• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi tentang Dosa Menurut Yehezkiel 18:20

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi tentang Dosa Menurut Yehezkiel 18:20"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 23 Volume 1, No 1, Maret 2020 (23-33)

Available at: https://www.sttia-nisel.ac.id/e-journal/index.php/eresi :

Studi tentang Dosa Menurut Yehezkiel 18:20

Four Menius Zendrato

Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar Nias Selatan

fourmenzendrato06@gmail.com

Abstract

Man is a noble person among God's creations. In essence, man was created by God in a perfect and unique way from other creations. In the end humans have been deceived by the devil to sin rather than doing what pleases God. Sin becomes an interesting discussion to discuss, because sin is inherent in human life. The biblical concept of sin demands that every human being be held responsible for the sin committed and ready to accept the consequences of his transgression. In reality believers understand the wrong concept of sin. In general, parents or children will be the main target for violations committed by their children or parents. A person is not saved because his brother is innocent or someone is punished for someone else's violation. Punishment for sinful humans is unavoidable and cannot be upheld any more. So, there is no place for him in the kingdom of God. However, by grace, God willingly bore the sins of men in order to obtain salvation in Christ Jesus.

Keywords: Ezekiel 18; punishment; grace; salvation; sin; violation

Abstrak

Manusia adalah pribadi yang mulia diantara ciptaan Allah. Pada hakekatnya manusia diciptakan Tuhan dengan sempurna dan unik dari ciptaan lain. Pada akhirnya manusia telah diperdaya oleh iblis untuk berbuat dosa daripada melakukan yang berkenan kepada Allah. Dosa menjadi perbincangan yang menarik untuk dibahas, karena dosa telah melekat dalam hidup manusia. Konsep Alkitab tentang dosa, menuntut setiap manusia untuk bertanggung jawab atas dosa yang diperbuat dan siap menerima konsekwensi atas pelanggarannya. Pada realitasnya orang percaya memahami konsep yang salah tentang dosa. Secara umum orangtua atau anak akan menjadi sasaran utama atas pelanggaran yang dilakukan oleh anaknya atau orangtuanya. Seseorang tidak diselamatkan oleh karena saudaranya tidak berdosa atau seseorang dihukum karena pelanggaran orang lain. Hukuman kepada manusia yang berdosa tidak dapat dihindari dan tidak dapat tertegahkan lagi. Sehingga tidak ada lagi tempat baginya dalam kerajaan Allah. Akan tetapi, oleh kasih karunia, Allah rela menanggung dosa manusia supaya memperoleh keselamatan dalam Kristus Yesus.

Kata kunci: dosa; hukuman; kasih karunia; keselamatan; pelanggaran; Yehezkiel 18

PENDAHULUAN

Sepanjang sejarah kehidupan manusia, dosa bukan hal yang asing didengar di dalam lingkungan Kristen dan juga di lingkungan non-kristen. Menurut Charles C. Ryrie dosa adalah hal yang bertentangan dengan norma dan pada dasarnya dosa itu ketidaktaatan kepada Allah.1 Dosa adalah sebagai pelanggaran terhadap perintah dan ketetapan Allah, dan sebagai tindakan yang menimbulkan kerusakan hubungan baik kepada Allah dan kepada sesama. Berkenaan dengan asal mula dosa, Alkitab mengajarkan bahwa dosa dimulai

(2)

dengan pelanggaran Adam di Firdaus.2 Sebagai akibat dari pelanggaran Adam di Firdaus, manusia harus mengalami kematian secara rohani maupun secara jasmani. Itulah yang menjadi ketetapan bagi manusia sebagai orang berdosa dan tidak benar di hadapan Allah sampai pada keturunan selanjutnya.

Manusia menjalani hidup dibawah kuasa dosa dan masing-masing bertanggungjawab atas dosanya sendiri. Manusia tidak bisa tidak berbuat dosa, oleh keadaan manusia yang telah mati. Pemazmur mengatakan bahwa sesungguhnya, dalam dosa aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku (Mzm. 51:7). Manusia sudah berdosa sehingga keturunan-keturunannya berdosa juga. Ikatan kutukan ini akan terus menerus mengikat setiap manusia tanpa tahu kapan akan berhenti. Hal ini sering disebut dosa warisan dari orangtua yang dulu sampai pada keturunan selanjutnya kepada keturunan yang ketiga dan keempat (Ul. 5:3). Oleh karena itu tidak ada alasan bagi manusia memegahkan diri di hadapan sesamanya dan terlebih-lebih di hadapan Allah.

Keinginan manusia untuk berbuat berdosa timbul dengan tidak disengaja maupun disengaja oleh karena kehendak manusia yang telah rusak. Calvin menjelaskan bahwa ketika manusia memilih untuk melakukan dosa bukan karena dipaksa, tetapi dengan sukarela berdasarkan kekuatan kehendak kita yang sudah menyimpang dan jahat.3 Dengan demikian,

tidak mungkin orang lain yang akan menanggung akibat dosa orang lain sementara dosa terjadi atas kehendaknya sendiri. Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya (Yeh. 18:20).

