• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN ORANG TUA TENTANG KEMATIAN ORANG PERCAYA BERDASARKAN 2 KORINTUS 5:1 10

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMAHAMAN ORANG TUA TENTANG KEMATIAN ORANG PERCAYA BERDASARKAN 2 KORINTUS 5:1 10"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAHAMAN ORANG TUA TENTANG KEMATIAN ORANG PERCAYA BERDASARKAN 2 KORINTUS 5:1 – 10

Jayson Lodewyk Ruata Sekolah Tinggi Theologi Indonesia

[email protected], Abstract

Death is something that cannot be avoided by all living creatures and even humans. The meaning of the word "dead" in the Big Indonesian Dictionary is "has lost its life, is not alive anymore". In the sense that death is the end of life, the absence of life in biological organisms.

All living things will eventually die, either due to natural causes such as illness or due to unnatural causes such as accidents. Thus death will be experienced by every person whether evil or good, poor or rich, believers or non-believers.

The focus in this study is on parents' understanding at G.B Calvary Mogoyunggung about the death of believers based on 2 Corinthians 5: 1-10.

The writing of this scientific work aims to find out the extent of the understanding of parents at G.B Calvary Mogoyunggung about the death of believers based on 2 Corinthians 5: 1-10.

First, in theory the authors obtain and provide various data and information that can help the whole community, especially parents, in understanding and teaching the correct understanding of the death of believers based on 2 Corinthians 5: 1-10. Second, practically this research can provide a true understanding based on the Bible for all readers more specifically parents in their ministry and duty as parents to have a correct understanding of the death of believers in Mogoyunggung Village based on 2 Corinthians 5: 1-10.

The research method is a qualitative method, which will be carried out at the Density of the Calvary Baptist Church in Mogoyunggung village, Dumoga Timur District, Bolaang Mongondow district. In the research effort the researcher asked for permission to introduce researchers from the Indonesian Institute of Theology (STTI) Manado to conduct research, and after obtaining permission from the Shepherd of the Calvary Congregation, the researcher will conduct research on parents related to the researcher's problem, namely the extent of parental understanding in The church is about human death.

From the discussion above it turns out that there are still many parents who do not understand and some even do not understand the meaning of the death of believers based on Bible truth to be learned, to the church, taught to the next generation and for the growth of the faith of each person especially specifically to people in the Mogoyunggung Calvary Baptist Church. Parents need to understand life as a Christian believer to see death based on Bible truth because that will help parents understand, teach and interpret death for believers so that parents understand correctly how to live, believe and be with God even if they face and experience death.

In addition, in the interview process there are some parents in giving their answers doubtful even some are not appropriate that they provide answers that are different from questions outside the researcher's questions. Because of all these problems, problems arise because parents do not understand the death of believers according to II Corinthians 5: 1-10.

Mogoyunggung Village is a village located in Bolaang Mongondow Regency. Even so, this village has a population that is mostly people who have a very strong Minahasa culture. In this case Calvary Mogoyunggung Baptist Church congregation has a Minahasa cultural background.

(2)

It is important to note that 20 informants are loyal parents in the ministry, some are ministers in the local church, some have good education and some do not, some have a good economy and some are mediocre. However, there is one of the informants who has the right understanding and answers according to what the researcher has studied is parents who have long been Christians, ordinary people who do not have a good education and sufficient economy, are not very influential in service or society but faithful in service.

PENDAHULUAN

Beberapa pandangan yang menjelaskan bagaimana konsep kematian mempengaruhi kekristenan hingga saat ini yaitu tiga tokoh Filsafat Yunani yang sangat terkenal seperti Socrates, Plato dan Aristoteles. Aristoteles memandang jiwa dan tubuh ibarat bentuk dan materi. Jiwa merupakan asas hidup yang menjadikan tubuh memiliki kehidupan. Jiwa bagi Aristoteles merupakan satu kesatuan dengan tubuh.

Jika tubuh mati maka jiwapun ikut mati. 84 Pandangan Aristoteles ditolak oleh Plato. Plato adalah murid dari Socrates.

Menurut pandangan Plato, jiwa tidak dapat mati karena bersifat kekal. Meski kelihatan bahwa jiwa dan tubuh saling bersatu, tetapi jiwa dan tubuh adalah kenyataan yang harus dibedakan. Bagi Plato, tubuh memenjarakan jiwa. Jiwa akan menikmati kebahagiaan jika jiwa dapat terlepas dari tubuh melalui kematian.85

Pandangan Plato ini dikuatkan oleh seorang yang mengaku dirinya filsof pertama di Yunani adalah Pythagoras yang memandang kematian bahwa jiwa itu tidak dapat mati86. Dan ketika seseorang mati maka jiwa dibebaskan dari tubuh, yang kekal dari yang tidak kekal, kebahagiaan dari penderitaan. Pandangan dualism ini

84Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1 (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 51

85Ibid, 42.

86K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanasius, 1999), 44.

87Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru I, (Jakarta: Gunung Mulia, 2013), 109.

pada masa Helenistik menyebar luas dan mempengaruhi pikiran orang-orang Yunani pada masa didirikannya jemaat Kristen yaitu gnostisisme.87 Gnostisisme menekankan dualisme kosmis yang berlawanan yaitu jiwa dan badan atau tubuh. Pembebasan jiwa dari tubuh adalah kemenangan atas kematian.88

Jelas bahwa pandangan Yunani terus menerus berkembang dan mulai mempengaruhi para pemikir-pemikir terkemuka, salah satunya seorang tokoh terkemuka bernama Filo, yang menggabungkan gagasan Yunani dan Yahudi yang berpendapat bahwa jiwa sudah ada sebelumnya dan bersifat kekal, dan bahwa tubuh sebagi penjara untuk jiwa.

Kematian bagi Filo merupakan satu tindakan pembebasan dimana jiwa akan terbebas dari tubuh ketika mengalami kematian.89 Kitab Suci tidak mengajarkan bahwa raga atau badan (soma) adalah kuburan (sema) jiwa dan dari kuburan ini jiwa dibebaskan pada waktu kematian.90 Hal ini dikuatkan oleh Guthrie yang melihat jiwa tidak mungkin ada tanpa hadirnya tubuh dan sebaliknya. Keduanya saling

88Tony Lane, Runtut Pijar, Sejarah Pemikiran Kristiani (Jakarta: Gunung Mulia, 1993), 9.

89Guthrie, Teologi Perjanjian Baru I, 110.

90Peter C. Phan, 101 Tanya-Jawab Tentang Kematian dan Kehidupan Kekal (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 144.

(3)

mencakup yaitu seorang pribadi secara keseluruhan.91

Pandangan para filsuf Yunani semuanya mengacu pada dwikotomi yaitu tubuh dan jiwa atau roh. Bagi mereka, sama seperti Firman ilahi atau Logos mendiami dan mengendalikan alam semesta, begitu juga mereka memandang tubuh didiami oleh logos miniature yaitu jiwa. Itulah sebabnya konsep seperti kebangkitan daging sama sekali bertentangan dengan pemikiran Yunani, seperti Paulus waktu di Atena (Kis 17:32). 92

Beberapa agama pun seperti kaum Katolik yang berpendapat bahwa setiap jiwa rohani tidaklah mati, baka, dan bahwa jiwa itu akan disatukan kembali dengan badan pada saat kebangkitan tubuh.93 Kematian adalah akhir kehidupan jasmani, saat jiwa manusia terpisah dari raganya.

Dengan kematian, seluruh fungsi tubuh berhenti, seiring dengan terpisahnya raga dari jiwa. Bagi umat Katolik yang beriman, raga akan hancur menjadi tanah sedangkan jiwa berpulang kepada Allah. Dalam Katekismus Gereja Katolik 1013 dikatakan kematian adalah titik akhir peziarahan manusia di dunia, titik akhir dari masa rahmat dan belas kasihan yang Allah berikan kepadanya, supaya melewati kehidupan dunia ini sesuai dengan rencana Allah dan dengan demikian menentukan nasibnya yang terakhir.94

Agama Islam juga memberikan pandangan yang serupa tentang kematian

91Guthrie, 169.

92Tony Lane, 5.

93Phan, 146.

