• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Diare Pada Balita Usia 2-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Diare Pada Balita Usia 2-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA

USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN

KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran

Diajukan Oleh:

FAHMI AFIF ALBONEH

J 50009 0033

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)

ABSTRAK

Fahmi Afif Alboneh. J500090033. 2012. Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Diare Pada Balita Usia 2-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.

Latar belakang: Tiap tahunnya diare menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan malnutrisi dan mortalitas pada anak, sehingga menjadikan anak mengalami gangguan tumbuh kembang. Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1,5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita usia 2-5 tahun. Jumlah sampel sebanyak 100 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner diare, penimbangan berat badan, dan pengukuran tinggi badan. Analisis data menggunakan Chi square.

Hasil: Status gizi pada balita dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu baik dan tidak baik. Sebanyak 72 balita memiliki gizi baik, 58% dari balita yang memiliki gizi baik menderita diare, dan 42% dari balita tersebut tidak diare. Balita dengan gizi tidak baik sebanyak 28 balita, dimana sebanyak 36% menderita diare, dan 64% tidak diare. Hasil analisis didapatkan nilai p = 0,042.

Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita usia 2-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.

(4)

ABSTRACT

Fahmi Afif Alboneh. J500090033. 2012. Correlation Between Nutritional Status and Diarrhea Incident Among 2-5 Years Old Children in Work-are of Local Government Clinic Karanganyar Regency of Karanganyar.

Background: Each year, diarrhea becomes one of disease causing malnutrition and mortality for children. It caused growth and developmental disturbances among children. Globally, there are 2 billions of diarrhea cases with mortality rate of 1.5 milion cases per year. In developing countries, children under 3 years old experienced 3 diarrhea episodes per year. Based on household health survey, mortality and health survey, it was found that diarrhea becomes a main cause of young children mortalities in Indonesia.

Method: The research used observational-analytical method with cross sectional approach in attempts of knowing correlation between malnutritional status and diarrhea incidents among 2-5 years old children. Sample are 100 respondents. The data collected by using diarrhea questionnaire, weight and height measurements. Data of the research analyzed by using Chi square analysis.

Result: Nutritional status of the young children can be catagorized as good and poor. There were 72 young childrens with good nutritional status, and 58% of them experienced diarrhea, and 42% of them had no diarrhea. Young children with poor nutritional status were 28, and 36% of them experienced diarrhea, and 64% of them with no diarrhea. Result of analysis found p-value = 0.042.

Discussion: The research found no corelation between nutritional status and diarrhea incidents among 2-5 years old children .

(5)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1,5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009).

Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goals/ MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Depkes RI, 2011).

Jumlah kasus diare di Jawa Tengah tahun 2007 yaitu sebanyak 625.022 penderita dengan Incidence Rate (IR) 1,93%, sedangkan jumlah kasus diare pada balita yaitu sebanyak 269.483 penderita. Jumlah kasus diare setiap tahunnya rata-rata di atas 40%, hal ini menunjukkan bahwa kasus diare masih tetap tinggi dibandingkan golongan umur lainnya (Dinkes Jateng, 2007).

Data dari Dinas Kesehatan Karanganyar (2009-2011), angka kejadian diare di Kabupaten Karanganyar cukup tinggi, dalam tiga tahun terakhir (2009-2011), mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2009 total kasus diare sebanyak 15.573, dan pada tahun 2010 sebanyak 18.069, pada tahun 2011 terjadi peningkatan menjadi 20.331.

Tahun 2011 didapatkan Puskesmas Kecamatan Karanganyar mempunyai angka kejadian tinggi yaitu sebesar 1570 di bandingkan puskesmas lain di daerah Kabupaten Karanganyar (Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar, 2011).

(6)

(Dinkes Jateng, 2003).

Data status gizi balita di Kabupaten Karanganyar didapatkan status gizi lebih sebanyak 320 balita, status gizi baik 50.934 balita, status gizi kurang 1.704 balita, dan status gizi buruk sebanyak 172 balita (Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar, 2010).