Setiap orang yang berbuat berdosa akan mati oleh pelanggarannya sendiri demikian juga sebaliknya orang benar akan mewarisi janji-janji Allah. Janganlah ayah dihukum mati karena anaknya, janganlah juga anak dihukum mati karena ayahnya; setiap orang harus dihukum mati karena dosanya sendiri (Ul. 24:16). Hadiwijono juga mengatakan bahwa setiap dosa manusia adalah dosa yang dilakukan sendiri, dan bahwa setiap manusia bertanggungjawab atas dosa itu.4 Tidak ada sangkut paut dosa kepada siapa saja sekalipun itu adalah orang yang menjadi bagian dalam hidupnya.

Manusia semakin hanyut dalam kenikmatan dan kenyamanan untuk melakukan dosa. Harun Hadiwijono mengatakan bahwa di dalam hidup sehari-hari orang, juga orang beriman biasanya meremehkan dosa.5 Manusia pada akhirnya meremehkan dosa dan menganggap dosa adalah hal yang sepele juga tidak lagi memikirkan betapa beratnya hukuman dosa di neraka tempat penyiksaan yang tiada henti-hentinya. Louis Berkhof mengatakan bahwa dosa adalah persoalan serius, dan Allah memandang dosa ini juga dengan amat serius, walaupun manusia sering meremehkannya.6 Pada realitanya banyak pengaruh pergaulan yang buruk kepada anak-anak dilingkungan masyarakat untuk melakukan dosa (1 Kor 15:33).

Terlebih-2 Louis Berkhof, Teologi Sistematika 2: Doktrin Manusia (Surabaya: Momentum, 2016), hlm. 90 3 Francois Wendel, Calvin: Asal Usul dan Perkembangan Religiusnya, (Surabaya: Momentum, 2010),

hlm. 209

4 Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hlm. 231 5 Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), hlm. 234 6 Louis Berkhof, Op.cit., hlm. 163

(3)

Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 25

lebih dalam keadaan manusia yang tanpa diajarkan untuk melakukan dosa, bisa melakukan dosa, anak-anak tanpa diajarkan mencuri bisa mencuri, anak-anak tanpa diajarkan berbohong bisa berbohong demi pembelaan dan kepuasan diri. Manusia telah memasuki keadaan non posse non peccare et mori (tidak mampu untuk tidak berdosa dan mati).7 Dosa

telah membawa manusia kepada kebodohan dan meninggalkan Allah. KAJIAN TEORI

Dosa

Pengertian Dosa

Dosa adalah perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama. Secara umum, dosa merupakan tindakan nyata yang bertentangan dengan aturan yang telah ditetapkan oleh orang-orang tertentu untuk mengatur pola kehidupan sosial. Dalam hukum dunia, dosa didasarkan pada sebuah fakta yang melanggar ketentuan bersama. Dosa sebenarnya yang dimaksudkan oleh dunia adalah dosa yang hanya dapat dilihat, dianalisis, diproses sehingga mampu memberikan keputusan atas kejadian yang nyata, tetapi mengenai hal yang belum terjadi atau tidak pasti namun telah dipikirkan bukanlah dosa. Setiap orang yang bertindak tidak sesuai dengan aturan akan menerima hukuman yang setimpal.

Alkitab menjelaskan bahwa dosa bukan hanya sebatas perbuatan yang melanggar aturan atau ketetapan Allah melainkan melibatkan pikiran yang jahat dan perkataan yang salah di hadapan Allah (Mat. 5:28, 29). Anthony Hoekema mengatakan bahwa dosa mencakup segala pikiran sekaligus tindakan.8 Selanjutnya Jonar S. menjelaskan bahwa dosa terdiri atas perbuatan, perkataan, pikiran, khayalan, apapun yang tidak seturut dengan kehendak Allah.9 Kesalahan dalam berpikir serta mengeluarkan kata-kata yang tidak benar dan segala jenisnya adalah dosa yang akan mendatangkan hukuman Allah. Segala kekeliruan, kesalahan dalam mengajar kebenaran, kejahatan, pelanggaran, tidak menaati hukum, kelaliman, atau ketidakadilan dan penyembahan berhala adalah tindakan yang tidak seturut dengan kehendak Tuhan. Robert G. Batcher menjelaskan bahwa dosa yang bersumber dari pikiran adalah kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan dan kebebalan.10 Segala jenis dosa yang bertentangan dengan kehendak Allah, baik dalam

pikiran dan perbuatan akan mendatangkan penghukuman Allah. Yesus menjelaskan bahwa setiap orang yang memandang seseorang dan mengigini dalam hati saja telah bebuat zinah (Mat. 5:27).

