BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Suhu
Suhu tubuh merupakan salah satu dari tanda - tanda vital yang paling dasar dan wajib diketahui oleh semua orang. Tinggi rendahnya suhu tubuh sangat berpengaruh pada kondisi kesehatan yang paling dasar selain tekanan darah, nadi, dan juga respirasi rate. Suhu tubuh memiliki dua sistem yaitu, suhu permukaan dan suhu inti. Suhu permukaan adalah suhu yang dimiliki oleh permukaan kulit. Seseorang bisa merasakan suhu pada permukaan kulit dikarenakan kulit memiliki banyak reseptor dingin dan hangat dibandingkan dengan reseptor yang berada dalam organ tubuh. Sedangkan suhu tubuh yang berasal dari organ tubuh disebut dengan suhu inti. Organ tubuh yang bisa menghasilkan panas tubuh yaitu seperti otak, lidah, saluran pernapasan, jantung, paru - paru, liver, ginjal . Suhu inti direspons oleh organ bagian dalam seperti spinal cord, visera abdominal. Proses terbentuknya suhu inti terjadi pada area hipotalamus integrator di mana terdapat sistem termoregulasi. Proses terjadinya panas pada tubuh terjadi pada saat terdapat sinyal pada proses pengeluaran keringat dan pelebaran pembuluh darah. Pada proses tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh secara berkala (Asmadi, 2008:156).
World Health Organization (WHO) menyatakan jika hipotermia menjadi faktor utama dari morbiditas dan mortalitas pada neonatus di wilayah negara - negara berkembang.
Hipotermia atau yang sering kali dikenal dengan penurunan suhu tubuh secara ekstrem, terjadi akibat adanya mekanisme konveksi panas secara berlebihan akibat rendahnya suhu lingkungan. Penurunan suhu tubuh ini tidak jarang hingga mencapai 35℃ Sandra
M.T;1997 ( dalam Ratnasari, 2019:6). Pada keadaan hipotermi tubuh akan memberikan respon berupa kulit kasar, penyakit periodontal pada gigi, sembelit, tukak pencernaan, demensia, serta berbagai jenis alergi yang muncul sesekali dan sukar untuk pulih (Masashi, 2013:10). Proses - proses kehilangan panas tubuh terjabarkan dalam tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2. 1 Proses kehilangan panas
Proses Keterangan
Evaporasi Mekanisme kehilangan panas dengan evaporasi terjadi akibat adanya pengeluaran cairan tubuh dalam bentuk keringat maupun uap.
Konduksi Proses kehilangan panas secara langsung karena bersentuhan atau kontak fisik dengan benda yang memiliki suhu rendah/ dingin. Pada kondisi ini benda yang memiliki suhu rendah tersebut akan menyerap suhu panas yang ada di dalam tubuh.
Konveksi Hilangnya suhu tubuh akibat rendahnya suhu ruang / lingkungan yang ada di sekitar kita. Bisa juga akibat tingginya tekanan udara yang ada di sekitar kita contohnya udara dari kipas angin, udara dari ventilasi, maupun Ac.
Radiasi Pada proses radiasi mekanisme kehilangan panas secara tidak langsung karena berada di antara benda yang memiliki suhu lebih rendah dibandingkan dengan suhu yang ada di dalam tubuh, sehingga mempercepat proses kehilangan
panas. Pada kondisi ini tidak jarang memberikan dampak yang kurang baik pada bayi, sekitar 63% menjadi penyebab angka kematian pada bayi.
Sumber informasi berasal dari (Wiknjosastro, 2009:124), (Ratnasari, 2019:6).
Hipertermia merupakan keadaan di mana suhu tubuh biasa diambang batas normal yaitu 40,0-41,6℃. Hipertermi bisa terjadi karena tiga hal, yang pertama akibat heat stroke yang terjadi akibat tingginya aktivitas fisik, paparan panas matahari. Kedua akibat hipertermia maligna ( kelainan auto kromosom dominan maupun resesif). Ketiga karena efek samping dari penggunaan obat anestetik (Muttaqin, 2009). Untuk mengenali kriteria peningkatan dan penurunan suhu tubuh tertera dalam tabel 2.2, sedangkan penjelasan mengenai area tubuh yang digunakan untuk memeriksa suhu tubuh terdapat pada tabel 2.3.
