• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMAHAMAN POLITIK TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI POLITIK DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2019 (STUDI KASUS DI KECAMATAN SOMBA OPU KABUPATEN GOWA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PEMAHAMAN POLITIK TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI POLITIK DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2019 (STUDI KASUS DI KECAMATAN SOMBA OPU KABUPATEN GOWA)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

OLEH DARWIS SETIADI

10543008914

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

(2)
(3)
(4)

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Darwis Setiadi

NIM : 10543 0089 14

Jurusan : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

Judul Skripsi : Pengaruh Ilmu Politik Warga Negara Terhadap Tingkat Partisipasi Politik Dalam Pemilihan Presiden 2019 (Studi Kasus di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya saya sendiri bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan oleh siapapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, Januari 2020 Yang Membuat Pernyataan

Darwis Setiadi

(5)

SURAT PERJANJIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Darwis Setiadi

NIM : 10543 0082 14

Jurusan : Pendidikan Pancasila dan Kearganegaraan (PPKn) Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut :

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).

2. Dalam penyusunan skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pimpinan fakultas.

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (Plagiat) dalam penyusunan skripsi.

4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2 dan 3, saya akan bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, Januari 2020 Yang Membuat Perjanjian

Darwis Setiadi

(6)

(QS. Al-Mujadillah 58 : 11)

“Jadilah engkau orang yang berilmu (pandai) atau orang yang belajar atau orang yang mendengarkan ilmu atau yang mencintai ilmu. Dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima maka kamu

akan celaka”.

(HR. Baehaqi)

“Lelahku adalah Semangatmu”

(Drs. Abd. Hafid)

“Dimanapun engkau berada selalulah menjadi yang terbaik dan berikan yang terbaik yang bisa kita berikan”

“Kamu harus berproses, Kamu harus berjuang dan Konsisten perjuangkan mimpimu karena ada potensi dalam dirimu”

(Darwis Setiadi)

(7)

Bapak dan Ibu Tercinta

Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada:

Bapak Drs. Abd Hafid dan Ibu Dra. Sima yang telah memberikan kasih

sayang, segala dukungan dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tidak mungkin dapat saya balas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata

cinta dan persembahan.

Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Bapak dan Ibu bahagia karna saya sadar, selama ini belum bisa berbuat yang lebih.

Untuk Bapak dan Ibu yang selalu membuatku termotivasi dan selalu memberikan kasih sayang, selalu mendoakan, selalu menasehati agar menjadi lebih baik,

Terima Kasih Bapak.... Terima Kasih Ibu....

Untuk Saudara

tiada yang paling mengharukan saat kumpul bersama dan menjadi penghibur dikala penat, walaupun sering bertengkar tapi hal itu selalu menjadi warna yang

tak akan bisa tergantikan.

hanya karya

kecil ini yang dapat saya persembahkan.

Maaf belum pernah saya berikan suatu hal pun yang

berarti, tapi aku akan berusaha menjadi yang terbaik untuk kalian…

Almamater tercinta

Universitas Muhammadiyah Makassar

(8)

viii

Somba Opu Kabupaten Gowa). Skripsi Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Muhajir dan Pembimbing II Rismawati.

Penelitian ini dilatarbelakangi masih kurangnya tingkat partisipasi dalam pemilihan presiden 2019 sehingga peneliti ini meneliti pengaruh pemahaman politik terhadap tingkat partisipasi politik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemahaman politik terhadap tingkat partisipasi politik dalam pemilihan presiden jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian kuantitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan cara observasi, dokumentasi dan angket. Teknik analisis data menggukan teknik analisis data kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman politik memberi pengaruh terhadap tingkat partisipasi politik, hal ini dilihat dari nilai signifikansi 0,001 dengan nilai uji-t adalah 1,196. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan jika signifikansi adalah 0,001 < 0,005 maka H0 ditolak itu berarti tidak ada pengaruh pemahaman politik dalam tingkat partisipasi politik sementara H11

diterimah menunjukkan bahwa pemahaman politik mempunyai pengaruh terhadap tingkat partisipasi politik.

Kata Kunci: Pemahaman Politik dan Tingkat Partisipasi Politik.

(9)

ix

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun proposal ini dengan baik, sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Sholawat serta salam tetap tercurah kepada keharibaan pemimpin sang Ilahi Rabbi Nabi Besar Muhammad SAW, Sang revolusioner sejati, Sosok pemimpin yang terpercaya, jujur, dan berakhlak karimah yang telah bersusah payah mengeluarkan manusia dari kungkungan kebiadaban, sehingga sampai saat ini manusia mampu memposisikan diri sebagai warga negara yang senantiasa beriman dan bertaqwa dijalan Allah SWT.

Dengan segala keterbatasan dan kekurangan penulis, proposal ini lahir dan tampil sebagai manifestasi dari suatu usaha yang tak mengenal lelah dan pantang menyerah. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa mulai dari penyusunan, hingga selesai proposal ini ditulis, tidak sedikit hambatan dan tantangan yang dialami penulis. Namun, hambatan dan tantangan tersebut dapat diatasi berkat adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, tidak berlebihan kalau sekiranya pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi- tingginya dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua Orang Tua saya tercinta, Ayahanda Drs. Abd. Hafid dan Ibunda Dra. Sima atas segala doa dan dukungan tak terhingga yang selalu tercurah untuk keberhasilan ananda

(10)

x

Pendidikan Universitas Muhammaddiyah Makassar.

4. Dr. Muhajir, S. Pd., M. Pd. Selaku Ketua Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah dengan tulus ikhlas meluangkan waktunya memberikan arahan selama proses penyusunan proposal ini.

5. Ibu Rismawati, S. Pd., M. Pd. Selaku Dosen Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan membimbing penulis dalam menyelesaikan proposal ini.

6. Dra. Jumiati Nur, M.Pd. Selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Seminar PPKn yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama perkuliahan sebagai bekal di masa sekarang dan masa yang akan datang.

7. Teman teman seperjuanganku khususnya teman kelas PPKn B Angkatan 2014 yang selalu memberi motivasi dan dukungan dalam pembuatan skripsi ini.

8. Serta semua pihak yang telah ikut serta memberikan bantuannya, yang tidak sempat disebutkan namanya satu per satu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas amal ibadah dan bantuan yang diberikan dengan tulus ikhlas serta limpahan rahmat dan karunia-Nya senantiasa tercurah kepada kita. Amin .

(11)

xi

peningkatan kualitas penulis dimasa yang akan datang, karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan.

Mudah-mudahan proposal ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Amin.

Makassar, Januari 2020 Penulis

(12)

xii

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

SURAT PERJANJIAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Definisi Pengaruh ... 7

B. Konsep Pemahaman Politik ... 8

1. Defenisi Pemahaman Politik... 8

(13)

xiii

1. Definisi Partisipasi Politik ... 26

2. Bentuk – Bentuk Partisipasi Politik ... 27

3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik ... 31

D. Penelitian Yang Relevan ………. 34

E. Definisi Operasional Variabel ... 35

F. Kerangka Pikir ... 35

G. Hipotesis Penelitian ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

1. Tempat Penelitian ... 39

2. Waktu Penelitian ... 39

C. Sumber Data Penelitian ... 40

1. Data Primer ... 40

2. Data Sekunder ... 40

D. Populasi dan Sampel ... 40

1. Populasi ... 40

2. Sampel ... 40

E. Instrumen Penelitian ... 41

F. Teknik Pengumpulan Data ... 41

(14)

xiv

B. Deskripsi Data Penelitian... 53

C. Hasil Penelitian dan Analisis Data... 54

D. Pembahasan Data Penelitian ... 65

BAB V PENUTUP... 68

A. Simpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(15)

xv

2.1 Kerangka pikit……….... 37

4.1. Peta Kecamatan Somba Opu... 46

4.2. Tabel Luas Wilayah Kecamatan Somba Opu... 47

4.3. Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Somba Opu... 49

4.4. Tabel Biodata Responden... 53

4.5. Tabel Analisis Data Angket ... 54

4.6. Hasil Uji Hipotesis... 64

(16)

xvi

2.1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian ... 37 4.1 Peta Kecamatan Somba Opu ……… 46 4.2. Rumus T hitung... 64

(17)

xvii 2. Dokumentasi Kegiatan.

