• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Stabilitas Lereng dengan menggu (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Stabilitas Lereng dengan menggu (1)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Stabilitas Lereng dengan menggunakan Metode

Bishop sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan umum

No.22/PRT/M/2007 dan Sistem Aplikasi Plaxis

Wirawan Suryo P

5113413071

(+62)81226882090

wirawansuryop@gmail.com

Monacella Lieta A

5113413042

(+62)815261192695

monacella0@gmail.com

Aisyah

5113414083

(+62)82136413683

aischaca@gmail.com

Muhammad Rasyid R

5113414084

(+62)85600442515

muhammadrasyidridh@gmail.com

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang Jalan Sekaran, Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah 50229

ABSTRAK

Analisis stabilitas lereng merupakan penyelidikan terhadap kemantapan pada sisi (bidang, tanah) yang landai atau miring untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya). Untuk mendapatkan suatu nilai faktor keamanan minimum dari suatu analisis stabilitas lereng memerlukan suatu proses trial and error yang dalam penelitian ini kami menggunakan metode bishop yang mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007 dengan bantuan program Plaxis sehingga proses trial and error dapat dilakukan secara lebih cepat. Lokasi lereng yang berada di Kabupaten Wonosobo merupakan lokasi dalam kategori zona mudah longsor, dimana hanya jaringan air bersih dan drainase yang boleh dibangun di kawasan tersebut. Dengan factor keamanan 0.8, maka sering terjadi kelongsoran di lereng tersebut karena kondisi lereng labil. Rekayasa teknik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi longsor diantaranya adalah memasang anchor di lereng tersebut, dan terbukti dapat mengurangi pergerakan tanah yang terjadi.

Kata kunciLereng, Analisis, Stabilitas, Bishop, Plaxis

1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Permukaan tanah yang tidak selalu membentuk bidang datar atau mempunyai perbedaan elevasi antara tempat yang satu dengan yang lain sehingga membentuk suatu lereng (slope). Perbedaan elevasi tersebut pada kondisi tertentu dapat menimbulkan kelongsoran lereng sehingga dibutuhkan suatu analisis stabilitas lereng. Analisis stabilitas lereng mempunyai peran yang sangat penting pada perencanaan konstruksi-konstruksi sipil.

Kondisi tanah asli yang tidak selalu sesuai dengan perencanaan yang diinginkan misalnya lereng yang terlalu curam sehingga dilakukan pemotongan bukit atau kondisi lain yang membutuhkan timbunan dan lain sebagainya. Sehingga diperlukan analisis stabilitas lereng yang lebih akurat agar diperoleh konstruksi lereng yang mantap (sesuai dengan

coba-coba (trial and error). Pada proses trial and error yang dilakukan menggunakan metode bishop yang mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007 dengan bantuan program Plaxis sehingga proses trial and error dapat dilakukan secara lebih cepat dan tepat.

1.2

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mendapatkan faktor keamanan pada lereng di Kabupaten Womosobo masih memenuhi syarat. Jikalau tidak memenuhi, solusi yang paling efektif untuk mendapatkan kestabilan lereng diantaranya dengan pembuatan terasering dan penggunaan Anchored.

1.3

Karakter Lokasi Studi Kasus

(2)

dominasi pada rentang 500 dpl – 1.000 dpl sebesar 50% (persen) dari seluruh areal, menjadikan ciri dataran tinggi sebagai wilayah Kabupaten Wonosobo dengan posisi spasial berada di tengah-tengah Pulau Jawa dan berada diantara jalur pantai utara dan jalur pantai selatan. Selain itu menjadi bagian terpenting dari jaringan Jalan Nasional ruas jalan Buntu-Pringsurat yang memberi akses dari dan menuju dua jalur strategis nasional tersebut.

Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang terletak pada 70.43’.13” dan 70.04’.40” garis Lintang Selatan (LS) serta 1090.43’.19” dan 1100.04’.40” garis Bujur Timur (BT), dengan luas 98.468 ha (984,68 km2) atau 3,03 % luas Jawa Tengah.