Status gizi balita di Puskesmas Kecamatan Karanganyar didapatkan data sebanyak 16 balita memiliki status gizi lebih, 3.925 dengan status gizi baik, 89 balita dengan status gizi kurang dan sebanyak 41 balita memiliki status gizi buruk. Angka status gizi buruk di Kabupaten Karanganyar tertinggi adalah di Puskesmas Karanganyar sebesar 1.01%, diikuti Puskesmas Gondangrejo 0.60% (Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar, 2010).

TINJAUAN PUSTAKA Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2010).

Untuk menentukan status gizi seseorang atau kelompok populasi dilakukan dengan interpretasi informasi dari beberapa metode penelitian status gizi yaitu: a. Antropometri

1). Berat badan menurut umur (BB/U) 2). Tinggi badan menurut umur (TB/U) 3). Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) b. Klinis

c. Biokimia d. Biofisik

Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari tiga kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat / tanpa disertai lendir dan darah (Daldiyono, 2009).

Menurut Daldiyono (2009) Diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), dan makanan.

Menurut Suraatmaja (2010), berdasarkan jenisnya diare dibagi empat yaitu: a. Diare Akut

b. Diare kronik c. Diare persisten

(7)

Dalam Subagyo & Santoso (2010) menjelaskan tatalaksana pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO, yaitu:

a. Rehidrasi dengan oralit

b. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut c. ASI dan makanan tetap diteruskan

d. Antibiotik selektif e. Nasihat kepada orang tua

Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare

Hubungan status gizi dan kejadian diare menurut Brown, K.H. (2003), kekurangan gizi dapat menyebabkan rentan terhadap infeksi karena dampak negatif terjadi perubahan pada perlindungan yang diberikan oleh kulit dan selaput lendir serta menginduksi perubahan fungsi kekebalan tubuh.

Menurut Brown, K.H. (2003), malnutrisi meningkatkan kejadian diare. Selain itu dijelaskan juga ada hubungan antara indikator antropometri status gizi dengan durasi penyakit diare. Pada malnutrisi terjadi peningkatan derajat keparahan penyakit diare.

Hubungan antara gizi anak dan penyakit infeksi adalah hubungan dua arah, yaitu penyakit yang sering dapat mengganggu status gizi dan status gizi yang buruk dapat meningkatkan resiko infeksi. Pada penelitian menunjukkan bahwa efek merugikan dari infeksi tertentu (misalnya diare) pada pertumbuhan dapat dikurangi atau dihilangkan dengan memperbaiki gizi. Intervensi meningkatkan gizi menjadi lebih baik dapat mencegah dan mengendalikan infeksi. Hal ini adalah cara yang paling efektif untuk meningkatkan pertumbuhan anak (Dewey & Mayers, 2011).

METODE PENELITIAN Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan (cross-sectional) (Taufiqurrahman, 2010).

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar, pada bulan Agustus 2012.

Populasi Penelitian

(8)

Sampel dan Tekhnik Sampling

Sampel pada penelitian ini adalah anak balita usia 2-5 tahun yang bertempat tinggal di wilayah Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling.

Estimasi Besar Sampel

Jumlah sampel ditentukan dari variabel independen x (15 – 20 observasi) (Murti, 2006). Dalam penelitian ini menerapkan 2 variabel yaitu status gizi dan diare, sehingga jumlah sampel yang diperlukan adalah 2 x 15 = 30 responden. Akan tetapi jumlah sampel yang ditentukan sebanyak 100 responden.

