No.
1-2Th. X/It[opember
2004rssN
085-4-9559BANDARMAUTANA
JURNAL SEJARAH UNIVERSITAS SANATA
DHARMA
Negara-Negara Sedang B erkembang :
Dari
Ekspor Bahan Mentah Hingga Ekspor ProdukManufaktur
Anton Haryono
Demokrasi,
Civil
Society, dan KapitalismeGlobal
Pasca PerangDingin'
Budiawan
HubunganAgama dan Negara Dalam Konteks
Ketahanan Nasional: Tinj auan Kebij akanloperasional
G Moedjanto
S epenggal Catatan Kusam
Sastro
Sukamiskin
No. 1-2
Th.
X/I.[ovember 2004 ISSN 08s4-9ss9BANIDABMAUTANA
DEWAN
REDAKSI
Dr. Paul Supamo, S.J., M.S.T. Rektor Universitas Sanata Dharma
Dr. Fr. B.
Alip,
M.Pd.,M.A.
Dekan Falailtas Sastra Universitas Sanata Dharma Drs. H. Purwanta,
M.A.
Ketua Jurusan
Ilmu
Sejarah Universitas Sanata DharmaPemimpin
Redaksi :Drs. Silverio R. L.
Aji
Sampumo,M.Hum.
Ketua INDONESIANA (Jniversitas Sanata DharmaAnggota Redaksi
: Prof. Dr. P.J. Suwamo, S.H.Drs. G. Moedjanto,
M.A.
Dra. Lucia Juningsih, M.Hum.Drs. Anton Haryono, M-Hum. Drs. Hb. Hery Santosa, M.Hum.
Drs. Ign. Sandiwan Suharso
Administrasilsirkulasi
:F.
Tri
HaryadiM. Tri
Ema S.Alamat Redaksi:
INDONESIANA
Pusat Studi Sejarah Indonesia, Universitas Sanata Dharma Tromol Pos 29, Mrican, Yogyakarta 55002
Telp. +62-27 4-513301, 515352 ext. 1 546
F ax. +62-27 4-562383,
KATAPENGANTAR
Setelah sekian
lama 'tertidur',
akhirnya
jurnal
Bandar
Maulana
dapat terbitkembali.
Banyak hal yang menjadi alasantidak
terbitnyajurnal
ini.
Tetapihal
itu
dikesampingkan saja, karena tentu menjadi tidakrealistisjika
diungkapkan. Hal perlu menjadi perhatiankita
adalah bahwaBandar Maulana
dapatterbit
kembali sebagai salah satu bentuk pengejawantahan dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.Jurnal
Bandar Maulana kali ini
menampilkan 4 karyatulis
dan
1
transkrip hasil
wawancara denganmantan
romusha.Tulisan
pertamadari
Anton
Haryono
yang
mencoba untukmemahami
lebih
lanjut
beberapafenomena
ekonomi
yang menyertai perj alanan waktu negara-negara sedang berkembang. Penjelasanempirik
dan
teoretik
atas kemunculan setiap era sebagaimana dimaksudkan pada bagian depanmenjadi
fokus bahasan. Mengingat ekspor maupun impor dalam bentuk apapun berkaitan dengandunia luar,
sudah barang tentu pembahasan terhadap fenomena ekonomi negara-negara sedang berkembang membutuhkan eksplorasi kontekstual dalam paradigma saling hubungan antara bagian dunia yang satu dengan bagian dunia lainnya.Selanjutnya
Budiawan
mengajak
kita
untuk
melihat perwujudan demokrasi, masyarakatsipil
pasca PerangDingin
yang berhubungan erat dengan maraknya kapitalismeglobal.
G
Moedjanto,
mengajak
kita
untuk melihat
hubungan
arfiaraagama dan negaradalam konteks ketahanan nasional yang
dilihat
dari perspektif kebij akan operasional.Akhimya Sastro
Sukamiskin
mengajak
kita
berpikir
sej enak tentang kehidupan kerohanian di Nusantara
ini.
Selamat membaca.Kata Pengantar
DAFTAR
ISI
Pengantar
Daftarlsi
Negara-Negara Sedang Berkembang:
nari
gtspoi
Bahan Mentah Hingga Ekspor ProdukManufakturAntonHaryono
Demokrasi,
Civil
Society, danY*pitalisme Global Pasca-PerangDinginBudiawan
Hubungan Antara Agama Dan
NeqlaDalam
Konteks Ketahaian Nasionalrinj
auanKebijakarl
operasionalGMoedjanto
Sepenggal Catatan
Kusart
SastroSukamiskin
Cuplikan Hasil Wawancara dengan BekasRomusha
'll
i I ,t:; :1
NEGARA.NEGARA
SEDAI\G
BERKEMBANG:
DARI
EKSPOR
BAIIAN MENTAII IIINGGA
EKSPOR
PRODUK MANUEAKTUR
Oleh:Anton
Haryono
Pengantar
Dalam lintasan historisnya, banyak rnegara yang
kini
seringdigolongkan
sebagai negara sedang berkembangtidak
hanya telah mengalami transformasipolitik dari
negarakolonial
kenegara merdeka
tetapi
juga
telah
mengalami
transformasi ekonomi. Meski tidak harus berjalan seiring dengan transformasipolitiknya,
banyak negara sedang berkembangtidak
selamanya berkubang pada status eksportir bahan mentah,tetapi
secaraevolutif
mampu berposisi dalam statusbaru
sebagai eksportir produkmanufaktur. Bila dua era disambungkan, yakni era ekspor bahan mentah dan era ekspor produk manufaktur, maka akan terbentuk garis waktu yangdi
dalamnya terdapat masa transisi, yakni masa industri substitusi impor.Sebagaimana
diketahui,
ketika
rlLegara-rr:egara sedang berkembang berstatus sebagai eksportir bahan mentah, pada saatyang
sama
negara-negaraitu
merupakan
importir
produk manufaktur. Industri substitusi impormuncul di sejumlah raegarakolonial
sebagai alternatif baruketika
disadari bahwa depresi besar dunia pada 1929 telah amat merugikan mereka. Denganmenilik
kasus Indonesia, misalnya, krisisini
berdampak sangat buruk bagi kebutuhan pangan penduduk yang sebelurrinya telah gagal memenuhi standar Barat yang paling sederhana'. Namun, peristiwa kelabu dunia itu juga merangsang bagi perkembangan sektor industri, termasuk industri rakyat. Disadarkan oleh bahayastuktur
perekonomian
yang
tidak
seimbang,
pemerintah kemudian berusaha memajukan industri untuk pasar dalam'
W.F. Wertheim, Masyarakat Indonesia dalam Transisi: Perubahan Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana, I 999), hlm. 82.Negra-Negara Sedang Berkembang :
Ihri Ekspor Bahan Mentah Hingga Ekspor Produk Manufaktur
.2
negefl.
Akibat buruk dari
depresi besardunia
pada
1929dialami
Indonesia
juga
dialami
oleh
negara-negara eksportir bahanmeniahlan importil
produkmanufaktur lai Sebagaimanadilihat oleh
Wertheim dan Burger
untuk Indoiesia, Arthur Lewis juga melihat bahwa depresi besar itu telah merangsang bugi tti g*u-negara tropis lainnya tadi melakukanindustrialisuti tobttitosi impor''
Penceburan,r.g*u
tropis
ke
dalam industri
substitusi
impor
ImJmbengkak terutama setelah Perang
Dunia
Kedua' Men Lewis,rJtrhh
mengalami pertumbuh aL y anq cepat selamaa"tua.,
pada akhiriqOO*
sejumlah negara telah mencapai bar"t.tititi
impor
dan industrialisasimulai
melambat'Dai
ti
jenut
substitusi imporini,
industrialiasi di negara-legara tro'6;;;*-""gara
sedang beikembang) hanya dapat dipertahanldengan orientasi eksPoro.
