• Tidak ada hasil yang ditemukan

RETENSI ENERGI DAN NITROGEN DAN LAJU PENCERNAAN PADA AYAM SILANGAN PELUNG X KAMPUNG PADA POLA PEMBERIAN RANSUM DENGAN PROTEIN BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RETENSI ENERGI DAN NITROGEN DAN LAJU PENCERNAAN PADA AYAM SILANGAN PELUNG X KAMPUNG PADA POLA PEMBERIAN RANSUM DENGAN PROTEIN BERBEDA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

RETENSI ENERGI DAN NITROGEN DAN LAJU PENCERNAAN PADA

AYAM SILANGAN PELUNG X KAMPUNG PADA POLA PEMBERIAN

RANSUM DENGAN PROTEIN BERBEDA

(Energy and Nitrogen Retention, and The Rate of Food Passage of Young Pelung x kampung Chicken on Diets Different In Protein)

SOFJAN ISKANDAR, POPI HANDAYANI1 dan DEDEN SUDRAJAT1 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

1Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Juanda, Ciawi Bogor

ABSTRACT

Information on biological capacity of a new local crossbreed of chicken can help industry to have more use of local livestock as an important commodity. A feeding trial of 480 chicks of Pelung x Kampung cross was carried out at Research Institute for Animal Production, Ciawi-Bogor. There were three feeding-patterns different in dietary protein levels. Pattern 1 (P1): Starter diet of 15% protein (S15) continued with Finisher diet of 19% protein (F19), P2: S19-F15 and P3: S19-F19 with starter period 1 of 0-4 weeks (S1) and starter period 2 of 0-6 weeks (S2). Diets were isocaloric at 11.3 MJ ME/kg. Chicks were raised up to 12 weeks of age in wire cages of 10 chicks per cage. Male and females were separated. Feed and water were provided ad libitum. Excreta total collections were applied on day 24-27 (four weeks of age), day 38-41 (six weeks of age) and day 80-83 (12 weeks of age). The efficiency of dietary energy utilization (expressed as percentage of metabolizable energy intake over gross energy intake) at four weeks of age for chicks on P1 (80%) was significantly higher than for chicks on P2 (74%). At six weeks of age, chicks both males and females utilized dietary energy at relatively same capacity, with the efficiency about 78%. Whilst at 12 weeks of age, chicks on P2 utilized dietary energy better (82%) than that on P1 (79%) or P3 (80%) did. There was no significant difference in the ability of males from females of all ages in utilizing dietary energy, neither on different starting periods. Nitrogen retained by chicks (expressed as nitrogen retained over nitrogen intake) and quality of dietary protein (PER, expressed as gain in body weight over total protein intake) measured at age of 4 or 6 weeks were not affected by feeding patterns neither by sex. Whilst at age of 12 weeks, the utilization efficiency of dietary nitrogen by chicks on P2 (71% and PER, 1.47) were significantly higher then those by chicks on P1 or P2 (with the average of 60% for utilization efficiency and 1.42 for PER). The rate of food passage of chicks at 12 week of age was the same for all feeding pattern, both sexes or starting periods for about 3,47 cm/minute in the first 30 minutes and about 2,12 cm/minute in the further 30 minutes observation.

Key words: Local crossbred Pelung x Kampung chicken, energy retention, nitrogen retention, rate of food passage

ABSTRAK

Informasi potensi metabolisme energi dan protein pada ayam silangan Pelung x Kampung dapat menambah khasanah informasi potensi biologis. Suatu percobaan dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi dengan menggunakan 480 ekor anak ayam umur satu hari hasil persilangan Pelung jantan dengan Kampung betina. Percobaan terdiri dari tiga perlakuan pola ransum: P1: Starter 15%-Finisher 19% protein kasar; P2: S19-F 15 dan P3: S19-S19-F19 dengan kombinasi masa starter S1: 0-4 minggu dan S2: 0-6 minggu. Ransum percobaan disusun isoenergi (11,3 MJ ME/kg). Ayam dipelihara sampai umur 12 minggu dalam kandang kawat masing-masing 10 ekor terpisah jantan dan betina. Ransum dan air diberikan ad libitum. Total koleksi eksreta dilakukan pada hari ke 24-27, hari ke 38-41 dan hari ke 80-83. Pada umur 4 minggu, efisiensi penggunaan energi metabolis (dihitung berdasarkan persentase terhadap konsumsi energi brutto) ayam pada P1 (80%) nyata

