• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stasiun PSDKP Belawan, Ditjen PSDKP, KKP 2. Politeknik Kelautan dan Perikanan Dumai, BRSDMKP, KKP *Corespondensi :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Stasiun PSDKP Belawan, Ditjen PSDKP, KKP 2. Politeknik Kelautan dan Perikanan Dumai, BRSDMKP, KKP *Corespondensi :"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

255

Karakteristik dan Kepatuhan Unit Penangkapan Ikan Pukat Labuh di Tanjungbalai Asahan

Characteristics and Compliance of Long Bag Set Net in Tanjungbalai Asahan

Benardo Nababan1) , Roma Yuli F Hutapea2*)

1 Stasiun PSDKP Belawan, Ditjen PSDKP, KKP

2 Politeknik Kelautan dan Perikanan Dumai, BRSDMKP, KKP

*Corespondensi : romahutapea3@gmail.com Received : October 2021 Accepted : December 2021

ABSTRAK

Kajian terhadap pukat labuh di Tanjungbalai bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan tingkat kepatuhannya terhadap aturan yang berlaku. Kajian karakteristik dilakukan dengan mengikuti operasi penangkapan ikan di laut pada tahun 2018, sedangkan kepatuhan dianalisis dari data hasil pengawasan Satuan PSDKP Asahan tahun 2019 dan 2020. Pukat labuh di Tanjungbalai Asahan termasuk dalam klasifikasi perangkap yang dipasang menetap di perairan dalam kurun waktu tertentu, memanfaatkan arus pasang surut perairan, dan menggunakan 2 (dua) unit jangkar besar sebagai penahan agar pukat tidak hanyut terbawa arus. Hasil tangkapan utama adalah ikan teri, sedangkan hasil tangkapan sampingan adalah cumi-cumi, gulama, bawal dan layur. Kepatuhan pukat labuh ditinjau dari 6 (enam) aspek, yaitu : (1) kelengkapan surat izin penangkapan ikan (SIPI), (2) kesesuaian spesifikasi alat tangkap, (3) kesesuaian daerah penangkapan, (4) kesesuaian pelabuhan pangkalan, (5) kelengkapan Surat Laik Operasi (SLO), dan (6) kelengkapan Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Kepatuhan nelayan pukat labuh di Tanjungbalai Asahan sangat baik karena telah mengikuti semua ketentuan yang berlaku.

Kata Kunci: pukat labuh, kepatuhan, teri, Tanjungbalai Asahan

ABSTRACT

The study of long bag set nets in Tanjungbalai aims to determine the characteristics and level of compliance with applicable regulations. The study of characteristics was carried out by following fishing operation at sea in 2018, while compliance was analyzed from the supervision data of the Asahan PSDKP Unit in 2019 and 2020. The long bag set net in Tanjungbalai Asahan is classified as a trap. The long bag set nets are installed permanently in the waters for a certain period of time, utilizing the tidal currents of the waters, and using 2 (two) large anchor units as a barrier so that the nets are not carried away by the current. The main catch is anchovy, while the by-catch are squid, gulama, pomfret and layur. The compliances of the long bag set nets is reviewed from 6 (six) aspects:(1) completeness of the fishing license (SIPI), (2) conformity of fishing gear specifications, (3) suitability of fishing grounds, (4) suitability of fishing base, (5) completeness of legal operational letter (SLO), and (6) port clearance (SPB). The compliance of the long bag set netm fishermen in Tanjungbalai Asahan is very good because they have followed all applicable regulations.

Keywords: Long bag set nets, compliance, anchovy, Tanjungbalai Asahan

PENDAHULUAN

Pukat labuh (long bag set net) merupakan salah satu alat tangkap yang banyak dioperasikan nelayan di

Tanjungbalai Asahan Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6 Tahun 2010, pukat labuh digolongkan ke dalam

(2)

256 kelompok alat tangkap perangkap (traps) (Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia, 2010). Pukat labuh dioperasikan di daerah pantai dengan memanfaatkan arus perairan, dimana target tangkapan adalah ikan berukuran kecil di daerah pasang surut.