I. 94Paroki Ratu Damai Teluk Betung, “Ajaran Gereja Katolik mengenai Kematian, Kebangkitan Badan dan Kehidupan Kekal ” http://ratudamai.blogspot.co.id/201 0/11/ajaran-gereja-katolik-

mengenai-kematian.html (Diakses pada hari kamis, 26-01-2017; Jam 17:10)

bahwa terpisahnya “roh dari zat, jiwa dari badan atau keluarnya roh dari badan atau jasmani. Manusia terbagi atas dua unsur yaitu roh/jiwa dan tubuh (jasad) adalah unsur tanah/bumi. Roh atau nyawa manusia adalah zat halus, yang pada waktu mati meninggalkan tubuhnya yang kasar itu.

Agama Hindu juga mempunyai keyakinan bahwa dengan mengingat dan bersujud pada Tuhan disaat meninggalkan badan kasar adalah sangat menentukan tempat yang akan dituju di alam sana. Bila ingatan hilang sama sekali, disebut mati. Setiap orang Hindu mengharapkan agar mati di dekat sungai Gangga supaya tulang-tulang dan abu mereka dapat tenggelam di dalam air. Sehingga mereka dapat mengakhiri lingkaran kehidupan kembali.95

Orang Kristen di Minahasa pada umumnya masih memiliki kepercayaan yang sama seperti yang telah dijelaskan di atas, yang dipandang dalam beberapa bentuk kepercayaan. Ada pendapat yang muncul dalam masyarakat dalam hubungannya dengan kepercayaan yang disebabkan karena adanya pengaruh integral dalam diri manusia yaitu pikiran, perasaan dan kehendak.96 Karena itulah tidak heran jika kecenderungan untuk menanggapi sesuatu menjadi hal yang biasa dalam masyarakat yang berakibat pada munculnya beberapa pandangan yang berbeda-beda, kemudian dijadikan suatu pemahaman seperti keparcayaan akan roh kembali kepada Allah, roh bergentayangan, jiwa tidak tenang dan sebagainya.

95F.H.B. Siregar, Makna Kematian Ditinjau dari Sudut Agama-agama, http://buletin-

narhasem.blogspot.co.id/2010/01/artikel- arti-dan-makna-kematian.html. (Diakses pada hari Jumat, 27-01-2017; Jam 14:35).

96Yakob Tomatala, Manusia Sukses (Malang: Gandum Mas, 1998), 45.

(4)

Menurut wawancara dengan seorang yang berinisial S.M mengatakan bahwa kepercayaan-kepercayaan seperti yang diatas dipercayai masih memiliki pengaruhnya. Kepercayaan-kepercayaan seperti 3 malam sampai 40 hari dipercaya bahwa roh orang yang telah meninggal tersebut masih berada disekitar keluarga, sekitar rumah dan juga ditempat dimana dia meninggal dunia contohnya kecelakaan, rohnya masih berada ditempat kejadian.

S.M juga melanjutkan bahwa kepercayaan dimana ketika orang yang telah meninggal tersebut ingin menyampaikan pesan kepada keluarga atau siapa saja, rohnya bisa dengan bebas untuk menampakkan wujud dirinya di tempat- tempat yang biasanya paling sering digunakan atau disukai, dia juga bisa merasuki tubuh orang lain ataupun juga didalam mimpi. Kemudian 1 tahun merupakan puncak dari setiap perayaan memperingati kematian orang tersebut.

Itulah sebabnya menurut S.M, selama 3 hari, 40 hari sampai 1 tahun merupakan waktu dimana keluarga yang ditinggalkan berdoa kepada Tuhan agar rohnya mendapatkan keselamatan, memberikan tempat yang baik di sorga, dan agar rohnya tenang dialam baka.97

Adapun faktor yang mengakibatkan pandangan-pandangan seperti yang diatas mempengaruhi pandangan orang tua tentang kematian karena kurangnya pemahaman masyarakat khususnya orang tua tentang kematian berdasarkan pandangan Alkitab. Peneliti mengamati bahwa sebagian besar orang tua di desa

97Wawancara dengan S.M, Senin, 30 Januari 2017, Jam 14:45.

98Donald Guthrie, 169.

99Peter C. Phan, 147.

Mogoyunggung memiliki pemahaman yang sama dengan pandangan-pandangan yang telah dijelaskan diatas yaitu ketika tubuh mati maka jiwa atau roh pergi kealam baka atau kembali kepada Allah dan sebagainya.

Pemahaman Paulus memandang jiwa sebagai sesuatu yang tidak mungkin ada tanpa kehadiran tubuh dan sebagainya.98 Dalam 1 Korintus 15 Paulus memandang bahwa jika jiwa terpisah dan tetap terus hidup maka jelas itu berbeda dengan kepercayaan Alkitab akan kebangkitan orang mati.99 Dari pandangan inilah masyarakat khususnya orang tua perlu memahami bahwa tubuh dan jiwa bukanlah sesuatu yang harus dipisahkan karena merupakan satu kesatuan.

KAJIAN TENTANG KEMATIAN ORANG PERCAYA BERDASARKAN

2 KORINTUS 5:1 – 10

Dari sekian banyak ajaran Paulus dalam Alkitab, kematian adalah salah satu ajaran yang diajarkan dan memiliki keistimewaan tersendiri. Istilah kematian dalam bahasa Yunani thanatos berarti kematian, maut.100 Kata ini bermakna berarti hilang nyawanya, tidak hidup lagi.101 Istilah lain dalam bahasa Yunani yang secara asli memiliki makna yang cukup berbeda yaitu tidur (hypnos) yang dini dipakai untuk kematian dan mati, katheudo (tidur), dan koimaomai (tertidur, meninggal). Yang menyatakan tidak bernyawa, sebuah hal mayat atau benda tak bernyawa, yaitu nekros (yang mati).102

100Barclay M. Neuman, Kamus Yunani Indonesia (Jakarta: Gunung Mulia, 2000), 76.

101Tim Pustaka Pheonix, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Tim Pustaka Pheonix, 2010), 568.

102L. Coenen, “Death, Kill, Sleep:

apokteino” in The New International Dictionary of New Theology Volume I, Ed.

(5)

Kematian begitu dekat dengan manusia baik itu tua atau muda, miskin ataupun kaya. Menurut Millard kematian bukan sesuatu yang datang tiba-tiba tetapi merupakan akhir dari kemunduran jasmani dari tubuh kita yang fana ini.103 Artinya kata

“mati” semakin mudah dipahami apabila dikontraskan dengan hidup. Menurut Phan, kematian menakutkan justru karena kematian mengoyakkan keseluruhan dari pribadi manusia.104

Latar Belakang Penulisan

Surat ini berbeda dengan 1 Korintus karena lebih banyak menangani persoalan- persoalan pribadi.105 Paulus menulis surat kiriman ini kepada jemaat di Korintus dan kepada orang percaya di seluruh Akhaya (2 Kor 1:1), dengan menyebut namanya sendiri sebanyak dua kali (2 Kor 1:1; 2 Kor 10:1).106 Dari laporan ini menjelaskan bahwa Paulus merupakan penulis dari surat ini karena surat ini memiliki hubungan dengan 1 Korintus. Mengingat bahwa Paulus tinggal di tanah Yunani selama tiga bulan (Kis 20:3), maka surat ini ditulis pada akhir tahun 56 (Pentakosta 57 di Yerusalem dalam Kis 20:16).107

Sebagian tanggapan terhadap laporan ini, Paulus menulis surat 2 Korintus dari Makedonia sekitar tahun 55-56 M yang dibawa oleh Titus (2 Kor 9:3, 5). Dan segera sesudah itu, Paulus mengadakan perjalanan ke Korintus lagi (2 Kor 13:1), dan tinggal di Colin Brown (Grand Rapids: Regency Reference Library, 1986), 429

103Millard J. Erickson, Teologi Kristen 3 (Malang: Gandum Mas, 2004), 481.

104Phan, 147.

105Tenney, 371.

