• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. 1 P a g e

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENDAHULUAN. 1 P a g e"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

1 | P a g e

PENDAHULUAN

Di Indonesia, istilah CSR dikenal pada tahun 1980-an. Namun semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Sama seperti sejarah munculnya CSR didunia dimana istilah CSR muncul ketika kegiatan CSR sebenarnya telah terjadi. Di Indonesia, kegiatan CSR ini sebenarnya sudah dilakukan perusahaan bertahun-tahun lamanya.

Namun pada saat itu kegiatan CSR Indonesia dikenal dengan nama CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”.

Kegiatan CSA ini dapat dikatakan sama dengan CSR karena konsep dan pola pikir yang digunakan hampir sama. Layaknya CSR, CSA ini juga berusaha merepresentasikan bentuk “peran serta” dan

“kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan, misalnya, bantuan bencana alam, pembagian Tunjangan Hari Raya (THR), beasiswa dll ( Yani,2013).

Kasus yang terjadi di Indonesia terkait dengan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan serta kurangnya penerapan CG yang baik pada perusahaan.

Perusahaan dalam mengekspolaris minyak dan gas, sehingga menimbulkan kecemaran dan kerusakan pada lingkungan hidup yang luas. Kasus lain adalah PT. Indorayon yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan mengganggu sistem tata air di sekitar danau Toba.

Kasus yang terjadi tidak hanya mengenai aktivitas CSR sebuah perusahaan saja tetapi juga mengenai kurangnya penerapan GCG pada perusahaan sehingga mengakibatkan banyak perusahaan yang melakukan kecurangan seperti pada kasus Enron, Xerox dan Kimia Farma.

(2)

2 | P a g e

Kegiatan CSR pada awalnya merupakan aktivitas berdasarkan kerelaan dan bukan berdasarkan paksaan. Kegiatan yang awalnya bersifat filantropis itu kemudian diatur dengan keluarkannya peraturan yang mewajibkan kegiatan CSR. UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dimana mewajibkan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 pasal 66 ayat (2) bagian c berisi bahwa selain menyampaikan laporan keuangan, perusahaan juga wajib melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Sedangkan pasal 74 berisi tentang kewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam. Selain itu, kewajiban pelaksanaan CSR juga diatur dalam Undang-Undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 pasal 15 bagian b, pasal 17 dan pasal 34 yang mengatur bahwa setiap penanaman modal diwajibkan untuk ikut serta dalam tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Tujuan dikeluarkannya Undang-Undang tersebut, selain untuk mendorong praktik dan pengungkapan CSR, juga untuk memenuhi tuntutan akan penerapan Good Corporate Governance dalam rangka pengelolaan perusahaan yang baik (Aini, 2011).Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan dikenai sanksi yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Terzhagi, 2012).

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang yang mewajibkan perusahaan untuk melakukan kegiatan CSR, maka perusahaan

(3)

3 | P a g e

diharapkan dapat memperhatikan tanggung jawabnya terhadap lingkungan sosial dan lingkungan hidup lainnya di sekitar tempat perusahaan itu berdiri. Sampai saat ini, perkembangan tentang konsep dan implementasi CSR pun semakin meningkat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Hal ini terbukti dari banyaknya perusahaan yang berlomba-lomba untuk melakukan CSR. Pelaksanaannya pun semakin beranekaragam mulai dari bentuk program yang dilaksanakan, maupun dari sisi dana yang digulirkan untuk program tersebut. Contoh kegiatan untuk program CSR yang dilakukan oleh perusahaan antara lain pemberian beasiswa, bantuan langsung bagi korban bencana, pemberian modal usaha, sampai pada pembangunan infrastruktur seperti pembangunan sarana olah raga, sarana ibadah maupun sarana umum lainnya yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat (Syailendra,2009).

Kegiatan CSR bagi perusahaan merupakan bagian dari mekanisme Corporate Governance dalam perusahaan. Dimana perusahaan diharapkan dapat meyakinkan investor bahwa mereka akan menerima return yang cukup atas investasi mereka (Shleifer dan Vishny, 1997). Hal ini akan berhubungan secara langsung dengan struktur kepemilikan yang ada di perusahaan. Struktur kepemilikan perusahaan timbul akibat adanya perbandingan jumlah pemilik saham dalam perusahaan. Sebuah perusahaan dapat dimiliki oleh seseorang secara individu, masyarakat luas, pemerintah, pihak asing maupun orang dalam perusahaan tersebut (manajerial). Perbedaan dalam proporsi saham yang dimiliki oleh investor dapat mempengaruhi tingkat kelengkapan pengungkapan oleh perusahaan. Semakin banyak

(4)

4 | P a g e

pihak yang membutuhkan informasi tentang perusahaan, maka semakin detail pula pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan (Erida,2011).

Timbulnya berbagai skandal besar yang menimpa perusahaan- perusahaan baik di Inggris maupun Amerika Serikat pada tahun 1980an berupa berkembangnya budaya serakah dan pengambilalihan perusahaan secara agresif, lebih menyadarkan orang akan perlunya sistem tata-kelola ini. Bagaimanapun juga dalam suatu perusahaan selalu saja terjadi pertarungan antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab kolektif sehingga inilah yang menjadi sentral dari pengaturan yang menjadi obyek corporate governance. Suatu lembaga tidak mempunyai jiwa sedangkan mempunyai orang-orang yang bekerja di dalamnya, yang dipengaruhi dalam mengejar kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.

Mengacu pada pendapat Cadbury Committee (1992) pengertian corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, masyarakat serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Melihat dari definisi tersebut, bahwa corporate governance merupakan system yang dapat memberikan arahan dan kendali agar perusahaan melaksanakan dan mengungkapkan aktivitas CSRnya (Nurkhin,2010). Sehingga tujuan perusahaan dengan menerapkan Good Corporate Governance adalah untuk membangun citra perusahaan dan

(5)

5 | P a g e

memenuhi tanggung jawab kepada pemegang saham, masyarakat dan kesejahteraan karyawan (Natalylova, 2013). Dengan adanya penerapan Good Corporate Governance dalam perusahaan, diharapkan berpengaruh pada kinerja perusahaan karena penerapan Corporate Governance ini dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, mengurangi resiko pengelolaan yang cenderung menguntungkan diri sendiri.

CSR dan GCG seperti dua sisi mata uang, keduanya memiliki kedudukan yang kuat dalam dunia bisnis namun berhubungan satu sama lain. CSR berorientasi kepada para stakeholder, hal ini sejalan dengan salah satu prinsip dari empat prinsip utama dari Good Corporate Governance yaitu Responsibility (Murwaningsari,2009).

Sehingga CSR berkaitan erat dengan GCG, dimana perusahaan yang melaksanakan GCG, maka perusahaan juga menerapkan prinsip-prinsip yang terdapat di dalam GCG, salah satunya akan melaksanakan CSR (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan).

Salah satu faktor corporate governance yang berpengaruh atas pelaksanaan CSR adalah struktur kepemilikan. Mekanisme kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional mampu mengurangi konflik kepentingan yang timbul dari hubungan keagenan antara manajemen dengan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling, terdapat dua jenis masalah keagenan berhubungan dengan kepemilikan, yaitu masalah keagenan antara manajemen dan pemegang saham dan masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas.