Pukat labuh merupakan unit penangkapan penghasil ikan teri dan udang rebon terbanyak di Tanjungbalai Asahan.

Sebagaimana diketahui, ikan teri Medan merupakan produk khas dari Sumatera Utara yang banyak diminati masyarakat Indonesia.

Oleh sebab itu, perikanan pukat labuh menjadi hal yang penting untuk dilestarikan dan bahkan harus dikembangkan.

Pukat labuh umumnya dioperasikan dengan kapal berukuran 28 – 30 GT. Kapal- kapal ini umumnya berangkat dan pulang pada waktu yang sama. Adapun jumlah kapal dan total produksi ikan teri di Tanjungbalai Asahan selama tahun 2018 – 2020 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Kapal dan Produksi Teri di Tanjungbalai Asahan Tahun 2018 - 2020

No Tahun Jumlah Kapal

Produksi Teri (ton)

1 2018 307 1.997,6

2 2019 309 1.709,9

3 2020 303 1.610,5

Sumber : PSDKP Asahan, 2020

Hasil tangkapan yang bernilai ekonomis tinggi dan jumlah unit penangkapan yang besar menjadi tantangan tersendiri bagi aparat pemerintah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan.

Adanya kegiatan penangkapan ikan tentu memberikan dampak pada keberlanjutan sumber daya ikan dan kelestarian ekosistem perairan (Taurusman et al., 2021).

Pemerintah sebagai pengelola perikanan harus benar-benar bisa memahami kebutuhan nelayan yang selalu berusaha agar bisa terus bertahan dan/atau mengembangkan usahanya. Namun di sisi lain, pemerintah juga harus bisa memastikan bahwa nelayan memiliki kepatuhan yang baik terhadap peraturan yang berlaku.

Dengan demikian, sinkronisasi pembinaan dan pengawasan sangat dibutuhkan.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menetapkan kebijakan pembinaan dan pengawasan yang tepat adalah dengan terlebih dahulu mempelajari objeknya, dalam hal ini adalah unit penangkapan pukat labuh. Jika telah diketahui karakteristik dan bagaimana kepatuhannya, maka akan dapat ditetapkan langkah-langkah yang tepat dalam pembinaan dan pengawasan. Respon stakeholder perikanan terhadap segala peraturan yang dibuat harus benar-benar dipahami oleh pengelola (Branch et al., 2006).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu dilakukan kajian yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan tingkat kepatuhan pukat labuh terhadap aturan yang berlaku. Hasil kajian dapat menjadi informasi bagi instansi pemerintah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Tanjungbalai Asahan Sumatera Utara dengan 2 (dua) tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan data spesifikasi alat tangkap, metode pengoperasian, dan jenis hasil tangkapan pukat labuh. Data hasil tangkapan dikumpulkan dari lima kapal pukat labuh selama 1 (satu) trip pada bulan November 2018.

Tahap kedua adalah pengumpulan data kepatuhan nelayan yang dilakukan di Kantor Satuan PSDKP Asahan pada Januari 2021.

Data kepatuhan dikumpulkan dari laporan kegiatan pengawasan pukat labuh selama Tahun 2019 dan 2020. Pengawasan pukat labuh yang dilakukan oleh pengawas perikanan di Satuan PSDKP Asahan terdiri dari 2 (dua) cara, yaitu pada saat keberangkatan kapal dan pada saat patroli pengawasan di laut. Jenis data kepatuhan pukat labuh dan regulasi yang mengaturnya dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.

Data kepatuhan nelayan pukat labuh dikumpulkan dan dianalisis dari laporan kegiatan pengawasan Satuan PSDKP Asahan Tahun 2019-2020. Tingkat kepatuhan ditentukan dengan menggunakan

(3)

257 analisis distribusi proporsi, yaitu membandingkan dengan jumlah kapal yang patuh dengan jumlah total kapal yang diperiksa. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kepatuhan adalah sebagai berikut (Hasan, 2012):

𝑃𝑖 =𝑓𝑖

𝑛 𝑥 100%

Keterangan :