Dosa merupakan suatu kerusakan yang terjadi di dalam satu bentuk yang telah di tetapkan. Bentuk yang dimaksud adalah ketetapan yang harus dilakukan dengan benar tetapi tidak berhasil. Manusia melakukan tindakan yang meleset dari target atau sasaran yang

7 L. Berkhof, The History of Christian Doctrines, (Grand Rapids, Michigan: Wm.B. Eerdmans

Publishin Company, 1953), hlm. 138

8 Anthony Hoekema, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, (Surabaya: Mementum, 2008), hlm.

220

9 Jonar S., Soteriologi, (Yogyakarta: ANDI, 2015), hlm. 16

10 Robert G. Bratcher & Eugene A. Nida, Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Markus, (Jakarta:

(4)

ditetapkan.11 Tujuan dan rencana Allah telah keliru oleh ketidaktaatan manusia kepada perintah Tuhan sehingga menimbulkan dosa dan akibat-akibatnya. Manusia diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan dengan bebas tanpa kekurangan satu apapun di hadapan Allah, tetapi batasan kehendak bebas manusia telah melewati garis ketetapan Tuhan.

Dosa dilahirkan dari keinginan yang terlalu berlebihan dan tidak sesuai kehendak Tuhan. Yakobus menjelaskan bahwa dosa dimulai dari keinginan yang telah dibuahi oleh dosa dan akan melahirkan dosa (Yak. 1:15). Keinginan manusia semata-mata adalah melakukan dosa karena semua manusia telah berdosa (Rm. 3:23). Prinsip dosa adalah memuaskan keinginan hati dan pikiran serta keinginan daging yang terus menerus ada dalam kehidupan manusia. Ketika keinginan telah dipuaskan atau dibuahi maka keinginan itu akan melahirkan dosa, sijahat akan terus berupaya untuk menjerat dan memberikan ikatan yang mengikat yang tidak mudah dilepaskan.

Dosa sangat nikmat sehingga manusia sulit untuk meninggalkannya, tetapi akibat yang menyakitkan dan memalukan disembunyikan untuk menghilangkan keraguan, tetapi sebaliknya memberikan dorongan yang seakan-akan benar dan layak untuk dilakukan. Dosa memikat hati manusia dalam nikmat yang selaras dengan keinginan, sehingga segala peringatan bahaya tidak lagi dipedulikan sampai ikatan dosa terikat sepenuhnya. Stephen Tong mengatakan bahwa dosa dibungkus dengan keindahan sehingga orang lain tidak sadar.12 Tanpa disadari manusia seringkali tertipu sehingga akhirnya terikat dengan dosa yang tersebunyi di dalam tawaran keindahan. Pada dasarnya dosa tidak senang dengan terang kebenaran firman Allah. Dosa tidak ingin disingkapkan dalam terang melainkan terus berdiam dalam kegelapan karena dosa adalah kegalapan.

Dosa Asal

Dosa perlu di pahami dengan benar untuk mencegah kekeliruan pemahaman yang sering terjadi. Dosa yang telah dimulai oleh Adam membuat seluruh yang hidup berdosa. Ini yang disebut sebagai dosa asal atau (original sin).13 Semua hal yang berhubungan dengan dosa berasal dari pelanggaran pertama itu. Keadaan ini tidak dapat diubah oleh siapapun tetapi inilah keadaan yang mau tidak mau harus diterima oleh seluruh manusia keturunan Adam. Anthony A. Hoekema mengatakan bahwa dosa asal adalah keadaan dan kondisi berdosa yang didalamnya setiap manusia dilahirkan.14 Dosa pertama itu menjadi bibit dosa yang terus menjalar keseluruh manusia sehingga menimbulkan dosa baru yang lebih parah. Alkitab menjelaskan bahwa manusia diperanakkan dalam kesalahan dan dikandung dalam dosa (Maz. 51:7). Louis mengatakan bahwa dosa Adam adalah dosa seluruh keturunannya, sehingga semua keturunan Adam dilahirkan sebagai orang berdosa, yaitu dalam keadaan bersalah, dan juga tercemar.15 Adam sebagai pembuka jalan menuju dosa sehingga keadaan dan keberadaan selanjutnya berdosa (Rom. 5:12). Manusia tidak dapat keluar dari keadaan

11 Stephen Tong, Dosa, Keadilan, dan Penghakiman, (Surabaya: Momentum, 2014), hlm. 52 12 Ibid., hlm. 45

13 Stephen Tong, Op.cit., hlm. 127

14 Anthony A. Hoekema, Diselamatkan oleh Anugerah, (Surabaya: Momentum, 2006), hlm. 183 15 Louis Berkhof, Teologi Sistematika 2: Doktrin Manusia, Op.cit., hlm. 154

(5)

Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 27

berdosa ini melainkan tetap berada dalam lingkaran kesalahan. Dosa akan terus menerus ada dari generasi kegenerasi. Hal ini tidak dapat diubah oleh manusia kecuali Allah yang dapat mengubahnya menjadi lebih baik.

