i
PERANAN KOMUNIKASI DALAM PEMAKNAAN IDENTITAS SUBKULTUR
(Studi Kasus Peranan Komunikasi Waria Dalam Memaknai Identitas Sebagai Waria Santri Di Pondok Pesantren Waria “Senin-Kamis” Yogyakarta)
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister
Program Studi Ilmu Komunikasi
Minat Utama Riset dan Pengembangan Teori Komunikasi
Oleh
Maya Sandra Rosita Dewi
S221108009
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
v
MOTTO
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila
engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau
PERSEMBAHAN
Halaman persembahan ini sebagai bentuk wujud penghargaan serta ucapan
terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan perhatian dan dukungan
dalam penulisan tesis ini. Salam hormat dan terimakasih kepada :
1. Ibu (Sri Mulyani) dan Bapak (Sutaryono) selaku orang tua penulis yang
tidak pernah berhenti mendukung dan mendoakan putrinya untuk terus
berusaha menyelesaikan tesis ini dan terus belajar. Bapak dan Ibu mertua
yang selalu memahami kondisi penulis selama ini. Semoga penulis dapat
menjadi anak dan menantu yang mampu membanggakan kalian semua.
2. Huda dan Seto selaku adik-adik penulis yang selalu mendukung dan
membantu penulis dalam proses penyelesaian tesis, semoga dengan
pengalaman dari penulis membuat kalian bisa lebih baik lagi kedepannya
dalam menuntut ilmu.
3. Brig. Nugroho N Susanto selaku suami atas cinta, perhatian, semangat, dan
dukungan bagi penulis. Semoga kita selalu bersama dalam segala suka
vii
KATA PENGANTAR
Keberadaan waria santri di Pondok Pesantren Waria Al-Fatah “Senin-Kamis”
Yogyakarta menjadi fenomena tersendiri bagi masyarakat. Waria santri bukan hanya
sebagai simbol pembeda dengan kelompok waria pada umumnya, akan tetapi juga
menjadi simbol perlawanan dengan budaya masyarakat terlebih budaya agama islam.
Beberapa ulama dan organisasi islam dengan tegas menentang keberadaan kaum waria
karena fitrah manusia dilahirkan hanya sebagai perempuan dan laki-laki. Walapun
dalam Al-Qur’an secara eksplisit tidak menyebutkan keberadaan dan persoalan waria,
namun beberapa hadist telah menyinggung keberadaan waria sebagai suatu kesalahan
(dosa dan laknat). Dalam beberapa hadist, seperti Al-Hafidzh ibnu hajar mengatakan
bahwa laknat dan celaan Rasulullah khusus ditujukan kepada orang yang sengaja
meniru lawan jenisnya, akan tetapi sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa
mukhannats alami tidak dianggap tercela ataupun berdosa (Sufyan, 2013).
Berawal dari pemikiran diatas, yang kemungkinan membuat waria santri merasa
selagi tindakan mereka tidak merugikan orang lain dan tidak termasuk dalam
pelanggaran hukum, maka mereka akan tetap melaksanakan aktivitas mereka terlebih
dalam hal keagamaan. Waria santri merasa sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang
memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan ibadah. Walaupun memiliki
perbedaan konsep dengan pondok pesantren pada umumnya, akan tetapi pondok
pesantren waria ini memiliki peranan sebagai tempat untuk menimba ilmu agama.
Dengan menyandang status waria santri, maka para waria tersebut secara bertahap akan
mengalami perubahan terlebih mengenai identitas mereka sebagai waria santri.
Kondisi diatas cukup untuk dijadikan alasan bahwa identitas memiliki peranan
penting dalam kehidupan setiap individu dalam masyarakat. Identitas yang melekat
dalam diri seseorang membuat mereka lebih mudah dalam memahami aspek-aspek
tersembunyi dari diri mereka. Oleh karenanya penting bagi manusia dalam memaknai
identitasnya, agar dapat mendefinisikan diri serta pedoman dalam bertindak. Dalam hal
ini, komunikasi juga berperan penting dalam pembentukan identitas karena komunikasi
berperan dalam menentukan dan menjelaskan identitas.