Pi : Proporsi kepatuhan variabel ke-i fi : Jumlah kapal yang patuh pada variabel kepatuhan ke-i

n : Jumlah kapal yang diperiksa i : Variabel kepatuhan yang diukur Tabel 2. Jenis Data Kepatuhan Pukat Labuh

pada Saat Keberangkatan Kapal No Variabel Kapatuhan Regulasi yang

Mengatur

1 Surat Izin Penangkapan Ikan SIPI)

PERMEN KP No 58 Tahun 2020 2 Kesesuaian pelabuhan

pangkalan

PERMEN KP No 58 Tahun 2020 3 Kesesuaian spesifikasi

alat penangkapan ikan

PERMEN KP No 59 Tahun 2020

Sumber: Satuan PSDKP Asahan, 2020 Tabel 3. Jenis Data Kepatuhan Pukat Labuh

pada Saat Patroli di Laut

No Variabel Kapatuhan Regulasi yang Mengatur

1 Kesesuaian spesifikasi alat penangkapan ikan

PERMEN KP No 59 Tahun 2020 2 Kelengkapan Surat Laik

Operasi

PERMEN KP No 1 Tahun 2017 3 Kesesuaian jalur

penangkapan ikan

PERMEN KP No 59 Tahun 2020 4 Kelengkapan Surat

Persetujuan Berlayar

Undang – Undang RI No 31 Tahun 2004

Sumber: Satuan PSDKP Asahan, 2020

HASIL DAN PEMBAHASAN Desain Pukat Labuh

Pukat labuh termasuk dalam klasifikasi perangkap (traps) kategori stow nets yaitu pukat labuh (log bag set net).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 59/PERMEN- KP/2020 (Menteri Kelautan dan Perikanan Negara Republik Indonesia, 2020), pukat labuh diklasifikasikan sebagai alat tangkap yang bersifat statis dan pasif, dioperasikan menggunakan ukuran mata jaring ≥ 1 mm dan tali ris atas ≤ 30 m untuk kapal motor berukuran 5-10 GT, serta ukuran mata jaring

≥ 1 mm, tali ris atas < 60 m untuk kapal motor berukuran 10 - 30 GT.

Desain pukat labuh terdiri dari beberapa bagian, yaitu tali temali, jaring, pemberat, dan pelampung. Bagian jaring memiliki 4 (empat) bagian, yaitu bagian sayap, badan, kantong, dan pucuk kantong.

Ukuran mata jaring paling besar pada bagian sayap dan selanjutnya semakin mengecil ke bagian pucuk kantong. Desain jaring pukat labuh dapat dilihat pada Gambar 1 dan spesifikasinya pada Tabel 4.

Gambar 1. Desain Pukat Labuh (Sumber : Sawon, 2005)

Tabel 4. Spesifikasi Pukat Labuh No Spesifikasi Keterangan 1 Tal ris atas PE ø 28 mm p=60 m 2 Tal ris bawah PE ø 28 mm p=60 m 3 Pucuk kantong PE ø 1 pilinan ◊ mata

halus

4 Kantong PE ø 12 pilinan ◊ < 1 inci

5 Badan PE ø 36 pilinan ◊ 1 – 9 inci

6 Sayap PE ø 60 pilinan ◊ 12 inci

7 Pemberat Timah 300 kg, rantai 50 kg

8 Tali Pemberat PE ø 28 mm 9 Pelampung PVC ø 8 inci ±250

buah 10 Tali

Pelampung

PE ø 28 mm

11 Jangkar Besi , 2 unit @±800 kg

Bahan tali pelampung, tali ris atas, tali ris bawah, tali pemberat, dan jaring yang digunakan adalah polyethylene (PE). Nelayan menggunakan bahan PE pada tali dan jaring karena ringan dan mengapung di air. PE

(4)

258 memiliki tingkat kekenyalan tinggi dan permukaannya halus (Ardidja, 2010).

Bagian kantong pukat labuh memiliki ukuran mata jaring yang sangat kecil, yaitu 1 mm. Nelayan menyebutnya dengan sebutan

“jaring mata halus.” Hal ini dibuat menyesuaikan pada ukuran ikan hasil tangkapan utama, yaitu teri yang berukuran kecil. Fungsi dari kantong sebagai tempat penampungan hasil tangkapan (Hermawanto et al., 2016).