Dosa Aktual

Dosa aktual berbeda dengan dosa asal. Dosa asal bermula dari satu pelanggaran sedangkan dosa aktual pancaran dari dosa asal yang tidak terhitung banyaknya. Dosa aktual merupakan dosa masing-masing manusia yang saat ini sedang menjadi bahan pembicaraan. Secara umum dosa aktual adalah tindakan di luar diri manusia, yang juga melibatkan kesadaran dalam pikiran seperti pikiran yang jahat. Agus M. Hardjana menjelaskan bahwa dosa aktual adalah dosa yang memang sudah dilakukan dengan melanggar perintah Allah, misalnya pernah menipu, mencuri, korupsi, membunuh, berzinah, memfitnah dan sebagainya.16 Dosa aktual lebih identik dengan moral yang asusila, baik dalam pikiran, perkataan dan terlebih-lebih perbuatan. Dilingkungan Kristen hal ini terus ditentang agar tidak, baik pemerintahan terlebih-lebih dalam keagamaan.

Pandangan Yehezkiel tentang Dosa

Yehezkiel menuliskan ן ֹ֣וֲע (aon) artinya dosa. Dosa dalam kitab Yehezkiel adalah pelanggaran terhadap peraturan dan ketetapan Allah oleh umat Israel pada masa pembuangan di Babel. Peraturan dan ketetapan yang dimaksud adalah hukum taurat Tuhan yang di ajarkan oleh Musa. Moralitas dan ketaatan bangsa Israel tidak dapat melukiskan kebenaran dan kesucian Tuhan tetapi justru sebaliknya membawa luka yang sangat menyakiti hati Tuhan sehingga menyebabkan murka yang besar bagi bangsa itu. Oleh karena itu, Allah menunjukkan kebesaran kuasa-Nya di depan bangsa Israel maupun kepada bangsa Babel dan bangsa yang di sekitarnya.

Orang yang berbuat Dosa harus Mati

Dosa awal manusia telah mengantarkan seluruh manusia kepada penghakiman dan penghukuman Allah yang mematikan. Keseriusan Allah terhadap dosa, tidak pernah membiarkan satupun dosa terlupakan dalam ingatan-Nya karena Allah memang tidak pernah lupa. Eko Basuki mengatakan bahwa demikianlah setiap orang yang berbuat dosa, mereka dibuang jauh dari hadapan Allah.17 Penghukuman Allah bukanlah penghukuman yang biasa seperti yang dilakukan oleh dunia kepada pelanggar hukum tetapi Allah dengan caranya sendiri melakukan penghukuman kepada setiap orang yang berdosa.

Terus terang Tuhan mengatakan kepada manusia bahwa pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati (Kej. 2:15-17). Tidak tanggung-tanggung manusia harus dihukum mati karena telah melanggar ketertiban yang telah Tuhan tetapkan. Manusia dihukum mati secara rohani, kerohanian manusia mati, tidak lagi menikmati kehadiran dan kebaikan Allah serta tidak mengenal Allah dan tidak lagi merindukan Allah.18 Allah harus tetap menghukum manusia untuk menyatakan keadilan-Nya yang sungguh amat benar.

16 Agus M. Hardjana, Religiositas, Agama dan Spiritualitas, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hlm. 93 17 Yusuf Eko Basuki, Kristen Pemenang, (Yogyakarta: Garudhawaca, 2014), hlm. 91

(6)

Adam harus menerima akibat dari pelanggaran yang terjadi dimasa lalu. Upah dosa ialah maut (Rm. 6:23), karena itu manusia yang berbuat dosa harus mati. Kematian merupakan hukuman yang diberikan oleh Allah kepada manusia yang melakukan pelanggaran.

Anak tidak Turut Menanggung Dosa Ayah

Hukuman tetap berlaku kepada setiap orang yang berdosa dan masing-masing bertanggung jawab atas dosanya sendiri. Satu anggapan yang keliru dalam pemahaman orang Israel adalah keikutsertaan anak dalam menanggung dosa orangtua. Seolah-olah penyebab pembuangan ke Babel karena dosa orangtua dan nenek moyang yang terdahulu (Kel. 20:5). Pemahaman ini dianggap benar oleh orang Israel karena dalam ketetapan hukum yang berlaku. Atas dasar ketetapan itulah bangsa Israel berani mengucapkan sindiran peribahasa ayah-ayah makan buah mentah dan gigi anak-anak menjadi ngilu.

Yehezkiel menyampaikan bantahan terhadap kekeliruan pemahaman bangsa itu dengan mengucapkan demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, kamu tidak akan mengucapkan kata sindiran ini lagi di Israel (Yeh. 18:3). Yehezkiel menanamkan prinsip bahwa anak tidak ikut menanggung kesalahan orangtua melainkan masing-masing bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Anak yang dimaksud adalah anak yang dilahirkan oleh seorang ayah dalam keluarga. W.S. Lasor, dkk menjelaskan bahwa di lain pihak, anak-anak sungguh menderita karena dosa orangtua mereka.19 Anak-anak berada dalam keadaan

orangtua yang sedang menanggung dosanya tetapi bukan berarti melibatkan anak-anak atas penghukuman dari Allah, karena hukuman Allah hanya berlaku bagi setiap orang yang telah berbuat dosa. Oleh karena itu anak tidak turut menanggung dosa ayah melainkan berada dalam keadaan kepribadian bersama. Pribadi anak bersama dengan pribadi ayah yang sedang menanggung dosanya. Keterikatan hubungan antara ayah dan anak secara jasmaniah ada, namun masalah dosa akan dipertanggung jawabkan oleh masing-masing pribadi.

