BAB II DASAR TEORI
2.1 Batu bara
Batu bara merupakan sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan tanah gambut. Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lamanya waktu pembentukan yang disebut sebagai “maturitas organik” (World Coal Institute, 2009). Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki potensi sumber daya alam melimpah. Produksi batubara Indonesia akan mengalami kenaikan di masa yang akan datang. Prediksi kenaikan produksi batubara di Indonesia didominasi oleh batubara peringkat rendah (lignit) yaitu sekitar (60- 70)% dari total cadangan batubara. Batubara kualitas rendah belum banyak dieksploitasi karena masih mengalami kendala dalam transportasi dan pemanfaatan.
Batubara peringkat rendah mempunyai kandungan air total cukup tinggi sehingga nilai kalor menjadi rendah. Oleh karena itu diperlukan teknologi khusus, salah satunya adalah menggunakan teknologi gasifikasi dengan sistem fluidizedbed untuk memanfaatkan batu bara peringkat rendah agar dapat digunakan sebagai pengganti batubara peringkat tinggi yang cadangannya sudah mulai menipis.
Gambar 2.1 Batu Bara
2.1.1 Sifat-sifat Kimia Batubara
Sifat kimia dari batubara dapat digambarkan dari unsur yang terkandung di dalam batubara, antara lain sebagai berikut:
a. Karbon
Jumlah karbon yang terdapat dalam batubara bertambah sesuai dengan peningkatan derajat batubaranya, kenaikan derajatnya dari 60% hingga 100%.
Persentase akan lebih kecil daripada lignit dan menjadi besar pada antrasit dan hampir 100% dalam grafit. Unsur karbon dalam batubara sangat penting peranannya sebagai sumber panas. Karbon dalam batubara tidak berada dalam unsurnya tetapi dalam bentuk senyawa. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah karbon yang besar yang dipisahkan dalam bentuk zat terbang.
b. Hidrogen
Hidrogen yang terdapat dalam batubara berangsur-angsur habis akibat evolusi metan. Kandungan hidrogen dalam liginit berkisar antara 5%, 6% dan 4.5% dalam batubara berbitumin sekitar 3% hingga 3,5% dalam antrasit.
c. Oksigen
Oksigen yang terdapat dalam batubara merupakan oksigen yang tidak reaktif.
Sebagaimana dengan hidrogen kandungan oksigen akan berkurang selama evolusi atau pembentukan air dan karbondioksida. Kandungan oksigen dalam lignit sekitar 20% atau lebih. Sedangkan dalam batubara berbitumin sekitar 4% hingga 10% dan sekitar 1,5% hingga 2% dalam batubara antrasit.
d. Nitrogen
Nitrogen yang terdapat dalam batubara berupa senyawa organik yang terbentuk sepenuhnya dari protein bahan tanaman asalnya dan jumlahnya sekitar 0,55% hingga 3%. Batubara berbitumin biasanya mengandung lebih banyak nitrogen daripada lignit dan antrasit.
e. Sulfur
Sulfur dalam batubara biasanya dalam jumlah yang sangat kecil dan kemungkinan berasal dari pembentuk dan diperkaya oleh bakteri sulfur. Sulfur dalam batubara biasanya kurang dari 4%, tetapi dalam beberapa hal sulfurnya bisa mempunyai konsentrasi yang tinggi. Sulfur terdapat dalam tiga bentuk, yaitu :
Sulfur Piritik (Piritic Sulfur), Sulfur Piritik biasanya berjumlah sekitar 20%
hingga 80% dari total sulfur yang terdapat dalam makrodeposit (lensa, urat, kekar, dan bola) dan mikrodeposit (partikel halus yang menyebar).
Sulfur Organik, Sulfur Organik biasanya berjumlah sekitar 20% hingga 80%
dari total sulfur, biasanya berasosiasi dengan konsentrasi sulfat selama pertumbuhan endapan.
Sulfat Sulfur, Sulfat terutama berupa kalsium dan besi, jumlahnya relatif kecil dari seluruh jumlah sulfurnya.