Kriteria Restriksi 1. Kriteria Inklusi

a. Balita usia 2-5 tahun.

b. Tinggal di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar 2. Kriteria eksklusi

a. Anak menderita kelainan kongenital atau cacat fisik b. Subjek tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian

Definisi Operasional

1. Variabel independen: Status gizi a. Definisi

Status gizi balita menurut antropometri pada anak balita yang ditentukan dengan menggunakan Z - Skor.

b. Kategori:

1) Status gizi baik jika skor - 2 SD sampai 2 SD 2) Status gizi tidak baik jika skor > 2 SD atau < 2 SD c. Alat ukur :

1) Timbangan (BB) 2) Microtoise (TB) 3) Kuesioner (Umur) d. Skala : Nominal

(9)

Diare yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat / tanpa disertai lendir dan darah.

b. Kategori

1) Terjadi diare dalam waktu 3 bulan terakhir 2) Tidak terjadi diare dalam waktu 3 bulan terakhir. c. Skala : Nominal

Instrument Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan dacin, microtoise dan kuesioner tentang diare.

1. Kuesioner : Untuk menilai kejadian diare pada balita 2. Timbangan dacin : Untuk mengukur berat badan 3. Microtoise : Untuk mengukur tinggi badan

Tekhnik Pengambilan Data

Data primer diambil dari pengisian kuesioner dan pengukuran status gizi dengan mengukur berat badan dan tinggi badan subjek penelitian. Pengukuran status gizi dibantu oleh petugas gizi di Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.

Analisis data

Data tersebut diuji dengan teknik analisis uji chi-square. Seluruh data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program SPSS versi 19 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

Tabel 1. Karakteristik Balita Distribusi Usia Balita

Umur (Tahun) Frekuensi Presentase %

(10)

Distribusi Jenis Kelamin Balita

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase %

Laki-laki

Analisis Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare pada Balita Analisis dengan menggunakan uji Chi square didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 2. Analisis Status Gizi BB/TB Dengan Kejadian Diare Pada Balita

Kelompok Status Gizi

Kejadian Diare

Diare Tidak diare Total P.Value

N % N % N

0,042

Baik 42 58 30 42 72

Tidak baik 10 36 18 64 28

Tabel 3. Analisis Status Gizi BB/U Dengan Kejadian Diare Pada Balita

Kelompok BB/U

Kejadian Diare

Diare Tidak diare Total P.Value

N % N % N

0,042

Baik 42 58 30 42 72

Tidak baik 10 36 18 64 28

Tabel 4. Analisis Status Gizi TB/U Dengan Kejadian Diare Pada Balita

Kelompok TB/U

Kejadian Diare

Diare Tidak diare Total P.Value

N % N % N

0,036

Baik 44 58 32 42 76

Tidak baik 8 33 16 67 24

Table 5. Analisis Status Gizi Dengan Kejadian Diare

(11)

Hasil analisis status gizi baik menurut BB/U, TB/U, BB/TB, dengan diare dengan uji Chi Square didapatkan nilai p < 0,05, artinya secara statistik terdapat hubungan yang bermakna, tetapi dari data kasar balita dengan status gizi tidak baik lebih jarang menderita diare.

Pembahasan

Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan mengelompokkan status gizi menjadi 2 yaitu status gizi baik dan status gizi tidak baik (status gizi kurang dan status gizi lebih). Pada penelitian didapatkan dari 100 responden, umumnya balita memiliki status gizi baik yaitu 71 balita (71%), dan balita yang memiliki gizi tidak baik yaitu 29 balita (29%).

Sebanyak 58% dari balita yang memiliki gizi baik menderita diare, dan 42% dari balita tersebut tidak diare. Balita dengan gizi tidak baik sebanyak 29 balita, dimana sebanyak 38% menderita diare, dan 62% tidak diare. Pada balita dengan status gizi tidak baik, prosentase angka kejadian diare sebesar 36%, angka ini lebih kecil dari angka tidak diare sebanyak 64%, hal ini secara perhitungan didapatkan data yang tidak bermakna, dimana pada status gizi tidak baik angka kejadian diare lebih rendah daripada tidak diare, dan juga pada kelompok status gizi baik, angka kejadian diare lebih tinggi daripada tidak diare.