(2)

lebih tinggi dari ternak pada P2 (74%). Pada umur 6 minggu, pada ransum dan sex yang berbeda tidak menunjukkan efisiensi berbeda (78%). Pada umur 12 minggu, ternak pada P2 menunjukkan efisiensi penggunaan energi metabolis nyata lebih tinggi (82%) dibandingkan dengan ternak pada P1 (79%) atau P3 (80%). Sementara itu ayam jantan memanfaatkan energi metabolis sama seperti ayam betinanya. Efisiensi penggunaan energi tidak dipengaruhi perbedaan masa starter. Retensi nitrogen (dihitung berdasar nitrogen yang diretensi terhadap konsumsi nitrogen) dan kualitas protein ransum (diukur berdasarkan pertambahan bobot badan terhadap konsumsi protein, PER) pada umur 4 atau 6 minggu tidak dipengaruhi pola ransum atau jenis kelamin. Sementara pada umur 12 minggu efisiensi penggunaan N ransum pada P2 (71%) dan PER (1,47) nyata lebih tinggi dari ternak pada P1 atau P2 (rata-rata 60% untuk retensi N dan 1,42 untuk PER). Laju pergerakan ransum dalam saluran pencernaan pada ternak umur 12 minggu, relatif sama untuk semua perlakuan ransum, masa starter atau jenis kelamin dengan rata-rata 3,47 cm/menit pada pengukuran 30 menit pertama dan menurun dengan rata-rata 2,12 cm/menit pada pengukuran 30 menit berikutnya.

Kata kunci: Ayam silangan Pelung x Kampung, retensi energi, retensi nitrogen, laju pergerakan ransum PENDAHULUAN

Ayam lokal sampai sejauh ini sebagian besar masih merupakan komoditi tabungan dan sumber pangan hewani masyarakat di pedesaan. Usahatani ayam lokal intensif skala kecil dan menengah sudah mulai terlaporkan di mana-mana di tanah air. Kapasitas ayam lokal dalam memproduksi telur maupun daging sangat rendah dibandingkan dengan ayam ras, namun masih unggul dilihat dari aspek harga jual produk. Pengamat dan praktisi industri perunggasan (KRISTIANTO, 2001,

Pers.Comm.) menyatakan kekhawatirannya akan pasar produk ayam lokal yang terbatas, sehingga tidak mungkin untuk diupayakan besar-besaran seperti ayam ras. Namun bagaimanapun juga, kita tidak dapat begitu saja membiarkan sumberdaya alam berkembang sendiri. Komoditas ayam lokal masih mempunyai potensi peningkatan produktifitas, dalam upaya meningkatkan manfaatnya.

Upaya peningkatan produktifitas daging ayam lokal melalui seleksi, dirasakan masih terlalu lama untuk didapatkan hasilnya, oleh karena itu pengamatan terhadap kemampauan maksimal dari ayam lokal ini perlu terus dilakukan dalam upaya mencari peluang-peluang perbaikan teknologi budidaya yang optimum dan lebih efisien (SARTIKA et al., 1999), ditingkat usahatani kecil maupun

menengah.

Informasi mengenai kemampuan metabolisme energi dan nitrogen ransum dari ayam kadang-kadang tidak dapat langsung diaplikasikan, tetapi paling sedikit akan memberikan gambaran proses fisiologis dan biokimia dalam memanfaatkan berbagai bahan pakan yang tersusun dalam ransum. Informasi fisiologis dari ayam lokal silangan Pelung x Kampung ini, merupakan hasil suatu proses interaksi antara kemampuan genetis ayam dengan kualitas bahan pakan yang diberikannya. Gambaran kemampuan fisiologis selama mempertahankan hidupnya, sangat menarik untuk diamati selama kronologis umur. Beberapa pertanyaan dapat dikemukakan, yaitu apakah pada umur lebih muda, ayam akan lebih baik memetabolis zat-zat gizi yang tersedia dalam ransum; bagaimana kemampuan ternak tersebut dalam memanfaatkan energi dan nitrogen (protein), yang merupakan zat-zat gizi pembangun tubuh.