2.2 Biomassa
Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang berasal dari organisme yang belum lama mati (dibandingkan dengan bahan bakar fosil). Sumber-sumber biomassa yang paling umum adalah bahan bakar kayu, limbah dan alcohol. Biomassa sangat efektif sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan. Biomassa membentuk bagiannya sendiri melalui proses fotosintesis. Energi yang menggantikan bahan bakar fosil dapat diperoleh dari siklus, yaitu pembakaran biomassa, emisi kabondioksida, dan karbondioksida. Oleh karena itu, emisi karbondioksida dapat direduksi dengan cara mengganti bahan bakar fosil dengan biomassa.
Sumber energi biomassa pun mempunyai beberapa kelebihan antara lain merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat menjadi sumber energi dalam jangka waktu yang sangat lama dan berkesinambungan (sustainable).
2.2.1 Pemanfaatan Energi Biomassa
Dalam penelitian ini teknologi yang akan digunakan untuk mengkonversikan biomassa adalah teknologi konversi termokimia co-gasifikasi batubara dan biomassa pada sistem fluidized bed. Saat ini ada beberapa proses yang biasanya dipakai untuk memanfaatkan sumber energi berupa biomassa, berikut adalah contohnya.
1) Biobriket
Briket adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengkonversi sumber energi biomassa ke bentuk biomassa lain dengan cara dimampatkan sehingga bentuknya menjadi lebih teratur.
Gambar 2.2 Biobriket (Anonim,2013)
2) Pirolisis
Pirolisis adalah penguraian biomassa karena adanya panas pada suhu yang lebih dari 5000 C. Pirolisis juga diartikan sebagai dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen lainnya, di mana material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas.
Gambar 2.3 Proses pirolisis ( Anonim,2012)
3) Liquefaction
Liquefaction merupakan proses perubahan wujud dari gas ke cairan dengan proses kondensasi, biasanya melalui pendinginan, atau perubahan dari padat ke cairan dengan peleburan, bisa juga dengan pemanasan atau penggilingan dan pencampuran dengan cairan lain untuk memutuskan ikatan. Pada bidang energi liquefaction tejadi pada batu bara dan gas menjadi bentuk cairan untuk menghemat transportasi dan memudahkan dalam pemanfaatan.
Gambar 2.4 Direct Coal Liquefaction (US Department of Energy ,2001)
4) Biokimia
Pemanfaatan energi biomassa yang lain adalah dengan cara proses biokimia. Contoh proses yang termasuk ke dalam proses biokimia adalah hidrolisis, fermentasi dan an-aerobic digestion. An-aerobic digestion adalah penguraian bahan organik atau selulosa menjadi CH4 dan gas lain melalui proses biokimia. Adapun tahapan proses an-aerobic digestion adalah diperlihatkan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Skema Pembentukan Biogas
Selain anaerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomassa tergolong dalam konversi biokimiawi. Biomassa yang kaya dengan karbohidrat atau glukosa dapat difermentasi sehingga terurai menjadi etanol dan CO2. Akan tetapi, karbohidrat harus mengalami penguraian (hidrolisis) terlebih dahulu menjadi glukosa. Etanol hasil fermentasi pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi dan tidak sesuai untuk pemanfaatannya sebagai bahan bakar pengganti bensin. Etanol ini harus didestilasi sedemikian rupa mencapai kadar etanol di atas 99.5%.
2.2.2 Kandungan dalam Biomassa
Kandungan utama biomassa adalah karbon, oksigen, dan hidrogen. Ini ditunjukkan dalam Tabel 2.3. Pada tabel tersebut diperlihatkan komposisi dari berbagai jenis biomassa. Rumus kimia dari biomassa diwakili oleh CxHyOz, nilai koefisien dari x, y, dan z ditentukan dari jenis biomassa.
