• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian numeris model kontinu arus lalu lintas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelesaian numeris model kontinu arus lalu lintas"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENYELESAIAN NUMERIS MODEL KONTINU

ARUS LALU LINTAS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

Oleh :

Bernadetta Ambar Sulistiyawati

NIM: 133114011

PROGRAM STUDI MATEMATIKA, JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

NUMERICAL SOLUTION TO A CONTINUOUS MODEL OF

TRAFFIC FLOWS

Thesis

Presented as a Partial Fulfillment of the Requirements

to Obtain the Degree of Sarjana Sains

in Mathematics

By :

Bernadetta Ambar Sulistiyawati

Student Number: 133114011

MATHEMATICS STUDY PROGRAM, DEPARTMENT OF MATHEMATICS

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

MOTTO

Segala perkara dapat kutanggung didalam Dia yang memberi kekuatan

kepadaku

” (

Filipi 4:13)

“Visi tanpa tindakan hanyalah sebuah m

impi. Tindakan tanpa visi

hanyalah membuang waktu. Visi dengan tindakan akan mengubah

dunia!” (Joel Arthur Barker)

“Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang ma

u menunggu, namun

hanya didapatk

an oleh mereka yang bersemangat mengejarnya”

(7)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang senantiasa

menyertaiku

(8)

viii

ABSTRAK

Arus lalu lintas dimodelkan dan diteliti dalam skripsi ini. Kemacetan menjadi masalah lalu lintas yang sering terjadi di kota. Oleh karena itu, penulis membahas model matematika yang berhubungan dengan arus lalu lintas. Pembahasan mencakup bagaimana kondisi kepadatan lalu lintas yang dilihat dari pergerakan kendaraan secara makro, bukan pegerakan setiap kendaraan.

Model matematika masalah arus lalu lintas berbentuk persamaan diferensial parsial yang dapat ditulis dalam bentuk hukum konservasi. Model tersebut diselesaikan dengan menggunakan teori linearisasi persamaan diferensial untuk mencari solusi analitisnya. Selain itu, penulis akan menggunakan metode volume hingga Lax-Friedrichs dan sistem relaksasi Jin-Xin untuk menyelesaikan model tersebut secara numeris

Solusi analitis dan numeris akan disimulasikan dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB. Penelitian ini akan menguji metode mana yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah arus lalu lintas jika dibandingkan dengan solusi analitisnya. Analisis hasilnya dengan melihat simulasi yang dihasilkan dan seberapa besar erornya. Semakin kecil nilai erornya maka semakin baik metode numeris yang digunakan.

(9)

ix

ABSTRACT

A traffic flow is modeled and studied in this thesis. A traffic jam becomes the problem that often occurs in a city. Therefore, the author discusses about the mathematical models that is related to the traffic flow. It explores on traffic density conditions seen from the macro movement of the vehicles, not each vehicles.

Mathematical model of traffic flow problem is in the form of partial differential equations that could be written in the form of conservation laws. The model is solved using linearization theory of differential equations to find analytical solutions. In addition, the author uses Lax-Friedrichs finite volume method and Jin-Xin relaxation system to solve the model numerically.

Analytical and numerical solutions to the model are simulated using MATLAB software. This study examines the methods which could be used to solve the traffic flow problem if it is compared with the analytical solution as the previous solution. The results are analyzed by viewing the simulation outcomes along with the errors. The smaller the errors, the better the numerical method that is used.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah mencurahkan rahmat dan roh kudusNya sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dibuat dengan tujuan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Univesitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa penulis melibatkan banyak pihak untuk membantu dalam menghadapi berbagai macam tantangan, kesulitan, dan hambatan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi dan dosen pembimbing skripsi.

2. Bapak Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D., selaku Kaprodi Matematika.

3. Ibu M. V. Any Herawati, S.Si., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

4. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, SJ., Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., Bapak Dr. rer. nat. Herry P. Suryawan, S.Si., M.Si., dan Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si. selaku dosen-dosen Prodi Matematika yang telah memberikan banyak pengetahuan kepada penulis selama proses perkuliahan.

5. Bapak/Ibu dosen/karyawan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah berdinamika bersama selama penulis berkuliah.

6. Kedua orang tua dan adik yang telah membantu dan mendukung saya selama proses pengerjaan skripsi.

7. Teman-teman Matematika 2013: Inge, Yui, Sorta, Melisa, Agung, Laras, Ezra, Yuni, Rey, Dion, Wahyu, Indra, Bintang, Tia, Lya, Andre, Sisca, Natali, Yola, Sari, Dita, dan Kristo yang selalu memotivasi, memberi masukan dan keceriaan, dan masih banyak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan ini.

(11)
(12)
(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... v

MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

G. Sistematika Penulisan ... 6

BAB IIPERSAMAAN DIFERENSIAL... 8

A. Turunan ... 8

B. Integral ... 12

C. Penurunan Numeris ... 15

D. Klasifikasi Persamaan Diferensial ... 17

(14)

xiv

F. Metode Volume Hingga ... 21

G. Metode Garis ... 23

H. Matriks Jacobian ... 24

I. Nilai Eigen dan Vektor Eigen ... 25

BAB III PENYELESAIAN MODEL ARUS LALU LINTAS ... 28

A. Hubungan Kecepatan, Kepadatan, dan Arus Lalu Lintas... 28

B. Model Deterministik Arus Lalu Lintas ... 30

C. Linearisasi Model Lalu Lintas ... 38

D. Gelombang Kepadatan Lalu Lintas ... 49

E. Interpretasi Gelombang Lalu Lintas ... 53

F. Contoh Arus Lalu Lintas yang Hampir Seragam ... 54

G. Metode Karakteristik Lalu Lintas Tidak Seragam ... 58

H. Lalu Lintas dari Lampu Merah ke Hijau ... 64

I. Hubungan Linear Antara Kecepatan dan Kepadatan ... 74

J. Nilai Kepadatan Awal Tidak Konstan ... 79

K. Solusi Analitis ... 85

BAB IVSIMULASI NUMERIS ARUS LALU LINTAS ... 89

A. Metode Volume Hingga Lax–Friedrichs ... 89

B. Sistem Relaksasi Jin–Xin ... 93

C. Eror Solusi Numeris ... 99

D. Simulasi Solusi Analitis dan Numeris ... 100

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 107

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan skripsi ini.

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari–hari, kita sering menjumpai suatu model matematika yang berbentuk persamaan, baik linear ataupun nonlinear, serta sistem persamaan linear maupun nonlinear yang memuat diferensial, integral, dan persamaan diferensial biasa ataupun persamaan diferensial parsial. Model matematika tersebut dapat diselesaikan dengan dua cara, yaitu penyelesaian analitis dan penyelesaian bukan analitis. Penyelesaian analitis adalah penyelesaian model matematika dengan menggunakan teori atau metode analisis matematika yang telah ada sedemikian sehingga hasil yang diperoleh merupakan penyelesaian eksak. Penyelesaian bukan analitis adalah penyelesaian model matematika dengan metode pendekatan diskret sehingga penyelesaian yang diperoleh merupakan penyelesaian pendekatan, dan bukan penyelesaian eksak. Penyelesaian pendekatan diskret itu disebut penyelesaian numeris.

(16)

2010). Perkembangan komputer digital yang pesat menyebabkan metode numeris banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah nyata, yang penyelesaian eksaknya sangat sulit diperoleh, khususnya model matematika dalam bentuk persamaan diferensial.

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang melibatkan turunan dari satu atau lebih variabel terikat yang berhubungan dengan satu atau lebih variabel bebas. Ada dua jenis persamaan diferensial berdasarkan banyaknya variabel bebas, yaitu persamaan diferensial biasa yang hanya melibatkan turunan biasa dan persamaan diferensial parsial yang melibatkan turunan parsial. Ada dua jenis persamaan diferensial parsial, yaitu persamaan diferensial parsial linear dan nonlinear. Beberapa contoh model dari persamaan diferensial parsial adalah model arus lalu lintas di jalan yang ramai, aliran darah yang melalui dinding tabung elastis, dan gelombang kejut sebagai kasus khusus dari teori umum dinamika gas dan hidrolika (Wazwaz, 2009). Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai persamaan diferensial parsial untuk model kontinu arus lalu lintas.

(17)

memperlancar aliran lalu lintas. Walaupun demikian, tidak bisa dijamin bahwa kemacetan dapat teratasi dengan adanya lampu lalu lintas. Masalah transportasi yang paling sering terjadi beberapa tahun terakhir ini adalah kemacetan lalu lintas. Dalam skripsi ini tidak akan dibahas bagaimana cara mengatasi kemacetan lalu lintas, namun bagaimana cara merumuskan model deterministik untuk arus lalu lintas secara kontinu.

