perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SIFAT OPTIK KACA TELURIUM OXIDE YANG TERDADAH ION
ERBIUM UNTUK OPTICAL AMPLIFIER
TESIS
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program
Ilmu Fisika
RUDI SUSANTO
S911002002
PROGRAM ILMU FISIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul : “Sifat Optik Kaca Telurium Oxide Yang Terdadah
Ion Erbium Untuk Optical Amplifier” ini adalah karya penelitian saya sendiri
dengan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan
oleh orang lain untuk memperolah gelar akademik serta tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali
secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebut dalam
sumber acuan dan daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat
plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010)
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs
UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu
semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi
dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka PPs UNS berhak
mempublikasikan pada jurnal ilmiah yang diterbitkan PPs UNS. Apabila saya
melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia
mendapatkan saksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 26 November 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Sholawat
dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Rosulullah SAW sebagai
pembimbing seluruh umat manusia.
Tesis sebagai bagian dari syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains
yang berjudul ”Sifat Optik Kaca Telurium Oxide Yang Terdadah Ion Erbium
Untuk Optical Amplifier” telah terselesaikan. Terselesaikannya tesis ini adalah
suatu kebahagiaan bagi saya, setelah lebih dari satu tahun penulis harus berjuang
untuk bisa menyelesaikannya. Dengan segala suka dan dukanya, pada akhirnya
tesis ini terselesaikan juga. Kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis
menyelesaikan tesis ini penulis ucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih secara
khusus penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr.Ir. Ahmad Yunus M.S Selaku Direktur Pascasarjana UNS
2. Bapak Drs. Cari, M.A., M.Sc., Ph.D. Selaku Ketua Program Ilmu Fisika dan
Pembimbing
3. Bapak Ahmad Marzuki, S.Si., Ph.D. sebagai Pembimbing
4. Ibu dan Bapak, Adik atas semua kasih sayang nya
5. Kepala SMPIT Nur Hidayah Surakarta dan ustadz ustadahz atas doanya
6. Rekan kerja lab: Ika Nurmalasari, Zuhdi, Mas Danang, Mas Adi, Mas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam penulisan tesis ini.
Namun demikian, penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat. Semoga
Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan dengan
balasan yang lebih baik. Aamiin.
Surakarta, Desember 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Rudi Susanto, S911002002. 2012. Sifat Optik Kaca Telurium Oxide Yang
Terdadah Ion Erbium Untuk Optical Amplifier. Tesis, Program Studi Ilmu
Fisika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Banyak parameter yang menjadi ukuran kwalitas sebuah kaca yang digunakan untuk optical amplifier seperti optical absorption, density dan refractive indeks. Berdasar kondisi tersebut maka dalam penelitian ini akan mengkaji pembuatan kaca tellurite yang didadah dengan Er3+untuk mendapatkan kaca dengan kwalitas baik yang digunakan sebagai penguat optik. Komposisi bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 55TeO2-2Bi2O3-(43-x)ZnO-xEr2O3 dimana (x= 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5). Metode yang digunakan adalah melt–quenching. Sampel dibuat dengan dipanaskan pada temperatur 900 oC selama 1 jam, kemudian dicetak dengan cara menuangkan leburan panas dalam mould (cetakan) yang bersuhu 265oC dengan cepat kemudian didinginkan secara natural. Proses karakterisasi kaca yang dilakukan adalah uji UV/VIS (serapan), uji n (indeks bias) dan uji (massa jenis). Pengukuran semua sifat fisik dan optik dilakukan pada suhu kamar setelah mendapat perlakukan panas yang sama. Dari pengukuran serapan optik terdapat delapan puncak serapan yaitu sekitar panjang gelombang 408, 451, 489, 521, 544, 653, 799, 980 nm. Masing-masing secara berurutan bersesuaian dengan tingkat energi: 4H9/2 , 4F5/2 , 4F7/2 , 4H11/2, 4S3/2, 4F9/2, 4I9/2 dan 4I11/2.Dari
penelitian ini didapatkan bahwa penambahan Erbium memberikan hubungan yang linier dengan massa jenis ( , indeks bias (n) dancross section ( . Nilai
transition probability (A), total radiative probability (AT), radiative lifetime ( R)
danbranching ratio(β) ditentukan dengan analisis Judd τffelt. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa probabilitas paling banyak terjadi pada transisi
4
I11/2 →4I13/2 atau 980 nm pada pengukuran pada panjang gelombang 400 nm
sampai 1100 nm sehingga kaca ini berpotensi sebagai optical amplifier.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Rudi Susanto, S911002002. 2012. Optical Characteristics of Erbium Doped
Telurium-Oxide Glass for Optical Amplifier. Tesis, Program Studi Ilmu Fisika,
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Many parameters to measure the quality of the glass used for optical amplifiers such as optical absorption, density and refractive index. Based on these conditions then this study will examine the making of a tellurite glass doped with Er3+ to get a good quality glass that is used as an optical amplifier.The composition of the material used in this study is 55TeO2-2Bi2O3-(43-x)ZnO-xEr2O3 where (x=0.5; 1;
1.5; 2; 2.5) with melt-quenching technique. Sample was heated 900oC an hour. Casting was performed by pouring quickly hot melt into the mould 265oC then was cooled naturally. Glass characterization process conducted was absorption test, refractive index test and density test. The measurement of all physical and optical characteristics was conducted in room temperature after the similar heat treatment was treated. From the optical absorption measurements, eight absorption peaks were obtained at wavelength around 408, 451, 489, 521, 544, 653, 799, 980 nm. Each sequence corresponds to the following energy levels 4H9/2 , 4F5/2 , 4F7/2 , 4
H11/2, 4S3/2, 4F9/2, 4I9/2 and 4I11/2. The result of the research identified that adding
Erbium Ion creates a linear relationship to density (ρ), refractive index (n), cross section ( ). Value of transition probability (A), total radiative probability (AT),
radiative lifetime ( R) and branching ratio (β) is determined by Judd τfelt
analysis. From the results of the calculation obtained that the probability is greatest in the transition 4I11/2 →4I13/2 or 980 nm on a measurement at a
wavelength of 400 nm to 1100 nm so that the glass is potentially as optical amplifiers.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………. i
HALAMAN PERSETUJUAN ……… ii
HALAMAN PENGESAHAN ………..… iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS…………...….. iv
KATA PENGANTAR ……… v
ABSTRAK ……..……….. vii
ABSTRACT ……….. viii
DAFTAR ISI ……… ix
DAFTAR TABEL ………. xi
DAFTAR GAMBAR ……… xii
DAFTAR LAMPIRAN ………. xv