Persilangan ayam lokal antara ayam jantan Pelung dengan betina Kampung, dilaporkan dapat memperbaiki kinerja pertumbuhan, potongan karkas dan kapasitas konsumsi ayam Kampung tanpa mempengaruhi karakteristik khas ayam lokal (NATAAMIDJAJA et al., 1993; ISKANDAR et al., 1998a,

1998b, 1999; GUNAWAN dan SARTIKA, 1999 dan RESNAWATI et al., 2000). Peningkatan bobot badan sebanyak 19% pada ayam silangan Pelung x Kampung dibandingkan dengan ayam Kampung x Kampung, yang dipelihara sampai umur 12 minggu dilaporkan oleh ISKANDAR et al. (1998a),

(3)

sementara GUNAWAN dan SARTIKA (1999) hanya mendapatkan kenaikan 8,5% dengan bobot ayam

silangan (Pelung x Kampung) jantan, yang mencapai 1,384 kg/ekor dan ayam KampungxKampung jantan mencapai 1,275 kg/ekor, sementara ayam betina dari kedua galur mencapai bobot badan 1,0 kg/ekor.

Dalam upaya mencari teknik-teknik budidaya yang lebih baik, pengkajian kapasitas cerna zat-zat gizi ayam silangan Pelung x Kampung ini kiranya perlu dilakukan.

MATERI DAN METODA

Sebanyak 480 ekor anak ayam silangan Pelung jantan dengan betina Kampung hasil inseminasi buatan, dipergunakan dalam percobaan ini. Anak ayam jantan dipisahkan dari betinanya dengan

vent sexing. Anak ayam ditempatkan dalam 48 kandang kawat ukuran 45 cm x 35 cm x 30 cm, yang

masing-masing 10 ekor. Kandang kawat ditempatkan dalam bangunan kandang tertutup dengan sistem ventilasi kipas penyedot (exhauster) dan pemanas dengan lampu pijar. Ransum dalam bentuk

mash kering dan air minum diberikan ad libitum. Pemeliharaan dilakukan sampai dengan umur 12

minggu, yang pada umur 6 minggu dilakukan penjarangan secara acak dengan populasi dipertahankan sebanyak 6 ekor per kandang sampai akhir pengukuran.

Ransum yang digunakan dalam percobaan ini pada dasarnya mengandung protein yang berbeda, yaitu ransum yang mengandung 15% dan 19% protein kasar, dengan kandungan energi metabolis (ME) terhitung sama yaitu 11,3 MJ ME/kg. Sebagian besar bahan pakan diperoleh secara lokal. Komposisi bahan pakan dan kandungan gizi terhitung ransum percobaan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi bahan pakan dan kandungan gizi terhitung ransum percobaan

Bahan Pakan Formula 1 Formula 2

51,0 43,3 15,5 25,0 12,8 10,0 8,0 8,0 4,0 5,5 3,0 4,0 3,0 1,5 2,0 2,0 0,5 0,5 0,2 0,2 Jagung kuning giling, (%)

Bungkil kedele, (%) Dedak padi, (%) Bungkil kelapa, (%) Tepung ikan, (%) Minyak kelapa, (%) Tepung singkong, (%) CaCO3, (%) Garam dapur, (%) Topmix 1), (%) Total, (%) 100,0 100,0 Energi , (MJ ME/kg) 11,3 11,3 Protein kasar, (%) 15,0 19,1 Kalsium, (%) 1,0 1,1 Phospor, (%) 0,4 0,5 Lysine, (%) 0,7 1,1 Methionine, (%) 0,3 0,4

Keterangan: 1) Setiap 1 kg Topmix mengandung vit. A, 1.200.000 IU, vit D3, 200.000 IU, vit. E, 800 IU, vit. B1, 200 mg, vit.

(4)

Chloride 1000 mg, Methionine 3000 mg, Lysine 12.000 mg, Mn 12.000 mg, Fe 2000 mg, Zn 10.000 mg, Co 20 mg, Cu 400 mg, antioxidant 1000 mg, Zn-bacitracin 21.000 mg

Pola pemberian ransum dilakukan dengan mengikuti rancangan percobaan sebagai disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rancangan percobaan