Hasil penelitian ini dilakukan uji dengan menggunakan Chi square dengan menggunakan SPSS versi 19 for windows dan didapatkan nilai p = 0,042, akan tetapi secara perhitungan kasar tidak bermakna, ini dapat dikarenakan pengelompokan status gizi hanya menjadi dua kelompok yaitu status gizi baik dan tidak baik. Pada status gizi tidak baik terdiri dari status gizi lebih dan status gizi kurang. Menurut Rahmawati (2008), semakin baik status gizi balita maka semakin besar peluang tidak menderita ISPA dan penyakit infeksi. Zulkifli (2003) menambahkan, status gizi kurang mempunyai peluang yang lebih besar untuk menderita diare, sedangkan balita dengan status gizi baik mempunyai peluang yang lebih kecil untuk menderita diare. Menurut Nuryanto (2012), status gizi baik umunya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi.

(12)

status gizi tidak baik lebih cenderung untuk terjadi diare 3.6 kali lebih tinggi disbanding status gizi baik.

Menurut Palupi, Hadi, dan Soenarto (2009) yang dikutip dari Pudjiadi (2000), anak umur 2-5 tahun merupakan konsumen aktif yang bias terpapar dari makanan diluar rumah. Pada umur tersebut, anak-anak lebih suka makan jajanan mengikuti jejak teman-temannya, padahal pengolahan dan penyajian makanan tersebut kemungkinan kurang higienis yang berakibat pada kontaminasi makanan oleh kuman yang dapat menyebabkan seorang anak menderita diare. Pendapat Achmadi (2011), diare adalah penyakit yang berbasis lingkungan, yang umumnya diakibatkan oleh mikroorganisme. Cara penularan diare melalui berbagai media yang kita kenal seperti air dan pangan yang intinya adalah kondisi sanitasi dasar yang kurang baik.

Status gizi merupakan faktor resiko kejadian diare pada balita usia 0-24 bulan (Erdan, 2005), sedangkan sampel pada penelitian ini diambil pada usia 2-5 tahun. Selain itu menurut Subagyo & Santoso (2010) faktor diare yaitu faktor umur, sebagian besar episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI.

Data epidemiologi menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan gejala keluhan gangguan gastrointestinal (Ho & Spiegel, 2008). Menurut Aro et al (2005), pasien obesitas lebih memungkinkan jumlah gula yang terserap lebih sedikit, yang dapat meningkatkan diare osmotik. Ho & Spiegel (2008), melakukan analisis terhadap 5 studi antara hubungan obesitas dengan gejala gastrointestinal kronis, dari 5 penelitian didapatkan 4 penelitian positif mengalami gejala diare dan 1 penelitian negative. Gejala diare ini terjadi pada pasien-pasien irritable bowel syndrome (IBS).

Brown (2003) menyebutkan, kekurangan gizi dapat menyebabkan rentan terhadap infeksi karena dampak negatif terjadi perubahan pada perlindungan yang diberikan oleh kulit dan selaput lendir serta menginduksi perubahan fungsi kekebalan tubuh. Harohalli & Dona (2009) menyatakan, pada malnutrisi terjadi penurunan fungsi absorbsi usus yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi enteral. Menurut Tarigan (2003) yang dikutip dari Depkes RI (1997), penyakit infeksi yang sering pada anak-anak adalah diare dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), diare dapat menyebabkan anak tidak mempunyai nafsu makan sehingga terjadi kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh yang dapat berakibat gizi kurang.

(13)

A adalah faktor kejadian diare. Umumnya setiap balita di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar mendapatkan vitamin A setiap 6 bulan sekali.