Ayah tidak Menanggung Dosa Anak

Tanggung jawab orangtua terhadap anak merupakan tugas utama yang harus dilakukan terlebih-lebih dalam mendidik dan mengajar kebenaran serta membawa anak untuk mengenal dan beriman kepada Tuhan (Kel. 6:4-9). Batasan ini memberikan gambaran bahwa orangtua hanyalah bertanggung jawab kepada anak sebagai pendidik dan pengajar dalam kebenaran serta berusaha mencukupi segala keperluan yang di butuhkan tetapi dalam hal dosa orangtua tidak bertanggung jawab. Secara umum, ketika anak melakukan kesalahan dan di kenakan sanksi, orangtua yang bertanggung jawab tetapi bukan berarti orangtua menanggung dosanya di hadapan Tuhan.

Yehezkiel menegaskan bahwa Ayah tidak menanggung dosa anaknya melainkan masing-masing manusia berdiri di hadapan Allah untuk bertanggung jawab atas dosanya sendiri. Penghukuman Allah tidak dibebankan kepada orang tidak bersalah melainkan kepada orang yang telah melakukan kesalahan. Calvin mengatakan bahwa dosa yang kita perbuat jelas adalah dosa kita sendiri.20 Orangtua tidak berhak menanggung dosa anak, tetapi siapa yang berdosa itulah yang berhak menanggung dosanya sendiri. Dosa anak akan

19 W. S. Lasor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), hlm. 396 20 Francois Wendel, Op.cit., hlm. 209

(7)

Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 29

tertanggung atasnya dan orangtua tidak ikut campur dalam menanggung dosa anaknya. Orangtua memiliki hubungan batin dengan anak-anak, namun untuk persoalan dosa adalah tanggung jawab masing-masing orang di hadapan Tuhan.

Kefasikan Orang Fasik akan Tertanggung Atasnya

Orang fasik adalah orang yang tidak peduli terhadap perintah Tuhan, tetapi hidup dalam kegelapan hati yang terus menerus merencanakan untuk melakukan kejahatan tanpa ada pertimbangan. Tidak peduli terhadap perintah Tuhan berarti melalaikan dan meremehkan serta tidak mengindahkan keadilan dan kebenaran Tuhan. Keadilan Tuhan tetap di jalankan-Nya bagi setiap manusia. Yehezkiel menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan kefasikan akan tertanggung atasnya. Segala jenis kebodohan yang menyesatkan akan tertimpa atas orang yang fasik. Tuhan telah menetapkan kutuk bagi orang yang tidak mau mendengarkan firman-Nya. Bahkan sampai pada anak-anak dan cucunya akan terus di ingat jika anak cucunya tidak bertobat. Begitu dalamnya akibat dosa itu, akan terus dilanjutkan pada kehidupan keturunan selanjutnya.

Akibat Dosa

Dosa merupakan suatu kerusakan yang terjadi di dalam diri manusia. Kerusakan total merupakan keadaan manusia yang telah rusak sepenuhnya di hadapan Allah. Menurut Edwin kerusakan total berarti bahwa manusia tidak pernah dapat melakukan kebaikan yang secara fundamental menyenangkan Allah, dan bahwa pada kenyataanya bahwa manusia selalu berbuat jahat.21 Kehidupan kerohanian manusia telah mati sepenuhnya, sehingga tidak satupun yang di pandang benar oleh Allah dari manusia itu. Kerusakan total berbeda dengan kerusakan mutlak. Kerusakan mutlak adalah seseorang menyatakan kerusakan atau kebobrokannya telah sampai tingkat yang paling maksimal sepanjang waktu.22 Kerusakan mutlak berarti keadaan yang telah rusak yang tidak dapat diperbaiki lagi, sebagai akibatnya adalah kematian yang kekal. Akibat dari dosa pertama adalah kerusakan total dari seluruh natur manusia.23 Seluruh dimensi kehidupan manusia telah di cemari dosa sehingga kecenderungan hati manusia adalah melakukan kejahatan (Kej. 5:6).

Ketika manusia melakukan dosa, manusia dipenuhi oleh perasaan bersalah. Perasaan bersalah ditimbulkan oleh penghakiman dan tuntutan Roh Kudus dalam hati manusia, agar manusia sadar akan dosa yang dilakukannya. G. J. Baan mengatakan bahwa pada waktu Roh Kudus bekerja di dalam hidup manusia dengan cara memperbarui manusia tersebut mendapati dirinya dalam keadaan binasa dan bersalah.24 Roh Kudus bekerja untuk mengupas, membongkar, mengorek, dan menghancurkan hati manusia sampai pada titik hati yang paling dalam, sehingga manusia tidak lagi berani memberikan pembelaan diri.