Dari kecenderungan ekspor bahan mentah dan
impor
manufaktur,
melahii fase
transisi
pengembangani
substitusiimpor, menuju
kecenderungan ekspor- manufavu"g iiururni
oren negara-negara sedango-*d*,ti*t:
iJui
*."*:ukkan
idunvu-qeru!1lan'
Namun
demik
perubahan yang dapat diangati
iT
lig:k:"*i|,"y-i:Y
I;;;;G;"g
6'erkimbang" menj adi "maju" bagi negara-ne';;ffi
-terseSut.
Bahkai,
walaupun
indxlr]lfTl^
::
digalakkau,tetap
saja kebanyakan negara-negara trgqls#r*
t*Out
seUagaitegata.iod"stri
sePertiryq-g*:
ffi
il
;;
;i,
u -n"gi,
u*
ulu, khususnya ne gara-ne garadi
'
D.H. Burger, Sedjarah Ekonomis SgsnloSil!19::!f^!.
nuari""ii#i"Tti]'isid't,p;:-,*Pgg,^f1":":*:,:f,S*
rTa(m]a
r.lrauuE
t ,' v
r,
LsL"r -'-'
:----
". rns sava telah menulislndonesia dalam rentang waktu yang i{cup pan:t,.- -
i-
n ^r--.^+ rr--.b1idili-'D*i-RkFii;ertFry{D.}q1i*T;5::*:"}1}'"?l"l
b#;i;Jl"d";;il
Pra-kolonial,. K9l9irial,. da11Sirli#t"t.tlii#ilp6;-ui.n^(io'!ao111ig!!!{*#,R:,y':
iliffiri;"A^t';\f
friii,f,
riliisYakarta:LPUSD'2003)'hlm'3-4e''-
W.enh*
Lewis, The Evolutiontthe
International Economic1f.ir"eto",
o
Frinc"tonUoiue'sity Press, I978)' hlm' 26' lbid.,hlm.zt-32.Negara-Negara Sedang E
Barat danAmerika Serikat. Secara umum, kesenj angan dalam hal kemampuan ekonomi
di
antara dua kelompok negaraitu
masih cukup lebar.Tulisan
ini
tidak pertama-tama dimaksudkan untuk melihat kesenjangantadi,
melainkan terutamauntuk
memahami lebihlanjut
beberapa fenomena ekonomi yang menyertai perjalananwaktu
negara-negara sedang berkembang. Penjelasanempirik
dan teoretik
atas
kemunculan
setiap
era
sebagaimanadimaksudkan
pada bagian depan menjadi fokus
bahasan. Mengingat ekspor maupun impor dalam bentuk apapun berkaitan dengandunia luar,
sudah barangtentu
pembahasan terhadapfenomena
ekonomi
negara-negara sedang
berkembang membutuhkan eksplorasi kontekstual dalam paradigma saling hubungan arttara bagian dunia yang satu dengan bagian dunialainnya. Internalitasnya
seperti
apa
dan
eksternalitasnya berkaraktermacam apa
perlu untuk ditelusuri.
"Perubahan-perubahan"
dalam
"ketidakberubahan"
yang
dialami
oleh negara-negara sedang berkembang kiranya mengait erat dengan hal serupa tetapi dengan"nilai"
yang berbeda yang dirajut oleh negara-negaramaju.Lebih
lanjut, tulisanini juga
berkepentingan untuk melihat bagaimana para ahli memahami setiap fenomena ekonomi yangdialami
oleh negar a-rregara sedang berkembang. Sebagaimana diketahui, silang pendapat dalam memahami apayaugterjadidi
negara-negara sedang berkembangbukanlah
hal
yang
sulit
ditemukan.
Silang
pendapatpara ahli
juga
tampak menonjol ketika rekomendasi-rekomendasi untuk menemukan solusi atasberbagai persoalan dalam konteks pembangunan diajukan.
Ini
semua, selain menunjukkan adanya perbedaan basis teoretik, sekaligus menjadi penandatidak begitu
mudahnya persoalan-persoalan yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang untukdiatasi.Meskipun
negara-negara sedang berkembang
yang
dibicarakan dalam tulisan
ini
pemah mengalami kolonialisme,dan
dalam banyak aspek
dipengaruhi
olehnya,
fenomenaekonomi
yang muncul
beserta persoalan-persoalannya yarngNegara-Negara Sedang Berkembang:
rumit kiranya tidak akan memadai bila hanya dipahami dari segi historisitas
,p.tmf.
t.p"tti
itu'
Apabila kolonialisme
dan neokolonialisme
dipanadi
sebagai
satu-satunya"biang"
.dari;;;;i;,q*;kitr rfu#t,'q*
atian tedebak dalam determinismeyang akut,
tetaprl;;;11'k
n*a"riti1
untuk melihat "duduk
perkara"
dalamp*titftiii-tft"nomi
yane iebih
komprehensif' Halini
dikemukakuob"ku'
dalamrangkimengeliminasi
faktornegatif kolonialismi
;il;
;eokol6nialisme dalam
sejarahekonomi
,"guru-r"!;;
;tk*.
jajahan' tetapi
unlu|
{apatdilihatnya
b".bugui"fuktor dari
perspektif ekonomi
(sedapatmungkin) secara Proporsional'
Ekspor Bahan
Mentah:
Minimnya Industrialisasi
Kecenderungu,t
tk'pot
bahq
mentaholeh
negara-flegarao"e;;;G
air#ui mpitpl"guk
manufaktur' telah berlangsung;lilp'laia.
Permintaanbahan mentah
oleh
negara-negataindustri yang
semui'"t"f"'iiGcil'
kian
membesar sejak akhir abad ke-19,
atally,"g;l;
iewis
disebut seblgai'awal revolusiindustri ke-2,
terutani'a;;;[k;"toditas
karet' tembaga'minyak'
danboksit.
Dibangunnya ianngan kereta apidi
negara-negarajajahan
aunt.*ui,iufft[{* ]1li'd'
perempat
terakhir 'uduAf..-rq
ikut
menopang ekspansiperdaganganintemasional
itu'. Bila ditilik
dari kekuat'i g11111it
J3ti
i}ffiill"'i::.*u#
berdagang,',Y'-:*::::'*
*:X?:
lil.,ii",l-,ft""f
;#*"''ill{*'.1il'',*ii?'T;ffiT".["Ji;
ffiffii'#;ilil,u',"v'
l'b'l
11?]ll"'1
gi:t:?t
#f,"?"*%Uffi
rrr.,rrr,6\oru'-
t-*:;i
il;:ry:::'t:i::-::'::Hif"'#
dunia lg2g'
permintaan negara-n€gara tahun,hingga
deprt
t .t
^-)---^*o*koo,r6
tahun,nlngga
uEPrsDruu're
--'--]'.,
'
6;;d#"drp
produk manufakturlT
YTJ.:e""T:#
i:k
li.'i?JJiiu'",i,i}"';k;p*b'hu"*""tut"Iry^::5.1*:
**ittffi
;'H;'#'h;;;'q1:^t*T^T:rf"y;"T::HHll
'.:-,,:#iffi
*rfir*"v"' ltit'utiut'
terhadap
pengembanganNegara-N egara Sldan-S p 3lkemlan8:
Dari Ekspor Bahan Vt"oton di'!g" Elspor Produk Manufaktur
4
I-'-'
t.."----Ibid'ltlm.zl-industri
di
negara-negara tropis pada periode panjangitu.
Bila
gaungrevolusi industri
segara disambut oleh sejumlah negaraberiklim
sedang, makahal itu
tidak terjadi
di
sebagian besar negaratropis.
Realitasini
dicoba dipahamioleh Lewis,
tidak pertama-tamadari
sudut pandangpolitis,
tetapi terutama dari sudut pandang ekonomis. Menurutnya, dalam waktu yang cukup lama, kekuasaan imperial memang musuh bagi industrialisasi di koloni-koloninya. Namun, pada pertengahan abad ke-19 banyaknegeri yang
relatif
merdeka
juga
tidak
dapat
melakukan industrialisasi. Dari realitasini,
Lewis kemudian mencobauntuk menganalisisnyadari
perspektif ekonomi dan
menemukanadanya
ketergantunganrevolusi industri
terhadap
revolusi pertanian yang terj adi sebelumny a ataupadawaktu bersamaan.Analisis ekonomi
Lewis
itu
tidak
hanya didasarkan pada logika akal sehat, tetapi juga didasarkan pada data-data empiris. Inggris pun, sebagai peloporrevolusi industri pada akhir abadke-1 8, memiliki produktivitas pertanian yang paling tinggi. Revolusi
ini,
seperti dikemukakan Lewis, meluas secara cepatdi
fiegara' negara lain yangjuga
telah merevolusikan sektor pertaniannya, terutamadi
Eropa Barat danAmerikaUtara,
dantidak
menujudalam
kecepatanyang signifikan
ke
negara-negara denganproduktivitas
pertanianyang rendah'.