Kelemahan penelitian ini ada tiga hal yaitu, pertama adalah masih banyaknya faktor perancu yang belum dikendalikan dalam penelitian, sehingga dapat terjadi bias pada hasil penelitian. Faktor kedua yaitu, data diare yang diukur dalam tiga bulan terakhir dapat saja terjadi bias recall terhadap riwayat sakit diare dalam tiga bulan terakhir yang terjadi pada balita. Faktor ketiga kemungkinan terjadi human error yang terjadi saat melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan dan masih kurangnya jumlah sampel dalam penelitian serta pengambilan sampel yang kurang merata, sehingga dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa secara statistik bermakna dimana nilai p = 0,042 < 0,05, akan tetapi secara perhitungan kasar tidak bermakna yaitu pada status gizi baik kejadian diare lebih tinggi daripada status gizi tidak baik.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Hasil penelitian 100 responden di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita usia 2-5 tahun.

Saran

1. Bagi ibu dan masyarakat untuk selalu menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan serta balita sehingga terhindar dari berbagai penyakit.

2. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan meminimalisasi faktor-faktor bias.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F. (2011). Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Depok: Rajawali Pers

Adisasmito, W. (2007). Faktor Risiko Diare Pada Bayi Dan Balita di Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat. Makara Kesehatan vol. 11, no. 1, juni: 1-10.

Almatsier, S. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Aro, et al. (2005). Body Mass Index And Chronic Unexplained Gastrointestinal

Symptoms: an Adult Endoscopic Population Based Study. Obesitas and Gastrointestinal Symptom. www.gutjnl.com Gut; 54: 1377-1383. doi: 10.1136/ gut.2004.057497

(14)

Caulfield, L.E., et al. (2004). Undernutrition as an Underlying Cause of Child Deaths Associated with Diarrhea, Pneumonia, Malaria, and Measles. American Journal of Clinical Nutrition; 80 193-8

Corwin, E.J., (2008). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Daldiyono. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. Jakarta: FK UI Depkes RI. (2004). Analisis Status Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta

Depkes RI. (2011). Profil Kesehatan Indonesia 2011. Diunduh dari http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_KESEHATAN_INDONES IA_2011.pdf. Pada tanggal 10 april 2012.

Dewey, K.G., & Mayers, D.R. (2011). Early Child Growt: How Do Nutrition and Infection Interact?. Maternal and Child Nutrition, Volume 7 Issue Supplement s3, Article first published online: 19 SEP

Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. (2009). Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. (2010). Profil Dinas Kesehatan

Kabupaten Karanganyar. Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. (2011). Profil Dinas Kesehatan

Kabupaten Karanganyar. Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar. Dinkes Jateng. (2003). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003.

Erdan. (2005). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Diare Akut Pada Usia 0-24 Bulan di Kabupaten Gunung Kidul. Universitas Gadjah Mada. Tesis

Hadi, S. (2002). Gastroenterologi. Bandung: PT Alumni

Hamisah, I. (2011). Hubungan Status Gizi dan prefalensi Diare Akut Pada Anak Usia di Bawah 5 Tahun di Kabupaten Klaten. Universitas Gadjah Mada. Tesis

Hendarto, A. & Musa, D. A. (2002). Hubungan Status Gizi Dengan Kekerapan Sakit Balita Penghuni Rumah Susun Kemayoran Jakarta-Pusat. Jurnal Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September: 88-97.

(15)

Moyo, S.J., et al. (2011). Age Specific Aetiological Agents of Diarrhoea in Hospitalized Children Aged Less Than Five Years in Dar es Salam, Tanzania. BMC Pediatric, 11:19.

Murti, B. (2006). Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Nursalam. (2008). KONSEP DAN PENERAPAN METODOLOGI PENELITIAN ILMU KEPERAWATAN, Edisi 2 Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Hal : 91 - 92.

Notoatmodjo, S. (2011). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nuryanto. (2012). Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Penyakit Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita. Jurnal Pembangunan Manusia Vol. 6. No. 2.

Palupi, A., Hadi, H., & Soenarto, S.S. (2009). Status Gizi dan Hubungannya dengan Kejadian Diare pada Anak Diare Akut di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia Vol 6 No 1, Juli : 1-7. Puskesmas Kecamatan Karanganyar. (2012). Laporan Bulanan Puskesmas

Kecamatan Karanganyar. Puskesmas Kecamatan Karanganyar.

