MENGKAJI HASIL DAUN BAWANG MERAH PADA
JARAK TANAM BERBEDA.
OLEH: I PUTU DHARMA
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya tulisa ya g berjudul” Me gkaji Hasil Dau Bawa g Merah Pada Jarak Ta a Ya g Berbeda” dapat diselesaika . Kajia i i ditulis berdasarka data ya g didapat dari hasil
percobaan dan informasi dari informan yang dipercaya. Oleh karenanya pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik di lapangan maupun didalam penyusunan tulisan ini.
Kajian ini masih jauh dari sempurna, oleh krenanya saran dan kritik demi sempurnannya kajian ini penulis terima dengan senang hati. Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi yang ingin berbudidaya daun bawang merah khususnya.
DAFTAR ISI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Botani Tanaman Bawang Merah 4
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah 5
2.3 Jarak Tanam 6
BAB III. METODOLOGI 7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 8
4.1 Jumlah rumpun yang dipanen per m2 dan hasil daun per m2 8
4.2 Analisis Usahatani 8
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 11
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1 Rata-rata jumlah rumpun yang dipanen dan hasil daun bawang merah per m2
8
2 Rata-rata biaya usahatani daun bawang per are untuk jarak tanam 20 x 7,5 cm.
9
3 Rata-rata total biaya, penerimaan dan keuntungan budidaya daun bawang per are
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang memiliki
bannyak manfaat dan mempunyai prospek pasar yang cerah. Budidaya bawang merah pada
umumnya diusahakan secara musiman antara bulan April s.d September (musim kemarau), yang
biasanya ditanam di lahan sawah. Produksi bawang merah sangat berfluktuasi sepanjang tahun
dan sering diikuti oleh harga yang tidak stabil. Salah satu faktor resiko dalam upaya peningkatan
produksi dan mutu hasil komoditas bawang merah adalah serangan organisme pengganggu
(OTP) yang terjadi mulai dari pembibitan, pertumbuhan tanaman sampai pasca panen.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sangat fluktuatif
harga maupun produksinya. Hal ini terjadi karena pasokan produksi yang tidak seimbang antara
penenan pada musimnya dengan panenan di luar musim, salah satu diantaranya disebabkan
tingginya intensitas serangan hama dan penyakit, terutama jika ditanam di luar musim. Selain itu
bawang merah merupakan komoditas yang tidak dapat disimpan lama, hanya bertahan 3 – 4
bulan padahal konsumen membutuhkan setiap saat. Oleh karena itu supaya tersedia setiap saat
maka selain umbinya, bagian vegetative lainnyapun perlu dimanfaatkan asalkan tersedia pasar.
Dalam pengembangan komoditas unggulan tertentu seperti bawang merah sangat
diperlukan adanya keterpautan berbagai aspek yang saling terkait satu sama lainnya, seperti
permodalan, potensi lahan, manajemen produksi dan pemasaran. Ketersediaan varietas dan benih
bermutu sangat diperlukan karena penggunaan varietas dan benih bermutu merupakan setengah
Bawang merah selain umbinya yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, ternyata bagian
vegetative lainnya juga mempunyai prospek cerah di pasar swalayan. Misalnya bawang muda
yang dipanen, ternyata daunnya dapat bermanfaat untuk sayur. Namun ada perbedaan teknik
budidaya, umur panen, jarak tanam, bahkan waktu tanam juga bisa lebih sering, jika yang
dipentingkan daunnya. Budidaya bawang merah jika yang dipentingkan daunnya, maka
diperlukan waktu dari tanam sampai panen selama 21 – 25 hari. Demikian juga tentang jarak
tanamnya akan lebih rapat dibandingkan jika yang dipentingkan adalah umbinya, karena tingkat
persaingannya belum tinggi, tanaman sudah dipanen.
Keuntungan dari panen muda ini adalah resiko kegagalan akibat serangan hama dan
penyakit sangat kecil, karena belum fase perkembangan umbi.Disamping itu panen muda ini
juga juga dapat meningkatkan pemanfaatan lahan, dan yang terpenting adalah harga daun
bawang merah ini dapat mencapai 30.000 rupiah per kg. di pasar Swalayan (Informasi petani di
Subak Sembung). Berdasarkan informasi tersebut dan sudah ada peluang pasar yang bagus, maka
daun bawang ini perlu dikaji tentang berapa jarak tanam yang cocok, supaya dapat menghasilkan
daun bawang yang secara kuantitas dan kualitas dapat diterima di pasar swlayan.