(6)

6 | P a g e

Adapun Shleifer and Vishny menyatakan bahwa untuk mengatasi konflik keagenan seperti tersebut di atas, maka salah satu caranya adalah melalui pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance). Corporate Governance (CG) merupakan suatu mekanisme yang digunakan pemegang saham dan investor perusahaan untuk mengendalikan kinerja manajer. Mekanisme tersebut dapat berupa mekanisme internal yaitu; struktur kepemilikan, struktur dewan komisaris, konpensasi eksekutif, struktur bisnis multidivisi, dan mekanisme eksternal yaitu; pengendalian oleh pasar, kepemilikan institusional, dan pelaksanaan audit oleh auditor eksternal.

Struktur kepemilikan adalah elemen dasar dalam corporate governance suatu perusahaan. Keberhasilan penerapan corporate governance tidak lepas dari struktur kepemilikan perusahaan. Struktur kepemilikan tercermin baik dalam instrumen saham maupun instrumen hutang, sehingga melalui struktur tersebut dapat ditelaah kemungkinan bentuk masalah keagenan yang terjadi. Secara umum struktur kepemilikan suatu perusahaan menunjuk kepada konfigurasi saham yang dimiliki oleh investor, baik individual di dalam perusahaan maupun diluar perusahaan.

Struktur kepemilikan sangat tergantung bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pendanaannya. Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Agency Problem dapat dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang saham.

(7)

7 | P a g e

Dalam kaitannya dengan kepemilikan manajerial, pengungkapan perusahaan biasanya dilakukan seperlunya mengingat kepemilikan dimiliki oleh pihak insider yang dapat dengan mudah mendapatkan informasi mengenai perusahaan tanpa adanya pengungkapan dalam laporan tahunan. Kepemilikan institusional, umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan.

Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham pada akhir tahun yang dimiliki oleh lembaga, seperti asuransi, bank atau institusi lain (Tarjo,2008). Menurut Faizal (2004), perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan yang diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan tersebut.

Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam proses monitoring manajemen. Adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong pengawasan yang lebih optimal. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka akan mengurangi perilaku opportunistic manajer yang dapat mengurangi agency cost yang diharapkan akan meningkatkan nilai perusahaan (Wahyudi dan Pawestri,2006). Menurut Shleifer dan Vishny (1997), jumlah pemegang saham yang besar (large shareholders) mempunyai arti penting dalam memonitor perilaku manajer dalam perusahaan.

Kepemilikan saham publik adalah besarnya jumlah kepemilikan oleh masyarakat umum yang terdapat pada perusahaan. Semakin besar kepemilikan saham publik yang terdapat di perusahaan, maka

(8)

8 | P a g e

mengindikasikan semakin banyaknya kegiatan operasional perusahaan yang diketahui publik. Hasibuan (2001) menjelaskan bahwa rasio kepemilikan publik yang tinggi diprediksikan akan melakukan tingkat pengungkapan sosial yang lebih, hal ini dikaitkan dengan tekanan dari pemegang saham agar perusahaan lebih memperhatikan tanggungjawabnya terhadap masyarakat.

Penelitian mengenai Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility telah banyak dilakukan di Indonesia (Apriwenni, 2012; Maryanti,2013; Murwaningsari,2009). Hasil yang ditunjukkan dari penelitian tersebut menunjukkan hasil yang bervariasi.

Apriwenni (2012) yang meneliti mengenai mekanisme CG,Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas terhadap Luas pengungkapan CSR menunjukkan hasil bahwa mekanisme CG, ukuran perusahaan dan Profitabilitas masing-masing mempengaruhi luas pengungkapan CSR.

Maryati (2013) yang meneliti mengenai CSR dan GCG menunjukkan hasil bahwa CSR dan GCG yang baik secara tidak langsung mempengaruhi nilai perusahaan melalui kinerja keuangan perusahaan.

Murwaningsari (2009) hasil penelitian ini dapat membuktikan bahwa Good Corporate Governance yang diamati melalui kepemilikan manajerial dan institusional, mempunyai pengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Penelitian mengenai CSR yang dilakukan di Indonesia lebih banyak meneliti mengenai pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan sehingga pada penelitian ini akan meneliti mengenai aktivitas CSR dari perusahaan itu sendiri.

(9)

9 | P a g e

Penelitian-penelitian yang dilakukan juga telah membahas mengenai kepemilikan saham di dalam perusahaan yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan (Natalylova, 2013;

Murwaningsari, 2009 ; Priantana, 2011). Penelitian yang memeriksa implikasi kepemilikan publik berpendapat bahwa dengan adanya perbedaan dalam proporsi saham yang dimiliki oleh investor luar dapat mempengaruhi kelengkapan pengungkapan oleh perusahaan (Ainun dan Rakhman, 2000 dalam Natalylova, 2013). Rahayu (2015) menyatakan bahwa secara parsial kepemilikan saham publik berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.

Dimana perusahaan yang kepemilikan saham publiknya tinggi menunjukkan bahwa perusahaan dianggap mampu beroperasi dan memberikan deviden yang sesuai kepada masyarakat sehingga cenderung akan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas.

Peneliti lain berpendapat bahwa kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer (Murwaningsari, 2009). Priantana (2011) berpendapat bahwa peningkatan kepemilikan manajerial dipandang akan membawa respon yang kurang terhadap pasar, dimana dapat menyebabkan kinerja perusahaan yang lebih berorientasi pada kepentingan pihak manajer daripada pihak lain diluar perusahaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi oleh pihak institusi pada perusahaan tidak mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan tanggungjawab sosial perusahaan. Dari hasil yang ditunjukkan dari penelitian sebelumnya, maka dalam penelitian ini akan

(10)

10 | P a g e

membahas mengenai struktur kepemilikan di dalam perusahaan dimana kepemilikan saham yang tinggi baik oleh manajerial, institusional maupun publik dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.

Melengkapi penelitian-penelitian yang juga meneliti mengenai CSR, maka penelitian yang dilakukan Arora dan Dharwadkar (2011) telah membuat kemajuan mengenai hubungan antara mekanisme antara GCG dan CSR. Arora dan Dharwadkar (2011) berteori bahwa salah satu alasan kurangnya kejelasan tentang hubungan antara tata kelola perusahaan dan CSR bisa berhubungan dengan efek subtitusi yang mengacu pada saling tergantung di antara berbagai mekanisme Corporate Governance. Arora dan Dharwadkar juga menggabungkan dimensi positif dan negatif dari CSR sesuai masukan dari penelitian sebelumnya (Chiu & Sharfman, 2009) dan menggunakan konsep teoritis yang berbasis teori perilaku perusahaan dalam penelitian yang dilakukan oleh Cyert dan March (1963) dimana Arora dan Dharwadkar berteori bahwa dalam kondisi tata kelola yang identik, manajer bisa sangat berbeda dalam pengambilan keputusan yang bebas didasarkan pada faktor teori perilaku perusahaan.

Penelitian ini melengkapi penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Dimana penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan Struktur Kepemilikan dan pengungkapan aktivitas CSR. Akan tetapi pada penelitian kali ini akan menggunakan kinerja perusahaan sebagai variabel moderasi untuk melihat apakah kinerja perusahaan dapat memperkuat hubungan antara struktur kepemilikan di dalam perusahaan terhadap pengungkapan aktivitas CSR atau justru memperlemah hubungan kedua variabel ini.