Model kontinu arus lalu lintas secara umum adalah

+ � =

dengan � , adalah kepadatan lalu lintas dan � , adalah kecepatan kendaraan yang bergantung pada variabel waktu dan panjang ruas jalan serta domain ruangnya merupakan interval tertutup [ , ]. Pada skripsi ini kita akan menemukan kepadatan kendaraan setelah lampu menyala merah menjadi hijau dalam satu dimensi yang diilustrasikan oleh Gambar 1.

Gambar 1 Ilustrasi masalah lalu lintas pada perempatan jalan.

(18)

jalan. Kecepatan kendaraan adalah jarak yang ditempuh kendaraan setiap satuan waktu.

Penyelesaian persamaan diferensial parsial tersebut memiliki dua komponen penting yang tidak diketahui, yaitu kepadatan lalu lintas dan kecepatan kendaraan.Secara umum, penyelesaian model kontinu arus lalu lintas tersebut cukup sulit diselesaikan secara analitis, sehingga diperlukan penyelesaian numeris untuk memecahkannya. Banyak metode numeris yang dapat digunakan untuk memecahkannya, antara lain metode volume hingga Lax-Friedrichs dan sistem relaksasi Jin-Xin. Pada skripsi ini akan dibandingkan antara metode volume hingga Lax-Friedrichs dan sistem relaksasi Jin-Xin untuk melihat metode mana yang paling baik dengan eror sekecil mungkin. Referensi utama tentang masalah arus lalu lintas dalam skripsi ini adalah Haberman (1998). Sedangkan untuk metode volume hingga Lax-Friedrichs merujuk pada LeVeque (1992, 2002) dan sistem relaksasi Jin-Xin merujuk pada Yohana (2012).

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibicarakan pada tugas akhir ini adalah: 1. Bagaimana memodelkan secara kontinu arus lalu lintas dalam bentuk persamaan

diferensial parsial?

2. Bagaimana menyelesaikan model kontinu arus lalu lintas secara numeris? 3. Bagaimana perbandingan tingkat eror antara metode volume hingga

(19)

Pembahasan masalah dalam skripsi ini dibatasi pada penyelesaian persamaan diferensial parsial untuk model kontinu arus lalu lintas yang pergerakan kendaraannya hanya satu arah pada ruas jalan, dengan asumsi kendaraan tidak saling mendahului.

D. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan skripsi ini, yaitu

1. Memodelkan dan menyelesaikan persamaan arus lintas yang kontinu.

2. Membandingkan eror antara metode volume hingga Lax-Friedrichs dan sistem relaksasi Jin-Xin, jika diterapkan pada model kontinu arus lalu lintas.

E. Manfaat penulisan

Dengan memodelkan persamaan arus lalu lintas secara kontinu, kita dapat menyimulasikan pergerakan kendaraan satu arah pada ruas jalan yang bergantung pada waktu dan panjang ruas jalan.

F. Metode Penulisan

(20)

G. Sistematika Penulisan

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL A. Turunan

B. Integral

C. Penurunan Numeris

D. Klasifikasi Persamaan Diferensial E. Metode Karakteristik

F. Metode Volume Hingga G. Metode Garis

H. Matriks Jacobian

I. Nilai Eigen dan Vektor Eigen

BAB III PENYELESAIAN NUMERIS ARUS LALU LINTAS A. Hubungan Kecepatan, Kepadatan, dan Arus Lalu Lintas B. Model Deterministik Arus Lalu Lintas

(21)

E. Interpretasi Gelombang Lalu Lintas

F. Contoh Arus Lalu Lintas yang Hampir Seragam G. Metode Karakteristik Lalu Lintas Tidak Seragam H. Lalu Lintas dari Lampu Merah ke Hijau

I. Hubungan Linear antara Kecepatan dan Kepadatan J. Nilai Kepadatan Awal Tidak Konstan

K. Solusi Analitis

BAB IV SIMULASI NUMERIS ARUS LALU LINTAS A. Metode Volume Hingga Lax-Friedrichs

B. Sistem Relaksasi Jin-Xin C. Eror Solusi Numeris

D. Simulasi Solusi Analitis dan Numeris BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran

(22)

8

BAB II

PERSAMAAN DIFERENSIAL

Pada bab ini akan dipaparkan landasan teori yang digunakan dalam skripsi ini, yaitu turunan, integral, penurunan numeris, klasifikasi persamaan diferensial, metode karakteristik, metode garis, matriks Jacobian, dan nilai eigen serta vektor eigen.

A. Turunan

Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi dan contoh dari turunan, hubungan turunan dan fungsi kontinu, serta aturan Leibniz.

Definsi 2.1.1

Diberikan fungsi : ⊆ ℝ → ℝ dan ∈ .

Turunan / derivatif dari fungsi di titik didefinisikan sebagai

= lim

ℎ→

+ ℎ − ℎ

dengan syarat bahwa nilai limit tersebut ada.

Definisi 2.1.2

(23)

Contoh 2.1.1

dengan syarat bahwa nilai limit tersebut ada.

(24)

= limℎ→ + ℎ −

= limℎ→ + ℎ + ℎ + ℎ −

= limℎ→ ℎ + ℎ + ℎ

= limℎ→ + ℎ + ℎ = .

Contoh 2.1.3

Tentukan turunan pertama fungsi = +

(25)

Teorema 2.1.1

Jika mempunyai turunan atau terdiferensial di = , maka kontinu di

= .

Bukti dapat dilihat pada buku karangan Hallet. H, Gleason, McCallum, dkk yang berjudul Calculus (Single and Multi Variable).

Teorema 2.1.2

Jika dan kedua fungsi yang mempunyai turunan, maka fungsi komposisi juga mempunyai turunan yaitu

=( )

dengan menggunakan notasi Leibniz, rumus di atas dapat dibagi menjadi dua kasus yaitu:

Kasus 1. Jika = fungsi terhadap dan = fungsi terhadap yang keduanya terdiferensial, maka

= ∙ .

Kasus 2. Jika = , fungsi terhadap dan yang terdiferensial dengan = dan = ℎ fungsi terhadap yang juga terdiferensial maka

= ∙ + ∙ .

Bukti dapat dilihat pada buku karangan Hallet. H, Gleason, McCallum, dkk yang berjudul Calculus (Single and Multi Variable).

Contoh 2.1.1

(26)

Dipandang

= + ∙ + − ,

= + ∙ + .

Karena = + − , maka didapat = + − + ∙ + .

Contoh 2.1.2

Diketahui = + , dengan = dan = + . Tentukan . Penyelesaian:

= + ∙ + + ∙ + ,

= + ∙ + ∙ + ,

= + + + .

B.Integral

Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi dan contoh dari integral tak tentu dan integral tertentu.

Definisi 2.2.1

Integral suatu fungsi dapat didefinisikan sebagai invers/anti turunan fungsi yang dinotasikan oleh ∫ = , yang artinya integral fungsi terhadap .

Contoh 2.2.1

(27)

∫ = + , ∈ ℝ.

Definsi 2.2.2

Misalkan adalah fungsi bernilai real yang terdefinisi pada interval [ , ] dan

{ , , , … , − , } dengan = < < < < − = yang

merupakan partisi pada [ , ], dikatakan terintegral Riemann pada interval [ , ] jika limit berikut ada

∫ = lim‖∆ ‖→ ∑ ( )( − − )

=

dengan ‖∆ ‖ = max ≤ ≤ ( − ) dan ∈ [ , ] disebut titik evaluasi .

Jumlahan Riemann didefinisikan sebagai

∑ ( )( − − )

=

.

Definisi 2.2.3

Jika merupakan fungsi kontinu pada interval tertutup [ , ], kita dapat membagi interval tertutup [ , ] menjadi sub interval yang lebarnya sama yaitu ∆ =

− ⁄ dengan = , , … , . Diambil = , , , … , = menjadi titik sampel dari subinterval dan , , … , sembarang titik sampel dari subinterval sehingga yang terletak pada subinterval ke- [ , ]. Maka integral tertentu dari fungsi pada interval tertutup [ , ] didefinisikan sebagai

∫ = lim→∞∑ ∆

=

(28)

Contoh 2.2.2

Tentukan integral fungsi = − pada interval tertutup [ , ] dengan menggunakan definisi.

Penyelesaian:

Bagi interval [ , ] kedalam subinterval yang sama panjang dengan

∆ = − = .

Ambil titik sampel = + ∆ = + = .

Jadi, = = − = − .

Kemudian, jumlahan Riemman didapat

(29)

C. Penurunan Numeris

Kasus khusus untuk nilai = , deret Taylor disebut deret Maclaurin.

Bukti dapat dilihat pada buku karangan Dale Varberg, dkk yang berjudul Kalkulus Edisi Kesembilan Jilid 2.