Tabel 2.3 Analisis Proximate dan Ultimate Beberapa Jenis Biomassa (Anonim,2007) Sample
Proximate analysis (wt,%, dry basis)
Ultimate analysis
(wt,%, dry basis) HHV (MJ/kg) Ash Volatile
matter
Fixed
Carbon C H N S O
Pine 0,2 86,3 13,5 45,2 6,3 0,1 0 48,2 20,0
Chestnut 0.4 82,1 17,5 45,5 5,7 0,2 0 48,2 19,1
Untuk menentukan sistem energi biomassa, kandungan energi setiap jenisnya harus ditentukan terlebih dahulu. Nilai kalor seringkali digunakan sebagai indikator kandungan energi yang dimiliki setiap jenis biomassa. Nilai kalor adalah jumlah panas yang dihasilkan saat bahan menjalani pembakaran sempurna atau dikenal sebagai kalor pembakaran. Nilai kalor ditentukan melalui rasio komponen dan jenisnya serta rasio unsur di dalam biomassa itu sendiri (terutama kadar karbon).
2.2.3 Biomassa Bambu
Di Bali Tanaman bambu hidup di seluruh pedesaan, kadang-kadang ditemui berbaris membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang identik dengan batas desa di Bali. Penduduk desa sering menanam bambu disekitar rumahnya untuk berbagai keperluan. Bermacam-macam jenis bambu bercampur ditanam di pekarangan rumah. Pada umumnya yang sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia adalah bambu tali, bambu petung, bambu andong dan bambu hitam.Seperti halnya tebu, bambu mempunyai ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini pula tumbuh akar-akar sehingga pada bambu dimungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya.
Eucalyptus 0,5 84,,6 14,9 46,8 6,1 0,1 0 46,5 19,5 Cellulose residue 1,3 87,7 11,0 41,0 6,4 0,3 0 51,0 17,6 Coffee husks 4,5 79,4 16,1 43,2 6,3 2,6 0,2 43,2 20,1 Grape waste 7,5 67,9 24,6 50,0 6,0 2,0 0,1 34,4 22,1 Almond shells 1,2 79,3 19,5 49,2 6,0 0,2 0 43,4 19,7 Olive stones 0,6 81,4 18,0 50,6 6,1 0,1 0 42,6 19,0 Olive oil waste 7,1 77,3 15,7 48,9 6,2 1,4 0,2 36,2 21,6
Pet coke 0,6 12,6 86,8 87,2 4,1 1,5 5,4 1,2 35,2
High-volatile
bituminous coal 7,6 37,7 54,7 77,9 5,1 1,7 1,5 6,2 32,4
Gambar 2.6 Salah Satu Contoh Limbah Bambu Dari Sarana upakara
1. Sifat Dasar Bambu a. Anatomi
Kolom bambu terdiri atas sekitar 50% parenkim, 40% serat dan 10% sel penghubung (pembuluh dan sieve tubes) Dransfield dan Widjaja (1995). Sel penghubung lebih banyak ditemukan pada bagian dalam dari kolom, sedangkan serat lebih banyak ditemukan pada bagian luar. Sedangkan susunan serat pada ruas penghubung antar buku memiliki kecenderungan bertambah besar dari bawah ke atas sementara parenkimnya berkurang.
b. Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis dan mekanis merupakan informasi penting guna memberi petunjuk tentang cara pengerjaan maupun sifat barang yang dihasilkan. Hasil pengujian sifat fisis dan mekanis bambu telah diberikan oleh Ginoga (1977) dalam taraf pendahuluan. Pengujian dilakukan pada bambu apus (Gigantochloa apus Kurz.) dan bambu hitam (Gigantochloa nigrocillata Kurz.). Beberapa hal yang mempengaruhi sifat fisis dan mekanis bambu adalah umur, posisi ketinggian, diameter, tebal daging bambu, posisi beban (pada buku atau ruas), posisi radial dari luas sampai ke bagian dalam dan kadar air bambu.