Starter, umur 0-4 minggu Starter umur 0-6 minggu Pola Ransum

Jantan Betina Jantan Betina

P1: S15-F191) 4 ulangan @ 10 ekor 4 ulangan @ 10 ekor 4 ulangan @ 10 ekor 4 ulangan @ 10 ekor P2: S19-F15 4 ulangan @ 10 ekor 4 ulangan @ 10 ekor 4 ulangan @ 10 ekor 4 ulangan @ 10 ekor P3: S19-P19 4 ulangan @ 10 ekor 4 ulangan @ 10 ekor 4 ulangan @ 10 ekor 4 ulangan @ 10 ekor

Keterangan: 1) P = Pola, S15-F19: Pemberian ransum starter 15% protein ,dilanjutkan dengan ransum finisher 19% protein Pengukuran energi metabolis dan retensi nitrogen dilakukan secara total koleksi selama empat hari berturut-turut. Ransum diberikan selama tiga hari berturut-turut ad libitum dan ekskreta ditampung pada hari keempat, dalam wadah plastik. Pelaksanaan koleksi ekskreta dilakukan pada hari ke 24-27 (umur 4 minggu), hari ke 38-41 (umur 6 minggu) dan hari ke 80-83 (umur 12 minggu). Setiap pagi dalam periode penampungan, ekskreta dikumpulkan setelah terlebih dahulu dibersihkan dari bulu dan ransum yang tercecer. Untuk menjaga ceceran yang terlalu banyak, di atas ransum dalam wadah pakan dipasang grid dari kawat ram bermata 1 cm2. Ekskreta yang dikoleksi

harian, kemudian ditempatkan dalam baki kecil aluminium untuk dikeringkan dalam oven bersuhu 600C selama kurang lebih dua hari. Ekskreta kering oven hasil koleksi selama empat hari kemudian

digiling halus dan diaduk, kemudian diambil sekitar 10% untuk dianalisa energi brutto, kadar air dan nitrogen. Secara bersamaan, ransum yang diberikan pada periode pengukuran digiling halus untuk dianalisa kandungan energi brutto, kadar air dan nitrogen.

Laju ransum dalam saluran pencernaan ayam diukur pada waktu ayam berumur 12 minggu. Sehari sebelum dilakukan pengukuran, ayam dipuasakan, kemudian pada pagi harinya sebelum diberi makan, kapsul gelatin (berukuran 2 cm) yang berisi cat poster merah Carmine (merk dagang Sakura) yang sudah dikeringkan dan dihaluskan, dimasukan kedalam oesophagus ayam. Waktu awal masuk, kemudian dicatat dan ayam dibiarkan mengkonsumsi ransum ad libitum selama 30 menit atau 60 menit. Untuk melihat laju cat merah (sebagai indicator), ayam dipotong, diambil ususnya untuk dibuka, diamati dan diukur jarak keberadaannya dari ujung usus yang menempel pada rempela (gizzard). Selain pengukuran utama di atas, bobot badan mingguan diukur secara individu.

Pengamatan dilakukan pada umur 4 dan 6 minggu, yang diduga salah satunya merupakan saat yang tepat secara biologis dan praktis sebagai umur starter (ISKANDAR et al., 1998a), dan 12 minggu

sebagai umur potong.

Data kemudian dianalisis dengan analisa sidik ragam mengikuti rancangan acak lengkap 2 perlakuan ransum x 2 jenis kelamin untuk pengujian parameter pada umur 4 dan 6 minggu dan mengikuti rancangan acak lengkap faktorial 3 pola pemberian ransum x 2 periode starter x 2 jenis kelamin untuk pengujian parameter pada umur 12 minggu. Nilai rata-rata bagi perlakuan yang

(5)

berbeda nyata pada taraf uji 5%, kemudian diuji lagi dengan uji beda nyata terkecil (STEEL dan

TORRIE, 1981).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam laporan percobaan ini dikemukakan gambaran kemampuan fisiologis dan biokimia ayam lokal silangan Pelung x Kampung, yang dalam 3 tahun terakhir ini sedang diamati untuk melihat sampai sejauhmana potensinya untuk dijadikan ayam lokal pedaging (GUNAWAN dan

SARTIKA, 1999). Hasil pengamatan disajikan dalam Tabel 3.