Teorema 3.3.2 (Teorema Taylor dengan suku sisa Lagrange)

Jika , ′, ′′, … , kontinu pada interval [ , ] dan + kontinu pada interval

Bukti dapat dilihat pada buku karangan Dale Varberg, dkk yang berjudul Kalkulus Edisi Kesembilan Jilid 2.

Definisi 3.3.2

(30)

= lim ∆ →

+ ∆ −

∆ .

Tidak semua fungsi dapat diturunkan secara langsung karena sering kali hanya diketahui beberapa titik pada data awal, fungsi tidak diketahui secara eksplisit atau fungsi mempunyai bentuk yang sangat rumit. Oleh karena itu, dalam perhitungan turunan fungsi dapat diselesaikan dengan metode numeris yang hasilnya berupa hampiran mendekati nilai turunan sebenarnya tetapi dengan eror yang sekecil mungkin. Contoh-contoh di bawah ini merupakan fungsi yang sulit untuk diturunkan secara langsung, antara lain

(1) = c +

−� � si �

√ i + a

(2) = ln ( + + )

Tiga hampiran metode numeris yaitu 1. Hampiran beda maju

Dipandang fungsi = . Turunan terhadap variabel didefinisikan oleh

= lim

∆ →

+ ∆ −

∆ ,

atau untuk ∆ tertentu menjadi

+ ∆ −

∆ .

2. Hampiran beda mundur

Dipandang fungsi = . Turunan terhadap variabel didefinisikan oleh

= lim

∆ →

− − ∆

(31)

atau untuk ∆ tertentu menjadi

− − ∆

∆ .

3. Hampiran beda pusat

Dipandang fungsi = . Turunan terhadap variabel didefinisikan oleh

= lim

∆ →

+ ∆ − − ∆

∆ ,

atau untuk ∆ tertentu menjadi

+ ∆ − − ∆

∆ .

D. Klasifikasi Persamaan Diferensial

Dalam subbab ini akan dijelaskan definisi dan contoh dari persamaan diferensial, persamaan diferensial biasa, dan persamaan diferensial parsial.

Definisi 2.4.1

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang melibatkan turunan satu atau lebih variabel terikat yang berhubungan dengan satu atau lebih variabel bebas.

Contoh 2.4.1

Beberapa contoh di bawah ini merupakan persamaan diferensial:

= + , (2.4.1)

+ = , (2.4.2)

(32)

− − = . (2.4.4)

Definisi 2.4.2

Persamaan diferensial biasa adalah persamaan diferensial yang hanya melibatkan turunan biasa terhadap satu variabel bebas.

Contoh 2.4.2

Contoh dari persamaan diferensial biasa terdapat pada persamaan (2.4.1) dan (2.4.3). Persamaan (2.4.1) adalah persamaan diferensial biasa order satu dengan merupakan variabel bebas, sedangkan merupakan variabel terikat. Persamaan (2.4.3) adalah persamaan diferensial biasa tingkat dua dengan merupakan variabel bebas sedangkan merupakan variabel terikat.

Definisi 2.4.3

Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial yang menyatakan hubungan antara turunan/derivatif parsial dengan variabel-variabel bebasnya.

Contoh 2.4.3

Contoh dari persamaan diferensial biasa terdapat pada persamaan (2.4.2) dan (2.4.4). Persamaan (2.4.2) adalah persamaan diferensial parsial order satu dengan dan merupakan variabel bebas, sedangkan merupakan variabel terikat. Persamaan (2.4.4) adalah persamaan diferensial biasa tingkat dua dengan , , dan

(33)

E. Metode Karakteristik

Definisi 2.5.1

Persamaan diferensial parsial dikatakan linear jika:

a) tidak ada perkalian antara variabel-variabel tak bebas dengan dirinya sendiri atau dengan turunan-turunannya,

b) tidak ada fungsi transendental (trigonometri, logaritma, eksponensial, siklometri, hiperbolik) yang terlibat dari fungsi dalam variabel-variabel tak bebas.

Definisi 2.5.2

Tingkat atau order dalam persamaan diferensial parsial didefinisikan sebagai tingkat dari turunan tertinggi yang muncul pada persamaan diferensial parsial.

Definisi 2.5.3

Dipandang persamaan diferensial parsial linear order satu berikut

, + , + , = , .

Kurva-kurva yang memenuhi persamaan diferensial biasa yaitu

, = ,

disebut kurva karakteristik persamaan diferensial tersebut. Catatan: notasi bermakna , ⁄ .

Penurunan persamaan diatas dapat dilihat pada buku karangan Lokenath Debnath yang berjudul Nonlinear Partial Differential Equations for Scientists and Engineers. Misalkan persamaan diferensial biasa diatas mempunyai penyelesaian ℎ , = , dengan membuat transformasi

(34)

� = ℎ , ,

maka

= , = �+ � �,

atau

= �. + �ℎ ,

atau

= �+ �ℎ ,

dan

= , = �+ � �,

atau

= �. + �� ,

atau

= �� ,

atau

= �ℎ .

Contoh 2.5.1

Tentukan penyelesaian dari persamaan + = dengan , = cos . Penyelesaian:

Karakteristik dari persamaan tersebut diberikan oleh

(35)

∫ = ∫ ,

+ = ln ,

= ,

= atau c = − .

Kemudian, ditransformasi menjadi

� = atau = �,

� = − atau = � .

Persamaan diferensial parsial tersebut menjadi

� = �,

sehingga,

� = �,

∫ = ∫ � �,

=� + � = + − ,

dan u , = cos = + − .

Misal = maka = didapat = cos − .

Jadi, penyelesaiannya = + − − .

F. Metode Volume Hingga

(36)

1. Skema Upwind

Dipandang persamaan diferensial hiperbolik order satu yaitu

+ =

dengan ∈ ℝ+ (arah rambatannya ke kanan). Skema upwind untuk persamaan diatas adalah

��+ = �� −∆ (∆ + ⁄ − − ⁄ ).

2. Skema Volume Hingga

Dipandang persamaan diferensial parsial berbentuk hukum kekekalan hiperbolik

+ =

Diambil nilai � sebagai pendekatan nilai rata-rata interval ke- pada waktu ke sebagai berikut

� = ∆ ∫ + ⁄ ,

(37)

dengan ∆ = + , yang fluks volume hingganya pada = +

Metode garis merupakan teknik secara umum untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial dengan menggunakan beda hingga yang berhubungan dengan turunan pada ruang dan persamaan diferensial biasa pada turunan waktu.

Definisi 2.6.1

(38)

Definisi 2.6.2

Dipandang persamaan diferensial parsial hiperbolik order satu dalam domain ruang

� dan domain waktu >

+ = (2.6.1)

Persamaan di atas disebut persamaan adveksi linear dengan adalah konstanta yang menyatakan kecepatan arus. Aproksimasi metode garis pada persamaan (2.6.1) yaitu:

= − −

dengan ∆ =�.

Catatan: Persamaan dapat ditulis sebagai persamaan diferensial biasa jika persamaan hanya bergantung pada satu variabel bebas .

H. Matriks Jacobian

(39)

{

Matriks Jacobian didefinisikan sebagai

� , , … , =

[

]

. (2.7.3)

Determinan Jacobian didefiniskan sebagai

|�| = | , , … ,, , … , |. (2.7.4)

I. Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Definisi 2.8.1 (Leon, 2001)

Misalkan � adalah suatu matriks × . Skalar disebut sebagai suatu nilai eigen

atau nilai karakteristik (characteristic value) dari � jika dan hanya jika terdapat suatu vektor tak nol x, sehingga �x = x. Vektor x disebut vektor eigen atau

vektor karakteristik yang berkorespondensi dengan .

Contoh 2.8.1

Tentukan nilai eigen jika diketahui

� = − dan x= .

(40)

Karena

x= − = = = x.

Dari persamaan ini terlihat bahwa = adalah nilai eigen dari � dan x merupakan vektor eigen dari . Sesungguhnya, sembarang kelipatan taknol dari vektor eigen x

akan menjadi vektor eigen, karena

� � = � � = �� = α � = �

Jadi, sebagai contoh , � juga vektor eigen milik = . Hal ini dapat di lihat dari

= = .

Contoh 2.8.2

Carilah nilai-nilai eigen dan vektor eigen yang bersesuaian dengan matriks

� =

Penyelesaian:

Persamaan karakteristiknya adalah

| − − − | = ,

atau − − = .

Jadi, nilai-nilai eigen dari � adalah = dan = − . Untuk mencari vektor eigen yang dimiliki oleh = , kita harus menentukan ruang nol dari � − �.