3. Lembar Pengesahan Proposal 4. Surat Izin Penelitian

5. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian 6. Daftar Riwayat Hidup

(18)

1

Demokrasi dikenal dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sistem demokrasi rakyat memberikan kesempatan yang sama dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Abdulkarim (2007: 15), pemerintah yang berpegang pada demokrasi merupakan pemerintah yang dipegang oleh rakyat atau setidak-tidaknya diikutsertakan dalam pembuatan suatu keputusan politik, pemerintahan atau kenegaraan.

Partisipasi politik yang merupakan wujud pengejawantahan kedaulatan rakyat adalah suatu hal yang sangat fundamental dalam proses demokrasi.

Partisipasi politik memiliki makna yang sangat penting dalam bergeraknya roda dan sistem demokrasi. Apabila masyarakat memiliki tingkat partisipasi yang tinggi, maka proses pembangunan politik dan praktik demokratisasi di Indonesia akan berjalan dengan baik. Sehingga akan sangat berarti pula terhadap perkembangan bangsa dan negara ini.

Asumsi yang mendasari demokrasi (partisipasi) merupakan orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri. Karena keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan memengaruhi kehidupan warga negara maka warga masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan yang memengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Kegiatan warga negara biasa dibagi dua

(19)

memengaruhi isi kebijakan umum dan ikut menentukan pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

Di Indonesia berpartisipasi politik dijamin oleh negara, tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 yang berbunyi “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang- Undang” dan diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, di mana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh negara mengenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan, dan lain-lain.

Pengetahuan dan pemahaman penting dalam politik demokrasi dan pemilihan presiden. Karena, sebagai warga negara atau sebagai individu tentunya minimal mengetahui dan memahami mengenai masalah-masalah atau isu-isu yang bersifat politis, dengan seperti itu akan mampu meningkatkan kualitas diri dalam berpolitik atau pengetahuan dalam berpolitik. Sikap dan tindakan politik juga penting dalam politik demokrasi dan pemilihan Presiden karena lebih menyadari akan tanggung jawabnya sebagai warga negara yang menentukan masa depan bangsa.

Wujud dari pengetahuan ilmu politik salah satu bentuknya adalah partisipasi politik dalam pemilihan Presiden. Partisipasi politik yang dilandasi oleh kesadaran politik akan mendorong individu menggunakan hak pilihnya secara rasional dan sesuai dengan aspirasi yang bersangkutan. Partisipasi politik akan memunculkan peran aktif masyarakat dalam meningkatkan mutu

(20)

kehidupan dengan melakukan pengawasan ketat atas kebijakan penguasa.

Maka dari itu terciptalah social control yang berasal dari people power yang cerdas dan bermoral. Dari masyarakat seperti ini akan lahir pemimpin- pemimpin yang amanah yang siap untuk mengambil alih kepemimpinan mewujudkan kehidupan damai, sejahtera, adil, dan beradab.

Pengalaman pemilihan Presiden yang berlangsung dalam beberapa dekade menunjukkan banyaknya para pemilih yang tidak memberikan suaranya. Sebagai fenomena penggambaran di atas apabila seseorang memiliki pengetahuan ilmu politik dan kepercayaan kepada pemerintah tinggi maka partisipasi politik cenderung aktif, sedangkan apabila kesadaran politik dan kepercayaan sangat rendah maka partisipasi politik manjadi pasif dan apatis.

Namun kenyataannya, setelah melakukan observasi awal dalam hasil perhitungan suara KPU kecamatan Somba Opu tingkat partisipasi pemilih masih kurang. Persentase partisipasi pemilih hanya mencapai 63% sampai 74%, yang berarti masih banyak pemilih yang tidak berpartisipasi yakni mencapai angka 30% di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka menurut peneliti penelitian ini penting untuk dilakukan karena dalam penelitian akan mengungkapkan bagaimana pengaruh pemahaman politik masyarakat di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa terhadap partisipasi politik dalam pemilihan Presiden tahun 2019. Adakah pengaruh pemahaman politik yang akan memunculkan partisipasi politik yang tinggi atau sebaliknya pemahaman politik yang rendah akan memunculkan partisipasi politik yang rendah pula atau justru dengan

(21)

adanya kesadaran politik yang tinggi memunculkan partisipasi politik masyarakat rendah dalam pemilihan presiden tahun 2019. Rendahnya partisipasi pemilih menjadi gejala umum dalam pemilihan presiden di semua wilayah dan kemungkinan fenomena rendahnya partisipasi pemilih ini juga akan menjadi gejala umum pemilu Indonesia di masa mendatang. Sampai saat ini belum ada penjelasan yang memadai apa yang menyebabkan seorang pemilih untuk tidak ikut memilih, berbagai penjelasan mengenai rendahnya partisipasi pemilih di Indonesia hingga saat ini masih didasarkan pada asumsi dan belum didasarkan pada riset yang kokoh.

Rendahnya partisipasi masyarakat kecamatan somba opu merupakan masalah nasional, sehingga penangannnya tidak selalu diserahkan pada salah satu pihak, diperlukan keikutsertaan seluruh komponen bangsa untuk menangani masalah ini. Setiap wilayah maupun periode pemilihan Presiden selalu ditemukan keunikannya masing-masing. Faktor yang terjadi di masyarakat Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa ialah masyarakat masih banyak yang tidak menggunakan hak pilihnya (Golput) dan masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bagaimana pentingnya menggunakan hak pilihnya, dengan menggunakan hak pilih kita berarti sedang menggunakan hak kita untuk berpendapat dan juga memilih yang terbaik menurut kita.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang “Pengaruh Pemahaman Politik Terhadap Tingkat Partisipasi Politik dalam Pemilihan Presiden 2019 (Studi Kasus di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa)”

(22)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh Pemahaman politik terhadap tingkat partisipasi politik dalam pemilihan presiden 2019 di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemahaman politik terhadap tingkat partisipasi politik dalam pemilihan presiden 2019 di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

D. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan atau manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa dalam berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

2. Secara Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian bagi Pemerintah khusunya di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam

(23)

setiap pemilihan Presiden. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran partisipasi politik masyarakat Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa serta untuk memberikan konstribusi seberapa jauh pengaruh Pemahaman politik terhadap partisipasi politik dalam pemilihan Presiden di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

(24)

7 A. Definisi Pengaruh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000: 879) pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, dan perbuatan seseorang. Dari pengertian di atas telah dikemukakan sebelumnya bahwa pengaruh adalah merupakan sesuatu daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain.

Menurut Poerwardarminta (1983: 731) menyatakan bahwa pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu, baik orang maupun benda dan sebagainya yang berkuasa atau yang berkekuatan dan berpengaruh terhadap orang lain.

Menurut Badudu dan Zain (1994: 1031) pengaruh adalah daya yang menyebabkan sesuatu terjadi; sesuatu yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain; dan tunduk atau mengikuti karena kuasa dan kekuatan orang lain.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh adalah sebagai suatu daya yang ada timbul dari suatu hal yang dapat membentuk dan mengubah sesuatu yang memiliki akibat atau hasil dan dampak yang ada.

(25)

B. Konsep Pemahaman Politik 1. Defenisi Pemahaman Politik

Mengenai pengertian pemahaman politik, maka ada baiknya terlebih dahulu dipaparkan mengenai pengertian pemahaman, bagaimana pemahaman itu diperoleh, serta sumber-sumber pemahaman tersebut.