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Rumusan Masalah ……….. 7
C. Batasan Masalah ………. 7
D. Tujuan Penelitian ……….. 7
E. Manfaat Penelitian ………. 8
F. Sistematika Penulisan ……….. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….... 9
A. Sistem Komunikasi Fiber Optik ………... 9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA) …..……….. 18
D. Spektroskopi Erbium ………..…… 25
E. Karakteristik Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA) ……..………. 27
F. Judd τfelt Analysis ………..……….. 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 40
A. Metode Penelitian …………..….……… 40
B. Tempat dan Waktu Penelitian ….……… 40
C. Alat dan Bahan ………..……….. 40
D. Prosedur Penelitian ………...………..……….. 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .………. 45
A. Hasil dan Pembahasan ……….……….… 45
B. Densitas ………..…..……….. 48
C. Indeks Bias……… 50
D. Energi Gap……… 53
E. Spektrum Serapan………. 56
BAB V SIMPULAσ DAσ SARAσ………. 67
A. Kesimpulan …..….……….……… 67
B. Saran ……….………..…..……….. 67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1Spectroscopic Properties Berbagai Bahan Kaca ………. 2
Tabel 1.2 Beberapa Contoh Komposisi Kaca Tellurite ……… 2
Tabel 2.1 Maksimal Jumlah Elektron Pada Kulit dan Subkulit Dari Suatu Atom.13 Tabel 2.2 Parameter Transisi Nonradiative Pada Gelas Utama Fiber………. 33
Tabel 2.3 Judd-Ofelt Parameter Untuk Host Glass Yang Didadah Dengan Er3+ 39 Tabel 4.1 Prosentasi Massa Sampel Kaca 55TeO2-2Bi2O3-(43-x)ZnO-xEr2O3 46
Tabel 4.2 Desitas Sampel Kaca 55TeO2-2Bi2O3-(43-x)ZnO-xEr2O3………… 48
Tabel 4.3 Indeks Bias Sampel……… 52
Tabel 4.4 Nilai Molar Polarizability ( dan energy gap …………. 56
Tabel 4.5 Nilai Cross Section Pada Panjang Gelombang 980 nm………… 59
Tabel 4.6 Parameter Ω2,Ω4,Ω6 untuk Ion Er3+……… 63
Tabel 4.7 σilai A, β, R, AT transisi dari 4I11/2 ke 4I13/2 dan 4I15/2………. 65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Glass Forming RegionKaca dengan KomposisiTeO2-Bi2O3-BaO. 3
Gambar 1.2 Sifat Termal Rare Earth Tellurite Glass……… 4
Gambar 1.3 Plot Lorentz-Lorenz Untuk Kaca Alkali-Tellurite……… 5
Gambar 1.4 Tingkat Energi Kaca Tellurite Didadah Er3+………... 6
Gambar 2.1 Skema Sistem Komunikasi Optik……… 9
Gambar 2.2 Diagram BlokPenguat Optik ...……….. 11
Gambar 2.3 Letak Group Lantanida Dalam Sistem Periodik Unsur………… 12
Gambar 2.4 Skema Ilustrasi Pemisahan Energi Dalam Ion Tanah Jarang … 14 Gambar 2.5 Sistem Kerja Laser ……… 19
Gambar.2.6 Interaksi AtomDengan Radiasi Elektromagnetik……… 20
Gambar 2.7 Peluang Keberadan Elektron………. 23
Gambar 2.8 Sistem Laser Tiga Tingka ……… 23 Gambar 2.9 Skema Suatu EDFA Yang Terdiri Atas Laser Pemompa 980/155 nm……… 25
Gambar 2.10 Struktur Level Energi Erbium ……… 26
Gambar 2.11 Spektrum Absorpsi Yang Terukur Secara eksperimen pada Er3+……… 26
Gambar 2.12 Hubungan Absorpsi dan Emisi Transisi Cahaya Dalam Sistem .. 29
Gambar 2.13 Struktur Level Energi Untuk Dua Buah Multiplet 1 dan 2 …… 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.15 (a) Garis Terlebarkan Secara Homogen, (b) Garis Yang
TerlebarkanSecara Tidak Homogen………. 35
Gambar 2.16 Saturasi Gain Untuk Garis Yang Terlebarkan Secara Homogen.. 36
Gambar 3.1 Diagram Alir Tahap-Tahap Penelitian... 41
Gambar 4.1 Kaca Hasil Fabrikasi xEr2O3-(100-x)(55-TeO2-2Bi2O3-43ZnO), (x=0,5-3)……… 45
Gambar 4.2 Absorbansi Sampel xEr2O3-(100-x)(55-TeO2-2Bi2O3-43ZnO), (x=0,5-3)……… 46
Gambar 4.3 Kaca Hasil Fabrikasi Kaca 55TeO2-2Bi2O3-(43-x)ZnO-xEr2O3…47 Gambar 4.4 Perbandingan Trend Densitas Kaca ZnO-TeO2……… 49
Gambar 4.5 Grafik Hasil Pengukuran Indeks Bias untuk Mode Tm pada ……… 57
Gambar 4.6 Trend Kenaikan Nilai Indeks Bias Kaca pada ……… ……… 53
Gambar 4.7 Tauc’s Plot 55Teτ2-2Bi2O3-(43-x)ZnO-xEr2O3……… 55
Gambar 4.8 Spektrum Serapan Kaca Hasil Pengukuran dengan UV/VIS Spectrometer PerkinElmer Lambda 25……… 58
Gambar 4.9 Struktur Energi Level Dari Ion Er3+……… 59
Gambar 4.10 Serapan Pada Panjang Gelombang 980 nm……… 60
Gambar 4.11 Diagram Energi Sistem Tiga Tingkat ……… 61
Gambar 4.12 Nilai Parameter Ω2,Ω4,Ω6 untuk Ion Er3+……… 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada awal perkembangan teknologi komunikasi optik, penguatan sinyal
optik dilakukan dengan mengubah sinyal optik ke sinyal elektrik kemudian sinyal
elektrik tersebut dikuatkan dan diubah kembali ke sinyal optik, jadi penguatan
dilakukan pada kawasan elektrik. Keadaan ini membuat sistem jaringan optik
masih kurang efisien, untuk itu suatu devais penguat gelombang optik (optical
amplifier) yang kompak, murah dan efisien sangat diperlukan. Fungsi penguat
optik tersebut untuk menguatkan sinyal optik tanpa diubah ke sinyal elektrik.
Beberapa jenis penguat optik antara lain: erbium-doped fibre amplifier (EDFA),
penguat Raman, dan penguat optik semi konduktor.
Terdapat berbagai bahan yang digunakan untuk membuat kaca fiber
amplifier seperti borate, fluoride, germanite, silicate, phosphate dan tellurite.
Spectroscopic properties dari masing-masing kaca bisa dilihat pada Tabel 1.1
ketika di doping dengan Nd3+. Dari Tabel 1.1 tersebut diketahui bahwa kaca
tellurite memiliki nilai indeks bias dan cross section yang lebih tinggi dan
radiative lifetime lebih rendah. Hal tersebut sesuai dengan aplikasi pengguat
optik. Keunggulan kaca tellurite yang lain adalah stabil terhadap kristalisasi dan
kemungkinan untuk mendoping kaca ini dengan ion tanah jarang dengan
konsentrasi yang sangat besar(Weber, 2002). Beberapa alasan tersebut menjadikan
kaca tellurite merupakan kaca yang mendapat perhatian yang sangat besar dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 1.1. Spectroscopic PropertiesBerbagai Bahan Kaca (Weber, 2002)
Bahan kaca Indeks Bias (n)
Cross section
(pm2)
Peak wavelength (µm) Effective linewidth (nm) Radiative lifetime (µs) Silicate 1,46–1,75 0,9–3,6 1,057–1,088 34–55 170–1090
Germinate 1,61–1,71 1,7–2,5 1,060–1,063 36–43 300–460
Tellurite 2,0–2,1 3,0–5,1 1,056–1,063 26–31 140–240
Phosphate 1,49–1,63 2,0–4,8 1,052–1,057 22–35 280–530
Borate 1,51–1,69 2,1–3,2 1,054–1,062 34–38 270–450
Sudah banyakkomposisi kaca tellurite pernah dibuat oleh para peneliti,
beberapa komposisi kaca tellurite tersebut terlihat pada Tabel 1.2
Tabel 1.2 Beberapa Contoh Komposisi Kaca Tellurite
No komposisi reference
1 TeO2-BaO-P2O5 Raouf , 2001
2 TeO2-BaCl2-P2O5 Raouf , 2001
3 TeO2-Cd(PO3)2- ZnO Raouf , 2001
4 TeO2-P2O5-PbCl2 Raouf , 2001
5 TeO2-Bi2O3-BaO Tiefeng Xu dkk, 2011
Tentunya tidak semua perbandingan mol menghasilkan kaca/glass dan
hanya komposisi perbandingan mol yang ada dalam gla ss forming region yang
akan menghasilkan kaca yang stabil seperti yang terlihat dalam Gambar 1.1. Pada
Gambar 1.1 tersebut komposisi dari TeO2-Bi2O3-BaO yang terbentuk menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 1.1 Glass Forming RegionKaca dengan Komposisi TeO2-Bi2O3-BaO
(Tiefeng Xu dkk, 2011)
Dalam pembuatan kaca, khususnya pada kaca tellurite rentang suhu yang
diperbolehkan antara suhu gelas transisi (Tg) dan suhu kristalisasi (Tc). Gambar
1.2 adalah sifat termal rare earth tellurite glass sebagai acuan dalam pembuatan
kaca tellurite, stabilitas kaca tersebut ditentukan oleh acuan ∆�= �� − ��.