� − � = −

Dengan menyelesaikan � − � � = �, kita mendapatkan

(41)
(42)

28

BAB III

PENYELESAIAN MODEL ARUS LALU LINTAS

A. Hubungan Kecepatan, Kepadatan, dan Arus Lalu Lintas

Dalam masalah arus lalu lintas, ada tiga variabel dasar lalu lintas yaitu kecepatan kendaraan, kepadatan lalu lintas, dan arus lalu lintas. Untuk menunjukkan ketiga hubungan variabel tersebut, ada salah satu kemungkinan yang terjadi yaitu situasi lalu lintas yang sederhama. Misalkan, lalu lintas pada jalan yang sama bergerak dengan kecepatan konstan dan kepadatan lalu lintas konstan � . Ilustrasi ditunjukan oleh Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Lalu lintas kendaraan konstan.

Karena kecepatan setiap kendaraan konstan maka jarak antar kendaraan akan tetap konstan. Oleh karena itu, kepadatan lalu lintas tidak akan berubah seperti jumlah kendaraan yang diamati oleh pengamat per jamnya. Setelah waktu � jam, setiap kendaraan bergerak sejauh � , yaitu pergerakan pengemudi dalam kendaraan akan sama dengan kecepatan kendaraan dikalikan dengan waktu. Jadi, jumlah kendaraan dalam jarak � adalah banyaknya kendaraan yang diamati oleh pengamat yang melewati posisi pengamat setelah waktu � jam (lihat Gambar 3.2).

(43)

Gambar 3.2 Jarak kendaraan yang bergerak dengan kecepatan konstan dalam waktu � jam.

Misalkan � adalah banyaknya kendaraan per mil dan � adalah jarak pergerakan kendaraan, maka � � adalah banyaknya kendaraan yang melewati pengamat setelah waktu � jam. Jumlah kendaraan per jam disebut arus lalu lintas. Secara matematis arus lalu lintas didefinisikan oleh

= � . (3.1.1)

Persamaan tersebut telah diturunkan dari masalah yang telah disederhanakan. Hal ini digunakan untuk menunjukkan hukum dasar dari masalah lalu lintas bahwa arus lalu lintas sama dengan kepadatan lalu lintas dikalikan dengan kecepatan kendaraan. Jika variabel pada lalu lintas bergantung pada dan

seperti , , � , , , maka dapat ditunjukkan bahwa

, = � , , . (3.1.2)

Persamaan (3.1.2) dapat ditunjukkan dengan memisalkan jumlah kendaraan yang melewati = dengan perbedaan waktu ∆ yang sangat kecil seperti waktu antara dan + ∆ . Jika ∆ sangat kecil, maka kendaraan bergerak lambat. � dan

adalah fungsi kontinu yang bergantung pada dan , sehingga � , dan , dapat didekati sebagai fungsi konstan dengan nilai = dan = . Perbedaan

(44)

waktu ∆ yang sangat kecil dan kendaraan melewati ruas jalan yang sempit maka arus lalu lintas dapat diaproksimasi dengan , ∆ yang melalui pengamat, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3. Oleh karena itu, banyaknya kendaraan yang melewati ruas jalan dapat diaproksimasi dengan , ∆ � , sehingga arus lalu lintas diberikan oleh persamaan (3.1.2). Fungsi konstan dan � tidak membutuhkan modifikasi seperti fungsi , dan � , . Akibatnya, ada tiga variabel dasar dalam masalah lalu lintas yaitu kepadatan lalu lintas � , , kecepatan kendaraan , , dan arus lalu lintas , yang sesuai pada persamaan (3.1.2).

Gambar 3.3 Aproksimasi perbedaan pergerakan kendaraan dalam waktu ∆ .

B. Model Deterministik Arus Lalu Lintas

Misalkan kondisi awal untuk kepadatan arus lalu lintas (� , ) dan kecepatan kendaraan ( , ) diketahui pada panjang jalannya yang tak terhingga. Pergerakan setiap kendaraan didefinisikan dengan persamaan diferensial biasa order satu, yaitu:

= , (3.2.1)

dengan = .

(45)

Persamaan (3.2.1) menyatakan persamaan yang bergantung pada posisi setiap kendaraan pada waktu tertentu. Penyelesaian dari persamaan tersebut berupa fungsi kepadatan lalu lintas (� , ). Akibatnya, kecepatan kendaraan mempengaruhi kepadatan lalu lintas.

Diketahui interval panjang ruas jalan dari = sampai = seperti pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Kendaraan yang masuk dan keluar dari ruas jalan.

Jadi, jumlah kendaraan pada interval = sampai = adalah

= ∫ � , . (3.2.2)

(46)

jumlah kendaraan dalam waktu tertentu yang keluar dari daerah melalui = dirumuskan dengan

= ∫ � , ,

= , − , , (3.2.3)

dengan , adalah perubahan jumlah kendaraan tiap satuan waktu. Penyelesaian persamaan (3.2.3) tersebut sulit untuk dicari dengan cara langsung sehingga diselesaikan sebagai berikut

+ ∆ −

∆ ≈ , − , ,

+ ∆ − ≈ , ∆ − , ∆ , (3.2.4)

dengan + ∆ − adalah perubahan jumlah kendaraan antara waktu dan

+ ∆ .

Jika , adalah perubahan jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan pada waktu tertentu, maka ∫ , adalah jumlah kendaraan yang melewati ruas jalan pada waktu tertentu antara = dan = . Pada penurunan pendekatan nya, + ∆ = dan = yang integralnya mendekati , ∆ , sehingga

− = ∫ , − ∫ ,

= ∫ ( , − , ) . (3.2.5)

(47)

− = ∫ ( , − , ) ,

=∫ ( , − , ) ,

lim = lim ∫ ( , − , ) ,

= ∫ ( , − , ) . (3.2.6)

Menurut Teorema Fundamental Kalkulus, persaman (3.2.6) menghasilkan

= , − , . (3.2.7)

Di sini dapat berada di sembarang waktu sehingga notasi dapat digantikan dengan notasi jadi diperoleh

= , − , . (3.2.8)

Dengan mengkombinasikan antara persamaan (3.2.1) dan (3.2.8) diperoleh

∫ � , = , − , . (3.2.9)

Persamaan di atas menunjukkan bahwa tidak ada kendaraan yang masuk atau keluar tanpa melalui batas dan perubahan banyaknya kendaraan hanya terjadi pada batas lalu lintas. Hal ini bukan berarti bahwa banyaknya kendaraan antara = dan =

(48)

Contoh:

Misalkan menuju ±∞ sehingga aliran kendaraan menuju nol pada jalan layang yang takhingga panjangnya yaitu

lim

→±∞ , =

Dengan menggunakan persamaan (3.2.9) didapat

∫ � ,∞

−∞ = ,

atau ∫ � ,∞

−∞ = ,

dengan adalah konstan.

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa jumlah kendaraan akan tetap konstan pada sepanjang waktu, tetapi hanya bisa diselesaikan jika kondisi awal jumlah kendaraan adalah atau kondisi awal kepadatan lalu lintas � , diketahui, sehingga:

∫ � ,∞

−∞ = = ∫ � ,

−∞ .

Hukum konservasi berbentuk integral pada persamaan (3.2.9) disebut hukum konservasi lokal pada posisi setiap jalan. Permasalahan yang diselesaikan dengan tiga cara itu, titik akhir pada ruas jalan adalah = dan = yang merupakan kondisi (variabel terikat) tambahan. Dari keterangan di atas, persamaan (3.2.9) harus diganti dengan turunan parsial yaitu

∫ � , = , − , . (3.2.10)

(49)

(1) Perhatikan integral konservasi dari kendaraan dalam interval yang kecil

Pada persamaan (3.2.10), ruas kanan adalah definisi turunan dari , terhadap yaitu �

� , . Sedangkan, ruas kiri adalah limitnya yang

ditunjukkan dengan dua cara, yaitu:

a. Integral adalah luas daerah di bawah kurva � , antara = dan

Oleh karena itu, persamaan (3.2.11) dapat diturunkan menjadi

(50)

b. Fungsi ̅, , jumlah kendaraan di jalan raya di antara sembarang posisi tetap dan variabel posisi yaitu:

̅, ≡ ∫ � ,̅ . (3.2.14)

Kelajuan rata-rata kendaraan antara dan + ∆ setiap mil adalah

−∆ ∫ � ,

Dengan menggunakan Teorema Fundamental Kalkulus didapat

,

= � , . (3.2.15)

Persamaan (3.2.10) dapat diselesaikan juga dengan menggunakan metode (a) atau (b). Karena persamaan (3.2.10) mengandung semua nilai

, maka dapat digantikan dengan yaitu

� , + [ , ] = , (3.2.16)

atau

+ = . (3.2.17)

Persamaan ini disebut persamaan diferensial parsial yang menunjukkan hubungan antara kepadatan lalu lintas dan arus lalu lintas yang diasumsikan bahwa jumlah kendaraan tetap pada waktu tertentu yang disebut hukum konservasi.