Interdependensi antarasektor
pertanian
dan
industri
juga
tampak dalam
tulisanLivingstone.
Dikemukakan, sektor pertanianyang
subur akanmemfasilitasi
pengembangan
industri.
Pendapatan
yang diperoleh akan menyajikan dayabeli
yangperlu bagi
ukuranminimum pabrik industri.
Produktivitasnya yangtinggi,
yangditandai
oleh
terpenuhinya kebutuhan pangan dengan lebih mudah, akan menyediakan tenagakerja
bagi
industri.
Lebih lanjut, suplai tabungan dan hasil pajak dari sektor pertanian yangmakmur
dapat dipakaiuntuk
meningkatkan pembangunan, tak terkecuali untuk sektor industrit.''
Ibid.,hlm.8-lo." I.
Livingstone, "Agriculture versus Industryin
EconomicDevelopment" dalam I. Livingstone (ed), Economic Policyfor Development:
S el ected Readings (Middlesex: Pinguin Books, I 97 I ), hl m. 236.
Negara-Negara Sedang Berkembang:
Tiadanya
iklim
investasi
sudah barangtentu
merupakan faktor penghambat bagi industrialisasi. Setidaknya pada abadke-19, menurut
Lewis,
kekuasaanyang
masih terkonsentrasidi
tangan kelas penguasa tanah, seperti di Asia,Afrika,
danAmerika
Latin,
dan bahkanjuga
di
Eropa Tengah danEropa
Selatan, merupakan penghalangtersendiri. Mereka
adalahkelas
yang diuntungkan oleh impor murah, sehingga tidak ada alasanuntuk
mendukung munculnya kelas industri baru. Ketika peluang bagi industrialisasi secara internal sulit dilakukan, maka penyesuaianyang
lebih
mungkin
bagi
negara-negaratadi
adalah menjadi pengekspor produk-produk pertanian'.-
fetltu
permintaan negara-negaratropis
terhadap produk manufakturkian
meluas, hanya beberapa negara saja sepertiIndia,
Ceylon,Brasilia,
danMexico
yang membangunindustri
modemnya sendiri, dan itupun dengan kemajuan yang lamban' Selain
ying
telah
disebutkandi
muka,
faktor
perintang bagi pengembanganindustri
moderndi
negara-negaratropis
antataiainio:
pertama, sebagian
besar
perdagangan impor-ekspordikuasai
oleh
kekuatan asing,
sehingga keuntungan terbesar mengalir kepada mereka, dan halini
mengurangi ketersediaan dana danuiaha
untuk
investasi dalam manufaktur domestik.Kedua, partisipasi dalam dunia
perdagangan intemasional sendiri menambah nafsukonsumtif
atas barang-barang buatanluar negeri
sehingga menghancurkanindustri lokal.
Ketiga, tiadanya perlindungan pemerintah terhadap industrillnufaktur
yaog*usih
lemah (tradisional), misatnya melaluikebijakantariff
dankuota.Meskipun permintaan terhadap produk-produk manufaktur
terus meninglat, investasi industrial
untuk
menghasilkan produk-produkitu
belum muncul secara signifrkandi
sebagianL..*
iegura
tropis kolonial,
sebelum mereka
merasakan ,.pukulanmauf'
depresi dunia 1929. Investasi swasta asing jelas .oduh lama masulg dandari waktu ke
waktu terus membesar;"
w. Arthur L erirs, op.cit.,hlm. I 0- Il.
'o' Ibid.,hlm.22-24.DariEksporBah***,JiiTi;);tff.?iffJfrXTl"itr;
namun, investasi
ini
diarahkan untuk eksploitasi bahan mentahatau bahan
baku industri
daram rangka
mengakomodasipermintaan pasar ekspor.
fidak
heranjikalnvestasi ivasta
asingpada
waktu
itu
diarahkan
pada
sektor
perkebunan
dan pertambangan. Pemerintah koloniar bahkan juga pasca-koronialtidak
banyak berhasil menarikjumlah
in"eiusi
uriog
.".*u
signifikan ke dalam industri domestik antara lain disebabian olehsempitnya pasar domestik".
Artinya,
meski permintaan terhadapproduk
manufrlon
terusmeluai,
hal
ini
dipahami oreh para investor sebagaib"l"
3 memenuhi syarat skala
.iri*r.
purur.-
Investasi
kryitalistik
yang
memang
berorientasi
padakeuntungan,
".dah
barang
tentu
akan
mempertimbangkanpotensi pasaro- Ketika pasar
itu
beradadi
negara-n egarariaiu, dan dalamkomodias
bahan baku industri,mika
invJstasi akandiarahkan
ke
sekror-*kgr
eksploitasi bahan
baku
ekspor.Dengan sendiriny4 akumulasi kapitar juga akan difokuskan pada sektor ini,
drn
hkmpada
sektofindusti
manufrktur domestik,lahkan
tT!"pT
,p"!rh
iwestomya
korporasi asing atau bukan.Ragnar Nurkse,
ketika
mengkaji^
persoalair_persoalan
pembentukm
-d"!
di
negara-nigu*
uiderdeveloped,
secara tegas menyahkm bahwa dorongan investasi dibatasi oleh ukuran pasar. Dikemukakm, di negara-negara miskin penanaman modal dalam produksi barang daniasa untuk pasar domestik terhalangi oleh ukuran pastr yangkecil, at,o dayibeli
domestit yang iiaar< memadai".._
.".H.
Iv{ynq_-The- classical Theoryof
International Trade andUnderde.velo-q*-cormtries- dalam r.
riuirgrto*
("it:i;;;;i"'iZiiry...,
op.cit.,hlm.l0&l(D.
''
Dal,-
ffilgO_
T"g*logi,
ekonomi, perilaku demikian sering$1"1r1::Eryeronomi.-rasi*"f E. E. LeC lair dan'amld
v*Eu"i6"au-i.iG;A;;;i;;.iil,ut
IC Schn;layJg
ij rA; i
r m i c A.n t h rop o t o gr : R e a d i n g,!
"*"
??:!
#E:jNT,
y9r-k: Hdrt,ni*r,..t,
rra _ryirtii,, %t., r so sl;-*A;,#;ili-fi
;i,"yHi.:Trff
,'i#J^:{,':{{#{^y":::,?":.:"f
{;{f
,;tffj-:iffi,)%::ffi(:{,U'yx-,Xuit;;x,Xiiyx*
dalamln&utriKuitdiJowa:zsai_iii7;tu;;,;gt"fi;;;;ii;;gy;;*a,
Kepel Press,2003).