(11)

11 | P a g e

Penelitian ini akan meneliti mengenai Struktur Kepemilikan pada perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia yang diukur dengan jumlah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan kepemilikan publik di dalam perusahaan. Penelitian ini juga akan meneliti mengenai kinerja perusahaan yang digunakan untuk melihat bagaimana kinerja perusahaan mempengaruhi perusahaan untuk mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Sehingga persoalan dari penelitian ini adalah (1) Apakah Struktur Kepemilikan berpengaruh terhadap pengungkapan aktivitas CSR? (2) Apakah kinerja perusahaan dapat memoderasi hubungan antara Struktur Kepemilikan dengan pengungkapan aktivitas CSR perusahaan?

LANDASAN TEORI

Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori agensi digunakan untuk mempermudah memahami Good Corporate Governance. Dalam teori ini dijelaskan hubungan keagenan antara dua pihak dimana satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa layanan atas nama mereka yang melibatkan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen ( Jensen dan Meckling, 1976).

Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori agensi dilandasi oleh tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu pertama, manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest);kedua, manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationally);dan ketiga, manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Atas dasar tiga asumsi tersebut, manajer sebagai seorang

(12)

12 | P a g e

manusia kemungkinan besar memiliki kecenderungan bertindak mengutamakan kepentingan pribadinya (opportunist). Adanya perbedaan kepentingan antara dua pihak dapat menimbulkan konflik keagenan. Konflik ini terjadi kemungkinan agent tidak bertindak sesuai dengan kepentingan principal.

Sesuai dengan agency theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson yang dikutip oleh Murwaningsari (2007) memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai agent bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Selain itu, konflik timbul juga dikarenakan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent.

Agent akan memiliki lebih banyak informasi mengenai kinerja dan keadaan perusahaan secara keseluruhan, sedangkan principal justru sebaliknya.

Asimetri informasi antara agent dan principal dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan tindakan opportunis seperti manajemen laba. Manajer akan berusaha melakukan hal tersebut untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya tanpa persetujuan pemilik atau pemegang saham. Terjadinya konflik kepentingan antara principal dan agent akan menimbulkan biaya keagenan (agency cost). Menurut Jensen dan Meckling (1976) biaya keagenan yang dikeluarkan ditujukan untuk tiga jenis pengeluaran, yaitu biaya monitoring (monitoring cost), biaya bonding (bonding cost) dan biaya kerugian residual (residual loss).

(13)

13 | P a g e

Corporate Governance dapat membantu mengurangi biaya agensi yang mungkin terjadi. Biaya agensi yang muncul karena konflik kepentingan antara agent dan principal dapat dikurangi dengan mekanisme pengawasan yang dapat menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada dalam perusahaan (Rustiarini, 2009). Mekanisme pengawasan yang dimaksud adalah mekanisme Good Corporate Governance (GCG). GCG dianggap mampu mengurangi masalah keagenan karena dengan adanya pengawasan maka perilaku opportunis manajer dan kecenderungan untuk menyembunyikan informasi demi keuntungan pribadi dan dapat mengarah pada peningkatan pengungkapan perusahaan.

Struktur Kepemilikan

Struktur kepemilikan merupakan komposisi kepemilikan saham dalam perusahaan, khususnya jumlah mayoritas (baik sendiri-sendiri maupun bersama) akan menentukan luas dan intensitas pengendalian kepada manajeman. Struktur kepemilikan (ownership structure) adalah presentase saham yang dimiliki oleh pihak insider shareholder dan pihak outsider shareholder. Pihak insider yaitu pemegang saham yang berada dijajarkan direktur dan komisaris. Pada pihak outsider yaitu pihak institusi, individu dan lain-lain.

Kepemilikan perusahaan dapat dilihat dari sudut konsep tata kelola perusahaan, pemilik sebagai mekanisme eksternal, yang berhubungan kuat dengan dewan komisaris dan direksi (Hadiprajitno, 2013). Masalah keagenan merupakan suatu masalah yang timbul akibat pihak yang terlibat mempunyai kepentingan yang berbeda satu dengan

(14)

14 | P a g e

lain. Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang saham (Faisal, 2004).

Jadi agency problem dapat dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan, karena dengan adanya struktur kepemilikan yang terstruktur, dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi biaya keagenan yang dikeluarkan perusahaan. Struktur kepemilikan dapat berupa investor individual, pemerintah, dan institusi swasta. Struktur kepemilikan terbagi dalam beberapa kategori. Secara spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan oleh kepemilikan manajerial, institusi domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan dan individual domestik.

Kepemilikan Manajerial

Manajer mendapat kesempatan untuk terlibat dalam kepemilikan saham dengan tujuan mensetarakan dengan pemegang saham. Melalui kebijakan ini diharapkan manajer dapat menghasilkan kinerja yang baik serta mengarahkan dividen pada tingkat yang rendah (Dewi, 2008). Dengan penetapan dividen rendah perusahaan memiliki laba ditahan yang tinggi sehingga memiliki sumber dana internal relatif tinggi untuk membiayai investasi di masa yang akan datang.

Berdasarkan teori keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut agency conflict. Konflik kepentingan yang sangat potensial ini menyebabkan pentingnya suatu mekanisme yang

(15)

15 | P a g e

diterapkan guna melindungi kepentingan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976).

Kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen. Dengan adanya kepemilikan manajemen dalam sebuah perusahaan akan menimbulkan dugaan yang menarik bahwa nilai perusahaan meningkat sebagai akibat kepemilikan manajemen yang meningkat. Kepemilikan oleh manajemen yang besar akan efektif memonitoring aktivitas perusahaan (Permanasari, 2010).

Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008).

Menurut Che Hat et al. (2008) kepemilikan institusional adalah persentase saham yang dimiliki oleh orang di luar perusahaan terhadap total saham perusahaan. Tingkat saham institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya pengawasan yang lebih intensif sehingga dapat membatasi perilaku opportunistic manajer, yaitu manajer melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya (Scott dalam Dewi, 2008).

(16)

16 | P a g e

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat mencegah terjadinya pemborosan yang dapat dilakukan oleh manajemen perusahaan.

Kepemilikan Publik

Kepemilikan publik yang dimaksud adalah proporsi saham yang dimiliki masyarakat luas dengan pihak manajemen. Kepemilikan saham oleh publik menggambarkan tingkat kepemilikan perusahaan oleh masyarakat publik. Variabel ini ditunjukkan dengan persentase saham yang dimiliki oleh publik dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah saham yang dimiliki oleh masyarakat dengan total saham perusahaan yang beredar.

Perusahaan yang go public dituntut untuk lebih transparan mengungkap informasi yang memadai dan relevan dengan tujuan menciptakan pasar modal yang efisien. Dengan proporsi saham yang dimiliki publik lebih besar, akan berakibat pengawasan dari publik lebih besar. Investor dari pihak diluar manajemen atau investor publik

(17)

17 | P a g e

membutuhkan perlindungan investasi yang mereka tanam, perlindungan ini dapat berupa informasi nonkeuangan dan keuangan yang disampaikan perusahaan melalui laporan tahunan yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, semakin tinggi proporsi saham yang dimiliki publik maka tingkat kelengkapan pengungkapan laporan tahunan akan semakin tinggi pula (Rindawati,2015).

Pengungkapan Aktivitas CSR

Pengungkapan terhadap aspek social, ethical, environmental dan sustainability merupakan suatu cara bagi perusahaan untuk menyampaikan bentuk akuntabilitasnya kepada para stakeholders.

Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan dilakukan untuk melindungi hak pemegang saham yang cenderung terabaikan akibat terpisahnya pihak manajemen yang mengelola perusahaan dan pemegang saham yang memiliki modal. Informasi yang akan diungkapkan dalam laporan keuangan tentunya harus disesuaikan dengan kepentingan pengguna laporan keuangan (Siregar,2016).

Diharapkan dengan semakin transparan informasi yang disajikan oleh suatu perusahaan ditambah dengan semakin nyatanya penerapan tata kelola yang baik akan meningkatkan keberhasilan bisnis dalam dunia usaha secara berkesinambungan, juga dapat digunakan untuk memahami bisnis pada suatu perusahaan (Murwaningsari dan Pradhana, 2014).

(18)

18 | P a g e

Di Indonesia praktik pengungkapan tanggung jawab sosial diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang tertuang dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 Paragraf 9, yang menyatakan bahwa selain laporan keuangan, perusahaan dapat menyajikan laporan tambahan mengenai lingkungan hidup. Selain itu, pengungkapan tanggung jawab sosial juga terdapat dalam keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) No. kep- 38/PM/1996 peraturan No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan yang berisi mengenai kebebasan bagi perusahaan untuk memberikan penjelasan umum (seperti kegiatan bakti sosial dan amal) mengenai perusahaan, selama hal tersebut tidak menyesatkan dan bertentangan dengan informasi yang disajikan dalam bagian lainnya (Murwaningsari, 2009).

Kinerja Perusahaan

Setiap perusahaan pasti selalu meninjau kinerja dari perusahaan tersebut dalam periode tertentu. Kegiatan ini sering juga disebut dengan kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan memiliki pengertian sebagai hasil dari sebuah kegiatan manajemen di sebuah perusahaan. Hasil dari kegiatan manajemen ini kemudian dijadikan sebuah parameter atau tolok ukur untuk menilai keberhasilan manajemen sebuah perushaan dalam hal pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan dalam periode tertentu.

Sebelum memahami masalah penilaian kinerja lebih jauh, maka ada beberapa pengertian kinerja seperti yang telah dijelaskan oleh Helfert (1996:67) bahwa “Kinerja perusahaan adalah hasil dari banyak

(19)

19 | P a g e

keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen.” Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kinerja merupakan indikator dari baik buruknya keputusan manajemen dalam pengambilan keputusan. Manajemen dapat berinteraksi dengan lingkungan interen maupun eksteren melalui informasi. Informasi tersebut lebih lanjut dituangkan atau dirangkum dalam laporan keuangan perusahaan. Pengertian lain tentang kinerja yaitu

“Performance adalah ukuran seberapa efisien dan efektif sebuah organisasi atau seorang manajer untuk mencapai tujuan yang memadai.” (Stoner et al, 1996:9).

Adapun pengertian efektif dan efisien menurut Stoner et al (1996:9): “Efisien adalah kemampuan untuk meminimalkan penggunaan sumber daya dalam mencapai tujuan organisasi berarti melakukan dengan tepat, sedangkan efektivitas adalah kemampuan untuk menentukan tujuan yang memadai berarti melakukan hal yang tepat.”Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja (Performance) perusahaan adalah hasil dari banyak keputusan yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Struktur Kepemilikan dan Pengungkapan Aktivitas CSR

Arora dan Dharwadkar mengungkapkan bahwa untuk dapat menjelaskan sifat hubungan antara CG dan CSR maka penting untuk membuat perbedaan antara CSR positif dan CSR negatif sehingga secara terpisah dapat memeriksa implikasi dari tata kelola perusahaan

(20)

20 | P a g e

yang baik dan mencegah pengambilan keputusan yang buruk (Arora &

Dharwadkar, 2011). Mattingly & Berman (2006) yang dikutip oleh Arora dan Dharwadkar, menyoroti bahwa kedua dimensi CSR tidak dapat dimuat secara bersama dalam menganalisis faktor dimana faktor tersebut akan menunjukkan bahwa pemerintahan yang efektif harus selalu membatasi CSR yang negatif, sementara untuk menentukan tingkat CSR yang positif harus berdasarkan analisis biaya-manfaat.

Hubungan antara tata kelola perusahaan yang efektif dan CSR yang positif merupakan hubungan yang kompleks karena CSR yang positif memiliki manfaat potensial untuk kinerja perusahaan dimana manfaat ini merupakan manfaat jangka panjang. Sebaliknya jika mekanisme tata kelola perusahaan berfokus pada jangka pendek, maka biaya CSR akan cenderung lebih besar daripada manfaat (Arora & Dharwadkar, 2011).

Nurkhin (2009) menyatakan bahwa tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) memaksa perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham.

Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang

(21)

21 | P a g e

diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan manajemen, semakin tinggi pula motivasi untuk mengungkapkan aktivitas perusahaan yang dilakukan Rustiarini (2011). Kepemilikan manajemen berpengaruh positif terhadap pengeluaran program CSR, namun pada suatu titik tertentu hal tersebut dapat mengurangi nilai perusahaan dan batasan yang telah dicapai sehingga menyebabkan suatu hubungan negatif (Morck et al., 1988 dikutip oleh Rustiarini, 2011). Rawi dan Munawar Muchlish (2010) menyatakan bahwa jika suatu perusahaan memiliki kepemilikan saham manajer yang tinggi, perusahaan akan mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan perusahaan yaitu dengan cara mengungkapkan informasi sosial yang seluas-luasnya dalam rangka untuk meningkatkan reputasi perusahaan (Rhamdhaningsih dan Utama, 2013).

Kepemilikan institusional berkaitan dengan pencapaian tujuan jangka pendek dan pencapaian target kinerja sehingga mereka tidak ingin manajer berinvestasi di CSR karena adanya konflik tujuan yang berkaitan dengan jangka waktu dan hasil yang tidak pasti (Bushee, 1998 dalam Arora dan Dharwadkar, 2011). Sehingga hal ini dapat mengakibatkan tekanan pada manajer untuk mengurangi CSR positif, yang berlaku terutama bagi investor institusi yang hanya ingin mencapai tujuan jangka pendek (Neubaum & Zahra, 2006 di dalam Arora & Dharwadkar, 2011). Yuniarti (2003) dalam penelitiannya menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif

(22)

22 | P a g e

terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, artinya bahwa semakin banyak jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan, maka pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuat perusahaan akan semakin luas (Priantana & Yustian, 2011). Waryanto (2010) menemukan bahwa kepemilikan saham manajerial tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR pada laporan tahunan perusahaan di Indonesia.

Kepemilikan Institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh institusi (badan). Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga menghalangi perilaku opportunistic manajer (Murwaningsari,2009). Anggraini (2006) menyatakan bahwa tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) memaksa perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya.

Penjelasan di atas, memberikan pemahaman bahwa dengan tingkat kepemilikan institusional yang semakin tinggi akan meningkatkan tingkat pengawasan terhadap manajemen. Pengungkapan aktivitas CSR adalah salah satu aktivitas perusahaan yang dimonitor oleh pemilik saham institusi. Perusahaan go public dan telah terdaftar dalam BEI adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki proporsi kepemilikan saham oleh publik, yang artinya bahwa semua aktivitas dan keadaan perusahaan harus dilaporkan dan diketahui oleh publik sebagai salah satu bagian pemegang saham. Akan tetapi tingkat kepemilikan sahamnya berbeda satu sama lain. Semakin besar proporsi

(23)

23 | P a g e

kepemilikan saham, semakin besar tanggungjawab perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial (CSR) kepada publik.