Selain sifat termal, parameter lain kaca yang perlu diketahui adalah sifat
optik dari kaca tersebut. Sifat optik tersebut antara lain adalah optical absorption,
indeks bias, selain itu yang perlu diketahui adalah densitasnya yang merupakan
sifat fisik kaca. Hubungan antara indeks bias dan densitas dari kaca tellurite
disampaikan dalam Gambar 1.3 yang nilai tersebut menenuhi persamaan 1.1
(Raouf , 2001) yang dikenal dengan persamaan Lorentz-Lorenz.
�2−1 �2+2
�
� =�� 1.1
Dimana M adalah molecular weight,�adalah densitas, n adalah indeks bias dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasar persamaan 1.1 tersebut maka besarnya nilai � dan n berbanding lurus.
Nilai 1,2,3,4,5,6 pada Gambar 1.3 adalah kaca dengan komposisi TeO2 dengan
LiO2,Na2O,K2O,Rb2O,MgO dan SrO komposisi dua bahan tersebut dikenal
dengan Binary Sistem.
Gambar 1.2 Sifat Termal Rare Earth Tellurite pada (TeO2)0.9 (La2O3)0.1 dan
(TeO2)0.9 (Sa2O3)0.1. (Raouf , 2001)
Tm Tc
Tc
Tg Tg
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 1.3 Plot Lorentz-Lorenz Untuk Kaca Alkali-Tellurite (Raouf , 2001)
Untuk mendapatkan kaca tellurite yang dapat berfungsi sebagai penguat,
kaca tellutire bisa didadah dengan ion tanah jarang. Ion tanah jarang (Rare Earth
Elements) seperti Erbium (Er) dan Ytterbium (Yb) bekerja pada window 1550 nm,
sedangkan untuk window 1300 nm digunakan unsur Neodymium (Nd) dan
Prasedymium (Pr). Kinerja sebuah penguat optik secara umum dipengaruhi oleh
tingkat-tingkat energi ion tanah jarang yang digunakan untuk mendadah kaca
tersebut. Secara umumdiagramtingkat energikaca tellutire yang didadah
Er3+ditampilkan dalam Gambar 1.4. Dalam gambar tersebut diketahui berbagai
proses dalam kaca tellurite, seperti pumping, absorption, emission sehingga kita
mengetahui proses penguatan dari kaca optica l amplifier. Pada gambar 1.4
tersebut elektron pada tingkat dasar 4I15/2 di pumping ke tingkat energi diatasnya, 1. LiO2
2. Na2O
3. K2O
4. Rb2O
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kemudian elektron akan mengalami absorpsi dan emisi. Dalam proses emisi itulah
terjadi penguatan optik.
Banyak parameter yang menjadi ukuran baiknya sebuah kaca, hal tersebut
tergantung akan kegunaan kaca. Kaca yang digunakan untuk optical amplifier
tentunya harus memiliki berbagai parameter seperti optical absorption, density
dan refractive indeks yang baik pula. Berdasar kondisi tersebut maka dalam
penelitian ini akan mengkaji pembuatan kaca tellurite yang didadah dengan Er3+
dilakukan dengan menvariasikan konsentrasi Er3+. Komposisi bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 55TeO2-2Bi2O3-(43-x)ZnO-xEr2O3 dimana
(x= 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5). Pengunaan komposisi tersebut berkaitan dengan glass
forming regionseperti yang dalam Gambar 1 yang didapatkan setelah melakukan
penelitian yang dijelaskan dalam bab 4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas maka masalah yang akan coba dijawab melalui
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana memfabrikasi kaca tellurite yang didadah dengan Er3+ ?
2. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi Er3+ pada densitas (�), indeks bias
(n), dan absorbsi pada sifat lasing (penguat) kaca?
C. Batasan Masalah
Permasalahan pada penelitian ini dibatasi padakaca telluriteyang didadah
dengan Er3+dengan komposisi55TeO2-2Bi2O3-(43-x)ZnO-xEr2O3 dimana (x= 0,5;
1; 1,5; 2; 2,5). Fabrikasi dilakukan dengan metode melt–quenching.Adapun
karakterisasi kaca dibatasi pada densitas (�), indeks bias (n), dan absorbansi pada
sifat lasing (penguat) kaca dengan mengunakan uji UV/VIS.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Membuat kaca tellurite yang didadah dengan Er3+dengankomposisi 55TeO2
-2Bi2O3-(43-x)ZnO-xEr2O3
2. Memperoleh informasi mengenai parameter-parameter yang bertanggung
jawab terhadap kwalitas kaca tellurite yang didadah dengan Er3+ untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Mendapatkan informasi tentang pengaruh konsentrasi Er2O3 pada kaca
tellurite yang ditunjukkan dengan nilai densitas (�), indeks bias (n), dan
absorbsi kaca.
2. Memberikan informasi tentang fabrikasi kaca tellurite yang didadah dengan
Er3+, sehingga peneliti lain tertarik untuk mengembangkan penelitian lebih
lanjut terkait kaca tellurite yang didadah dengan Er3+
F. Sistematika Penulisan
Tesis ini disusun dalam 6 bab,pada Bab I dijelaskan mengenai latar
belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, serta sistematika penulisan tesis. Bab II tentang dasar teori,
bab ini berisi teori dasar dari penelitian yang dilakukan. Bab III berisi metode
penelitian yang meliputi waktu, tempat dan pelaksanaan penelitian, alat dan bahan
yang diperlukan, serta langkah – langkah dalam penelitian. Bab IV berisi tentang
hasil penelitian dan analisa/pembahasan yang dibahas dengan acuan dasar teori
yang berkaitan dengan penelitian. Bab V berisi simpulan dari pembahasan di bab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
DASAR TEORI
A. Sistem Komunikasi Fiber Optik
Dalam sistem komunikasi fiber optik, sebagaimana ditunjukkan Gambar
2.1, dalam proses tranmisi data diubah menjadi sumber cahaya mengunakan Light
Emitting Diode (LED). Kemudian ditranmisikan melalui fiber optik, fiber optik
ini terdiri dari teras (core) yang membawa cahaya dan jaket (cladding) yang
memandu cahaya agar melalui teras. Kemudian data diubah kembali menjadi
digital ataupun analog dengan demodulator.
Gambar 2.1. Skema Sistem Komunikasi Optik (Heru Kuswanto, 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam proses tranmisi tersebut tentunya cahaya mengalami pelemahan
(lost), pelemahan cahaya tersebut dapat dikuatkan kembali dengan repeater. Fiber
optik terdadah erbium (EDFA, Erbium Doped Fiber Amplifier) mengurangi
keperluan terhadap piranti canggih yang dinamakan repeater tersebut.
Keunggulan EDFA yang lain yaitu memiliki karakteristik penguatan
(gain) yang tidak sensitif terhadap polarisasi, kemudahan dalam penyambungan
dengan jaringan fiber optik dengan rugi susut rendah serta karakteristik derau
(noise) yang rendah (Giles, 1991 dalam Heru Kuswanto, 2011).
Sistem kerja penguat optic seperti pada Gambar 2.2, pada gambar tersebut
menunjukan bagian terpenting dari optical amplifier adalah medium aktif EDFA.