''
Ragnar-Nrutse,--lroblem
of
Kagnar Nurkse, prublem of Caoital Formation in lJnderdepeloped Counrries (Axfor* gasit gtackw"tl t g
jii,
tk".
o.Ieg3la,-Negara Sedag Bertembaag:
Ekonomi
Subsisten dan PerdaganganInternasional
Sempitnya
puru'
domeslik
-yang
telah.
menghalangip."g"*tu"g'u"
inAustri
manufakturmodem
di
negara-negara sedang(belum)
berkembang, terutam.3pa{a
1a;a
kolonial'
;;;
h:t"
aiinai[asit<an
6ien
masih
sedemikian
kuatnyaekonomi
subsistensi';;;;;
rakyat' Walaupun perekonomianini
secaraevolutif
mencair, pada ientangwaktu
yangcukup
lama telahturut
..* *"i.ifjtit*
kondisi masyarakat dengan daya;;[ ]td
rendah.N*rttt
mengemukakan'faktor
yang
amatpenting
yang
menentukan ukuran pasar adalah produktivitas'ilki,rui
p;
tida[
r'anv1
-diF*'Y"'
tetapi
secara nvata ditegaskan,ot"t
rooir,*"ntlg"rti
Sgduktivitas
sendiri sebagian besar sangatt"rguoili!'p'a"
ti"er-"t
penssul1l
T1?]iit'"t
;il"k"ii
Oapa,atr dimaklumrjika
masyarakat pertaman yangmasih hidup
aufu*
J*i'
subsistinsi tidak mampu menjadipasaryang
memadai
bi]
^ft;-*
manufaktur
domestik'
Ketika
industri
ini
mun.*i-d;l'-
skala
kecil'
produk-produk 'yang dihasilkankalah
b;.;;
bur]5d*i
segi mutu
maupun hatga a"rgun Ptoduk massal dariluar"'
Kecenderungan ekspor bahan mentah' yanqkgmu{ia1
$ikuti
denganimpor
p,oA*
manufaktur'ptaltis
telahterjadi
ketika masyarakatdi
""g;;"fftt"nit-5"t"nial
masih diselimuti oleh kehidupan sribsistensi' Pertanyaan pun kemudianmuncul'
yakni perihal bisa
ditariknya
masyarakat yarrgmasih
dalamtataran
secukuphidup
ke
dalam-perdagangan -internasional'Memang
propo,ti*i5'u"tut
perdagangan-intemasional itu
dikuasai
oleh
investor asingi
"um"n'
rakyat
juga
terlibat'
terutamadalam
komoditas pertanian'Selain
itu'
perusahaan-perusahaanasirrgffi
tntfiUlutm
tenaga kerja ralryat dan para'o lbid.,flm.8-9.
ll,:,lt*:nl";,I*il"f_ff
ll*ht*ffiiH5ffi
frfiilf
,fi
,;
industri di EroPa Barat
nrndukvans dihasilkan
m"merlirlan"fasar di koloni-kolg'Tyu
memerlukan Pqsar clr Koloru-ruruuurJa u!!."r
r';puri
nutyui -..,-op.cit.,hlm.
il;;;*t"idan
murah' Lihat Anton Haryono'Negara-Negara Sedan-g Ber-kembang:
Dari Ekspor Bahan MentaU finggo E'-kspor Produk Manufaktur
23.
imigran
dari
Cina dan
India,u.
Bagaimana
perdaganganinternasional yang menyeret masuk
negara_negarat
opl,
kolonial
harus dipahami,
ternyata
tetah
*"I.ri*bulku,
perdebatan.
Menurut
pokok pikiran Adam Smith dalam
Wealth
of
Nations, perdagangan internasional mengatasi sempitnya pasar {1lam negeri dan menyajikan jalankelualbagi ,rr.pi
*
produksidi
atas kebutuhan domestik (teori..saluru.r.rlplrrr;,;.
Sllain
itu, dengan_
meluasnya
pasar,
perdagangan iniernasional juga
memperbaiki pembagian kerj a dan meningkatkan
produktivitis
umum dalam negara.
(teori ..produktivitas;;.
MenurutH. Mynt,
dalam
interpretasi
mengenai spesialisasi
perdaganganinternasional,
teori
produktivitas
berbeda denganteorl
biayakomparatif'- Teori
produktivitas
memaham]
perdagangan internasional sebagai kekuatan dinamis yang dengan*.lirurryu
qasq
dan jangkauan pembagian kerja meningkatkan kecakapan dan ketangkasankerja,
mendoronginovasi-teknik,
mengatasiketakterbagian
tekn11,
g-"f
memungkinkan
negara"iung
berdagang menikmatihasil
danperkeibangan
eko"nomi yuogmeningkat.
Sementara
itu, teori
biaya
kompaiatif
memandangnya semata-mata sebagai suafu gerakan sepanjang kurve kemungkinan produksi statis yang tersusun atas sumber
daya tertentu dan
teknik-teknik
tertenlu dalam
negara yang berdagang.Dalam teori biaya komparatif,
spesialisasi yang dipahamisebagai realokasi
.Lp!9.
daya
merupakan-pr:or",
yang
sepenuhnyadapat dibalikkan. sementira
itu,
spesiaiisasi menurut Adam Smith merupakan perubahan dan-pembentukankembali
strukt*r
produksi suatu
negara
,rrtot
memenuhip-ermintaan ekspor, dan oleh karena itu
tiaat
mudah dibalikkan.Hal
ini
berarti bahwa, suatu negara yang mengkhususkan pada'o Perihal .te.naga kerja
imigran
dari
Cina dan India,
Lewis:::,T:*f*$wa
napl naruh kelua abad k"_Df
trrrr,"ri uiui"nlg;k"4un:tygc;1Tll
dua negeriiT
yt
t.UStserja terutarira sebalai tenag; ledaKonraK dl negara-negara tropis kolonial (hlm. l4). "' H.Mynt, op.crl., hlm. g6-gg.
Me311-N"g"." Sedang Berkembang:
pasar ekspor lebih mudah kena serang (terpukul) oleh
perubahan-ierubatran
dalam perdagangan daripadayang
dr-perhitrllgkan oleh teori biayakomparJif.-Dalam
iklim
mental ekspansif abadke-19,
menurut
Mynt,
aspek produktivitas
dari
spesialisasi perdagangan internasional sepenuhnya dikuasai oleh aspek yang mudah kena serang(goncangan)-Secara faktual, nilai total dan hasil fisik ekspor ne gara-negara
tropis
pada abadke-19
berkembang pesat'Namun'
menurutMynt, iral
ini
dicapaitidak
sungguh-sungguh.da-1am cara yangaiuuyu"gt*
oleh smith, yakni pembagiankerja dan spesialisasiVu"g
f.6if,
baik
yang
mengatahke
inovasi dan
kemajuanturn'ulatif
dalamk".uiupuo ?an
produktivitas
setiap pekerja, baik pekerja pada sektor perkebunan dan pertambangan' maupunpada sektor ekspor petani- Pengembangan produksi ekspor petani
'*i.uf"yu
dicapai
secara sederhana'yakni
menanami.lebih
Uuryut
tanahd"rg*
metode yang sama seperti yang dipakai dalamekonomi
subsistensi. Bahkan,ketika
tanaman-tanaman;k.p".
alternatif (baru)
diperkenalkan
tidak
juga
terdapatp.*buhun
'
*etode
Yangsignifikan'''
Teori biaya
tompulutlf
mengasumsikan bahwa sumberdaya suatu negara adalah terbatas dan sepenuhnya telah digunakan sebelum'negaraitu
masuk ke dalam perdagangan_ interrasional.Fungsi
p.idugurgur, oleh
!q?P iq,
adalah
realokasisumberdaya
terteritu
dengan
lebih-efrsien
antara
produksi
domestik
dan
produksi
ekspor' Produksi ekspor
dapatditingkatkan hanya dengan
mengurangiproduksi
.domestik' SemJntaraitu,
teori
fungii
permintaan berasumsi bahwa suatu;;il;
t;"g
sebelumnvi
terisolasi,.1'angbaru
saja masuk kedaiam plrdagangan luar negeri,
memiliki
beberapa jenis surplusk;t;;6t
prIa,rrli
Fungsiperdagangantidak untuk
realokasi sumberdaya tertentu,t"6pi
untuk
mgngakoqrodasi permintaanli.ttif
U*
terhadapouput
dari surplus sumberdaya yang akan;", a
terpakaiLiu
iiaur
ada perdagangan internasional.Negara-Negara Sedang Berkembang:
Dari Ekspor Bahan Me'ntah Hingga Ekspor Produk Manufaknn
10
Produksi
ekspor{arat
ditingkatkan
tanpa harus mengurangiproduksidomestik".
.
Suatunggapyang
baru akan masuk ke dalam perdagangan internasional telah me,miliki surplus kapasitas pnodrkri "ku..ou negara itu menderita ketirtakseimbarga, atau disproporsi antara kapasitasproduksi
dan
kapasitaskonsumsi.