1.2 Perumusan Masalah.
Berdasarkan masalah di atas maka dirumuskan suatu masalah bagaimanakah hasil daun
bawang jika ditanam pada jarak tanam yang berbeda.
1.3 Tujuan Kajian.
Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hasil daun bawang yang ditanam
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Bawang merah
Bawang merah merupakan tanaman herba dua musim yang tumbuh sebagai tanaman
semusim (kecuali untuk produksi benih). Tanaman ini memiliki sistem perakaran yang dangkal,
berkembang hanya pada kedalaman sekitar 30 Cm dari permukaan tanah. Batang tempat dimana
akar-akarnya tumbuh, memiliki ukuran yang sangat pendek, diametrnya bertambah seitanaman,
seiring dengan perumbuhan tanaman, dan ketika dewasa bentuknya seperti kepompong terbalik.
Daun-daun tumbuh dari meistem pucuk, dan muncul keluar dari batang semu yang terbentuk
oleh pelepah bagianbawah daun-daun yanglebih tua . Helaian daun berwarna hijau dan
berongga.(Gambar 1).
Dalam sistematik, tanaman bawang merah menempati kedudukan sebagai berikut.
Devisi : Spermatofita
Sub devisi : Angiospermae
Kelas : Monokotiledo
Ordo : Asparagales
Famili : Amarylidaceae (Liliaceae)
Genus : Allium
2.2 Syarat Tumbuh.
Bawang merah akan berproduksi maksimal apabila diusahakan dilingkungan yang
sesuai dengan syarat tumbuhnya. Oleh karenanya diperlukan pemahaman yang baik
terhadap factor-faktor lingkungan seperti tanah, dan iklim, supaya tanaman dapt tumbuh
dan berproduksi maksimal.
Bawang merah dapat diusahakann di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai
ketinggian 1000 m dpl (Zulkarmain, 2013 ). Namun yang optimum adalah pada ketinggian 0 –
400 m dpl. Tanaman bawang merah dapat tumbuh dengan baik pada temperatur 13 – 24oC dan
toleran terhadap embun beku (frost). Kelembaban udara 50 – 70%. Untuk pembentukan umbi
bawang membututhkan suhu minimum 22oC (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Bawang merah dapat tumbuh pada tanah sawah dan tegalan, tekstur sedang sampai liat
dengan jenis tanah alluvial, atau latosol (rai, 2011). Bawang menghendaki tanah berpasir,
lempung yang subur dengan draenase yang lancar dan kandungan bahan organik yang tinggi.
Tanah yang gembur dan subur akan mendorong perkembangan umbi sehingga hasilnya menjadi
lebih besar (Singgih wibowo, 1988). Tingkat keasaman yang cocok adalah pH 5,6 – 6,5. Akar
bawang merah tak akan tumbuh pada tanah kering, oleh karenanya bagian dasar umbi harus
selalu berada dalam keadaan lembab. Menurut Yamaguchi (1983, dalam Zulkarnain 2013)
diperlukan suplai air sebanyak 380 – 760 mm selama musim pertumbuhan bawang merah dari
2.3. Jarak tanam.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat dan Rosliani (2004) menunjukkan bahwa
bobot segar dan bobot kering umbi bawang merah dipengaruhi oleh ukuran umbi bibit dan
kerapatan tanam. Dinyatakan pula bahwa semakin rapat jarak tanam maka laju peningkatan hasil
tersebut mengalami penurunan dengan semakin rapatnya populasi tanaman. Jarak tanam juga
menentukan kebutuhan bibit, karena semakin padat populasinya maka semakin banyak bibit
yang dibutuhkan perluasan tanam. Untuk menghasilkan umbi jarak tanam yang umum digunakan
adalah 20 x 20 cm tergantung juga ukuran bibitnya. Namun untuk produksi daun bawang banyak
III METODOLOGI
Sumber data dalam kajian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
didapatkan dari penanaman yang dilakukan di subak sembung, kelurahan Peguyangan.
Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari informasi petani yang sudah sering menangagi
masalah pemasaran daun bawang.
Persiapan yang dilakukan sebelum penanaman adalah: penyiapan benih, pupuk kandang
dan pembuatan petak. Bibit yang digunakan dalam kajian ini adalah bibit dari Kabupaten
Klungkung Bali. Alat yang digunakan adalah cangkul, timbangan.
Petak dibuat dengan ukuran 1,2 x 4m sebanyak 6 petak. Penanaman dilakukan dengan
jarak tanam 20 x10 cm.dan 20 x 7,5 cm.