Pukat labuh termasuk alat tangkap ramah lingkungan, yang merupakan modifikasi dari pukat harimau (Sawon, 2005).

Oleh sebab itu, pukat labuh dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif penggantian alat tangkap pukat tarik/hela yang dilarang oleh pemerintah. Alternatif alat tangkap pengganti pukat hela diperlukan untuk menjamin kesejahteraan nelayan dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya laut (Adhitama et al., 2018). Alat tangkap pukat labuh saat diatas kapal terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pukat Labuh saat diatas kapal Metode Pengoperasian

Pada umumnya, pukat labuh di Tanjungbalai Asahan dioperasikan dengan menggunakan kapal yang berukuran 28 – 30 GT. Prinsip pengoperasian pukat labuh adalah dengan memanfaatkan kondisi pasang surut perairan dan jauh dari lalu lintas kapal dan dioperasikan secara pasif.

Pukat labuh dipasang menetap di kolom perairan dalam kurun waktu tertentu. Pada umumnya pukat labuh dioperasikan di kedalaman 30 meter, seperti terlihat pada Gambar 2.

Waktu yang diperlukan untuk menempuh fishing ground pukat labuh selama 4 – 5 jam. Sebagian nelayan kapal

pukat labuh melakukan kegiatan penangkapan di Kuala Tanjung, Pulau Berhala, serta perairan Salambua. Tahapan pengoperasian pukat labuh adalah sebagai berikut:

a. Setting, diawali dengan penurunan pelampung tanda yang terhubung dengan kantong diturunkan, diikuti dengan penurunan jaring, pelampung dan pemberat dalam kondisi kapal berjalan, tahapan selanjutnya adalah penurunan jangkar dan tali jangkar;

Gambar 3. Penampakan Pukat Labuh saat Dioperasikan (Sumber: Kepmen KP Nomor 6 Tahun 2010)

b. Setelah jangkar diturunkan dan mulut jaring telah terbuka, hal yang harus diperhatikan adalah posisi mulut jaring harus berlawanan dengan arah arus, perendaman jaring dilakukan selama 2-3 jam. Mulut jaring terbuka secara horizontal karena adanya 2 (dua) buah jangkar besar sebagai penahan, sedangkan jaring terbuka secara vertikal karena adanya pelampung pada tali ris atas dan pemberat pada tali ris bawah (Gambar 3).

c. Hauling, yaitu proses menaikkan jaring ke atas kapal. Pengangkatan jaring diawali dengan menaikkan jangkar, kemudian badan jaring, dan terakhir bagian kantong. Ikan yang tertangkap pada bagian kantong selanjutnya dikeluarkan dengan membuka tali pengikat yang terdapat pada ujung kantong.

d. Handling, yaitu proses penanganan di atas kapal. Nelayan langsung melakukan pengolahan ikan hasil tangkapan menjadi ikan asin. Kegiatan penanganan ikan di atas kapal, antara lain:

penyortiran berdasarkan jenis, perebusan dengan menambahkan garam, dan

(5)

259 penjemuran. Ikan yang sudah selesai dijemur dikemas ke dalam keranjang.

Sesuai dengan fungsinya, kapal pukat labuh di desain memiliki tempat perebusan dan penjemuran ikan (Gambar 4).

Total waktu yang diperlukan dalam pengoperasian pukat labuh adalah selama 5- 7 jam. Tahapan pengoperasian pukat labuh di Tanjung Balai sesuai dengan penelitian (Sawon, 2005) yaitu terdiri dari penurunan alat tangkap, perendaman alat tangkap dan penaikan alat tangkap ke atas kapal.