6ahm
konteks masyarakatperhnia4 hal
ini
ditandaioleh
tanah yang masihberlimpah
dfuarding
denganjumlah
penduduknya.i.rtiryu,
terdapat surptus t*'rah yang belum terpakai. Seme ntara itu,ketika masihterisolir Oeqm
masukke
perdagangan intemasional), tenaga kerjaymg
ada yang sesungguhnyatidak
cukupbanyaf
b9,1um pula
diguualm
secaraoptimum,larena
kehidup^an secarariil
masihbermaf
sub$istensi atau organisasi ekonorni belumberkemtang
(psr
setempatmasih
J*gut
sempit).
Artinya,
lenaga
lerja
ymgrerbarasiarpun bisa dikatakanmemiiiti
r,r.pi*
(tenaga kerja takpro&f
cif).
Menrrm
h{ff,
Emi
saluran surplus menyaj ikan pendekatanyang lebih
mmdai
daripada
teori konv"nrioouf bagi
tipeekspansi-perrdagmgm internasional
di
negara-negara ledang(belum)
lfumq.
I-aju
etspansi yang-tinggi
"aariproduk ekspor merrdra
tidak
dapat
dijilaskan
o*i
p.irpekrr
tiaya
komparatifymg
beildasar padaisumsi
sumberdaya tertentu danteknik
t€ffiem-
Dai
ekspansiitu tidak
dijumpai
bagian yangsignifikan
afuJra
penrbahan-perubahan revolusion-er datamPqik
danpeni'gkatan produktivitas. produksi
ekspor petaniberkemtang
melalui
_perluasan
penanaman
dengan
tetap memakai menodeqetodeproduksi tradisional.
SemEntaraitu,
sektorpe'k€hman
dan pertambangan berkembang atas dasar meningkatnyasrylai
tenagakerja
murah.pendekitan
saluranru.rpl*.
yang mengrahkan
perhatianke
kepadatan penduduk f"9ug,
falfror yang meirentukan kapasitas ekspor juga^memilikikelebihan
daripda
toori konvensionalro."
Ibid,hlrr-g1 ^' Ibid.,ttn
95-96. Neggl-Negra Sodilg Bertembang:Ekspansi
produksi
ekspor
yang
cepat
di
negara-negatajajahan
pada
abad
ke-19
tidak
dapat dijelaskan
secara-*.*rru.k*
tanpa mendalilkan bahwa
negara-negara
itu
memulainya dengan sejumlah besar surplus
kapasitl
produksi yangterdiri
atas s-umber dayaalamyang belum terpakai maupunt"oigu
kerja
setengah menganggur(tidak
produktif).
Surplus kapa-sitas produksi-menyajikan kepada mereka barang-barangyang
sebenarnya"tak
berharga"untuk
memperolehbarang-6-i"g
impor
yang
tidak perlu
menyita atau
mengurangisumberdayi
diri
produksi
domestik,
tetapi
semata-matamemerh,rkan pekerjaan yang lebih penuh untuk tenaga kerja semi
menganggurnya.
tni tiaat
6erarti bahwa, apalagi dalam konteksf<oloiiafiidal
te4adi
pengorbanan-pengorbanan tertentu daripenduduk.
Mengingat ketika jumtahnya masih relatif kecil tenaga kerja
pertaniai
telah menunjukkanciri-ciri
tidak
(kurang)produktif,
maka
ketika
jumlahnya
kian
membesar
pengangguranterselubung di daerah pertanian padat penduduk makin menguat.
Menurut
liurkse,
dengan adanya pengangguran terselubung, sebagianpenduduk
yang
bekerja
di
sektor pertanian
dapat digeser tanpa harus mengurangi o-utputpertaniln:
Dengan katalafi,
outpuipertanian yung suma dapat diperoleh deaganjumlah
tenaga kerja yang lebihkeiit,
kendati tidak ada perubahantelmik
berc[cok
ir""*
Dari
sudut pandangini
Nurkse
memahamibahwa dalam suatu
negara pertanian
yang
ditandai
olehpengangguran
terselubung
yanq
tingsi
lerdpat
"tabungan"'pot
-"riuf
Vang tersembunyi yang
bisadimobilisir
untuk berbagaiproyek (akuirulasi kaprtal)
tanpa harus mengurangi
outputpertanian".
Industri
SubstitusiImPor
Depresidunialg2gyangamatmenekannegara-negara
tropis, seperti telah disinggung pada bagran depan, memberikan"'
RagnarNurks e, op.cit ,hlm32-38.Dari Ekspor Bahan
daya dorong bagi industrialisasi
untuk
substitusi impor.Hal
ini
tampak menonjol terutamadi Amerika Latin.
Depresiitu
telah mematahkan kekuatan resistensipolitik
terhadap industrialisasi,baik
yang
dataog
dari
kekuasaan
imperial maupun
darikelompok-kelompok
kepentingan domestik dalam
produk
primer. Hal de,mikian
juga
tampak dalam kasus Indonesia sejak 1930andi
mana capaian perkembanganindustri
sejakkrisis
dunia
itu
t'npak tak
tertandingi
oleh
periode
manapun sebelumnya- Bukan hanya orang-orang miskin saja yang mencari kesempatankerja
di
sektor
industri, tetapi
kelas
menengah Indonesia kala ifirjuga ikut
menciptakanrrya". Kemajuan besar tampak padain&stri
tenun di Jawa Barat, dan setelah 1935juga
industri-industri modern
modal
asing seperti
dari
Amerika, Inggris, Jermaq danBelgia'.
Seperti telah dikemukakan oleh Lewis, setelah perang Dunia
Kedua
negara-negaratopis
menghablurke
dalam
substitusi impor. Perke,nnbangan cepat terjadi pada 1950an dan l960andi
manaproduksi industri
negara-negaraini
tumbuh
sekitar 6,5 persen setiap tahrm- Namun, padaakhir
1960an sejumlah negaratelah
mencapai batas susbstitusi
impor dan
kecepataninduskialisasi
mulai
melambat'4.Salah satu problem
utama kecendenmgan melambatitu
adalah pasar dalam negeri yang terbatas.Daya
beli
masyarakat rendah karena produktivitas mereka juga rendah. Produktivitas yang rendah setidaknya dapatdilihat
dari
proponi
pengangguran terselubungdalam
sektorpertanian
yang
cukup
tinggi,
terutama
di
negara-negara berpenduduk padat dan sekaligus dengan laju pertumbuhan yang tinggi.Surplus tenaga
kerja yang cukup
tinggi
di
negara-negara sedang berkembangmenjadi
salah satu acuanbagi
argumenpentingnya industrialisasi.
Bagi
pendukung-pendukungnya, industrialisasi akan menyerap kelebihan tenaga kerja. Namun,"
W.F. W€rtheim, op.cit.,hlm. 83."
D.H. Burger, op.cit.,hlm. lg5-lg'l . 'n W. Arthur Lewis, op. cit.,hlm. 3l.
Negara-Negara Sedag Bertembaag:
menurut Livingstone,
bukti
kuat yang
ada
memperlihatkan bahwa dalampiaktik
industri manufaktur tidak dapat menyerap tenagakeda
denganlaju
yang
amatcepat"r
Hal
ini
kiranyaberkiitan
d.t
gurriiogginya surplus tenaga kedadi
satu sisi, dan rendahnya kemampuan suatu negara untuk membangun industri dalamskah
yang memadai.Apalagi industri,
terutama dalam skala besar,dit
*toi
oleh kebijakan upahminimum
buruh dantersedianya
modal yang
mencukupi'
Dari
kenyataan
itu'
Livingstone
merekomendasikan
bahwa
untuk
menyerapkelebiian
tenaga kerja, pembangunan pertanian relevanuntuk
digiatkan,tanpi
harus mengabaikan realitas kelangkaan tanah.Minurutnya,
pertanian tidak hanya bersifat labour intensiueyang
tinggi, tetapijugamemiliki
fungsi produksi yang fleksibel'u'"i"a"rt
iuiislasijuga
sering dianjurkan dengan pertimbanganuntuk meningkatkan keuntungan (penghasilan), karena industri
dipahami
menawarkan keiempatan secara
tetap
untuk
mirlogt
ttatt
spesialisasi dan pembagian kerja, aplikasi mesin' dan mJnyajikankesemp atanyang lebih besar untuk inovasi danp"og"ouiui, teknologi
baru.