(51)

Perhatikan hukum konservasi berbentuk integral pada persamaan (3.2.10) untuk

Karena merepresentasikan sembarang posisi di jalan raya sehingga dapat digantikan dengan . Jadi, persamaan tersebut memenuhi persamaan hukum konservasi seperti pada persamaan (3.2.16).

(3) Penurunan hukum konservasi pada ruas jalan yang panjangnya berhingga antara yang hubungannya dengan ruas kanan pada persamaan (3.2.16) .

, − , = − ∫ [ , ] . (3.2.19)

Dari persamaan (3.2.16) didapat

∫ [ � , + , ] = . (3.2.20)

Persamaan di atas dapat diturunkan terhadap seperti pada persamaan (3.2.16), yang akan didapat seperti pada kasus (1) dan (2). Persamaan (3.2.20) adalah definisi dari beberapa kuantitas integral yang hasilnya selalu nol untuk setiap nilai yang bebas yang diambil limitnya. Fungsi yang diintegralkan yang hasilnya nol untuk sembarang interval adalah fungsi nol. Oleh karana itu, didapat persamaan (3.2.10).

(52)

+ = . (3.2.21)

Persamaan (3.2.21) sesuai jika tidak ada jalan yang masuk ataupun keluar yang menginterpretasikan hukum konservasi dalam berbagai situasi dengan tidak adanya lalu lintas. Secara umum, jika � adalah kepadatan dari kuantitas lokal dan adalah arus dari kuantitas batas persimpangan maka persamaannya seperti pada persamaan (3.2.21). Namun masalah arus lalu lintas didefinisikan sebagai

= � .

Oleh karena itu, hukum konservasi dapat ditulis sebagai

+ � = . (3.2.22)

Persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial parsial untuk masalah lalu lintas yang berhubungan dengan kepadatan lalu lintas dan kecepatan kendaraan.

C. Linearisasi Model Lalu Lintas

Dipandang model deterministik arus lalu lintas berbentuk persamaan diferensial parsial

(53)

+ � �= .

Karena merupakan fungsi yang hanya bergantung pada � maka

+ � � = , (3.3.3)

dengan � adalah fungsi kontinu non linear. Diketahui nilai awal kepadatan lalu lintas

� , = .

Persamaan diferensial parsial untuk arus lalu lintas tersebut tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan integral seperti contoh di bawah ini apabila diketahui nilai awal � = � yang dapat diselesaikan mirip dengan cara menyelesaikan persamaan diferensial biasa.

Contoh 1

Akan diselesaikan

� = .

Persamaan diferensial tersebut dapat langsung diintegralkan, yaitu

∫ � = ∫ ,

� = c,

dengan ∈ ℝ.

Diketahui � = � maka penyelesaian pada Contoh 1 adalah

� = � .

Contoh 2

(54)

= −� + .

Persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan variabel terpisah

+ � = .

Faktor integralnya = ∫ = . Persamaan tersebut dikali dengan menjadi

+ � = ,

� = ,

∫ � = ∫ ,

� = + ,

� = + − .

Diketahui � = � maka

+ = � ,

+ = � ,

= � − .

Penyelesaian pada Contoh 2 adalah

� = + � − − .

Contoh 3

(55)

= − �.

Karena � adalah fungsi yang bergantung pada dan maka persamaan diferensial parsial tersebut dapat diselesaikan dengan metode variabel terpisah yaitu

Untuk nilai konstan yang lain mungkin bervariasi, oleh karena itu penyelesaian persamaan diferensial parsial tersebut adalah

� , = − .

Diketahui kondisi awal � , = berarti

= ,

= .

Jadi, didapat penyelesaiannya yaitu

� , = − .

(56)

� , = � .

Dengan kata lain, kepadatan lalu lintas tetap konstan karena semua kendaraan bergerak dengan kecepatan yang sama. Akibatnya, nilai akhir kepadatan lalu lintas akan tetap konstan seperti nilai awalnya

� , = � .

Kepadatan lalu lintas yang konstan tersebut merupakan kepadatan di titik ekuilibrium. Jika kepadatan lalu lintas relatif konstan, persamaan diferensial tersebut dapat diselesaikan dengan perturbasi atau usikan, misalkan

� , = � + �� , , (3.3.4)

dengan � adalah konstan yang cukup kecil dan |�� | ≪ � yang disebut perturbasi kepadatan lalu lintas.

Asumsikan nilai awal kepadatan lalu lintas adalah fungsi terhadap diketahui dan mendekati konstan � , sehingga

� , = � + � . (3.3.5)

Persamaan (3.3.5) juga merupakan perturbasi kepadatan lalu lintas yang nilai awalnya diketahui yaitu � , = sehingga persamaan (3.3.4) dapat disubstitusikan ke dalam persamaan (3.3.3) menjadi

� + �� + � � + �� � + �� = ,

� � + � � + �� � � = ,

+ � � + �� � = . (3.3.6)

(57)

� � + �� = � � + �� � � +

Dari ekspansi deret Taylor maka persamaan (3.3.6) menjadi

Selanjutnya, kita akan menyelesaikan persamaan (3.3.8) yang terkait dengan linearisasi masalah lalu lintas. Kondisi awal kepadatan lalu lintas adalah usikan awal kepadatan lalu lintas yang diketahui

� , = .

(58)

Gambar 3.5 Kendaraan bergerak dengan kecepatan

Setelah waktu , sistem koordinat berpindah pada jarak karena kendaraan bergerak dengan kecepatan konstan yang diilustrasikan oleh Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Ilustrasi ′ yang bergerak dengan kecepatan .

Oleh karena itu, jika ′= maka = . Di sisi lain pada ′, = ′+ atau

= − . Persamaan diferensial parsial yang dihasilkan dari linearisasi arus lalu

lintas yang bergerak pada sistem koordinat akan diselidiki apa yang terjadi. Sebagai gantinya, penyelesaiannya bergantung pada dan atau ′ dan . Pengubahan variabel yang melibatkan turunan parsial dilakukan untuk memudahkan dalam menjelaskan perbedaan notasi setiap variabel yang digunakan. Variabel ′ dan ′

Bergerak dengan kecepatan

=

=

=

=

=

=

(59)

dengan ′ = digunakan untuk bergeraknya sistem koordinat. Akibatnya, pengubahan variabel yang digunakan adalah

= − ,

= .

Aturan rantai turunan parsial dilakukan untuk menyatakan persamaan diferensial parsial dalam bentuk variabel baru yaitu

= + ′ ′,

� merupakan turunan terhadap waktu pada titik = , sedangkan �

� ′ merupakan turunan terhadap waktu terhadap titik ′ yang bergerak dengan

(60)

Oleh karena itu, persamaan (3.3.8) pada sistem koordinat yang bergerak dengan kecepatan menjadi

− �+ � + � = ,

′ = .

Persamaan diferensial parsial tersebut mempunyai penyelesaian

� = ′,

dengan ′ merupakan fungsi yang berubah–ubah terhadap ′. Variabel aslinya adalah

� = − . (3.3.9)

(61)

= − .

Sehingga terbukti bahwa persamaan (3.3.8) dipenuhi oleh persamaan (3.3.9). Walaupun demikian, persamaan (3.3.8) melibatkan turunan parsial yang bergantung terhadap dan yang dapat diintegralkan pada sistem koordinat yang bergerak dengan kecepatan . Penyelesaian secara umum persamaan (3.3.8) mengandung fungsi yang berubah-ubah, seperti pada Contoh 3. Penyelesaian umumnya adalah

� , = − .

Tetapi � , = , sehingga = . Akibatnya, penyelesaian dari persamaan diferensial parsial dipenuhi dengan kondisi awal

� , = − ,

� , = � + − . (3.3.10)

Jika kendaraan bergerak dengan kecepatan konstan, maka kepadatan lalu lintas tetap sama. Kepadatan lalu lintas tersebut menyebar seperti gelombang yang disebut gelombang kepadatan lalu lintas dengan kecepatan gelombang . Perlu dingat bahwa kecepatan kendaraan mungkin berbeda dari kecepatan saat kendaraan tersebut bergerak. Sepanjang kurva yang − = konstan, maka kepadatan lalu lintas akan tetap sama. Garis tersebut disebut karakteristik dari persamaan diferensial parsial

(62)

Dalam kasus ini, karakteristik adalah semua garis lurus dengan kecepatan , dengan = ⁄ . Ilustrasi karakteristik yang bermacam-macam pada diagram ruang dan waktu ditunjukkan pada Gambar 3.7. Masing–masing karakteristik, kepadatan lalu lintas sama dengan nilai kepadatan lalu lintas itu sendiri saat = . Perlu diingat bahwa � akan tetap konstan sepanjang karakteristik, tetapi � ⁄ dan � ⁄ mungkin tidak sama dengan nol yang diilustrasikan pada Gambar 3.8.