Sifat fisis dan mekanis jenis bambu lainnya telah diinformasikan Hadjib dan Karnasudirdja (1986). Pengujian dilakukan pada tiga jenis bambu, yaitu bambu andong (Gigantochloa verticillata), bambu bitung (Dendrocalamus asper Back.) dan bambu ater (Gigantochloa ater Kurz.) Hasilnya menunjukkan bahwa bambu ater mempunyai berat jenis dan sifat kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan bambu bitung dan bambu andong.
c. Sifat Kimia
Penelitian sifat kimia bambu telah dilakukan oleh Gusmailina dan Sumadiwangsa (1988) meliputi penetapan kadar selulosa, lignin, pentosan, abu,
silika, serta kelarutan dalam air dingin, air panas dan alkohol benzen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar selulosa berkisar antara 42,4% – 53,6%, kadar lignin bambu berkisar antara 19,8% – 26,6%, sedangkan kadar pentosan 1,24% – 3,77%, kadar abu 1,24% – 3,77%, kadar silika 0,10% – 1,78%, kadar ektraktif (kelarutan dalam air dingin) 4,5% – 9,9%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air panas) 5,3% – 11,8%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam alkohol benzene) 0,9% – 6,9%. Hasil analisis kimia 5 jenis bambu terdapat pada tabel dibawah.
Tabel 2.4 Analisis kimia bambu (Gusmailina dan Sumadiwangsa (1988) No Jenis Bambu Selulsa
(%)
Lignin (%)
Pentosan (%)
Abu (%) Silica (%)
Kelarutan dalam (%) Air
dingin Air pans
Alkoh benzen
NaO H 1 Phyllostachys recticulata
(bambu madake)
48,3 22,2 21,2 1,24 0,54 5,3 9,4 4,3 24,5
2 Dendrocalamus asper (bamboo petung)
52,9 24,8 18,8 2,63 0,20 4,5 6,1 0.9 22,3
3 Gigantocloa nigrocilata (bambu batu)
52,1 24,9 19,3 2,75 0,37 5,2 6,4 1,4 25,1
4 Gigantochloa verticillata (bambu peting )
49,5 23,9 17,8 1,87 0,51 9,9 10,7 6,9 28,0
5 Ggigantochloa apus (bamboo batu)
52,1 24,9 19,3 2,75 0,37 5,2 6,4 1,4 25,1
2.1.2 Analisis proximate (karbon tetap)
Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara: analisis proximate. Untuk menganalisis seluruh elemen komponen batubara, padat atau gas dan analisis proximate menganalisis hanya fixed carbon, bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu. Analisis ultimate harus dilakukan oleh laboratorium dengan peralatan yang lengkap oleh ahli kimia yang terampil, sedangkan analisis proximate dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana.
a. Analisis proximate
Analisis proximate menunjukan persen berat dari fixed carbon, bahan mudah menguap, abu, dan kadar air dalam batubara. Analisis proximate untuk jenis batubara Indonesia diberikan dalam Tabel 2.5 dibawah.
Tabel 2.5 Analisis Proximate untuk Jenis Batu Bara Indonesia (Anonim,2002)
Parameter Batubara Indonesia
Kadar air 9,43
Abu 13,99
Bahan mudah menguap
(volatile matter) 29,79
Fixed Carbon 46,79
Bahan yang mudah menguap (volatile matter)
Bahan yang mudah menguap dalam batubara adalah metan, hidrokarbon, hydrogen, karbon monoksida, dan gas-gas yang tidak mudah terbakar, seperti karbon dioksida dan nitrogen. Bahan yang mudah menguap merupakan indeks dari kandungan bahan bakar bentuk gas di dalam batubara. Kandungan bahan yang mudah menguap berkisar antara 20% hingga 35%. Bahan yang mudah menguap:
Berbanding lurus dengan peningkatan panjang nyala api, dan membantu dalam memudahkan penyalaan batubara.
Mengatur batas minimum pada tinggi dan volume tungku.
Mempengaruhi kebutuhan udara sekunder dan aspek-aspek distribusi.
Mempengaruhi kebutuhan minyak bakar sekunder.
