128 BAB V PENUTUP
A. Umum
Isu sentral yang dikaji dalam penelitian ini adalah persamaan hak antara penganut agama dan penganut kepercayaan di Indonesia. Studi ini berangkat dari tesis bahwa “penganut kepercayaan memiliki hak yang sama dengan penganut
agama”. Karena itu peraturan perundang-undangan harus melindungi hak-hak
dasar penganut kepercayaan. Hak asasi penganut kepercayaan harus dilindungi sebagaimana negara melindungi penganut agama.
Konsep agama dan kepercayaan pada hakikatnya sama. Penganut agama dan penganut kepercayaan sama-sama mempunyai sistem keyakinan (teologi) yang tak bisa dibedakan. Setiap individu baik yang beragama maupun berkeyakinan sama-sama memiliki rasa kerinduan terhadap suatu kekuatan yang melebihi dirinya (lazimnya disebut Tuhan, Allah, Sang Hyang Widi, dsb). Sayangnya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang agama dan kepercayaan menjadi jurang pembeda. Agama dan kepercayaan sama sekali tidak diperlakukan sama oleh negara.
129
kepercayaan. Selama penganut agama dan kepercayaan tidak melanggar pasal 18 ayat 3 UU No. 12 Tahun 2005, negara tidak boleh membatasi hak kebebasan menganut kepercayaan.
Namun, melalui UU No. 1/PNPS 1965, UU No. 24 Tahun 2013 perubahan atas UU No. 23 Tahun 2006, Perber Mendagri dan Menbudpar No. 43 dan No. 41 Tahun 2009, PP No. 37 Tahun 2007, Perpres No. 25 Tahun 2008, Perber Menag dan Mendagri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Keppres No. 40 Tahun 1978, UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, SK No. KEP004/J.A/01/1994 tentang Bakor, negara telah melakukan pembatasan kebebasan penganut kepercayaan.
Peraturan perundang-undangan di atas jelas bertentangan dengan materi muatan dalam UUD NRI 1945, UU No. 39 Tahun 1999, dan UU No. 12 Tahun 2015, dan UU No. 12 Tahun 2011. Substansi pengaturan tentang agama dan kepercayaan tersebut juga bertentangan dengan prinsip intervensi, prinsip non-diskriminasi, dan prinsip toleransi terhadap menganut kepercayaan. UU tersebut hanya melindungi penganut „agama resmi‟ negara. Sementara penganut
kepercayaan tidak dilindungi, bahkan posisinya terancam pidana. B. Kesimpulan
Setelah mengkaji konsep yuridis tentang ‟persamaan hak/kebebasan
menganut agama dan menganut kepercayaan di Indonesia‟ penulis mengambil
130
kesamaan hak penganut agama dan penganut kepercayaan. Karena itu pengaturan yang tidak koheren itu harus dihapus supaya penganut agama dan penganut kepercayaan diperlakukan secara setara. Konsep agama dan konsep kepercayaan pada hakikatnya sama.
Setiap individu baik yang beragama maupun berkepercayaan sama-sama memiliki rasa kerinduan terhadap suatu kekuatan yang melebihi dirinya (lazimnya disebut Tuhan, Allah, Sang Hyang Widi, dsb). Kesamaan itu menjadi berbeda setelah negara melembagakan agama/kepercayaan melalui peraturan perundang-undangan. Karena itu, pilihan terbaik pengaturan relasi antara agama dan negara adalah negara tidak mengaturnya dalam peraturan perundang-undangan.
C. Rekomendasi
Berdasarkan bagian umum dan kesimpulan di atas maka penulis merekomendasikan perlunya;
Pertama, peraturan perundang-undangan tentang agama/kepercayaan yang
secara substansial bertentangan dengan prinsip non-intervensi negara harus dicabut/dibatalkan. Peraturan perundang-undangan tersebut yakni; UU No. 1/PNPS Tahun 1965, Kepres No. 40 Tahun 1978, Perber Mendagri dan Menbudpar No. 43/41 Tahun 2009.
Kedua, ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan yang
131