Gambar 3.7 Karakteristik dari � ⁄ + � ⁄ = .

Gambar 3.8 Variasi kepadatan lalu lintas.

Berdasarkan ilustrasi di atas � ⁄ mungkin tidak sama dengan nol karena nilai dari � mungkin bervariasi dengan nilai tertentu. Demikian pula, � ⁄ tidak

=

tertentu

tertentu � =

(63)

mungkin nol karena nilai dari � mungkin berubah dengan nilai tertentu. Dalam Gambar 3.7 dan 3.8 diasumsikan > yaitu

= � � . (3.3.11)

Diagram Dasar Lalu Lintas Jalan diperlihatkan pada gambar 3.9. Kemungkinan, gradien yang positif berarti kepadatan lalu lintas lebih kecil daripada kapasitas jalan yang bersesuaian, dan gradien yang negatif berarti kepadatan lalu lintas lebih besar daripada kapasitas jalan yang bersesuaian. Gradien dikatakan signifikan jika usikan yang diberikan cukup kecil pada kepadatan lalu lintas yang seragam yang bergerak dengan kecepatan konstan yang sama dengan gradiennya seperti pada persamaan (3.3.11). Gelombang kecepatan kendaraan dapat bernilai positif atau negatif.

Gambar 3.9 Kurva kepadatan lalu lintas : kapasitas jalan.

D. Gelombang Kepadatan Lalu Lintas

Sebuah lalu lintas dikatakan padat jika nilai kepadatannya lebih besar daripada nilai kepadatan optimal pada kapasitas jalan. Sedangkan, lalu lintas dikatakan tidak padat adalah jika nilai kepadatannya lebih kecil daripada nilai

kapasitas

jalan

(64)

kepadatan optimal (lihat Gambar 3.10). Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa lalu lintas padat dimana usikan kepadatan bergerak dengan kecepatan yang bernilai negatif ketika berlawanan arah dengan lalu lintas yang tidak padat, sesuai dengan definisi dan Diagram Dasar Lalu Lintas Jalan pada Gambar 3.9.

Gambar 3.10 Lalu lintas yang padat dan tidak padat

Diasumsikan kepadatan lalu lintas hampir seragam pada situasi lalu lintas yang padat. Kondisi awal kepadatannya diilustrasikan oleh Gambar 3.11 dimana garis putus-putus mengilustrasikan kondisi awal kepadatan yang mendekati konstan dan titik pada grafik mengilustrasikan minimum relatif atau maksimum relatif dari kepadatannya. Pada kasus sebelumnya, menunjukkan bahwa kepadatan akan tetap konstan jika pengamat bergerak dengan kecepatan bernilai negatif. Akibatnya, kepadatannya konstan sepanjang karakteristik, yang diilustrasikan oleh diagram ruang dan waktu pada Gambar 3.12.

padat Tidak

padat

(65)

Gambar 3.11 Lalu lintas padat yang hampir seragam.

Gambar 3.12 Karakteristik � ⁄ + � ⁄ = .

Posisi dari maksimum relatif ditandai dengan garis tebal dan minimumnya ditandai dengan garus putus–putus. Misalkan kepadatan awalnya ditunjukkan oleh Gambar 3.13a, yang kemudian setelah waktu � kepadatan bergerak mundur dengan jarak | �|, dengan = ⁄ � � yang ditunjukkan oleh Gambar 3.14b.

Gambar 3.13a Kondisi awal kepadatan lalu lintas.

� ,

=

=

� ,

(66)

Gambar 3.14b Gelombang kepadatan bergerak mundur.

Kepadatan bergerak mundur dengan kecepatan konstan akan meningkat dalam waktu yang kontinu. Gelombang kepadatan pengendara tanpa mengubah bentuknya. Untuk membuat sketsa kepadatan � yang bergantung pada fungsi dan membutuhkan sketsa berdimensi tiga dan hal tersebut tidak selalu mudah untuk digambar. Sebagai contohnya, sumbu horizontal, � sumbu vertikal, dan sumbu yang arahnya ke kertas yang diperoleh dari Gambar 3.14. Kepadatan akan tetap sama pada sepanjang lintasan dengan kecepatan , dengan < . Variasi dari kepadatan lalu lintas tampak bergerak mundur walaupun sebenarnya tidak ada kendaraan yang bergerak mundur.

Gambar 3.14. Sketsa tiga dimensi �, , .

� ,

=

(67)

E. Interpretasi Gelombang Lalu Lintas

Dipandang persamaan diferensial parsial untuk masalah arus lalu lintas setelah perturbasi

+ � = , (3.5.1)

Misalkan kepadatan lalu lintas diukur dari pengamat yang bergerak bukan dari kendaraan yang bergerak di lalu lintas. Posisi dari pengamat ditentukan oleh =

. Kepadatan lalu lintas diukur dari pengamat yang bergantung pada waktu yaitu

� , . Laju perubahan kepadatan bergantung dari variasi lalu lintas dan pengamat yang bergerak, dengan turunan rantai pada persamaan diferensial parsial maka berlaku

� , = � + � . (3.5.2)

Suku pertama pada ruas kanan ��

� merepresentasikan perubahan kepadatan lalu

lintas pada posisi yang tetap dan ��

� merepresentasikan perubahan yang sesuai

fakta bahwa pengamat bergerak pada daerah dengan kemungkinan kepadatan yang berbeda. Dengan membandingkan antara perubahan kepadatan yang bergerak bersama pengamat seperti pada persamaan (3.5.2) dengan persamaan diferensial parsial untuk perturbasi kepadatan lalu lintas seperti pada persamaan (3.5.1). Hal tersebut akan terlihat jelas jika pengamat bergerak dengan kecepatan , yang berarti jika

= (3.5.2)

(68)

= . (3.5.3)

Jadi, � adalah fungsi yang konstan. Pengamat yang bergerak dengan kecepatan tidak akan mempengaruhi pengukuran pada kepadatannya, seperti pada kseimpulan subbab 3.3. Dengan kata lain, konsep yang sama dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah lalu lintas nonlinear, yaitu

+ � � = .

Persamaan (3.5.3) dapat diperoleh penyelesaian secara aljabar dengan mudah yaitu dengan cara mengintegralkan yang diperoleh � = , dimana konstan. Dari persamaan (3.5.3) didapat � = pada sepanjang = + , dimana dan konstan. Untuk garis lurus yang berbeda misalkan konstan, maka � dapat pula nilai konstan yang berbeda. Jadi, konstan bergantung pada konstan, yaitu =

, yang mana adalah fungsi yang berubah–ubah terhadap atau

� = −

Penyelesaian tersebut identik dengan penyelesaian pada persamaan (3.3.10) yang diperoleh dari transformasi persamaan diferensial parsial untuk sistem koordinat yang bergerak dengan kecepatan .

F. Contoh Arus Lalu Lintas yang Hampir Seragam

(69)

yang seragam � sehingga banyaknya kendaraan per jam yang masuk lalu lintas akan tetap seragam.

Gambar 3.15 Jalan raya yang lebar hampir takterbatas (hanya kendaraan yang masuk saat = ).

Perhatikan interval dari jalan raya antara jalan masuk dan titik = untuk membuktikan pernyataan tersebut dengan menggunakan integral hukum konservasi

∫ � , = − , + , .

Karena nilai kepadatan lalu lintas konstan, dan sisi kiri bernilai nol maka arusnya di = harus sama dengan arus saat masuk , = , . Tetapi, arus di =

adalah � � maka , = � � . Dengan kata lain, arus yang masuk sama dengan arus yang keluar, sehingga jumlah kendaraan akan tetap sama dengan asumsi bahwa kepadatannya konstan. Disisi lain, misalkan arus dalam dari kendaraan ditentukan untuk kepadatan yang seragam

, = � � + , (3.6.1)

dengan diketahui.

Sehingga, penyelesaian kepadatan lalu lintas dengan menggunakan persamaan diferensial yang sama dengan subab sebelumnya.

(70)

+ � = .

Persamaan di atas diturunkan dari

� , = � + � , . (3.6.2)

Lalu lintas awal diasumsikan seragam, sehingga kondisi awalnya adalah

� , = .

Kasus ini dapat digeneralisasikan juga dalam kepadatan awal yang sedikit berbeda dengan kasus yang serupa. Perlu diingat bahwa kondisi awal tersebut valid untuk > . Kondisi awal tersebut harus dilengkapi dengan kondisi arusnya seperti pada persamaan (3.6.1), yang disebut kondisi batas karena hal tersebut terjadi pada batas jalan yang melewati jalur cepat saat = .

