LAPORAN AKHIR
PROGRAM P2M SKIM PENERAPAN IPTEKS
PELATIHAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) PERTANIAN DI DESA ANTAPAN KECAMATAN BATURITI
Oleh:
dr. Made Kurnia Widiastuti Giri, S.Ked.,M.Kes/198202172008122001 dr. Ni Putu Dewi Sri Wahyuni, S.Ked.,M.Kes/197906212008122002
dr. Adnyana Putra, S.Ked.,M.Kes/198308202009121006 Dr. Ni Komang Arie Suwastini, S.Pd., M.Hum./198004042003122001
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA
2015
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
a.Judul : “PELATIHAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) PERTANIAN DI DESA ANTAPAN KECAMATAN BATURITI”
b. Jenis Program : Usulan P2M Dana DIPA c. Bidang Kegiatan : Kesehatan Masyarakat d. Identitas Pelaksana
1. Ketua
- Nama : dr. Made Kurnia Widiastuti Giri, S.Ked., M.Kes.
- NIP : 198202172008122001
- NIDN : 0017028202
- Pangkat/Golongan : Penata Muda Tk.I/IIIb
- Alamat Kantor : Kampus Tengah UNDIKSHA, Jl.Udayana Singaraja - Alamat Rumah :Jl. Srikandi, Gg.Durian, Perum Bale Nuansa Indah
C18, Sambangan, Singaraja 2. Anggota I
- Nama : dr. Ni Putu Dewi Sri Wahyuni,S.Ked., M.Kes - NIP/Pangkat/Gol. : 197906212008122002/Penata Muda Tk.I/IIIb - Alamat Kantor : Kampus Tengah UNDIKSHA, Jl.Udayana Singaraja - Alamat Rumah :Jl.Srikandi Gg.Durian E62, Singaraja
3. Anggota II
- Nama : dr. Adnyana Putra,S.Ked., M.Kes
- NIP/Pangkat/Gol. : 198308202009121006/Penata Muda Tk.I/IIIb - Alamat Kantor : Kampus Tengah UNDIKSHA, Jl.Udayana Singaraja - Alamat Rumah : Jl. Arjuna No.9L,Singaraja
4. Anggota III
- Nama : Dr. Ni Komang Arie Suwastini, S.Pd., M.Hum - NIP/Pangkat/Gol. : 198004042003122001/ Penata Muda Tk.I/IIIb - Alamat Kantor : Kampus FBS UNDIKSHA, Jl.A. Yani Singaraja - Alamat Rumah :, Singaraja
e. Biaya Yang Diperlukan : Rp. 10.000.000,- f. Lama Kegiatan : 7-10 bulan
Mengetahui Singaraja, 6 Oktober 2015
Dekan FOK Ketua Pelaksana
I Ketut Budaya Astra, S.Pd., M.Or. dr. Made Kurnia Widiastuti Giri, S.Ked., M.Kes.
NIP. 196804081977031001 NIP.198202172008122001 Menyetujui
Ketua LPM Undiksha
Prof. Dr. Ketut Suma, MS.
NIP.195901011984031003
BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI
Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Meski ada kecenderungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian masih berjumlah 42 juta orang atau sekitar 40% dari angkatan kerja. Banyak wilayah kabupaten di Indonesia yang mengandalkan pertanian, termasuk perkebunan sebagai sumber penghasilan daerah. Utamanya di Provinsi Bali,pariwisata dan pertanian menjadi dua lumbung penghasil pendapatan daerah.
Dalam perspektif kesehatan dan keselamatan kerja penerapan teknologi pertanian adalah memiliki sisi dependent health risk. Oleh karena itu ketika terjadi sebuah pemilihan sebuah teknologi, secara implisit akan terjadi perubahan faktor resiko kesehatan. Penerapan teknologi baru di pertanian memerlukan adaptasi sekaligus keterampilan.Adaptasi yang dialami tentunya adalah adaptasi terhadap interaksi petani dan lingkungan serta kondisi kesehatannya.Sebagai contohnya teknologi mencangkul kini digantikan dengan traktor, hal ini jelas mengubah faktor resiko kesehatan dan keselamatan kerja yang dihadapi oleh petani.Demikian pula dengan penggunaan pestisida , seperti indikasi penggunaan dalam upaya pemberantasan hama, takaran penggunaan , teknik penyemprotan, dan lain-lain.
