• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN. konsumsi. Ketiga, SDA berfungsi sebagai penyedia jasa-jasa lingkungan, seperti. manfaat lingkungan untuk menopang kehidupan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. PENDAHULUAN. konsumsi. Ketiga, SDA berfungsi sebagai penyedia jasa-jasa lingkungan, seperti. manfaat lingkungan untuk menopang kehidupan."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sumber daya alam (SDA) memberikan peranan penting dalam kehidupan manusia. Sebagaimana dikemukakan Pearce & Turner (1990) bahwa SDA setidaknya memiliki tiga jenis fungsi. Fungsi yang pertama adalah SDA sebagai penyedia bahan baku (input) untuk proses produksi dan konsumsi langsung. Kedua, SDA berperan sebagai penyerap limbah (residu) dari proses produksi dan konsumsi. Ketiga, SDA berfungsi sebagai penyedia jasa-jasa lingkungan, seperti misalnya keindahan panorama alam, menyediakan oksigen bagi makhluk hidup di planet bumi, sebagai habitat bagi makhluk hidup dan memberikan berbagai manfaat lingkungan untuk menopang kehidupan.1

Apabila dipandang dalam kerangka sebuah sistem, SDA atau sistem lingkungan berperan sebagai penopang bagi sub sistem ekonomi. Pertumbuhan dan perkembangan sub sistem ekonomi dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi pada sistem lingkungan. Ketergantungan sistem ekonomi terhadap sistem lingkungan antara lain dalam hal memperoleh input untuk proses produksi dan konsumsi langsung serta penyerapan limbah/hasil sampingan dari kedua proses tersebut. Karena hubungan tersebut, maka keberlanjutan sistem ekonomi perlu ditopang oleh kelestarian sistem lingkungan.

Proses produksi dan konsumsi langsung yang terus berlanjut bahkan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk berimplikasi terhadap peningkatan volume sistem ekonomi. Di lain pihak, sistem lingkungan,

1

David W. Pearce dan Richard K. Turner, Economics of Natural Resources and The

(2)

yang menopang sub sistem ekonomi, tidak mengalami penambahan volume, bahkan diduga mengalami penyusutan sediaan bahan mentah (input) dan terjadi degradasi manfaat lingkungan. Jika kondisi demikian benar terjadi dan terus berlangsung serta tidak ada upaya reinvestasi sumber daya alam, maka generasi mendatang diperkirakan akan menghadapi kekurangan input SDA dan rendahnya kualitas lingkungan hidup. Pada akhirnya, pembangunan ekonomi yang berlangsung demikian berpotensi menyisakan kesulitan bagi generasi yang akan datang untuk mencapai kesejahteraan.

Kesejahteraan pada generasi yang akan datang maupun pada generasi sekarang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan konsumi terhadap barang dan jasa yang untuk itu diperlukan pendapatan. Dalam ilmu ekonomi, pendapatan dipengaruhi oleh kapital (yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia dan modal fisik). Hubungan antara pendapatan dan kapital tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan

Y = f (A),

Y adalah pendapatan dan A adalah kapital. Hubungan fungsi tersebut mengindikasikan bahwa jumlah pendapatan ditentukan oleh ketersediaan kapital. Penurunan sediaan kapital, dapat berdampak terhadap penurunan jumlah pendapatan yang dapat mempengaruhi jumlah konsumsi pada periode berikutnya.

Konsumsi yang berkelanjutan adalah prinsip utama dari pendapatan lestari. Sebagaimana dikemukakan oleh Hicks (1946) bahwa yang dimaksud dengan pendapatan adalah jumlah pengeluaran konsumsi pada suatu periode waktu yang

(3)

tidak menurunkan kemampuan belanja konsumsi pada periode waktu berikutnya.2 Hartwick (1977) telah mengungkapkan salah satu upaya untuk mencapai keberlanjutan konsumsi tersebut yaitu dengan cara menginvestasikan penerimaan dari hasil ekstraksi SDA tak terbarukan, seperti halnya penerimaan dari hasil penambangan minyak bumi, ke dalam usaha produktif.3 Kaidah Hartwick (Hartwick Rule) tersebut kemudian diinterpretasikan Solow (1986) sebagai upaya untuk mempertahankan nilai sediaan kapital agar tidak menyusut atau agar nilai sediaan kapital berada pada level yang mantap (constant capital), yang merupakan salah satu prasyarat untuk mencapai keberlanjutan konsumsi. 4

Hingga saat ini, indikator yang digunakan untuk menilai kinerja pembangunan ekonomi di Indonesia adalah Produk Domestik Bruto (PDB) atau dikenal juga sebagai PDB Konvensional/PDB Coklat. Adapun, pada tingkat regional provinsi atau kabupaten/kota adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang juga disebut sebagai PDRB Konvensional/PDRB Coklat. Nilai PDB maupun PDRB tersebut dimungkinkan masih mengandung komponen deplesi dan apresiasi SDA serta degradasi dan apresiasi jasa lingkungan. Oleh karena itu baik PDB maupun PDRB dianggap belum mampu menggambarkan keberlanjutan pembangunan ekonomi. Demikian pula halnya dengan status sediaan sumber daya (kapital) juga belum terekam, akibatnya dampak pembangunan ekonomi pada periode yang lalu terhadap sediaan kapital pun belum bisa diketahui.

2 J.R. Hicks, Value and Capital, An Inquiry into some Fundamental Principles of

Economic Theory, Second Edition (Oxford, UK: Clarendon Press, 1946), hal.174.

3 John M. Hartwick, “Intergenerational Equity and the Investing of Rents from

Exhaustible Resources, American Economic Review, Vol. 67 (5): 972-974.

4 Robert M. Solow, “On the Intergenerationl Allocation of Resources, Scandanavian

(4)

Situasi demikian seperti disebutkan di muka, untuk tingkat regional diduga terjadi dalam perekonomian Provinsi Riau. Berdasarkan nilai PDRB Konvensional (PDRB), Provinsi Riau menduduki peringkat pertama sebagai penghasil PDRB per kapita tertinggi diantara provinsi lainnya di wilayah Sumatera pada tahun 2008. Nilai PDRB per kapita provinsi ini pada tahun tersebut mencapai Rp. 53,26 juta (BPS, 2009).5 Adapun pada tingkat nasional, Provinsi Riau menempati urutan ketiga di bawah Provinsi Kalimantan Timur dan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.6 Ditinjau dari pertumbuhan PDRB Konvensionalnya, perekonomian Provinsi Riau juga menunjukkan tren yang menaik. PDRB konvensional Provinsi Riau meningkat dari Rp. 75,2 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp. 91,1 triliun pada tahun 2008 (BPS Provinsi Riau, 2009). 7

Nilai positif indikator perekonomian Provinsi Riau sebagaimana diuraikan di muka, diduga disertai dengan kemerosotan sediaan sumber daya alam dan degradasi manfaat jasa lingkungan. Dugaan tersebut dilandasi oleh realitas yang menunjukkan bahwa separuh dari nilai PDRB Provinsi Riau disokong oleh sektor pertambangan dan penggalian.8 Kontribusi terhadap PDRB Provinsi Riau dari sektor ini diperoleh dari hasil ekstraksi barang tambang, yang antara lain terdiri dari minyak bumi, gas alam dan batu bara. Kegiatan ekstraksi barang tambang tersebut di muka diduga dapat mempengaruhi sediaan (deposit) barang tambang dan menimbulkan polusi.

5 Badan Pusat Statistik, Perkembangan Beberapa Indikator Sosial-Ekonomi Indonesia,

(Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2009), hal. 134.

6 Ibid. 7

Ibid, hal. 422.

8 Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, Riau Dalam Angka 2009, (Pekanbaru: Badan Pusat

(5)

Selain itu, hampir seperlima dari PDRB Provinsi Riau disumbang oleh hasil produksi sektor pertanian, yang didalamnya antara lain meliputi sub sektor perkebunan dan kehutanan.9 Kegiatan produksi pada sektor ini diduga berpengaruh terhadap sediaan sumber daya hutan dan manfaat jasa lingkungan yang dihasilkan hutan.

Dua hasil kajian telah melaporkan terjadinya penyusutan luas areal hutan di wilayah Provinsi Riau. Pertama, hasil kajian Nurfatriani & Ginoga (2008) yang mengungkapkan bahwa pengurangan luas areal hutan di Provinsi Riau selama periode tahun 1985 – 2006 mencapai 50%.10 Kedua, hasil kajian Uryu et al. (2008) yang menyatakan bahwa pengurangan luas areal hutan Riau pada tahun 1982 – 2007 sekitar 65%.11

Kedua hasil kajian tersebut di muka senada menyatakan bahwa konversi hutan alam menjadi perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu penyebab penyusutan luas areal hutan di Provinsi Riau. Bahkan, Nurfatriani & Ginoga (2008) menyebutkan bahwa konversi hutan untuk keperluan tersebut merupakan penyebab penyusutan areal hutan terbesar. Adapun menurut Uryu et al. (2008), konversi hutan menjadi areal perkebunan sawit pada periode 1982 – 2007 mencapai 1,11 juta ha atau 30% dari total deforestasi di Provinsi Riau.12

9

Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, Riau Dalam Angka 2009, (Pekanbaru: Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, 2009), hal. 422

10 Fitri Nurfatriani dan Kirsfianti L. Ginoga, “Persepsi Para Pihak dalam Perancangan

REDD di Propinsi Riau,” Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, Vol 5, No.3, (2008): 233 – 244.

11 Yuriko Uryu, Claudius Mott, Nazir Foead, Kokok Yulianto, Arif Budiman, Setiabudi,

Fumiaki Takakai, Nursamsu, Sunarto, Elisabet Purastuti, Nurchalis Fadhli, Cobar M.B. Hutajulu, Julia Jaenicke, Ryusuke Hatano, Florian Siegert dan Michael Stuve, “Deforestation, Forest Degradatin, Biodiversity Loss and CO2 Emission in Riau, Sumatera, Indonesia,” Technical Report dipersembahkan untuk WWF Indonesia, Februari, 2008, hal. 14.

(6)

Penyusutan sumber daya hutan tidak hanya mempengaruhi jumlah output yang berupa barang (hasil hutan kayu dan non-kayu), tetapi juga mempengaruhi manfaat jasa lingkungan hutan yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi. Sebagai contoh, bencana banjir yang akhir-akhir ini kerapkali melanda beberapa daerah di wilayah Provinsi Riau diduga erat kaitannya dengan penyusutan sumber daya hutan. Bencana banjir tersebut telah mengakibatkan kerugian yang relatif besar bagi perekonomian Provinsi Riau. Sebagai gambaran, kerugian ekonomi akibat bencana banjir yang terjadi pada akhir tahun 2002 hingga April 2003 ditaksir mencapai Rp. 832,14 milyar. 13

Jika penilaian kinerja pembangunan ekonomi masih menggunakan PDRB Konvensional, maka penurunan sediaan SDA dan kemerosotan sediaan manfaat lingkungan di Provinsi Riau seperti diuraikan di muka tidak dapat terpantau dalam sistem perekonomian, akibatnya tingkat konsumsi lestari dan nilai sediaan kapital pada periode yang akan datang berpotensi untuk menurun. Untuk meminimalkan potensi penurunan tingkat konsumsi dan sediaan kapital tersebut, maka dapat dilakukan dengan cara pemantauan pendapatan lestari, nilai sediaan kapital serta ukuran relatif sistem ekonomi terhadap sistem lingkungan. Nilai pendapatan lestari dapat ditaksir dengan menggunakan indikator PDRB Lestari, sedangkan sediaan kapital dapat dinilai dengan menggunakan indikator Tabungan Asli Regional (Regional Genuine Saving) dan ukuran relatif sistem ekonomi terhadap sistem lingkungan dipantau dengan menggunakan skala optimal sistem ekonomi.

13 Greenomics Indonesia, Walhi Eksekutif Daerah Riau dan ATTR, Banjir Riau: Siapa

(7)

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai dampak perubahan yang terjadi pada sistem lingkungan terhadap keberlanjutan pembangunan ekonomi. Selain itu, penelitian juga dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana selayaknya perubahan yang terjadi dalam sistem lingkungan tersebut diposisikan dalam rangka pemantauan kinerja keberlanjutan pembangunan ekonomi. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang:

1. Dampak perubahan nilai sediaan (stock) SDA dan manfaat jasa lingkungan terhadap pendapatan ekonomi (PDRB) Lestari Provinsi Riau.

2. Dampak perubahan nilai sediaan SDA dan manfaat jasa lingkungan terhadap Tabungan Asli Regional Provinsi Riau.

3. Sinergi antara PDRB Lestari (Sustainable Income) dan Tabungan Asli (Genuine Saving) dalam pemantauan kinerja kelestarian pembangunan ekonomi Provinsi Riau.

4. Skala Optimal sistem ekonomi dalam lingkup Provinsi Riau.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal penghitungan perubahan nilai sediaan SDA dan manfaat jasa lingkungan untuk menaksir PDRB Lestari, Tabungan Asli Regional Provinsi dan Skala Optimal sistem ekonomi. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi kebijakan bagi para pengambil keputusan

(8)

untuk menentukan arah kebijakan pembangunan ekonomi di Provinsi Riau dalam rangka mengantisipasi penurunan kuantitas dan kualitas SDA dan lingkungan.

1.4 Signifikansi Penelitian

Integrasi nilai perubahan sediaan SDA dalam penaksiran kinerja pembangunan berkelanjutan di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, antara lain Repetto et al. (1989), Alisjahbana & Yusuf (2003), Affianto (2004), BPKH XI & FKT UGM (2007) serta Yusuf (2010). Diantara para peneliti tersebut, hanya Yusuf (2010) yang tidak menyertakan faktor penambahan dalam menaksir perubahan sediaan sumber daya hutan, sedangkan peneliti lainnya telah memperhitungkannya walau hanya satu aspek, yaitu pertumbuhan tegakan. Dalam hal penilaian perubahan sumber daya hutan, kajian yang dilakukan oleh BPKH XI & FKT UGM (2007) memberikan gambaran yang lebih menyeluruh karena perubahan sediaan tersebut dinilai berdasarkan perbedaan sediaan tegakan antara dua titik waktu pelaksanaan risalah hutan. Cara demikian dipandang dapat menggambarkan perubahan tegakan yang lebih mendekati keadaan sebenarnya karena sediaan (stok) tegakan merupakan resultan dari dinamika tegakan yang terdiri dari proses penambahan dan pengurangan.

Hal lainnya yang menunjukkan ketidakseragaman diantara penelitian terdahulu adalah dalam hal penilaian degradasi lingkungan. Untuk menaksir kinerja keberlanjutan pembangunan ekonomi, para peneliti umumnya hanya memperhitungkan faktor pengurang yaitu nilai degradasi lingkungan, seperti nilai kerugian akibat polusi (Alisjahbana & Yusuf, 2003; Affianto, 2004; Yusuf, 2010).

(9)

Berbeda dari para peneliti tersebut, BPKH XI & FKT UGM (2007) tidak hanya menilai manfaat lingkungan yang hilang tetapi juga memperhitungkan nilai manfaat lingkungan hutan yang masih tersedia. Dengan demikian, manfaat lingkungan tidak senantiasa mengalami kemerosotan (degradasi) tetapi juga dapat terjadi peningkatan (apresiasi) jika kondisi hutannya masih terjaga dengan baik. Penilaian manfaat lingkungan yang dilakukan di dalam kajian BPKH XI & FKT UGM (2007) antara lain meliputi manfaat hutan dalam mengurangi risiko banjir dan kekeringan serta manfaat hutan sebagai penyimpan karbon.

Penilaian perubahan sediaan sumber daya hutan dan manfaat jasa lingkungan hutan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan perubahan sediaan sumber daya hutan pada dua titik waktu pengamatan sebagaimana dilakukan oleh BPKH XI & FKT UGM (2007). Penaksiran perubahan sediaan tegakan pada penelitian tersebut di muka dihitung berdasarkan data tegakan yang merupakan hasil risalah hutan yang dilakukan secara berkala. Kondisi yang berbeda dihadapi dalam penilaian perubahan sediaan tegakan hutan di Provinsi Riau. Data tegakan belum terekam secara menyeluruh dan berkala. Kegiatan risalah hutan melalui kegiatan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) baru sampai pada tahap pengukuran pertama sehingga belum tersedia data hasil pengukuran pada titik waktu yang berbeda. Oleh karena itu, perubahan sediaan tegakan dan manfaat lingkungan pada penelitian ini ditaksir berdasarkan perubahan luas hutan menurut peta penutupan lahan yang kemudian dikonversi ke dalam bentuk nilai moneter perubahan sediaan tegakan dan manfaat jasa lingkungan.

(10)

Penelitian ini tidak hanya mengkaji perubahan sediaan SDA pada sumber daya hutan, tetapi juga mengamati perubahan sedian barang tambang yang merupakan kontributor terbesar bagi PDRB Provinsi Riau. Selain itu sektor pertambangan diduga memiliki keterkaitan dengan perubahan sediaan sumber daya hutan seiring dengan dimulainya ekstraksi batu bara di wilayah Provinsi Riau. Berbeda dengan penaksiran perubahan sediaan sumber daya hutan, penaksiran perubahan sediaan barang tambang tidak dilakukan atas perbedaan sediaan antara dua titik waktu inventarisasi, melainkan ditaksir berdasarkan jumlah ekstraksinya. Hal ini dilakukan mengingat barang tambang tergolong sebagai SDA yang proses pembentukkannya memakan waktu sangat lama, yang oleh karena itu dapat dianggap sebagai SDA yang tidak mengalami pertumbuhan. Berkaitan dengan manfaat jasa lingkungan sebagai penyimpan karbon, penelitian ini tidak hanya menilai perubahan sediaan karbon pada penutupan lahan yang berupa hutan tetapi juga pada jenis penutupan lahan non-hutan. Di samping itu, kajian ini juga memperhitungkan perubahan sediaan karbon yang tersimpan di bawah permukaan, yaitu pada lahan gambut. Namun, penaksiran perubahan sediaanya tidak dilakukan sebagaimana diaplikasikan pada vegetasi tetapi dihitung berdasarkan jumlah karbon yang terlepas dari lahan gambut yang disebabkan oleh kebakaran dan pengeringan lahan gambut.

Selain hal-hal yang telah diuraikan di muka, penelitian ini tidak hanya mengintegrasikan nilai perubahan sediaan SDA dan manfaat jasa lingkungan terhadap nilai pendapatan lestari tetapi juga terhadap nilai sediaan kapital. Di samping itu, nilai perubahan SDA dan manfaat jasa lingkungan juga dipandang

(11)

sebagai opportunity cost yang kemudian digunakan dalam penaksiran ukuran relatif sistem ekonomi terhadap sistem lingkungan untuk mengetahui kondisi skala optimalnya.

1.5 Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

Kontribusi sektor primer terhadap PDRB Provinsi Riau hingga penelitian dilakukan masih cukup besar, yaitu sekitar 70%.14 Dalam sistem perekonomian, sektor primer meliputi berbagai bidang yang memanfaatkan sumber daya alam secara langsung atau memberikan kontribusi terhadap nilai PDRB melalui hasil eksploitasi sumber daya alam. Dua sektor yang termasuk ke dalam kategori ini adalah sektor pertambangan dan pengaggalian serta sektor pertanian.

Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB Provinsi Riau dihasilkan dari proses ekstraksi minyak bumi, gas alam dan batu bara. Adapun sumbangan terbesar sektor pertanian dihasilkan dari hasil produksi sub sektor perkebunan. Kontribusi sub sektor kehutanan menempati urutan kedua setelah perkebunan. 15 Pada satu dekade terakhir ini, sub sektor perkebunan mulai menggantikan posisi yang sebelumnya diduduki oleh sub sektor kehutanan. Situasi tersebut agaknya terkait dengan tingginya konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit sebagaimana terungkap melalui hasil penyelidikan

14 Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, Riau Dalam Angka 2009, (Pekanbaru: Badan

Pusat Statistik Provinsi Riau, 2009), hal. 422

15 Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, Pendapatan regional Provinsi Riau Menurut

(12)

Nurfatriani & Ginoga (2008)16 serta Uryu et al. 200817). Oleh karena itu, pendapatan (PDRB) yang dihasilkan sub sektor perkebunan dimungkinkan telah menyebabkan deplesi sumber daya hutan dan mempengaruhi manfaat jasa lingkungan yang dihasilkan hutan.

Beberapa manfaat jasa lingkungan yang dihasilkan hutan antara lain sebagai: pencegah erosi, pereduksi risiko banjir dan kekeringan, penjaga keanekaragaman hayati, penyedia oksigen bagi makhluk hidup, habitat bagi berbagai makhluk hidup (Pearce & Turner (1990)18 dan sebagai penyimpan karbon (Costanza et al., 1997)19. Dua manfaat hutan yang perannya semakin mengemuka sehubungan dengan bencana banjir dan kebakaran hutan dan lahan gambut yang kerapkali melanda beberapa daerah di Provinsi Riau adalah peran hutan sebagai pereduksi risiko banjir dan kekeringan serta sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Selain itu, berdasarkan hasil kajian de Groot et al. (2012), kedua manfaat jasa lingkungan tersebut dinilai sebagai yang paling tinggi dibandingkan dengan manfaat jasa lingkungan lainnya.20 Hal senada juga

16 Fitri Nurfatriani dan Kirsfianti L. Ginoga, “Persepsi Para Pihak dalam Perancangan

REDD di Propinsi Riau,” Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, Vol 5, No.3, (2008): 233 – 244.

17 Yuriko Uryu, Claudius Mott, Nazir Foead, Kokok Yulianto, Arif Budiman, Setiabudi,

Fumiaki Takakai, Nursamsu, Sunarto, Elisabet Purastuti, Nurchalis Fadhli, Cobar M.B. Hutajulu, Julia Jaenicke, Ryusuke Hatano, Florian Siegert dan Michael Stuve, “Deforestation, Forest Degradatin, Biodiversity Loss and CO2 Emission in Riau, Sumatera, Indonesia,” Technical Report dipersembahkan untuk WWF Indonesia, Februari, 2008, hal. 16.

18 David W. Pearce & Richard K. Turner, Economics of Natural Resources and The

Environment (New York: Harvester Wheatsheaf, 1990), p. 41.

19

Robert Costanza, Ralph d’Arge, Rudolf de Groot, Stephen Farberk, Monica Grasso, Bruce Hannon,Karin Limburg, Shahid Naeem, Robert V. O’Neill, Jose Paruelo, Robert G. Raskin, Paul Suttonkk & Marjan van den Belt. “The value of the world's ecosystem services and natural capital,” Nature, Vol 387:253-260. hal.254,256.

20

Rudolf de Groot, Luke Brander, Sander van der Ploeg, Robert Costanza, Florence Bernard, Leon Braat, Mike Christie, Neville Crossman, Andrea Ghermandi, Lars Hein, Salman Hussain,Pushpam Kumar, Alistair McVittie, Rosimeiry Portela, Luis C. Rodriguez, Patrick ten

(13)

terungkap dari hasil kajian van Beukering yang menemukan bahwa manfaat hutan dalam mengatur volume aliran air dan mencegah banjir mencapai 42% dari nilai total manfaat jasa lingkungan hutan.21

Atas dasar pemikiran-pemikiran sebagaimana diuraikan di muka, maka kajian perubahan sediaan sumber daya alam pada penelitian ini hanya meliputi barang tambang dan sumber daya hutan. Demikian pula halnya dengan manfaat jasa lingkungan yang dihasilkan hutan hanya meliputi manfaatnya dalam mengurangi risiko banjir dan kekeringan serta dalam menyerap dan menyimpan karbon. Selain kedua manfaat jasa lingkungan tersebut, penelitian juga menyertakan nilai emisi karbon melalui pembakaran bahan bakar minyak (BBM) sebagai salah satu opportunity cost yang dapat mempengaruhi pendapatan lestari dan tabungan asli serta skala optimal sistem ekonomi terhadap sistem lingkungan.

Brink &Pieter van Beukering. “Global estim ates of the value of ecosystems and their services in monetary units,” Ecosystem Services, Vol 1(2012):50-61. hal.55.

21

Pieter van Beukering, Herman S.J. Cesar & Marco A. Janssen. “Economic valuation of the Leuser National Park on Sumatra, Indonesia,” Ecological Economics, Vol 44 (2003):43-62. hal.59.

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya, kedua sufiks ini mempunyai arti yang sama namun adjketiva yang diikuti oleh sufiks ini lebih mewujudkan bentuk atau rasa dari adjketiva itu sendiri dan dapat

Karya tulis ilmiah berupa skripsi ini dengan judul “Preparasi Elektroda Perovskite BaTiO3 Dan CaTiO3 Serta Pengukuran Kinerjanya Pada Baterai Litium” telah dipertahankan di

1) Variabel dependen (variabel kriteria): merupakan variabel yang menjadi fokus utama untuk menjelaskan atau memprediksikan variabilitas variabel dependen. Melalui

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui taraf keberhasilan peserta didik pada materi statistika melalui penerapan metode drill di kelas VII SMP Negeri 10 Banda Aceh ,

KNP mencerminkan bagian atas laba atau rugi dan aset neto dari Entitas Anak yang tidak dapat diatribusikan secara langsung maupun tidak langsung oleh Perusahaan,

Sejalan dengan kebijakan 3R limbah padat Non B3 yang tertuang dalam kebijakan manajemen Pertamina, PT PGE Area Kamojang telah menyelenggarakan usaha pengurangan

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hasil analisis penyelenggaraan Diklat oleh PPSDM Aparatur salah satunya Diklatpim Tingkat IV melalui

Indikator kinerja utama Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lampung Barat merupakan ukuran keberhasilan dari tujuan dan sasaran strategis kantor dengan