• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ABSTRAK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Apriliani, Penerapan Relaksasi Otot Progresif 232

PE NE RAP A N R EL A K SASI O TO T PRO G RESI F U NT UK MENGATASI MASALAH KEPERAWATAN NYERI KEPALA(CEPHALGIA/HEADACHE)

DI RUANG PENYAKIT SARAF RSUD JEND. AHMAD YANI KOTA METRO

APPLICATION OF PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION TO TREAT NURSING PROBLEMS HEAD PAIN (CEPHALGIA/HEADACHE)

IN THE NERVOUS DISEASE ROOM, JEND. AHMAD YANI METRO CITY

Mala Amelia Apriliani1, Indhit Tri Utami2, Nury Luthfiyatil Fitri3

1,2,3Akademi Keperawatan Dharma Wacana Metro

Email: malaamelia610@gmail.com ABSTRAK

Nyeri kepala merupakan kondisi yang disebabkan karena kondisi benigna atau patologis, kondisi intrakranial atau ekstrakranial, penyakit pada sistem anggota tubuh lainnya, stres, ketegangan muskuloskeletal, atau gabungan dari kondisi tersebut. Penerapan relaksasi otot progresif bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri kepala pada pasien cephalgia. Metode pada penerapan ini menggunakan desain studi kasus (case study). Subjek yang digunakan yaitu pasien cephalgia dengan masalah keperawatan nyeri. Analisa data dilakukan menggunakan analisa deskriptif. Hasil penerapan menunjukkan bahwa setelah dilakukan penerapan relaksasi otot progresif selama 3 hari, terjadi penurunan skala nyeri, pada subjek I terjadi penurunan skala nyeri dari skala nyeri 6 menjadi skala nyeri 3. Sedangkan pada subjek II terjadi penurunan skala nyeri dari skala nyeri 6 menjadi skala nyeri 1. Penerapan relaksasi otot prograsif ini berhasil menurunkan nyeri kepala.

Bagi pasien cephalgia hendaknya dapat menerapkan teknik relaksasi otot progresif untuk menurunkan intensitas nyeri.

Kata Kunci : Nyeri kepala, Relaksasi Otot Progresif.

ABSTRACT

Headache is a condition caused by benign or pathological conditions, intracranial or extracranial conditions, diseases of other limb systems, stress, musculoskeletal tension, or a combination of these conditions. The application of progressive muscle relaxation aims to overcome the nursing problem of headache in patients with cephalgia. This scientific writing method uses a case study design. The subjects used were cephalic patients with pain nursing problems. Data analysis was carried out using descriptive analysis. The results of the application showed that after applying progressive muscle relaxation for 3 days, there was a decrease in the pain scale, in subject I there was a decrease in pain scale from pain scale 6 to pain scale 3. While in subject II there was a decrease in pain scale from pain scale 6 to pain scale 1. For patients with cephalgia should be able to apply progressive muscle relaxation techniques to reduce pain intensity. The application of progressive muscle relaxation was successful in reducing headaches.

Keywords: Headache, Progressive Muscle Relaxation.

(2)

Apriliani, Penerapan Relaksasi Otot Progresif 233 PENDAHULUAN

Nyeri kepala (cephalgia/headache) merupakan suatu gejala gangguan neurologis yang sering dikeluhkan dengan prevalensi 90% dalam populasi umum di Amerika Serikat, dimana setengah penduduknya mengeluhkan nyeri kepala berat, 25% mengeluhkan nyeri kepala berulang sehingga dapat menggangu aktifitas, dan 4%

mengeluhkan nyeri kepala kronik yang muncul pada setiap harinya1. Nyeri kepala merupakan kondisi yang disebabkan karena kondisi benigna atau patologis, kondisi intrakranial atau ekstrakranial, penyakit pada sistem anggota tubuh lainnya, stress, ketegangan pada musculoskeletal, atau gabungan dari kondisi tersebut2.

Salah satu alasan banyaknya kasus nyeri kepala adalah karena wajah dan kulit kepala diduga memiliki suplai reseptor nyeri yang sangat banyak dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh untuk melindungi bagian-bagian kepala. Selain itu, berbagai struktur intrakranial seperti bagian dari mata, mulut, hidung dan sinus memiliki struktur yang sangat peka nyeri dan residu, dimana saat terkena kelainan masing-masing bagian menginduksi nyeri sebagai bagian dari perlindungan tubuh1.

Berdasarkan hasil laporan Dinas Kesehatan Kota Metro (2019)3, tentang sepuluh penyakit terbanyak di Kota Metro Tahun 2018, bahwa nyeri kepala menempatkan urutan 7 atau 5.46%

dengan jumlah penderita 3622.