Ironisnya teknologi baru ini memiliki potensi bahaya kesehatan akut dan kronik.
Pestisida merupakan bahan kimia untuk membunuh hama tanaman. Apabila tidak tepat dalam penggunaannya, bisa menyebabkan keracunan.Perilaku K3 yang tepat dalam penggunaan pestisida sangat penting sebagai upaya pencegahan keracunan, sehingga perilaku K3 petani pengguna pestisida perlu disosialisasikan secara terintegrasi.
Pertanian dan perkebunan dapat dianggap sebagai satu masyarakat tertutup, sehingga usaha-usaha kesehatanpun harus disesuaikan dengan sifat-sifat masyarakat demikian, dalam arti menyelenggarakan sendiri dan untuk kebutuhan sendiri.Dalam hal ini sesuai pula dengan luas lahan pertanian atau perkebunan yang sudah sepatutnya ada usaha-usaha meliputi bidang preventif dan kuratif, baik mengenai penyakit umum, kecelakaan kerja, dan penyakit akibat kerja.
Puskesmas Pembantu Desa Antapan sebagai fasilitas kesehatan primer yang sedianya memberikan layanan kesehatan promotif, preventif dan kuratif sederhana.
Program Kegiatan Puskesmas Pembantu Desa Antapan yang telah dilaksanakan selama ini berupa tindakan preventif dan kuratif sederhana yang rutin setiap satu bulan sekali melalui kegiatan posyandu. Upaya promotif diakui belum dapat dilaksanakan oleh petugas dikarenakan keterbatasan jumlah petugas serta ketersediaan waktu. Melalui wawancara awal tentang K3 dengan petugas kesehatan yang berprofesi sebagai bidan desa, diperoleh beberapa fakta yang menggambarkan kebutuhan akan penyelenggaraan pelatihan K3 dimana 1) adanya faktor penyebab lainnya yang juga mempengaruhi tertundanya usaha promotif Puskesmas yaitu masih rendahnya pengetahuan tentang prinsip K3 pertanian yang dimiliki oleh petugas kesehatan yang wilayah kerjanya di Desa Antapan, 2) Adanya prevalensi Infeksi Saluran Pernafasan Atas pada pasien yang bekerja sebagai petani, dan 3) Kejadian kasus keracunan pestisida akut pernah ditangani yang dialami oleh pasien yang merupakan petani di Desa Antapan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara lainnya dengan masyarakat desa Antapan yang mayoritas bekerja sebagai petani maka ditemukan beberapa hal berikut ini yaitu 1) Petani mengalami keluhan tentang kondisi kesehatan utamanya gangguan saluran pernafasan dengan beberapa diantaranya mengalami gangguan pencernaan, 2) Petani kurang memahami tentang K3 dikarenakan rendahnya pengetahuan mereka serta belum adanya pembinaan K3 bagi mereka yang mereka jadikan sebuah kebutuhan karena adanya kasus keracunan yang pernah terjadi pada petani di wilayah desa Antapan tersebut.