Kepemilikan publik dalam hal ini yang dimaksud adalah proporsi saham yang dimiliki oleh masyarakat dengan pihak internal perusahaan. Oleh karena itu, semakin tinggi porsi saham yang dimiliki oleh publik maka tingkat kelengkapan dan keluasan pengungkapan laporan akan tinggi pula. Perusahaan yang memiliki pemegang saham publik akan terdorong untuk mengungkapkan aktivitas corporate social responsibility lebih banyak. Semakin besar saham yang dimiliki oleh publik, akan semakin banyak informasi yang diiungkapkan dalam laporan tahunan. Hal ini menunjukkan bahwa besar kecilnya tingkat kepemilikan publik yang dimiliki oleh perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap indeks pengungkapan CSR. Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2008), maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

H1: Struktur kepemilikan berpengaruh terhadap pengungkapan aktivitas CSR

Pengaruh Kinerja perusahaan sebagai Variabel Moderating dalam hubungan antara Struktur Kepemilikan dengan Pengungkapan aktivitas CSR

Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam

(24)

24 | P a g e

periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan.

Fuzi, dkk (2012) dalam penelitiannya bahwa CSR memiliki pengaruh penting untuk meningkatkan kinerja. Hasil yang sama juga dinyatakan oleh Kusemererwa (2010) bahwa CSR berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. Mugisa (2011) menyatakan bahwa CSR hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi berbagai operasi bisnis dan kinerja, karena ada banyak faktor lain yang manajer bisnis perlu perhatikan sebagai pertimbangan untuk berinvestasi yang berkaitan dengan operasi bisnis. Penelitian yang dilakukan oleh Kusumadilaga (2010) menemukan bahwa profitabilitas sebagai variabel moderasi yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan tidak dapat mempengaruhi hubungan CSR dan nilai perusahaan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Utami (2011) menemukan bahwa CSR dan GCG yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial sebagai variabel moderasi berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Rindawati (2015) menyatakan bahwa Kepemilikan publik tidak berpengaruh terhadap indeks pengungkapan CSR perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dirumuskan sebagai berikut :

H2: Kinerja Perusahaan memoderasi hubungan antara Stuktur Kepemilikan dengan pengungkapan aktivitas CSR

(25)

25 | P a g e

Mengintegrasikan Tata Kelola Perusahaan, Kinerja Perusahaandan CSR

Gambar 1

Hubungan Struktur Kepemilikan dan CSR dimoderato oleh Kinerja Perusahaan

X2 X Y

Z1

Struktur Kepemilikan :

 Kepemilikan Manajerial

 Kepemilikan Institusional

 Kepemilikan Publik

Kinerja Perusahaan

Pengungkapan Aktivitas CSR

(26)

26 | P a g e

DESAIN PENELITIAN

Variabel Penelitian dan Definisi Operasionalisasi Variabel Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, digunakan satu variabel bebas dan satu variabel terikat serta satu variabel moderasi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dankepemilikan publik. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Pengungkapan Aktivitas CSR. Sedangkan variabel moderasi dalam penelitian ini adalah Kinerja Perusahaan.

Definisi Operasional Variabel

Bagian ini terdiri atas defenisi variabel- variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang meliputi:

Variabel Independen

Struktur Kepemilikan

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Struktur Kepemilikan, dimana ini akan diukur dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan kepemilikan publik. Kepemilikan Manajerial adalah persentase suara yang berkaitan dengan saham dan option yang dimiliki oleh manajer dan komisaris suatu perusahaan.

Kepemilikan manajerial merupakan salah satu cara untuk mengurangi masalah keagenan. Hal ini dikarenakan kepemilikan manajerial merupakan alat pengawasan terhadap kinerja manajer yang bersifat internal (Melinda,2008).

(27)

27 | P a g e

Kepemilikan manajerial diukur dengan menghitung persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen dibandingkan dengan jumlah seluruh saham perusahaan yang beredar. Kepemilikan institusional adalah persentase saham yang dimiliki oleh orang di luar perusahaan terhadap total saham perusahaan. Kepemilikan institusional akan diukur dengan menghitung persentse jumlah saham yang dimiliki oleh perusahaan institusional yang akan dibandingkan dengan jumlah seluruh saham perusahaan yang beredar.

Kepemilikan saham publik adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh publik/masyarakat terhadap saham perusahaan.

Publik sendiri adalah individu atau instiusi yang memiliki kepemilikan saham di bawah 5% yang berada diluar manajemen dan tidak memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan. Kepemilikan publik akan diukur dengan menghitung jumlah persentase jumlah saham yang dimiliki oleh masyarakat (publik) yang akan dibandingkan dengan jumlah saham perusahaan yang beredar. Variabel ini dihitung dengan rumus berikut:

Kepemilikan Manajerial = Saham yang dimiliki manajemen x 100%

Jumlah saham beredar

Kepemilikan Institusional = Saham yang dimiliki institusi x 100%

Jumlah saham beredar

Kepemilikan Publik = Saham yang dimiliki publik x 100%

Jumlah saham beredar

(28)

28 | P a g e

Variabel Dependen

Pengungkapan Aktivitas CSR

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pengungkapan Aktivitas CSR yang diukur dalam tiga kategori yaitu, Kinerja Ekonomi, Kinerja Lingkungan dan Kinerja Sosial. Dimana akan dilihat dari pengungkapan aktivitas CSR yang dilakukan. Pengungkapan CSR pada Laporan Tahunan Perusahaan yang dinyatakan dalam Corporate Social Responsibility Index (CSRI) yang akan dinilai dengan membandingkan jumlah pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan dengan jumlah pengungkapan yang diisyaratkan dalam GRI meliputi 79 item pengungkapan: economic, enviroment, labour practice, human rights, society dan product responsibility.

Metode analisis isi (content analysis) digunakan untuk mengukur pengungkapan CSR. Pengukuran pengungkapan CSR tersebut dilakukan dengan cara mengamati ada tidaknya suatu item informasi yang ditentukan dalam laporan tahunan, apabila item informasi tidak ada dalam laporan tahunan maka diberi skor 0, dan jika item informasi yang ditentukan ada dalam laporan tahunan maka diberi skor1. Pengungkapan sosial menunjukkan seberapa luas butir-butir pengungkapan yang disyaratkan telah diungkapkan. Untuk penelitian ini indikator yang digunakan hanyalah tiga kategori, yaitu indikator kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial.

CSRI = Jumlah Item yang diungkapkan 78

(29)

29 | P a g e

Variabel Moderasi

Variabel moderating adalah variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Variabel moderating dapat memperlemah atau memperkuat arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Variabel moderating dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan yang mempengaruhi hubungan antara Struktur Kepemilikan terhadap Pengungkapan Aktivitas CSR. Apakah dengan adanya kinerja perusahaan yang tinggi akan memperkuat atau melemahkan hubungan antara Struktur Kepemilikan dengan pengungkapan aktivitas CSR.

Dalam penelitian ini akan menggunakan Return on Assets (ROA) untuk melihat kinerja perusahaan. ROA merupakan ukuran efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.