Berdasarkan data medical record di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jend. Ahmad Yani Kota Metro4. Cephalgia bukan merupakan 10 besar

diagnosa penyakit yang ada diruang penyakit saraf, namun cephalgia harus ditangani untuk mengurangi atau menghilangkan intensitas nyeri yang dirasakan serta memberikan rasa nyaman pada pasien.

Nyeri kepala adalah salah satu keluhan fisik yang paling sering dikeluhkan.

Nyeri kepala bukan merupakan suatu penyakit melainkan gejala dari suatu penyakit atau mengindikasikan adanya penyakit organik (neuroligik), respon stres, vasodilatasi (migrain), ketegangan otot skeletal (sakit kepala karena tegang), atau kombinasi dari faktor- faktor ini5. Dampak dari nyeri ini yang apabila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan gangguan tidur, tidak dapat berkonsentrasi, depresi, cemas, nafsu makan menurun, dan penurunan fungsi imunitas6.

Terdapat 2 jenis penatalaksanaan nyeri, yaitu penatalaksaan farmakologi dan nonfarmakologi, salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh perawat dengan melakukan teknik relaksasi, yang merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri. Penatalaksanaan nonfarmakologi diantaranya, distraksi, relaksasi nafas dalam, stimulasi kutaneus, message dan relaksasi otot progresif7.

Relaksasi otot progresif merupakan suatu latihan dimana melibatkan penggunaan pernafasan perut yang lambat dan teratur, berfokus pada sensasi tubuh yang terkait sembari melepaskan pikiran-pikiran asing, urutannya dimulai dengan otot-otot wajah, diikuti oleh otot-otot lengan,

(3)

tangan, perut dan kaki, atau mulai dengan latihan tubuh8.

Relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi yang memusatkan perhatian pada suatu aktifitas otot, dengan mengidentifikasi otot tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan rileks.

Pada latihan ini perhatian individu diarahkan untuk membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi tegang9.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmasari (2015), yang berjudul relaksasi otot progresif dapat menurunkan nyeri kepala di RSUD Dr.Moewardi Surakarta, menunjukkan bahwa relaksasi dapat menurunkan nyeri kepala yang dilakukan selama ±10 menit 1 kali per hari selama 3 hari dapat menurunkan nyeri kepala dengan khususnya nyeri kepala tipe tegang (tension headache) dengan hasil p=0.000 yang artinya signifikan dan dapat diimplementasikan sebagai intervensi keperawatan nonfarmakologi9.

Kumar & Raje (2014) melakukan studi banding yang berjudul tentang pengaruh relaksasi otot progresif versus stimulasi saraf listrik transkutan pada sakit kepala tegang yang dilakukan sebanyak 30 responden selama 15 menit sehari, selama 7 hari, menunjukkan bahwa relaksasi otot progresif dapat mengurangi nyeri kepala yaitu p<0.001 yang artinya signifikan10.

Instrumen pengkajian nyeri menggunakan lembar Numerical Rating Scale, dalam hal ini, klien menilai nyeri

dengan menggunakan skala 0-10. Skala NRS paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.

Tujuan umum penerapan ini adalah mengetahui efektifitas relaksasi otot progresif terhadap intensitas nyeri kepala.

METODE

Rancangan karya tulis ilmiah ini menggunakan desain studi kasus (case study), yaitu suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif , terinci dan mendalam tentang suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat perorangan , sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan mendalam tentang peristiwa tersebut11.

Subjek dalam karya tulis ilmiah ini adalah dua orang pasien nyeri kepala di ruang penyakit saraf RSUD Jend.Ahmad Yani Kota Metro tahun 2021. Adapun kriteria subjek dalam karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut : Bersedia menjadi responden, bersedia dilakukan tindakan keperawatan relaksasi otot progresif, skala nyeri sedang (4-6), mampu berkomunikasi dengan baik, belum menerima informasi tentang relaksasi otot progresif sebelumnya.

Alat ukur yang digunakan berupa lembar observasi skala nyeri, hasil ukur didasarkan penilaian instrumen menggunakan skala nyeri numerik.

(4)

Apriliani, Penerapan Relaksasi Otot Progresif 235 HASIL

Subjek I (Ny.K) usia 79 tahun, diagnosa klien vertigo. Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan memiliki riwayat penyakit vertigo sejak 2 tahun yang lalu. Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan nyeri kepala 6 (sedang), nyeri kepala dirasakan seperti berputar-putar. Nyeri dirasakan hilang timbul, nyeri terjadi pada saat merasa kelelahan dan berkurang saat klien istirahat. TD : 130/90 mmHg,, N:110x/

menit, RR : 19x/menit, S : 37℃.