B. Identifikasi Dan Perumusan Masalah
Desa Antapan di Kecamatan Baturiti memiliki penduduk 1.065 Kepala Keluarga (KK) yang mayoritas pekerjaan sebagai petani (745 KK) yang tersebar di 6 (enam) banjar (dusun) yaitu Banjar Anatapan, Banjar Talampati, Banjar Tohjiwa, Banjar Mayungan Anyar, Banjar Mayungan Let, dan Banjar Gelogor. Lahan pertanian didominasi dengan penanaman tanaman sayur dan buah sepertistrawberry, tomat,kubis, sawi putih, wortel dan paprika. Data awal yang kami peroleh dari pencatatan prevalensi kasus di poliklinik Puskesmas Pembantu Desa Antapan, masyarakat usia produktif menyumbangkan 35-50 kasus Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Atas (ISPA) setiap bulannya. Dari jumlah kasus tersebut, sekitar 80 % pasien
bekerja sebagai petani. Kasus keracunan (intoksikasi) akut pernah dirujuk oleh puskesmas pembantu di desa Antapan ini yang dialami oleh seorang petani sehabis melakukan pembasmian hama dengan penyemprotan pestisida. Jumlah kasus intoksikasi pestisida setiap tahun yang tercatat di puskesmas sebanyak 3-5 kasus.Catatan kasus ISPA dan intoksikasi ini tentunya memerlukan perhatian khusus berkaitan dengan penyebabnya.Faktor predisposisi timbulnya kasus ISPA pada penduduk desa Antapan adalah tindakan berisiko tinggi mereka yang akrab dengan pestisida dalam melakukan pekerjaan mereka dalam bercocok tanam.Pestisida sebagai bahan kimia yang telah diketahui memiliki efek terhadap kesehatan baik akut maupun kronis bagi seseorang yang seringkali menerima paparan pestisida.
Pengorganisasian petani sayur di desa Antapan yang belum terangkum dalam sebuah wadah kelompok tani menjadi salah satu fenomena yang dirasakan pentani di desa Antapan sebagai faktor penyulit capaian Dinas Pertanian maupun Dinas Kesehatan dalam upaya promotif dan preventif Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi petani.
Petani desa Antapan selama ini berkembang sebagai petani yang mandiri dengan bekal pengetahuan sangat minimal tentang K3. Penuturan dari pihak aparat desa dan petugas Puskesmas setempat menggambarkan penerapan teknologi pertanian sederhana seperti penggunaan traktor dan pemanfaatan pestisida belum dibarengi dengan pengetahuan tentang K3 yang bermuara pada tindakan beresiko tinggi yang berdampak pada kondisi kesehatan petani di desa Antapan. Berdasarkan observasi awal setelah mengkaji hasil wawancara dengan aparat desa, petugas kesehatan dan juga petani di desa Antapan, maka didapatkan perilaku yang tergolong tindakan beresiko tinggi yang terkait dengan lonjakan kasus ISPA dalam catatan kunjungan Puskesmas Pembantu di setiap bulannya. Perilaku yang kurang memperhatikan prinsip K3 dalam pemanfaatan pestisida salah satunya adalah minimalnya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Berdasarkan observasi awal di lapangan, petani yang menggunakan APD hanya sebanyak 10 % dari total petani yang bekerja.
Penggunaan APD yang digunakan ternyata belum memenuhi syarat dalam prinsip K3. Petani di desa Antapan menyadari pengetahuan mereka tentang K3 dalam pekerjaan mereka bertani masih rendah sehingga petani di desa Antapan memerlukan adanya pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang K3 serta
keterampilan mengaplikasiskan pengethuan tersebut yang pada akhirnya nanti bermuara pada peningkatan status kesehatan mereka.
Berdasarkan analisis permasalahan dan kebutuhan akan pemecahan dari masalah yang dihadapi oleh petani di desa Antapan tersebut maka diperlukan sebuah usaha untuk memenuhi permintaan petani di desa tersebut untuk diadakannya sebuah usaha peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang K3. Upaya K3 yang diberikan nantinya dalam pelatihan seperti bagaimana menggunakan pestisida secara aman, bagaimana menggunakan bahan kimia berbahaya secara benar agar tidak membahayakan diri petani dan lingkungannya serta upaya pencegahan dan pengobatan penyakit yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Gambar 01. Penggunaan APD Sesuai Prinsip K3 dalam Aktivitas Penyemprotan Pestisida(Sumber :Balai Hiperkes, 2010)
Gambar 02. Aktivitas Penyemprotan Pestisida di Lahan Pertanian di Desa Antapan (Sumber: dokumentasi tim pengusul tanggal 14 September 2014)
Gambar 02. Gambar petani di desa antapan yang sedang melaksanakan kegiatan penyemprotan dengan pestisida( Dokumentasi tim pengusul tanggal 14 September 2014 )
C. Tujuan Kegiatan
Tujuan program P2M ini adalah:
1. Untuk meningkatkan pengetahuan petani tentang peran penting penerapan prinsip K3 bagi kesehatan petani di desa Antapan , Kecamatan Baturiti.