106___, The Full Life Study Bible 2 Korintus (Malang: Gandum Mas, 2013), 1916.

situ selama lebih kurang tiga bulan (Kis 20:1-3a). Dari situlah ia menulis kitab Roma.108

Itulah sebabnya surat ini bersifat sangat pribadi, ‘suatu pencurahan dari rasul’, sekalipun di dalamnya terdapat beberapa hal yang bersifat ajaran ajaran (5:1-10; 8 dan 9),109 namun bukan saja hanya untuk membela diri terhadap beberapa kecaman dari jemaat Korintus, tetapi juga terhadap bahaya, keputusasaan, fitnah dan tuduhan yang dilontarkan kepadanya oleh musuh- musuhnya dimana dia mewartakan Injilnya.110

Tujuan Penulisan

Waktu perjalanan Paulus yang ketiga di Filipi, Titus membawa berita dari Korintus dimana ada banyak yang menghibur hati Paulus tetapi juga lebih banyak yang menyedihkan hatinya karena kesalah pahaman, perselisihan dan tuduhan-tuduhan yang dilontarkan terhadap suratnya yang pertama.111

Oleh sebab itu maksud dan tujuan Paulus menulis surat ini adalah untuk membela dirinya terhadap orang-orang yang menantang dan meruntuhkan wibawa kerasulannya, meneguhkan kembali integritasnya dalam pelayanan, menegur jemaat yang sedang dipengaruhi oleh lawannya dan untuk mendorong jemaat yang tetap setia kepadanya. Tetapi Paulus juga mengajarkan akan hal kematian

107Duyverman, 110.

108The Full Life Study, 1916.

109Norman Hillyer, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Matius – Wahyu (Jakarta:

Yayasan Bina Kasih, 2010), 519.

110Tenney, 371.

111Adina Chapman, Pengantar

Perjanjian Baru (Bandung: Kalam Hidup, 1980), 71.

(6)

dimana jemaat diajar oleh Paulus untuk tidak tawar hati dan terus berpengharapan di dalam Tuhan untuk hidup yang akan datang.

Analisa Teks II Korintus 5:1-10 tentang Kematian

Dari pembagian surat 2 Korintus di atas, maka sekarang akan dilihat konteks yang lebih kecil. Dimana satu topik akan dibahas sehubungan dengan kematian dalam pandangan Paulus untuk dapat dipahami oleh masyarakat khususnya orang tua.

Dalam bagian ini Paulus membicarakan hal keyakinan Paulus akan kematian dimana Paulus memberikan pengajaran tentang kematian bagi orang- orang percaya yang karena Injil dalam pasal sebelumnya, Paulus diperhadapkan dengan maut setiap hari (1 Kor 15:30). Paulus tahu bahwa ia dapat mati karena salah satu dari pengalaman-pengalamannya (1:9)112, tetapi keyakinannya bahwa kematian atau maut tidak akan memisahkan mereka dari Kristus karena kebangkitan Kristus menjamin kebangkitan orang-orang percaya dan akan memberikan kediaman yang baru yaitu sorga yang kekal (5:1).

Paulus percaya bahwa baik ia maupun orang-orang percaya di Korintus tidak akan dipisahkan dari Kristus karena ia melihat kematian dengan satu keyakinan akan hidup yang kekal dan merupakan satu kesatuan didalam Kristus. Kesatuan dilihat atas dasar pertobatan Paulus dalam KPR 9:5, dimana perkataan Yesus Kristus yang teraniaya karena penganiayaan yang dilakukan Paulus bagi orang-orang percaya memberikan satu dasar bagi Paulus memandang orang-orang percaya sebagai

112Hillyer, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Matius – Wahyu, 527.

113Ibid.

114Alton Dandapa, Makna Pengajaran Paulus Tentang Soma dalam 1 Korintus

satu kesatuan didalam tubuh Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya.

Itu sebabnya dalam pasal 4:16-18 Paulus penderitaan dipandang sebagai sesuatu yang membawa akibat badani tetapi hal tersebut tidak dapat merusak manusia badani orang Kristen yang menjadi tempat kediaman Roh Kudus.113 Penderitaan Paulus merupakan penderitaan yang berat tetapi ia memandang ringan karena hanya bersifat sementara dibandingkan dengan kemuliaan kekal yang melebihi segala- galanya. Penderitaan dan akibat badaniah hanya bersifat sementara dan Paulus lebih menaruh perhatian kepada hal-hal yang tak kelihatan dan kekal.

Kesatuan dengan Kristus diperlihatkan oleh Paulus dalam 2 cara yaitu menoleh kebelakang dan menoleh kedepan dimana cara Allah menangani akibat-akibat dosa

atas hidup orang

percaya.114……….

Dalam Perjanjian Baru kematian yang diwakili oleh Paulus yang dikemukakan dalam 1 Tesalonika 5:23 mengenai “roh, jiwa dan tubuh”, terdapat perbedaan dimana Paulus menggolongkan “jiwa”. Hal ini di karenakan situasi kebudayaan Yunani- Romawi yang mempercayai adanya roh- roh, jin dan ilmu-ilmu gaib seperti dalam Kis 8:9-24; 13:6-11)115 yang menjadi kunci Paulus menggunakan istilah-istilah tersebut.

Dalam 1 Tes 2:8 pengertian istilah ini lebih luas karena ditekankan tentang hidup.

Karena Paulus menggunakan kata sifat

“apsukhos” yang artinya tak bernyawa sebagai istilah untuk menunjukkan benda mati, jadi istilah “psukhe” dalam arti kehidupan menjadi jelas (1 Kor 14:7).

Dalam 1 Kor 2:14, psukhikos digunakan 6:12-20 (Manado: Skripsi STT Indonesia, 2015), 39.

115Merill C Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 2001), 86- 87.

(7)

untuk menunjukkan manusia duniawi sebagai lawan dari istilah pneumatikos (rohani). Paulus lebih banyak menggunakan pneuma (roh) dalam hubungan dengan Roh Kudus dan juga sebagai gambaran untuk memisahkan orang Kristen dari yang bukan Kristen.116

Jika diperhatikan, penggunaan kata psukhe dalam 1 Tesalonika 5:23 telah menimbulkan banyak perdebatan mengenai apakah Paulus memandang manusia sebagai mahkluk tritunggal karena menggabungkan kata jiwa dengan kata tubuh dan roh. Karena menurut Guthrie:

“Jika dalam 1 Tes 5:23 Paulus mengemukakan pendapatnya sendiri bahwa manusia itu terdiri dari tiga bagian, maka ayat ini merupakan satu-satunya pernyataan yang mengemukakannya, dan tampaknya tidak mungkin apabila pernyataan ini harus dianggap sebagai penggambaran yang teliti mengenai keadaan manusia.

Seandainya Paulus memakai istilah- istilah ini secara seragam, maka mungkin saja ada alasan untuk

mendukung pengertian

ketritunggalan itu. Tetapi karena dalam perikop ini Paulus berbicara tentang pemeliharaan terhadap manusia secara utuh, tampaknya masuk akal untuk berpendapat bahwa penggabungan istilah-istilah itu dimaksudkan untuk menekankan maknanya dan bukan dipakai sebagai definisi.”117

Jelas bahwa setiap kata yang Paulus gunakan haruslah melihat kepada tujuan Paulus menulis surat tersebut. Seperti 1 Korintus 15 Paulus memperlihatkan perbandingan antara orang yang bukan Kristen dan orang Kristen, sedangkan 1

116Guthrie, 168.

117Ibid, 168.

118Ibid 169.

119Ibid, 167.

Tesalonika 5:23 merupakan doa Paulus hanya dihubungkan dengan orang-orang Kristen saja. Perlu diakui bahwa Paulus kurang memperhatikan keseragaman istilah, tetapi yang perlu dipahami bahwa tujuannya suratnya tidak selalu sama.118

Banyak istilah-istilah yang digunakan oleh Paulus seperti nyawa, daging, roh, tubuh, hati dan lain sebagainya. Hal ini memperlihatkan bahwa Paulus menggunakannya secara agak bebas yang bila diteliti masing-masing memiliki arti yang berbeda-beda dan bertumpang tindih.

Tetapi untuk memahami pemikiran Paulus, Paulus selalu memandang manusia dari segi pandangan Allah sebagai wujud kekristenan yang ideal.119

Keyakinan akan Kematian Tubuh Orang-orang Percaya

Ayat 1, Sekarang Paulus mengarahkan perhatiannya kepada hal pemberian suatu bentuk baru dari tubuh yang cocok untuk hidup berikutnya. Kami tahu ( eido atau oida) menurut Barclay adalah mengetahui, tahu, mengerti,120 yang artinya bukan karena hasil dari pemikiran manusia, melainkan karena pernyataan ilahi.121 Ini merupakan satu bentuk keyakinan Paulus akan kematian orang-orang percaya dan pengharapan akan kepastian sorga yang kekal, dimana bukan hasil pikiran Paulus tetapi dari Allah yang didasarkan atas pengharapan di dalam Kristus.