Sedangkan Subjek II (Ny.Y) usia 45 tahun, agama islam, pendidikan SMP, diagnosa klien hipertensi. Keluarga klien mengatakan klien sudah 3 klien dirawat dengan keluhan yang sama.

Klien menderita nyeri kepala ±1 tahun yang lalu. Klien mengatakan nyeri dirasakan dirasakan terus-menerus dengan skala nyeri 6 (sedang). Klien mengatakan nyeri kepala muncul disebabkan karena pada tanggal 14 Juli 2021 dia mendapatkan kabar jika anaknya yang diluar kota terkena covid 19 sehingga pada malam harinya klien tidak dapat tidur dan besoknya merasakan nyeri kepala.. TD:140/85 mmHg, N:68x/menit, RR: 20x/menit, Suhu:36,9℃.

Pengkajian dan pemberian relaksasi otot progresif pada kedua subjek (Ny.Y dan Ny.K ). Pada subjek I (Ny.Y) dilakukan pada tanggal 04 Juli sd 07 Juli 2021, sedangkan pada subjek II (Ny.K) dilakukan pada tanggal 16 Juli sd 18 Juli 2021. Adapun hasil pengukuran skala nyeri kedua subjek sebelum dan setelah penerapan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Skala Nyeri Ny.K Sebelum dan Setelah Penerapan Relaksasi Otot

Progresif

No Waktu

Skala nyeri 05

Juli 2021

06 Juli 2021

07 Juli 2021 1

Sebelum penerapan

(08.30)

6 6 5

2

Setelah penerapan

(09.50)

6 5 3

Tabel 2. Skala Nyeri Ny.Y Sebelum dan Setelah Penerapan Relaksasi Otot

Progresif

No Waktu

Skala nyeri 16

Juli 2021

17 Juli 2021

18 Juli 2021 1

Sebelum penerapan

(08.30)

6 5 3

2

Setelah penerapan

(09.50)

6 4 1

Berdasarkan tabel 1 dan 2 dapat diketahui bahwa skala nyeri kedua subjek (Ny. K dan Ny.Y) sebelum dilakukan penerapan relaksasi otot progresif , pada subjek I (Ny. K) setelah penerapan relaksasi otot progresif selama 3 hari mengalami penurunan skala nyeri yaitu dari skala nyeri 6 (sedang) menjadi skala nyeri 3 (ringan).

Pada subjek II (Ny.Y) setelah penerapan relaksasi otot progresif selama 3 hari megalami penurunan skala nyeri dari skala nyeri 6 (sedang) menjadi skala nyeri 1 (ringan).

(5)

PEMBAHASAN

1. Tahap perkembangan

Tahap perkembangan seseorang merupakan variebel penting yang akan memengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. dalam hal ini, anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri yang mereka rasakan dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat penanganan nyeri untuk mereka7.

Berdasarkan uraian diatas usia khususnya pada lansia dapat mengubah persepsi tentang reaksi dan ekspresi terhadap nyeri. usia subjek dalam penerapan ini yaitu Ny.K 75 tahun dalam kategori masa manula dan Ny.Y 45 tahun dalam kategori lansia awal. Kondisi ini mampu mengungkapkan nyeri yang mereka rasakan dibandingkan usia yang lebih muda, dan anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan perasaan nyeri yang mereka rasakan.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin subjek dalam penerapan ini yaitu perempuan.

Jenis kelamin merupakan faktor penting dalam merespon adanya nyeri. Beberapa kebudayaan yang memepengaruhi jenis kelamin misalnya menganggap bahwa seseorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama 7. Berdasarkan uraian diatas jenis kelamin perempuan dapat mengekspresikan nyeri yang mereka rasakan. Subjek dalam penerapan ini

Ny.K dan Ny.Y berjenis kelamin perempuan sehingga klien tidak mampu mentoleransi nyeri yang meraka rasakan dibandingkan dengan laki-laki yang cenderung malu dalam merespon nyeri yang dirasakan.

3. Ansietas dan stress

Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi.

Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri.

Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka7.

Berdasarkan uraian di atas bahwa ansietas dan stress dapat mempengaruhi nyeri kepala.