Dosa juga bisa merupakan penyebab adanya penyakit dan terjadinya kecelakaan. Orang Kristen pada umumnya sering mengaitkan bahwa manusia sakit karena telah berbuat

21 Edwin H. Palmer, Lima Pokok Calvinisme, (Surabaya: Momentum, 2017), hlm. 8 22 Ibid., hlm. 1

23 Louis Berkhof, Teologi Sistematika 2: Doktrin Manusia, Op.cit., hlm. 100 24 G. J. Baan, Tulip: Lima Pokok Calvinisme, (Surabaya: Momentum, 2017), hlm. 24

(8)

dosa. Kalis Stevanus mengatakan bahwa dosa menjadi akar segala penyakit dan penderitaan manusia hingga sekarang ini.25 Demikian juga dengan terjadinya peristiwa kecelakaan, penyebabnya sering dikaitkan karena telah berbuat dosa. Masing-masing manusia akan dihakimi menurut perbuatan yang dilakukannya. Pankat Kas Mengatakan bahwa dosa pada akhirnya adalah tanggungjawab pribadi setiap orang karena dilakukan secara pribadi.26 Peringatan-peringatan yang Tuhan berikan sering sekali membuat manusia mengaku dosa dan mengingatkan manusia akan maut.

Kematian Rohani

Kematian yang dimaksudkan dalam peristiwa kejatuhan manusia ke dalam dosa adalah kematian secara rohani dan dilanjutkan kematian secara jasmani. Setelah manusia berdosa, manusia harus kembali kepada debu tanah dari mana ia diambil (Kej. 3:19). Manusia diasingkan dan dibuang dari taman Eden karena ketidaktaatan manusia terhadap perintah Allah. Kerohanian manusia setelah jatuh ke dalam dosa sudah mati di hadapan Allah. Dalam keadaan mati, manusia dibebani oleh kesalahan karena pelanggaran terhadap hukum. Apapun yang dilakukan manusia yang menurutnya baik, sudah tidak baik lagi di hadapan Allah.

Keberadaan manusia dalam kerusakan total merupakan keadaan yang telah mati akan kebenaran Allah. Edwin H. Palmer menjelaskan bahwa keadaan ini mengakibatkan manusia tidak dapat melakukan kebaikan yang sejati serta berkenan kepada Allah.27 Sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia tidak menurut standar hukum Allah. Jhon Murray mengatakan bahwa manusia tidak bisa benar di hadapan-Nya, setiap manusia di pandang salah oleh-Nya.28 Jelaslah bahwa manusia tidak mungkin berkenan lagi kepada-Nya. Segala yang dipikirkannya dan yang dilakukan manusia telah menimbulkan dosa (Kej. 6:5, Rm. 3:10-18). Manusia tidak mampu memenuhi standar kekudusan Allah sebab manusia tidak

kudus dan telah bernoda dihadapan Sang Pencipta. Manusia tidak dapat

mempertahankannya untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan. Sinar kemuliaan Allah yang terang menderang, hilang dalam diri manusia. Manusia kehilangan kemuliaan Allah (Rom. 3:23).

Kemuliaan Allah yang dimaksudkan adalah keluhuran dan keagungan serta kehormatan Allah. Kemuliaan Allah merupakan kebenaran Allah yang hakiki dianugerahkan

kepada manusia sejak manusia diciptakan. Kesempurnaan Allah tidak melayakkan manusia

yang bernoda bercampur dengan Allah yang maha kudus. Semua manusia telah berdosa, dan karena itu, kematian manusia akan segera menyusul. Hukuman yang ditanggung oleh manusia bukanlah seperti hukuman yang dilakukan dunia melainkan hukuman mati secara rohani.

25 Kalis Stevanus, Penyesatan Terselubung dalam Gereja Masa Kini, (Jogjakarta: Randa’s Family

Press, 2007), hlm. 68

26 Pankat Kas, Ikutlah Aku, Warta Gembira untuk Para Calon Baptis, (Yogyakarta: Kanisius, 2012),

hlm. 111

27 Edwin H. Palmer, Op.Cit., hlm. 11

(9)

Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 31

Kematian secara rohani artinya tidak lagi hidup dalam kebenaran Allah tetapi hidup di dalam kuasa dosa yang terus menerus mengikat manusia serta tidak dapat bergaul dengan Allah seperti sebelum manusia berdosa. Putusnya hubungan manusia dengan Allah menyebabkan manusia kehilangan berkat-berkat Allah dan kehilangan Allah sendiri. Dosa memisahkan manusia dengan Allah. Manusia ditarik oleh dosa keluar dari persekutuan dengan Allah untuk mengabdi kepada dosa. Dosa merupakan tembok pemisah antara Allah dengan manusia. Manusia tidak lagi menikmati keindahan dan kedamaian yang penuh dengan sukacita dalam hadirat Allah yang sempurna.