Penelitian ini hanyalah sebagai langkah kecil untuk mendapatkan gambaran
waria santri di Pondok Pesantren Waria Al-Fatah “Senin-Kamis” Yogyakarta.
Walaupun kecil kemungkinan, diharapkan penelitian ini bahan refleksi atau koreksi bagi
kaum waria, masyarakat, organisasi masyarakat, maupun pemerintah dalam menghadapi
permasalahan maupun keberadaan waria.
Selama melakukan penelitian, tidak dipungkiri bahwa peneliti mengalami
beberapa kendala terlebih pada awal-awal riset seperti minimnya pengalaman peneliti
mengenai pemahaman kasus, pemahaman teori, maupun pemahaman mengenai
metodologi penelitian. Minimnya pemahaman ini menyebabkan hasil data yang peneliti
peroleh dirasa kurang mendalam, oleh karenanya peneliti sempat menghentikan
penelitian selama beberapa bulan untuk menambah pengetahuan, baru setelahnya
peneliti melanjutkan kembali penelitian.
Selain itu, dikarenakan sepat vakumnya kegiatan pondok pesantren waria karena
pimpinan sebelumnya (Maryani) meninggal membuat peneliti harus bersabar kembali
menunggu hingga aktivitas pondok kembali berjalan normal. Dalam hal pengumpulan
data tidak terdapat kendala yang berat, hanya peneliti harus sangat selektif dalam
menentukan responden agar data yang diperoleh sesuai dengan tema yang diambil.
Untuk mendapatkan responden yang valid, peneliti membutuhkan informasi yang akurat
mengenai karakteristik masing-masing responden sehingga membutuhkan waktu yang
tidak singkat.
Atas terselesaikannya penyusunan tesis ini, tentunya melibatkan berbagai pihak
yang telah banyak memberikan kontribusi pada penulis baik secara akademis maupun
non akademis. Pada kesempatan ini penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dra. Prahastiwi Utari, M.Si., Ph.D, Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu
Komunikasi Universitas Sebelas Maret;
2. Dr. Sutopo JK., M.S. sebagai dosen pembimbing pertama atas waktu, perhatian,
dan kesabaran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini;
3. Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si. sebagai dosen pembimbing kedua yang telah
menyempurnakan tema penelitian sehingga terlihat menarik, serta memberikan
pemahaman kepada peneliti mengenai studi identitas.
4. Seluruh Pengajar Program Studi Ilmu Komunikasi Program Pascasarjana
ix
Ilmu Komunikasi Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, terlebih untuk
mbak Sari atas bantuannya selama ini;
5. Kepada Shinta Ratri sebagai pimpinan Pondok Pesantren Waria Al-Fatah “Senin -Kamis” Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta kemudahan akses dalam mendekati teman-teman waria santri;
6. Kepada seluruh waria santri, pengajar, dan masyarakat sekitar yang telah menerima
dengan baik, serta memberikan bantuan berupa informasi dan data yang penulis
butuhkan selama melakukan penelitian;
7. Keluarga besar Program Studi Ilmu Komunikasi Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret kelas Riset dan Pengembangan Teori Komunikasi 2011, terimakasih atas
kebersamaannya selama ini. Serta teman sisa perjuangan (Mas Oki, Mbak
Nadhiroh, Mbak Ari, dan Pramitha) atas dukungannya agar kita bisa menyelesaikan
tesis ini dalam kondisi apapun;
8. Mas Lukas Maserona Sarungu, atas bantuan, diskusi-diskusi, dan pencerahan yang
diberikan selama penulis mengalami kesulitan dalam pengerjaan tesis;
9. Dan seluruh pihak yang membantu terselesaikannya penulisan ini yang tidak dapat
dipersembahkan satu per satu.
Penulis menyadari sejumlah kekurangan dalam hasil penelitian ini. Untuk itu, adanya
kritik dan saran sangat diharapkan penulis agar hasil penelitian semakin sempurna.