Figure 1. Peta geologi Kabupaten Wonosobo

1.3.2

Batasan Wilayah

Secara administratif Wonosobo berbatasan langsung dengan enam kabupaten, yaitu:

o Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara,

Kabupaten Kendal dan Kabupaten Batang.

o Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Temanggung dan Kabupaten Magelang.

o Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Purworejo

dan Kabupaten Kebumen.

o Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara

dan Kabupaten Kebumen.

1.3.3

Kelerengan dan Kemiringan Tanah

Kelerengan merupakan suatu kemiringan tanah dimana sudut kemiringan dibentuk oleh permukaan tanah dengan bidang horizontal, dan dinyatakan dalam persen. Kota Wonosobo dibagi menjadi 6 wilayah kemiringan, yaitu:

o Wilayah dengan kemiringan antara 0,00-2,00 % seluas

3.702,395 Ha atau 3,76 % dari luas wilayah, banyak dijumpai di Kecamatan Leksono dan Kecamatan Watumalang;

o Wilayah dengan kemiringan antara 2,01-8,00 % seluas

12.052,479 Ha atau 12,24 % dari luas wilayah, terdapat di 11 Kecamatan selain Watumalang dan Leksono;

o Wilayah dengan kemiringan antara 8,01-15,00 % seluas

37.969,247 Ha atau 38,56 % dari seluruh luas wilayah, terdapat di semua kecamatan.

o Wilayah dengan kemiringan antara 15,01-25,00 % seluas

10.280,056 Ha atau 10,44 % dari seluruh luas wilayah, terdapat di semua Kecamatan;

o Wilayah dengan kemiringan antara 25,01-40,00 % seluas

10.949,638 Ha atau 11,12 % dari seluruh luas wilayah, terdapat di Kecamatan garung, Watumalang dan Leksono;

o Wilayah dengan kemiringan diatas 40,00 % seluas

13.667,354 Ha atau 13,88 % dari seluruh luas wilayah, terdapat di Kecamatan Kejajar

Figure 2. Peta kemiringan lereng Kabupaten Wonosobo

1.3.4

Jenis Tanah

Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Wonosobo yaitu tanah andosol coklat dan regosol coklat; gromosol, regosol, dan mediteran; latosol merah kekuningan, latosol coklat, podsolik merah kekuningan, dan litosol; latosol coklat; latosol coklat tua kemerahan; organosol eutrof; latosol merah kekuningan, latosol coklat kemerahan, dan litosol.

(3)

Figure 3. Peta jenis tanah Kabupaten Wonosobo

1.3.5

Curah Hujan

Kabupaten Wonosobo pada peta curah hujan diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu:

1. Intensitas 2250-2750mm meliputi Kecamatan Kejajar. 2. Intensitas 2750-3250mm meliputi Kecamatan Kejajar, Kalikajar, sebagian wilayah Wedaslintang dan Kepil. 3. Intensitas 3250-425mm meliputi Kecamatan

Selomerto, Leksoro, Wonosobo, Mojotengah. Dari data tersebut rata-rata hari hujan adalah 196 hari dengan curah hujan rata-rata 3.400mm.

Figure 4. Peta banyaknya curah hujan Kabupaten Wonosobo

1.3.6

Kepadatan Penduduk

Diketahui kepadatan penduduk di Kabupaten Wonosobo pada tahun 2012 dapat diklasifikasikan menjadi lima yaitu:

1. Sangat rendah, banyaknya penduduk berkisar antara 421-477 ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Kaliwiro, Kecamatan Kalibarang, dan Kecamatan Wadaslintang.

2. Rendah, banyaknya penduduk berkisar antara 478-723 ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Kejajar, Kecamatan Watumalang, Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Kalijajar, Kecamatan Sapuran, dan Kecamatan Kepil.

3. Sedang, banyaknya penduduk berkisar antara 724-944 ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Garung, Kecamatan Leksono.