Pada Tabel 3 terlihat bahwa konsumsi energi metabolis (kJ/ekor/hari) pada umur 6 minggu meningkat satu setengah kali lipat lebih dan hampir lima kali lipat pada umur 12 minggu. Parameter ini pada ketiga umur secara statistik tidak nyata (P>0,05) dipengaruhi oleh kandungan protein ransum atau jenis kelamin. Efisiensi penggunaan energi ransum, yang dibandingkan terhadap total konsumsi energi brutto (EB) terlihat ada sedikit kenaikan dengan bertambahnya umur (Ilustrasi 1). Fenomena ini merupakan fenomena umum dimana semakin bertambah umur, efisiensi penggunaan energi ransum akan meningkat (FARRELL, 1974). Pada umur 4 minggu terlihat nyata (P<0,05) ternak

memanfaatkan energi ransum berprotein 15% sedikit lebih efisien (80%) dibandingkan dengan ransum berprotein 19% (efisiensi pemanfaatan energi ransum 74%). Fenomena ini kemungkinan ada hubungannya dengan rasio energi protein, yang lebih tinggi pada ransum berprotein 15% (rasio 753 kJME/% protein, atau 193 kkalME/% protein, versus 595 kJME/% protein atau 153 kkalME/% protein, pada ransum berprotein 19%). Kondisi ini ternyata tidak terjadi pada umur 6 minggu, sehingga kejadian pada umur 4 minggu kemungkinan hanya acak (random) saja. Pada umur 12 minggu dimana ternak sudah mengalami pergantian ransum, ternak pada pola ransum R2, S19%-F15% dapat memanfaatkan energi ransum nyata lebih tinggi (82%) dibandingkan pada pola ransum R1 (79%) dan R3 (80%). Hasil ini tidak sama dengan hasil yang dilaporkan ISKANDAR et al.

(1998b) pada pola dan ternak yang sama, sehingga memberikan kesan bahwa ternak ini tidak memberikan respon pemanfaatan energi ransum yang konsisten terhadap pola pemberian ransum pada range kisaran 15–19% protein. Namun ada kemungkinan pula disebabkan oleh kandungan energi yang sedikit lebih rendah pada percobaan ini (11,3 MJME/kg) dibandingkan dengan ransum ISKANDAR et al. (1998b), yaitu sekitar 13,1 MJME/kg), disamping bahan pakan dalam formula

ransum kedua percobaan tersebut berbeda, yaitu ada-tidaknya penggunaan minyak kelapa dalam kedua ransum percobaan tersebut (FARRELL, 1974).

Efisiensi penggunaan energi ransum oleh ayam lokal silangan Pelung x Kampung ini secara umum menyamai efisiensi penggunaan energi ransum pada ayam ras pedaging, umur 6-10 minggu yang juga menunjukkan efisiensi sekitar 79%-81% (PYM et al., 1984; MACLEOD et al., 1988; dan NRC, 1994).

Retensi nitrogen, sebagaimana diharapkan akan meningkat dengan meningkatnya umur. Retensi nitrogen tidak nyata dipengaruhi oleh faktor pola ransum, umur starter maupun jenis kelamin. Rata-rata populasi retensi nitrogen pada umur 4, 6 dan 12 minggu adalah 0,36; 0,60 dan 1,51 g/ekor/hari (Ilustrasi 2). Sementara pada ayam ras pedaging umur 7 minggu dapat mencapai 1,5-1,73 g/ekor/hari pada galur langsing (lean) dan 1,87-2,1 g/ekor/hari pada galur gemuk (fat) (MACLEOD et al., 1988 dan JORGENSEN et al., 1990). Sementara itu efisiensi penggunaan protein pada ketiga umur relatif sama sekitar 62%. Pada umur 4 dan 6 minggu efisiensi penggunaan protein ransum tidak dipengaruhi kandungan protein ransum, namun pada umur 12 minggu, ternak memanfaatkan ransum dengan pola protein R2: S19%-F15% lebih baik (71%) dibandingkan pada kedua pola ransum lainnya (R1, 61% dan R2, 59%). Dugaan mengenai alasan kejadian sementara

(6)

ini belum dapat diperoleh. WIZNA (1992) melaporkan tingkat efisiensi penggunaan protein ransum

oleh ayam buras umur 12 minggu hanya mencapai 54,2%.