ROA = Earning After Tax (EAT) Total Asset

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan- perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek untuk tahun 2011-2014.

Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling atau pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu dimana umumya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian.

Kriteria yang dibutuhkan untuk memilih sampel adalah :

(30)

30 | P a g e

1. Perusahaan Non Keuangan yang sudah Go Public atau sudah terdaftar di BEI pada tahun 2011-2014.

2. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan tahunan (annual report) dan laporan keuangan pada tahun 2011- 2014.

3. Perusahaan yang menggunakan mata uang rupiah dalam menerbitkan laporan keuangan tahunan (annual report) dan laporan keuangan pada tahun 2011-2014.

4. Memiliki data yang lengkap terkait dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Penggunaan data sekunder dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perusahaan yang diteliti adalah perusahaan go public, yang notabene memiliki kewajiban untuk melakukan pelaporan keuangan kepada pihak di luar perusahaan. Data sekunder dalam penelitian ini berupa laporan tahunan dari semua perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011-2014. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari situs http://www.idx.co.id.

(31)

31 | P a g e Analisis

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif.Data yang digunakan penelitian ini merupakan data time-series.

Analisis Regresi

Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan alatanalisis statistik yakni :

1. Analisis regresi linear sederhana (simple regression analysis).

CSR = α + β₁KM + β₁K.INST + β₁KP + e 2. Analisis regresi Uji Nilai Selisih Mutlak.

CSR = α + β1KM + B2.INST + β3KP + β4ROA + β3 [KM-ROA] + β6[K.INST-ROA] + β7[KP-ROA]

+ e Keterangan :

Y = Aktivitas CSR α = Konstanta

β₁ - β₃ = Koefisien Regresi X₁ = Struktur Kepemilikan Z1 = Kinerja Perusahaan

[X-Z1]= Interaksi antara Struktur Kepemilikan dengan Kinerja Perusahaan

E = Error Term, yaitu tingkat kesalahan penduga dalam penelitian

(32)

32 | P a g e Teknik Analisis

Teknik analisis statistik dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi.Penelitian ini juga menggunakan statistik deskriptif, uji asumsi klasik, dan uji hipotesis.

Stastistik Deskriptif

Analisis desktiptif digunakan untuk memberikan gambaran mengenai variabel penelitian. Statistik deskriptif yang digunakan antara lain; mean, minimum,maximum, standard deviation (Ghozali, 2013).

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi variabel pengganggu residual memiliki distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2013).

Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2013).

Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan penggangu pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi

(33)

33 | P a g e

muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya(Ghozali, 2013).

Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi kesamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heterokedastisitas (Ghozali, 2013).

Uji Simultan (F)

Uji Simultan dilakukan untuk menguji apakah variabel bebas berpengaruhi secara simultan terhadap variabel terikat dan untuk melihat apakah hasil analisis regresi berganda modelnya sudah fix atau belum dengan tingkat signifikansi < α 0,05. Dalam penelitian ini alat uji yang digunakan adalah analisis berganda (multiple regression).

Pengujian ini berguna untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Data diolah dengan menggunakan software program SPSS 17.00.

Uji Parsial (t test)

Pengujian hipotesis dilakukan dengan kriteria pengujian sebagai berikut : Jika t hitung > t tabel atau signifikansi < α 0,05 dan koefisien regresi () negatif maka hipotesis diterima. Namun jika t hitung < t tabel atau tingkat signifikansi > α 0,05 dan koefisien regresi () positif maka hipotesis ditolak.

(34)

34 | P a g e

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Objek Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh dari Indonesia Stock Exchange (IDX) 2015 diketahui bahwa perusahaan non keuangan yang terdaftar sebanyak 470 perusahaan. Dari jumlah tersebut yang menjadi sampel penelitian hanya 21 perusahaan yang memenuhi ktiteria sampelpenelitian,dimana kriteria penelitian sampel adalah perusahaan yang mengungkapkan informasi mengenai jumlah kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham institusional, kepemilikan publik dan total aset perusahaan serta kegiatan tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan. Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan metode Purposive Sampling, dan diperoleh sampel sebanyak 84 perusahaan.

Tabel 4.1

Ringkasan Perolehan Sampel Penelitian

Keterangan Jumlah

Perusahaan Jumlah Perusahaan Non Perbankan yang

terdaftar

470 Jumlah Perusahaan yang tidak tersedia

secara fisik

(162) Jumlah perusahaan yang tersedia secara fisik 308 Jumlah perusahaan yang data rusak,tidak

lengkap dan tidak memenuhi kriteria

(287) Jumlah perusahaan yang memiliki data

lengkap dan memenuhi kriteria yang dijadikan sebagai sampel

21

N 84

Sumber : Data IDX yang telah diolah

(35)

35 | P a g e

Analisis Data Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif memberikan suatu gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai minimum,maximum,mean (rata-rata) dan standar deviasi dari masing-masing variabel penelitian.

Hasil analisis deskriptif ini menggunakan SPSS 17.0 dan hasil dari variabel-variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif

Variabel N Min Maks Mean Standar

Deviasi

KM 84 0 0,280 0,0385 0,05546

K.INST 84 0,003 0,760 0,2425 0,23056

KP 84 0,007 41,87 0,8054 4,53848

ROA 84 -35,00 57,30 7,7014 13,64337

CSR 84 0,05 0,33 0,1285 0,07478

Sumber : Lampiran. Hasil pengolahan data SPSS yang diolah kembali Hasil analisis deskriptif diatas menunjukkan bahwa jumlah observasi (N) dari penelitian ini sebanyak 84. Dari 84 observasi terhadap sampel, nilai pada variabel Kepemilikan Saham Manajerial nilai terkecil adalah 0,00 yaitu perusahaan Telekomunikasi Indonesia Tbk, Unilever Tbk dan yang terbesar adalah 0,28 yaitu perusahaan Pusako Tarinka Tbk dengan nilai rata-rata sebesar 0,0385. Hal ini menunjukkan bahwa dalam observasi sampel perusahaan paling banyak sebesar 0,28 saham perusahaan yang dimiliki oleh manajer dan paling

(36)

36 | P a g e

sedikit 0,00 yang artinya manajer perusahaan tidak memiliki saham perusahaan relatif lebih kecil. Rata-rata saham perusahaan yang dimiliki oleh manajer sebesar 0,0385dan standar deviasi sebesar 0,05546 yang menunjukkan bahwa variasi data sangat besar (lebih besar dari nilai mean).

Pada variabel Kepemilikan Saham Institusional mempunyai nilai terkecil adalah 0,003 yaitu perusahaan Unilever dan yang terbesar adalah 0,760 yaitu perusahaan Jaya Agra Wattie Tbk dengan nilai rata- rata sebesar 0,2425. Hal ini menunjukkan bahwa dalam observasi sampel perusahaan paling banyak sebesar 0,76 saham perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan institusional dan paling sedikit 0,003 dimana perusahaan institusi tidak memiliki saham perusahaan. Rata-rata saham perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan institusi sebesar 0,2425 dan standar deviasi sebesar 0,23056 yang menunjukkan bahwa variasi data kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki institusi.