Tabel 1. 2 Tolak ukur suhu tubuh
Keterangan Suhu
Hipotermi berat < 32℃
Hipotermi 32-36 ℃
Hipotermi ringan 36-36,5℃
Normal 36,5−37,5 ℃
Hipertermi > 37,5 ℃
Heat Stroke > 40℃
Sumber tabel berasal dari (Kebidanan & Bataraguru, 2020), (Ratnasari, 2019:7)
Tabel 2. 3 Tolak ukur suhu tubuh berdasarkan letak tempat ukur dan alat ukur
No Letak Anatomis
Hasil Rentang Suhu Normal
Berdasarkan Jenis Termometer Fever Air Raksa Elektronik
1. Aksila 34,7 -37,3 ℃ 36,4 ℃ 37,4 ℃
2. Sublingual 35,5 - 37,5 ℃ 36,6 ℃ 37,6 ℃
3. Rektal 36,6 - 37,9 ℃ 37,0 ℃ 38,0 ℃
4. Auricula 25,7 – 37,5 ℃ 36,6 ℃ 37,6 ℃
Sumber tabel berasal dari (El-Radhi AS, 2006), (Avner, 2009), (Pineda Solas, 2020).
Peningkatan suhu tubuh bisa terjadi karena adanya perubahan glukosa menjadi glikogen, yang selanjutnya menghasilkan asam lemak bebas. Dua komponen ini kemudian akan dibawa ke dalam otot dan terjadinya proses oksidasi yang nantinya menghasilkan peningkatan suhu tubuh. Peningkatan suhu inti kemudian akan muncul dipermukaan kulit (Widya, Dwi , Rukmi Putri, Kiki, 2018).
2.2 Demam
Demam adalah kondisi di mana terjadinya peningkatan suhu inti pada set poin sebanyak 1℃ pada pusat hipotalamus dengan perantara (Il-1) interleukin-1 (El-Radhi, 2009) . FUO (Fever of Unknown Origin) menjelaskan mengenai dua penyebab demam ada berhubungan dengan proses peningkatan prostaglandin E2 (PGE2) pada area hipotalamus sehingga memicu munculnya peningkatan set poin pada suhu tubuh (Dinarello CA, 2020). Demam merupakan gejala yang mudah dikenali, tidak jarang dicurigai sebagai manifestasi akibat adanya infeksi akut. Jika terjadi infeksi akibat bakteri atau virus sistem imun didalam tubuh akan memberikan respons perlawanan dan memunculkan gejala demam. Selain itu kondisi fisik yang terlalu lelah juga bisa menjadi faktor seseorang mengalami demam (Astrid, 2016).
Demam menjadi salah satu kondisi umum seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan (Imogen, 2020). Demam juga bisa disebut sebagai sagai hipotermia karena memiliki mekanisme yang sama. Peningkatan suhu tubuh dipengaruhi oleh adanya pengaturan suhu yang terlalu tinggi pada area hipotalamus. Suhu tubuh dapat meningkat jika suhu internal dan eksternal tidak selaras dengan suhu inti tubuh (Octa, 2014).
Demam pada anak menjadi salah satu faktor tingginya jumlah kunjungan unit gawat darurat (UGD),dengan presentasi sebanyak 15%-25% (Barbi, 2017). Kondisi suhu tubuh yang terlalu tinggi bisa menjadi keadaan darurat jika tidak segera diberikan penanganan secepat mungkin, terutama pada balita dan bayi karena bisa menyebabkan kecacatan atau bahkan kematian (Oksfriani Jufri, 2019). World health Organization (WHO, 2020a) memperkirakan bahwa terdapat 17 juta kasus demam diseluruh dunia.
Insiden demam di seluruh dunia mencapai angka 16-33 juta dengan angka kejadian 500-600 ribu kematian di setiap tahunya.
2.3 Penyebab Demam
Banyak faktor yang menjadi pemicu munculnya demam antara lain terjadi akibat peradangan non infeksi, keganasan, dan efek samping obat (Bor, 2020). Demam bisa terjadi akibat adanya alergen terhadap suatu obat atau timbul bersamaan dengan gejala lain yang muncul beberapa jam setelah pemberian obat. Namun efek samping ini biasanya akan muncul pada hari ke 7-10 dan hilang setelah menghentikan pengobatan selama 48 jam. Adapun jenis-jenis obat yang bisa menimbulkan efek samping berupa demam yaitu : amfoterisin B, simetidin, dextran, zinc, kalsium, dan dimercaprol, atropin, epinefrin, fenotiazin, , allopurinol, azathioprine, barbiturat, produk darah, sefalosporin, dll (Soegeng, 2016).
2.4 Pola Demam
2.4.1 Demam Kontinyu
Demam kontinu adalah keadaan di mana terjadi peningkatan suhu tubuh 1℃
diatas rata-rata rerata suhu normal selama satu hari penuh atau 1x 24 jam. Demam kontinyu paling sering terjadi pada pasien dengan pneumonia tifoid, gram negatif, infeksi sistem perkemihan, dan meningitis akut akibat bakteri (Rinik, Eko, Kapti, 2017).
2.4.2 Demam Remiten
Pada keadaan demam remiten rata-rata pasien akan mengalami peningkatan suhu tubuh yang tidak konstan / naik turun lebih dari 2℃, dan tidak kunjung mencapai suhu normal. Demam ini mengakibatkan penderita mengalami pengeluaran cairan
(keringat) pada saat malam hari. Demam remiten sering terjadi pada pasien dengan penyakit malaria dan TB (Rinik, Eko, Kapti, 2017).
2.4.3 Demam Intermiten
Demam intermiten adalah keadaan dimana terjadinya peningkatan suhu tubuh dalam selang waktu beberapa jam dalam 1 hari. Pola demam intermiten biasanya dapat diamati sebagai salah satu tanda gejala dari adanya indikasi malaria, TB (tuberculosis), Infeksi patogen, sepsis, dan limfoma (Rinik, 2017). Namun, jika demam ini berlangsung selama 2 hari sering kali disebut sebagai demam tersiana. Jika demam ini berlangsung dalam 2 hari dengan 2 jenis demam makan disebut dengan demam kuartana (Sutjahjo, 2016).
2.4.4 Demam Quotidian
Quotidian fever terjadi ketika terjadi peningkatan suhu tubuh yang berasal dari energi jiwa atau biasa disebut sebagai demam seharian. Kondisi peningkatan suhu tubuh ini hanya akan bertahan selama satu hari dengan puncak kondisi demam selama 12 jam , dan paling lama demam ini hanya 3x 24 jam (Al-Jauziyah, 2020). Adapun klasifikasi dari demam quotidian terdapat pada tabel 2.4 berikut.
Table 2. 4 Klasifikasi periode demam yang termasuk dalam demam quotidian
Periode Demam Keterangan
Undulant fever Adanya peningkatan suhu tubuh secara perlahan, menetap, tinggi dalam beberapa hari, kemudian kembali pada suhu normal secara perlahan.
Prolonged fever Terjadi akibat adanya komplikasi dari infeksi yang sudah cukup lama dialami ( >10 hari)
Recurrent fever Keadaan di mana demam kembali muncul sebagai mekanisme pertahanan terhadap ke kambuhan dari penyakit terdahulu, disertai dengan pola demam ireguler.
Bifasic fever Sebuah gejala yang sertai dengan dua pola demam, contohnya seperti camelback peter fever atau saddleback fever. Bifasik fever paling sering terjadi pada pasien dengan leptospirosis, DBD, yellow fever, ebola, dan demam lassa.
Relapsing fever Demam ini hampir sama dengan demam periodik di mana episode demam berlangsung secara reguler/ireguler. Demam ini berlangsung selama beberapa hari /minggu/ataupun bulan.
Contohnya pada pasien malaria.
Sumber (Fisher RG, 2005).
2.4.5 Demam Malaria
Demam malaria adalah kondisi di mana tanda gejala dari demam ini mencakup dua jenis yaitu demam kontinu dan demam siklik. Demam siklik sendiri adalah keadaan di mana terjadi peningkatan suhu tubuh secara berkala selama beberapa hari namun disertai dengan periode bebas demam selama beberapa hari sesudahnya, dan terjadi peningkatan suhu tubuh secara berkala (Nelwan, 2009). Demam malaria juga bisa termasuk ke dalam replacing fever yaitu kondisi demam berulang selama harian juga memiliki klasifikasi yang berbeda tergantung pada waktu dan peningkatan suhunya hanya pada kisaran rerata suhu normal. Bila kondisi demam bertahan selama 1-3 hari
maka termasuk ke dalam demam (malaria tertiana), namun jika pada kisaran waktu 1- 4 hari akan disebut dengan demam quartana (malaria quartana) (Margarita, 2015).
2.4.6 Demam Borreliosis
Demam borreliosis adalah keadaan di mana tubuh melakukan mekanisme pertahanan diri terhadap infeksi bakteri zoonotik (Borrelia recurrentis). Demam borreliosis terjadi selama berulang dalam beberapa waktu, hingga proses infeksi teratasi dengan baik (Vinay, 2020). Periodik waktu dari demam borreliosis 3-6 hari diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi waktu yang sama. Suhu pada derajat demam ini mencapai 39,5-40,6℃.
2.4.7 Demam Hodgkin
Demam hodgkin adalah salah satu gejala yang muncul pada pasien dengan kondisi limfoma/ memiliki gangguan pada sistem limfatik. Limfoma biasanya ditandai dengan adanya pembesaran limpa dan kelenjar getah bening, tanpa ada rasa nyeri. Pertumbuhan abnormal pada limpa secara cepat akibat adanya abnormalitas pada sistem kekebalan tubuh / Sel-T dapat berdampak pada terjadinya kanker kelenjar getah bening (Hembing, 2008).
2.4.8 Demam Septik
Pada kondisi demam septik terjadi peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi pada saat malam hari dan berangsur turun mendekati suhu normal pada saat fajar tiba.
Tak jarang gejala demam ini disertai dengan keadaan menggigil, dan berkeringat. Jika pada suatu waktu suhu tinggi pada kondisi demam ini turun hingga ke rerata suhu normal maka kondisi ini disebut dengan hektik (Sutjahjo, 2016).
2.5 Tanda Gejala Demam
Gejala yang sering muncul pada saat seseorang mengalami hipotermia ataupun demam menurut Rinik (2017) yaitu:
a. Peningkatan suhu tubuh yang ekstrem hingga mencapai 41-42 ℃.
b. Kulit teraba kering
c. Mengigau akibat adanya disfungsi sistem saraf d. Kejang
e. Koma
2.6 Penanganan Demam 2.6.1 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan yaitu dengan melakukan pengukuran suhu tubuh secara berkala dengan menggunakan termometer. Pengukuran suhu bisa dilakukan pada area aksila, rektal, sublingual, dan pada area aurikula. Pengukuran subuh paling efektif dan akurat karena mendekati suhu inti yaitu pada area oral, rektal, dan timpani. Alat untuk mengukur suhu tubuh yang bisa digunakan yaitu termometer raksa dan termometer elektronik (Fauci AS et al, 2009).
2.6.2 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan yaitu menggunakan pemeriksaan darah lengkap untuk melihat kadar laju endapan darah (LED), C-reactive protein (CRP).
Pemeriksaan lab bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat indikasi infeksi akibat
virus/ bakteri/ jamur yang menjadi faktor penyebab munculnya gejala fever (Fauci AS et al, 2009).
2.6.3 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam bisa dilakukan dengan berbagai cara mulai dari farmakologi hingga non farmakologi. Penanganan demam dengan cara non farmakologi salah satunya bisa dilakukan dengan menggunakan kompres (Kristianingsih et al., 2019). Kompres merupakan cara menjaga suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan rasa hangat atau dingin pada bagian tubuh yang membutuhkan. Ada dua jenis kompres, kompres hangat dan kompres dingin. Tujuan kompres hangat adalah untuk memperlancar peredaran darah, mengurangi nyeri, memberikan kehangatan, kenyamanan, dan ketenangan pada klien, memperlancar pengeluaran eksudat, merangsang gerak peristaltik usus.
Stimulasi ini mengirimkan implan perifer ke hipotalamus yang kemudian menjadi sensasi suhu tubuh normal (Murakami, 2015).
Berdasarkan HR.Bukhari dalam shahihnya bahawa Abu Jamrah, Nasr bin’ Imran Adh-dhuba’i berkata “ Saya berada di hadapan Ibnu-Abbas di Makkah, satu hari lalu saya terserang demam. Kemudian Ia berkata, “Di nginkanlah dengan Air Zamzam arena Rasulullah bersabda, “sesungguhnya demam berasal dari api neraka jahanam. Arena itu, dinginkanlah ia dengan air’ atau (beliau berkata)’... dengan air zamzam” (Al-Jauziyah, 2020).
Ibnu Majah dalam Sunnah-nya meriwayatkan, Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
نإ ىمحلا نم حيف منهج اهودربأف
ءاملاب ) يراخبلا هاور
“Demam berasal dari tiupan panas neraka Jahanam, Maka dinginkanlah dengan air dingin”.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa penanganan demam pada dasarnya sudah ada sejak zaman rasulullah saw, yaitu dengan penggunaan kompres air biasa/ air suhu ruang. Hal ini sejalan dengan penelitian milik (Gumilang Sudibyo et al., 2020) yang menjelaskan mengenai efektivitas dari dua jenis kompres yang sama-sama menggunakan air yaitu, 22 % menggunakan kompres dingin, dan 26% ibu menggunakan kompres air biasa, dan 52% ibu melakukan kompres hangat.
Penggunaan kompres tidak semata mata menggunakan air dengan suhu sembarangan, tetapi dengan kriteria suhu tertentu, hal ini dapat diamati dari tabel 2.5, selain itu cara kompres yang tepat dapat dilihat dari tabel 2.6.
Tabel 2. 5 Derajat suhu air yang bisa digunakan untuk kompres
Keterangan Suhu
Dingin Sekali <15℃
Dingin 15-18℃
Sejuk/ biasa 27-34℃
Hangat kuku 34-37℃
Hangat 37-41℃
Panas 37-41℃
Sangat panas 41-46℃
Sumber (Lusia, 2015:18)
Tabel 2. 6 Cara - cara yang bisa digunakan untuk menurunkan suhu tubuh pada saat anak mengalami demam
Cara Kompres Area Kompres
Lama Waktu Keterangan
Meletakan kompres pada area pembuluh darah besar
- Leher - Aksila - Lipatan
paha
15-20 menit Intervensi ini bertujuan untuk mengeluarkan panas yang ada di dalam tubuh melalui pembuluh darah besar yang berada di dekat permukaan kulit. Tidak hanya itu juga bisa dilakukan di area permukaan tubuh yang luas dan terbuka seperti permukaan perut.
Kompres satu kali pakai
Kening Maksimal penggunaan 10 jam
Kompres ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif mudah untuk menurunkan suhu tubuh anak pada saat mengalami demam, hanya saja kompres ini tidak di rekomendasikan untuk digunakan pada balita atau anak yang usianya belum genap 2 tahun. Kompres ini tidak dianjurkan untuk balita karena, permukaan kulit balita masih sangat rentan, sensitif dan daerah yang di kompres hanyalah sebagian kecil saja.
Menyeka Seluruh tubuh
10-20 menit Menyeka area tubuh dengan menggunakan air hangat kuku (27-34 ℃ ) sebagainya tidak dilakukan pada anak atau pasien yang menderita pneumonia, karena dapat
mengganggu proses
pemenuhan oksigen pada pasien, dan berisiko pada kegagalan napas. Penyekapan ini memiliki tujuan untuk mengeluarkan suhu panas yang ada di dalam tubuh melalui seluruh pori-pori kulit. Cara menyeka tubuh yang bisa dilakukan oleh ibu di rumah yaitu dengan membasahi handuk dengan air hangat kuku, perasa handuk, usap handuk pada kening, muka, telinga, leher, lipatan paha, dan area kaki.
Memandikan Seluruh tubuh
< 10 menit Mandikan anak dengan air hangat bersuhu 30-32 ℃ .
Tujuan dari mandi air hangat pada saat demam yaitu agar sirkulasi peredaran darah bisa bekerja dengan baik, dan panas yang terkurung di dalam tubuh bisa memuai ke area sekitar.
Berendam Seluruh tubuh
5-15 menit Suhu air yang bisa digunakan untuk berendam pada saat mengalami demam yaitu kisaran 40 ℃ . Tujuan dari tindakan ini tidak hanya untuk mengeluarkan panas yang ada di dalam tubuh tetapi juga dapat memberikan rasa rileks pada anak. Karena dengan berendam di dalam air hangat akan membuat otot menjadi rileks, dan meningkatkan sirkulasi darah.
Sumber informasi berasal dari (Dewi, 2020), (Lusia, 2015:17-19).
2.6.3.1 Kompres Air a. Tepid sponge
Tepid sponge merupakan suatu intervensi yang digunakan untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara memandikan klien menggunakan air bersuhu 26,2-35℃. Intervensi ini dapat menaikkan suhu tubuh sementara, namun cukup efektif digunakan jika pasien memiliki risiko peningkatan suhu tubuh yang tidak terkontrol (Caroline Bunker , Rosdahl, Mary T, 2008).
Tidak banyak yang mengetahui perbedaan dari metode Tepid Sponge dengan teknik kompres. Teknik ini didefinisikan sebagai metode yang sama, namun sebenarnya antara dua intervensi ini memiliki perbedaan yang cukup jelas pada proses intervensinya. Metode Tepid Sponge dilakukan dengan menyeka seluruh area tubuh dengan menggunakan air hangat, sedangkan kompres hanya dilakukan penempelan kain/ waslap pada area tertentu Yunianti (2019) menyatakan bahwa setelah dilakukan terapi water tepid sponge rata - rata terjadi penurunan suhu tubuh secara signifikan, yang mana sebelum diberikan intervensi suhu anak mencapai 38,6℃ dan setelah dilakukan intervensi water tepid sponge selama 15 menit suhu tubuh mengalami penurunan hingga 37,6℃. Tepid Sponge akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, sehingga proses pelepasan panas dari dalam tubuh menjadi lebih cepat, dibandingkan dengan kompres hangat yang hanya dilakukan blocking pada area tertentu saja . Hasil ini semakin diperkuat oleh penelitian milik Haryani (2018) di mana penelitian yang ia lakukan menjelaskan bahwa teknik penurunan suhu tubuh dengan menggunakan tepid water sponge dapat menurunkan suhu tubuh dengan signifikan p-value sebesar 0,05.
b. Hangat
Kompres hangat merupakan tindakan non medis yang bisa digunakan untuk menurunkan suhu tubuh pada saat demam. Intervensi ini dilakukan dengan cara membasahi waslap/ kain/ handuk yang direndam dan dibilas menggunakan air hangat, kemudian diletakkan pada salah satu area tubuh. Tujuan dari kompres hangat yaitu untuk menurunkan suhu tubuh tetapi juga untuk memberikan rasa nyaman dan relax (Wati, 2020).
Kompres hangat mampu menjadi pengecoh atau memanipulasi sistem kerja termoregulasi yang ada di dalam hipotalamus, sehingga sistem termoregulasi akan menginterpretasikan bahwa suhu yang ada di lingkungan sekitar memiliki suhu yang tinggi. Akibatnya tubuh akan memberikan respons vasodilatasi, sehingga akan terjadi pelebaran pori- pori dan suhu panas yang terperangkap di dalam tubuh bisa menyebar pada lingkungan (Pangseti et al., 2020). Selama dilakukan kompres hangat tubuh juga akan melakukan pengeluaran cairan berupa keringat pada proses evaporasi, melalui pengeluaran keringat ini suhu tubuh juga akan ikut mengalami penurunan (Perry, 2009).
Tahapan yang bisa dilakukan pada kompres hangat ini meliputi siapkan air hangat/ panas, rendam waslap/handuk/kain yang akan digunakan untuk kompres, peras kain/handuk/waslap, letakan kompres pada daerah aksila, lakukan kompres hangat selama 10 menit (Rofiatus Sholihah & Prabowo, 2019). Pengompresan pada area aksila bertujuan untuk mempercepat proses vasodilatasi (percepatan pemindahan panas dari dalam ke luar tubuh), dikarenakan pada area ini terdapat pembuluh
darah besar dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin. Dalam penelitian milik Firda (2019) menjelaskan bahwa pemberian kompres hangat ini cukup efektif untuk menurunkan suhu tubuh dengan rerata pada daerah aksila sebesar 0,247 ℃ , sedangkan setelah dilakukan kompres hangat menjadi 0,111℃, p-value = 0,000.
2.7 Patofisiologi
Proses terjadinya demam dipengaruhi oleh suatu enzim yang disebut pirogen, enzim ini terbagi ke dalam dua jenis yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen merupakan zat dari luar tubuh yang berasal dari sisa produksi racun milik mikroba.
Pada saat mikroorganisme masuk ke dalam tubuh akan terjadi proses endotoksin, sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh akibat dari adanya endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif (Susanti, 2012). Berbeda dengan demam yang diakibatkan oleh virus, di mana virus menginvasi secara langsung makrofag yang ada di dalam tubuh dengan bantuan reaksi imunologis. Dari sini mulai terbentuk antibodi, nekrosis sel, dan induksi interferon. Pirogen eksogen juga bisa terbentuk sebagai hasil dari fagositosis pada saat dilakukan transfusi darah, kompleks antigen antibodi, obat- obatan, hormon, luka pada area intrakranial akibat trombosis / perdarahan (El-Radhi, 2018). Berbeda dengan pirogen eksogen, pirogen endogen diproduksi langsung di dalam tubuh. Pirogen endogen bekerja pada SSP, lebih tepatnya bekerja pada pusat pengaturan suhu tubuh (Hipotalamus), dan termasuk ke dalam sitokin pirogenik. Adapun beberapa contoh dari progen yaitu: (IL-1) interleukin-1, (IL-6) Interleukin-6, (TNF) tumor necrosis factor, (INF) interferon. Pirogen endogen dapat bekerja sebagaimana mestinya jika terdapat infeksi benda asing dan selanjutnya akan mengaktifkan IL-1, IL-6, TNF, dan
memunculkan reaksi berupa peningkatan set poin pada area hipotalamus (Dinarello CA, 2020).
Pengaktifan pirogen ( pirogen eksogen akibat virus/bakteri/jamur, pirogen endogen sebagai efek samping diproduksinya protein sel darah putih ) → pirogen akan memicu proses peningkatan suhu tubuh melalui dua jalur (humoral dan persyarafan)
→ Demam → pencegahan peningkatan suhu tubuh berlebih oleh kriogenik → keseimbangan kriogenik dipengaruhi oleh tinggi suhu tubuh, dan durasi demam →
Demam memiliki jangka waktu pendek, jinak, dan melindungi tubuh → Demam memperlambat proses pertumbuhan dan proses reproduksi dari virus dan bakteri → adanya peningkatan pada sel darah putih sebagai mekanisme pertahanan untuk melawan infeksi ( neutrofil dan limfosit T) → peningkatan resiko injuri (kerusakan otak), step/ kejang, risiko dehidrasi → pemberian antipiretik dan kompres → menurunkan suhu tubuh, menurunkan resiko kehilangan cairan berlebih (keringat) (Rinik, 2017) (Susanti, 2012).