Pemeliharaan meliputi pengairan dan penyiangan. Panen dilakukan pada umur 23 hari
setelah tanam, dengan mencabut tanaman setiap rumpun, selanjutnya dibersihkan dan ditimbang.
Ubinan yang digunakan berukuran 1 m2.
Variabel yang diamati adalah jumlah rumpun yang dipanen per m2, dan berat basah
tanaman per m2. Kajian ini dilakukan di Subak Sembung, Kelurahan Peguyangan, Denpasar
Barat.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jumlah rumpun yang dipanen per m2, dan berat basah daun per are.
Jumlah rumpun yang dipanen per m2 berbeda-beda karena populasinya memang berbeda,
tetapi ada juga disebabkan oleh jumlah bibit yang mati atau tidak tumbuh.
Rata-rata hasil yang diperoleh di lapangan yaitu hasil panen per m2, jumlah rumpun yang
dipanen per m2 disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata jumlah rumpun yang dipanen, dan hasil daun bawang per m2.
Perlakuan jarak tanam Jumlah rumpun
dipanen (rumpun)/m2
Hasil daun per m2 (kg)
20 x 10 cm 42 1,15
20 x 7,5 cm 54.3 1,55
Berdasarkan tabel 1 maka dapat dijelaskan bahwa jarak tanam yang lebih rapat(20x7.5)
memberikan hasil daun lebih banyak (40 kg /are) dibanding jarak tanam yang lebih lebar (20x10
cm). Hal itu berarti bahwa dengan merapatkan jarak tanam (20x7,5 cm) memberikan
peningkatan hasil sebanyak 34,8% dibandingkan dengan jarak tanam 20 x 10 cm.
4.2 Analisis Usahatani
Berdasarkan data pengamatan dan data sekunder yang berupa informasi tentang harga
daun bawang dan bibit bawang maka rata-rata biaya usahatani bawang merah dapat disajikan
Berdasarkan tabel 2 maka dapat dijelaskan bahwa biaya usaha tani untuk produksi daun
bawang cukup tinggi yaitu Rp.1.244.000, per are terutama harga bibitnya yang agak mahal yaitu
Rp. 30000 per kg.
Tabel 2. Rata-rata biaya usaha tani daun bawang merah per are untuk jarak tanam 20 x 7,5 cm
Pupuk kandang 40 xRp.1100 44.000
Sub jumlah 794.000
Dari hasil analisis usahatani yang dilakukan diperoleh rata-rata total biaya, penerimaan dan
keuntungan dari kedua jarak tanam yang dilakukan disajikan pada tabel 3.
Berdasarkan tabel 3 maka dapat dijelaskan bahwa jarak tanam yang lebih rapat (20 x 7,5 cm)
memberikan keuntungan yang lebih banyak dibandingkan jarak tanam yang lebih lebar, (20 x 10
cm) walaupun total biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dibanding jarak tanam lebar. Perbedaan
total biaya disebabkan karena pada jarak tanam lebih rapat kebutuhan bibitnya lebih banyak,
Tabel 3. Rata-rata total biaya, penerimaan dan keuntungan budidaya baun bawang per are.
Jarak tanam Total biaya (Rp.)
Penerimaan (Rp.)
Keuntungan (Rp.) 20 x 10 cm 1.094.000 3.680.000 2.586.000
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa budidaya daun
bawang dengan jarak tanam lebih rapat (20 x 7,5 cm) memberikan hasil lebih tinggi sebesar
34,8% dibandingkan jarak tanam 20 x 10 cm. Berdasarkan hasil analisis usahatani maka jarak
tanam yang 20 x 7,5 cm memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan jarak tanam lebar.
(20 x 10 cm)
5.2 Saran.
Berdasarkan kesimpulan di atas maka dapat disarankan bahwa untuk memproduksi daun
DAFTAR PUSTAKA.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali ,UPT Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2014. Laporan. Sekolah lapang Pengendalian Hama Terpadu.
Rai. I N. 2011. Pengembangan Produksi Hortikultura. Buku Ajar. Program studi agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Unud. Denpasar.
Singgih Wibowo. 1988. Budidaya Bawang. Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutardi. Idham Samawi, Marsudi dan Agus salim .2002. Tiron, Kultivar Baru Bawang Merah. Balai Pengkajian teknologi Pertanian Yogyakarta.ProSseding Seminar NasionaL. Inovasi Teknologi dalam Mendukung Agribisnis.
Sumarni,N. dan Hidayat.2005. Panduan teknis Budidaya bawang Merah. Balai penelitian Tanaman Sayuran, Lembang.