Istilah “pemahaman” dipergunakan untuk menyebut ketika manusia mengenal sesuatu. Unsur pemahaman adalah yang mengetahui, diketahui, serta kesadaran tentang hal yang ingin diketahuinya itu. Oleh karena itu, pemahaman selalu menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang ingin diketahuinya (Soyomukti, 2011: 152).

Pemahaman adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu (Surajiyo, 2010:

26).

Semua pemahaman hanya dikenal dan ada di dalam pikiran manusia, tanpa pikiran maka pemahaman menjadi tidak eksis. Oleh karena itu, keterkaitan antara pemahaman dengan pikiran merupakan sesuatu yang kodrati. Bahm (dalam Surajiyo, 2010) menyebutkan ada delapan hal penting yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia, yaitu sebagai berikut:

1) Mengamati (to observe); pikiran berperan dalam mengamati objekobjek.

Dalam melaksanakan pengamatan terhadap objek itu maka pikiran haruslah bentuk kesadaran. Kesadaran adalah suatu karakteristik tau

(26)

fungsi pikiran. Kesadaran jiwa ini melibatkan dua unsur penting, yakni kesadaran untuk hakiki dalam pengetahuan intuisi. Intuisi senantiasa hadir dalam kesadaran ini melibatkan pula fungsi-fungsi pikiran yang lain.

2) Menyelidiki (to inquire); ketertarikan pada objek dikondisikan oleh jenis-jenis objek yang terampil. Tenggang waktu atau durasi minat seseorang pada objek itu sangat terganggu pada “daya tariknya”.

Kehadiran dan durasi suatu minat biasanya bersaing dengan minat lainnya, sehingga paling tidak seseorang memiliki banyak minat pada perhatian yang terarah. Minat-minat ini ada dalam banyak cara. Ada yang dikaitkan dengan kepentingan jasmaniah, permintaan lingkungan, tuntutan masyarakat, tujuan-tujuan pribadi, konsepsi diri, rasa tanggung jawab, rasa kebebasan bertindak, dan lain-lain. Minat terhadap objek cenderung melibatkan komitmen, kadangkala komitmen ini hanya merupakan kelanjutan atau menyertai pengamatan terhadap objek.

Minatlah yang membimbing seseorang secara alamiah untuk terlibat ke dalam pemahaman pada objek-objek.

3) Percaya (to believe); manakala suatu objek muncul dalam kesadaran, biasanya objek-objek itu diterima sebagai objek yang menampak. Kata percaya biasanya dilawankan dengan keraguan. Sikap menerima sesuatu yang menampak sebagai pengertian yang memadai setelah keraguan, dinamakan kepercayaan.

(27)

4) Hasrat (to desire); kodrat hasrat ini mencakup kondisi biologis serta psikologis dan interaksi dialektik antara tubuh dan jiwa. Karena pikiran dibutuhkan untuk aktualisasi hasrat, kita dapat mengatakannya sebagai hasrat pikiran. Tanpa pikiran tidak mungkin ada hasrat.

5) Maksud (to intend); kendatipun memiliki maksud ketika akan menobservasi, menyelidiki, mempercayai, berhasrat, namun sekaligus perasaannya tidak berbeda atau bahkan terdorong ketika melakukannya.

6) Mengatur (to organize); setiap pikiran adalah suatu organisasi yang teratur dalam diri seseorang. Pikiran mengatur:

a) Melalui kesadaran yang sudah menjadi. Kesadaran adalah suatu kondisi dan fungsi mengetahui secara bersama;

b) Melalui intuisi yakni kesadaran penampakan dalam setiap kehadiran;

c) Manakala ia mengatasi setiap kehadiran melalui gap ketidaktahuan dalam penampakan untuk menghasilkan kesadaran lebih lanjut seperti rasa bangun tidur;

d) Melalui panggilan untuk memunculkan objek, dan berperan serta dalam pembentukan objek-objek ini dari sesuatubyang mendorong untuk diatur melalui otak;

e) Melalui pengingatan dan mendukung penampakan pada objekobjek yang hadir, minat, dan proses;

f) Melalui pengantisipasian, peramalan, dan menjadikan kesadaran terhadap objek-objek yang diramalkan;

(28)

g) Melalui proses generalisasi, yaitu dengan mencatat kesamaan diantara berbagai objek dan menyatakan dengan tegas tentang kesamaan itu.

7) Menyesuaikan (to adapt); menyesuaikan pikiran sekaligus melakukan pembatasan-pembatasan yang dibebankan pada pikiran melalui kondisi keberadaan yang mencakup dalam otak dan tubuh di dalam fisik, biologis, lingkungan sosial dan kultural dan keuntungan yang terlihat pada tindakan, hasrat, dan kepuasan.

8) Menikmati (to enjoy); pikiran-pikiran mendatangkan keasyikan. Orang yang asyik dalam menekuni suatu persoalan, ia akan menikmati itu dalam pikirannya.

Aristoteles memandang bahwa politik sangat perlu untuk membahas tentang warga Negara sebagai entitas dasar negara-kota. Karena baik atau buruknya suatu polis akan sangat bergantung pada kesepakatan yang seragam demi tercapainya tujuan polis, yakni: kebaikan bersama, maka kesatuan maupun keragaman harus eksis diantara warga negara (Agustino, 2007: 5). Merujuk dari apa yang disampaikan oleh Aristoteles setidaknya kita mendapatkan beberapa hal penting untuk dapat mendefinisikan apa itu politik. Pertama, politik membahas tentang negara yang dalam konteks kelaluan dikenal dengan polis. Pembahasan ini khususnya berkonsentrasi pada bentuk ideal dari suatu negara. Kedua, terkait dengan hal yang pertama, maka politik akan sangat pasti bersinggungan dengan kekuasaan.

Untuk mewujutkan kota atau negara terbaik seperti yang dicitakan

(29)

Aristoteles dan pemikir filsafat awal, mengenai kebaikan bersama, perlu kiranya kekuasaan dimiliki oleh pihakpihak yang akan mengelola negara.

Kekuasaan dalam hal ini sangat diperlukan agar sistem-sistem (khususnya sistem politik) yang dibangun dapat sesuai dengan tujuan yang hendak diraih. Ketiga, merujuk pada penggambaran Aristoteles tentang polis, maka dapat disarikan bahwa politik pun membahas tentang keberadaan warga negara sebagai entitas penting dalam kehidupan bernegara. Entitas yang tentu saja diinginkan oleh Aristoteles adalah entitas yang memiliki keseragaman nilai dan tujuan sehingga penciptaan tujuan akan mudah untuk dilakukan.

Secara terminologis, politik (politics) dapat diartikan sebagai berikut. Misalnya, Laswell memberikan pengertian secara klasik (classic formulation) tentang politik, yaitu “politics as who gets what, when and how”. Miriam Budiardjo mengartikan politik yaitu bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.

Pengertian yang lebih komprehensif tentang politik dikemukakan Ramlan Surbakti yaitu interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

Miriam Budiardjo (2008: 14) menjelaskan bahwa dewasa ini definisi mengenai politik yang sangat normatife itu telah terdesak oleh definisi-definisi lain yang lebih menekankan pada upaya (means) untuk

(30)

mencapai masyarakat yang baik, seperti kekuasaan, pembuatan keputusan, kebijakan, alokasi nilai, dan sebagainya. Namun demikan, pengertian politik sebagai usaha untuk mencapai suatu masyarakat yang lebih baik dari pada yang dihadapinya, atau yang disebut Peter Merkl: “politik dalam bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan berkeadilan (politics, at its best is a noble quest for a good order and justice)”.

Miriam Budiardjo (2008: 15) juga menjelaskan bahwa pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat kearah kehidupan bersama harmonis. Usaha menggapai the good life ini menyangkut bermacammacam kegiatan yang antara lain menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem, serta cara-cara melaksanakan tujuan itu.