Kematian Jasmani

Setelah kematian rohani, dilanjutkan dengan kematian jasmani. Kematian jasmani adalah kematian fisik manusia yang diciptakan Allah. Kematian fisik merupakan keterpisahan tubuh dengan jiwa. Tubuh yang diciptakan kembali menjadi seperti debu tanah. Alkitab menjelaskan bahwa manusia akan kembali menjadi debu sebab manusia itu diambil dari debu (Kej. 3:19). Dari keadaan posse non mori manusia turun menjadi non posse non

mori.29 Keadaan manusia setelah berdosa, tidak dapat tidak berbuat dosa dan mati. Manusia hanya mengenal penderitaan dan kesakitan serta segala hal yang menyulitkan dirinya sendiri. Bahkan dalam hal makanan manusia mengalami kesulitan untuk mencarinya (Kej. 3:19).

Kehidupan manusia menjadi mangsa kelemahan dan penyakit, yang mengakibatkan keadaan yang tidak nyaman dan kesakitan. Penderitaan bukanlah kehendak Allah dan juga tidak di sebabkan oleh Allah tetapi penderitaan hanyalah akibat dari kesalahan manusia. Penderitaan yang dialami manusia tidak perlu diherankan karena manusia yang menyebabkannya. Keadaan ini tidak dapat diubah oleh manusia sekalipun dengan usaha yang keras. Manusia mungkin mampu mendapat uang yang banyak, tetapi menderita penyakit dalam tubuhnya. Berbagai jenis penderitaan yang dialami oleh manusia seperti kesulitan untuk mendapat makanan, kelaparan, penyakit, kesulitan dalam melahirkan dan hilangnya kedamaian. Semua hal ini, akan mendatangi manusia satu persatu dari waktu ke waktu bahkan dalam satu waktu datang secara bersamaan.

Mentalitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh dosa dengan berbagai persoalan-persoalan yang menyulitkan diri yang pada akhirnya sukacita hidup akan menghilang.Tahap kematian jasmani menjadi ketetapan bagi seluruh manusia, oleh karena itu tidak ada alasan bagi manusia untuk merasa lebih hebat dari manusia yang lain karena semua manusia akan melewati tahapan kematian tubuh. Selain dari keterpisahan tubuh dengan jiwa kematian jasmani merupakan titik akhir kehidupan di dalam dunia dan segala sesuatu kepunyaan yang bersifat materi akan ditinggalkan. Bagi orang percaya kepada Yesus kematian tubuh bukanlah sebuah kemusnahan tetapi hanyalah tahapan yang harus dilalui menuju kepada Allah.

(10)

Kematian Kekal

Kematian kekal adalah kematian untuk selama-lamanya. Kematian kekal sebenarnya kematian lanjutan akan kematian rohani dan kematian jasmani. Kerohanian manusia mati bukan disebabkan oleh Allah, tetapi oleh manusia sendiri. Kematian kekal merupakan tahap yang terakhir dari seluruh penghakiman dan penghukuman Allah. Semua manusia yang berdosa dihakimi dan dihukum mati oleh Allah sampai selama-lamanya. Tidak ada satupun manusia yang dibebaskan di hadapan Allah melainkan semua manusia telah berdosa dihukum. Manusia tinggal menunggu waktu penghukuman Allah atas dirinya, sehingga manusia tidak perlu membanggakan diri lebih baik dari manusia yang lain.

Allah memperhatikan kesengsaraan manusia atas hukuman berat dan menakutkan yang akan menimpa ciptaan-Nya. Louis Berkhof mengatakan bahwa beban dari keseluruhan murka Allah turun atas mereka yang dimurkai.30 Allah menurunkan beban murka kepada manusia yang tidak mau bertobat dan menyerahkan mereka kedalam api neraka yang menyala-nyala. Inilah tahap kematian terakhir yang mengerikan dan menakutkan. Siksaan kekal yang menyakitkan serta penderitaan sampai selama-lamanya. Tentang hal ini Paulus menjelaskan bahwa sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah (1 Kor. 1:18). Manusia dibinasakan karena ketidak percayaan terhadap kebenaran Allah dan tidak memberikan perhatian kepada nasihat-nasihat Allah.

KESIMPULAN

Kemuliaan Allah dalam diri manusia sebelum jatuh ke dalam dosa sangat sempurna adanya. Kewibawaan dan gambaran Allah yang sesungguhnya telah tergambar dalam seluruh dimensi kehidupan manusia. Kemuliaan Allah merupakan kebenaran Allah yang hakiki dianugerahkan kepada manusia sejak diciptakan. Manusia tidak mampu mempertahankan jati diri sebagai anak Allah yang patuh dan taat terhadap perintah Allah. Manusia melupakan perintah Allah dan melakukan dosa. Manusia kehilangan kemuliaan Allah (Rom. 3:23).

Ancaman hukuman bagi manusia berdosa adalah hukuman mati. Dalam bahasa aslinya adalah dibunuh. Dibunuh artinya dimatikan atau dibinasakan. Pelaksanaan hukuman ini dilakukan oleh Allah berdasarkan dosa manusia. Manusia yang dimaksud adalah laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orangtua. Sama seperti yang dijelaskan dalam peristiwa kejatuhan Adam dalam dosa (Kej. 2:17) bahwa saat manusia memakan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat pasti manusia akan mati.