4. Tinggi, banyaknya penduduk berkisar antara 945-1299 ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Kertek, Kecamatan Selomerto, dan Kecamatan Mojotengah. 5. Sangat tinggi, banyaknya penduduk berkisar antara

1300-2658 ribu jiwa yang terdapat pada Kecamatan Wonosobo.

Figure 5. Peta kepadatan penduduk Kabupaten Wonosobo

2

METODOLOGI PENELITIAN

2.1

Flow Chart Penelitian

(4)

2.1.1

Menggambar Kelerengan Berdasarkan Peta

Kontur Lokasi dan Menentukan Lereng yang

Akan Dianalisis.

Figure 6. Peta Kontur Tanah Lokasi

2.1.2

Pengumpulan

Data dan Skoring Lereng

Berdasarkan PERMENPU No.22 Tahun 2007.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no.22/PRT/M/2007 menetapkan kawasan rawan bencana longsor dibedakan atas zona-zona berdasarkan karakter dan kondisi fisik alaminya sehingga pada setiap zona akan berbeda dalam penentuan struktur ruang dan pola ruangnya serta jenis dan intensitas kegiatan yang dibolehkan, dibolehkan dengan persyaratan, atau yang dilarangnya.

Zonasi dibedakan berdasarkan kemiringan lerengnya yaitu sebagai berikut:

1. Zona A : daerah dengan kemiringan lereng > 40% (>210) 2. Zona B : daerah dengan kemiringan lereng 21- 40%

(11-210)

3. Zona C : daerah dengan kemiringan lereng 0-20% (0-110) Metode skoring merupakan cara analisis data dengan memberikan harkat atau skor pada masing-masing indikator sesuai dengan parameter yang digunakan.

Figure 7. Zonasi Daerah Longsor PERMENPU No.22 tahun 2007

Metode Scoring ini mencakup parameter yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. Didalam analisisnya, Permen PU no 22 tahun 2007 membagi variabel kerawanan longsor menjadi 2 aspek yaitu aspek fisik alami dan aspek kegiatan manusia. Scoring pada tiap-tiap indikator variabel dilakukan setelah diketahui zona kerawanan longsor sesuai dengan kondisi fisik di lapangan. Menurut Permen PU no 22 tahun 2007, masing-masing indikator tingkat kerawanan berdasarkan aspek fisik alami diberikan bobot indikator sebagai berikut :

1.

30,5% untuk kemiringan lereng

2.

15,5% untuk kondisi tanah

3.

20,5% untuk batuan penyusun lereng

4.

15,5% untuk curah hujan

5.

7,5% untuk tata air lereng, dan

6.

10,5% untuk vegetasi

Sedangkan indikator tingkat kerawanan berdasarkan aspek aktifitas manusia (tingkat resiko) diberi bobot sebagai berikut :

1.

10% untuk pola tanam

2.

20% untuk penggalian dan pemotongan lereng

3.

10% untuk pencetakan kolam

4.

10% untuk drainase

(5)

2.1.3

Analisis Stabilitas Lereng Metode Bishop

Metode Bishop adalah Metode yang diperkenalkan oleh A.W. Bishop menggunakan cara potongan dimana gaya-gaya yang bekerja pada tiap potongan. Metode Bishop dipakai untuk menganalisis permukaan gelincir (slip surface) yang berbentuk lingkaran. Dalam metode ini diasumsikan bahwa gaya-gaya normal total berada/bekerja dipusat alas potongan dan bisa ditentukan dengan menguraikan gaya-gaya pada potongan secara vertikal atau normal. Persyaratan keseimbangan dipakai pada potongan-potongan yang membentuk lereng tersebut. Metode Bishop menganggap bahwa gaya-gaya yang bekerja pada irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal (Bishop,1955). Untuk lereng yang dibagi menjadi n buah slice (irisan).