Tabel 3. Retensi energi, retensi nitrogen, bobot badan, pertambahan bobot badan (PBB) dan protein effisiensi rasio (PER)

ayam silangan pelung x kampung yang diberi ransum berbeda protein pada umur 4, 6 dan 12 minggu Retensi Energi Nitrogen

Faktor perlakuan

k/e/h

% terhadap konsumsi

energi bruto g/e/h

% terhadap konsumsi nitrogen ransum PBB saat pengukuran g/e/h Bobot Badang /ekor PER U m u r 4 m i n g g u Ransum R1, S 15%1 R2, S 19% 283a2 233a 80b 74a 0,37a 0,36a 65a 56a 6,3a 7,0b 139a 153a 1,68a 1,52a Sex Jantan Betina 281a 235a 78a 76a 0,40a 0,32a 63a 59a 6,8a 6,5a 147a 144a 1,56a 1,64a Interaksi R x S tn3 tn tn tn tn tn tn Rataan populasi 258 77 0,36 61 6,7 146 1,60 Umur 6 minggu Ransum R1, S 15% R2, S 19% 427a 410a 79a 76a 0,52a 0,67a 63a 60a 9,9a 11,2b 282a 308a 1,35a 1,27a Sex Jantan Betina 442a 395a 78a 78a 0,63a 0,56a 62a 61a 10,9a 10,2a 303a 288a 1,35a 1,27a Interaksi R x S tn tn tn tn tn tn tn Rataan populasi 418 78 0,60 62 10,6 295 1,31 Umur 12 minggu Ransum (R) R1, S15%-F19% R2, S19%-F15% R3, S19%-F19% 967a 1119a 1037a 79a 82b 80a 1,48a 1,53a 1,52a 61a 71b 59a 18,7ab 17,0a 20,2b 986b 943a 1068b 1,43a 1,47b 1,39a Masa Starter (M) 0–4 minggu 0–6 minggu 1013a 1064a 79a 81a 1,46a 1,56a 62a 65a 18,6a 18,6a 982a 1017a 1,48b 1,38a Sex (S) Jantan Betina 1050a 1026a 80a 80a 1,56a 1,46a 65a 62a 20,4b 11,9a 1020a 979a 1,45a 1,41a Interaksi R x S R x K S x K R x S x K tn tn tn * tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Rataan populasi 1039 80 1,51 63 18,6 295 1,43 Keterangan: 1

S15% = Pemberian ransum starter 15% protein, F 19%=Pemberian ransum finisher 19% protein

2 Nilai dengan tanda dan pada sel yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) 3 tn = secara statistik tidak nyata (P>0,05)

(7)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ransum dengan protein 19% memberikan PBB lebih tinggi dibandingkan dengan ransum 15% protein dan ini juga terlihat pada umur 12 minggu, untuk pola ransum R2: S19%-F15% ternak tumbuh lambat dibandingkan pada pola ransum lainnya. Ekspresi ini sedikit banyak terlihat pada bobot akhir minggu-minggu pengamatan, meskipun analisis statistik tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.

Indikasi kualitas protein ransum yang diberikan selama percobaan diukur dengan parameter

protein efficiency ratio (PER). Nilai PER untuk semua umur yang diamati secara statistik tidak

nyata dipengaruhi pola pemberian ransum, masa starter maupun jenis kelamin. Nilai PER pada umur 4 minggu menunjukkan nilai yang lebih tinggi (1,60) dari pada waktu berumur 6 minggu (1,31) dan naik lagi sedikit pada umur 12 minggu (1,43). Perbedaan nilai di atas besar kemungkinan disebabkan oleh kualitas bahan pakan yang kemungkinan agak berubah (MCDONALD et al., 1973) selama periode pengamatan, sehingga menurunkan kinerja pertumbuhan.

Sebagai suatu tambahan informasi kapasitas nutrisi ayam lokal silangan Pelung x Kampung, maka disajikan hasil pengamatan laju pencernaan ransum dalam saluran pencernaan unggas selama 30 menit pertama, 30 menit berikutnya (Tabel 4).