Medium aktif ini merupakan potongan fiber yang telah didadah dengan
unsur-unsur tanah jarang seperti Erbium (Er) dan Ytterbium (Yb) yang bekerja
pada panjang gelombang 1550 nm, sedangkan untuk panjang gelombang 1300
nm digunakan unsur Neodymium (Nd) dan Prasedymium (Pr). Sumber
pemompa berfungsi untuk menaikkan elektron dari energi dasar ke energi yang
lebih tinggi dengan cara memberikan panjang gelombang tertentu pada medium
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.2.Diagram Blok Penguat Optik(Sunarto, 2005)
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa medium aktif EDFA
adalah sebuah kaca yang sudah didadah oleh Erbium. Erbium merupakan salah
satu ion tanah jarang, secara umum ion tanah jarang dibagi menjadi dua grup yaitu
Lantanida dengan nomer atom 57 sampai 71 dan Aktinida dengan nomer atom 89
dampai 103 (Becker, 1999). Elemen Lantanida berada pada kulif 4f dan Aktanida
berapa pada kulit 5f yang berada pada satu tingkat dibawah Lantanida dalam
Tabel Periodik Unsur. Dari kedua deret ini, Lantanida memiliki manfaat penting
dalam pembuatan piranti optik seperti laser dan optical amplifier. Letak group
Lantanida pada Sistem Periodik Unsur ditunjukkan Gambar 2.3. Berapa sifat
penting ion tanah jarang yang membedakan mereka dengan unsur lainnya
(Digonnet,2001):
1. Memancarkan dan menyerap pada rentang panjang gelombang yang lebih
lebar
Medium Aktif EDFA
Keluaran sinyal optik yang
dikuatkan Masukan sinyal
optik
Sumber pemompa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Panjang gelombang emisi dan transisi absorpsi sesuai dengan daerah kerja
penguat optik
3. Keadaan metastabil mempunyai waktu hidup (life time) yang panjang
Gambar 2.3 Letak Group Lantanida Dalam Sistem Periodik Unsur
Sebuah atom terdiri dari inti yang dikelilingi oleh kulit (K, L, M, N) dan
subkulit (s,p, d, f) yang diisi secara bertahap dengan elektron sesuai dengan
letaknya didalam tabel periodik unsur (Nomer Atom-nya). Maksimal jumlah
elektron yang dapat ditambahkan ke kulit dan subkulit dari suatu atom adalah
tetap dan ditunjukkan pada Tabel 2.1. Unsur Erbium memiliki konfigurasi
elektron sebagai berikut 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d10 4p6 5s2 4d10 5p6 4f12 6s2 atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 2.1 Maksimal Jumlah Elektron Pada Kulit Dan Subkulit Dari Suatu Atom.
n Kulit
subkulit
l=0 s
1 p
2 d
3 f
1 K 2
2 L 2 6
3 M 2 6 10
4 N 2 6 10 16
Pemisahan energi pada konfigurasi 4fn secara skematis diperlihatkan pada
Gambar 2.4, pemisahan tersebut disebabkan karena gaya coulomb, spin orbit dan
kristal bidang. Penamaan tingkat energi menggunakan penjumlahan vektor.
Penjumlah vektor tersebut dari keseluruhan momentum sudut orbital L = Σli dan
momentum sudut spin S=Σsi memberikan momentum sudut total J dalam bentuk
sederhana dapat dituliskan J= L+ S. Dengan mengacu nilai J penamaan pada
sebuah tingkat energi adalah bentuk penjumlahan, yang sama dengan 2J+1 dan
jumlah konfigurasi spin 2S+1. Aturan penjumlahan dapat menggunakan notasi
Russel-Sounders 2s+1Lj, dimana nilai L dapat diasumsikan dengan L= 0,1,2,3,4,5…
yang berkaitan dengan s,p,d,f. Misalnya, keadaan dasar dari Er3+ memiliki
notasi4I15/2 dengan nilai (J, L, S) sebagai (15/2, 6, 3/2). Bentuk penjumlahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.4. Skema Ilustrasi Pemisahan Energi Dalam Ion Tanah Jarang (Soundararajan, 2009).
B. Interaksi Gelombang Elektromagnetik dengan Materi
1. Konstanta dielektrik dan indeks bias
Kehadiran medan listrik dalam bahan menyebabkan pergeseran posisi
muatan positif dan muatan negatif dalam setiap atom. Dalam bahan dielektrik,
pergeseran itu menginduksikan momen dipole, yang dinyatakan dalam persamaan
= 2.1
dimana adalah polarizabilitas atom. Jika N adalah jumlah atom/unit volum,
maka polarisasi listrik yang terjadi adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user dengan mengingat bahwa
� =� � 2.3
Dari persamaan 2.2 dan 2.3 tersebut diperoleh nilai � (suseptibilitas listrik bahan)
sebagai berikut ini
� =�� 2.4
Seperti kita ketahui bahwa konstanta dielektrik bahan dinyatakan dalam
persamaan 2.5
� =� (1 +�) 2.5
Sehingga dengan mensubstitusikan persamaan 2.4 ke dalam persamaan 2.5
diperoleh
� =� (1 +�
� ) 2.6
Karena indeks bias bahan yang kaitanya dengan nilai � didefinisikan dengan
persamaan berikut
�2 =� = �
� 2.7
maka dengan mensubstitusikan persamaan 2.6ke dalam persamaan 2.7 diperoleh
nilai indeks bias seperti pada persamaan 2.8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Indeks bias dengan model elektron
Tetapan dielektrik (�) merefleksikan interaksi antara gelombang
elektromagnetik dan bahan.Tetapan dielektrikmenunjukkan polarisasi elektron,
dipolar (dipol permanen), atau ion di dalam bahan ketika sebuah gelombang
elektromagnetik merambat di dalam bahan tersebut. Model klasik sederhana dari
proses polarisasi ini adalah model Lorenz. Jika sebuah atom berada dalam
gelombang elektromagnetik = � ,maka distribusi awan elektron terluar
akan mengalami pergeseran dari titik pusat dengan jarak rata-rata �. Dengan
menganggap bahwa inti atom tidak mengalami pergeseran dan hanya ada sebuah
elektron terluar yang terpengaruh oleh gelombang elektromagnetik, persamaan
gerak dari elektron terluar tersebut adalah
2�2 + �+ � 2�= − � 2.9
dimana � =posisi electron relative terhadap intiatom, =massa elektron, � =
frekuensi Eigen dari elektron, =koefisien redaman.
Suku pertama di sebelah kanan adalah gaya resistan yang sebanding
dengan kecepatan elektron dan mengakibatkan energy loss, suku kedua adalah
gaya restorsi (serupa dengan energi pegas), dan suku ketiga adalah gaya Coulomb
yang dialami oleh electron di bawah pengaruh medan elektromagnetik. Solusi
stasioner dari persamaan 2.7 adalah sebagai berikut ini
� = −
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pergeseran elektron di sekitar titik pusatnya tadi akan menimbulkan momen dipol
listrik
= − �= 2
(� 2−�+ �) 2.11
Jadi, polarizabilitas atom:
= 2
(� 2−�+ �) 2.12
Dengan mensubstitusikan persamaan 2.12 kedalam persaman 2.8 maka nilai
indeksbias bahan menjadi
� = 1 +� � 2
(� 2−�+ �) 2.13
Jika suku kedua dalam tanda akar sangat kecil terhadap 1, maka
� ≈1 + � 2
2� (� 2−�+ �) 2.14
Nilai indeks bias sesuai dengan persamaan diatas � dan � bergantung pada
bahan. Jelas bahwa indeks bias bergantung pada frekuensi cahaya ω. Jika ω
dinaikkan mendekati � , indeks bias juga akan naik. Ini berlaku pada semua
bahan transparan. Indeks bias untuk cahaya biru > indeks bias untuk cahaya
merah. Fenomena ini disebut dispersi. Karena �, indeks bias menjadi kompleks:
� ≈1 + �
2(� 2− �2)
2� (� 2− �2)2+ 2�2−
� 2 �
2� (� 2− �2)2+ 2�2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jika � dituliskan dalam bentuk � =�′− �′′ kemudian gelombang EM menjalar
sepanjang sb-z maka
= (� −��) 2.15
Dengan nilai k adalah sebagai berikut �= �� = �′− �′′ � ; � =2 �
= −�′′� � (� −�′� �) 2.16
Dari persamaan di atas komponen imajiner dari indeksbias �′′ menyebabkan
atenuasi amplitudo sepanjang penjalarannya.
C. Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA)
Penguatan optik oleh EDFA didasarkan pada proses emisi terstimulasi
yang merupakan prinsip dasar dari operasi laser, seperti pada Gambar 2.5. Secara
umum suatu piranti laser terdiri dari media penguat berkas cahaya (gain medium),
sumber energi pemompa (pumping source), dan resonator optik (optical
resonator). Media penguat adalah suatu bahan yang mempunyai sifat dapat
meningkatkan intensitas cahaya dengan cara emisi terstimulasi. Sedangkan
resonator optic, secara sederhana terdiri dari susunan cermin yang dipasang
berhadapan sehingga berkas cahaya dapat bergerak bolak-balik.Salah satu cermin
bersifat agak transparan, sehingga dapat berfungsi sebagai jalur keluar berkas
laser (output coupler). Berkas cahaya yang melewati media penguat akan
mengalami penguatan daya. Jika daerah sekelilingnya merupakan cermin, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dengan demikian cahaya akan mengalami penguatan daya beberapa kali lipat.