Jason Barabas, dkk menjelaskan tentang Pengetahuan Politik Dalam jurnal “The Question(s) of Political Knowledge” dimana “political knowledge is a central concept in the study of publik opinion and political behavior”. Pengetahuan politik merupakan merupakan konsep sentral dalam studi opini publik dan perilaku politik. Pengetahuan politik merupakan dasar dari perilaku politik seseorang, hal ini dapat dijelaskan dalam prespektif behavior dan pendekatan psikologis. Menurut Outhwaite yang dikutip oleh Karimi (2012: 33), secara sederhana perilaku dapat diartikan sebagai “setiap tindakan manusia yang dapat dilihat”. Namun

(31)

dalam prespektif behaviorisme, makna perilaku adalah apa yang dilakukan oleh organisme, bukan sekedar bagaimana organisme itu bergerak. Meski pada awalnya behaviorisme muncul dari bidang ilmu psikologi yang tidak puas dengan pendekatan introspeksi dan menyarankan pengambilan data dari studi perilaku yang bisa diamanti, namun behaviorisme kemudian juga dipakai dalam bidang yang lain, terakhir dalam ilmu politik. Namun sebagaimana diingatkan oleh David Easton, behaviorisme dengan pendekatan politik tidak boleh dicampuradukkan dengan behavior yang merupakan konsep psikologi yang dirintis oleh J.B Watson dan bertujuan yntuk melenyapkan dari penelitian ilmiah apapun referensi yang digunakan data yang bersifat subyektif, seperti maksud-maksud, tujuan serta ide.

Menurut Nasiwan (2012: 33) bahwa paham teori behavioralisme menitikberatkan perhatian pada tindakan politik individu yang menonjolkan sejauh mana peranan pengetahuan politik seseorang sehingga terpengaruh pada perilaku politiknya. Penggagas teori ini adalah seorang filsuf skeptik David Hume, William James, Charles S. Pierre, John Dewey, dan David Easton. Behaviorisme mencoba mereduksi fenomena mental manusia menjadi pola-pola perilaku, dan perilaku menjadi proses-proses fisiologis yang diatur oleh hukum-hukum fisika dan kimia. Behaviorisme meletakkan perilaku sebagai hasil proses belajar sebagai topic sentralnya.

Kaum behavioraisme menitikberatkan perhatiannya pada tindakan publik yang benar, teori mereka berakar pada teori proses belajar masyarakat, tentang bagaimana cara belajar masyarakat melalui

(32)

pengalaman trial and error. Mereka menghindari hal-hal spekulatif, dan analisis rasionalistis para filsuf politik sehingga tidak meyakini perspektif metafisika dan hal-hal yang berbau intuitif. Mereka mengutamakan buktibukti empiris yang berupa tingkah laku politik manusia, hal yang berdasarkan penelitian dan observasi, serta memiliki ketertarikan pada filsafat ilmu dan menguatkan metode-metode ilmiah. Teori sistem umum dipercaya juga sebagai akar dari kemunculan teori behavioralis. Teori ini mengatakan bahwa motivasi utama tindakan atau perilaku politik manusia adalah hasrat untuk melipatgandakan kemanfaatan akan sesuatu yang bernilai. Menurut Surbakti (2010: 11), behavioralisme memandang politik dari segi apa adanya (what it is) yang berupaya menjelaskan mengapa gejala politik tertentu terjadi seperti itu, kalau mungkin memperkirakan juga gejala politik apa yang akan terjadi. Behavioralisme melihat plitik sebagai kegiatan (perilaku), yang berawal dengan asumsi terdapat keajegan atau pola dalam perilaku manusia. Oleh karena itu, politik sebagai pola perilaku dapat dijelaskan dan diperkirakan. Termasuk behavioralisme dalam hal ini yang berupa kekuasaan, konflik, fungsionalisme. Perbedaan behavioralis dengan ilmuwan ilmu sosial lain adalah ketegasan mereka bahwa (Marsh, 2012: 53):

a. Perilaku yang dapat diteliti (observable behavior), apakah itu berada pada tingkat individu atau kumpulan sosial, harus menjadi fokus analisis; dan

(33)

b. Penjelasan apapun tentang periaku tersebut harus mudah diuji secara empiris.

Para ilmuwan yang bekerja dalam tradisi behavioral telah menyelidiki banyak cakupan masalah yang substantif. Behavioralis telah secara mendalam menganalisis alasan yang mendasari bentuk utama partisipasi politik di negara demokratis misalnya dalam pengambilan suara. Nasiwan (2012) menjelaskan, dalam model psikologi berbicara tentang permasalahan motivasi dan tanggapan. Poin penting dalam model psikologi tersebut meliputi semacam identitas, harga diri, ketidakpastian, daya untuk menjalani proses belajar, courage dalam pengambilan keputusan dan risiko, decision making (pembuatan keputusan). Tiga faktor yang dominan dalam pendekatan psikologis adalah cara berfikir individual tentang: (1) loyalitas terhadap partai politik, (2) evaluasi terhadap caloncalon dan, (3) isu-isu yang berkembang pada saat itu. Cara berfikir (attitude) menentukan perilaku (behavior). Model psikologi, menurut David E. Apter, model ini berusaha memahamkan tentang tingkah laku yang menekankan proses belajar masyarakat dengan variabel seperti:

a. Situasi stimulant yang membangkitkan tindakan di dalam lingkungan (menggabungkan diri dengan partai politik, sebagai bemtuk upaya memperoleh akses kekuasaan).

b. Timbulnya semacam dorongan sehingga melakukan sebuah upaya guna memperoleh respon yang memuaskan (memberikan kesetiaan kepada partai politik hingga memperoleh kekuasaan dan jabatan

(34)

publik yang mengundang respon memuaskan semacam penghargaan dari orang lain yang dipimpinnya).

c. Variabel individu semacam keturunan, usia, jenis kelamin, kondisi fisikologis yang menentukan cara seseorang memahami suatu kesempatan yang tersedia.

Surbakti (2010: 187) menjelaskan bahwa pendekatan psikologi sosial sama dengan penjelasan yang diberikan dalam model perilaku politik. Salah satu konsep psikologi sosial yang digunakan untuk menjelaskan perilaku untuk memiliki pada pemilihan umum berupa identifikasi partai. Konsep ini merujuk pada persepsi pemilih atas partaipartai yang ada atau keterikatan emosional pemilih terhadap partai tertentu. Konkretnya, partai yang secara emosional dirasakan sangat dekat dengannya merupakan partai yang selalu dipilih tanpa terpengaruh oleh faktor-faktor lain. Selain itu, tingkah laku psikologis menerjemahkan bahwa dalam tingkah laku politik adalah ia (manusia) bersama kepentingan, tujuan, dan motivasi yang mengakibatkan proses belajar, pemahaman, kognisi, dan simbolis. Proses-proses pembelajaran politik behavioral sosialisasi. Seorang anak yang proses belajar sosialisasinya sebagian besar adalah keluarga, hasil belajarnya akan diperkuat dengan pergaulan mereka bersama teman-teman sebayanya. Termasuk pembelajaran dalam partisipasi politik, seperti mengikuti pemilu, bergabung dengan partai politik hingga menjadi seorang dewan sekalipun.

Pola pembelajaran yang akan mentransformasikan diri si anak akan

(35)

menata suatu bangunan struktur kepercayaan yang dianut olehnya sehingga membatasinya dari perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai sosial. Proses ini sangat fundamental dan berakar kuat dalam kepribadian anak. Semakin berkembang seorang anak dalam kemampuan berpikirnya dengan sendiri ia akan menggeneralisasikan orientasi politik ketika ia mulai mengenal nilai-nilai antisosial. Selain itu, pusat kajian proses politik semacam pembentukan front, aasan dipilihnya seorang politisi dalam pemilu. Dalam proses ini individu semakin mengenal kontak yang memiliki jangkauan politis yang luas.