2. Menekankan pentingnya nilai status kesehatan manusia yang tidak dapat digantikan oleh harta benda maupun uang. Melalui pelatihan dengan mengusung slogan “ Sehat sayurku, sehat petaniku” dalam tehnik demonstrasi tentang pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)yang lengkap dan benar maka faktor enabling yaitu ketersediaan dan kemudahan pemakaian APD akan dapat diterima dengan baik oleh petani di desa Antapan , Kecamatan Baturiti.
3. Meningkatkan kesadaran praktisi kesehatan dan petugas dari dinas terkait untuk menggalakkan program K3 sebagai upaya promotif dan preventif kesehatan masyarakat di desa Antapan , Kecamatan Baturiti.
D. Manfaat Kegiatan
Hasil pelaksanaan program P2M ini diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai masukan kepada Dinas Kesehatan dan Puskesmas Kecamatan Baturiti yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan program perbaikan status kesehatan masyarakat di desa Antapan khususnya serta di wilayah lainnya di Kabupaten Tabanan yang mayoritas bekerja di bidang pertanian dan perkebunan sehingga dapat dilaksanakan pemantapan program melalui usaha peningkatan pengetahuan petugas kesehatan dan kader tentang prinsip K3 sebagai upaya peningkatan status kesehatan masyarakat. Dengan kemampuan dalam memberikan Komunikasi, Informasi serta Edukasi yang prima maka petugas kesehatan dan kader nantinya akan dapat memberikan kegiatan promosi dan penyuluhan kesehatan yang tepat guna mendukung program promotif dan preventif terkait K3. Melalui promosi dan penyuluhan kesehatan yang baik diharapkan pengetahuan masyarakat petani khususnya tentang K3 menjadi lebih baik yang tentunya akan meningkatkan statuskesehatannya.
BAB II
Metode Pelaksanaan a. Kerangka Pemecahan Masalah
B. Metode Pelaksanaan Kegiatan
Metode yang digunakan dalam program P2M ini adalah pelatihan yang ditujukan kepada petugas kesehatan dan petani di desa Antapan. Dalam hal meningkatkan,pengetahuan petugas kesehatan dan petani maka metode pelatihan dipilih dibandingkan metode seminar. Hal ini dikarenakan informasi lebih mudah diserap dan diingat apabila materi diberikan ke dalam bentuk yang lebih nyata atau bentuk pengalaman dibandingkan hanya dalam bentuk lisan atau tulisan.
Penggunaan Prinsip K3
Status Kesehatan
Petani Pelatihan K3
Pengetahuan dan Keterampilan Petani
1. Sarana Prasarana Pendukung Pemeliharaan K3
2. Dukungan petugas kesehatan terkait tentang pelaksanaan Prinsip K3 Karakteristik
Petani:
• Pendidikan
• Pekerjaan
• Pengalaman bercocok tanam sebelumnya
Pelatihan K3
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sasaran dari pelatihan ini adalah petugas kesehatan dan petani di wilayah desa Antapan yang seluruhnya berjumlah 50 orang. Petugas kesehatan di Puskesmas Pembantu merupakan petugas yang lebih sering kontak dan lebih dekat dengan petani dibandingkan dengan petugas kesehatan lainnya. Dengan kemantapan pengetahuan yang nantinya dimiliki diharapkan petugas kesehatan tidak hanya semata melakukan rutinitas kegiatan pelayanan kesehatan bagi pasien yang datang ke Puskesmas saja tetapi nantinya dalam program pendampingan dapat melaksanakan promosi dan pemyuluhan kesehatan tentang K3 kepada petani di wilayah desa Antapan.