Penyelesaian umum untuk persamaan diferensial parsial tersebut telah didapat yaitu

� , = − ,

� , = � + − . (3.6.3)

(71)

Gambar 3.16 Karakteristik yang kepadatannya konstan.

� merupakan kepadatan yang konstan pada sepanjang garis. Hal tersebut dapat dilihat dari Gambar 3.16 yang menunjukkan bahwa daerah yang diarsir adalah nilai kepadatan � = atau total kepadatannya � = � saat = , sedangkan daerah yang tidak diarsir adalah keadaan kendaraan yang masuk dalam tingkat yang tidak seragam. Pada daerah tersebut, kepadatan lalu lintas hanya sedikit berbeda dengan kepadatan yang seragam, seperti pada persamaan (3.6.3). Kepadatan lalu lintas saat

, sama dengan kepadatan lalu lintas pada jalan masuk saat waktu ⁄ ,

− = − − .

⁄ adalah waktu yang diperlukan gelombang untuk bergerak yang berjarak dengan kecepatan . Oleh karena itu, kepadatan jalan masuk dalam waktu −

⁄ adalah kepadatan dengan jarak mil pada jalan raya dalam waktu . Kepadatan lalu lintas yang masuk dapat ditentukan dari arus lalu lintasnya, dengan menggunakan persamaan (3.6.1) dan mengasumsikan � mendekati � .

Arus lalu lintas atau � = � + dapat dinyatakan dengan menggunakan metode deret Taylor yaitu

(72)

Karena = ′ � , maka arus lalu lintas diatas diaproksimasi menjadi

� = � + ′ .

Jadi, perturbasi arus lalu lintas secara sederhana adalah perturbasi kepadatan dengan kecepatan dalam waktu tertentu. Dalam kasus ini, perturbasi arus lalu lintas diketahui saat jalan masuk . Sehingga,

= − , >

Jika dimisalkan = − , maka

= ,

= − . ∀ <

Akibatnya, total kepadatan kendaraan yang diberikan oleh persamaan (3.6.3) adalah

� , = � + − , jika − < .

Atau dapat disimpulkan menjadi

� , = {� + − , − < .

� , − > .

Penyelesaian ini menunjukkan bahwa lalu lintas masuk saat = yang menyebar dengan kecepatan dan posisi dengan menempuh waktu ⁄ .

G. Metode Karakteristik Lalu Lintas Tidak Seragam

(73)

+ � � = . (3.7.1)

Penyelesaian dalam subbab sebelumnya dianggap mendekati persamaan persamaan di atas yang kepadatannya hampir seragam. Lalu lintas ditunjukkan secara bervariasi melalui gelombang kepadatan.

Dalam subbab ini akan dijelaskan bagaimana menemukan teknik untuk menyelesaikan kepadatan lalu lintas yang hampir seragam. Diperhatikan kembali pengamat yang bergerak dari beberapa model yang ditetapkan yaitu . Kepadatan lalu lintas yang dilihat dari posisi pengamat akan berubah setiap waktu bergantung pada perubahan posisi pengamat, yaitu

= �+ �. (3.7.2)

Dari persamaan (3.7.1) dan (3.72) dapat dilihat bahwa kepadatan akan tetap konstan dari sudut pandang posisi pengamat, sehingga

= . (3.7.3)

Persamaan (3.7.3) menghasilkan � yang bernilai konstan jika

= � ≡� ′ � . (3.7.4)

(74)

gerakan yang keluar dari pengamat yang mana pengamat akan mengukur kepadatan lalu lintas tersebut konstan, yang diilustrasikan oleh Gambar 3.17.

Gambar 3.17 Garis sepanjang kepadatan lalu lintas tetap sama.

Persaman (3.7.3) dan (3.7.4) merupakan persamaan diferensial biasa, yang kurvanya disebut karakteristik. Sepanjang karakteristik menunjukkan bahwa � konstan; kepadatan akan tetap sama dengan posisi karakteristik yang berpotongan pada data awal.

Dalam kasus ini, arus hampir seragam yaitu

= .

Jadi, untuk semua kurva dalam karakteristik tersebut segaris lurus secara paralel. Pada arus lalu lintas yang tidak seragam, pengamat bergerak pada gelombang kecepatan lokal. Kepadatan lalu lintas akan tetap jika dilihat dari posisi pengamat, sehingga gelombang kepadatan lokal dari sudut pengamat juga akan tetap. Kecepatan yang dilihat dari sudut pandang setiap pengamat bergerak konstan. Setiap pengamat bergerak dengan kecepatan konstan, tetapi pengamat yang lain mungkin bergerak dengan kecepatan konstan yang berbeda, dikarenakan perbedaan kepadatan lalu lintas awalnya. Setiap pergerakannya merupakan gelombang

(75)

kecepatan lokal masing–masing pengamat. Setiap karakteristik bergaris lurus pada kasus ini merupakan arus yang hampir seragam. Akan tetapi, jalan miring yang terkait dengan pengaturan kecepatannya belum tentu sama dengan karakteristik yang berbeda dan karakteristik tersebut juga belum tentu merupakan garis lurus yang paralel.

Dimisalkan sebuah karakteristik yang berawal di posisi = pada jalan raya, yang ditunjukkan oleh Gambar 3.18 dimana sepanjang kurva ⁄ = ′ � dan �⁄ = atau � bernilai konstan. � awal bernilai sama saat = misalnya saat = . Jadi, salah satu jenis karakteristiknya adalah

� = � , ≡ � .

� adalah konstan yang diketahui. Gelombang kecepatan lalu lintas didefinisikan sebagai karakteristik yang bernilai konstan, yaitu ⁄ = ′ � .

Gambar 3.18 Karakteristik awal saat = .

Akibatnya, karakteristik tersebut merupakan garis lurus yaitu

∫ = ∫ ′ ,

= ′ + ,

dengan merupakan perpotongan dalam karakteristik, yang sama dengan saat

= dan = . Akibatnya, persamaan di atas berubah menjadi

(76)

= ′ + .

Persamaan diatas meruapakan salah satu jenis karakteristik. Kepadatan lalu lintas

� bernilai konstan sepanjang garis lurus, yaitu

� = � .

Apabila karakteristik awal berasal dari = maka persamaannya akan mirip untuk

= dan juga disebut karakteristik garis lurus, yaitu

= ′ + .

Walaupun demikian, jalan miring yang berbeda menyebabkan kecepatan juga berbeda jika ′ � ≠ ′(� ). Sebagai contohnya diilustrasikan oleh Gambar 3.19.

Gambar 3.19 Kemungkinan karakteristik garis lurus nonparalel.

Melalui cara ini kepadatan kendaraan di waktu yang akan datang dapat diprediksi saat = pada posisi = , dengan karakteristik dari ruang dan waktu harus diperoleh (lihat Gambar 3.20).

(77)

Gambar 3.20 Menentukan kepadatan lalu lintas yang akan datang dengan mengunnakan karakteristik.

Jika karakteristiknya sudah ditentukan dan sepanjang karakteristik tersebut mempunyai kepadatan yang konstan maka kepadatan pada titik , yang kepadatan dapat aproksimasi dengan perpotongan , yaitu

� , = � , .

Teknik tersebut dinamakan metode karakteristik.

Kecepatan gelombang kepadatan atau ⁄ � menyatakan bahwa pada kecepatan tertentu kepadatan lalu lintas akan tetap sama. Kita akan mendeskripsikan sifat-sifat dari kecepatan gelombang kepadatan. Asumsikan

⁄ menurun ketika � meningkat atau kecepatan gelombang kepadatan menurun ketika kepadatan lalu lintas meningkat. Selain itu, akan ditunjukkan hubungan antara dua kecepatan yaitu kecepatan gelombang kepadatan dan kecepatan kendaraan. Karakteristik kecepatan dapat ditentukan dari kecepatan dan kepadatan lalu lintas. Karena diketahui = � � maka

� = � � + .

Hipotesis awal diketahui bahwa kendaraan bergerak lambat saat kepadatan lalu lintas meningkat atau ⁄ � , yang diilustrasikan oleh Gambar 3.21.

(78)

Gambar 3.21 Hubungan dan � ⁄ � .

H. Lalu Lintas dari Lampu Merah ke Hijau

Misalkan kendaraan–kendaraan berhenti pada lalu lintas saat menyala merah. Posisi tersebut berada pada = . Karena kendaraan berdempetan maka

� = � untuk < . Asumsikan bahwa kendaraan takberhingga banyaknya dan

tidak bergerak walaupun sebenarnya barisannya berhingga dan mungkin bisa jadi sangat panjang kemacetannya. Jika lampu lalu lintas tersebut mengehentikan kendaraan yang cukup panjang, asumsikan pula bahwa � = untuk > , yang kondisi awal kepadatannya diilustrasikan oleh Gambar 3.22.

Gambar 3.22 Distribusi kepatan awal lalu lintas.