Sebaliknya,
hasil
pertaniandika:tukur,
bila
tidali
berkurang, maksimal konstan,
yang diperoleh dengan menanami lebih banyak tanah denganmetode--Ltod"
produlsi
yang kurang
lebih
sama.Erat
berhubungand.oguo
pemikiran'tenlang penghasilan yangmeningkal
dalaminaristriatisasi
adalah
ipi
yary
lazim
disebut
"ekonomi
eksternal". Dalam menaksirnilai
proyek investasi, yang relevanbukanlah
keuntunganprivat, tetapi produk
marginll
sosialt"""t*g*
total fang
diperoleh, bahkanoleh
proyek-proyeklain, dari-pemb angtlnan proyek
itu"'
____
b""gr"
rn
rrilik
deskripsi Livingstone, sesungguhnya masih banyakirg,rrrr.n
tentangani
penting
industialisasi.
Satu hal yurrg meno'n3ol dari deskripsiitu
adalatr bahwa setiap argumen-"riOupu*u"
bantahannya tersendiri. Apalagljika
argumenitu
"
I. Livingston e, oP. cit.,hlm. 238.'"' Ibid.
"'
Ibid.,hlm.24l.DariEksporBah-n*,"il?iffi*I;-,:T":#f'[il|iTii1tr
telah
merendahkanposisi
pertanian.Argumen
dan
kontra-argumen
memberikan petunjuk yang
jelas
perihal
tidak
mudahnya
menkain
pembangunandi
negara-negara sedang berkembang.Hal
ini
kiranya
disebabkanoleh
kompleksitas persoalanyang
hrus
dipecahkan:surplus tetaga
kerja
yangsedemikim
".98r,
tabrmgan danmodal
yangtidak
memadai,produltivias
dan
daya
beli
masyarakat
yang
rendah, kesenjangandm
ketergantungan terhadap negara-negara maju yang tinggi,dm
lairlain-Ke@ah peneftk
yangtinggi,
yang telah menimbulkan berbagaipersmmkrusial,
oleh B.F. Hoselitz dipahami sebagai faktor yangmendnkung eksistensi industri kecil di negara-negara Asia*. Hal ini saidaknya berlaku hingga pertengahan abad ke-20 ketikatulism
llmeliu
dipublikasikan. Dikatakan, industrikecil
biasanya lebihbersif*
padat karya daripada industri besar. Selainitu,
koefisien modal bmbahan pada industri keciljuga
tampaklebih
re,ndah-Mengingat
secararelatif
terdapat kelimpahan tenaga kerja den kehngkaan modal, rata-rata ukuran industridi
Asialebihkcil
daipadayang berkembang diBarat".
MerurtrHoseliE,
dalam konteks Asia, produktivitas industri kecillurang
dari seperlima produktivitas industri besar. Bahkan produktivitasinestri
kecil itu
lebih
rendahdari
produktivitas pertaniaL N*mrm, s€telah ditelusuri, falitor penyebabnya adalah banyaknyainexti
dengan pekerja hanya 4-5 orang dan belumtermekanisasi.
Perlu
diketahui,
Hoselitz
mengelompokkanindustri
kecil
ke
dalam
2
kelompok,
yakni industri
dengan pekerja 4-5 ormg dan industri dengan pekerja 6-49 orang.Ketika
tipe
yang
p€rhma
disingkirkan, produktivitas
industri
kecil
menjadijarh
lebih
tinggi,
apalagibila
disertai dengan proses mekanisasi-Dari sini
ia menyimpulkan bahwa langkah pentingdalam in&strialisasi
di
negara-negara sedang berkembang adalah pencryaian usaha yang melampaui ukuran industrikecil
'* B.F. Hmelitz, "Small Industry in Underdevelopment Countries" dalam L Livingstone
(d),
Economic Policy..., op.cit.,hlrr,. 264."'Ibid.
Negara-Negara Sedmg Bertembang:
tipe pertama
-
tadi',.Labour intensivedi satu sisi danproduktivitas yang rendah
di
sisi lain kiranya telah menjadikan industri kecil di negila-negara sedang berkembangmemiliki kontribusi yang
besar
dalammenyerap
tenaga
keda,
tetapi
tidak
cukup handal
untuk meningkatkan pendapatanpekerja-
Hal
ini
berbeda dengankontribusi
induitri
kecil
di
Jepang,yang cukup
besar dalammenyerap tenaga
kerja
dan
sekaligus mampu
memberi penghasiian yang memadai bagi para pekerjanya. Industri kecildi
""g..i
sakuralni
produktivitasnya
tinggr,
rata-rata
t91ahmJngatami
mekaniiasi,
dan
dari
segt
menejemen
juga
terkoordinasi secara baik.Ekspor
Produk
Manufaktur
Seperti
telah
dikemukakan,pada
alfiir
1960an sejumlah negara sedang berkembang telah mencapai batas substitusiimpor
dan
industriilisasi mulai
melambat. Pasar dalam negeri yangamat
terbatastidak
mampu
mengakomodasiseluruh
produkindustri
manufaktur
yarlg
dihasilkannya.
Dalam
kondisi
demikian, industrialisasi hanya dapat dipertahankan!l[6
produk-produk manufaktur mendapatkan pasardi
negaralain.
Ekspor manufaktur kemudian menjadi orientasi baru,baik
ke
sesama negara sedang berkembang maupun ke negara-negara-mljy' Pada taliun-tafuun a=wal volume ekspor mereka tgmbuh pada laju yangtinggi, yakni 10 persen setiap tahunnya"'
-bite*utunnya
pasar bagi produk manufakt,r negara sedang berkembangdi
negam-negara maju berkait dengan perubahan-perubahanv*g
tojudi di
negara-negaraberiklim
sedang itu. SetelahPerangbunia
Kedua negara-negara maju di Eropa telah sampai pada-kondisi
kelangkaan tenagakerja
yang
berupah rendah.-Hal
ini
antaralain
disebabkanoleh
pertumbuhan penduduk yang mendekati"nol" di
satu sisi, dan pertumbuhanindustri
V*g
r"top
pesatdi
sisilain.
Salah satu reaksi sistem*' Ibid.,hlm.268-274.
"
W. Arthur Lewi s, op.cit,.lrdm. 32.DariEksporBahan"*Jiiffi)'esff":ffiJfrHTiffi
ekonomi terhadap tekanan
tadi
adalah
kesediaan untuk
mengimpor
produk manufaktur yang dihasilkan oleh
para pekerj a berupah rendah dari negara-negara sedang uert"muurrgrt.
Artinya,
sampai
batas
teitentu,'r.gurr_,
e1ara
sedangberkembang diuntungka^n
oleh
perkembaigant"i*ugut"4uu,
danindustri
di
Eropa. Orientasi ekspor negara_negara sedang berkembangfidak-hSy.l dldgrong oleh pasar dalam negeri yang sempit
-tetapi juga ditarik oleh tuntutan baru neg
;rr*;;;;;maju.
Dalam konteks
manufaktur
negara_negara
sedanglerfembang
pada waktuitu,
..daridahmlido-rr!
rc
tuar, Oandari
luar
ditaik
maqtk,-
Dari sini
tampak"buh*u
yurg
berkepentingan
bukan hanya
negara
ir;;;;
luntuk
menemukan
w):
tetapi
juga
,.!u.,
korru*"o
i"r*t
m.end3patkan
prod,+
yang
suaantidik
ekonor"i,
fugi'r.rrrt
t
dihasilkansendiri)-
Bahkan, kepentingan negara konsumenitu
bisa dikatakan lebih besar, terutama uiTa aiing'at uarr*a propo.si investasi yang cukupbsar
dalam industrimiruatto."irp""r
ai
negara-negara sedmg.b"r-E*!*g
adalahdari
negara_o^.gu.umaju itu sendiri- Di sini berlaku hal
iemikian:
*"ngi"iui
pro-a"k_ produkmanufaltur
tertentu amat merekabutuhk"an,'."ii""r".,
karena faktor kelenskaan tenagake{a
produk-produkito tiaut
bisa diusabakand
g*
o"g"ri', maka mereka memproduksinyadi
negara-negara{eg
berkembang yang berlimpah dengan tenaga kerjam,rah
(bahkan seringuiia
aiu-ayarai
uawarr uparr minimum)..