Meningkatnya pengetahuan petani melalui pelatihan ini sebagai peserta nantinya diharapkan dapat memberikan pengaruh besar bagi peningkatan kesadaran aplikasi prinsip K3 di wilayah Desa Antapan demi peningkatan status kesehatannya.
Pekerjaan di sektor pertanian termasuk beresiko karena banyak menggunakan produk-produk bahan kimia serta peralatan dengan mesin dan peralatan tajam.
Sebagai contohnya ketika menggunakan pestisida pada tanaman, secara tidak sengaja dapat tertelan maupun masuk melalui saluran pernapasan (Jung,2011).Penggunaan pupuk berlebihan juga beresiko untuk kesehatan manusia.Lokasi perkebunan dan pertanian pun menentukan tingkat resiko. Perkebunan yang ada di lereng yg curam dapat menyebabkan tanah longsor dan menurunkan daya resap air. Maka dari itu pekerjaan pada sektor ini perlu menerapkan manajemen resiko kesehatan dan keselamatan sehingga dapat mencegah dampak yang tidak diinginkan (Darmanto,1999).
1. Kesehatan Kerja Petani
Bekerja sebagai petani memerlukan modal awal.Selain stamina, kondisi fisik harus mendukung pekerjaan tersebut.Seorang petani jangan sampai sakit- sakitan.Kemudian tingkat pendidikan dan kesehatan awal.Kesehatan petani diperlukan utnuk mendukung produktivitasnya (Chae, 2014).
Secara teoritis apabila seseorang bekerja, ada tiga variable pokok yang saling berinteraksi.Yaitu, kualitas tenaga kerja, jenis atau beban pekerjaan dan lingkungan pekerjaannya.Akibat hubungan interaktif berbagai faktor risiko kesehatan tersebut,
apabila tidak memenuhi persyaratan dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan. Gangguan kesehatan akibat atau berhubungan dengan pekerjaan dapat bersifat akut dan mendadak, kita kenal sebagai kecelakaan, dapat pula bersifat menahunberbagai gangguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan misalnya para petani mengalami keracunan pestisida dari dari tingkat sedang hingga tingkat tinggi (Cascio,1998)
Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan petani yang diderita oleh petani seperti sakit pinggang (karena alat cangkul yang tidak ergonomis), gangguan kulit akibat sinar ultraviolet dan gangguan agrokimia.Penggunaan agrokimia khususnya pestisida merupaka factor risiko penyakit yang paling sering dibicarakan.Kondisi kesehatan awal petani berpengaruh terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan.Seperti, penderita anemia karena kekurangan gizi disebabkan kecacingan di sawah atau perkebunan maupun kurang pasokan makanan, kemudian dapat diperburuk dengan keracunan organofospat.
Beberapa penyakit yang dihubungkan dengan pekerjaan, termasuk penyakit infeksi yang diakibatkan bakteri, virus, maupun parasit. Misalnya penyakit malaria, selain dianggap sebagai penyakit yang merupakan bagian dari kapasitas kerja atau modal awal untuk bekerja, juga dapat dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan
Beberapa Penyakit Endemik sebagai Faktor Resikoadalah :
1. Malaria
Petani Indonesia umumnya bekerja di daerah endemic malaria , habitat utama di persawahan dan perkebunan. Parasit malaria akan menyerang dan berkembang biak dalam butir darah merah sehingga seseorang yang terkena malaria akan menderita demam dan anemia sedang hingga berat. Anemia dan kekurangan hemoglobin dapat mengganggu kesehatan tubuh serta stamina petani. Seseorang yang menderita anemia akan memiliki stamina yang rendah, loyo, cepat lelah, dan tentu saja tidak produktif.
2. Tuberkulosis
Penyakit yang sering diderita oleh angkatan kerja Indonesia termasuk petani adalah tuberculosis (TBC).Kelompok yang terkena resiko penyakit TBC adalah
golongan ekonomi lemah khususnya petani dengan kondisi ekonomi lemah tersebut.