Misalkan lampu lalu lintas menyala dari merah menjadi hijau saat = . Persamaan diferensial parsial diturunkan dari konservasi kendaraan, yaitu

= �

(79)

+ � �= . (3.8.1)

Diketahui kondisi awalnya yang merupakn fungsi yang diskontinu

� , = {� ax jika <jika lainnya

Saat lampu lalu lintas berubah dari merah menjadi hijau maka kendaran akan bergerak tetapi kendaraan yang berada cukup jauh dari lalu lintas juga akan mulai bergerak sampai kembali berubah menjadi warna merah yang diilustrasikan pada Gambar 3.23. Lalu lintas yang jarang dapat lebih jauh bebas bergerak; kepadatannya menjadi lebih kecil dan berhubungan dengan penyelesaiannya yang disebut gelombang rarefactive.

Gambar 3.23 Kepadatan lalu lintas setelah lampu merah (Gelombang rarefactive).

Persamaan (3.8.1) dapat diselesaikan dengan metode karakteristik yang telah dibahas pada subbab sebelumnya. Perlu diingat bahwa jika ⁄ = ⁄ � maka �⁄ = �⁄ + ⁄ �⁄ = . Jadi, kepadatan lalu lintas

� , konstan sepanjang karakteristik, yang diberikan oleh

= � = � � + .� (3.8.2)

=

(80)

Kepadatan akan menyebar saat kecepatan ⁄ �. Karena � konstan maka kepadatan juga akan bergerak dengan kecepatan konstan. Karakteristiknya berbentuk suatu garis lurus pada bidang −

= � � + , (3.8.3)

dengan setiap karakteristik yang mungkin mempunyai perbedaan integrasi konstan. Akan dianalisis bahwa perpotongan data awal saat > . Terdapat

� , = , jadi � = sepanjang setiap garis sehingga

= �|�= = � + � ′ � |�= = = ax

Kurva karakteristik yang berpotongan pada sumbu > pada setiap garis lurus dengan kecepatan ax. Karena karakteristiknya muncul dari = dengan >

saat = yaitu

= ax + >

Karakteristik pertama pada daerah tersebut diawali saat = yang karenanya =

ax . Jadi, di bawah daerah kurva > kepadatannya bernilai nol;

sehingga tidak ada kendaraan yang melewati daerah tersebut. Pada waktu yang bersamaan jika kendaraan berada cukup jauh dari lalu lintas, maka tidak ada kendaraan yang melewatinya karena kepadatannya bernilai nol. Pada kenyataannya, andaikan kendaraan seseorang berada pada posisi yang pertama dan setelah lampu merah berubah menjadi hijau serta kepadatannya bernilai nol maka seseorang tersebut akan bergerak dengan kecepatan ax. Seseorang tidak akan mencapai titik dengan = ⁄ ax. Akibatnya, tidak ada kendaraan pada posisi

(81)

Kemudian, akan dianalisis karakteristik pada perpotongan data awal untuk

< dengan kendaraan tetap berada pada posisi kepadatan yang maksimum � =

� ax, yang sepanjang karakteristiknya ditentukan oleh persamaan (3.8.2),

= �|�=� ax= � + � ′ � |

�=� ax = � ax ′ � ax < ,

dengan � ax = sehingga ′ � ax = , yang berarti kecepatannya bernilai negatif. Kepadatan menjadi maksimum berarti lalu lintas berada pada keadaan

“berat”. Jadi, karakteristik ini berupa garis lurus paralel dengan kecepatan yang bernilai negatif pada perpotongan dengan sumbu negatif,

= � ax ′ � ax + < .

Kondisi tersebut diilustrasikan pada Gambar 3.24 yang menyatakan bahwa kendaraan masih berdempetan pada daerah yang diindikasikan pada bagian kiri gambar, < � ax ′ � ax .

(82)

Kendaraan mulai bergerak dengan beberapa waktu yang berhingga sebelum mulai bergerak sesudah lampu merah menjadi hijau. Teori ini juga dapat digunakan untuk kendaraan ke- dengan sejumlah waktu yang sama dengan

= −� − �

ax ′ � ax

dengan � jarak antar kendaraan. Misalkan reaksi pengendara dan waktu percepatan tidak diperhitungkan yang akan menjadi menarik untuk mengukur berapa lama waktu tunggu pada lampu lalu lintas sebagai posisi kendaraan. Kemudian, akan diuji apakah waktu tunggu bergantung linear pada posisi kendaraan. Dari data yang ada didapat ′ � ax

ax ≈∆∆� = − m. p. hkendaraan

km

= − . kendaraan. jam.km

Hasil tersebut merupakan data yang diramalkan dari percobaan Lincoln Tunnel dengan mengasumsikan � ax = kendaraan per kilometer diperoleh

=−�

ax ′ � ax = −� ax ′ � ax = . .

Waktu tunggu yang diprediksi untuk setiap kendaaraan yang berada di belakang lalu lintas adalah

= . = . detik.

Permasalahan yang dapat dihitung sejauh ini hanya daerah antara � = dan � =

� ax. Untuk memperluas secara total dapat menggunakan metode karakteristik

karena hanya ada dua nilai kepadatan (lihat Gambar 3.25) yaitu

(83)

dan

� = untuk > ax .

Gambar 3.25 Kepadatan lalu lintas saat lampu menyala merah.

Gambar 3.25 belum cukup kuat menjelaskan bahwa kepadatannya belum tentu berada pada daerah ini yang merupakan daerah dengan kendaraan benar–benar melalui lampu hijau, yaitu

� ax ′ � ax < < ax .

Andaikan kepadatan lalu lintas awalnya bukan merupakan fungsi yang diskontinu tetapi fungsi yang mulus antara � = dan � = � dengan nilai jarak ∆ yang cukup kecil yang dekat dengan lalu lintas (lihat Gambar 3.26). Dengan ∆ yang cukup kecil diharapkan solusi dari permasalah ini akan sama saat ∆ = .

Gambar 3.26 Kepadatan lalu lintas awal yang kontinu

Untuk ∆ ≠ karakteristik dari � = dan � = � ax pada diagram ruang diilustrasikan pada Gambarr 3.27 yang menjelaskan bahwa pasti terdapat

= = ax

� , , >

= � ax �|

� ax

(84)

karakteristik yang dekat dengan daerah asal. � pada sepanjang garis akan bernilai konstan

= � + .

nilainya sangat kecil yang merupakan posisi dari karakteristik saat = sehingga dapat diabaikan. Kecepatan ⁄ � akan selalu berada pada nilai– nilai yang bersesuaian antara � = dan � = � ax karena rentang � kontinu antara � =

dan � = � ax. Dengan kata lain, kecepatan ⁄ � lebih besar daripada kepadatannya. Kecepatan gelombangnya akan berkurang jika kepadatannya ditingkatkan. Terdapat nilai dengan kecepatan gelombang nol dan negatif, yang sebagian karakteristiknya ditunjukkan oleh Gambar 3.29. Kemiringan garis lurus akan berbeda dikarenakan jarak lalu lintas yang berbeda mulai tidak adanya kendaraan yang berdempetan sampai meningkat sesuai perubahan waktu. Lampu

yang berubah dari merah menjadi hiaju menyebabkan lalu lintasnya “menyebar

keluar” atau “meluas”.

Gambar 3.27 Diagram ruang dan waktu dengan transisi cepat dari tidak ada lalu lintas sampai lalu lintas berdempetan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan proses yang terjadi selama penelitian berlangsung dapat dideskripsikan bahwa melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik, secara bertahap siswa

Dengan pertimbangan responden dalam penelitian ini adalah anggota Polda Sumut dan mempertimbangkan berbagai peraturan yang terkait, maka karakteristik anggaran yang

Aplikasi ini digunakan untuk melihat nilai-nilai yang didapat dari sensor yang dipasang di perangkat keras Arduino beserta kualitas airnya.. Pengguna dapat melihat

Kalender Tanam tersebut merupakan pedoman bagi Dinas Pertanian, penyuluh, dan petani dalam menetapkan pola dan waktu tanam yang tepat, sesuai dengan kondisi iklim di setiap

Daerah Keresidenan Palembang pada masa-masa menjelang Pertempuran Lima Hari Lima Malam memiliki keunikan tersendiri, bila dibandingkan dengan daerah-daerah Indonesia

Kod pumpe fiksirane direktno na samom cjepa č u imamo potrebu za izradom nosa č a pumpe što nam je dodatni trošak i pove ć ava cijenu samog proizvoda, tako đ er nam je

Ezek után érthető és logikus a Magyar Tudós Társaság döntése. Nagy Károly tankönyvét érthetően és magyar nyelven írta, ezen kívül nála találjuk meg először a

   Perencanaan    Pengembangan    Destinasi    Pariwisata..