Pada variabel Kepemilikan Saham Publik memiliki nilai terkecil adalah 0,007 yaitu perusahaan Unilever Indonesia Tbk dan yang terbesar adalah 41,870 yaitu perusahaan Selamat Sempurna Tbk dengan nilai rata-rata sebesar 0,8054. Hal ini menunjukkan bahwa dalam observasi sampel perusahaan paling banyak sebesar 41,87 saham perusahaan yang dimiliki oleh publik dan paling sedikit 0,00 kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh publik. Rata-rata saham perusahaan yang dimiliki oleh manajer sebesar 0,8054 dan standar deviasi sebesar 4,53848 yang menunjukkan bahwa variasi data sangat kecil (lebih kecil dari nilai mean).

(37)

37 | P a g e

Hasil statistik deskriptif kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA menunjukkan nilai rata-rata sebesar 7,7014. Hal ini berarti bahwa perusahaan sampel rata-rata mampu menghasilkan laba bersih hingga 7,7014 dari total aset yang dimiliki perusahaan. Nilai profitabilitas minimum diperoleh sebesar -35,00 atau terdapat kerugian hingga mencapai -35,00 dari seluruh nilai aset perusahaan, yaitu perusahaan SLJ Global Tbk dan profitabilitas maksimum adalah sebesar 57,30 yaitu perusahaan Unilever Indonesia Tbk. Hal ini berarti perusahaan dapat menghasilkan laba bersih hingga 57,30 dari total aset yang dimiliki perusahaan. Nilai standar deviasi 13,64337 menunjukkan variasi data ROA yang kecil dari nilai mean.

Nilai variabel CSR semakin besar berarti perusahaan lebih banyak melakukan pengungkapan item CSR. Nilai yang terkecil 0,05 yaitu perusahaan Pudjiadi Prestige Tbk, Indal Aluminium Industry Tbk, dan SLJ Global Tbk dan nilai terbesar 0,33 yaitu Telekomunikasi Indonesia Tbk dengan nilai rata-rata sebesar 0,1285. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan paling sedikit yang mengungkapkan CSR yang sesuai dengan pedoman GRI sebesar 0,05 dan yang paling banyak mengungkapkan sesuai dengan pedoman GRI sebesar 0,33.

Rata-rata pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan sebesar 0,1258 yang sesuai dengan pedoman GRI. Standar deviasi sebesar 0,07478 menunjukkan variasi data yang terdapat di dalam indeks lebih kecil dari nilai mean. Besarnya indeks menunjukkan besarnya pengungkapan aktivitas tanggung jawab sosial oleh perusahaan.

(38)

38 | P a g e

UJI ASUMSI KLASIK

Hasil uji asumsi klasik pada penelitian ini menunjukkan bahwa uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas telah lolos dari uji asumsi klasik. Dimana hasil yang dapat dilhat pada lampiran menyatakan hasil bahwa uji asumsi klasik yang telah dilakukan menyatakan bahwa data yang ada telah lolos dan terdistribusi normal dalam uji asumsi klasik tersebut (lihat lampiran).

Hasil Uji F

Tabel 4.3

Hasil Uji F Struktur Kepemilikan, Pengungkapan Aktivitas CSR dan Moderasi Kinerja Perusahaan

Variabel F hitung F tabel Sig

CSR 11,899 2,49 0,000

CSR 6,082 2,49 0,000

Dari hasil uji F pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi yang diperoleh pada hasil pertama sebesar 0,000 dan memiliki nilai F hitung sebesar 11,899 dan nilai F tabel sebesar 2,49 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna secara simultan antara variabel KM, K. Inst, KP terhadap pengungkapan aktivitas CSR. Pada hasil yang kedua menunjukkan hasil signifikan yang diperoleh sebesar 0,000 dan memiliki nilai F hitung sebesar 6,082 sehingga hasil ini menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna

(39)

39 | P a g e

secara simultan antara variabel KM, KI, KP, ROA, [KM-ROA], [KI- ROA] dan [KP-ROA] terhadap pengungkapan aktivitasCSR.

UJI HIPOTESIS Analisis Regresi

Berdasarkan uji asumsi klasik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi normal dan tidak terdapat gejala heterokedastisitas. Dengan demikian data yang tersedia telah memenuhi syarat untuk menggunakan model regresi sederhana dan berganda.Dari model persamaan regresi yang digunakan, ada 2 hipotesis yang diuji dan hasil perhitungan regresi ditunjukkan dalam Tabel 4.4 sebagai berikut.

Tabel 4.4

Hasil Perhitungan Regresi

Var. Dependen

Pengungkapan Aktivitas CSR

Variabel B t Sig Keputusan

hitung

KM -0,363 -2,889 0,005 Diterima

KI -0,162 -5,282 0,000 Diterima

KP 0,000 0,205 0,838 Ditolak

KM-ROA -0,022 -1,434 0,156 Ditolak

KI-ROA 0,029 2,075 0,041 Diterima

KP-ROA -0,011 -0,706 0,482 Ditolak

(40)

40 | P a g e

Uji Hipotesis Pertama

Hipotesis pertama yang menguji mengenai hubungan struktur kepemilikan berpengaruh terhadap pengungkapan aktivitas CSR yang diukur dengan Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Kepemilikan Publik menunjukkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.4 bahwa nilai koefisien determinasi (R2) pada model regresi ini menghasilkan nilai 0,283 dari kemungkinan maksimal 1. Nilai koefisien determinasi menunjukkan bahwa presentase pengaruh variabel kepemilikan manajerial terhadap variabel pengungkapan aktivitas CSR sebesar 28,3% atau dapat dikatakan, bahwa kemampuan variabel independen yang digunakan dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas, sedangkan sisanya 71,7% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.

Berdasarkan analisis tabel di atas yang menunjukkan tingkat signifikansi struktur kepemilikan sebesar 0,000 maka dapat disimpulkan hipotesis pertama (H1) diterima yang menyatakan bahwa struktur kepemilikan yang diukur dengan Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan aktivitas CSR. Sedangkan Kepemilikan Publik berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pengungkapan aktivitas CSR.

Uji Hipotesis Kedua

Hipotesis kedua menguji mengenai pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap pengungkapan aktivitas CSR dengan ROA sebagai variabel moderating. Nilai koefisien determinasi menunjukkan

(41)

41 | P a g e

bahwa presentase pengaruh variabel kepemilikan manajerial terhadap variabel pengungkapan aktivitas CSR yang dimoderasi oleh variabel kinerja perusahaan yang diproksikan oleh ROA sebesar 30% sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan variabel independen yang digunakan dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas, sedangkan sisanya 70% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Berdasarkan analisis tabel di atas diperoleh bahwa kinerja perusahaan yang diproksikan oleh ROA memiliki t hitung yang lebih besar dari t tabel sebesar 1,990 dengan signifikansi diatas nilai 0,05 atau 5%.

Kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA tidak dapat memoderasi hubungan antara struktur kepemilikan yang diukur dengan kepemilikan manajerial dan kepemilikan publik terhadap pengungkapan aktivitas CSR. Ini terlihat dari hasil pada tabel yang menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial-ROA memiliki nilai signifikan 0,156 dan kepemilikan publik-ROA memiliki nilai signifikansi 0,482 yang berarti nilai tersebut diatas nilai signifikan 0,05 (5%). Sedangkan kepemilikan institusional-ROA memiliki nilai signifikan sebesar 0,041 yang berarti lebih kecil dari nilai signifikan 5% sehingga dapat disimpulkan ROA dapat memoderasi hubungan antara Struktur kepemilikan yang diukur dengan kepemilikan institusional terhadap pengungkapan aktivitas CSR.

