur yang komplek menjadi sederhana, sehingga kemampuan cerna ternak menjadi lebih efisien (Sulardjo,1999).

Nelson dan Suparjo (2011) pada penelitian fermentasi kulit kakao menggunakan Panerochaeta chrysosporium melaporkan, penurunan kandungan serat kasar dapat terjadi karena proses dekomposisi komponen serat oleh kapang. Aktivitas mikroba selama proses fermentasi

37.68 33.52 38.29

31.80 33.02 34.11

0 10 20 30 40 50

A1 A2 A3

K an d u n gan S er at K asar (% )

Perlakuan

B1 B2

(7)

440

menyebabkan perubahan komponen biomassa bahan. Perubahan yang paling sering terjadi adalah kehilangan bahan kering dan bahan organik. Namun demikian, apabila nutrisi untuk mikroba terlalu rendah dan tidak seimbang maka kehidupan mikroba akan terganggu dan akhirnya mati, setelah mikroba mati maka tidak terjadi lagi perombakan (Candrasari et al.,2011).

Persentase Kandungan Abu

Abu merupakan sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan, apabila dibakar sempurna pada suhu 500–600ºC selama beberapa waktu. Pada suhu tersebut, semua senyawa organiknya akan terbakar menjadi CO2, H2O dan gas lain yang menguap. Beberapa mineral dapat menguap sewaktu pembakaran, contohnya Na (Natrium), Cl (Klor), F (Fosfor), dan S (Belerang), oleh karena itu abu tidak dapat menjadi petunjuk adanya zat anorganik di dalam pakan sacara tepat, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Kamal1998). Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan yang berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan ( Sudarmadji et al.,2007).

Hasil pengamatan menunjukan tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara perlakuan jenis substrat dan penambahan EM4 terhadap kandungan abu pada semua perlakuan. Namun demikian, penambahan EM4 pada media fermentasi dan jenis substrat yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan abu dari substrat. Rataan kandungan abu yang difermentasi EM4 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik rataan kandungan abu perlakuan.

Keterangan : A1 : Ampas tebu ; A2: Kulit kakao; A3: Campuran ampas tebu dan kulit kakao B1 : 0% EM4 (tanpa EM4); B2 : 2% EM4

Dari grafik di atas dapat dijelaskan, kandungan abu sangat dipengaruhi (P<0,01) oleh jenis substrat yang digunakan. Kandungan abu tertinggi didapatkan pada substrat kulit buah kakao yaitu 16, 35% dibandingkan campuran ampas tebu dan kulit buah kakao 8,09% dan ampas tebu 3,18%. Tingginya abu pada kulit buah kakao terutama disebabkan tingginya kandungan lignin yang mencapai 11, 2% yang merupakan bagian dari cangkang buah (Mochtar dan Tedjowahyono, 1985). Selain itu, penambahan EM 4 pada media fermentasi juga meningkatkan kandungan abu secara sangat nyata (P<0,01) pada semua substrat yang digunakan. Peningkatan kandungan abu tertinggi sebesar 125,16% terjadi pada substrat ampas tebu yaitu dari 3,18% menjadi 7,16%, diikuti oleh substrat campuran ampas tebu dan kulit buah

3.17

16.35

7.16 8.09

20.59

15.12

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

A1 A2 A3

K an d u n gan Abu (% )

Perlakuan

B1 B2

(8)

441

kakao yaitu sebesar 86,9% yaitu dari 8,09% menjadi 15,12% serta terendah pada substrat kulit buah kakao yaitu 23,93% dari sebelumnya 16, 35% menjadi 20,59%.

Peningkatan kandungan abu sebenarnya tidak diharapkan, karena semakin meningkatnya kandungan abu berarti kandungan bahan organik akan semakin berkurang. Bahan organik mengandung zat-zat makanan yang cukup penting, yaitu protein, lemak, karbohidrat dan vitamin. Oleh karena itu, kehilangan bahan organik berarti akan kehilangan juga zat-zat nutrien yang cukup penting. Penurunan bahan organik dalam proses fermentasi dapat terjadi karena adanya degradasi substrat oleh mikroorganisme (Anwar, 2008). Semakin banyak bahan organik yang tergradasi maka relatif semakin banyak juga terjadinya peningkatan kadar abu secara proporsional (Church dan Pond, 1998).