Untuk mencari kandungan volatile matter dilakukan dengan memanaskan sampel bahan bakar pada temperatur 950 OC + 20 OC selama 12 menit. Jumlah kandungan volatile dapat dihitung dengan persamaan:
% = − % ………. (2.2)
Kadar abu
Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungannya berkisar antara 5% hingga 40%. Efek dari abu adalah:
Mengurangi kapasitas handling dan pembakaran.
Meningkatkan biaya handling.
Mempengaruhi efisiensi pembakaran dan efisiensi boiler.
Menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan.
Sampel bahan bakar dari pengujian moisture dipanasakan kembali pada temperatur 700-750 OC selama 1,5 jam untuk mendapatkan nilai kandungan abu/ash. Jumlah kandungan abu dapat dihitung dengan persamaan:
ℎ = 100(%)……… (2.3)
Kadar air
Kadar air (moisture) adalah kandungan air pada bahan bakar padat.
Semakin besar kandungan air yang terdapat pada bahan bakar padat, maka nilai kalornya semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Kadar air akan menurunkan kandungan panas per kg batubara, dan kandungannya berkisar antara 0,5 hingga 10%. Kadar air menyebabkan:
Meningkatkan kehilangan panas, karena penguapan dan pemanasan berlebih dari uap.
Membantu pengikatan partikel halus pada tingkatan tertentu.
Membantu radiasi transfer panas.
Cara pengujian kadar air adalah dengan cara memanaskan sampel bahan bakar pada temperatur 105-110 OC selama 1 jam. Agar mendapatkan nilai kandungan moisture digunakan persamaan:
% = 100 (%)………. (2.4)
Kadar Sulfur
Pada umumnya berkisar pada 0,5 hingga 0,8%. Efek dari kadar sulfur antara lain:
Mempengaruhi kecenderungan teradinya penggumpalan dan penyumbatan.
Mengakibatkan korosi pada cerobong dan peralatan lain seperti pemanas udara dan economizers.
Membatasi suhu gas buang yang keluar.
b. Analisis ultimate
Analsis ultimate menentukan berbagai macam kandungan kimia unsur- unsur seperti karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dll. Analisis ultimate untuk berbagai jenis batubara diberikan dalam tabel berikut.
Tabel 2.6 Analisis Ultimate Batubara (Anonim,2002)
Parameter Batubara Indonesia, %
Kadar Air 9,43
Bahan Mineral (1,1 x Abu) 13,99
Karbon 58,96
Hidrogen 4,16
Nitrogen 1,02
Sulfur 0,56
Oksigen 11,88
2.3 Analisis Nilai Kalor Batu Bara dan Biomassa
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nilai kalor yang mampu dibangkitkan dari setiap sampel bahan bakar yang diuji menggunakan bom kalori meter. Hasil pengukuran diperoleh dari selisih pengukuran T1 dan T2 antara asam benzoat (benzoid acid). Nilai kalor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
= ( ) ∆ ( ( )
) = ⋯ ( )….……...……….(2.5)
Dimana :
c = kalor jenis
= Massa sampel
∆ = Selisih suhu asam benzoate
Tabel 2.7 Analisis Khusus dan Nilai Kalor dari Biomassa, Batubara, dan Gambut (Anonim,2007)
Kategori Biomassa Kadar air*
(% bobot)
Bahan organik (% berat
kering)
Abu**
(% bobot)
Besar nilai kalor (MJ/kg-kering)
Limbah
Pupuk kandang sapi 20-70 76,5 23,5 13,4
Padatan bio (biosolid)
teraktivasi 90-97 76,5 23,5 18,3
Bahan bakar yang diperoleh dari sampah, Refuse-derived fuel (RDF)
15-30 86,1 13,9 12,7
Serbuk gergaji 15-60 99,0 1,0 20,5
Tanaman perairan
Rumput laut cokelat
Raksasa 85-97 54,2 45,8 10,3
Eceng gondok 85-97 77,3 22,7 16,0
Tanaman kayu
Kayu putih 30-60 97,6 2,4 18,7
Hibrid poplar 30-60 99,0 1,0 19,5
Sycamore 30-60 99,8 0,2 21,0
Turunan
Kertas 3-13 94,0 6,0 17,6
Kulit pinus 5-30 97,1 2,9 20,1
Jerami 5-15 80,8 19,2 15,2
Batu bara Bitumen Illinois 5-10 91,3 8,7 28,3
Gambut Teki reed 70-90 92,3 7,7 20,8
* Kadar air ditentukan dari kehilangan bobot setelah pengeringan pada suhu 105o C di bawah tekanan atmosfer.