Tabel 4. Laju pencernaan ransum pada umur 12 minggu

Setelah 30 menit Setelah 60 menit

Faktor Diukur dari gizzard (cm) Lokasi Laju pergerakan (cm/menit) Diukur dari gizzard (cm) Lokasi Laju pergerakan (cm/menit) Ransum (R) R1: S15%-F19% 1) R2: S19%-F15% R3: S19%-F19% 96,0a2) 95,8a 78,6a Ileum Ileum Jejunum 3,67a 3,66a 3,09a 112,1a 114,0a 113,2a Ileum Ileum Ileum 2,10a 2,13a 2,16a Masa Starter (M) 0-4 minggu 0-6 minggu 85,6a 78,6a Ileum Jejunum 3,32a 3,09a 118,1a 109,2a Ileum Ileum 2,20a 2,05a Sex (S) Jantan Betina 86,3a 77,8a Ileum Jejunum 3,34a 3,06a 119,5a 106,7a Ileum Ileum 2,21a 2,01a Interaksi R x M R x S S x M R x M x S tn3) tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Rataan Populasi 90,1 3,47 113,1 2,12

Keterangan: 1), 2) dan 3) Lihat catatan kaki pada Tabel 3

Laju pergerakan ransum pada ayam umur 12 minggu, yang diukur setelah 30 menit makan ataupun setelah 30 menit berikutnya, tidak dipengaruhi faktor ransum, masa starter maupun jenis kelamin. Posisi marker pada 30 menit pertama rata-rata telah mencapai kurang lebih 90,1 cm diukur dari pangkal gizzard atau kurang lebih rata-rata 3,47 cm/menit dan 113,1 cm dari pangkal gizzard atau sekitar 2,12 cm/menit. Dari perbedaan waktu pengukuran disini terlihat bahwa pada 30 menit

(8)

berikutnya terjadi penurunan kecepatan pergerakan marker. Besar kemungkinan disebabkan oleh terjadinya proses penyerapan digesta pada saluran usus bagian bawah, sehingga pergerakan peristaltik usus agak melemah. ISKANDAR et al. (1998b) melaporkan pada galur yang sama bahwa

retensi marker Fe2O3 dalam saluran pencernaan mencapai antara 117–156 menit. Oleh karena itu

pengukuran setelah 60 menit, marker belum mencapai kolon dan diperkirakan memerlukan waktu kurang lebih 60–90 menit lagi untuk proses pencernaan yang lebih sempurna.

KESIMPULAN

Retensi energi ayam silangan Pelung x Kampung pada umur 4, 6 dan 12 minggu tidak dipengaruhi perbedaan protein ransum, masa starter atau jenis kelamin. Nilai retensi energi mencapai 258, 418 dan 1039 kJ/ekor/hari pada umur 4, 6 dan 12 minggu. Efisiensi penggunaan energi ransum (rata-rata 78%) untuk ketiga umur pengukuran tidak berbeda nyata.

Retensi nitrogen ayam silangan pelung x Kampung juga tidak dipengaruhi faktor perbedaan protein ransum, masa starter atau jenis kelamin. Nilai retensi nitrogen mencapai 0,36; 0,60 dan 1,51 g/ekor/hari untuk umur 4, 6 dan 12 minggu, dengan efisiensi penggunaan ransum sama untuk ketiga umur pada tingkat 62%.

Posisi marker pada 30 menit pertama rata-rata telah mencapai kurang lebih 90,1 cm diukur dari pangkal gizzard atau kurang lebih rata-rata 3,47 cm/menit dan 113,1 cm dari pangkal gizzard atau sekitar 2,12 cm/menit.

DAFTAR PUSTAKA

FARRELL, D.J. 1974. Effects of Dietary Energy Concentration on Utilization by Broiler Chickens an on Body Composition Determined by Carcass Analysis and Predicted Using Tritium. Poultry Science, 15: 25-41. GUNAWAN, B. dan T. SARTIKA. 1999. Keragaan Ayam Silangan Pelung x Local Hasil Seleksi Generasi Pertama

(G1). Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak, Bogor: 277-285.

ISKANDAR, S., D. ZAINUDDIN, S. SASTRODIHARDJO, T. SARTIKA dan T. SUSANTI. 1998a. Respon Pertumbuhan Ayam Kampung dan Ayam Silangan Pelung terhadap Ransum Berbeda Kandungan Protein. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 3: 1–14.

ISKANDAR, S., H. RESNAWATI, D. ZAINUDDIN, B. GUNAWAN and Y.C. RAHARJO. 1998b. Performance of “Pelung x Kampung Crossbred (Pelung Cross) Meat Type of Chicken as Influenced by Dietary Protein. Bulletin of Animal Science, Suplement Edition: 539-546.

ISKANDAR, S. H. RESNAWATI, D. ZAINUDDIN dan B. GUNAWAN. 1999. Pengaruh Periode Starter dan Protein Ransum yang Berbeda pada Pertumbuhan Ayam Silangan (Pelung x Kampung). Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner: 325-331.