Gambar 4. Kapal Pukat Labuh

Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan utama dari lima kapal pukat labuh adalah ikan teri (Stolephorus sp), sedangkan hasil tangkapan sampingan adalah cumi-cumi, gulama, layur, serta bawal. Hasil tangkapan pukat labuh terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Tangkapan Satu Trip Pukat Labuh

Nama Ikan Hasil

Tangkapan (kg)

Perse ntasi (%)

Harga (kg)

Teri (Stolephorus sp) 7.955 85.65 100.000 Cumi-cumi (Loligo sp) 390 4.19 50.000 Gulama (Nibea

soldado)

150 1.61 20.000

Bawal (Bramidae) 762 8.21 25.000

Layur (Trichiurus lepturus)

30 0.32 20.000

Tangkapan utama dari pukat labuh adalah ikan teri sebanyak 1.197 kg selama 9 hari penangkapan. Ikan teri menjadi hasil tangkapan utama, karena memiliki potensi dan bernilai ekonomis tinggi (Laisa et al., 2013). Selain memiliki nilai ekonomis tinggi, permintaan masyarakat terhadap ikan teri sangat tinggi (Gurukinayan et al., 2007).

Ikan teri juga menjadi salah satu komoditas unggulan sektor perikanan laut di Kabupaten Tegal dan ketersediaan produksinya

sepanjang tahun (Sutono & Susanto, 2016).

Keberadaan ikan teri disuatu perairan dapat ditemukan, bila kondisi lingkungan perairannya sesuai dan ketersediaan sumber makanan yang memadai (Rauf et al., 2019).

Ikan teri biasanya diolah dengan cara direbus dan dijemur saat diatas kapal (Rahayu et al., 2016).

Hasil tangkapan sampingan pukat labuh adalah cumi-cumi, gulama, bawal dan layur. Hasil tangkapan sampingan biasa dijual oleh nelayan ke penjual pengepul di Tanjung Balai. Penyebab ikan layur tertangkap pada alat tangkap pukat labuh berkaitan dengan kebiasaan makan dan jenis ikan layur (Abidin et al., 2013). Ikan layur yang tertangkap adalah ikan layur remaja yang mencari makan pada malam hari.

Sesuai dengan kebiasaan ikan teri yang aktif pada malam hari (nocturnal) dan cenderung ke permukaan perairan pada malam hari untuk mencari makan. Pada malam hari teri berada di permukaan perairan akan menjadi makanan ikan layur. Abidin et al., (2013) menyatakan bahwa ikan teri merupakan makanan dari ikan layur. Hasil tangkapan utama terdapat pada Gambar 5.

Gambar 5. Hasil Tangkapan Utama Pukat Labuh

Kepatuhan terhadap peraturan

Pemeriksaan kepatuhan kapal dilakukan selama tahun 2019 sampai 2020.

Pemeriksaan dilakukan oleh pengawas perikanan Satuan PSDKP Asahan pada saat

(6)

260 kapal melaporkan rencana keberangkatan dan pada saat patroli penertiban dokumen perizinan. Pada tahun 2019, jumlah seluruh kapal pukat apung yang terdata di Satuan PSDKP Asahan adalah sebanyak 309 unit, sedangkan jumlah kapal yang diperiksa pada saat patroli sebanyak 14 unit. Adapun jumlah kapal dan hasil pemeriksaan pada Tahun 2019 dapat dilihat pada Tabel 6.

Gambar 6. Hasil Tangkapan Sampingan Pukat Labuh

Tabel 6. Jumlah Kapal dan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Pukat Labuh Tahun 2019

No Variabel Kepatuhan

Jumlah kapal

yang diperiksa

Jumlah Kapal

yang Patuh

Proporsi kapal

yang Patuh 1 Surat Izin

Penangkapan Ikan SIPI)

309 unit 309 unit 100 %

2 Kesesuaian pelabuhan pangkalan

309 unit 309 unit 100 %

3 Kesesuaian spesifikasi alat

penangkapan ikan

309 unit 309 unit 100 %

4 Kesesuaian jalur penangkapan ikan

14 unit 14 unit 100 %

5 Kelengkapan Surat Laik Operasi (SLO)

14 unit 14 unit 100 %

6 Kelengkapan Surat Persetujuan Berlayar (SPB)

14 unit 14 unit 100 %

Sumber: Diolah dari Laporan Pemeriksaan Kapal Satuan PSDKP Asahan Tahun 2019

Pada tahun 2020, jumlah seluruh kapal pukat apung yang terdata di Satuan PSDKP Asahan adalah sebanyak 303 unit, sedangkan jumlah kapal yang diperiksa pada saat patroli sebanyak 4 unit. Adapun jumlah kapal dan hasil pemeriksaan pada Tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Kapal dan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Pukat Labuh Tahun 2020