Berdasarkan keterangan keluarga Ny. Y sering mengalami nyeri kepala jika mendapatkan suatu masalah. Klien mengatakan nyeri kepala muncul disebabkan karena pada tanggal 14 Juli 2021 klien mendapatkan kabar jika anaknya yang bekerja diluar kota terkena covid 19 sehingga pada malam harinya Ny. Y tidak dapat tidur dan esok harinya klien mulai merasakan nyeri kepala. Sementara Ny.K tidak ada stres dan ansietas.

Penerapan ini mengidentifikasi efektivitas relaksasi otot progresif terhadap penurunan skala nyeri.

Relaksasi otot progresif dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori gate control,

(6)

Apriliani, Penerapan Relaksasi Otot Progresif 237 bahwa impuls nyeri dapat diatur atau

dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls-impuls nyeri akan melewati gerbang ketika gerbang dalam posisi terbuka dan akan dihentikan ketika gerbang ditutup.

Penutupan gerbang merupakan dasar terhadap intervensi nonfarmakologi dalam penanganan nyeri. Penerapan relaksasi otot progresif diharapkan menyeimbangkan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses peratahanan.

Neuron delta-A dan C melepaskan substansi P untuk mentransmisikan impuls melalui mekanisme pertahanan.

Saat otak yang memodifikasin persepsi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endofrin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh . Neuromodulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P7. Penurunan skala nyeri ini terjadi karena saat melakukan relaksasi otot progresif maka sekresi Corticotropin Releasing

Hormone (CRH) dan

Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) di hipotalamus menurun. Penurunan kedua sekresi hormon ini menyebabkan aktivitas saraf simpatis menurun sehingga pengeluaran adrenalin dan nonadrenalin berkurang, akibatnya terjadi penurunan denyut jantung, pembuluh darah melebar, tahanan pembuluh darah berkurang sehingga menyebabkan nyeri kepala berkurang 9. Penurunan nyeri karena teknik relaksasi otot progresif disebabkan saat seseorang melakukan relaksasi otot progresif

dalam tubuh akan menjadi relaks.

Relaks sempurna akan mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan, sehingga menjegah menghebatnya stimulus nyeri. relaksasi adalah kegiatan yang memadukan otak dan otot. Otak yang “lelah” dibuat tenang dan otot yang tegang dibuat relaks. Jika seseorang melakukan relaksasi maka puncaknya adalah fisik menjadi segar dan otak kembali menyala. Oleh karena itu, relaksasi melibatkan komponen- komponen penting tubuh yang secara terus-menerus dipakai, misalnya pancaindra, pernapasan, aliran darah (sistem kardiovaskular), otak, dan otot- otot rangka7.

Penelitian yang dilakukan oleh Meyer., dkk, (2016), yang berjudul relSaksasi otot progresif mengurangi frekuensi migrain dan menormalkan amplitudonegatif kontingen variasi (CNV) yang dilakukan sebanyak 21 responden selama 6 minggu, menunjukkan bahwa frekuensi migrain mengalami penurunan dengan hasil p=0.001 yang artinya signifikan12. Berdasarkan hasil penerapan diatas menunjukkan bahwa relaksasi otot progresif dapat menurunkan nyeri kepala karena relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi yang memusatkan perhatian pada suatu aktifitas otot, dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan rileks sehingga nyeri kepala berkurang.

(7)

KESIMPULAN

1. Karakteristik kedua subjek dengan cephlagia yang terlibat dalam penerapan ini yaitu subjek I (Ny.K) berusia 75 tahun klien dirawat karena mendapatkan kabar bahwa anaknya yang di luar kota terkena covid 19, dan mempunyai riwayat penyakit hiperetensi sejak 10 tahun yang lalu, dan mempunyai riwayat penyakit cephalgia sejak 2 tahun yang lalu. Dan subjek II (Ny.Y) berusia 45 tahun mempunyai riwayat nyeri kepala sejak 1 tahun yang lalu.

2. Skala nyeri sebelum penerapan relaksasi otot progresif pada subjek I (Ny.K) yaitu skala nyeri 6 (sedang), sedangkan subjek II (Ny.Y) yaitu skala nyeri 6 (sedang).

3. Skala nyeri setelah penerapan relaksasi otot progresif hari ketiga pada kedua subjek mengalami penurunan yaitu pada subjek I (Ny.K) yaitu skala nyeri 3 (ringan), sedangkan pada subjek II (Ny.Y) skala nyeri 1 (ringan).