Setelah mengalami penguatan daya, cahaya dapat keluar melewati cermin yang
bersifat agak transparan sebagai berkas laser.
Proses memasukkan energi sebagai syarat untuk terjadinya penguatan daya
dinamakan dengan pumping (memompa). Energi yang dipompakan dapat berupa
arus listrik atau berkas cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda. Untuk
pompa energi dalam bentuk cahaya, dapat digunakan lampu flash atau laser
semikonduktor. Selain komponen-komponen utama di atas, suatu perangkat laser
biasanya dilengkapi dengan beberapa komponen pendukung untuk menghasilkan
berkas laser yang tajam.
Gambar 2.5 Sistem Kerja Laser
Gambar 2.6 menunjukkan dua tingkat energi, tingkat dasar dengan energi
E1 dan tingkateksitasi dengan energi E2. Tingkat-tingkat ini merupakan keadaan
energi yang berada paling rendah yang dapat diisi oleh atom atau molekul. Atom
yang memliki tingkat energi berbeda dapat berinteraksi dengan radiasi
elektromagnetik melalui tiga cara yang berbeda: serapan (absorption), pancaran
spontan (spontan emission), dan pancaran terstimulasi (stimulated emission)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.6. Interaksi Atom Dengan Radiasi Elektromagnetik (Heru Kuswanto, 2011)
a. Serapan. Pada kasus serapan, atom yang menempati keadaan energi
yang lebih rendah dapat menyerap radiasi panjang gelombang yang cocok
dan bereksitasi ketingkat energi yang lebih tinggi (Gambar 2.6.(a)). Atom
yang menempati energi 1 dapat menyerap radiasi pada frekuensi �0
yang diberikan oleh persamaan (2.17) dan mengeksitasinya ke tingkat
yang memiliki energi 2:
�0 = 2− 1 2.17
Dengan merupakan konstanta Planck yang memiliki nilai 6,634 × 10-34
J. s. Karena nilai energi berbagai tingkat tergantung pada atom, maka atom
akan menyerap cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu saja,
yang berkaitan dengan pasangan tingkat energi. Misalkan, warna kuning
pada spektrum cahaya tampak yang memiliki panjang gelombang 589 nm,
frekuensi yang dimilikinya adalah
�= �
� =
3 x 10 −1
589 x10−9 ≈5,094 �10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user Dengan demikian 2− 1 = � ≈3,39 �10−19
b. Pancaran spontan. Atom yang menempati tingkat yang lebih atas
dapat memancarkan radiasi elektromagnetik secara spontan dan turun
dengan sendirinya ke tingkat yang lebih rendah (Gambar 2.6.(b)). Suatu
fenomena yang dikenal sebagai pancaran spontan, apabila tingkat
energinya sama dengan yang dicontohkan di atas, maka frekuensi radiasi
yang dipancarkan juga �0. Pancaran spontan memiliki arah yang sangat
acak dan terlihat di segala arah.Cahaya yang berasal dari sumber cahaya,
termasuk matahari, disebabkan terutama oleh pancaran spontan.
c. Pancaran terstimulasi. Berbeda dengan kedua proses sebelumnya,
suatu atom yang menempati tingkat energi yang lebih atas dapat
dirangsang untuk memancarkan radiasi pada frekuensi �0 oleh
gelombang cahaya datang yang memiliki frekuensi sama melalui suatu
proses yang disebut pancaran terstimulasi. Perbedaan utama antara
pancaran spontan dan terstimulasi adalah pada kasus pancaran yang
pertama memiliki arah, polarisasi dan yang lain yang sangat acak,
sedangkan pada kasus yang kedua bersifat koheren dengan radiasi yang
datang. Hal ini berimplikasi bahwa radiasi yang dipancarkan oleh atom
identik terhadap radiasi yang menstimulus atom, dan dalam proses ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perlu diperhatikan bahwa dalam proses pancaran radiasi tidaklah
monokromatik (hanya satu frekuensi) saja, akan tetapi menyebar dalam rentang
frekuensi tertentu. Dengan demikian tingkat energi memiliki lebar tertentu sering
disebut dengan lebar garis (line width) dan atom dapat berinteraksi pada
jangkauan frekuensi tersebut.
Konsep emisi terstimulasi pertama kali diajukan oleh Einstein pada 1917
yang selanjutnya membentuk dasar teori laser, yang dapat ditemukan
pemakaiannya pada berbagai bidang. Apabila sistem atom berada dalam
kesetimbangan termal, yaitu kesetimbangan dengan lingkungannya, lebih banyak
atom akan ditemukan pada tingkat dasar seperti pada Gambar 2.18. Populasi
atom pada Endi tentukan oleh statistik Boltzmann sebagai berikut (Saleh, 2007)
�( �)∝exp(− �/ �), �= 1,2,3,… ….. 2.18
Dimana� � adalah peluang populasi elektron, �adalah energi pada tingkat n
dan K adalah konstanta Boltzmann sedangkan T adalah suhu.
Gambar 2.8 menampilkan sistem laser tiga tingkat dari Erbium. Cahaya
dengan panjang gelombang 980 nm digunakan sebagai pumping untuk
mengeksitasi ion Erbium dari keadaan dasar 1 ke tingkat energi 3. Tingkat 3
merupakan tingkat energi yang mempunyai lifetime yang berumur pendek. Setelah
beberapa sekon, ion dari tingkat 3 ini turun ke tingkat 2. Umur tingkat 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar. 2.7 Peluang keberadan elektron (Saleh, 2007)
Gambar 2.8Sistem Laser TigaTingkat (Heru Kuswanto, 2011)
Ion yang dibawa ke tingkat 2 tetap berada di sana untuk waktu yang
lebih lama, oleh karena itu, dengan pumping yang cukup kuat, populasi ion pada
tingkat 2 dapat dibuat lebih besar dibandingkan pada tingkat 1 sehingga
mencapai populasi inversi antara tingkat 1 dan 2. Pada keadaan yang
demikian, apabila suatu berkas cahaya pada panjang gelombang yang bersesuaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan perbedaan energi ( 2− 1) menjatuhkan kumpulan ini. Ion akan
diperkuat melalui proses pancaran terstimulasi. Untuk ion Erbium, perbedaan
energi ( 2 − 1) mendekati 1,98 × 10-19 J yang bersesuaian dengan pita 1550
nm, oleh karena itu merupakan penguat ideal untuk sinyal dalam jendela 1550
nm. Proses tersebut sering dikenal sebagai fluoresen.
Gambar 2.9 merupakan diagram skematik suatu sistem EDFA yang terdiri
suatu fiber optik mode tunggal yang didadah dengan erbium. Pemompaan
dilakukan dengan laser pemompa panjang gelombang 980 nm melalui
penggabung pembagi panjang gelombang (wavelength division multiplexing,
WDM). Penggabung WDM mengkombinasikan cahaya panjang gelombang 980
nm dan 1550 nm dari dua fiber optik masukan yang berbeda ke dalam fiber
optik tunggal. Cahaya pemompa 980/1480 nm diserap oleh Erbium untuk
menghasilkan populasi inversi antara tingkat 2 dan 1. Dengan demikian sinyal
yang datang pada daerah panjang gelombang 1550 nm akan diperkuat ketika
sinyal ini menjalar melalui fiber optik yang didadah memiliki populasi inversi.
Isolator ditempatkan untuk membentengi setiap pantulan cahaya dari masukan
penguat, yang akan menyebabkan terjadi ketakstabilan dan mulai berosilasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.9. Skema Suatu EDFA Yang Terdiri Atas Laser Pemompa 980/1550 nm, (Heru Kuswanto, 2011)
D. Spektroskopi Erbium
Transisi ion Er3+dari tingkat energi 4I13/2 ke tingkat energi 4I15/2 mampu
memberikan penguatan sinyal pada panjang gelombang sekitar 1500 nm. Skema
tingkat energi pada Er3+ dan spektrum yang dihasilkan ditunjukkan dalam
Gambar 2.10. Hasil pengukuran absorpsi ion Erbium yang didadah kedalam fiber
dan terukur pada temperatur ruang ditunjukkan dalam Gambar 2.11. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan sumber cahaya putih (white light source) dan
optical spektrum analyzer (OSA). Berbagai puncak muncul pada transisi antara
ground state (4I2/15) dan state yang terletak lebih tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
antara tingkat excited state (4I13/2 ) dan tingkat ground state ( 4
I15/2 ) sangat besar.