No Variabel Kepatuhan

Jumlah kapal

yang diperiksa

Jumlah Kapal

yang Patuh

Proporsi kapal

yang Patuh 1 Surat Izin

Penangkapan Ikan SIPI)

303 unit 303 unit 100 %

2 Kesesuaian pelabuhan pangkalan

303 unit 303 unit 100 %

3 Kesesuaian spesifikasi alat

penangkapan ikan

303 unit 303 unit 100 %

4 Kesesuaian jalur penangkapan ikan

4 unit 4 unit 100 %

5 Kelengkapan Surat Laik Operasi (SLO)

4 unit 4 unit 100 %

6 Kelengkapan Surat Persetujuan Berlayar (SPB)

4 unit 4 unit 100 %

Sumber: Diolah dari Laporan Pemeriksaan Kapal Satuan PSDKP Asahan Tahun 2020

Berdasarkan Tabel 6 dan 7 di atas dapat dilihat bahwa kapal pukat labuh memiliki kepatuhan yang sangat baik, yaitu 100 %. Seluruh kapal yang diperiksa telah memiliki dokumen yang lengkap (SIUP, SIKPI, SLO, dan SPB), serta pelabuhan pangkalan, jalur penangkapan, dan spesifikasi alat penangkapan ikan telah sesuai dengan ketentuan. SIUP dan SIPI kapal semuanya diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Propinsi Sumatera Utara. Hal ini telah sesuai dengan ketentuan dimana Pemerintah propinsi memiliki kewenangan untuk menerbitkan izin

(7)

261 penangkapan ikan untuk kapal yang berukuran sampai 30 GT.

Pada SIPI tercantum bahwa pelabuhan pangkalan adalah Tanjungbalai Asahan dengan Jalur tangkap berada pada jalur II (di atas 4 mil), ukuran mata jaring > 1 mm, dan panjang tali ris atas 60 m. Pada saat dilakukan pemeriksaan pelabuhan pangkalan, jalur penangkapan, dan spesifikasi pukat labuh telah sesuai peraturan yang berlaku.

SLO diterbitkan oleh pengawas perikanan setelah kapal memenuhi persyaratan administrasi dan teknis, sedangkan SPB diterbitkan oleh Syahbandar di Pelabuhan Perikanan Tanjungbalai Asahan. Kapal pukat labuh mengurus SLO dan SPB pada setiap keberangkatan.

Sebelum diterbitkan SLO, pengawas perikanan memeriksa dokumen, seperti masa berlaku izin, jenis alat tangkap, dan kesesuaian pelabuhan pangkalan.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik kapal untuk memastikan spesifikasi alat tangkap sesuai dengan yang tertera pada dokumen.

Dilihat dari kepatuhannya yang sangat baik, maka pukat labuh di Tanjungbalai Asahan dapat menjadi salah satu alat tangkap yang dapat dikembangkan di daerah lain. Kepatuhan yang baik menjadi bukti bahwa nelayan pukat labuh turut mendukung pemerintah dalam menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya. Nelayan merupakan aktor utama dalam operasi penangkapan ikan sehingga dukungan nelayan menjadi kunci keberhasilan pengelolaan pemanfaatan sumber daya perikanan yang berkesinambungan (Musaddun et al., 2011).

Pukat labuh dapat juga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengganti alat tangkap pukat tarik atau pukat hela yang dilarang dioperasikan pada sebagian besar WPP NRI. Namun, jumlah kapal harus dikendalikan agar tidak melebihi daya dukung lingkungan (carrying capacity) perairan. Pengendalian harus dilakukan agar misi pemerintah dalam mewujudkan perikanan yang berkelanjutan dapat tercapai.