2.1.4

Komputasi Data Bishop ke Program Plaxis

Untuk mengetahui faktor keamanan lereng di lokasi penelitian dibutuhkan suatu analisis stabilitas lereng yang dapat memodelkan sesuai dengan kondisi asli di lapangan agar terjadi kondisi pendekatan dalam hasil analisis dan memudahkan dalam memodelkan penanganannya, salah satunya dengan menggunakkan program Plaxis. Plaxis merupakan program komputer berdasarkan metode elemen hingga dua dimensi yang digunakan secara khusus melakukan analisis deformasi dan stabilitas untuk bebagai aplikasi dalam bidang geoteknik. Program ini merupakan metode antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan cepat membuat model geometri dan jaring elemen berdasarkan penampang melintang dari kondisi lereng yang akan dianalisis (Plaxis, 2012).

2.1.5

Hasil Penelitian

Dari hasil analisis berbagai kasus stabilitas lereng dengan menggunakan metode Bishop dan komputasi program Plaxis dapat disimpulkan beberapa hal seperti:

1. Perhitungan faktor keamanan stabilitas lereng menghasilkan angka keamanan yang paling minimum.

2. Adanya bentuk upaya rekayasa stabilitas lereng untuk menambah perkuatan lereng tersebut.

2.2

Landasan Teori

2.2.1

Pengertian Umum

Lereng adalah bidang miring yang menghubungkan bidang-bidang lain yang mempunyai elevasi yang berbeda. Lereng terbentuk secara alamiah maupun dengan bantuan manusia.

Ditinjau dari jenisnya, secara umum lereng terbagi atas 3 bagian yaitu :

1. Lereng alam yaitu lereng yang terjadi akibat proses-proses alamiah, misalnya lereng pada perbukitan.

2. Lereng yang dibuat dalam pada tanah asli misalnya bilamana tanah dipotong untuk pembuatan jalan atau saluran air irigasi.

3. Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan misalnya tanggul atau bendungan urugan tanah.

Disetiap macam lereng, kemungkinan terjadi longsor selalu ada. Longsor terjadi akibat gaya dorong (driving force) melampaui gaya berlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor (Das,1985). Secara teknik dapat dikatakan bahwa longsor terjadi apabila faktor keamaan tidak memenuhi (Fk<1,5).

2.2.2

Penyebab Terjadinya Longsor

Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas lereng seperti geologi dan hidrologi, topografi, iklim perubahan cuaca. Namun selain itu, kelongsoran juga terjadi akibat (Hardiyatmo, 2010):

o Penambahan beban pada lereng. Tambahan beban pada

lereng berupa bangunan baru, tambahan beban pada lereng oleh air yang masuk kedalam pori-pori tanah maupun yang menggenang dipermukaan lereng.

o Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng o Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown)

pada bendungan, sungai, dan lain-lain.

o Getaran atau gempa bumi o Jenis tanah

o Kondisi geometrik lereng

2.2.3

Cara-cara Menstabilkan Lereng

Ada beberapa cara untuk menstabilkan atau memperbaiki lereng yang mungkin akan terjadi kelongsoran, yaitu :

o Membuat lereng lebih datar atau mengurangi sudut

kemiringan dari lereng tersebut. Ini cocok untuk lereng yang tidak terlalu tinggi.

(6)

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1

Penentuan

Tipologi

Kawasan

Rawan

Bencana Longsor Berdasarkan Penetapan

Zonasi

Kawasan rawan bencana longsor dibedakan atas zona-zona berdasarkan karakter dan kondisi fisik alaminya sehingga pada setiap zona akan berbeda dalam penentuan struktur ruang dan pola ruangnya serta jenis dan intensitas kegiatan yang dibolehkan, dibolehkan dengan persyaratan, atau yang dilarangnya. Zona berpotensi longsor adalah daerah/kawasan yang rawan terhadap bencana longsor dengan kondisi terrain dan kondisi geologi yang sangat peka terhadap gangguan luar, baik yang bersifat alami maupun aktifitas manusia sebagai faktor pemicu gerakan tanah, sehingga berpotensi terjadinya longsor. Berdasarkan hidrogeomorfologinya dibedakan menjadi tiga tipe zona (sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 4) sebagai berikut:

Figure 8. Zonasi Daerah Longsor PERMENPU No.22 tahun 2007

Dari hasil penggambaran elevasi lereng berdasarkan peta kontur lokasi, didapat bentuk lereng dibawah ini:

Figure 9. Bentuk lereng lokasi studi

Dengan sudut yang sudah didapat, dicari presentase kemiringan lereng dengan rumus:

Kemiringan lereng: (sudut lereng/45o) x 100%

Hingga didapat hasil presentase kemiringan lereng A sebesar 57.78% dan lereng B sebesar 95.55% yang dapat disimpulkan bahwa kedua lereng termasuk dalam kategori zona berpotensi longsor tipe A.

3.2

Kriteria

dan

Indikator

Tingkat

Kerawanan

Untuk

Zona

Berpotensi

Longsor Tipe A

Di dalam analisisnya, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 membagi variabel kawasan longsor menjadi dua yaitu aspek fisik alami dan aspek kegiatan manusia. Pengharkatan pada tiap-tiap indikator veriabel dilakukan setelah diketahui zona kerawanan longsor sesuai dengan kondisi fisik lapangan. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007, masing-masing indikator tingkat kerawanan berdasarkan aspek fisik alami dan aspek fisik manusia diberikan bobot indikator sebagai berikut:

3.2.1

Kriteria Aspek Fisik Alami

Table 1. Kriteria Aspek Fisik Alam

No. Indikator Nilai Bobot Lereng A Lereng B

1 Kemiringan Lereng 0,90 0,90

2 Kondisi Tanah 0,45 0,45

3 Batuan Penyusun 0,60 0,60

4 Curah Hujan 0,60 0,60

5 Tata Air Lereng 0,21 0,21

6 Kegempaan 0,03 0,03

7 Vegetasi 0,03 0,03

Jumlah Bobot 2,82 2,82

Penilaian terhadap bobot tertimbang setiap indikator berdasarkan aspek fisik alami dilakukan melalui perkalian antara bobot indikator dengan bobot penilaian. Penilaian terhadap tingkat kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe A berdasarkan aspek fisik alami dilakukan melalui penjumlahan nilai bobot tertimbang dari 7 (tujuh) indikator pada aspek fisik alami.

Kriteria tingkat kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe A berdasarkan aspek fisik alami melalui pengkelasan bobot tertimbang:

(7)

3.2.2

Kriteria Aspek Fisik Manusia

Table 2. Kriteria Aspek Fisik Manusia

No. Indikator Nilai Bobot Lereng A Lereng B

1 Pola Tanam 0,30 0,30

2 Penggalian dan

Pemotongan Lereng 0,40 0,40 3 Pencetakan Kolam 0,10 0,10

Penilaian bobot tertimbang setiap indikator berdasarkan aspek aktifitas manusia dilakukan melalui perkalian antara bobot indikator dengan bobot penilaian. Penilaian terhadap tingkat kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe A berdasarkan aspek aktifitas manusia dilakukan melalui penjumlahan nilai bobot tertimbang dari 7 (tujuh) indikator pada aspek keaktifan manusia.

Kriteria tingkat kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe A berdasarkan aspek keaktifan manusia melalui pengkelasan bobot tertimbang:

Zona Berpontensi Longsor Tipe A dengan tingkat kerawanan Sedang: total nilai bobot tertimbang 1,70 – 2,39 (1.8)

3.2.3

Menentukan

Tingkat

Kerawanan

Zona

Berpotensi Longsor Tipe A

Tingkat Kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe A = Tingkat Kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe A berdasarkan aspek fisik alami dan aspek aktifitas manusia = (Total nilai bobot tertimbang berdasarkan aspek fisik alami) + (Total nilai bobot tertimbang berdasarkan aspek aktifitas manusia) : 2

Tinggi bila hasilnya 2,40 - 3,00; Sedang bila hasilnya 1,70 - 2,39; Rendah bila hasilnya 1,00 - 1,69

Tingkat Kerawanan Zona Berpotensi Longsor Tipe A = (2.82 + 1.8) : 2 = 2.31 (sedang)

3.2.4

Arahan struktur ruang zona berpotensi longsor

berdasarkan tingkat kerawanan

Table 3. Arahan struktur ruang zona A

Tipe Zona A B C

Tipe A adalah daerah lereng bukit/lereng perbukitan, lereng gunung/lereng pegunungan/tebing sungai (kemiringan di atas 40%).