Frase “Karena kami tahu” tidak memperlihatkan apa yang kelihatan, yang bersifat sementara tetapi apa yang kelihatan yaitu kekal. Dalam arti yaitu yang

“sementara” adalah “tempat kediaman kita

120Barclay, Kamus Yunani Indonesia, 115.

121Norman Hiller, Tafsiran ALkitab Masa Kini Matius-Wahyu (Jakarta:

Yayasan Bina Kasih, 2010) 527.

(8)

di bumi” yaitu tubuh duniawi.122 Kaitannya dengan bagian sebelumnya dimana orang percaya menganggap kesusahan-kesusahan yang dialami tidaklah berarti dibandingkan dengan kemuliaan yang akan diterima kelak.

Kata kemah dalam bahasa Yunani skenos ( ) yang berarti kemah, yang menunjuk kepada tubuh123 dan dalam bahasa Inggris “a tabernacle, a tent”124 dan menurut Barclay artinya kemah sebagai kiasan untuk badan orang.125 Jadi dalam hal ini penekanan kemah adalah tubuh.

Dalam PL kemah pertemuan menunjuk pada tempat pertemuan antara Allah dan manusia, dimana di dalamnya Allah hadir dalam tabut perjanjian dan dalam kemah, berjalan dengan umat.126 Perjanjian yang dikisahkan di Gunung Sinai memperlihatkan kehadiran Allah diam dan bertahta ditengah-tengan bangsa Israel.

Kata “diam diantara” dalam bahasa Yunani

“diam” berarti “berkemah”. Mengingatkan kepada “Tabernakel” yang diam diantara Israel. Dalam arti kemuliaan Allah hadir ditengah umat Allah.127

Melihat bahwa Paulus merupakan orang yang mengerti benar tentang pengertian kemah dimana dia bekerja sebagai pembuat tenda untuk dapat menopang pelayanan pekabaran Injil (Kis 18:3). Kemah yang dapat dibongkar mengambarkan tubuh manusia yang dapat mati tetapi kemudian akan memperoleh

122Herman Ridderbos, Paulus Pemikiran Utama Theologianya (Surabaya: Momentum, 2013), 528.

123Hasan Susanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru Jilid II (Jakarta: LAI, 2003), 709.

124Alkitab dalam Sabda (OLB versi Indonesia) 4.30.

125Barclay, Kamus Yunani-Indonesia , 155.

126Helen Kenik Mainelli, Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama Editor. Diane

kemah yang baru di sorga yang tidak dibuat oleh tangan manusia yaitu tubuh kebangkitan yang tidak dapat dibongkar lagi.

Dalam bagian ini kata “kemah”

menurut Paulus menunjuk kepada tubuh.

Jelas bahwa tubuh manusia dibentuk oleh Allah dan adalah ciptaan Allah.

Sebagaimana Allah telah diam dan berkemah ditengah-tengah bangsa Israel, tubuh orang-orang percaya dipandang sebagai tempat kediaman Allah dimana Allah berkemah didalam hati dan hidup orang yang percaya.128 Tetapi yang dimaksudkan adalah bahwa Paulus sedang membandingkan tentang kemah tempat kediaman yang disediakan Allah dan kemah yang di buat oleh Paulus yaitu kemah sementara yang dapat dibongkar yaitu tubuh yang sementara yang tidak kekal.

Menurut Ridderbos dalam bukunya Paulus Pemikiran Utama Theologianya mengemukakan bahwa pembongkaran dalam ayat 1 telah dimulai dengan penderitaan dan kesusahan yang terus dialami. Hal ini telah dijelaskan sebelumnya (merosotnya manusia lahiriah;

4:16), dan akan selesai dalam kematian.129 Jadi, ditengah-tengah kemerosotan itu dengan memandang kematian yang terus menerus mengancam, Paulus menyaksikan dengan iman akan apa yang tidak kelihatan dan kekal, yaitu tempat kediaman kekal di sorga dari Allah yang tidak dibuat oleh tangan manusia.130 Jadi, ayat 1 ini Bergant dan Robert J. Karris (Yogyakarta:

Kanisius, 2002), 148.

127Edwin Karwur, Gereja dan Keselamatan (STTI Manado: Bahan Kuliah, Jumat 22 Mei 2015).

128Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3 (Jakarta: Gunung Mulia, 1992), 76.

129Herman Ridderbos, 528.

130Ibid, 529.

(9)

sesungguhnya merujuk kepada masa depan dimana orang percaya dalam Kristus akan menerima apa yang mereka miliki di dalam Kristus pada saat penyataan Kristus (bdk 4:17, Kol 3:3-4).

Paulus menggunakan kalimat yang bersyarat, “jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar”, karena dia tahu bahwa Kristus bisa kembali dengan segera, sehingga dia tidak akan mengalami kematian, sebaliknya tubuhnya akan langsung diubah.

Dalam hal ini dapat dilihat pemikiran Paulus yang semakin hari semakin meningkat. Kematian atau pengubahan berlaku bagi orang percaya pada masa kini.

Kristus telah menyatakan bahwa kita tidak mengetahui hari atau jam kedatangan-Nya.

Karena peristiwa ini sudah dekat, maka kita memiliki motivasi yang kuat untuk hidup kudus.131

Dalam surat-surat Paulus, ia sering menggunakan kata apothnesko yaitu

“mati”, tetapi kadang-kadang menggunakan kata kerja koimaomai yang arti dasarnya adalah “tidur” yang pada masa PL dan PB digunakan dengan “kematian”. Dalam 1 Kor 15:18 Paulus menyebut orang-orang yang mati sebagai orang-orang yang telah

“tertidur” dalam Kristus. Dan dalam 1 Tes 4:14-15, Paulus menggunakan kata “tidur”

untuk mereka yang telah mati dalam TB digunakan kata “meninggal”. Dan juga dalam 1 Kor 15:20 yaitu Yesus yang disebut

“yang sulung dari…. tertidur” yang dala TB

“meninggal”.132 Hal ini memberikan pengertian dimana kematian dipandang sebagai suatu keadaan tubuh yang mati sepenuhnya dalam pengertian tidur terus- menerus.133

131The Full Life, 1923.

132Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3, 185-86.

133Ibid, 186.

134Ibid, 180.

Paulus ingin menegaskan bahwa orang yang “di dalam Kristus” telah memiliki tempat kediaman yang lain yaitu sorga.

Dalam pengertian bahwa mereka yang telah mengenakan Kristus pada saat pertobatan.

Walaupun mereka harus menanggalkan tubuh jasmani dan meninggal namun hal itu tidak dapat mempengaruhi kedudukan mereka dalam tubuh Kristus.134

Pengharapan Orang-orang Percaya Saat Menghadapi Kematian

Pengetahuan tentang tempat kediaman yang Allah sediakan ini lebih dijelaskan dalam ayat 2-3 dimana “keluhan” ini menguatkan apa yang orang percaya harapkan. Dalam ayat 2, “tempat kediaman dibumi ini” ditafsirkan berarti keadaan semua orang yang ada dalam persekutuan dengan Adam. Mereka masih mengeluh karena kelemahan yang dialami dalam kehidupan ini tetapi yang berada di dalam Kristus “rindu mengenakan tempat kediaman surgawi”.135 Kata kita mengeluh dalam ayat ini bukanlah dalam penggerutan, melainkan dalam doa seperti dalam Roma 8:23, 26.136 Hal ini dimaksudkan bahwa penderitaan dilihat sebagai sesuatu yang membuat orang percaya semakin rindu untuk mengenakan pakaian sorgawi dimana mereka akan menerima dari sorga satu tubuh yang baru yang telah di janjikan.

Dan mengenakan pakaian yang baru dalam ayat 4, Paulus merindukan bahwa kedatangan Kristus kembali dapat terjadi pada waktu hidupnya dan bahwa tubuh sorgawi itu akan dimiliki sebelum ia menanggalkan yang lama.137 Hal itu dikarenakan penderitaan yang dialami Paulus bukan saja hanya karena anjaman karena pemberitaan Injil, tetapi terlebih karena penyakit yang di derita Paulus yang

135Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3, 180

136Hillyer, 527.

137Ibid, 528.

(10)

mengakibatkan kepada satu kemunduran jasmani.