Nilai lifetime-nya diperkirakan 10 ms dan bervariasi tergantung pada
komposisifiber optik utama dan konsentrasi Erbium.
Gambar 2.10. Struktur Tingkat Energi Erbium (Becker dkk, 1999).
Gambar 2.11. Spektrum Absorpsi Yang Terukur Secara eksperimen pada
Er3+ yang didadahkan pada fiber germano-alumino-silica (Becker dkk,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
E. Karakteristik Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA)
Sifat-sifat dasar Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA) meliputi transisi
cross section, lifetime, linewidth, dan broadening. Pembahasan lainnya adalah
tentang spektroskopi ion-ion Erbium.
1. Absorpsi dan Emisi Cross Section
Cross section merupakan parameter yang menyatakan kemampuan suatu
ion untuk mengabsorpsi atau mengemisi cahaya. Transisi cross section adalah
suatu transisi antara dua keadaan dari suatu ion yang mewakili probabilitas
transisi untuk melakukan emisi atau absorpsi cahaya. Dua keadaan tersebut
mempunyai hubungan dengan energi E1 dan E2(E1<E2). Probabilitas transisi untuk
mengabsorpsi suatu foton dari energi E2-E1 adalah sebanding dengan absorpsi
cross section 12, dan untuk emisi foton adalah sebanding dengan emisi cross
section 21. Dimensi cross section adalah suatu luasan. Hubungan yang
menyatakan tentang jumlah daya cahaya Pabspada frekuensi ω yang diserap oleh
sebuah ion ditunjukkan dalam persamaan 2.19 (Becker dkk, 1999)
� = 12. 2.19
Dimana I adalah menghasilkan kecepatan absorpsi sejumlah foton, dan
dinyatakan dalam bentuk persamaan 2.20 (Becker dkk, 1999)
� = 12
ℏ� = 12Φ(�) 2.20
dimana Φ (ω) adalah fluks foton dalam satuan jumlah foton per luasan per waktu.
Jumlah daya cahaya yang terstimulasi oleh ion-ion dengan intensitas cahaya yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
� = 21. 2.21
Total perubahan daya untuk suatu intensitas yang melintasi ion-ion ditunjukkan
dalam persamaan 2.22 (Becker dkk, 1999)
Δ�= � − � = (�2 21 − �1 12) 2.22
dimana N1 adalah populasi ion-ion pada tingkat energi terbawah (ground state)
atau tingkat 1, dan N2 adalah populasi ion-ion pada tingkat energi teratas (excited
state) atau tingkat 2.
Perubahan populasi tingkat 1 dan 2 ditentukan oleh kekuatan transisi
antara subtingkat individu yang menyusun masing-masing tingkat. Bilamana
semua subtingkat mempunyai populasi yang sama, atau kekuatan transisi antara
subtingkat-tingkatnya sama, maka akan didapat suatu pernyataan dalam bentuk
persamaan seperti (Becker dkk, 1999)
�2
= 12� � �1 2.23
�2 =− �
21+ 21� � �2 2.24
dimana �1 dan �2 adalah populasi ion-ion pada tingkat ground state dan tingkat
exited state � � adalah rapat fluks foton dalam satuan jumlah foton per
bandwidth frekuensi per volume, 12� � adalah kecepatan absorpsi, �21
adalah kecepatan emisi spontan, dan 21� � adalah kecepatan emisi terstimulasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.12. Hubungan Absorpsi dan Emisi Transisi Cahaya Dalam Sistem (Becker dkk, 1999).
Secara umum tingkat-tingkat energi mengalami degenerasi.Tingkat 1
dengan degenerasi g1 mempunyai subtingkat-subtingkatm1, dan tingkat 2
mempunyai degenerasi g2 mempunyai subtingkat-subtingkat m2. Persamaan 2.9
dan persamaan 2.10 mempunyai hubungan transisi antara subtingkat-subtingkat.
Kecepatan transisi terstimulasi antara subtingkat-subtingkat m1 dan m2 yang
dinyatakan sebagai R(m1,m2) mempunyai bentuk persamaan sebagai berikut
(Becker dkk,1999)
�2 = �
1, 2 � 1
1, 2 2.25
dan syarat hubungan untuk emisi adalah
�2 =− (�
1, 2 +�( 1, 2))� 2
1, 2 2.26
Dimana � 1, 2 adalah kecepatan transisi spontan antara sub tingkat m1 dan
m2. Bilamana semua sub tingkat mempunyai populasi sama, dan masing-masing
subtingkat m1 untuk tingkat 1 mempunyai � 1 = �1/�1 dan untuk tingkat 2
mempunyai � 2 =�2/�2, Selanjutnya didapatkan hubungan sebagai berikut
(Becker dkk, 1999).
21� � = 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user dan
12� � = 1
�1 1, 2� 1, 2 2.28
Gambar 2.13 memberikan ekspresi eksak untuk semua cross section transisi
tingkat 1 ke tingkat 2 sebagai jumlah yang dipertimbangkan dari transisi cross
section antar subtingkat.
Gambar 2.13. Struktur Tingkat Energi Untuk Dua Buah Multiplet 1 dan 2
(Becker dkk, 1999).
Emisi dan absorpsi cross section untuk transisi 1 2 mempunyai hubungan
yang dinyatakan dalam persamaan 2.29 dan 2.30 (Becker dkk,1999).
� =
− 2 �
2
1, 2 2, 1(�) 2.29
dan
� =
− 1
�
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Zi adalah fungsi pembagi, = − 1 �
1, 2 , � dan � adalah emisi
dan absorpsi cross section, k adalah Konstanta Boltzman (J/K) dan T adalah
temperatur derajat Kelvin.
Cross section antar subtingkat 1, 2(�) mengandung semua informasi
bentuk garis (lineshape). Semua kasus dalam tingkat ini adalah mempunyai
populasi sama dan persamaan persamaan 2.29 dan 2.30 dapat direduksi menjadi
(Becker dkk, 1999).
21 � = 1
�2 2, 1 2, 1 � 2.31
dan
12 � = 1
�1 1, 2 2, 1 � = �2
�1 21(�) 2.32
Pembagian persamaan 2.29 dengan persamaan 2.30, dan menggunakan
fakta bahwa 2 = 1 + � − 12 akan didapat hasil seperti ditunjukkan dalam
persamaan berikut ini (Becker,1999).
� � = 1 2 − 2 � 2
1, 2 2, 1 �
− 1
�
1
1, 2 1, 2 �
= 1
2
12− � / �
− 1 �
1, 2 2, 1 �
− 1 �
1, 2 1, 2 �
= 1 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pernyataan kuantitas 1/ 2 12/ � sering digantikan dengan pernyataan
�/ � dimana ε adalah energi transisi rata-rata antara dua manifold
(lapisan-lapisan dalam tingkat energi).
Transisi Er3+ untuktingkat 4I15/2 4
I13/2 yang berhubungan dengan emisi
cross section dan absorpsi cross section dinyatakan dalam bentuk persamaan
matematik oleh teori McCumber seperti berikut (Becker,1999).
21 � = 21 � (�− �)/ � 2.34
2. Lifetime
Lifetime elektron dari suatu tingkat adalah lama waktu tinggal ion-ion
Erbium dalam tingkat tersebut. Besarnya nilai lifetime adalah berbanding terbalik
dengan probabilitas transisi ion-ion dari tingkat exited state ke tingkat ground
state. Lifetime ion erbium biasanya mempertimbangkan dua lintasan utama untuk
peluruhan, yaitu radiative dan nonradiative (Becker,1999).
1
� =
1
� +
1
�� 2.35
dimana τ adalah lifetime keseluruhan, � adalah lifetime radiative dan ��
adalah lifetime nonradiative. Lifetime radiative muncul dari fluorescence yang
berasal dari tingkat eksitasi ke seluruh tingkat dibawahnya.
Lifetime nonradiative tergantung pada sifat dasar fiber optik utama dan
hubungan antara energi vibrasi kisi-kisi fiber optik utama (fonon) dengan ion-ion
Erbium. Kecepatan nonradiative akan meningkat dengan temperatur karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
nonradiative pada temperatur T mempunyai hubungan dalam bentuk persamaan
seperti berikut (Becker,1999).
( 1
�� )�,� = ( 1
�� )�,0 1−exp(−ℏ�/ � −� 2.36
Dimana ℏ� adalah energi phonon, � =Δ / � adalah jumlah phonon yang
diperlukan untuk celah (gap) energi (Δ ) adalah energi gap dan � adalah
energi phonon maksimum dari suatu phonon yang dapat menghubungkan ke ion),
dan 1 �� �,0
adalah kecepatan transisi pada T= 0 persamaan 2.35 selanjutnya dapat
ditulis dengan mengunakan parameter Bdan α seperti berikut (Becker,1999).
(�1
� )�,� = exp(− Δ ) 1−exp(−ℏ�/ �
−� 2.37
Nilai parameter B dan α yang berhubungan dengan energi phonon untuk proses
nonradiative ditunjukkan Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Parameter Transisi Nonradiative Pada Fiber optik Utama Fiber (Bekker dkk, 1999)
Fiber optik Utama B(s-1) α (cm) ℏ�(cm-1)
Tellurite 6,3 x1010 4,7 x10-3 700
Phospate 5,4 x1012 4,7 x10-3 1200
Borate 2,9 x1012 3,8 x10-3 1400
Silicate 1,4 x1012 4,7 x10-3 1100
Germanate 3,4 x1010 4,9 x10-3 900
Fluroberyllate 9 x1010 6,3 x10-3 500
Kecepatan transisi nonradiative untuk Er3+ dalam beberapa fiber optik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.14.Kecepatan Transisi Nonradiative Er3+Dalam Berbagai Fiber
optik Utama (Becker dkk, 1999).
3. Linewidth dan Broadening
Linewidth adalah pelebaran berkas cahaya dari spektrum emisi yang
dihasilkan oleh pancaran akibat emisi spontan atau emisi terangsang.Linewidth
menggambarkan batas spektrum gain pada rentang panjang gelombang untuk
gain yang dihasilkan. Pelebaran berkas terjadi karena pelebaran tingkatenerginya,
yaitu masing-masingtingkat pada kenyataannya merupakan kumpulan dari banyak
energi yang jaraknya saling berdekatan. Linewidth atau pelebaran dari suatu
transisi mengandung kontribusi homogen dan tidak homogen.Pelebaran homogen
atau pelebaran natural adalah pelebaran berkas cahaya yang dipancarkan karena
adanya interaksi phonon dari suatu fiber optik utama. Pelebaran homogen
mempunyai hubungan dengan lifetime yang ada, dan tergantung pada proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pelebaran tidak homogen adalah pelebaran berkas cahaya yang dipancarkan
oleh perpindahan elektron dari tingkat exited state ke tingkat ground state,
dimana pada masing-masing tingkat energi tersebut terbentuk subtingkat
-subtingkatenergi sebagai akibat dari efek Stark. Bentuk garis homogen dan tidak
homogen ditunjukkan dalam Gambar 2.15.
(a) (b)
Gambar 2.15. (a) Garis Terlebarkan Secara Homogen, (b) Garis Yang TerlebarkanSecara Tidak Homogen (Becker dkk, 1999).
Gambar 2.16 (a) menunjukkan garis yang terlebarkan secara homogen untuk
kumpulan ion-ion dengan panjang gelombang dan lifetime transisi yang identik.
Gambar 2.16 (b) menunjukkan garis yang terlebarkan secara tidak homogen yang
tersusun dari kumpulan garis yang terlebarkan secara homogen dengan frekuensi
pusat (center) dan lebar garis yang berbeda.
Transisi tingkat energi pada penguat fiber dipengaruhi oleh kuat lemahnya
sinyal yang akan dikuatkan. Sinyal yang kuat akan mengakibatkan saturasi pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dihasilkan. Pengaruh yang terjadi adalah turunnya nilai gain dan terbentuknya
hole pada spektrum gain yang dihasilkan dari pelebaran garis secara homogen dan
tidak homogen. Gambar 2.16 menunjukkan saturasi gain untuk garis yang
terlebarkan secara homogen dan tidak homogen.
(a) (b)
Gambar 2.16. Saturasi Gain Untuk Garis Yang Terlebarkan Secara
Homogen (a) danTidak Homogen (b). (Becker dkk, 1999).
Garis padat pada Gambar 2.16 adalah gain yang tidak tersaturasi, dan garis
putus-putus adalah gain yang tersaturasi sebagai akibat pengaruh daya sinyal yang
besar.
F. Judd-Ofelt Analysis
Probabilitas transisi radiasi dan cross section emisi terstimulasi dapat
dihitung dengan analisis Judd-Ofelt (Soundararajan, 2009). Analisis ini berkaitan
dengan transisi optik antara keadaan electric-dipole, magnetic-dipole dan
electric-quadrupole di alam. Namun, transisi electric-dipoleyang paling dominan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diabaikan. Akibatnya, transisi electric-dipole yang dipertimbangkan dalam
analisis lengkap.
Dalam teori Judd-Ofelt, probabilitas emisi spontan A berhubungan dengan
keadaan awal S L J dan keadaa akhir S’ L’ J’ dari tansisi electric-dipole pada ion
tanah jarang dinyatakan dalam persamaan 2.38
� , ′ ′ ′ = 64 4� 3 2
3 2 +1 �3�� , ′ ′ ′ 2.38
Dimana e adalah muatan elektron, S,L,J adalah spin, momentum sudut dan
momentum sudut total seperti keadaan awal yang digunakan pasangan
Russel-Saunders. Dan � adalah frekuensi rata-rata transisi, n adalah indeks bias.
� = �2+2
2
9 adalah koreksi medan local dan adalah line
strengthelectric-dipole, yang dihitung dengan mengunakan persamaan 2.39
, ′ ′ ′ = =2,4,6Ωt � ′ ′ ′ ( ) � 2 2.39
Dimana Ωt=2,4,6 adalah koefisien refleksi yang nilainya dipengatuhi material host,
dan ( ) komponen tensor pengurangan yang tidak terbengantung materialhost.
Nilai dari teori diatas dibandingkan dengan nilai yang diturunkan dari
data eksperimen dengan persamaan
�� = 833 2�� � 2 +1
�
(�)
� �
� 2.40
Dimana � adalah transisi panjang gelombang rata-rata, c adalah kecepatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
densitas dari ion tanah jarang, n indeks bias dan � = �2+2 2
9 adalah faktor
koreksi medan lokal.
Setelah memperoleh parameter Judd-Ofelt (koefisien Ω ) dapat ditentukan
probabilitas transisi radiatif dan lifetime radiatif (�= 1/�) pada keadaan eksitasi.
Ada faktor lain yang berpengaruh terhadap performa devais, yang bisa disebut
dengan brancing ratio. Andaikan ada tiga tingkat energi a,b,c dengan energi
menurun, maka brancing ratio untuk transisi a ke b didefinisikan sebagai fungsi
semua proses peluruhan spontan yang terjadi yang dituliskan dalam persamaan
, = �� , ,�
� 2.41
Dimana a adalah keadaan eksitasi, sementara b dan c adalah dua keadaan terakhir.
Angka ini adalah jumlah probabilitas transisi pada kedua keadaan terakhir
(Soundararajan, 2009).
Judd-Ofelt parameter memberikan informasi serbaguna mengenai struktur
tanah jarang, parameter tersebut diinterprenstasikan sebagai berikut ini
(Mataki,2009)
a. Ω2 dinterprentasikan sebagai berikut: Kenaikan nilainya sangat ditentukan
oleh ikatan kovalen. Berkaitan dengan perubahan struktur dari ion tanah jarang
Ω2akan naik secara drastis dengan menurunkan simetri bidang ligan tanah
jarang. Ω2 dalam fiber optik oksida lebih besar dari yang di fiber optikfluorida,
yang dianggap berasal dari gradien medan listrik yang lebih besar oleh ion
divalen oksida daripada oleh ion fluorida monovalen.
b. Ω4 dinterprentasikan sebagai berikut: Meningkat dengan menurunkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
secara langsung berkaitan dengan simetri ligan ion RE tetapi kerapatan
elektron pada ion oksida, Ω4 menurun sebagai kerapatan elektron pada
peningkatan ion oksigen. Nilai Ω4 menurun sebagai jumlah elektron dengan
meningkatnya ion tanah jarang. Nilainya meningkat dengan meningkatnya
ikata kovalensi RE-O (Rare Earth-Oksigen)
c. Ω6 dinterprentasikan sebagai berikut: Meningkatkan dengan penurunan
interaksi Coulomb, sehingga Ω6 meningkat dengan peningkatan jarak antara
ion tanah jarang dan ligan. Ω6 menurun dengan meningkannya kovalensi antara
ligan dan ion tanah jarang. Nilai Ω6 menurun sebagai jumlah elektron dengan
meningkatnya ion tanah jarang
Nilai-nilai parameter Ω2,4,6 juga bervariasi sesuai dengan host kaca yang
digunakan menurut (Becker, 1999) nilai seperti pada Tabel 2.4
Tabel 2.3 Judd-Ofelt Parameter Untuk Host Glass Yang Didadah Dengan
Er3+
Host Glass Ω2(x10-20cm2) Ω4(x10-20cm2) Ω6(x10-20cm2)
Phosphate 9.92 3.74 7.36
Borate 11.36 3.66 2.24
Germanate 6.40 0.75 0.34
Tellurite 7.84 1.37 1.14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental.
Pembuatan kaca tellurite yang didadah ion Er3+dibuat dengan melt–quenching technique,
komposisi bahan yang dilakukan pada penelitian ini adalah 55TeO2-2Bi2O3-(43-x
)ZnO-xEr2O3 dimana (x= 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5). Proses karakterisasi kaca yang dilakukan adalah uji
UV/VIS, uji n (indeks bias) dan uji (massa jenis).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Optik Jurusan Fisika Fakultas MIPA dan di
Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret mulai dari bulan April 2011 sampai
dengan Juni 2012
C. Alat dan Bahan
1. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antaralain:
1. Neraca digital
2. Mortir dan alu
3. Crucible
4. Furnace
5. Ultra Violet-Visible Spektroscopy (UV-Vis) lambda 25
6. Polish
7. Prima kopling dengan perlengkapanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 9. Sumber laser
2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain:
1. TeO2 (Tellurium Oxide)
2. ZnO (Zinc Oxide)
3. Bi2O3 (Bismuth Oxide)
4. Er2O3 (Erbium Oxide)
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap ( Gambar 3.1 )
Gambar 3.1. Diagram Alir Tahap-Tahap Penelitian
Keterangan dari diagram alir tahap-tahap penelitian adalah sebagai berikut:
PersiapanAlat
Dalam penelitian ini peralatan fabrikasi kaca yang digunakan yang digunakan adalah
neraca digital untuk menimbang massa komposisi bahan sampel, mortir dan alu untuk Persiapan alat
Persiapan bahan
Fabrikasi kaca tellurite didadah Er3+ meliputi pebuatan sampel, aneling, polish
Karakterisasi kaca tellurite didadah Er3+ meliputi uji UV/VIS dan uji n (indeks bias) dan
uji (massa jenis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mencampur dan menghaluskan bahan, furnace untuk memanaskan sampel serbuk hingga
menjadi cair, dengan demikian bisa dicetak dalam mulk (cetakan).
Persiapan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah TeO2 (Tellurium Oxide), ZnO
(Zinc Oxide), Bi2O3 (Bismuth Oxide) dan Er2O3 (Erbium Oxide). Bahan tersebut berbentuk
serbuk kemudian ditimbang dengan neraca digital sesuai dengan perbandingan komposisi
yang dilakukan yaitu dengan 55TeO2-2Bi2O3-(43-x)ZnO-xEr2O3 dimana (x= 0,5-2,5),
perhitungan masing-masing sampel terlampir. Setelah bahan selesai ditimbang kemudian
dicampur dan dihaluskan dengan mortar dan alu. Campuran yang telah disiapakan tersebut
kemudian diletakkan dalam wadah crucible platina, untuk dilakukan proses fabrikasi.
Fabrikasi Kaca Tellurite doped Er3+
Campuran bahan serbuk yang telah diletakkan dalam wadah crucible platina
kemudian dipanaskan /dileburkan dalam furnace listrik, furnace diatur pada temperatur 900
0
C selama 1 jam, selama pemanasan itu sampel di aduk-aduk berulangkali untuk manjadikan
sampel homogen. Bersamaan dengan peleburan sampel, mould stainless steel (cetakan kaca)
yang akan digunakan untuk mencetak kaca terleih dahulu disiapkan. Mould mula-mula
dihaluskan (di-polish) dengan amplas/kertas penghalus hingga mengkilat. Setelah di cuci,
mould diletakkan dalam aniling furnice pada suhu 2650C. Casting (pencetakan) dilakukan
dengan cara menuangkan leburan panas dalam mould yang bersuhu 2650C secara cepat lalu
didinginkan secara natural.
Setelah kaca dalam keadaan dingin (bersuhu kamar) dan dicek dalam keadaan baik
(tidak ada makro kristal) serta tidak pecah, maka proses aniling kemudian dilakukan. Proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
laju 20C/menit menuju suhu kamar. Hal ini dilakukan supaya sampel dibuat mendapatkan
perlakukan panas yang sama sehingga doping Er 3+ menjadi homogen.
Setelah proses ini selesai selanjutnya sampel di polish (amplas) untuk menghaluskan
permukaan dan menjernihkan kaca. Polish dilakukan dari grade kasar ke halus dengan
spesifikasi grade 1000, 2400 dan 4000.
Karakterisasi Kaca Tellurite doped Er3+
Uji UV/VIS
Uji UV/Vis spektrometer pada masing-masing sampel di ukur dengan mengunakan
Ultra Violet-Visible Spektroscopy (UV/Vis) lambda 25. Pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang 200 nm sampai dengan 1100nm dengan range kenaikan panjang gelombang
0,1nm. Data yang didapatkan dari Uji ini adalah nilai absorbansi dan transmitansi dari
masing-masing sampel.
Uji n (indeks bias)
Penentuan nilai indeks bias bahan penelitian ini dilakukan dengan cara pengukuran
reflektansi dengan metode sudut Brewster. Sampel diletakkan pada posisis tegak dengan
permukaan di sinari laser HeNe dengan panjang gelombang 632,8 nm di dalam ruangan
gelap. Penentuan nilai indek bias dilakukan dengan cara mencari nilai intensitas terendah
yang dihasilkan dari pemantulan cahaya terhadap bidang sampel dengan cahaya terpolarisasi
Tm. Atau dengan kata lain seluruh sinar hampir semuanya ditransmisikan, nilai reflektansi
mendekati nol. Sudut pantul dimana intensitas didapat disebut dengan sudut Brewster.
Besarnya nilai indeks bias dapat di tentukan dengan persamaan �2 = �� . Persamaan
tersebuat didapatkan dari persamaan dasar �� =��2
1 dimana �1 = 1 karena cahaya datang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pada penelitian ini intersitas sudut diambil dari sudut 50 sampai dengan 700 kemudian
pada pengukuran kedua dilakukan pada sudut 550 sampai dengan 700 kemudian pada
pengukuran ketiga dilakukan pada rentang sudut disekitar nilai reflektansi minimum.
Uji (massa jenis)
Pengujian massa jenis bertujuan untuk mengetahui berapa besar massa jenis dari
sampel, pengukuran ini mengunakan pycnometer, dengan rumus dasar � =
� . Diawali
dengan menimbang pycnometer (m0), menimbang pycnometer yang terisi sampel (m1),
menimbang pycnometer yang terisi sampel dan aquades (m2), serta menimbang pycnometer
yang terisi aquades (m3).
Volume penambahan aquades dapat dicari dengan persamaan
�′