Mengingat.du!
dalam negeri amat terbatas, maka investasiasing telah mendongkrak
.".uri
signifikan skara ekspo.pr"o"t
manufaktur
negara-ne_g€rasedan[
berkembang.gi.duluitu"
catatan-k*ir,
pada
1975produk
manufaktur"*r*put*
::
persen dari total
"kp91
negara-negara sedangU"*.-t""g,
a*
sepuluh tahun kemudianir"rrmgfut
,o.rr;ud
50
perseii
Ini
memberikan penanda yang amat jrelas perihar ketidakberubahan
negara-negara sedang berkembang dalam hal dipenetrasinyu
ot"t
"
Ibid-,hl*
33-35."'
Ibid.,hl^.35-36Neglll-Negara Sedary Bertembang:
Dari Ekspor Bahm Menrah Hingga-Etspor produk Manufaktur
kepentingan ekonomi negara-negara maju. Memang, yang kasat mata adalah perubahan, tetapi sesungguhnya perubahan dalam ketidakberubahan. Perubahan itu adalah bahwa bila hingga akhir
l920an
negara-negara sedang berkembangmenjadi
eksportir bahan mentahdan
importir
produk
manufaktur,kini
mereka menjadi eksportirproduk
manufaktur dan segerajuga
disertai denganimportir
bahan
makananyang dari
tahun
ke
tahun semakin membesar.Namun,
perubahanini
harus diletakkan dalam konteks yanglebih
nyata,yakni
bahwa investasi asing tetap dalam proporsi yang amat besar, suatu investasi yang telahterjadi
sejak zamankolonial.
Sektor yang dimasuki saja yang berbeda dari satu waktu ke waktu lain.Seperti
baru
saja
disinggung, luasnya pasar
produk
manufaktur tertentudi
negara-negara maju telah menyebabkanmengalimya
investasiuntuk produksi sektor
itu
dari
negara-negara maju sendiri. Sudah barang tentu hal ini telah mengurangi
beban kelebihan tenaga
kerja
di
negara-negara
sedang berkembang dan meningkatkan pendapatan nasional. Namun demikian, mengingat tingkat kelebihan tenaga kerja amattinggi,
kapasitas sektor industri modern untuk menyerap surplus tenaga kerjadi
negara-negara sedang berkembang tetap amat terbatas. Kasus Indonesia mutakhir jelas-jelas menrmjukkan, fidak hanya masih terdapat amat banyak pengangguran terselubung, tetapi juga tidak sedikit terdapat pengangguran t€xtuka. Karena terlalu -banyaknyapengangguran, negara-negara sedang berkembang pun,
tak
terkecuali Indonesia,juga
mengeksporjutaan
tenaga kerja tak terampil ke berbagai negarakaya-Gambaran
di
atas
mengesankan sesuatuyang
suram' Realitasnya memang begitu. Akan tampak lebih suram lagibila
pengangguran yang begitu besar, meskipun sebagian telah harusaietspoiaun
sebagian lagi menceburkandiri
ke sektorinformal,
disardingkan dengan hutang yang
juga
amat besar (teristimewaIndonesii).
Namun demikian, gambaran suram tadi tidak harus memupuskan harapan. Paling tidak, Malaysia, Singapura, Koreamisalnya
tokh
mampu
keluar
dari
masa
lalu
yang
kurang menguntungkan. Banyak hal memang harus dibenahi, dan jelasNegara-Negara Sedang Berkembang:
Dari Ekspor Bahen Mentah Hiugga Ekspor Produk Manufaktur
bukan pekeqaanyangmudah. Akan tetapi, ketika disadari bahwa
program Keluarga
Berencana
(misalnya) temyata
berhasil dilakukan secarabaik
oleh masyarakat yang telah begitu lama akrab dengan semboyan "banyak anak banyak rezeki",mengapa harus pesimis bahwa persoalan-persoalanrumit
itu tidak pernahakan bisa diatasi di masa depan.
Penutup
Dalam garis waktu yang relatif panjang, negara-negaxayang
kini
sering disebut sebagai negara-negara sedang berkembang telah menjalani transformasidari
eksportir bahan mentah danimportir
produk
manufaktur
menjadi eksportir
produk
manufaktur danimportir
bahan makanan.Industri
manufaktur sendiri semuladitujrrkan untuk substitusi impor, terutama seiring dengan pukulan maut depresi ekonomidunia
pada 1929yang
amat
merugikan
negara-negzlrapengekspor
bahan
mentah industri. Pasar dalam negeri yang amat sempitdi
satu sisi, dan semakin tidak mungkinnya produk-produk manufaktur tertentu dihasilkan di negara-negara maju pada sisi lain, telah mendorong orientasi baru bagi negara-negara sedang berkembangke
arahekspormanufaktur-Meskipun
ryabila dilihat
dari
jenis
komoditas
ekspor-imponrya telah terjadi transformasi, terdapat realitas yangrelatif
tidak
mengalami perubahan. Bahkan karena ada sesuatu yang tidak berubahdi
negara-negara sedang berkembang (tetapi adaperubahan
di
negara-negara
maju),
transformasi justru
berlangsung. Pasar dalam negeri yang sempit, misalnya, bukan saja telah menyebabkan doronganbagi
negara-negara sedang berkembang ke arah ekspor produk manufaktur pada masa-masayang lebih
kemudian, tetapi
juga
menjadi salah satu faktor
penting bagi kecenderungan ke arah ekspor komoditas pertaniandan
bahanbaku industri
pada
masa-masayang lebih
awal.Artinya,
dalam rentang waktu yang cukup lama, negara-negara sedang berkembangtidak
mampu mengatasi secara signifikan problem pasar dalam negeri yang sempit.Ini
tidak berartitidak
terjadi perubahan, tetapi perubahan yang telah berlangsungtidak
Negara-Negara Sedang Berkembang:
berhasil mengejar laju perkembangan ekonomi global.
Sempitnya pasar
bisa diartikan
sebagai
dayabeli
yang rendah, dan dayabeli
yang
rendahini
berkaitan
erat dengan produktivitas yang juga rendah. Artinya, dalam garis waktu yang panjang pula, problem produktivitas yang rendahtidak
teratasi secaraberarti.
Pengangguran terselubungyang cukup tinggi
merupakan
salah
satu
penanda
penting
perihal
rendahnya produktivitasdi
negara-rlegara sedang berkembang. Pada tahapawal,
pengangguran terselubungberkaitan dengan
ekonomi subsistensi; dan pada tahap yang lebih kemudian, bersama-sama dengan pengangguran terbuka, berkaitan dengan pertumbuhan penduduk yangtinggi,
sedemikian rupa sehingga menyebabkan kelebihan tenaga kerj a yang akut.Tanpa harus mengabaikan peran dalam negeri,
baik
pada masa ekspor produk pertanian dan bahan baku industri, maupun pada masa ekspor produk manufaktur, investasi asingmemiliki
kontribusinya
sendiri.
Fenomenaini
memberikan
beberapa isyarat; pertama, modal dalam negeri tidak mencukupi. Kedua,logika
kapitalisme adalah
logika
global-internasional, yang secara meyakinkan mampu menjebol sekat-sekat nasionalitas. Ketiga, dalam konteks ini, kolonialisme atau pasca-kolonialismetidaklah
relevan, mengingat seruanuntuk
masuknya investasi asing dilakukanbaik
oleh pemerintahan-pemerintahankolonial
maupun
sederet pemerintahan
nasional-merdeka. Keempat, terlepas dari perimb angannya seperti apa, kesalingtergantungan antara negaruyang
kekuranganmodal
dengan negara yangkelebihan modal
tampaknya merupakan keniscayaan sejarah (setidaknya hingga saatini).
