• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Anak Usia Dini 1. Pengertian Anak Usia dini - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Ibu dan Pembantu Rumah Tangga sebagai Pengasuh Utama dalam Kegiatan Bermain Anak di Lingkungan Perumahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Anak Usia Dini 1. Pengertian Anak Usia dini - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Ibu dan Pembantu Rumah Tangga sebagai Pengasuh Utama dalam Kegiatan Bermain Anak di Lingkungan Perumahan "

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.

Pendidikan Anak Usia Dini

1.

Pengertian Anak Usia dini

Wiwien Dinar Pratisti (2008) memberikan batasan pengertian tentang

anak usia dini yaitu anak usia nol tahun atau setelah lahir sampai usia 6 tahun.

Sedangkan dalam Permendikbud Tahun 2014 No. 146 anak adalah pewaris

budaya bangsa yang kreatif. Sedangkan usia dini adalah masa ketika anak

menghabiskan sebagian besar waktu untuk bermain.

Pada dasarnya anak usia dini memiliki karakteristik, menurut Aisyah

(dalam Juita, 2012) karakteristik anak usia dini adalah:

a)

Memiliki rasa ingin tahu yang besar

b)

Memiliki pribadi yang unik

c)

Suka berfantasi dan berimajinasi

d)

Masa paling potensial untuk belajar

e)

Menunjukkan sifat egosentris

f)

Memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek

g)

Sebagai bagian dari mahkluk sosial

Jadi dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak usia 0

6 tahun

yang tergolong mahkluk sosial yang memiliki sifat dan pribadi yang unik.

2.

Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan Anak Usia Dini merupakan suatu upaya pembinaan yang

ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang

dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki

kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. (Permendikbud 146, 2014)

Menurut Permendikbud 146 (2014) Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD)

merupakan

pendidikan

yang

paling

fundamental

karena

perkembangan anak di masa selanjutnya akan sangat ditentukan oleh berbagai

(2)

Dalam Perpendikbud 146 (2014) pada masa emas ini sekitar 50%

kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 4 tahun, 80% telah

terjadi ketika berusia 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi 100% ketika

berusia 8 sampai 18 tahun. Oleh karena itu anak membutuhkan stimulasi yang

tepat, ajarkan pada anak hal hal yang baik dan positif. Salah satu upaya yang

dapat dilakukan dalam rangka pengembangan potensi tersebut adalah dengan

program pendidikan yang terstruktur. Salah satu komponen untuk pendidikan

yang terstruktur adalah kurikulum.

Saat ini pemerintah sudah memberlakukan kurikulum baru yaitu

kurikulum 2013 dimana dalam pelaksanaan pembelajarannya disesuaikan

dengan kemampuan, minat, dan karakteristik anak usia dini. Karena anak -

anak memiliki karakteristik senang bermain, maka pada pembelajarannya

digunakan prinsip bermain sambil belajar. Dengan bermain maka akan

memudahkan anak dalam belajar berbagai banyak hal. Bermain juga

bermanfaat untuk mengoptimalkan seluruh aspek perkembangan anak.

3.

Teori Perkembangan Lev Vygotsky

Pendekatan Vygotsky yang dikenal sebagai

teori

sosiokultural

(sociocultural theory) adalah penekanan utama diberikan pada pengaruh

interaksi sosial dan kultural dalam perkembangan. Vygotsky berpendapat

bahwa perkembangan anak bergantung pada interaksi anak dengan orang lain

(Salkind, 2010). Jadi anak belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan

teman sebaya yang lebih cakap.

Ketika anak bermain sendiri anak dapat melakukan semua aktivitas

dan menyelesaikan konflik tanpa bantuan dari orang lain berdasar kemampuan

yang dimiliki. Namun ketika anak bermain bersama teman sebaya dan di situ

terdapat orang dewasa, maka orang dewasa tersebut dapat membantu anak saat

anak mendapat konflik yang lebih rumit dan tidak dapat menyelesaikan

sendiri. Mereka dapat belajar dari orang dewasa apa yang belum mereka tahu,

jadi suatu saat ketika mereka mendapat konfik yang sama mereka dapat

(3)

B.

Bermain

Bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan anak. Mereka akan belajar berbagai hal yang mungkin akan berguna

untuk mengembangkan aspek perkembangannya. Seperti pendapat Suyadi &

Maulidya Ulfah (dalam Zaini, 2015) melalui bermain anak diajak untuk berekplorasi

(penjajakan), menemukan, dan memanfaatkan berbeda-beda di sekitarnya.

Suyadi & Maulidya Ulfah (dalam Zaini, 2015) juga mengutip pendapat

Montessori bahwa permainan sebagai “kebutuhan batiniah” setiap anak karena

bermain mampu menyenangkan hati, meningkatkan keterampilan dan meningkatkan

perkembangan anak.