Penderitan merupakan sesuatu hal yang melekat dengan kehidupan Paulus dimana bukan saja hanya diperhadapkan dengan maut setiap harinya karena pemberitaan Injil yang dilakukan yang sewaktu-waktu dapat membawa dia kepada maut, tetapi juga penderitaan yang dialami atas sakit yang diderita oleh Paulus. Tetapi Paulus melihat penderitaan tersebut dengan keyakinan bukan kepada apa yang kelihatan yang bersifat sementara tetapi kepada apa yang tidak kelihatan bersifat kekal yaitu sorga.

Dalam ayat 3 dilihat sebagai dorongan yang muncul dari kerinduan dalam ayat 2 dimana saat mengenakan tempat kediaman sorgawi kita tidak kedapatan telanjang dan tidak lagi terus berada dalam tubuh yang terus merosot dan dapat rusak.138 Ini jelas memperlihatkan perbedaan antara kemah yang dibuat oleh manusia yang sewaktu- waktu dapat rusak. Dalam pengertian bahwa Paulus sementara berbicara mengenai pengharapan bagi orang-orang percaya karena sebagian orang percaya telah kehilangan pengharapan.

Istilah “Kedapatan telanjang” menurut pemikir-pemikir Ibrani dan Yunani purba berpendapat, bahwa roh-roh yang tak bertubuh itu berada di bawah tanah, dan tak dapat mengambil bagian manapun dari alam semesta ini.139 Kitab suci melihat manusia sebagai pribadi yang merupakan kesatuan. Dalam hal ini Perjanjian Lama kata-kata seperti basar (daging), nephesh (jiwa) dan ruah (roh) tidak merujuk pada tiga pribadi yang berbeda tetapi tiga segi penampilan satu pribadi yang sama. Dan Perjanjian Baru soma (badan) yaitu sarx (daging), psyche (jiwa) dan pneuma (roh) jangan dipandang menurut pemahaman Yunani sebagai tiga unsur tetapi pribadi manusia harus dipahami sebagai satu

138Ridderbos, 531.

139Hillyer, 527.

140Phan, 145.

kesatuan yang hakiki yang tak terpisahkan.140

Jadi jelas kita menolak pandangan diatas bahwa roh terpisah dari tubuh.

Karena rti kata “telanjang” (gumnos) dalam PL sering dihubungkan dengan “rasa malu”

dalam kehadiran Allah dan penghukumanNya. Dalam hal ini gagasan tentang “mengenakan pakaian baru”

(enduo, 2 Kor 5:4) mengarah kepada penetapan kedudukan orang percaya di dalam tubuh Kristus pada hari penghakiman.141

Kemudian dalam ayat 4, kata

“mengeluh” menunjuk kepada ayat 2

“Sebab selama masih diam di dalam kemah ini, kita mengeluh oleh beratnya tekanan, karena kita mau mengenakan pakaian yang baru tanpa menanggalkan yang lama, supaya yang fana itu ditelan oleh yang hidup.” Ayat ini menunjuk kepada kehidupan masa kini yaitu kedagingan lama yang masih tunduk kepada kematian dan kehidupan masa depan yang baru yang tidak dapat dikuasai oleh kematian. Kalimat yang memberikan arti dimana ditelannya yang fana dalam pengertian lemah, dapat musnah dan mengancam hidup (bdk 1 Kor 15:53- 54) menunjukkan bahwa kata “telanjang”

merujuk musnahnya manusia lahiriah masa kini (4:16) dalam pengertian

“menanggalkan” yang berarti musnahnya eksistensi lama dan “mengenakan” berarti pengenaan eksistensi yang baru.142 Dalam hal ini kata “menanggalkan” bukanlah dilihat sebagai masa setelah kematian, tetapi dilihat sebagai kematian itu sendiri.

Menurut Ridderbos yang melanjutkan dengan satu keyakinan dimana Paulus dalam bagian ini tidak berbicara tentang tanpa tubuh atau dengan tubuh yang membawa kepada satu pemahaman mengenai jiwa atau roh tanpa tubuh. Karena sesungguhnya Paulus sedang berbicara tentang keberadaan tubuh yang berbeda

141Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3, 180 .

142Ridderbos, 531.

(11)

yang disebut sebagai “tubuh kita yang hina”

(seperti yang dipakai dalam Fil 3:21) yaitu keadaan tubuh yang terbatas yang masih terikat dengan kesukaran dan kematian, dan tubuh kebangkitan yang berbagian dalam kemuliaan Allah (bdk 4:17).143 Jelas ini mengatasi gagasan tentang keberadaan jiwa tanpa tubuh, karena Paulus tidak pernah melihat tubuh dengan pandangan antropologi Yunani.

Kata “mengenakan” dalam ayat 4 sesungguhnya meliputi lebih dari sekedar kematian. Dimana dalam ayat sebelumnya merujuk kepada kerentanan, kesukaran dan ancaman kematian dalam tubuh ini dalam pasal 4:7-17 kalimat seperti “membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami”,

“maut giat di dalam diri kami”, dan juga

“manusia lahiriah kami semakin merosot”.

Hal ini dimaksudkan adalah di dalam tubuh kematian ini, Paulus menantikan kemuliaan Allah dalam tubuh yang baru. Karena itu, kata “telanjang” bila dihubungkan dengan ayat 4 bukan berarti tidak bertubuh, tetapi kepada kematian dalam pengertian yang menyeluruh dan dalam berbagian dalam kepenuhan kemuliaan Allah karena menerima tubuh kemuliaan baru.144

Paulus tidak memandang tubuh hanya sebagai manusia eksternal dan material yang harus dihidupkan oleh jiwa atau roh, tetapi tubuh merujuk kepada manusia itu sendiri termasuk jiwanya. Satu tubuh dilihat sebagai satu kesatuan dalam sejarah penebusan yang sama seperti orang percaya menjadi milik Kristus demikianlah mereka adalah anggota tubuh-Nya dan bersama- sama, mereka adalah satu tubuh-Nya.145

Dan inilah yang merupakan pengharapan bagi orang percaya yang dikemukakan oleh H. Marshall dalam

143Ibid. 532.

144Ibid.

145Herman Ridderbos, Paulus Pemikiran Utama Theologianya (Surabaya: Momentum, 2013),393

bukunya New Testament Theology mengatakan bahwa walaupun lewat tubuh manusia mereka akan mati, namun mereka telah memiliki tubuh sorgawi yang telah di sediakan Allah. Dalam arti bahwa tujuan masa depan dari orang percaya bukanlah bersifat jasmani146 tetapi kehadiran Roh sekarang menjamin pemberian hidup yang akan dikenakan kelak “diatas tempat kediaman kita yang sekarang ini” yang fana.

Roh telah diberi sebagai “jaminan” (arrabon 2 Kor 5:5).147 Bagi Marshall hidup dalam tubuh yang sekarang tidaklah sebanding dengan hidup yang akan datang yang membawa kita lebih dekat dengan Allah.148

Orang percaya memiliki alasan yang kuat untuk terus berpengharapan. Dan inilah alasanya mengapa orang percaya tidak perlu tawar hati sekalipun kita tahu bahwa selama masih dalam tubuh ini kita masih jauh dari Tuhan karena sesungguhnya orang percaya masih hidup dalam iman kepada Kristus. Yaitu bahwa Roh Kudus yang diberikan sebagai jaminan bagi kita akan menjamin kemuliaan yang akan diterima pada masa akan datang. Maka orang percaya tidak perlu tawar hati ketika diperhadapkan dengan kematian dan bahkan jika harus memilih, kita siap karena dengan cara itu kita akan beralih dan menetap bersama Tuhan.

Secara keseluruhan ayat 1-5 berbicara tentang hilangnya peralihan dari yang tidak kekal yaitu tubuh yang hina dan dapat rusak kepada yang kekal dalam kemuliaan Allah yang dinantikan dalam kebangkitan.

Kematian sebagai peralihan untuk menetap pada Tuhan

Dalam 2 Kor 5:8, kata menetap dalam bahasa Yunani ( endemeo)

146I. Howard Marshall, New

Testament Theology (USA: Inter Varsity Press, 2004), 285.

147Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3 ,180.

148 Marshall, 285.

(12)

yang berarti diam, mendiami, menetap.149 Bagian ini menyatakan dengan jelas bahwa kematian dilihat sebagai “peralihan dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan”.