Dalam hal dosa Allah tidak pernah bermain-main, Allah tidak pilih kasih, barang siapa yang melakukan dosa haruslah dihukum. Orangtua bertanggungjawab untuk menanggung dosanya sendiri di hadapan Allah, anak tidak ikut serta menerima akibat pelanggaran orangtuanya. Apabila orangtua hidup tidak benar di hadapan Allah, anaknya tidak akan menanggung akibat kesalahan orangtuanya tetapi akan hidup karena kebenaran dan keadilan yang dilakukannya. Setiap orang tua yang hidup dalam segala jenis kejahatan akan dihukum

(11)

Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 33

setimpal dengan pelanggaran yang dilakukannya, baik itu seorang ayah maupun seorang ibu. Demikian juga anak-anak yang melakukan dosa di hadapan Tuhan, akan menerima akibat dari pelanggaran yang dilakukannya.

Yehezkiel memisahkan dua hal yang bertolak antara orang tua dan anak. Orangtua yang hidup benar di hadapan Allah tetapi anaknya hidup tidak setia melakukan keadilan dan kebenaran, maka yang berdosa adalah anaknya, tetapi ayah menerima berkat dari kebenarannya. Kebenaran yang dilakukan seseorang akan mendatangkan kehidupan dan berkat-berkat dari Allah turun atasnya. Kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya. Jadi, dalam konteks kitab Yehezkiel 18:20 memberikan satu pemaparan yang cukup jelas tentang dosa dan konsekuensi dari dosa. Memberikan penegasan tentang dosa dan akibatnya adalah tanggung jawab individual.

REFERENSI

. (2009). Alkitab. Jakarta: LAI

Baan, G. J. (2017). Tulip: Lima Pokok Calvinisme. Surabaya: Momentum Basuki, Yusuf Eko. (2014). Kristen Pemenang. Yogyakarta: Garudhawaca

Berkhof, Louis. (1953). The History of Christian Doctrines. Grand Rapids, Michigan: Wm.B. Eerdmans Publishin Company

. Teologi Sistematika 2: Doktrin Manusia. Surabaya: Momentum

Bratcher, Robert G. & Nida, Eugene A. (2014). Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Markus. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia

Hadiwijono, Harun. (1997). Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Hardjana, Agus M. Religiositas, Agama dan Spiritualitas. Yogyakarta: Kanisius Hoekema, Anthony A. (2006). Diselamatkan oleh Anugerah. Surabaya: Momentum

. (2008). Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah. Surabaya: Mementum

Kas, Pankat. (2012). Ikutlah Aku, Warta Gembira untuk Para Calon Baptis. Yogyakarta: Kanisius

Lasor, W. S. dkk, (2013). Pengantar Perjanjian Lama 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia Murray, Jhon. (2008). Penggenapan dan Penerapan Penebusan. Surabaya: Momentum Palmer, Edwin H. (2008). Lima Pokok Calvinisme. Surabaya: Momentum

Ryrie, Charles C. (1991). Teologi Dasar. Yoyakarta: Yayasan Andi S, Jonar. (2015). Soteriologi. Yogyakarta: ANDI

Stevanus, Kalis. (2007). Penyesatan Terselubung dalam Gereja Masa Kini. Jogjakarta: Randa’s Family Press

Tong, Stephen. (2014). Dosa, Keadilan, dan Penghakiman. Surabaya: Momentum Wendel, Francois. (2010). Calvin: Asal Usul dan Perkembangan Religiusnya. Surabaya:

Referensi

Dokumen terkait

STKIP Hamzanwadi Selong merupakan salah satu perguruan tinggi swasta di Nusa Tenggara Barat yang sudah berdiri sejak tahun 1972.Dalam mendukung proses bisnisnya pelayanan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar usia SP adalah sudah berusia lanjut dimana seharusnya semakin bertambah bijaksana dan sudah banyak informasi

 Ketika terjadi jurang yang tidak dapat diterima, Davis hanya melihat kemungkinan satu macam reaksi. Teori

Bagian depan kerangka ROV dibuat lebih maju agar dapat melindungi dome kamera yang terbuat acrilyc dari benturan, karena dome adalah bagian yang paling mudah pecah jika

Curahan tenaga kerja pria dalam usahatani padi sawah lebih besar dari pada curahan tenaga kerja wanita , karena pada daerah penelitian usahatani padi sawah merupakan mata

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu secara moril dan materil sehingga penulis

Menghimpun data tugas-tugas dalam suatu pekerjaan, perilaku karyawan yang diperlukan, kondisi kerja, karakteristik dan kemampuan manusia yang dibutuhkan untuk

kegiatan pendampingan yang memadai, masyakat mampu melakukan pengolahan sampah untuk mewujudkan kawasan yang.. Berdasarkan penjabaran diatas, tujuan kegiatan