Rahmawati, D. (2008). Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di URJ Anak RSU Dr Soetomo Surabaya. Bulletin penelitian RSU Dr Soetomo. Vol. 10. No. 3. Sept

Schmidt, et al. (2010). Weight-for-age Z-score as a Proxy Marker for Diarrhoea in Epidemiological Studi. J Epidemiol Community Health. December; 64(12): 1074–1079.

Schmidt, W.P., Genser, B., Luby, S.P., & Chalabi, Z. (2011). Estimating the Effect of Recurrent Infectious Diseases on Nutritional Status: Sampling Frequency, Sample Size, and Bias. J Health Popul Nutr. August; 29(4): 317–326.

Simatupang, M. (2004). Analisis Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kota Sibolga Tahun 2003. Universitas Sumatra Utara. Tesis

Soebagyo, B. (2008). Diare Akut Pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press

Subagyo & Santoso. (2010). Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi jilid 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

(16)

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tunikamaseang Kabupaten Maros. Media Gizi Pangan Vol. X. Edisi 2. Juli - Desember

Sulistyoningsih, H., (2011). Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Supariasa, I.D.N., Bakri, B., & Fajar, B. (2012). Penilaan Status Gizi. Jakarta: EGC.

Suraatmaja. (2010). Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto Primayani, D. (2009). Status Gizi Pada Pasien Diare Akut di Ruang Rawat Inap

Anak RSUD Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Sari Pediatri, Vol. 11. No. 2, Agustus.

Taufiqurrahman, M.A., (2010). Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) dan UPT Penerbitan dan Percetakkan UNS (UNS Press).

Tirtawinata, T.C., (2006). Makanan Dalam Prespektif Al-Quran dan Ilmu Gizi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Weisz, A., Meuli, G., Thakwalakwa, C., Trehan, I., Maleta, K., & Manary, M., (2011). The Duration and Diarrhea and Fever is Associated with Growth Faltering in Rural Malawian Children Aged 6-8 Month. Noutrition journal, 10:25

WHO. (2009). Diarrhoea. Available from : http://www.who.int/mediacentre /factsheets/fs330/en/index.ht ml diakses pada tanggal 26 mei 2012

Wierzba, T.F., et al. (2001). The Interrelationship of malnutrition and Diarrhea in a Periurban Area Outside Alexandria, Egypt. Jurnal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 32: 189-196

Wilunda, C., & Panza, A., (2009). Factors Associated With Diarrhea Among Children Less Than 5 Years Old In Thailand: A Secondary Analysis Of Thailand Multiple Indicator Cluster Survey 2006. Journal Health Res, 23 (suppl): 17-22

Gambar

Tabel 2. Analisis Status Gizi BB/TB Dengan Kejadian Diare Pada Balita

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil uji lanjut Tukey interaksi antara jenis kompos dan dosis terhadap rataan nilai pertumbuhan tinggi vertikal tanaman kangkung pada 21 HST menunjukkan bahwa media

Teriring segenap syukur dan pujiku kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi

(1) Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja dan dirawat pada fasilitas pelayanan kesehatan yang belum menjalin kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, karena di

Variabel terikat dari penelitian ini adalah motivasi belajar dan model Teams Games Tournament (TGT) matematika dengan pokok bahasan keliling dan luas daerah persegi, persegi

Sasaran utama yang diharapkan sebagai tujuan dari kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ini adalah meningkatnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA di Kelas V Sekolah

Berdasar kondisi tersebut maka dalam penelitian ini akan mengkaji pembuatan kaca tellurite yang didadah dengan Er 3+ untuk mendapatkan kaca dengan kwalitas baik yang

Karena memiliki hak untuk membentuk angkatan perang sendiri dan melakukan peperangan, maka VOC berupaya meemperluas daerah – daerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan