• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLASIFIKASI MOTIF BATIK MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI PAKET WAVELET Dhani Pratikaningtyas 1, Imam Santoso 2, Ajub Ajulian Z. 2.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KLASIFIKASI MOTIF BATIK MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI PAKET WAVELET Dhani Pratikaningtyas 1, Imam Santoso 2, Ajub Ajulian Z. 2."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Tugas Akhir

KLASIFIKASI MOTIF BATIK MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI PAKET WAVELET

Dhani Pratikaningtyas1, Imam Santoso2, Ajub Ajulian Z.2 Abstract

Texture is an important characteristic of surface analysis of any images. The term of texture generally defined as repeating of texture basic elements called texel (texture element) that spread periodically or randomly. Pattern on batik which can be spots or pictures, can compose texture. In this case, every intensity forms connected pixel which represents every character. By texture approach for analyzing an image, it is expected that computer can recognize batik pattern based on the class.

Texture classification process by analyzing of wavelet package is the method that allows fast classification. In this study, we used Wavelet Package Transformation (WPT) with several kinds of wavelet: 2, Daubechies-3, and Coiflet-1. The classification is started with the decomposition process to obtain the wavelet coefficients which then counted the energy and entropy values of each images and then incorporated to database. The next process is comparing the energy and entropy between images which will be classified with the images on the database. The final step is to find Euclidean distance to show that the tested images is one of the class on the database.

From the testing result on batik pattern, the test based on the kind of wavelet using wavelet Daubechies-2 wavelet level 1 obtain 95% and at level 2 obtain 53,33%, level 3 obtain 36,67%, and level 4 obtain 30%. In the Daubechies-3 wavelet test obtained 86,67% at level 1, 61,67% at level 2, 35% at level 3, and 26,67% at level 4. From the Coiflet-1 obtained 91,67% at level 1, 60% at level 2, 36,67% at level 3, and 23,33% at level 4,

Keywords: batik, wavelet, decomposition, energy, entropy, Euclidean.

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Setiap citra memiliki tekstur yang unik, yang mampu membedakan citra dengan kelas tertentu dengan kelas yang lainnya. Manusia mampu membedakan citra dengan kelas-kelas tertentu karena manusia memiliki ingatan akan tekstur dari setiap kelas citra tersebut. Kemampuan manusia tersebut apabila diterapkan ke dalam suatu sistem yang berupa perangkat lunak maupun perangkat keras, akan sangat berguna untuk diaplikasikan dalam banyak hal. Contoh aplikasinya adalah automatisasi dalam mengklasifikasikan objek atau barang dalam proses industri, analisis citra satelit, pencarian data citra di dalam halaman web atau basis data, peninjauan kualitas barang, dan lain-lain.

Dalam tugas akhir ini akan dibuat suatu sistem berupa perangkat lunak yang mampu mengklasifikasikan citra batik ke dalam kelas-kelas tertentu, karena pada batik memiliki keunikan. Keunikan ini terletak pada motif, pakem (cara motif diorganisasi), dan insen-insen (ornamen-ornamen kecil yang digunakan untuk mengisi ruang kosong diantara motif utama).

1.2 Tujuan

Tujuan dari tugas akhir ini ialah :

1. Membuat perangkat lunak yang mampu mengklasifikasikan citra batik dengan metode transformasi paket wavelet dan metode klasifikasi jarak Euclidean.

2. Meneliti tingkat pengenalan perangkat lunak terhadap citra batik dengan cara melakukan pengujian dan analisis terhadap berbagai wavelet yang digunakan dan rotasi terhadap citra.

1.3 Pembatasan Masalah

Agar tidak menyimpang jauh dari permasalahan, maka Tugas Akhir ini membatasi masalah sebagai berikut :

1. Data masukan yang menjadi objek adalah beberapa citra batik dari 6 kelas yaitu : Parang, Nitik, Garuda, Megamendung, Tambal dan Buket.

2. Menggunakan metode transformasi paket wavelet. Jenis wavelet yang dipergunakan adalah Daubechies_2, Daubechies_3, dan Coiflet_1.

3. Menggunakan 2 ciri yaitu energi dan entropi.

4. Klasifikasi menggunakan jarak Euclidean.

1 1

Mahasiswa Teknik Elektro UNDIP 2

(2)

L L L L L L L H L LH L H H L L L H H L L H L L H L H H H L L H L L H H H L H L H L L L H H H L H H H H H H L H L H H H L H L H

II. DASAR TEORI

2.1 Tekstur

Tekstur dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan piksel (pixel) yang bertetangga. Sistem visual manusia pada hakikatnya tidak menerima informasi citra secara bebas pada setiap piksel, melainkan suatu citra dianggap sebagai suatu kesatuan.

Secara umum tekstur mengacu pada pengulangan elemen-elemen tekstur dasar yang sering disebut primitif atau teksel (texel).Untuk membentuk suatu tekstur setidaknya ada syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat terbentuknya tekstur setidaknya ada dua, yaitu:

1. Adanya pola-pola primitif yang terdiri dari satu atau lebih piksel. Bentuk-bentuk pola primitif ini dapat berupa titik, garis lurus, garis lengkung, luasan dan lain-lain yang merupakan elemen dasar dari sebuah bentuk 2. Pola-pola primitif tadi muncul

berulang-ulang dengan interval jarak dan arah tertentu sehingga dapat diprediksi atau ditemukan karakteristik pengulangannya. Analisis tekstur merupakan hal yang mendasar pada berbagai aplikasi mulai dari penginderaan jauh (citra satelit), pencitraan medis, visi robot, penyimpanan citra pada basis-data yang besar, dan identifikasi kualitas suatu bahan (tekstil, kulit, kayu, batu, biji, dll).

Untuk tujuan pengolahan citra, analisis tekstur adalah menjadikan pola variasi lokal intensitas yang berulang sebagai pembeda, manakala pola variasi tersebut terlalu kecil bila dibandingkan dengan objek yang diamati dalam resolusi yang dipakai. Contoh sederhana adalah pola berulang dari titik-titik di atas latar belakang putih. Motif yang terdapat pada batik yang berupa titik-titik atau gambar juga dapat membentuk tekstur. Dalam hal ini setiap titik intensitas membentuk piksel-piksel yang terhubung yang mewakili setiap karakter.

2.2 Batik

Batik memiliki berbagai macam motif yang bervariasi. Setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas tertentu pada motif batik. Batik memiliki keunikan, keunikan ini terletak pada motif, pakem (cara motif diorganisasi), dan insen-insen (ornamen-ornamen kecil yang digunakan untuk mengisi ruang yang kosong di antara motif utama). Motif batik dapat berbentuk geometris maupun non-geometris. Motif memiliki peranan penting dalam mendefinisikan filosofi atau arti batik[9].

2.4 WAVELET

Kata Wavelet dikemukakan oleh Morlet

dan Grossman pada awal tahun 1980. Dalam bahasa Perancis ondelette yang berarti gelombang kecil. Dan setelah itu dalam bahasa Inggris kata onde diganti dengan wave sehingga menjadi

wavelet[14]. Wavelet adalah fungsi yang memenuhi

persyaratan matematika tertentu yang mampu melakukan dekomposisi terhadap sebuah fungsi.

Wavelet merupakan sebuah basis. Basis wavelet berasal dari sebuah fungsi penskalaan atau dikatakan juga sebuah scaling function. Scaling function memiliki sifat yaitu dapat disusun dari sejumlah salinan yang telah didilasikan, ditranslasikan dan diskalakan. Fungsi ini diturunkan dari persamaan dilasi (dilation equation), yang dianggap sebagai dasar dari teori wavelet.

Persamaan dilasi sebagai berikut :

φ

(

x

)

=

c

k

φ

(

2

x

k

)

(2.1) dari persamaan scaling function ini dapat dibentuk persamaan wavelet yang pertama (atau disebut juga mother wavelet), dengan bentuk sebagai berikut : =

k k kc x k x) ( 1) (2 ) ( 1 0

φ

ψ

(2.2) Dari mother wavelet ini kemudian dapat

dibentuk wavelet-wavelet berikutnya (ψ1, ψ2 dan seterusnya) dengan cara mendilasikan (memampatkan atau meregangkan) dan menggeser mother wavelet.

2.5 Dekomposisi Citra

Alihragam wavelet terhadap citra adalah menapis citra dengan tapis wavelet. Hasil dari penapisan ini adalah 4 subbidang citra dari citra asal, keempat subbidang citra ini berada dalam kawasan wavelet. Keempat subbidang citra ini adalah pelewat rendah-pelewat rendah (LL), pelewat rendah-pelewat tinggi (LH), pelewat pelewat rendah (HL), dan pelewat tinggi-pelewat tinggi (HH). Proses ini disebut dekomposisi, dekomposisi dapat dilanjutkan kembali dengan citra pelewat rendah-pelewat rendah (LL) sebagai masukannya untuk mendapatkan tahap dekomposisi selanjutnya.

(3)

(

)

n

d

E

x y subband y x scale subband

=

, 2 , _

= − = L i i i p z z p e Entropi 0 2. ( ) log ) ( ,

(

)

=

=

N i i

x

x

D

0 2 2 1 Komputasi koefisien-koefisien pada wavelet

dapat diterapkan dengan algoritma pada gambar berikut ini :

Gambar 2.2 Algoritma dekomposisi 2-dimensi dengan

wavelet Haar.

2.6 Energi Subband

Ciri-ciri citra hasil dekomposisi citra dapat diperoleh dengan menghitung energi yang terkandung pada setiap subband. Pada setiap skala, suatu citra terbagi menjadi 4 subband, seperti gambar 2.3.

Gambar 2.3 Citra Subband

Energi setiap subband dapat dihitung dengan rumus berikut:

(2.3)

dengan n menyatakan jumlah titik pada setiap subband [17].

2.7 Entropi

Entropi digunakan untuk mengukur

keragaman dari intensitas citra. Entropi yang dihasilkan melalui wavelet dapat dipilih untuk menjadi ciri suatu citra. Entropi menunjukkan ukuran ketidakteraturan bentuk. Nilai entropi besar untuk citra dengan transisi derajat keabuan merata dan bernilai kecil jika struktur citra tidak teratur (bervariasi). Untuk menghitung entropi dapat dihitung menggunakan :

(2.4)

2.8 Jarak Euclidean

Euclidean merupakan metode statistika yang digunakan untuk mencari data antara parameter data referensi atau basis-data dengan parameter data baru atau data uji.

(2.5)

Dengan:

Di = jarak terhadap tekstur i yang terkecil pada

basis-data

x1 = ciri dari tekstur yan diklasifikasikan

x2= ciri dari tekstur yang terdapat pada basis-data.

Tekstur akan diklasifikasikan sebagai tekstur i apabila Di merupakan jarak terkecil

dibandingkan dengan jarak yang lainnya.

III. PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

Dalam perangkat lunak pengklasifikasi motif batik ini, terdapat proses-proses yang dilakukan dari awal data dipilih, hingga pada akhirnya data tersebut diklasifikasikan. Berikut diagram alir program :

Gambar 3.1 Diagram alir program utama.

Mulai

Memilih Citra M Mengubah citra masukan menjadi citra aras keabuan

Rotasi Filter Dekomposisi Energi Selesai Jarak Jarak= kelas ke-n Proses Klasifikasi Tidak Dikenali Tidak Ya

(4)

Secara garis besar, proses-proses tersebut dikelompokkan pada delapan proses utama yaitu :

1. Memilih citra uji.

2. Mengubah citra masukan menjadi citra aras keabuan.

3. Memilih rotasi citra.

4. Memilih filter yang akan digunakan. 5. Melakukan proses dekomposisi. 6. Menghitung nilai energi dan entropi. 7. Menghitung jarak terdekat citra uji dengan

basis data.

8. Melakukan proses klasifikasi citra.

3.3.1 Memilih Citra Masukan

Proses yang pertama kali dilakukan dalam perangkat lunak pengklasifikasi motif batik ini adalah memilih citra masukan. Citra masukan adalah citra batik dengan format jpg, jepg, png, bmp atau gif. Ada 6 kelas yang digunakan. Berikut contoh motif pada masing-masing kelas :

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 3.2 Cotoh motif batik (a) Motif Buket, (b) Motif Garuda, (c) Motif Megamendung, (d) Motif Nitik, (e) Motif Parang (f) Motif Tambal.

3.3.2 Mengubah Citra Masukan menjadi

Citra Aras Keabuan

Citra masukan diubah menjadi citra aras keabuan terlebih dahulu, secara otomatis pada saat menjalankan perintah rotasi.

3.3.3 Rotasi Citra

Fungsi dari rotasi citra adalah untuk merotasi citra menjadi menjadi beberapa rotasi yang dapat dipilih yaitu normal, 90 derajat, 180 derajat, dan 270 derajat. Citra dirotasi untuk melihat pada saat pengujian, apakah sistem dapat mengenali citra yang sudah mengalami rotasi atau tidak.

3.3.4 Filter Wavelet

Filter citra digunakan untuk memilih filter dari wavelet yang akan digunakan. Filter yang digunakan yaitu Db-2, Db-3 dan Coif-1. Dengan 3 pilihan filter, maka akan terlihat perbandingan kemampuan dari tiap filter pada saat pengujian.

3.3.5 Dekomposisi Wavelet

Proses ini berfungsi untuk

mendekomposisikan transformasi paket wavelet dalam beberapa level yang diiginkan dan mencari koefisien dari setiap node.

3.3.6 Perhitungan Energi

Setelah melakukan dekomposisi maka selanjutnya yaitu menghitung energi yang terkandung pada setiap subband. Energi setiap subband dapat dihitung dari persamaan 2.3. Pada setiap skala, suatu citra terbagi menjadi 4 subband. Energi dihitung pada setiap level dekomposisi.

3.3.7 Perhitungan Entropi

Perhitungan energi berfungsi untuk menghitung entropi yang dihasilkan setiap citra dari transformasi paket wavelet yang merupakan koefisien masukan. Entropi dihitung dari persamaan 2.4. Pemilihan entropi dapat didasarkan pada magnitude terbesar dari seluruh koefisien entropi suatu citra dari seluruh koefisien pada setiap subband.

3.3.8 Perhitungan Jarak

Perhitungan jarak digunakan untuk menentukan kedekatan jarak antara energi dan entropi dari data uji dengan basis data. Perhitungan jarak ini menggunakan rumus jarak Euclidean pada persamaan 2.5.

Citra diklasifikasikan sebagai kelas ke-i yang merupakan jarak terkecil dibandingkan dengan jarak yang lainnya. Sedangkan citra dengan jarak Euclidean yang lebih besar dibandingkan dengan basis data, akan citra tidak teridentifikasi.

IV. PENGUJIAN DAN ANALISIS

Untuk keperluan perangkat lunak ini digunakan beberapa jenis motif batik yang akan dikategorikan ke dalam 6 kelas yaitu parang, nitik, megamendung, tambal, buket, dan garuda yang semuanya terdiri dari 10 citra. Masing-masing motif tersebut telah didigitalisasi dan disimpan dalam file yang berekstensi .*jpg, dengan ukuran 512×512 piksel. Yang secara otomatis pada program akan ditampilkan citra berukuran 400x400. Setiap motif dengan ukuran tersebut akan didekomposisi sebanyak empat kali, yang masing-masing berukuran 200×200 piksel, 100x100 piksel, 50x50 piksel dan 25x25 pilsel . Jadi keseluruhan citra adalah 60 (6×10) dengan 4 x dekomposisi menggunakan 3 jenis filter. Untuk proses belajar digunakan satu level dekomposisi yaitu Daubechies 2 level 1 dengan 5 citra untuk setiap kelas. Jadi seluruhnya

(5)

melibatkan 30 (6x5x1x1) citra latih untuk basis data. Citra data ini ikut diujikan kembali dengan citra uji yang lain, proses pengujian sebanyak 60 (6x10) citra, dengan 4 level dan 3 filter yaitu 720 (6x10x4x3) pengujian.

4.1 Pengujian tanpa rotasi

Pada pengujian dilakukan untuk tiap-tiap kelas motif yang ada, tanpa menggunakan variasi sudut rotasi. Pengujian menggunakan 60 citra, dengan variasi filter dan level dekomposisi.

Dari hasil pengujian diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1 Tingkat pengenalan berdasarkan Daubechies 2.

Jenis Wavelet Db2 Level Nama Tekstur 1 2 3 4 Megamendung 10 2 1 - Tambal 9 3 2 1 Garuda 10 4 - - Nitik 10 7 4 3 Parang 9 6 7 6 Buket 9 10 8 8 Hasil 95% 53,33% 36,67% 30%

Tabel 4.2 Tingkat pengenalan berdasarkan Daubechies 3.

Jenis Wavelet Db3 Level Nama Motif 1 2 3 4 Megamendung 10 4 1 - Tambal 5 - 1 1 Garuda 10 8 - - Nitik 10 7 4 3 Parang 8 8 7 5 Buket 9 10 8 7 Hasil 86,67% 61,67% 35% 26,67%

Tabel 4.3 Tingkat pengenalan berdasarkan Coif 1.

Jenis Wavelet Coif 1 Level Nama Motif 1 2 3 4 Megamendung 9 3 1 - Tambal 8 2 1 - Garuda 10 6 1 - Nitik 10 7 4 1 Parang 9 8 7 6 Buket 9 10 8 7 Hasil 91,67 60% 36,67 23,33%

Dari Tabel 4.1, Tabel 4.2, dan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa tingkat pengenalan tertinggi terhadap citra yang diujikan, ditunjukkan pada wavelet Daubechies 2 level 1. Hal ini disebabkan karena basis data yang digunakan menggunakan filter yang sama.

Basis data yang digunakan sebagai masukan menggunakan 30 citra yang didapat dari 6 kelas motif yang ada, sehingga masing-masing kelas mempunyai 5 nilai energi yang digunakan sebagai basis data. Hal ini mempunyai pengaruh terhadap tingkat keberhasilan pengenalan citra uji. Jumlah basis data yang relatif kecil tidak akan cukup mewakili citra uji yang bervariasi.

Nilai energi yang beragam sangat dipengaruhi oleh koefisien skala pada masin-masing jenis wavelet yang digunakan. Citra yang berbeda akan mempunyai nilai energi yang berbeda pula. Parameter yang digunakan untuk klasifikasi adalah nilai jarak terkecil dari citra yang didapat dari nilai energi dan entropi masing-masing citra.

4.2 Pengujian dengan rotasi

Pengujian berdasarkan rotasi ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat adanya perbedaan niai energi antara citra tanpa rotasi dengan citra pada saat di rotasi. Sehingga hal ini akan mempengaruhi keputusan ‘benar’ dan ‘salah’ atau kesesuian citra dalam menggunakan berbagai jenis wavelet. Citra yang akan diujikan adalah citra dengan rotasi 90°, 180°, 270°. Pengujian dilakukan pada beberapa citra dan jenis wavelet yang dianggap dapat mewakili dalam analisis data.

Tebel 4.4 Pengujian berdasarkan rotasi menggunakan

wavelet Db 2. Rotasi Db 2 90° 180° 270° Level 1 88% 100% 88% Level 2 27% 50% 33% Level 3 22% 38% 33% Level 4 27% 33% 27%

Tebel 4.5 Pengujian berdasarkan rotasi menggunakan

wavelet Db 3. Rotasi Db 3 90° 180° 270° Level 1 72% 94% 72% Level 2 38% 61% 50% Level 3 22% 33% 33% Level 4 33% 22% 22%

(6)

Tebel 4.6 Pengujian berdasarkan rotasi menggunakan wavelet Coif 1. Rotasi Coif 1 90° 180° 270° Level 1 88% 88% 83% Level 2 38% 33% 38% Level 3 22% 22% 22% Level 4 22% 22% 27%

Dari tabel 4.4, tabel 4.5 dan tabel 4.6, dengan pengujinan menggunakan rotasi 90°, 180° dan 270° dapat dianalisis sebagai berikut :

1. Pada pengujian level 1 pada ketiga jenis wavelet, dengan menggunakan rotasi hasil yang diperoleh masih tinggi, ini membuktikan dengan rotasi hasil tidak jauh berbeda dengan tanpa rotasi.

2. Berdasarkan analisis diatas maka nilai energi berubah seiring dengan perubahan bentuk citra terbukti saat dilakukan rotasi maka nilainya akan berbeda dengan pada saat tanpa rotasi.

3. Wavelet terbaik untuk rotasi menggunakan

wavelet Db 2.

4. Pada level 2, 3 dan 4, identifikasi lebih sedikit dikarenakan kedekatan pola informasi yang ditunjukkan dengan kedekatan nilai energi pada motif lain.

Dari hasil uji coba yang dilakukan menunjukkan bahwa Wavelet Db 2, memiliki kesalahan paling sedikit dibandingkan dengan filter atau jenis wavelet yang lain. Selain itu masih terdapat kesalahan pengidentifikasian hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain:

1. Adanya kemiripan citra secara visual Kesalahan identifikasi dapat terjadi apabila terdapat citra pada basis-data yang memiliki ciri-ciri atau pola informasi yang sangat dekat atau hampir sama (mirip). Kedekatan ciri-ciri tersebut dapat terjadi pada citra batik.