Apalagi saat ini kebijakan perikanan berkelanjutan yang merupakan arus utama dalam pengelolaan perikanan tangkap semakin dihadapkan pada keterbatasan stok ikan (Kusdiantoro et al., 2019).

Sumber daya ikan merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources), namun tidak berarti eksploitasi dapat dilakukan tanpa perhitungan yang baik. Demi menjamin keberkelanjutan sumber daya ikan maka laju upaya pemanfaatan tidak boleh melampaui laju kemampuan daya pulihnya (Suman et al., 2017). Oleh sebab itu, penghitungan stok ikan harus dilakukan dengan baik dan akurat sehingga dapat ditentukan berapa jumlah kapal yang bisa diizinkan untuk melakukan penangkapan.

Saat ini, jumlah kapal penangkapan ikan yang menggunakan pukat labuh di Tanjungbalai Asahan tergolong besar sehingga diperlukan upaya pengendalian dalam proses penerbitan izin. Taurusman et al., (2021) menjelaskan bahwa pengendalian kapasitas (capacity) dan upaya (effort) penangkapan ikan merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif operasi penangkapan ikan terhadap ekosistem perairan.

Pengawasan harus tetap dilakukan untuk memastikan operasi penangkapan selalu mengikuti ketentuan yang berlaku.

Meskipun kepatuhan pukat apung saat ini sudah sangat baik, namun seiring waktu kemungkinan ternyadinya pelanggaran tetap ada. Pengawasan tidak semata-mata untuk melakukan penindakan, namun dapat juga sebagai upaya preventif (pencegahan) terjadinya pelanggaran. Nasution & Zulham (2013) menjelaskan bahwa adanya pengawasan dapat juga berdampak positif dalam bidang perekonomian, karena sumber daya ikan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh nelayan dan pemerintah.

SIMPULAN

Simpulan dari penelitian mengenai karakteristik dan kepatuhan unit penangkapan ikan pukat labuh di

(8)

262 Tanjungbalai Asahan, Sumatera Utara adalah

1. Pukat labuh di Tanjungbalai Asahan termasuk dalam klasifikasi perangkap yang dipasang menetap di perairan dalam kurun waktu tertentu dengan menggunakan 2 (dua) unit jangkar besar, memanfaatkan arus pasang surut perairan, dan hasil tangkapan utama adalah teri; dan

2. Kepatuhan nelayan pukat labuh di Tanjungbalai Asahan sangat baik karena telah mengikuti semua ketentuan yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z., Redjeki, S., & Amabriyanto.

(2013). Studi Kebiasaan Makanan Ikan Layur (Trichiurus lepturus) di Perairan Pantai Bandengan Kabupaten Jepara dan di Perairan Tawang Weleri Kabupaten Kendal. Diponegoro Journal of Marine Research, 2(3), 95–103.

Adhitama, I., Amanwinata, R., & Affandi, H. (2018). Implementasi Kebijakan Pelarangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) Dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Jurnal Pembangunan Dan Kebijakan Publik, 8(2), 7–18.

Ardidja, S. (2010). Bahan Alat Penangkapan Ikan. STP Press.

Branch, T. A., Hilborn, R., Haynie, A. C., Fay, G., Flynn, L., Griffiths, J., Marshall, K. N., Randall, J. K., Scheuerell, J. M., Ward, E. J., & Young, M. (2006). Fleet dynamics and fishermen behavior: Lessons for fisheries managers. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences, 63(7), 1647–1668.

Gurukinayan, Z. A., Yunasfi, & A, M.

(2007). Kajian Aspek Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp) di Perairan Belawan Sumatera Utara. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara, 1(2004), 2234–2239.

Hasan, I. (2012). Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif). PT.

Bumi Aksara.

Hermawanto, Syofyan, I., & Isnaniah.

(2016). Studi Konstruksi Alat Tangkap Pukat Teri di KM. Inkamina Desa Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara Sumatera Utara. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, 1–8.

Kusdiantoro, K., Fahrudin, A., Wisudo, S.