2. Terjadinya Pemahaman Politik

Sebagai alat untuk mengetahui terjadinya pengetahuan menurut John Hospers dalam bukunya “An Introduction to Philosophical Analysis” mengemukakan ada enam hal, yaitu sebagai berikut (Surajiyo,

2010: 28 - 30):

1. Pengalaman Indra (Sense Experience)

Orang sering merasa penginderaan merupakan alat paling vital dalam memperoleh pengetahuan. Dalam hidup manusia tampaknya penginderaan adalah satu-satunya alat untuk menyerap segala sesuatu objek yang ada di luar diri manusia. Aristoteles berpendapat bahwa pengetahuan terjadi bila subjek diubah di bawah pengaruh obek, artinya bentuk-bentuk dari dunia luar meninggalakan bekas-bekas dalam

(36)

kehidupan batin. Objek masuk dalam diri subjek melalui persepsi indra (sensasi).

2. Nalar (reason)

Nalar adalah salah satu corak berfikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapat pengetahuan baru. Hal-hal yang perlu dipehatikan dalam masalah ini adalah tentang asas-asas pemikiran berikut.

a) Principium Identitas, asas ini juga biasa disebut asas kesamaan b) Principium Contradictionis, asas ini biasa disebut sebagai asas

pertentangan

c) Principium Tertii Exclusi, asas ini biasa disebut sebagai asas tidak adanya kemungkinan ketiga.

3. Otoritas (authority)

Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya. Pengetahuan yang terjadi karena adanya otoritas adalah pengetahuan yang terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain mempunyai pengetahuan

4. Intuisi (intuition)

Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses kejiwaan dengan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untk membuat pernyataan yang berupa pengetahuan. Peran intuisi sebagai sumber pengetahuan karena intuisi merupakan suatu kemampuan yang ada dalam diri manusia yang mampu melahirkan pernyataan-pernyataan yang berupa pengetahuan.

(37)

5. Wahyu (revelation)

Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada nabi- Nya untuk kepentingan umatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena ada kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu.

Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu secara dogmatic akan melaksanakan dengan baik. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita mengenal sesuatu dengan melalui kepercayaan kita.

6. Keyakinan (faith)

Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber pengetahuan yang berupa wahyu dan keyakinan ini sangat sukar untuk dibedakan secara jelas karena keduanya menetapkan bahwa alat lain yang dipergunakannya adalah kepercayaan (Surajiyo, 2010: 28-30)

C. Sumber Pemahaman Politik

Manusia berusaha mencari pengetahuan dan kebenaran, yang dapat diperolehnya dengan melalui beberapa sumber. Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain sebagai berikut:

1) Empirisme

Aliran ini berpendapat, bahwa empiris atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah maupun yang lahiriah. Dalam hal ini, harus ada tiga hal, yaitu yang

(38)

mengetahui (subjek), yang diketahui (objek), dan cara mengetahui (pengalaman). Pengalaman tiada lain merupakan akibat suatu objek yang merangsang alat inderawi, yang secara demikian menimbulkan rangsangan syaraf yang diteruskan ke otak. Di dalam otak, sumber rangsangan tadi dipahami sebagaimana adanya, atau berdasarkan atas rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi tadi. Menurut penganut empirisme, begitulah pengetahuan terjadi.

2) Rasionalisme

Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal). Hanya pengetahuan melalui akalah yang memenuhi syarat yang dituntut ole sifat umum dan yang perlu mutlat, yaitu syarat yang dipakai oleh semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang didapatkan oleh akal. Akal dapat menurunkan kebenaran dari pada dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas pertama yang pasti (Surajiyo, 2010: 33).

3) Intuisi

Banyak kalangan yang menyebutkan bahwa intuisi dapat menjadi sumber pengetahuan. Dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses penalaran tertentu.

Henry Bergson, misalnya, menganggap intuisi merupakan hasil

(39)

evolusi pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal. Intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat analitis, dan memberikan kepada kita kesluruhan yang bersahaja, yang mutlak tanpa ungkapan, terjemahan atau penggambaran secara simbolis. Maka menurut Bergon, intuisi ialah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuisi (Kattsoff, 2004: 141).

4) Fenomenalisme Ajaran Kant

Bagaimana memperoleh pengetahuan? Menurut Kant, itu tergantung pada macam pengetahuan. Kant membedakan empat macam pengetahuan, yang ia golong-golongkan sebagai berikut:

a. Yang analitis a priori b. Yang sintetis a priori c. Yang analitis a posteriori d. Yang sintetis a posteriori

Pengetahuan a priori ialah pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman atau, yang ada sebelum pengalaman; pengetahuan a posteriori terjadi sebagai akibat pengalaman; pengetahuan analistis merupakan hasil analisa; dan pengetahuan sisntesis merupakan hasil keadaan yang

(40)

mempersatukan dua hal yang biasanya terpisah. Pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-unsur yang a priori disebut pengetahuan analitis apriori (Kattsoff, 2004: 139).

Pengetahuan sintesis a priori dihasilkan oleh penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk pengalamannya sendiri dan penggabungan unsur-unsur yang tidak saling bertumpu. Misalnya, 7 + 5 = 12 merupakan contoh pengetahuan semacam itu. Kant yakin bahwa sebagian besar kebenaran matematika bersifat semacam itu.

Contoh kedua dari macam pengetahuan ialah proposisi yang menyatakan bahwa setiap kejadian mempunyai sebab.

Sesungguhnya Kant mengira bahwa banyak di antara metafisika bersifat semacam itu. Pengetahuan sintetis a posteriori diperoleh setelah ada pengalaman. Pengetahuan ini merupakan bentuk pengetahuan empiris yang lazim (Kattsoff, 2004: 139).

5) Metode ilmiah

Perkembangan ilmu-ilmu alam merupakan hasil penggunaan secara sengaja suatu metode untuk memperoleh pengetahuan yang menggabungkan pengalaman dan akal sebagai pendekatan bersama, dan menambahkan suatu cara untuk menilai penyelesaian - penyelesaian yang disarankan (Kattsoff, 2004: 143). Metodologi merupakan hal yang mengkaji urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri

(41)

ilmiah. Pada dasarnya di dalam ilmu pengetahuan dalam bidang dan disiplin apapun, baik ilmu-ilmu humaniora, sosial maupun ilmu- ilmu alam masing-masing menggunakan metode yang sama. Jika ada perbedaan, hal itu tergantung pada jenis, sifat, dan bentuk objek material dan objek formal yang tercakup di dalamnya pendekatan (approach), sudut pandang (point of view), tujuan, dan ruang lingkup (scope) masingmasing disiplin itu (Surajiyo, 2010: 35).

Metode ilmiah mengikuti prosedur-prosedur tertentu yang sudah pasti yang dipergunakan dalam usaha memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapi oleh seorang ilmuwan (Kattsoff, 2004: 143).

Selain sumber pengetahuan yang disebutkan di atas, pengetahuan dan pemahaman tentang politik dapat diperoleh dari sosialisasi politik.

Sosialisasi politik adalah suatu proses yang dilalui seseorang dalam memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang ada dalam masyarakat tempat orang itu berada. Sosialisasi politik juga mencakup proses penyampaian norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sosialisasi politik berperan mengembangakan serta memperkuat sikap politik di kalangan warga masyarakat atau melatih warga masyarakat menjalankan peran-peran politik tertentu. Dengan sosialisasi politik diharapkan setiap orang menjadi warga masyarakat yang sadar politik, yaitu sadar akan hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama (Sastroatmodjo, 1995: 120). Maran

(42)

(Sukidin, 2012: 81) menjelaskan bahwa sosialisasi politik adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang individu bisa mengenali sistem politik, yang kemudian menentukan sifat persepsi-persepsinya mengenai sistem politik sera reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik.