Tidak diperbolehkan untuk dibangun

Diperbolehkan dibangun

3.3

Analisis Lereng dengan Metode Bishop

Sebelum melalkukan perhitungan dengan metode bishop, terlebih dahulu harus membagi lereng menjadi beberapa bagian dengan menggunakan metode irisan untuk mendapatkan beberapa parameter seperti sudut tiap potongan, lebar dan ketinggian di setiap potongan.

Parameter ini yang digunakan dalam methode Bisop, ditambah lagi dengan parameter kondisi tanah yang ada dilapangan. Metode irisan merupakan sebuah methode penggambaran (grafik) dalam metode bishop.

3.3.1

Analisis Lereng Metode Bishop Lereng A

(8)

Parameter tersebut dimasukkan ke dalam perhitungan metode Bishop dengan parameter tanah:

Table 5. Parameter tanah bishop

γ 18.9 kN/m3

c1 24 kN/m2

φ2 25

Analisis stabilitas lereng umumnya didasarkan pada konsep keseimbangan batas plastis (limit plastic equilibrium). Tujuan dari analisis stabilitas lereng adalah menentukan faktor keamanan dari bidang longsor potensial.

Dengan rumus faktor keamanan:

Yang kemudian dipecah menjadi 3 bagian, untuk mempermudah perhitungan dan mengurangi adanya kesalahan perhitungan.

Table 6. Hasil Iterasi Metode Bishop Lereng A

W

(kN/m2) cos θ sin θ tan θ tan ϕ

907.20 0.99 0.16 0.16 0.47

2721.60 1.00 0.05 0.05 0.47

3175.20 0.97 0.26 0.27 0.47

4536.00 0.88 0.47 0.53 0.47

5715.36 0.75 0.66 0.87 0.47

5171.04 0.50 0.87 1.73 0.47

1022.11 0.21 0.98 4.70 0.47

Ʃ 5.30 3.44 8.32 3.26

Sebelum mendapatkan besar faktor keamanan, terlebih dahulu kita harus menentukan nilai F asumsi dan dihitung

1 Sumber: klasifikasi tanah dari data sondir (lempung

kelanauan qc:30-60, c= qc/2)

2 Sumber: Braja M.Das tabel 2.11 (φ lempung kelanauan: 25

-30)

menggunakan cara coba-coba dengan rumus seperti pada buku sampa nilai F asumsi ini memiliki hasil yang sama dengan hasil perhitungan dengan rumus.

F asumsi lereng A: 0.8

Table 7. Hasil Iterasi Metode Bishop Lereng A

ƩA ƩB ƩC

461.8 141.9 0.25

909.5 142.4 0.25

1021.4 821.8 0.2

1357.1 2129.5 0.2

1648.1 3749.6 0.2

1513.8 4478.3 0.1

327.0 999.8 0.4

7238.8 12463.3 1.5

Maka didapat hasil akhir faktor aman: 0.871

Faktor aman asumsi adalah F= 0.8 sudah mendekati dengan faktor aman hasil perhitungan yaitu sebesar F= 0.871, dengan selisih angka 0.071.