TBC diperburuk dengan kondisi perumahan yang buruk, rumah tanpa ventilasi dengan lantai tanah akan menyebabkan kondisi lembab, pengap, yang akan memperpanjang masa viabilitas atau daya tahan kuman TBC dalam lingkungan.Penderita TBC akan mengalami penurunan penghasilan 20-30%, kinerja dan produktivitas rendah, dan akan membebani keluarga.
3. Kecacingan dan Gizi Kerja
Untuk melakukan aktivitas kerja membutuhkan tenaga yang diperoleh dari pasokan makanan. Namun makanan yang diperoleh dengan susah payah dan seringkali tidak mencukupi masih digerogoti oleh berbagai penyakit menular dan kecacingan.
Masalah lain yang dihadapi ankgatan kerja petani adalah kekurangan gizi.
Kekurangan gizi dapat berupa kekurangan kalori untuk tenaga maupun zat mikronutrien lainnya, akibat dari tingkat pengetahuan yang rendah dan kemiskinan.
4. Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar merupakan salah satu faktor risiko utama timbulnya penyakit-penyakit infeksi baik yang akut seperti kolera, hepatitis A, disentri, Infeksi Bakteri Coli maupun penyakit kronik lainnya.
Tidak mungkin petani bekerja dengan baik kalau sedang menderita malaria kronik atau diare kronik.apalagi TBC. Untuk meningkatkan produktivitas, seorang petani harus senantiasa mengikuti pengembangan diri. Lalu tidak mungkin mengikuti pelatihan dengan baik kalau tidak sehat. Untuk itu diperlukan khusus kesehatan dan keselamatan kerja petani sebagai modal awal seseorang atau kelompok tani agar bisa bekerja dengan baik dan lebih produktif.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat pekerja maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit akibatkerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan danpenyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Tujuan dari dibuatnya program K3 adalah
untuk mengurangi biaya perusahaanapabila timbul kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Sugeng,2005).
2. Faktor Risiko Kesehatan Kerja Petani
Gabungan konsep kualitas kesehatan tenaga kerja sebagai modal awal untuk bekerja dengan resiko bahaya lingkungan pekerjaannya.
Petani Indonesia pada umumnya tidak memerlukan transportasi menuju tempat pekerjaannya, namun bagi petani perkebunan apalagi yang tinggal diperkotaan yang memerlukan waktu lama menuju tempat kerjanya maka kualitas dan kapasitas kerjanya akan berkurang. Terlebih lagi bagi petani yang menggunakan sepeda motor yang harus exposed terhadap pencemaran udara dan kebisingan jalan raya. Tentu akan menimbulkan beban yang lebih berat.
Mengacu pada teori kesehatan kerja maka resiko kesehatan petani yang ditemui di tempat kerjanya dikemukakan oleh Suardi dalam Suardi,dkk 2005 adalah sebagai berikut ini :
1. Mikroba : faktor resiko yang memberikan konstribusi terhadap kejadian penyakit infeksi, parasit, kecacingan, maupun malaria. Penyakit kecacingan dan malaria selain merupakan ancaman kesehatan juga merupakan faktor risiko pekerjaan petani karet, perkebunan lada, dan lain-lain.Berbagai faktor risiko yang menyertai leptospirosis, gigitan serangga, dan binatang berbisa.
2. Faktor lingkungan kerja fisik : sinar ultraviolet, suhu panas, suhu dingin, cuaca, hujan, angin, dan lain-lain.
3. Ergonomi : kesesuaian alat dengan kondisi fisik petani seperti cangkul, traktor, dan alat-alat pertanian lainnya.
4. Bahan kimia toksik : agrokimia seperti pupuk, herbisida, akarisida, dan pestisida.
3. Aspek Kesehatan Kerja Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Agrokimia Agrokimia merupakan salah satu masalah utama kesehatan petani berkenaan dengan pekerjaannya.Agrokimia meliputi semua bahan kimia sintetik yang digunakan untuk kepentingan dan keperluan luas produksi pertanian.Bahan tersebut meliputi hormone pemacu pertumbuhan, pupuk, pestisida, antibiotika, dan lain-lain.