Sosialisasi politik menurut Michael Rush dan Phillip Althoff (2008: 47), bahwa sosialisasi politik adalah proses yang berlangsung lama dan rumit yang dihasilkan dari usaha saling mempengaruhi di antara kepribadian individu dengan pengalaman-pengalaman politiknya yang relevan.

Pengalaman tersebut tidak perlu khas bersifat politik dengan sendirinya, akan tetapi pengalaman tersebut disebut relevan karena memberi bentuk terhadap tingkah laku politiknya.

Fungsi sosialisasi politik itu sangat penting sebab sosialisasi politik meningkatkan pengetahuan politik dan pemahaman masyarakat tentang kehidupan politik yang pada gilirannya dapat mendorong tumbuhnya partisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Hal itu sejalan dengan konsep demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat yang berarti rakyat harus berpartisipasi dalam kehidupan politik. Proses sosialisasi tersebut diharapkan terjadi secara merata di seluruh lapisan masyarakat agar pengetahuan dan pemahaman tentang kehidupan politik tidak hanya menjadi monopoli kalangan elit politik (Sastroatmodjo, 1995:120). Thio (Sukidin, 2012: 81) berpendapat bahwa sosialisasi politik adalah proses dimana individu-individu memperoleh pengetahuan, kepercayaan-kepercayaan, dan sikap politik.

(43)

C. Konsep Partisipasi Politik 1. Definisi Partisipasi Politik

Secara etimologis, konsep partisipasi dapat ditelusuri akar katanya dari bahasa Inggris, yaitu kata part yang berarti bagian. Jika kata part dikembangkan menjadi kata kerja, maka kata ini menjadi to participate, yang bermakna turut ambil bagian. Dari penjelasan etimologis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa politik sebagai sesuatu yang berhubungan antara warga negara pada suatu (negara) kota. Sedangkan akar katanya dari bahasa Inggris adalah politics, yang bermakna bijaksana. Maka dari itu politik dapat dipahami sebagai suatu proses dan sistem penentuan dan pelaksanaan kebijakan yang berkaitan dengan warga negara dalam negara (kota).

Partisipasi dilakukan menurut kemampuan, kesiapan, dan kesempatan masing-masing. Setiap warga negara perlu memersiapkan diri agar mampu berpartisipasi aktif dalam sistem politik yang ada. Partisipasi politik bukanlah dominasi setiap warga negara. Partisipasi politik berhaluan kepada kehendak untuk memengaruhi pemerintah yang sedang berkuasa.

Menurut Sastroatmodjo (1995: 68) yang menyatakan partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara preman yang bertujuan untuk memengaruhi keputusan pemerintah. Dengan demikian terdapat penjelasan tentang siapa yang berpartisipasi secara jelas, prosesnya dan tujuan partisipasi tersebut. Subyek pokoknya ialah warga negara. Prosesnya adalah

(44)

memengaruhi kondisi yang sedang terjadi dalam pemerintah. Tujuannya ialah memengaruhi keputusan pemerintah.

Partisipasi politik bertujuan untuk memengaruhi mekanisme pemerintahan, namun selain itu juga perlu diperjelas bahwa partisipasi politik memiliki kepentingan lain yaitu sebagai alat kontrol bagi berjalannya suatu sistem. Bahkan lebih jauh lagi bahwa partisipasi politik adalah suatu media untuk mengembangkan sistem politik untuk mekanisme politik itu hidup dan berjalan sesuai dengan prosesnya. Pada akhirnya sistem politik dapat berjalan kearah tujuan dengan stabil dan sukses.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, diketahui bahwa partisipasi politik merupakan kegiatan warga masyarakat dalam berbagai struktur masyarakat baik disadari atau pun tidak untuk memengaruhi proses-proses politik dalam penentuan pengambilan kebijakan pemerintah, serta sebagai mekanisme kontrol bagi berlangsungnya dan hidupnya sistem politik.

2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik

Pada umumnya partisipasi politik dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan ataupun kesadaran dan kepercayaan seseorang terhadap sistem politik yang ada di lingkungannya. Dari sini akan ditentukan pula berbagai tipe atau bentuk partisipasi dalam masyarakat.

Menurut Alfian (1986: 225-277) mengemukakan empat macam partisipasi politik: pertama, kalau pengetahuan/kesadaran politik masyarakat tinggi dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik juga tinggi, maka masyarakat akan berpartisipasi secara aktif. Partisipasi masyarakat sehat karena mereka loyal dan mendukung sistem politik.

(45)

Kedua, partisipasi politik terjadi kalau pengetahuan/kesadaran politik yang tinggi diikuti oleh kepercayaan yang rendah terhadap sistem politik yang berlaku. Suasana ini mengundang adanya sikap dan tingkah laku yang tampak membangkang, disertai sikap kurang atau tidak responsif dari masyarakat yang berkuasa dalam sistem politik itu. Ketiga, terjadi jika pengetahuan/kesadaran yang rendah berkaitan dengan kepercayaan yang tinggi terhadap sistem politik. Dalam suasana seperti itu, masyarakat memang tidak aktif berpolitik.

Keempat, muncul bilamana pengetahuan/kesadaran politik yang rendah berkaitan dengan kepercayaan yang rendah pula terhadap sistem politik. Dalam hal ini, walaupun masyarakat bersikap pasif, namun dalam kepasifannya itu masyarakat tertekan, terutama oleh karena perlakuan yang masyarakat anggap sewenang-wenang dari penguasa. Dari pendapat itu diketahui adanya empat tipe partisipasi, yaitu partisipasi politik aktif, membangkang, tradisional, dan pasif.

Menurut Budiyanto (2006: 181) menyatakan bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara, dapat dibedakan dalam kegiatan politik yang berbentuk konvensional dan non-konvensional, termasuk yang mungkin legal maupun ilegal, penuh kekerasan dan revolusioner. Berikut ini adalah bentuk-bentuk partisipasi politik:

a. Konvensional

1) Pemberian suara (votting);

2) Diskusi politik;

3) Kegiatan kampanye;

4) Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan; dan 5) Komunikasi individual dengan pejabat politik administrasi.

(46)

b. Non-Konvensional 1) Pengajuan petisi;

2) Berdemonstrasi;

3) Konfrontasi;

4) Mogok;

5) Tindak kekerasan politik terhadap harta benda, perusakan, pemboman, dan pembakaran; dan

6) Tindak kekerasan politik terhadap manusia, penculikan, pembunuhan, dan perang gerilya revolusi.

Dari uraian pendapat di atas, berbagai bentuk partisipasi politik terbagi dalam berbagai macam bentuk sesuai dengan tingkat pemahaman dan minat serta respon atau tanggapan setiap individu tersebut terhadap politik. Tetapi hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa bentuk partisipasi politik itu dapat dibedakan dalam bentuk yang aktif dan yang pasif.

Adapun bentuk yang aktif antara lain: partisipasi melalui organisasi politik atau kemasyarakatan yang ada, rapat umum atau demonstrasi, penyaluran melalui media massa, pemberian suara dan serta diskusi politik termasuk juga di dalamnya ialah tindak kekerasan politik. Sedangkan yang termasuk dalam partisipasi politik pasif di antaranya ialah aliensi dan apatisme terhadap politik. Jika seolah-olah dalam sikap apatisme politik seseorang atau individu tidak terlibat dalam suatu proses politik. Tetapi dari sikapnya itu cukup diketahui bahwa sesungguhnya individu memiliki penilaian tersendiri terhadap politik. Sehingga sikapnya itu dapat dianggap sebagai partisipasi politik dalam bentuk lain.

Menurut Huntington dan Nelson (1994: 16-17) menemukan bentuk- bentuk partisipasi politik yang berbeda, yaitu:

a. Kegiatan pemilihan;

b. Lobbying;

(47)

c. Kegiatan organisasi;

d. Mencari koneksi (contacting);

e. Tindak kekerasan (violence).