Menurut Ridderbos:

“konsep yang melihat kemenetapan bersama Kristus sebagai masa antara (yang terjadi saat kita beralih dari tubuh) tampaknya paling layak direkomendasikan. Karena 1). Frasa ini kurang tepat untuk mengindikasikan transisi dari tubuh ini kepada tubuh kebangkitan.

Paulus tidak mengaitkan meninggalkan tubuh (ay. 8) dengan berpindah kepada tubuh lain tetapi dengan “menetap pad Tuhan.”

Selama kemah duniawi kita telah rusak dan tubuh baru belum tersedia, kita tinggal bersama Tuhan. Frasa ini sulit dilihat sebagai rujukan atas kebangkitan, tetapi lebih menolong kita untuk memahami apa yang akan terjadi saat kita meninggalkan tubuh ini. 2). Frasa di ayat 9, baik diam di dalam ataupun di luar tubuh, hanya bisa berarti: baik oleh mati maupun oleh hidup. Paulus tidak mengutamakan pilihannya sendiri, tetapi bagaimana ia bisa melayani Allah dengan paling baik dan

berkenan kepada-Nya.

“Baik…ataupun…” memiliki arti serupa dengan 1 Tesalonika 5:10;

Roma 14:8; bdk. Filipi 1:23-24.

Karena itu, dalam menantikan kebangkitan yang mulia, Paulus berkata bahwa hasrat terbesarnya adalah oleh hidup atau matinya, ia berkenan kepada Allah; meski jika harus memilih, ia akan memilih yang terakhir karena itu berarti ia

149Barclay, 55.

150Ridderbos, Paulus Pemikiran Utama Theologianya, 533-34.

diizinkan untuk menetap pada Kristus.”150

Jelas bahwa disini Paulus menjelaskan tentang masa depan bagi orang percaya akan pengharapan pada saat kebangkitan dan juga penghiburan bagi dirinya yang mengalami banyak penderitaan dan pencobaan karena dengan begitu akan membuatnya menetap pada Tuhan. Dan keyakinan bahwa Allah akan memberikan tubuh yang baru untuk mengantikan tubuh sekarang yang akan lenyap.

Paulus melihat masa depan yang mulia sebagai suatu penantian dan kematian merupakan realitas yang segera harus dihadapi. Dalam Filipi 1:21-23 Paulus tahu bahwa ia akan dijatuhi hukuman mati dan merindukan kematian karena kematian bagi Paulus adalah keuntungan karena barsama- sama dengan Kristus. Keadaan kematian digambarkan sebagai “bersama-sama dengan Kristus”.151 Dalam Filipi, kalimat

“tinggal bersama-sama dengan Tuhan”

disebut sebagai “menetap kepada Tuhan”, keduanya memiliki maksud yang sama.152 Dalam pengertian bahwa berada di dalam Tuhan tidak hanya menentukan keadaan orang percaya, tetapi juga masa depannya.

Kata “menetap pada Tuhan”

dimaksudkan sebagai suatu keadaan sementara yang meliputi kesadaran akan kehadiran Tuhan saat bertobat. Bagi Guthrie, keadaan bersama-sama dengan Tuhan itu adalah keadaan sadar, dalam hal ini sesuai dengan kata-kata Yesus kepada penjahat yang bertobat dalam Lukas 23:43.153

Kesadaran bahwa waktu dibumi berbeda dengan waktu sesudah kematian.

Dalam hal ini karena manusia lebih terfokus kepada kematian yang berbau manusiawi.

Ini yang ditegaskan oleh Guthrie bahwa ini

151J.L Abineno, Manusia dan

Sesamanya Dalam Dunia (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), 192.

152Ridderbos, 535.

153Guthrie, 184-86.

(13)

merupakan sesuatu yang diluar pengalaman manusia. Jadi keadaan sesudah kematian dilihat sebagai suatu persekutuan dengan Kristus,154 dimana semua orang yang percaya akan dihidupkan kembali sebagaiman maut telah dipatahkan maka kesatuan dengan Adam digantikan dengan kesatuan bersama Kristus.155 Yang sentral selalu kesatuan dengan Tuhan. Kesatuan dengan Tuhan dilihat sebagai peristiwa yang akan datang (Ef, 2:6).156

Bukan saja hanya Guthrie tetapi juga Ridderbos mengemukakan pendapatnya yaitu bahwa Paulus tidak pernah secara khusus berbicara tentang status orang-orang percaya setelah meninggal dan sebelum kebangkitan. Paulus lebih banyak berbicara tentang masa depan yang dimulai dengan kebangkitan dan tidak membicarakan masa antara sebagai dasar yang terpisah.157 Jelas dari hal tersebut sesungguhnya memberikan kita gambaran bahwa Paulus melihat ungkapan “tinggal bersama-sama dengan Kristus” itu sebagai ikatan yang mengikat orang-orang percaya dengan Kristus yang tidak bisa dirusak bahkan dipisahkan oleh kematian tetapi oleh pengharapan akan kebangkitan pada masa yang akan datang.

Pengharapan bagi orang percaya selalu difokuskan kepada kebangkitan dan bukan pada kematian. Kematian menjadi sesuatu yang menakutkan hanya berlaku bagi orang-orang yang hidup diluar Kristus yang tidak memiliki pengharapan.

Kematian menurut Ladd adalah satu fakta dalam keberadaan manusia di dunia yang terpisah dari Kristus yang diakibatkan karena dosa.158 Dosa dan kematian adalah kekuatan yang saling terikat159 karena upah

154Guthrie, 186.

155V.C. Pfeitzner, Kesatuan dalam Kepelbagaian (Jakarta: Gunung Mula, 2010), 304.

156Tom Jacobs, Paulus Hidup, Karya dan Teologinya (Yogyakarta:

Kanisius,1990), 267.

157Ridderbos, 535.

dosa ialah maut. Itulah sebabnya, kematian bagi orang percaya adalah keterpisahan dari dunia yang penuh dengan dosa untuk beralih kepada hidup bersama-sama dengan Kristus. Dan bagi orang yang percaya, kematian tidak dapat memisahkan kita dari Kristus karena orang percaya telah diikat dengan Kristus melalui kematian dan kebangkitan-Nya (1 Kor 15:17-21).

Hal itu dikuatkan dengan pandangan dari Edwin Karwur berpendapat bahwa ketika seseorang percaya dan mempersembahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan, hal itu sama seperti lembu yang dibawa ke Bait Allah untuk dipersembahkan diatas altar kepada Allah.

Artinya saat kita percaya kita adalah kurban yang dibawa ke pembantaian dan mati untuk Kristus.160 Jadi saat itu juga kita telah mati dan hidup kita bukan milik kita lagi tetapi milik Kristus. Karena baik itu hidup atau mati, orang percaya adalah milik Tuhan.

Kematian tidak berpengaruh lagi karena sesungguhnya kita telah mati sejak percaya kepada Kristus. Karena tinggal bersama Kristus dalam Filipi 1:23 memberikan arti bahwa orang percaya akan menghadap Dia, menunjukkan kesatuan dan persekutuan yang erat, di mana mereka hidup bergaul dengan Dia dan mendapat bagian didalam kemuliaan-Nya yang kekal.161 Kesatuan dengan Kristus adalah hal yang terpenting untuk melihat kematian.

Kesatuan dan kebangkitan direfleksikan dalam karya keselamatan yang terlaksana dalam kematian dan kebangkitan Kristus yang berlaku untuk mereka yang menjadi milikiNya pada waktu kedatanganNya (1 Kor 15:23). Juga bagi orang beriman kesatuan dengan

158George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru (Bandung: Kalam Hidup, 1999), 304.

159Pfeitzner, 301.

160Karwur, Gereja dan Keselamatan (STTI Manado: Bahan Ajar, Jumat, 17 April 2015).

161Ridderbos, 537.

(14)

Kristus baru dilaksanakan dengan sepenuhnya dalam kebangkitan. Kristus adalah “yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal” (1 Kor 15:20).162 Jadi, kesatuan orang-orang beriman akan dilaksanakan dengan sepenuh dalam kebangkitan.163 Hal ini jelas menolak pandangan Yunani dan Yahudi mengenai jiwa yang kembali kepada Allah setelah mati.

Atas dasar itulah setiap orang yang percaya yang dengan pengharapan akan hidup yang akan datang menaruh kepercayaan mereka dan lebih bersemangat lagi untuk hal tersebut. Tanggung jawab dalam hidup mereka yang sekarang adalah untuk selalu hidup berkenan kepada Allah sebelum suatu saat mereka akan diadili.

Jadi secara keseluruhan, 2 Korintus 5:1-10 adalah berbicara tentang orang- orang percaya dalam menantikan kebangkitan dan tubuh baru yang Allah janjikan, orang percaya tidak perlu tawar hati ketika dalam hidup diperhadapkan dengan persoalan-persoalan bahkan ancaman-ancama kematian, tetapi mereka yang percaya kepada Kristus sekalipun akan mengalami kematian, tetapi merupakan satu peralihan untuk bersama dengan Kristus dan menjadi satu dalam kematian dan kebangkitan-Nya.

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang digunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan ungkapan lain metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian.164

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kerapatan Gereja Baptis Kalvari di desa Mogoyunggung, Kecamatan Dumoga Timur kabupaten Bolaang Mongondow.

162Jacobs, 267.

163Ibid.

164Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 145.

Dalam usaha penelitian peneliti meminta izin pengantar peneliti dari Sekolah Tinggi Theologi Indonesia (STTI) Manado untuk mengadakan penelitian, dan setelah mendapat ijin dari Gembala Jemaat Kalvari maka peneliti akan melakukan penelitian kepada orang tua yang berkaitan dengan masalah peneliti, yaitu sejauh mana pemahaman orang tua di Jemaat tersebut tentang kematian manusia.

Penelitian menggunakan metode kualitatif adalah suatu proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.165

Penentuan sumber data pada penelitian kualitatif dilakukan secara purposive yaitu ditentukan dengan menyesuaikan pada tujuan penelitian atau tujuan tertentu.

Penelitian ini hanya melakukan wawancara secara mendalam terhadap beberapa orang.166 Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara secara langsung, bertatap muka dengan informan atau narasumber, merekam dan menulis semua informasi yang diberikan dari narasumber.

Dalam metode kualitatif, data dikumpulkan dalam berbagai cara misalnya: observasi, wawancara, intisari dokumen, rekaman kemudian diproses melalui pencatatan/pengetikan dan penyuntingan selanjutnya dianalisis secara kualitatif.167 PEMBAHASAN DAN HASIL

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dengan judul pemahaman orang tua tentang kematian orang-orang percaya berdasarkan II Korintus 5:1-10, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:

Secara umum kematian dipandang hanya melibatkan tubuh tetapi jiwa tidak

165Lexi Moleong, Metodologi

Penelitian Kuantitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya: 1993), 2.

166Satori dan Komariah, 48-50.

167Satori & Komariah, 200-01.

(15)

karena bersifat kekal, sesungguhnya dipengaruhi oleh filsafat Yunani kemudian berkembang luas sampai ke masyarakat khususnya orang tua di Gereja Baptis Kalvari Mogoyunggung. Hal tersebut dipandang berbeda oleh Paulus, bahwa kematian orang-orang percaya dalam II Korintus 5:1-10 dilihat sebagai: Pertama, kematian bagi orang-orang percaya merupakan suatu pengharapan akan tempat kediaman yang baru yang kekal dan tidak dapat dibongkar oleh manusia. Kedua, pengharapan akan terbebasnya tubuh dari segala macam penderitaan yang dialami di dunia baik itu pengeluhan dan juga rasa sakit. Orang percaya memiliki pengaharan penuh kepada Allah yang memberikan Roh Kudus sebagai jaminan untuk memperoleh apa yang seharusnya orang percaya miliki setelah kematian. Ketiga, karena pengharapan itulah orang percaya ketika beralih dari hidup dan mati akan bersama- sama dengan Kristus dalam kemuliaan yang kekal karena dengan hidup percaya dan berkenan kepada-Nya maka orang percaya akan hidup bersama-sama dengan Dia. Dan sebagai perwujudan sepenuhnya dari pengharapan tersebut yaitu pada saat kebangkitan bahwa orang percaya akan bersama-sama dengan Kristus dalam kemuliaan yang kekal dan akan memperoleh janji Allah tersebut.

Dari hasil yang ada, kebanyakan orang tua yang mengaku percaya, tetapi sesungguhnya mereka tidak hidup dalam iman percaya mereka karena mereka mengatakan percaya kepada Tuhan tetapi masih hidup dalam kepercayaan- kepercayaan lama mereka yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Alkitab tentang hidup orang percaya seharusnya.

Karena dari hasil menunjukkan bahwa:

Mengenai pemahaman tentang kematian, ada 1 orang yang sekalipun percaya kepada Kristus masih percaya bahwa setelah mati rohnya tetap dalam dunia dan itu menunjukkan bahwa pemahaman tentang kematian orang-orang percaya masih sangat kurang dimengerti bahwa setelah kematian, tidak ada lagi yang

namanya roh kemana-mana karena telah mati.

Mengenai kematian itu menakutkan atau tidak, sebagian besar informan belum memahami karena dalam memberikan jawaban mereka menjawab dengan berbagai macam alasan yang menunjukkan bahwa informan masih tidak memiliki pengharapan dalam Tuhan sehingga takut untuk mengalami kematian dan ada juga yang masih ragu-ragu dan melihat kematian sebagai hal yang menakutkan karena informan tidak memiliki keyakinan yang teguh dalam Tuhan.

Mengenai keyakinan bahwa Allah sudah menyediakan satu tempat kediaman yang baru, ada informan yang belum paham tentang kenyataan bahwa orang percaya telah disediakan tempat oleh Allah yang tidak dapat dibongkar oleh manusia yang menunjukkan bahwa informan masih belum memiliki keyakinan akan kepastian hidup yang kekal.

Mengenai tubuh mati secara total, sebagian besar informan masih percaya bahwa tubuh terdiri dari beberapa bagian sehingga ketika mati maka roh/jiwa tidak mati melainkan tetap hidup dan bersifat kekal yang sebagian percaya bahwa roh terangkat ke surga, sebagian lagi percaya bahwa roh melayang-layang entah kemana, dan sebagian lagi masih ada disekitar dan bahkan datang dalam mimpi. Hal ini menunjukkan bahwa informan masih terpengaruh dengan filsafat Yunani yang bertolak belakang dengan apa yang dikatakan dalam Alkitab dan karena informan belum paham tentang konsep tubuh sebagai satu kesatuan.

Mengenai kepercayaan 3 malam, 40 hari dan sebagainya tentang roh bergentayangan disekitar keluarga dan datang dalam mimpi, sebagian besar informan belum memahami bahwa ketika tubuh mati maka tidak ada lagi yang namanya roh bergentayangan dan hari yang ketiga roh tersebut akan bangkit dan lain sebagainya. Karena kematian tersebut melibatkan semua yaitu tubuh itu sendiri

(16)

dalam arti kematian yang dialami yaitu total dan yang pasti kebangkitan Kristus sesungguhnya memberikan kepastian kepada orang percaya akan hidup yang kekal yang akan dinyatakan kelak saat kebangkitan. Dan inilah yang menunjukkan bahwa sebagian besar informan tidak memiliki pemahaman yang bernar tentang kematian berdasarkan Alkitab.

Mengenai kematian artinya bebas dari penderitaan, pengeluhan, sakit dan pergumulan hidup yaitu bahwa semua macam penderitaan yang dialami di dunia sesungguhnya tidak akan dialami lagi setelah kematian karena keyakin kepada Allah yang telah menyediakan tempat kediaman yang baru yang akan dinyatakan kepada orang-orang percaya melanyapkan segala penderitaan. Itulah mengapa sebagian besar informan tidak paham dan memberikan jawaban yang menunjukkan bahwa informan tidak hidup dalam iman mereka dan hanya melihat kepada realitas yang terjadi. Di dalam Tuhan tidak ada lagi penderitaan setelah kematian. Kematian hanya akan memisakan orang percaya dari dunia yang penuh dengan dosa untuk memperoleh hidup yang kekal di surga tanpa penderitaan dan lain sebagainya.

Mengenai cara menghadapi kematian, beberapa informan masih tidak tahu apa yang akan mereka lakukan ketika menghadapi kematian karena ada sebagian yang masih takut, belum siap dan lain sebagainya yang menunjukkan bahwa informan kurang memahami kematian orang percaya berdasarkan Alkitab untuk memberikan pemahaman yang jelas ketika hidup di dalam Tuhan.

Mengenai percaya kepada Tuhan dan hidup berkenan kepada-Nya akan bersama- sama dengan Dia ketika mengalami kematian, beberapa informan menjawab dengan ragu-ragu sekalipun percaya. Hal ini menunjukkan informan kurang paham tentang kebenaran Firman Tuhan yang memberikan satu keyakinan bahwa dengan hidup percaya kepada Kristus, hidup dalam kesetiaan atau hidup terus berkenan kepada Tuhan maka orang percaya akan bersama-

sama dengan Tuhan dalam kemuliaan yang kekal.

Mengenai orang percaya yang mati dan menetap kepada Tuhan, sebagian besar informan tidak mengerti dan tidak paham dalam memberikan jawaban. Hal ini menunjukkan kurangnya pemahaman dan pengajaran yang di terima khususnya dalam memahami makna bersama-sama dengan Kristus. Satu keyakinan bahwa kebangkitkan akan di alami oleh setiap oranag percaya ketika Kristus datang kedua kali. Dan tentang waktu setelah kematian yang pasti itu diluar pengalaman manusia tetapi keyakinan akan kebangkitan harus menjadi dasar untuk terus berharap kepada Kristus bahwa orang percaya selalu bersama-sama dengan Dia bahkan setelah kematian.

KEPUSTAKAAN

Abineno, J.L. 200. Manusia dan Sesamanya Dalam Dunia. Gunung Mulia.

Jakarta

Ali, S. 2002. Metodologi Penelitian Agama.

Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Barclay, W. 2011. Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Kitab Kisah Para Rasul. Gunung Mulia. Jakarta Barclay, W. 2008. Pemahaman Alkitab

Setiap Hari: Surat I & II Korintus.

Gunung Mulia. Jakarta.

Bertens, K. 1999. Sejarah Filsafat Yunani.

Kanasius. Yogyakarta.

Chapman, A. 1980. Pengantar Perjanjian Baru. Kalam Hidup. Bandung Coenen, L. 1986. “Death, Kill, Sleep:

apokteino” in The New International Dictionary of New Theology Volume I, Ed. Colin Brown. Regency Reference Library. Grand Rapids.

Dandapa, A. 2015. Makna Pengajaran Paulus Tentang Soma dalam 1 Korintus 6:12-20. Skripsi STT Indonesia. Manado.

(17)

Dunnett, W.M. 1984. Pengantar Perjanjian Baru. Gandum Mas. Malang.

Duyverman, M.E. 2000. Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru. Gunung Mulia. Jakarta.

Erickson, M.J. 2004. Teologi Kristen 3.

Gandum Mas. Malang.

Getty, M.A. 2002. “Surat I & II Korintus”

dalam Tafsiran Alkitab Perjanjian Baru Editor Dianne Bergant dan Robert J. Karris. Kanisius.

Yogyakarta.

Guthrie, D. 1992. Teologi Perjanjian Baru 3. Gunung Mulia. Jakarta.

Guthrie, D. 2013. Teologi Perjanjian Baru I. Gunung Mulia. Jakarta.

Gutrie, D. 2010. Pengantar Perjanjian Baru. Momentum. Surabaya.

Hadiwijono, H. 2005. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Kanisius. Yogyakarta.

Harrop, J.H. 2002. “Korintus” Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1 A –L Diterj. Harun Hadiwijono. Bina Kasih. Jakarta.

Hillyer, N. 2010. Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Matius – Wahyu. Yayasan Bina Kasih. Jakarta.

Jacobs, T. 1990. Paulus Hidup, Karya dan Teologinya. Kanisius. Yogyakarta.

Kartono, K. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Mandar Maju.

Bandung.

Karwur, E. 2015. Gereja dan Keselamatan.:

Bahan Kuliah, Jumat 22 Mei. STTI Manado.

Ladd, G.E. Teologi Perjanjian Baru. Kalam Hidup. Bandung.

Lane, T. 1993. Runtut Pijar, Sejarah Pemikiran Kristiani. Gunung Mulia. Jakarta.

Ludwig, C. 1976. Kota-kota Pada Zaman Perjanjian Baru. Kalam Hidup.

Bandung.

Mainelli, H.K. 2002. Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama Editor. Diane Bergant dan Robert J. Karris.

Kanisius. Yogyakarta.

Marshall, I.H. 2004. New Testament Theology. Inter Varsity Press.

USA

Moleong, L. 1993 Metodologi Penelitian Agama. Remaja Rosdakarya.

Bandung.

Moleong, L. 1993. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Remaja Rosdakarya.

Bandung.

Mulyana, D. 2001. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Remaja Rosdakarya.

Bandung.

Nasir, M. 2007-2008. Metode Penelitian.

Bahan Ajar Semester Genap STTI Manado, Tahun Ajaran.

Nasution, S. 2007-2008. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bahan Kuliah Metodologi Penelitian Semester Genap.

Nasutioan. 2002. Metode Research. Bumi Aksara. Jakarta.

Neuman, Barclay M. Kamus Yunani Indonesia. Jakarta: Gunung Mulia, 2000.

Pangkey, F. S. 1985. Metode Penelitian.

Mulia Indonesia. Jakarta.

Pangkey, F. S. 2007-2008. Metodologi Penelitian. Bahan Ajar Semester Genap. STTI Manado.

Pfeitzner, V.C. 2010. Kesatuan dalam Kepelbagaian. Gunung Mula.

Jakarta.

Phan, Peter C. 2005. 101 Tanya-Jawab Tentang Kematian dan Kehidupan Kekal. Kanisius. Yogyakarta.

Ridderbos, H. 2013. Paulus Pemikiran Utama Theologianya. Momentum.

Surabaya.

(18)

Satori, D. dan. Komariah, A. 2013.

Metodologi Penelitian Kualitatif.

Alfabeta. Bandung.

Subagyo, P. J. 1999. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

Sugiyono, 2015. Metode Penelitian dan Pengembangan Research and Developmen. Alfabet. Bandung.

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitaf, dan R&D. Alfabet.

Bandung.

Susanto, H. 2003. Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru Jilid II. LAI. Jakarta.

Tenney, M. C. 2001. Survei Perjanjian Baru. Gandum Mas. Malang.

Tomatala, Y. 1998. Manusia Sukses.

Gandum Mas. Malang.

________ 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tim Pustaka Pheonix.

Jakarta.

________2013. The Full Life Study Bible 2 Korintus. Gandum Mas. Malang.

Walls, A.F. 2005. “Surat Korintus” dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid I A-L, Diterj. Harun Hadiwijono. Komunikasi Bina Kasih. Jakarta.

Warren, R. 2006 The Purpose Driven Life.

Gandum Mas. Malang

Wawancara dengan M.K, Senin, 30 Januari 2017, Jam 14:45.

Wycliffe, Sabda (OLB versi Indonesia) 4.30.

Referensi

Dokumen terkait

Metoda yang digunakan untuk mengetahui jumlah timbulan sampah adalah dengan metoda sampling teknik berdasarkan SNI 19-3964-1995 selain itu ditentukan pula

Karyawan yang menilai pelatihan kerja kurang baik, menilai sarana dan metode yang digunakan serta intensitas pelatihan kerja yang diberikan perusahaan kepada

Kami mengusulkan dan menerima saran-saran yang disampaikan tadi bahwa dengan agenda yang diagendakan untuk uji formil saja, maka tentu ada perbedaan daripada materi yang

Kelas sesuai (S2) daerah ini juga dikategorikan baik untuk budidaya teripang dimana parameter–parameter pendukung masih dikategorikan bisa dan faktor pembatas tidak

Pada gambar overlay diatas terlihat bahwa data tangkapan tertinggi berada pada sebelah barat yang ditunjukan dengan warna ungu kemerahan yang diikuti dengan kedalaman

Tulisan Obidegwu (2014) dan penelitian penulis memiliki konteks yang sama yaitu peran organisasi internasional dalam socio-economic recovery sebagai

pembuatan PP & siapakah yg memiliki pengaruh paling kuat thd keputusan yg dibuat. • Pada tingkat implementasi, kompetisi antar kelompok juga mrpk salah satu faktor yg

Pada penelitian ini akan dilakukan penambahan superplasticizer pada beton dengan bahan tambah serbuk kayu dengan tujuan untuk menjaga kelacakan campuran beton dan