H., & Juanda, B. (2019). Perikanan Tangkap Di Indonesia: Potret Dan Tantangan Keberlanjutannya. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan, 14(2), 145.

Laisa, D. D., Sayekti, W. D., & Adia, N.

(2013). Analisis Harga Pokok Produksi dan Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Ikan Teri Nasi Kerinh di Pulau Pasaran Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. JIIA, 1(2), 98–104.

Menteri Kelautan dan Perikanan Negara Republik Indonesia. (2020). Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas. Kementerian Kelautan Dan Perikanan, 1–56.

Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia. (2010). Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep.06/Men/2010. 30.

Musaddun, A., Kusumastanto, T., & Kamal, M. M. (2011). Analysis Of Fisherfolk Perception On Sustainable Fisheries Resources Management At The Karimunjawa National Park. Jurnal Tata Loka, 13(1), 70–81.

Nasution, Z., & Zulham, A. (2013).

Prakiraan Dampak Ancaman Dan Gangguan Dalam Perikanan Tangkap dan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Jurnal Kebijakan Sosek KP, 3(1), 67–76.

PSDKP Asahan, Satuan . (2020). Laporan Kedatangan dan Keberangkatan Kapal Perikanan Tahun 2020.

(9)

263 Rahayu, E. T., Hendrik, & Zulkarnain.

(2016). Analisis Produksi dan Distribusi Usaha Pengolahan Ikan Teri Nasi (Stolephorus commersoni) di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, 4(1), 1–11.

Rauf, F. H., Tangke, U., & Namsa, D.

(2019). Dinamika Populasi Ikan Teri (Stolephorus sp) yang di Daratkan di Pasar Higienis Kota Ternate. Jurnal Biosainstek, 1(01), 1–9.

Sawon. (2005). Teknik Penangkapan dan Hasil Tangkapan Pukat Apung Teri di Perairan Selat Malaka. Buletin Teknik Litkayasa Sumber Daya Dan Penangkapan, 3, 27–31.

Suman, A., Irianto, H. E., Satria, F., &

Amri, K. (2017). Potensi Dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI) Tahun 2015 Serta Opsi Pengelolaannya. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia, 8(2), 97.

Sutono, D., & Susanto, A. (2016).

Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri di Perairan Pantai Tegal. Jurnal Perikanan Dan Kelautan, 6, 104–115.

Taurusman, A. A., Wiryawan, B., Besweni,

& Isdahartati. (2021). Dampak Penangkapan Terhadap Ekosistem:

Landasan Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan. ALBACORE, 4(1), 109–

118.

Gambar

Gambar  1.  Desain  Pukat  Labuh  ( Sumber  :  Sawon, 2005)
Gambar 2. Pukat Labuh saat diatas kapal  Metode Pengoperasian
Tabel  5.  Hasil  Tangkapan  Satu  Trip  Pukat  Labuh
Gambar 6. Hasil Tangkapan Sampingan  Pukat Labuh

Referensi

Dokumen terkait

5. Pelaksanaan administrasi Ditjen PSDKP.. Renstra tersebut disusun selaras dengan arah kebijakan strategis nasional bidang kelautan dan perikanan 2010-2014

2 DEFINISI Jumlah kapal perikanan baik KII maupun KIA yang diperiksa oleh Speedboat Pengawas lingkup Pangkalan PSDKP Jakarta hasil kegiatan operasi Speedboat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat: (1) memberikan masukan kepada peneliti dan laboratorium yang akan mengembangkan bibit kelapa kopyor melalui teknik kultur embrio

Kendala lain yang dihadapi dalam pembenihan kelapa adalah buah yang memiliki sifat rekalsitran, yaitu tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dikarenakan biji

intervening dari variabel pendapatan orang tua terhadap alokasi biaya pendidikan anak. Hal tersebut dapat terjadi karena orang tua berkeinginan

Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan

Kesimpulan dari rancangan penelitian ini adalah dengan memanfaatkan fasilitas multimedia dan beberapa aplikasi untuk membuat animasi, dan suara maka perancangan aplikasi multimedia

Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual Suami Terhadap Istri Menurut Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga antara lain ialah