Selanjutnya, penulis juga berharap agar hasil penelitian yang diperoleh dapat
bermanfaat untuk beberapa pihak, baik secara teoritis bagi para akademisi, secara
metodologis bagi peneliti, maupun secara praktis bagi waria santri maupun pemerintah
dan masyarakat sekitar Pondok Pesantren Waria Al-Fatah.
Surakarta, ... 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Pengesahan ... ii
Halaman Pernyataan Keaslian Dan Persyaratan Publikasi ... iv
Halaman Motto ... v
Halaman Persembahan ... vi
Kata Pengantar ... vii
Daftar Isi ... viii
Daftar Tabel ... xiv
Daftar Gambar ... xv
Abstrak ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. PerumusanMasalah ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15
A. Deskripsi Teoritik ... 15
1. Identitas dan Subkultur ... 15
1.1 Konsep Identitas... 15
1.2 Konsep Budaya dan Sub Budaya ... 18
xi
2. Interaksionisme Simbolik dan Proses Mengenali diri ... 26
2.1 Esensi Teori Interaksionisme Simbolik ... 26
2.2 Teori Diri (Self) dan Perkembangan Diri... 29
2.3 Antara Simbol dan Komunikasi ... 33
3. Komunikasi dalam Pembentukan Identitas ... 34
2.4 Proses Komunikasi dan Pembentukan Makna ... 34
2.5 Komunikasi dalam Pembentukan Identitas ... 44
4. Konsep Pondok Pesantren dan Waria ... 46
B. Penelitian Terdahulu ... 51
C. Kerangka Pemikiran ... 56
BAB III METODE PENELITIAN ... 59
A. Tempat dan Waktu ... 59
B. Jenis Penelitian ... 59
C. Pemilihan Kasus ... 61
D. Teknik Sampling ... 61
E. Data dan Sumber Data ... 62
F. Teknik Pengumpulan Data ... 62
G. Validitas Data ... 63
H. Analisis Data ... 64
BAB IV DESKRIPSI WILAYAH DAN SUBJEK PENELITIAN... 68
A. Profil dan Karakteristik Kota Yogyakarta Secara Umum ... 68
B. Problematika dan Potret Keagamaan Waria Di Yogyakarta ... 69
C. Gambaran Umum Dan Lokasi Penelitian ... 76
D. Data Informan (Subjek Penelitian) ... 83
BAB V TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 87
A. Pondok Pesantren Waria Al-Fatah Yogyakarta: Antara Waria Santri, Agama, dan Masyarakat ... 87
2. Sumber Informasi Keberadaan Pondok Pesantren Waria ... 88
3. Motivasi Bergabung Menjadi Waria Santri ... 90
4. Latar Belakang Agama Sebelum Menjadi Waria Santri ... 91
5. Pandangan Agama Mengenai Keberadaan Pondok ... 92
6. Waria Santri Dalam Menghadapi Stigma Negatif Agama ... 93
7. Pandangan Masyarakat Serta Respon Waria Santri Dalam Menghadapi Cibiran ... 96
B. Konstruksi Identitas Dalam Komunitas Subkultur ... 98
B.1 Konstruksi Identitas Waria Santri ... 100
B.1.1 Eksplorasi : Langkah Awal Pembentukan Identitas... 101
B.1.1.1 Informasi Dari Kerabat Maupun Masyarakat ... 101
B.1.1.2 Informasi Dari Media Massa ... ... 103
B. 1.2 Komitmen Dalam Mengikuti Aktivitas Pondok ... 106
B. 2 Waria Santri sebagai Komunitas Subkulutur ... 108
B.2.1 Homologi : Kesejajaran Struktur Dan Isi ... 111
B.2.1.1 Pondok Pesantren Waria Sebagai Simbol Homologis ... 111
B.2.2 Brikolase : Penataan Ulang Objek ... 113
B.2.2.1 Make-Up Sebagai Simbol Brikolase ... 113
B.2.2.2 Nama Perempuan Sebagai Simbol Brikolase ... 115
B.2.3 Gaya : Simbol Pembeda Kelompok Subkultur ... 116
B.2.3.1 Citra (Image) Yang Ditunjukkan ... 117
B.2.3.2 Sikap (Cara Bertindak) ... 118
B.2.3.3 Gaya Bahasa Yang Digunakan ... 119
B.3 Makna Identitas Waria Santri sebagai Komunitas Subkultur... 120