Pengaruh atau dampak penggunaan agrokimia terhadap kesehatan kerja adalah sebagai berikut :
1. Tergantung bahan kimia
2. Tergantung besar kecilnya dosis
3. Cara aplikasi, bagaimana agrokimia tersebut digunakan di lapangan.
Pestisida digunakan karena daya racunnya (toksisitas) untik membunuh hama.
Oleh sebab itu penggunaan pestisida dilapangan memeiliki potensi bahaya kesehatan kerja.Dalam melakukan penilaian terhadap aspek kesehatan kerja dengan pestisida, ada dua hal yang harus diperhatikan adalah toksisitas, sifat dan karakteristik pestisida.
Tiap jenis pestisida memiliki sifat, karakteristik, dan toksisitas yang berbeda.Oleh sebab iti harus dipelajari. Disamping itu, pestisida yang ada di pasaran dalam bentuk kemasan ada tiga komponen bahan kimia yaitu :
1. Active Ingredient (a.i) 2. Stabilizer
3. Pewarna, pembau, pelarut, dan lain-lain.
Masing-masing bahan kimia tersebut memiliki potensi bahaya kesehatan.Namun, toksisitasnya diperhitungkan terhadap active ingredient.Sedangkan ketiga bahan kimia tersebut saling berpotensi membentuk toksisitas baru.
Dampak patofisiologi keracunan pestisida tergantung jenis dan sifat pestisida tersebut.Misalnya golongan organochlorine dapa mengganggu fungsi susunan syaraf pusat. Golongan karbamat dan organofospat menimbulkan gangguan susunan syaraf pusat dan perifer melalui ikatan cholinesterase (Jung, 2011)
BAB IV PENUTUP A. SIMPULAN
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat pekerja maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit akibatkerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan danpenyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pengetahuan petani di desa Antapan sebelum pelatihan diadakan tergolong tidak mengenal istilah prinsip K3 dan setelah pelatihan dalam waktu 2 minggu mereka sudah mulai memahami dan menerapkan prinsip K3 di dalam pekerjaan mereka sebagai petani.
B. SARAN
Keterkaitan program P2M yang seyogyanyadilakukan dengan berbagai pihak yaitu Universitas Pendidikan Ganesha, Aparat Desa Antapan, Puskesmas Kecamatan Baturiti serta Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian Kabupaten Tabanan sebagaimana memang dalam permasalahan di bidang kesehatan umumnya diperlukan keterkaitan berbagai pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Cascio, W.F. 1998. Managing Human Resources – Productivity Quality of Work Life, Profits. Edisi ke-5. McGraw Hill, Amerika Serikat.
Darmanto, R. 1999. Kesehatan Kerja di Perusahaan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Santoso, G. 2004.Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Prestasi Pustaka, Jakarta.
Suardi, R. 2005.Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Penerbit PPM, Jakarta.
Sugeng, A.M., dkk. 2005. Bunga Rampai Hiperkes & KK Edisi Kedua. Badan Penerbit Universitas Diponegoro,Semarang.
Jung DY, Kim HC, Leem JH, Park SG, Lee DH, Lee SJ dan Kim GW, 2011.Estimatedoccupational injury rate and work related factors based on data from the fourth Korea National Health and Nutrition Examination Survey. Korean Journal Occupational Environment Medicine , 23(2):149–163.
Chae H, Kyungdoo M, Youn K, Jinwoo P3, Kyungran K1, Hyocher K1 and Kyungsuk L, 2014.Estimated rate of agricultural injury: the Korean Farmers’
Occupational Disease and Injury Survey Chae et al. Annals of Occupational and Environmental Medicine , 26:8
.
Lampiran 1. Foto foto kegiatan pelatihan