(42)

42 | P a g e

PEMBAHASAN HASIL

Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Pengungkapan Akitvitas CSR

Berdasarkan hasil pengujian parsial antara variabel Struktur Kepemilikan yang diproksikan oleh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Kepemilikan Publik terhadap pengungkapan aktivitas CSR menunjukkan bahwa ketiga variabel ini memiliki arah hubungan yang negatif dan positif serta berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan aktivitas CSR pada laporan tahunan perusahaan di Indonesia.

Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial memiliki nilai t sebesar -2,889 dan nilai sig sebesar 0,05 serta menunjukkan nilai koefisien regresi 0,283. Pada kepemilikan institusional dan kepemilikan publik, menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki nilai t sebesar -5,282 dan 0,205 dan memiliki nilai sig sebesar 0,000 dan 0,838 serta menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar -0,283 dan 0,283. Nilai probabilitas pada variabel CG yang diproksikan oleh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional menunjukkan < 0.05 yang berarti variabel kepemilikan saham pada perusahaan signifikan pada level 5%. Struktur kepemilikan yang diproksikan oleh kepemilikan publik menunjukkan nilai probabilitas

> 0,05 yang berarti variabel kepemilikan saham publik pada perusahaan tidak signifikan pada level 5%. Sehingga secara parsial kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan signifikan akan tetapi kepemilikan publik berpengaruh positif tidak

(43)

43 | P a g e

signifikan terhadap pengungkapan aktivitas CSR. Dengan demikian dapat simpulkan bahwa secara keseluruhan “H1diterima”.

Dapat disimpulkan bahwa jumlah persentase kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki baik oleh manajer maupun perusahaan institusional dapat mempengaruhi pengungkapan aktivitas CSR yang disajikan dalam laporan tahunan perusahaan. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Priantana (2011) dan Waryanto (2010) yang membuktikan bahwa kepemilikan saham oleh pihak manajemen tidak mempengaruhi luas pengungkapan CSR. Hal ini dimungkinkan karena secara statistik jumlah kepemilikan saham manajerial rata-rata pada perusahaan di Indonesia relatif kecil dan hanya beberapa perusahaan saja yang memiliki kepemilikan manajerial yang cukup besar. Hal ini berarti dengan kepemilikan manajerial yang relatif kecil maka masih terjadi konflik kepentingan antara pemilik dengan manajer, dimana kepentingan pribadi manajer belum dapat diselaraskan dengan kepentingan pemilik.

Akan tetapi hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Murwaningsari (2009) yang membuktikan bahwa Good Corporate Governance yang diamati melalui kepemilikan manajerial dan institusional, mempunyai pengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Hasil ini juga konsisten dengan hasil yang telah dilakukan oleh Rita dan Sartika (2012) yang menunjukkan bahwa kepemilikan publik pada perusahaan berpengaruh positif namun tidak signifikan pada pengungkapan aktivitas CSR. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rita dan Sartika

(44)

44 | P a g e

(2012) menjelaskan bahwa hal ini diduga terjadi dikarenakan adanya perbedaan kepentingan di antara pemegang saham publik dimana ada pihak yang lebih menyukai pelaksanaan CSR dan ada pihak lain yang tidak terlalu menyukai CSR, mengingat banyak biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan berkenaan dengan CSR tersebut. Pihak kedua ini memandang alangkah lebih baiknya jika biaya-biaya tersebut digunakan untuk melakukan investasi atau ekspansi maupun dibagikan dalam bentuk dividen ke pemegang saham ketimbang digunakan untuk pelaksanaan CSR. Akibat perusahaan berusaha mengakomodir keinginan kedua pihak inilah maka diduga kepemilikan saham publik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan CSR.

Pengaruh Kinerja Perusahaan sebagai Variabel Moderating dalam hubungan Struktur Kepemilikan dengan Pengungkapan Aktivitas CSR

Berdasarkan output SPSS, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepuasan kinerja perusahaan sebagai variabel moderating tidak mempengaruhi hubungan Struktur Kepemilikan dan CSR. Dengan kata lain pada saat kinerja perusahaan tinggi atau rendah tidak mempengaruhi hubungan antara Struktur Kepemilikan yang diukur dengan kepemilikan saham oleh manajerial, dan publik terhadap pengungkapan aktivitas CSR. Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa variabel ROA pada kepemilikan manajerial memiliki nilai t sebesar - 1,434 dan nilai sig yang ditunjukkan sebesar 0,156, serta menunjukkan nilai koefisien regresi 0,300. Nilai probabilitas kepuasan kinerja

(45)

45 | P a g e

perusahaan (ROA) menunjukkan > 0,05 yang berarti variabel ROA tidak signifikan pada level 5%.

Pada kepemilikan publik, hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.4 menunjukkan nilai t sebesar -0,706 dan memiliki nilai signifikan sebesar 0,482 serta nilai koefisien regresi sebesar 0,300. Nilai probabilitas ROA pada kepemilikan publik menunjukkan > 0,05 yang berarti variabel ROA tidak signifikan pada level 5%. Pada kepemilikan institusional, hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.4 menunjukkan nilai t sebesar 2,075 dan memiliki nilai signifikan sebesar 0,041 serta nilai keofisien regresi sebesar 0,300. Nilai probabilitas ROA pada kepemilikan institusional menunjukkan < 0,05 yang berarti variabel ROA signifikan pada level 5%.

Hasil ini menunjukkan bahwa variabel kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA secara parsial berpengaruh positif dan negatif namunterdapat signifikansi terhadap hubungan antara Struktur Kepemilikan yang diukur dengan kepemilikan institusional dengan pengungkapan aktivitas CSR yang dimoderasi oleh ROA. Sedangkan tidak dapat memoderasi hubungan antara Struktur Kepemilikan yang diukur dengan kepemilikan manajerial dan kepemilikan publik terhadap pengungkapan aktivitas CSR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa “H2 ditolak”.

Tidak berpengaruhnya kinerja perusahaan di dalam hubungan antara Struktur Kepemilikan dan CSR diduga adanya perusahaan yang tergolong perusahaan reformis yang dimana perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang tinggi. Perusahaan seperti ini memandang CSR bukan sebagai beban, melainkan sebagai peluang

Referensi

Dokumen terkait

Pada Gymnospermae jumlah arkegonium pada gametofit betina bervariasi antara 1 sampai banyak, misalnya pada Pinus 2; Biota 5; Gnetum tidak mempunyai inti bebas

Sardjito Yogyakarta pada dasarnya sudah sesuai teori, namun ada beberapa yang belum sesuai dengan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) yaitu belum lengkapnya komponen SMART

Kematian secara rohani artinya tidak lagi hidup dalam kebenaran Allah tetapi hidup di dalam kuasa dosa yang terus menerus mengikat manusia serta tidak dapat bergaul dengan

Daulah Islamiyyah, atau yang terkadang diistilahkan dengan Khilafah Islamiyyah, yang ditegakkan padanya tauhid dan peribadahan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala semata,

di Indonesia, 1% dari para kontraktor tersebut mengkontribusi 60% pendapatan nasional konstruksi, tetapi hanya 125 kontraktor tercatat dalam Asosiasi Kontraktor Indonesia.. •

1 Kluster Skim Penempatan Stutong Baru, Kuching Tiada kes baharu dikesan atau dilaporkan dalam tempoh 28 hari yang lepas melibatkan kluster ini... KLUSTER YANG