Sedangkan menurut Elizabeth Hurlock seperti yang dikutip oleh Suyadi

(2010) (dalam Zaini, 2015) mendefinisikan bermain atau permainan sebagai aktivitas

- aktivitas untuk memperoleh kesenangan. Menurut Santoso dan Kamtini (dalam

Juita, 2012) bermain merupakan kegiatan atau tingkah laku yang dilakukan anak

secara sendirian atau berkelompok dengan menggunakan alat atau tidak untuk

mencapai tujuan tertentu.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

bermain adalah kegiatan yang dilakukan anak menggunakan alat atau tidak untuk

mendapat kesenangan dan juga meningkatkan kemampuan atau aspek perkembangan

anak usia dini.

Selain memberikan kesenangan dan kepuasan untuk anak, bermain juga

memiliki manfaat untuk anak usia dini. Manfaat utama adalah untuk mengoptimalkan

aspek perkembangan anak usia dini. Berikut manfaat bermain bagi perkembangan

anak usia dini menurut Mayke S. Tedjasaputra (2001) :

a.

Manfaat untuk aspek perkembangan fisik

motorik

Saat kegiatan bermain, anak menggerakkan hampir semua anggota tubuh.

Ini akan membuat anak tumbuh sehat dan kuat karena mereka dapat

menyalurkan energi. Kegiatan seperti melompat, berlari, menitih dan

memanjat saat bermain bebas akan membantu melatih motorik kasar anak.

Sedangkan kegiatan seperti menggambar, mewarnai, meronce dapat

melatih motorik halus anak.

(4)

tentang budaya bermain dilingkungannya. Belajar nerinteraksi dengan

teman dan orang lain yang ada disekitarnya. Ketika bermain bersama

teman mereka juga akan belajar untuk berbagi mainan, mereka akan

belajar bersabar dalam menunggu giliran bermain. Mereka juga akan

belajar bagaimana bersikap dan bertingkah laku agar dapat bekerja sama

dengan teman, bersikap jujur, murah hati dan sebagainya.

c.

Manfaat untuk aspek perkembangan kognitif

Melalui bermain anak dapat belajar tentang berbagai kosep dasar seperti

bentuk, warna, ukuran, arah dan besaran sebagai landasan untuk belajar

menulis, bahasa, matematika dan ilmu pengetahuan lain. Mereka dapat

belajar dengan berbagai kegiatan bermain yang dilakukan diseklah

maupun dirumah dengan segala permainan yang anak miliki. Seperti

bermain memancing ikan, melihat bugu cerita bergambar, ataupun saat

menonton TV.

d.

Manfaat untuk aspek perkembangan bahasa

Melalui bermain dengan teman anak juga akan belajar berkimunikasi,

belajar menggunakan bahasa yang baik dan belajar untuk memahami kata

kata yang diucapkan oleh orang lain. Dengan begitu anak juga akan lebih

banyak mendapatkan kosa kata yang baru yang belum dia ketahui.

Karena bermain itu bermanfaat dan penting untuk mengoptimalkan aspek

perkembangan anak, maka orang dewasa seperti orang tua ataupun pengasuh anak

usia dini harus memahami apa itu bermain. Suatu kegiatan disebut bermain apabila

kegiatan tersebut mengandung 6 prinsip secara menyeluruh.

Pada pembahasan sebelumnya sudah dipaparkan mengenai definisi bermain.

Namun, agar lebih mudah memahami apa itu bermain maka Rahardjo (2016)

mencoba untuk menjabarkan dalam 6 karakteristik/prinsip bermain, yaitu :

1.

Motivasi intrinsik, artinya bahwa kegiatan bermain datang dari keinginan

anak. Bermain merupakan pilihan bebas dan sukarela anak.

2.

Partisipasi aktif, artinya anak dengan sadar melibatkan dirinya (fisik dan

mental) ke dalam kegiatan tersebut.

(5)

4.

Nonliteral, artinya bahwa bermain melibatkan imajinasi pada porsi tertentu.

Terjadi sebuah distorsi realita dalam rangka mengakomodasi kepentingan

pemain.

5.

Kontrol/ peraturan intrinsik, artinya pembuat aturan utama adalah si anak.

Anak yang menentukan bagaimana jalannya bermain dan bagaimana sebuah

material digunakan.

6.

Orientasi pada proses - bukan hasil, artinya inti dari bermain itu adalah

bukan apa karya yang dihasilkan anak tetapi proses bagaimana anak itu

berman.

C.

Peran Orang Dewasa

Permendikbud Tahun 2014 No. 137 menyebutkan bahwa pencapaian

pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal membutuhkan keterlibatan orang

tua dan orang dewasa serta akses layanan PAUD yang bermutu. Peran orang dewasa

(orang tua atau pengasuh) penting dalam mendukung tumbuh kembang anak.

Menurut Roopnarine (2011) peranan orang dewasa atau pengasuh utama

adalah sebagai guru utama anak. Pengasuh utama sebagai guru mampu memotivasi

anak-anak dan mampu mampu mendorong terbentuknya keterampilan baru di rumah.

Untuk itu orang dewasa juga mempunyai peran dalam kegiatan anak bermain di luar

sekolah.

Peran orang dewasa (orang tua, pembantu rumah tangga) dalam kegiatan

bermain anak adalah :

1.