2. Adanya cacat pada citra

Meskipun secara visual tidak mirip, namun kedekatan ciri-ciri atau pola informasi biasa terjadi karena adanya cacat pada citra. Cacat inilah yang mengubah ciri-ciri suatu citra sehingga mirip dengan ciri-ciri citra lain.

Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Motif yang berbeda akan mempunyai nilai energi yang berbeda pula, demikian pula saat dilakukan rotasi akan menghasilkan suatu niai energi yang tidak sama dengan tekstur tanpa rotasi.

2. Parameter yang digunakan untuk kecocokan atau kebenaran suatu citra adalah nilai

jarak terkecil dari citra basis data, yang didapat dari nilai energi pada masing-masing citra.

3. Nilai energi yang beragam sangat dipengaruhi oleh koefisien level pada masing-masing jenis wavelet yang digunakan.

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengujian dan analisis maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Nilai energi tertinggi yang yaitu 98.9607 pada

motif Megamendung 09, penggujian menggunakan wavelet Daubecheis 2 level 1, sedangkan energi terkecil 67.5364 pada motif Tambal Wirasat, dengan pengujian menggunakan wavelet Db2 level 1.

2. Nilai energi tetinggi menunjukkan citra dengan variasi (texel) berwarna putih lebih dominan, sedangkan nilai energi terkecil mempunyai variasi (texel) warna hitam yang lebih dominan, seperti pada motif Megamendung, warna putih lebih dominan, diperoleh energi tertinggi.

3. Tingkat pengenalan untuk wavelet Db-2 level 1 sebesar 95 %, level 2 sebesar 53,33%, level 3 sebesar 36 % dan level 4 sebesar 30%. Tingkat pengenalan dengan menggunakan wavelet Db-3 level 1 sebesar 86,67 %, level 2 sebesar 61,67%, level 3 sebesar 35 % dan level 4 sebesar 26,67%. Tingkat pengenalan dengan menggunakan wavelet Coif-1 level 1 sebesar 91,67 %, level 2 sebesar 60%, level 3 sebesar 36,67% dan level 4 sebesar 23,33%. Wavelet Db-2 level 1 memiliki tingkat pengenalan tertinggi.

4. Entropi tertinggi pada motif Nitik yaitu 7,88348 . Entropi terendah pada motif Buket yaitu 7,08.

5. Perubahan rotasi dengan variasi sudut akan mengubah nilai energi tetapi perbedaannya tidak terlalu jauh dari nilai asli. Misalnya pada pengujian wavelet Db 2 level 1 diperoleh hasil pengenalan motif sebesar 95%, dan pada saat dirotasi 90° hasil pengujian pengenalan sebesar 88%, pada rotasi 180° sebesar 100%, dan pada rotasi 270° sebesar 88%.

5.2 5.2 Saran

Berdasarkan pengujian terhadap program klasifikasi motif batik menggunakan metode transformasi paket wavelet ini, dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan penelitian terhadap jenis wavelet selain dari ketiga jenis wavelet yang telah diujikan kemudian dibandingkan untuk memperoleh jenis wavelet yang paling optimal.

(7)

2. Perlu penelitian terhadap topik yang sama dengan penelitian ini, namun dengan citra warna RGB, sehingga tidak hanya klasifikasi motif batik saja tetapi juga ragam warna pada batik.

3. Perlu penelitian terhadap topik yang sama dengan penelitian ini, tetapi menggunakan metode yang lain seperti matik coocurance, autokorelasi, fractal dan lainnya kemudian dibandingkan untuk memperoleh keberhasilan proses klasifikasi yang terbaik.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ahmad, U, Pengolahan Citra Digital & Teknik Pemrogramannya, Graha Ilmu , 2005.

[2] Burrus, C.S., R.A Gopinath, and H. Guo, Introduction to Wavelet and Wavelet Transform, Prentice Hall, Inc., New Jersey, 1998.

[3] Chang, T. and C.C. Jay Kuo, Texture Analysis and Classifcation with Tree-Structured wavelet Transform, IEEE trans on Image Processing, Vol 2 No. 4, Oktober 1993.