Noviati (2002) yang meneliti tentang fermentasi bahan pakan limbah industri pertanian menggunakan Trichoderma harzianum juga melaporkan, peningkatan kandungan abu pada fermentasi dedak padi, ampas tahu, kulit ari kedelai karena terjadi perombakan kandungan nutrisi substrat menjadi sel kapang yang menghasilkan abu. Hal ini sejalan dengan pendapat Fardiaz(1988) yang menyatakan bahwa, peningkatan kadar abu selama fermentasi disebabkan oleh bertambahnya massa sel tubuh kapang dan terjadinya peningkatan konsentrasi di dalam produk karena berbagai perubahan bahan organik akibat proses biokonversi yang menghasilkan H2O dan CO2.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, tidak terdapat interaksi antara jenis substrat kulit buah kakao, ampas tebu, dan campuran keduanya dan penambahan EM4 terhadap kandungan bahan kering, protein kasar, serat kasar dan abu. Namun demikian kandungan protein kasar dan abu sangat dipengaruhi (P<0,01) oleh jenis substrat yang berbeda.

Sedangkan penambahan EM4 menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan kandungan abu secara sangat nyata (P<0,01). Secara keseluruhan, pemberian EM4 pada media fermentasi mampu memperbaiki nilai nutrisi Kulit buah kakao dan ampas tebu yang digunakan, yang ditunjukkan oleh penurunan kandungan serat kasar, meskipun nilainya relatif sangat kecil pada kulit buah kakao. Sebaliknya, peningkatan kandungan protein kasar hanya terlihat pada kulit buah kakao.

Ucapan Terima Kasih

Terimakasih kami ucapkan pada LPPM Universitas Syiah Kuala yang telah mendanai riset ini

Daftar Pustaka

Agustono, Widodo, A.S., dan Paramita, W., 2010, “Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar pada Daun Kangkung Air (Ipomoea aquatica) yang difermentasi”, J.

Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 2, hal. 37-43.

Alvino, H. 2012. Pabrik Bioethanol Dari Ampas Tebu (Bagasse) dengan Proses Hidrolisis Enzimatis dan Co-Fermentasi. Laporan Penelitian. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. (tidak dipublikasikan).

Anggorodi. 1994.Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.

Anwar, S., 2008. Ampas Tebu. http://bioindustri.blogspot.com/2008/04/ampastebu.html.

Diakses tanggal 5 Desember 2015

Candrasari, D.P., S.P.S. Budhi dan H. Hartadi, 2011. Perlakuan kalsium hidroksida dan

urea untuk meningkatkan kualitas bagas tebu. Buletin Perternakan Vol. 35(3) :

(9)

442

ISSN 0126-4400.

Church, D.C. dan W.G. Pond. 1998. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd ed Jhon Willey and Sons. New York.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Pedoman Optimalisasi penggunaan Bahan Pakan Lokal (Identifikasi/Inventarisasi dan Pemetaan Potensi Sumber Bahan Pakan Lokal). Jakarta.

Eko, D., M, Junus., dan M.Nasich. 2012. Pengaruh Penambahan Urea Terhadap Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Padatan Lumpur Organik Unit Gas Bio.Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.

Fardiaz, S. 1992. Analisis mikrobiologi pangan. PT. Raja Grafindo Persada, Kerja sama dengan Pau Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Hermayanti, Yeni, dan EliGusti. 2006. ModulAnalisaProksimat.Padang: SMAK3Padang.

Immawatitari, 2014. Analisis ProksimatBahanKering.http://immawatitari.

wordpress.com. Diakses pada tanggal 03 Desember 2015.

Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I Rangkuman. LabMakanan Ternak. Jurusan Nutrisi dan MakananTernak, Fakultas Peternakan, UGM. Yogyakarta.

Kukuh,2010.Pengaruh Suplementasi Probiotik Cair EM4 Terhadap Performan Domba Lokal Jantan. Skripsi. Diterbitkan. Surakarta: Jurusan Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Mochtar, M. dan S Tedjowahyono.1985. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Gula dalam Menunjang Perkembangan Peternakan . Hal 14-22. Dalam: M. Rangkuti, A, MIsofie, P. Sitorus, I.P Kompiang, N.K. Wardhani dan A Roesjat (Eds).

Prosiding Pusat Penelitian dan Pengembangan Pusat Pertanian Departement Pertanian Bogor.

Nelson dan Suparjo. 2011. Penentuan Lama Fermentasi Kulit Buah Kakao dengan Phonerochaete chrysosporium: Evaluasi Kualitas Nutrisi Secara Kimiawi.

Agrinak Vol. 01 No. 01 Sebtember 2011 : 1- 10.

Noviati, A. 2002. Fermentasi Bahan Pakan Limbah Indistri Pertanian dengan Menggunakan Trichoderma harzianum. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Nurlitasari, D. D .N. Cholis dan B. Soejosopoetro. 2013. Pengaruh pemberian pakan yang di fermentasi dengan bakteri azotobachter terhadap bobot karkas, dan persentase karkas pada kelinc. Fakultas peternakan, Universitas Brawijaya.

Halaman 3.

Pasaribu, T., T. Purwadaria, A.P. Sinurat, J. Rosida, dan D.O.D. Saputra. 2001. Evaluasi Nilai Gizi Lumpur Sawit Hasil Fermentasi dengan Aspergillus niger pada Berbagai Perlakuan Penyimpanan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(4): 233- 238.

Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE Yogyakarta.

Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: PT. Gramedia.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.

Edisi 2. Kerjasam Liberty, Yogyakarta dengan PAU Pangan dan Gizi, UGM, Yogyakarta.

Sulardjo. 1999. Usaha Meningkatkan Nilai Nutrisi Jerami Padi, Sain Teks. Vol 7 (3):

(10)

443

Universitas Semarang.

Surono, Hadiyanto. A. Y dan M. Christiyanti. 2006. Penambahan bioaktivator pada complete feed dengan pakan basal rumput gajah terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organic secara invitro. Fakultas peternakan dan pertanian. Universitas Diponegoro.

Semarang.

Winarno, F, G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi I. Jakarta: PT. Gramedia.

Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

Witono, J. A. 2008. Produksi Furfural Dan Turunannya Alternatif Peningkatan Nilai

Tambah Ampas Tebu Indonesia. http://www.chemistry. org/artikel

kimia/teknologi tepat guna/produksi furfural dan turunannya alternatif

peningkatan nilai tambah ampas tebu indonesia/ . Diakses tanggal 20 Desember

2015.

Gambar

Gambar 1. Grafik rataan kandungan bahan kering  perlakuan.
Gambar 2. Grafik rataan kandungan Protein kasar  perlakuan.
Gambar 3. Grafik rataan kandungan serat kasar perlakuan.
Gambar 4. Grafik rataan kandungan abu perlakuan.

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, Upaya hukum untuk melindungi konsumen terhadap barang yang diproduksi maupun diperdagangkan oleh pelaku usaha agar tidak merugikan pihak konsumen secara

8) Ibid.. 10) Sedangkan Peter Mahmud Marzuki memperkuat pendapat ini dengan menguraikan ciri-ciri ketentuan yang bersifat memaksa. 11) Ciri pertama, biasanya

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui suhu dan lamapasteurisasi LTLTyang efektif terhadap daya tahan hidup Listeria Sp pada sususapi segar.Kegunaan penelitian ini

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanolik 50% herba pegagan terhadap peningkatan prolife rasi sel limfosit pada mencit jalur

Untuk itu dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan pendekatan mikro zakat, yaitu yang berjudul “Analisis Pengaruh Nilai Spiritual Zakat terhadap Kesejahteraan

 Persiapan bagi Pelayan Firman Ibadah Pelkat PKP, PKB dan PKLU dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 23 Agustus 2016 pukul 19.00 WIB bertempat di Gedung Gereja

Flowchart Enkripsi File Audio Merupakan gambaran keseluruhan diagram alir proses enkripsi yang dimulai dari memasukan file audio yang ingin di enkripsi, setelah file

Router adalah sebuah device yang berfungsi untuk meneruskan paket-paket dari sebuah network ke network yang lainnya baik LAN ke LAN atau ke WAN sehingga host-host yang ada pada