B.3.1 Religi-Dosa ... 122
B.3.1.1 Religi-Dosa Sebagai Identitas Yang Hybrid ... 126
B.3.2 Tenang Dan Sopan ... 127
B.3.3 Percaya Diri ... 129
C. Komunikasi dalam Membangun Identitas waria Santri ... 131
C.1 Komunikasi yang terjalin di pondok pesantren waria Al-Fatah “Senin-Kamis” ... 131
xiii
C.1.2 Komunikasi Nonverbal Sebagai Penyampai Pesan ... 135
C.2 Peran Komunikasi Dalam Pemaknaan Identitas Waria Santri ... 139
D. Diskusi ... 141
BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 147
A.. Kesimpulan ... 147
B. . Implikasi Penelitian ... 150
B.1 Implikasi Teoritis ... 150
B.2 Implikasi Praktis ... 152
C. . Saran ... 153
C.1 Saran Praktis ... 153
C.2 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 154
DAFTAR PUSTAKA ... 156
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
Tabel Isi Hal
Tabel 4.1 Rincian Kegiatan Pondok Pesantren Waria Al-Fatah 81
Bagan 5.1 Proses produksi dan pertukaran makna waria santri di pondok pesantren waria Al-Fatah “Senin-Kamis”
xv
DAFTAR GAMBAR
Tabel Isi Hal
Gambar 2.1 Model Komunikasi Shannon dan Weaver 37
Gambar 2.2 Pesan dan Makna (John Fiske) 41
Gambar 4.1 Buku daftar pengunjung pondok pesantren waria Al-Fatah 79
Gambar 4.2 Jadwal Kegiatan Santri waria setiap hari minggu 82
Gambar 5.1 Suasana di dalam Pondok Pesantren Waria Al-Fatah 112
Gambar 5.2 Penampilan Shinta Ratri dalam keseharian (kiri), dan penampilan ketika mengikuti kegiatan pondok pesantren (kanan)
114
Gambar 5.3 Penampilan waria santri saat di pondok pesantren waria (atas), dan penampilan ketika di luar pondok pesantren waria (bawah)
124
Gambar 5.4 Penampilan waria santri selama mengikuti kegiatan dipondok pesantren
128
Gambar 5.5 Penampilan waria santri dalam keseharian 136
Gambar 5.6 Penampilan waria santri ketika mengikuti kegiatan pondok pesantren waria (kiri) dan penampilan waria santri di luar kegiatan pondok (kanan)
ABSTRAK
Maya Sandra Rosita Dewi. S221108009 PERANAN KOMUNIKASI DALAM PEMAKNAAN IDENTITAS SUBKULTUR (Studi Kasus Peran Komunikasi Waria Dalam Memaknai Identitas Sebagai Waria Santri Di Pondok Pesantren Waria “Senin -Kamis” Yogyakarta). TESIS.Pembimbing I : Dr. Sutopo JK., M.S., II: Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si. Program Studi Ilmu Komunikasi (Riset dan Pengembangan Teori Komunikasi), Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini, dilatar belakangi karena mengingat pentingnya peranan identitas dalam kehidupan setiap individu dalam masyarakat. Identitas yang melekat dalam diri seseorang membuat mereka lebih mudah dalam memahami aspek-aspek tersembunyi dari diri mereka. Komunikasi sendiri memiliki peranan penting dalam proses terbentuknya identitas seseorang, karena identitas terdiri dari makna-makna yang dipelajari dan apa yang didapatkan kemudian makna tersebut diproyeksikan kepada orang lain melalui komunikasi.
Perspektif teoritis yang digunakan adalah perspektif komunikasi dari Fiske, sedangkan konsep pemaknaan identitas yang digunakan adalah konsep interaksionisme simbolis dari Mead. Karena itu Kerangka pemikiran penelitian ini menggunakan model komunikasi Fiske, lengkap dengan konsep-konsep komunikator, pesan, referensi dan makna. Sedangkan untuk pemaknaan identitas konsep-konsep yang dipaparkan adalah pikiran (mind), diri (self), dan masyarakat (society).