Sebagai Penyedia Alat Permainan (

artist apprentice

)

Menurut Van Hoorn (2011) orang dewasa menyediakan alat permainan

dan tempat sebelum mulai permainan. Selama kegiatan bermain

berlangsung orang dewasa membantu menyingkirkan benda

benda yang

mengganggu, menambah alat permainan atau membereskan permainan

yang tidak digunakan. Sediakan alat permainan yang sekiranya aman dan

sesuai untuk anak usia dini. (Tedjasaputra, 2001; Van Hoorn, 2011)

2.

Sebagai Penyedia Tempat

Selain alat permainan, orang dewasa juga perlu menyediakan tempat

(6)

benda agar tempat bermain lebih leluasa. (Tedjasaputra, 2001; Van Hoorn

2011)

3.

Pendamai (

Peacemaker

)

Orang dewasa dapat membantu anak mengatasi komflik/masalah yang

terjadi dalam permainan anak. (Van Hoorn, 2011)

4.

Pemberi Petunjuk (

Tutor

)

Orang dewasa sebagai pendamping perlu memberikan pentunjuk cara

bermain kepada anak seperlunya ketika anak mendapat alat permainan

yang baru bagi mereka. (Tedjasaputra, 2001; Van Hoorn, 2011)

5.

Pengawas

Terkadang anak bosan bila harus didampingi secara langsung, ada kalanya

orang dewasa hanya perlu mengawasi dari jarak tertentu. (Tedjasaputra,

2001; Van Hoorn, 2011)

6.

Partisipan (

Participant

)

Dalam hal ini guru turut bermain bersama anak, mengikuti apa yang anak

lakukan dan berinteraksi.

7.

Pengatur Waktu

Orang dewasa juga perlu memperhatikan waktu bermain anak. Kapan anak

harus berhenti bermain dan kapan anak harus melakukan kegiatan yang

lain. (Tedjasaputra, 2001; Van Hoorn, 2011)

8.

Guardian Of The Gate

Ketika kegiatan bermain berlangsung, guru berada di luar lingkup bermain

anak. Namun guru juga tetap mengawasi dan mengamati anak. Guru dapat

berperan sebagai orang yang membantu anak yang menonton untuk ikut

bermain aktif dengan teman yang lain. Guru juga dapat mengajak anak

untuk bernegosiasi tentang peran atau kegiatan yang akan dilakukan tanpa

mengehntikan kegiatan bermain. (Van Hoorn, 2011)

9.

Parallel Player

Guru ikut bermain bersama anak, memberikan ide kegiatan tanpa

berinteraksi dengan anak. Dalam hal ini guru ikut bermain dengan anak,

bisa meniru apa yang dilakukan anak. Tetapi bisa juga melakukan variasi

kegiatan yang berbeda dengan anak dan melihat apakah anak akan

menirunya atau tidak. (Van Hoorn, 2011)

(7)

Orang dewasa seharunya dapat menjadi motivasi bagi anak. Berilah anak

pujian ketika anak berhasil melakukan sesuatu yang benar ketika bermain.

Dengan itu anak akan merasa berprestasi dan merasa lebih bersemangat

dalam bermain. (Tedjasaputra, 2001)

Dengan adanya peran orang dewasa tersebut maka kebutuhan anak dalam

bermain dapat terpenuhi. Selain itu peran orang tua merupakan salah satu faktor

pendukung terciptanya

high level of play atau

high quality play, di mana dalam

bermain yang baik anak dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangannya.

Dengan adanya peran orang dewasa sebagai

tutor maka anak akan tahu bagaimana

cara menggunakan alat permainan teersebut. Tidak hanya 1 peran saja, dengan

beberapa peran yang muncul pada orang dewasa anak dapat belajar apa yang belum ia

ketahui. Mereka juga dapat mencoba menyelesaikan konflik yang lebih rumit dengan

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Bermain Angklung (Penelitian Tindakan Kelas di TK Laboratorium Percontohan

Bermain alat musik dapat memberikan wadah bagi anak untuk mengekspresikan diri dengan percaya diri. Permainan yang melibatkan aktivitas fisik akan membantu anak untuk

Permainan edukatif juga dapat berarti sebuah bentuk kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan dari cara atau media pendidikan yang digunakan dalam kegiatan bermain,

Dari uraian diatas dapat kita jelaskan bahwa tahapan-tahapan perkembangan bermain pada anak tentunya dapat di klasifikasikan berdasarkan usia dan jenis main Dengan

Bermain adalah serangkaian kegiatan atau aktifitas anak untuk bersenang-senang apapun kegiatannya, selama itu terdapat unsur kesenangan atau kebahagian bagi anak

Dengan demikian bermain adalah sesuatu yang perlu bagi perkembangan anak dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk memacu perkembangan anak.. Bermain merupakan

Dunia anak adalah bermain, karena bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak. Bermain juga merupakan tuntutan dan kebutuhan bagi anak RA/ TK. Dengan

Menurut (Rasyid, 2012) banyak metode bermain dapat dikembangkan untuk meningkatkan atau mengembangkan aspek perkembangan anak usia dini khususnya pada nilai-nilai agama