[4] Ganis, Yudistira. Klasifikasi Jenis Biji-bijian Menggunakan Matric Coocurance. Teknik Elektro Undip, Semarang, 2009. [5] Jain, A.K., Fundamental of Digital Image

Processing, Prentice Hall, Inc.,

Singapore,1989.

[6] Lim, Resmana, dan Reinders, Marcel,

Pengenalan Citra Wajah dengan

Pemrosesan Awal Transformasi Wavelet, ITS, Surabaya, 2000.

[7] Listyaningrum, Rosanita. Analisis Tekstur

Menggunakan Transfomasi Paket

Wavelet,Teknik Elektro Undip, Semarang 2007.

[8] Mallat, S., A Wavelet Tour of Signal Processing 2nd edition, Academis Press, USA,1999.

[9] Moertini, Veronica, Pengembangan Skalabilitas Algoritma Klasifikasi C4.5 Dengan Pendekatan Konsep Operator Relasi (Studi Kasus: Pra-Pengolahan dan Klasifikasi Citra Batik,ITB, Bandung, 2007. [10] Munir, R., Pengolahan Citra Digital

dengan Pendekatan Algoritmik ,

Informatika Bandung.2004.

[11] Murni, A. dan S. Setiawan, Pengantar

Pengolahan Citra, Elex Media

Komputindo, Jakarta,1992.

[12] Paulus, Eric, GUI Matlab, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2007.

[13] Pitas, I., Digital Image Processing Algorithms, Prentice Hall, Singapore, 1993. [14] Rahmawati,Indah. Pemampatan Citra

Digital Dengan Wavelet Paket. Teknik Elektro Undip. 2005

[15] ...,Batik,http://en.wikipedia.org/wiki/Batik , Maret 2009.

[16] ...,Digital Image Procesing, http://en.wikipedia.org /wiki/Digital_image_processing , Juli 2008. BIOGRAFI Dhani Pratikaningtyas, lahir di Semarang. Menempuh pendidikan dasar di SDN Jomblang Barat 04 Semarang, SLTPN 8 Semarang, dan SMAN 9 Semarang. Saat ini sedang menempuh pendidikan Strata Satu di Universitas Diponegoro Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro konsentrasi Elektronika dan Telekomunikasi.

Menyetujui dan Mengesahkan, Pembimbing I,

Imam Santoso S.T., M.T. NIP. 132 162 546

Tanggal : Pembimbing II,

Ajub Ajulian Zahra S.T., M.T. NIP. 132 205 684

Gambar

Gambar 3.1 Diagram alir program utama.
Gambar 3.2 Cotoh motif batik (a) Motif Buket,   (b)  Motif  Garuda,  (c)  Motif  Megamendung,  (d)  Motif  Nitik,  (e)  Motif  Parang  (f)  Motif  Tambal
Tabel 4.1 Tingkat pengenalan berdasarkan Daubechies 2.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang dan mengembangkan media pembelajaran berbasis multimedia interaktif untuk matakuliah Kimia Dasar 2 di Jurusan Kimia FMIPA

Dalam studi manajemen, kehadiran konflik pendidikan tidak bisa terlepas dari permasalahan keseharian yang dirasakan oleh pengelola lembaga pendidikan. Konflik tersebut

Prevalens infeksi Entamoeba histolytica yang tinggi di kalangan kanak-kanak Orang Asli di Pos Lenjang, Pahang adalah berhubung kait dengan pelbagai faktor termasuk status

Berdasarkan beberapa modus-modalitas kalimat, serta bentuk sapaan dalam negosiasi tersebut begitu nampak jelas sebuah gilir tutur antara tokoh Habibie dan

Dari hasil deskripsi coring pada masing-masing sumur pemboran ma- ka daerah penelitian dapat dibagi menjadi empat kelompok fasies ber- dasarkan litologi yang dominan, yaitu:

Jika penilaian kinerja pembangunan ekonomi masih menggunakan PDRB Konvensional, maka penurunan sediaan SDA dan kemerosotan sediaan manfaat lingkungan di Provinsi Riau

Dalam kedudukannya sebagai pengelola barang, dan dihubungkan dengan amanat pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 17 tahun 2003, Gubernur juga berwenang mengajukan usul untuk

Besaran jumlah modal yang disetor oleh Pemerintah Daerah pada saat perubahan bentuk badan hukum perusahaan menjadi Perumda Air Minum Tirto Panguripan dalam ketentuan ini adalah