Metode studi kasus digunakan untuk mendapatkan data dan jawaban yang relevan terhadap rumusan masalah. Studi kasus yang digunakan adalah single case, dengan metode sampling convenience, data yang diambil adalah wawancara dan studi dokumen, dan analisa data menggunakan explanation building yang kesemuanya mengacu pada karangan Yin (2009).
Hasil penelitian menunjukkan makna identitas yang terbentuk dari waria santri di
pondok pesantren waria Al-Fatah “Senin-Kamis” adalah Religius-Dosa, Percaya Diri, Sopan,
dan Tenang. Proses pembentukan dan pemaknaan identitas dari waria ini terlihat dari elemen-elemen komunikasi yang dipaparkan oleh John Fiske dimana komunikator dalam hal ini adalah waria santri memproduksi pesan berupa simbol-simbol (subkultur : Homologi, Brikolase, Gaya), dan kemudian melakukan interaksi sosial atau mentransformasikan simbol-simbol tersebut hingga memiliki makna. Referensi yang dapat mempengaruhi sikap dari waria santri ini tampak dari diri (self), pemikiran (mind), dan masyarakat (society). Proses ini berlangsung secara dinamis. Dalam penyampaian pesan atau simbol-simbol tersebut, waria santri menggunakan komunikasi secara verbal dan nonverbal. Secara verbal mereka menggunakan bahasa formal (bahasa Indonesia) dan juga bahasa khusus bagi komunitas(bahasa binan). Komunikasi nonverbal tampak pada atribut maupun gaya berbusana yang memiliki pesan tersendiri.
Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan bahwa refleksi bagi waria dalam bersikap serta menghadapi persoalan. Serta bagi masyarakat, organisasi masyarakat, maupun pemerintah dalam agar lebih bijak dan arif dalam mengahadapi persoalan mengenai keberadaan kaum waria.
xvii ABSTRACT
Maya Sandra Rosita Dewi. S221108009. THE ROLE OF COMMUNICATION IN THE IDENTITY MEANING OF SUBCULTURE (Case Study Of Shemale Role Communication In The Identity Meaning As Waria Santri in Boarding Schools "Senin-Kamis" Yogyakarta). THESIS. Adviser I: Dr. Sutopo JK., M.S., II: Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si. Communication Studies (Research and Development of the Theory of Communication), Graduate Program, Sebelas Maret University.
This study background, for considering the importance of the role of identity in the life of every individual in society. Identity inherent in a person makes them easier to understand the hidden aspects of themselves. Communication has an important role in the formation process of a person's identity, since identity consists of meanings learned and what is obtained then the meaning is projected to others through communication.
Theoretical perspective used is the perspective of communication from Fiske, the concept of identity meaning that is used interactionism symbolic fom Mead. Because of this framework therefore using Fiske communication model, complete with concepts communicator, the message, reference and meaning. While the concepts of identity meaning using concept of mind, self, and society.
The case study method is used to obtain the data and the relevant answers to the formulation of research problem. The case study used was a single case, the sampling method is convenience sampling, data taken are interviews and document study and data analysis using the explanation building, all of which refer to the Yin (2009).
The results showed that the identity meaning of waria santri in shemale boarding school Al-Fatah "Senin-Kamis" is a religious-Sin, Confidence, Courteous and Quiet. The process of formation of shemale identity is evident from elements from the communication presented by John Fiske where communicators in this case is waria santri produce a message in the form of symbols (subculture: Homology, Bricolage, Style), and then do the social interaction or transform symbolism the symbol to have meaning. Referrals that may affect attitudes of transgender students was visible from self, mind, and society. This process takes place dynamically. In the delivery of messages or symbols, waria santri using verbal and nonverbal communication. Verbally they use formal language (Indonesian) and also specific language for the community (binan language). Nonverbal Communication looks at the attributes on their dress style that has its own message.