Dalam penelitian ini, salah satu bentuk partisipasi politik yang digunakan adalah kegiatan pemilihan atau dalam hal ini adalah kegiatan pilpres 2019. Kegiatan adalah aktivitas, usaha, dan pekerjaan. Dimana menurut Huntington dan Nelson (1994), kegiatan pemilihan mencakup suara, juga sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan memengaruhi hasil proses pemilihan.

Menurut Surbakti (2007: 144) membedakan tipe partisipasi masyarakat ke dalam empat macam, yaitu:

a. Partisipasi Aktif

Kegiatan warga negara yang senantiasa menampilkan perilaku tanggap (responsif) terhadap berbagai tahapan kebijakan pemerintah atau dengan kata lain apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah yang tinggi, maka partisipasi politik cenderung aktif.

b. Partisipasi Militan-Radikal

Kegiatan warga negara yang senantiasa menampilkan perilaku tanggap (responsif) terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Namun berbeda dari partisipasi aktif, yang cenderung mengutamakan cara-cara konvensional, partisipasi ini cenderung mengutamakan cara-cara non konvensional, termasuk di dalamnya cara-cara kekerasan atau dengan kata lain apabila kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat rendah, maka akan melahirkan militan radikal.

c. Partisipasi Pasif

Kegiatan warga negara yang menerima/menaati begitu saja segala kebijakan pemerintah. Jadi, partisipasi pasif cenderung tidak memersoalkan apapun kebijakan politik yang dibuat pemerintah atau dengan kata lain apabila kesadaran politik sangat rendah tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat tinggi, maka akan melahirkan partisipasi yang tidak aktif (pasif).

d. Partisipasi Apatis

Kegiatan warga negara yang tidak mau tahu dengan apapun kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah. Umumnya, warga masyarakat bertindak demikian karena merasa kecewa dengan pemerintah dan sistem politik yang ada atau dengan kata lain apabila

(48)

seseorang tingkat kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah rendah, maka partisipasi politik cenderung pasif-tertekan (apatis).

3. Faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi politik

Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah yang tinggi maka partisipasinya cenderung aktif, Sebaliknya jika kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah rendah maka partisipasi politiknya cenderung pasif.

Berdasarkan teori Paige (2007:153), jika ilmu politik dan kepercayaan kepada pemerintah rendah maka partisipasi politiknya cenderung pasif.

Dengan tidak memiliki kesadaran politik dan tidak memiliki kepercayaan kepada pemerintah maka masyarakat cenderung tidak mau ikut berpartisipasi politik. Karena tidak ada lagi rasa ingin mengetahui isu-isu politik dan tidak ada rasa tanggung jawab sebagai warga negara.

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang partisipasi politik adalah berdasarkan faktor ilmu politik. Ilmu politik menjadi penting dalam kehidupan kenegaraan, mengingat tugas-tugas negara bersifat menyeluruh dan kompleks sehingga tanpa dukungan positif dari seluruh warga masyarakat, tugas-tugas negara banyak yang terbengkalai. Negara berkembang khususnya Indonesia, masyarakat yang hidup di pedesaan jauh lebih banyak dibandingkan masyarakat perkotaan, menuntut penanganan sungguh-sungguh dan aparat pemerintah atau penguasa setempat.

Masyarakat pedesaan yang secara kuantitatif jauh lebih besar memiliki kesadaran politik yang minim sehingga berdampak pada kehidupan politik

(49)

nasional. Hal ini jelas akan berpengaruh terhadap kemajuan perkembangan nasional di segala bidang.

Menurut Budiyanto (2006: 185) antara lain menyatakan sekalipun sudah bangkit kesadaran nasional dan meningkatnya aktivitas kehidupan politik di tingkat pedesaan, namun masyarakat tani masih belum terkait secara aktif kepada pemerintah nasional dalam hubungan timbal balik yang aktif dan responsif. Hubungan yang ada baru bersifat berat sebelah, yaitu dari atas ke bawah. Bila dihubungkan dengan hak dan kewajiban sebagai warga negara, partisipasi politik merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai wujud tanggung jawab negara yang berkesadaran politik tinggi dan baik. Dengan demikian sesungguhnya kegiatan-kegiatan pendidikan politik, kesadaran politik, dan partisipasi politik masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan perlu terus didorong dan ditingkatkan demi keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional.

Sementara itu menurut Rahman (2007: 286), dipahami adanya partisipasi politik yang luas yaitu: modernisasi, perubahan struktur strata sosial, pengaruh intelektual, konflik dan intervensi yang kuat dan luas.

Penjelasan dari lima penyebab timbulnya gerakan kearah partisipasi lebih luas dalam proses politik dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Modernisasi, kemajuan dalam segala bidang kehidupan menyebabkan masyarakat makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.

b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial, masalah siapa yang berhak berpartisipasi dan dalam pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik.

c. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern, ide demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru dan masyarakat seiring berkembangnya modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang.

d. Konflik antar kelompok pemimpin politik, jika timbul konflik antar elit maka yang di cari adalah dukungan rakyat, terjadi perjuangan kelas

(50)

antara para pesaing politik maka kelompok-kelompok politik mencari strategi untuk meraih dukungan masa.

e. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktifitas pemerintah sering menyebabkan timbulnya tuntunan-tuntunan yang terorganisir akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.

Istilah partisipasi seringkali digunakan untuk memberi kesan mengambil bagian dalam sebuah aktivitas. Mengambil bagian dalam sebuah aktivitas dapat mengandung pengertian ikut serta tanpa ikut menentukan bagaimana pelaksanaan aktivitas tersebut tetapi dapat juga berarti ikut serta dalam menentukan jalannya aktivitas tersebut, dalam artian ikut menentukan perencanaan dan pelaksanaan aktivitas tersebut. Syarat utama warga negara disebut berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa, bernegara, dan berpemerintahan yaitu: ada rasa kesukarelaan (tanpa paksaan), ada keterlibatan secara emosional, dan memeroleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa partisipasi politik adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan peran serta masyarakat baik langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk memengaruhi kebijakan pemerintah yang menyangkut kepentingan masyarakat.

D. Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang Relevan:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Maya Yuliantina dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Kesadaran Politik Terhadap Partisipasi Politik Dalam

(51)

Pemilihan Kepala Desa di Desa Hajimena Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan”. Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Lampung, 2016. Berdasarkan penelitian yang dilakukan tersebut bahwa kesadaran politik berpengaruh terhapap tingkat partisipasi politik dalam pemilihan kepala desa.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Moh. Ainul Yakin dalam skripsi yang berjudul “Partisipasi Politik Masyarakat Desa Lembung Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan Dalam Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Tahun 2013”. Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Negeri Surabaya, 2013. Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian tersebut yaitu pemilihan kepala desa di Desa Lembung tingkat partisipasi masyarakat tergolong dalam partisipasi aktif, karena kesadaran politik kepada pemerintah sangat tinggi dalam memberikan dukungan melalui pemilihan kepala desa.

Hasil penelitian di atas di jadikan pijakan peneliti ini dalam proses penelitian tentang Peran Ilmu Politik Warga Negara Terhadapa Tingkat Partisipasi Politik Dalam Pemilihan Presiden 2019 (Studi Kasus di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa).

E. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari terjadinya multitafsir terhadap variabel-variabel yang menjadi fokus penelitian ini, dikembangkan operasional variabel sebagai berikut.

1. Ilmu politik adalah Ilmu politik merupakan ilmu yang mempelajari suatu segi khusus dari kehidupan masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan. Secara

(52)

umum ilmu politik ialah ilmu yang mengkaji tentang hubungan kekuasaan, baik sesama warga negara, antar warga negara dan negara, maupun hubungan sesama negara.