3.3.2

Analisis Lereng Metode Bishop Lereng B

Table 8. Parameter hasil penggambaran metode Irisan lereng B

NO. Potongan θ Tinggi (m)

Lebar (m)

1 67 18.4 3

2 52 25.6 3

3 40 17.2 3

4 31 17 3

5 22 9.6 3

6 13 2 3

7 5 0.8 3.4

(9)

Table 9. Parameter tanah bishop

γ 18.9 kN/m3

c3 24 kN/m2

φ4 25

Analisis stabilitas lereng umumnya didasarkan pada konsep keseimbangan batas plastis (limit plastic equilibrium). Tujuan dari analisis stabilitas lereng adalah menentukan faktor keamanan dari bidang longsor potensial.

Dengan rumus faktor keamanan:

Yang kemudian dipecah menjadi 3 bagian, untuk mempermudah perhitungan dan mengurangi adanya kesalahan perhitungan.

Table 10. Hasil Iterasi Metode Bishop Lereng B

W

(kN/m2) cos θ sin θ tan θ tan ϕ

1043.28 0.39 0.92 2.36 0.47 1451.52 0.62 0.79 1.28 0.47 975.24 0.77 0.64 0.84 0.47 963.90 0.86 0.52 0.60 0.47

544.32 0.93 0.37 0.40 0.47 113.40 0.97 0.22 0.23 0.47 51.41 1.00 0.09 0.09 0.47

Ʃ 5.53 3.55 5.80 3.26

Sebelum mendapatkan besar faktor keamanan, terlebih dahulu kita harus menentukan nilai F asumsi dan dihitung menggunakan cara coba-coba dengan rumus seperti pada buku

3 Sumber: klasifikasi tanah dari data sondir (lempung

kelanauan qc:30-60, c= qc/2)

4 Sumber: Braja M.Das tabel 2.11 (φ lempung kelanauan: 25

-30)

sampa nilai F asumsi ini memiliki hasil yang sama dengan hasil perhitungan dengan rumus.

F asumsi lereng A: 0.8

Table 11. Hasil Iterasi Metode Bishop Lereng B

ƩA ƩB ƩC

279.4 960.3 0.48

380.1 1143.8 0.31

262.6 626.9 0.25

259.8 496.4 0.23

156.3 203.9 0.23

50.0 25.5 0.34

44.3 4.5 0.07

1432.5 3461.4 1.91

Maka didapat hasil akhir faktor aman: 0.79

Faktor aman asumsi adalah F= 0.8 sudah mendekati dengan faktor aman hasil perhitungan yaitu sebesar F= 0.79, dengan selisih angka 0.01.

3.3.3

Analisis Nilai Faktor Aman Lereng

Umumnya , faktor keamanan stabilitas lereng atau faktor aman terhadap kuat geser tanah diambil lebih besar atau sama dengan 1,2-1,5. Nilai dari faktor keamanan berdasarkan intensitas kelongsorannya seperti tabel berikut::

Nilai Faktor Keamanan (F)

Intensitas

Kelongsoran Kondisi Lereng

< 1.07 Sering terjadi

kelongsoran Lereng labil

1.07 – 1.25 Pernah terjadi

kelongsoran Lereng kritis

> 1.25 Jarang terjadi

kelongsoran Lereng stabil

(10)

3.4

Analisis Metode Komputasi Aplikasi Plaxis

Dalam analisis kestabilan lereng perhitungan dilakukan secara komputasi menggunakan program Plaxis. Dari hasil output perhitungan, angka keaman untuk gravity loading yaitu sebesar 1 dan lereng mengalami deformasi sebesar 2,29 m . Angka kemanan lebih kecil jika dibandingkan dengan angka keamanan minimal untuk keruntuhan yaitu sebesar 1,5 sehingga lereng akan mengalami failure jika beban akibat berat sendiri bekerja secara maksimal.

Figure 10. Hasil Simulasi Total Displacement Lereng

Figure 11. Hasil Simulasi Total Displacement Lereng

4

KESIMPULAN

Dari hasil analisis berbagai kasus stabilitas lereng dengan menggunakan Program Analisis Stabilitas Lereng maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

Lokasi lereng yang berada di Kabupaten Wonosobo merupakan lokasi dalam kategori zona mudah longsor, dimana

hanya jaringan air bersih dan drainase yang boleh dibangun di kawasan tersebut.

Dengan factor keamanan 0.8, maka sering terjadi kelongsoran di lereng tersebut karena kondisi lereng labil.

Rekayasa teknik yang dapat dilakukan untuk menanggulangi longsor diantaranya adalah memasang anchor di lereng tersebut, dan terbukti dapat mengurangi pergerakan tanah yang terjadi.

Namun rekayasa tersebut belum maksimal dan masih diperlukan rekayasa teknik dengan metode lain, agar pergerakan tanah jauh lebih stabil.

5

UCAPAN TERIMA KASIH

Termakasih kami ucapkan kepada Allah S.W.T yang telah mempermudah jalannya penelitian ini. Kepda dosen pengampu mata kuliah yang membimbing kami, teman-teman yang turut membantu dan bekerjasama dalam proses panjang penelitian hingga penulisan paper ini.

6

REFERENSI

Hardiyatmo, H. C. 2010. Analisis dan Perancangan Fondasi I. Edisi kedua, Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Hardiyatmo, H. C. 2010. Analisis dan Perancangan Fondasi I. Edisi ketiga, Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Hardiyatmo, H.C.2006. Tenik Pondasi 2. Beta Offset. Yogyakarta.

Bowles, J.E. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. Erlangga. Jakarta.

Braja M. Das. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip - Prinsip Rekayasa Geoteknis). Erlangga, Jakarta.

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor.

Susi Hidayah dan Yohan Roy Gratia. 2007. Program Analisis Stabilitas Lereng Slope Stability Analysis Program.

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Octovian Cherianto Parluhutan Rajagukguk Turangan A.E, Sartje Monintja. 2014. Analisis Kestabilan Lereng dengan Metode Bishop (Studi Kasus: Kawasan Citraland Sta.1000m). Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado.

http://www.ilmusosial.info/2016/01/peta-jenis-tanah-kabupaten-wonosobo.html

http://www.ilmusosial.info/2016/01/peta-curah-hujan-kabupaten-wonosobo.html

http://www.ilmusosial.info/2016/01/peta-kepadatan-penduduk-kabupaten.html

Gambar

Figure 1. Peta geologi Kabupaten Wonosobo
Figure 3. Peta jenis tanah Kabupaten Wonosobo
Figure 7. Zonasi Daerah Longsor PERMENPU No.22 tahun 2007
Gambar 4) sebagai berikut:
+5

Referensi

Dokumen terkait

1. Mensimulasikan rangkaian-rangkaian Modular Controller ini dengan menggunakan Software Proteus. Hal ini dilakukan untuk memastikan skematik yang akan digunakan dapat

1. Peningkatan pelayanan perizinan sesuai dengan prinsip pelayanan terpadu yang pro investasi 2. Penciptaan ketenteraman dan ketertiban yang.. SATGAS RPI2JM BIDANG

yaitu 30 orang (15 orang setiap kampung). 30 orang merupakan masyarakat pesisir yang memanfaatkan lamun untuk melakukan berbagai pemanfaatan terhadap sumberdaya. Variabel

secara enjoy, menarik dan memberikan perasaan yang berbeda adalah kafe , Karena kafe merupakan tempat yang tepat untuk mewadahi kegiatan kegiatan bersama keluarga,

Berdasarkan hasil penelitian untuk responden yang berusia 20–26 tahun sebagian besar memiliki tindakan yang baik dengan persentase 91,5%, untuk usia 27–33 tahun responden

a). Semua perintah harus telah ditandatangani oleh pemberi perintah. Perintah yang diberikan secara lisan atau lewat telepon harus ditandatangani oleh si pemberi

Jadi rumusan masalah yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah apakah ada peningkatan aktivitas belajar siswa selama pembelajaran ekonomi dengan diterapkannya asesmen

Hasil penelusuran kemampuan komunikasi matematik siswa menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang menggunakan pembelajaran model AIR dengan