4. Penerapan ini membuktikan bahwa terapi relaksasi otot progresif mampu menurunkan intensitas nyeri kepala.

SARAN 1. Bagi Pasien

Berdasarkan hasil penerapan teknik relakasi otot progresif dalam upaya menurunkan intensitas nyeri selama 3 hari, pasien dengan nyeri kepala (cephalgia/headache) hendaknya dapat menerapkan teknik relaksasi otot progresif sama seperti yang diajarkan penulis saat penerapan untuk memberikan menurunkan intensitas nyeri.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Penerapan teknik relaksasi otot progresif merupakan salah satu

tindakan keperawatan

nonfarmakologi yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan tanpa menimbulkan efek samping

dalam upaya membantu

menurunkan intensitas nyeri.

3. Bagi Penulis Selanjutnya

Penerapan relaksasi otot progresif dapat dijadikan dasar untuk penelitian tentang penatalaksanaan nonfarmakologi pada pasien dengan nyeri kepala (cephalgia/headache) berupa :

a. Pengaruh penerapan teknik relaksasi otot progresif terhadap penurunan intensitas nyeri.

b. Waktu penerapan teknik relaksasi otot progresif yang efektif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rianawati, S., & Munir, B. (2017).

Buku Ajar Neurologi. Jakarta: CV Sagung Seto.

2. LeMone, P., Burke, K., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan Neurologi, Ed.5. Jakarta: EGC.

3. Dinas Kesehatan Kota Metro.

(2019). Sepuluh Penyakit Terbanyak di Kota Metro Tahun 2018.

Kota Metro: Dinas Kesehatan Kota Metro.

4. RSUD Jend. Ahmad Yani Kota Metro. (2021). 10 Besar Penyakit Rawat Inap 2020. Kota Metro:

RSUD Jend. Ahmad Yani Kota Metro.

(8)

Apriliani, Penerapan Relaksasi Otot Progresif 239 5. Smeltzer, S. C. (2013).

Keperawatan Medikal Bedah Bruner & Suddart. Jakarta: EGC.

6. Suwondo, B., Meliala, L., & Sudadi.

(2017). Buku Ajar Nyeri.

Yogyakarta: Indonesian Pain Society.

7. Mubarak, W., Indrawati, L., &

Susanto, J. (2015). Buku 2 Buku Ajar Ilmu Kepeawatan Dasar.

Jakarta Selatan: Salemba Medika.

8. Potter, P., & Perry, A. (2017).

Fundamentals of Nursing ninth edition. Singapore: Elsevier.

9. Rahmasari, I. (2015). Relaksasi Otot Progresif Dapat Menurunkan Nyeri Kepala Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta (Progressive Muscle Relaxation Can Reduce

Headache In General Hospital Dr.

Moewardi Surakarta). Indonesian Journal On Medical Science , 2.

10. Kumar, S., & Raje, A. (2014).

Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Versus Stimulasi Saraf Listrik Transkutan Pada Sakit Kepala Tegang. Hong Kong Physiotherapy , 32.

11. Haudi. (2021). Teknik Pengambilan Keputusan. Sumatera Barat: Insan Cendikia Mandiri.

12. Meyer, B. e. (2016). Relaksasi Otot Progresif Mengurangi Frekuensi Migrain dan Menormalkan Amplitudonegatif Kontingen Variasi. The Journal of Headache and Pain , 10.

Gambar

Tabel 1. Skala Nyeri Ny.K Sebelum  dan Setelah Penerapan Relaksasi Otot

Referensi

Dokumen terkait

Petro Prabu, yang mengolah data pembayaran gas dengan menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0 dan database Mysql , yang terdiri dari form data pelanggan, form input

Hasil penerapan menunjukkan bahwa setelah dilakukan penerapan relaksasi otot progresif selama 1 hari, terjadi penurunan skala nyeri dari skala nyeri 6 menjadi 4,

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah mengetahui mengenai strategi untuk meningkatkan volume penjualan dalam memenuhi target penjualan yang telah ditentukan oleh

Sesuai dengan structural birokrasi yang ada sebaiknya terjauhi dari halnya bureaucratic fragmentation tetapi yang terjadi dilapangan setelah melaksanakan penelitian

Justifikasi : PT Intertropic Aditama telah memiliki dokumen RKUPHHK-HA jangka waktu sepuluh (10) tahun periode tahun 2013 s/d 2022 dan telah disahkan berdasarkan Keputusan

Dari hasil ini mengindikasikan bahwa kemampuan siswa membangun keterampilan dasar tergolong masih rendah karena hanya 39% siswa yang dapat merancang prosedur

Infrastruktur dan Energi Meningkatnya mobilitas barang antarwilayah Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya 1 Meningkatnya mobilitas

Pada saat melakukan pengkajian terhadap kedua subyek (Ny. S), didapatkan hasil pengukuran tekanan darah sebelum dilakukan penerapan relaksasi benson dan otot