Bila
modal tidak harus diartikan secara sempit dalamwujud
uang,
negara-negara sedang berkembang
sesungguhnyamemiliki
modal yang besar, yakni sumber daya alam dan sumberdaya manusia. Sumber daya
alam
yang melimpah
telahmembikin
fiegara-ruegara
maju tak
jera-jeranya
untuk
mengarahkan
perhatian mereka, bahkan
sejak
zamara kolonialisme klasik. Demikian juga, sumber
day a manusia, yang sering dikeluhkan sebagai yang membebani, merupakan modalNegara-Negara Sedang Berkembang:
Dari Ekspor Bahan Mentah Hingga Ekspor Produk Manufaktur
yang sangat berharga. Disadari atau tidak, realitas
ini memiliki
posisi tawar
tersendiri,
terutamaketika
negara-negara maju semakinakut
dilanda
oleh
kekurangan tenagakerja
seiring dengantingkat
pertumbuhan penduduknyayang
mendekati"nol"
atau bahkan"nol".
Memang, jumlah yang besar sajatidak
cukup, tetapi tokh ada nilainya tersendiri (terutama pada saatini).
Apalagi,
jika
jumlah
yang besaritu
diimbangi dengan kualitasyang
baik
berkat
pendidikan
yang
tidak
asaljalan
seperti sekarangini.Ketika
negara-negara maju masihmemiliki
surplus tenagakerja,
danproduk
manufaktur dapat dihasilkansendiri
secaralebih ekonomis, kebijakan yang muncul adalah membatasi
impor
produk
manufakturtadi. Namun, ketika kondisi
tenaga kerja merekaberbalik,
negara-negaramaju tidak
hanya membuka lebar-lebar impor produk manufaktur, tetapi juga menyeponsoridengan
cara
investasi
perkembangan
sejumlah industri
manufakturitu
sendfuidi
negara-negara sedang berkembang. Selintas memang terkesan berorientasi pada kepentingan aktual negeri sendiri; tetapi, sesungguhnya bisa pula dipahami secarapositif
dari perspektif negdra-flegara sedang berkembang. Siapa yanglebih
tergantung menjaditidak
relevan, karenadi
antara keduanya terjalin kesalingtergantungan.Barangkali pertanyaannya kemudian adalah, tetapi mengapa kesenjangan antara negara maju dan negara sedang berkembang
tetap
menganga
lebar,
plus
negara
maju
cenderung
mengeksploihsi
negara sedang berkembang. Berbagaifhktor
telah dianalisis oleh para
ahli
ekonomi pembangunan. Satu hal yang kiranya masih terlepas adalah bagaimana negara sedang berkembang memahami surplus tenaga kerjanya, dan bagaimana pula negara maju memahami kesanggupan finansial, teknologi, dan sistem menejemennya. Rasanya selamaini
pemerintahandi
negara-negara sedang berkembang cenderung memahami tenagakerja yang berlebih
sebagaibeban,
bukan
sebagai berkah. Menurut hematsay4
posisi tawar negara sedang berkembang terhadap negaramaju
akan
ikut
ditentukan
oleh
bagaimana surplustemga kerja
yang
dimiliki
dipahami.
Sementara itu,Negara-Negara Sedag Bertembang:
negara-negara
maju
sejak lama memahami apa yangdimiliki
sebagai keunggulan komparatif, sehingga hasilnyajuga
positif
(bagimereka).Apabila
pemerintahan negara-ruegara sedang berkembang memahami tenaga kerja mereka secarapositif,
maka penentuan upahminimum tidak
harus disertai dengan kekhawatiran, dan setiap pelanggaran terhadapnyatidak
harusdibiarkan
seperti yang selamaini
terjadi. Keberanian bertindak demi melindungi tenaga kerja, yangriit
upahnya telah jauh lebih rendah dari upahdi
negara-negaramaju,
adalah bagiandari
pemahamanpositif
terhadap eksistensi tenaga
kerja
dalam aktivitas
ekonomi-Negara-negara sedang berkembangtidak
harusdihantui
oleh ketakutan akanhekang[ya
para investor asing, karena merekatidak
akanlagi
menemukandi
negeri mereka sendiri.Hal ini
kiranya akan terjadi
bila
di
antara
sesuuranegara
sedang berkembangmemiliki
komitrnen
yang
samaatas
eksistensi merekadalam
percaturanekonomi
internasional.Bila
tidalq maka negara-negara sedang berkembang akan seperti sedia kala,tidak
akan
memiliki
posisi tawar yang lebih
baik.
Secara sederhana,bagaimanapun
juga
uflng,
mesiq dan
sistem menejementidak
akanmemiliki
arti
apapun tanpa keterlibatan manus ia-manusia pekerj a.Sudah barang tentu hal yang harus diupayakan oleh negara-negara sedang berkembang
tidak
sebatasini
saja- Mengingat salah satu duduk perkaranya adalah pasar dalam negeri yangsempit
(dayabeli
masyarakatyang
rendah), maka salah satuagenda besar
negara-negara sedang
berkembang
adalah meningkatkan dayabeli itu.
Caranyatidak
ada
lain
kecualidengan meningkatkan
produktivitas
masyarakat.
Perbaikankualitas
manusia,
baik
pada
aspek
intelektual
ftecakapan) maupun moral (integritas), melalui pendidikan yang lebihbaik
tidak boleh diabaikan. Terobosan-terobosan baru dalam rangka meningkatkanproduktivitas
akan ditopang salatr satunya yarry penting oleh kualitas manusia. Rasanya negara-negara sedang berkembangperlu
mendesainkurikulum
pendidikan
formalataupun non-formal
yang
sekaligus
bisa
menumbuhkanNegara-Negara Sedang Berkembang:
---r
rcmanqal atau
jiwa
kewirausahaan, tanpa harussilau
denganyang telah dicapai oleh negara-negara maju
Daftar
Pustakalr'himsa-Putra dkk., Ekonomi Moral, Rasional, dan
politik
dalamIndustri
Kecil
di
Jawa:
Esai-esai
Antropologi
Ekonomi. Yogyakarta: Kepel press, 2003.lurger,
D.H.,- Sedjarah
Ekonomis
SosiologisIndonesia
II.
Djakarta: pradnja param ita, lg7 0.loselitz, B.F.,
"Smalf Indusfiy in
underdeveloped countries,,,dalam
I.
Livinqstone (ed),
Economic
policy
for
Development : Selected Readings. Middlesex:pinguin
Book,197l.
ewis, W.
Arthur,
The Evolution of the International EconomicO rd er Princeton : princeton University press, 1 97 g.
eClair,
E.E.
dan Harold
K.
Schneider
(ed),
EconomicAlthropolog,,:
Readingin
Theory and Analysrs. New York: Holt, Rinehart, andWinston,Inc., 196b.ivingstong I.,- "Agriculfure
versus
Industry
in
Economic'
?evelopment,,,dalam
I.Livingston"
1eO;, Economiclollcy
for_.Deuelopment:
Selected"Readings.
Middlesex: pinguin Bo ok, 197l.
bmt,
H., "The
ClassicalTheory
of
International Trade and Underdeveloped Countries,,,dalam
I.
Livingstone(ed), Economic
policy
for
Development:Silected
Readings. Middlesex: pinguin Bo ok, 197l.
[rkse,
Ragnar, Problems
of
Capital
Formation
in
Underd evel op e d C ountries. Oxford : Basil B lackwell,
1953.
lra-Negara Sedang Berkembang:
Safri Sairin, dkk., Pengantar Antropologi Elconomi' Yogyakarta: PustakaPelaiar,2002'
SilverioR.L.AjiSampunrodkk(ed),IndongsiaAlternatif:
RatEit
sebigoi
Penegang
Kedaulatan
Tertinggi'YogYakarta: LPUSD, 2003'
Wertheim, ' W.F., Masyarakat
Indonsia
dalam Transisi:
StudiP erub
ahai
So s ial'
Y:ograka,dai: Tiara Wac ana' 1999'lilegra-Negara Sedan-g Berlcembaag:
Dari Etlspor Behm Mentat liingga Bkspor froduk frfanufaknr