2. Partisipasi politik merupakan kegiatan warga masyarakat dalam berbagai struktur masyarakat baik disadari atau pun tidak untuk memengaruhi proses- proses politik dalam penentuan pengambilan kebijakan pemerintah, serta sebagai mekanisme kontrol bagi berlangsungnya dan hidupnya sistem politik.

F. Kerangka Pikir

Ilmu politik sangat penting dalam partisipasi politik, Menurut Budiyanto (2006: 185), ilmu politik adalah Ilmu politik merupakan ilmu yang mempelajari suatu segi khusus dari kehidupan masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan.

Secara umum ilmu politik ialah ilmu yang mengkaji tentang hubungan kekuasaan, baik sesama warga negara, antar warga negara dan negara, maupun hubungan sesama negara.

Rush dan Althop (2000: 123), berpendapat tentang partisipasi politik yakni keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan di dalam sistem politik. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan partisipasi politik, seperti pemiliham umum, penyampaian pendapat, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta partisipasi melalui masyarakat di lingkungan keluarga dan kemasyarakatan.

Pengetahuan dan pemahaman penting dalam politik demokrasi dan pemilihan presiden. Karena, sebagai warga negara atau sebagai individu tentunya minimal mengetahui dan memahami mengenai masalah-masalah atau isu-isu yang

(53)

bersifat politis, dengan seperti itu akan mampu meningkatkan kualitas diri dalam berpolitik atau pengetahuan dalam berpolitik. Sikap dan tindakan politik juga penting dalam politik demokrasi dan pemilihan prsiden karena lebih menyadari akan tanggung jawabnya sebagai warga negara yang menentukan masa depan bangsa.

Pengaruh ilmu politik warga negara di Kecamatan Somba Opu yang merupakan unsur penting sebagai salah satu penunjang partisipasi politik dan demokratisasi. Dengan memiliki ilmu berpolitik maka masyarakat tidak mudah tertipu oleh janji politik atau iming-iming yang lain. Politik jangan dipandang sebagai sesuatu yang elit, atau bahkan dipandang negatif sebagai alat peraih kekuasaan. Justru dengan memiliki pengetahuan tentang ilmu politik, masyarakat mampu berpolitik dengan sehat dan ikut berpartisipasi secara aktif. Dan mengembangkan ilmu politik semenjak dini demi mencapai negara yang demokratis, adil, makmur, dan sejahtera.

Berdasarkan teori Paige dalam Surbakti (2007: 144), jika ilmu politik dan kepercayaan kepada pemerintah rendah maka partisipasi politiknya cenderung pasif. Dengan tidak memiliki ilmu politik dan tidak memiliki kepercayaan kepada pemerintah maka masyarakat cenderung tidak mau ikut berpartisipasi politik.

Karena tidak ada lagi rasa ingin mengetahui isu-isu politik dan tidak ada rasa tanggung jawab sebagai warga negara.

Untuk mengetahui gambaran bagaimana pengaruh ilmu politik terhadap tingkat partisipasi politik dalam pemilihan presiden 2019 di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa akan disajikan dalam bagan/gambar sebagai berikut:

(54)

Gambar 2.1: Bagan Kerangka Pikir Penelitian

G. Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2011: 50) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah, selanjutnya akan dibuktikan kebenarannya secara empiris berdasarkan data lapangan. Dalam penelitian ini yang berjudul tentang Peran Ilmu Politik terhadap Partisipasi Politik dalam

Pemahaman Politik Partisipasi Politik

Pemilihan Presiden 2019

Partisipasi Politik Meningkat Masyarakat

di

Kecamatan Somba Opu

(55)

Pemilihan Presiden di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Berdasarkan pendapat di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

: “Apabila dalam pemilihan presiden 2019 tidak mengetahui pemahaman politik maka prestasi politiknya tidak ada”.

: “Apabila dalam pemilihan presiden 2019 mengetahui pemahaman politik maka partisipasi politiknya ada”.

.

(56)

39

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain penelitiannya, Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data serta penampilan dari hasilnya. Menurut Sugiyono (2012: 7) metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Oktober pada tahun 2019.

C. Sumber Data Penelitian 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati, dan dicatat. Data primer yang diperoleh adalah data mengenai

(57)

Pengaruh Pemahaman Politik Terhadap Tingkat Partisipasi Politik Dalam Pemilihan Presiden 2019.

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh bukan secara langsung dari sumbernya. Dalam penelitian ini sumber data sekunder yang dipakai adalah sumber tertulis seperti sumber buku, majalah ilmiah dan dokumen-dokumen dari pihak yang terkait mengenai Pengaruh Pemahaman Politik Terhadap Tingkat Partisipasi Politik Dalam Pemilihan Presiden 2019.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang ada di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

2. Sampel.

Sampel merupakan bagian dari populasi, pada penelitian ini sampelnya 14 kelurahan di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa dengan masing- masing perwakilan masyarakat 14 orang.

Penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling, dimana teknik purposive sampling merupakan pengambilan data dipilih dengan pertimbangan tertentu.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah merupakan alat yang mempergunakan dalam menggali data dalam penelitian ini data digali dengan instrumen yaitu peneliti

(58)

itu sendiri yang langsung melakukan penyaksian terhadap fenomena- fenomena yang berhubungan dengan objek yang di selidiki dengan merupakan alat bantu instrument observasi, angket dan kajian-kajian dokumen.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan teknik observasi, dokumentasi dan angket.

1. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan cara mengambil terkait pengaruh ilmu politik terhadap tingkat partisipasi politik dalam pemilihan presiden 2019.

2. Angket

Angket merupakan tekni k pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden.

G. Teknik Analisis Data 1. Uji hipotesis

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik uji t.

2. Uji Data Angket

Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase dari hasil angket adalah sebagai berikut:

P =

x 100

(59)

Keterangan:

P : Persentase Jawaban

F : Frekuensi Jawaban Responden n : Jumlah Responden

Gambar

Gambar 2.1: Bagan Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 4.1 Peta Kecamatan Somba Opu
Tabel  4.1. Pembagian  Luas  Wilayah  Di  Rinci  Per  Kelurahan  Kecamatan  Somba Opu No KELURAHAN LUAS (Km) 1 SUNGGUMINASA 1,46 2 BONTO-BONTOA 1,61 3 BATANGKALUKU 1,30 4 TOMPOBALANG 1,80 5 KATANGKA 1,36 6 PANDANG-PANDANG 1,55 7 TOMBOLO 2,06 8 KALEGOWA 1,2

Referensi

Dokumen terkait

1) Hubungan antara pemimpin dengan bawahan (leader-member relations). a) Menunjukkan tingkat kualitas hubungan yang terjadi antara atasan dengan bawahan. b) Sikap

Dalam kebebasan perempuan untuk dapat mengisi bidang profesi yang sama dengan laki-laki, Hamka mengingatkan agat tetap memperhatikan perbedaan substansia perempuan yang umumnya

Bagi mahasiswa akuntansi dan masyarakat Menambah khasanah pengetahuan dalam akuntansi syariah khususnya dalam penyaluran pembiayaan Murabahah yang dilakukan Bank Pembiayaan

Oleh karena itu, pada penelitian ini model Cooperative Problem Solving (CPS) akan dikolaburasikan dengan media virtual PhET. Penggunaan model Cooperative Problem

Namun, walaupun sampel aroma jeruk mendapatkan score paling tinggi, pemberian varian aroma yang lain tetap dapat diberikan, melihat dari analisis Mann-whitney terdapat tiga

• Krakterisasi katalis dilakukan untuk mengetahui kristalinisasi katalis pada sintesis katalis yang telah dilakukan dimana karakterisasi pada katalis dalam penilitan

Fokus dalam penelitian ini adalah Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Bolaang Mongondow (Studi di Kecamatan

Berdasarkan kajian peristiwa komunikatif wawancara dalam akhbar ini didapati peraturan interaksi melalui penggunaan bahasa lisan dalam suasana formal dapat menyumbang