JORGENSEN, H.,P. SORENSEN and B.O. EGGUM. 1990. Protein and Energy Metabolism in Broiler Chicken Selected for Either Body Weight Gain or Feed Efficiency. British Poultry Science, 31: 517-524.

KRISTIANTO, T., 2001. Personel Communication.

MACLEOD, M.G., C.C. WHIOTEHEAD, H.D. GRIFFIN and T.R. JEWITT. 1988. Energy and Nitrogen Retention and Loss in Broiler Chickens Genetically Selected for Leanness and Fatness. British Poultry Science, 67: 285-292.

MCDONALD, P., R.A. EDWARD and J.F.D. GREENHALG. 1973. Animal Nutrition. Second Edition. Longman, London.

(9)

NATAAMIDJAJA, A.G., P. SITORUS, I.A.K. BINTANG, HARYONO dan E. BUNYAMIN. 1993. Pertumbuhan Badan Ayam Silangan (Pelung x Kampung) yang Dipelihara di Pedesaan. Laporan Hasil Penelitian Program Konservasi Ayam Buras Langka. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor

NRC. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Research Council, National Academic Press. Washington.

PYM, R.A.E., P.J. NICHOLLS, E. THOMPSON, A. CHOICE and D.J. FARRELL. 1984. Energy and Nitrogen Metabolism of Broilers Selected Over Ten Generations for Increased Growth Rate, Food Consumption and conversion of food to gain. British Poultry Science, 25: 529-539.

RESNAWATI, H., A.G. NATAAMIJAYA, U. KUSNADI, H. HAMID, S. ISKANDAR dan SUGIYONO. 2000. Optimalisasi Teknologi Budidaya Ternak Ayam Local Penghasil Daging dan Telur. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner: 172-176.

SARTIKA, T., B. GUNAWAN dan MURTIYENI. 1999. Seleksi Generasi Pertama (G1) untuk Mengurangi Sifat Mengeram dan Meningkatkan Produksi Telur Ayam Local. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak Bogor: 271-276.

STEEL, R.G.D and J.H. TORRIE. 1981. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. WIZNA. 1992. Efisiensi Penggunaan Protein Sehubungan dengan Kebutuhan Ayam Buras pada Periode

Gambar

Tabel 1. Komposisi bahan pakan dan kandungan gizi terhitung ransum percobaan
Tabel 2. Rancangan percobaan
Tabel 3.  Retensi energi, retensi nitrogen, bobot badan, pertambahan bobot badan (PBB) dan protein effisiensi rasio (PER)  ayam silangan pelung x kampung yang diberi ransum berbeda protein pada umur 4, 6 dan 12 minggu
Tabel 4. Laju pencernaan ransum pada umur 12 minggu

Referensi

Dokumen terkait

Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menguji hubungan antara status gizi (IMT/U) dengan berbagai variabel, diantaranya adalah hubungan antara status gizi dengan

 Mengikuti prose&amp;ur &amp;alam memasang perangkat jaringan  Melaksanakan pengukuran !N &amp;engan sabar &amp;an teliti  Pene!&#34;#$&#34;n.  Menjelaskan

1) Sistem pendukung keputusan pengadaan raw material pembuatan mie instan menggunakan metode AHP ini menjadi bagian dari proses penentuan pengambilan keputusan raw material

lainnya secara mandiri, maka Busuu.com layak dikunjungi dan mendaftar sebagai pengguna agar dapat menguasai materi pelajaran bahasa yang telah disusun dengan baik dan

- Untuk mengetahui manakah dari tiga faktor utama Teori Perilaku terencana yaitu sikapp, norma subyektif dan persepsi kendali perilaku yang paling mempengaruhi

〔商法 三九八〕 団体定期保険契約における被保険者の同意の方法お よび被保険者の同意を欠く他人の死亡の保険契約の効力 鈴木,

keadaan darurat kebakaran bagi tempat kerja yang mempekerjakan lebih dari 50 (lima2. puluh )orang tenaga kerja dan atau tempat kerja yang berpotensi bahaya kebakaran sedang

Vevi Oktriana   Tgl/Honor 2008   Alamat Cot Mesjid Kec.Samatiga Kab. Aceh Barat.   Sumber Anggaran – Keterangan Bakti  32... Kenyamanan belajar murid