** Kadar abu ditentukan dari bobot residu (oksida logam) stelah pemanasan pada suhu 800 oC.
Gambar 2.8 Bom Kalorimeter
2.4 Pasir Silika
Pasir silika adalah salah satu mineral yang umum ditemukan di kerak kontinen bumi. Mineral ini memiliki struktur kristal heksagonal yang terbuat dari silika trigonal terkristalisasi (silikon dioksida, SiO2), dengan skala kekerasan Mohs 7 dan densitas 2,65 g/cm³. Bentuk umum kuarsa adalah prisma segi enam yang memiliki ujung piramida segi enam.
Pasir kuarsa Atau Pasir Silika mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Fe2O3, Al2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening atau warna lain bergantung pada senyawa pengotornya, kekerasan 7 (skala Mohs), berat jenis 2,65, titik lebur 17150 oC, bentuk kristal hexagonal, panas sfesifik 0,185, dan konduktivitas panas 12 – 1000 oC.
Material hamparan (bed material) yang digunakan pada gasifikasi sirkulasi fluidized bed sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya proses fluidisasi yang dihasilkan. Material hamparan adalah suatu jenis bahan yang digunakan pada sistem gasifikasi sirkulasi fluidized bed sebagai media fluidisasi dan media penyimpanan panas. Pada gasifikasi sirkulasi fluidized bed, material hamparan ini akan difluidisasi dengan menggunakan dorongan agen gasifikasi seperti udara, oksigen, uap atau campurannya.
Pasir silika memiliki titik lebur yang tinggi sampai mencapai 18000 , sehingga sangat cocok digunakan untuk aplikasi gasifikasi sirkulasi fluidized bed.
Disamping untuk material hamparan pada gasifikasi sirkulasi fluidized bed, pasir silika banyak digunakan dalam industri semen, gelas, pengecoran besi baja, keramik dan lain-lain.
Gambar 2.9 Pasir Silika
2.5 Co-firing
Co-firing merupakan suatu proses pembakaran dua material yang berbeda secara bersamaan. Dengan menggunakan co-firing, emisi dari pembakaran suatu bahan bakar fosil dapat dikurangi. Co-firing merupakan salah satu metode alternatif untuk mengubah biomassa menjadi tenaga listrik, yaitu dengan cara subsitusi sebagian batubara dengan biomassa di dalam suatu coal boiler. Biomassa dikenal sebagai zero CO2 emssion, dengan kata lain tidak menyebabkan akumulasi CO2 di atmosfer dan biomassa juga mengandung lebih sedikit sulfur jika dibandingkan dengan batubara. Oleh karena itu, co-firing batubara dan biomassa menyebabkan menurunnya emisi CO2 dengan jumlah polutan NOx dan SOx dari bahan bakar fosil.
2.6 Co-gasifikasi
Co-gasifikasi adalah suatu proses konversi bahan bakar padat menjadi gas menggunakan dua material yang berbeda, dimana udara yang diperlukan lebih rendah dari udara yang digunakan untuk proses pembakaran. Selama proses gasifikasi reaksi kimia utama yang terjadi adalah endotermis (diperlukan panas luar selama proses berlangsung). Produk yang dihasilkan dapat dikategorikan menjadi tiga bagian utama, yaitu padatan, cairan (termasuk gas yang dapat dikondensasikan) dan gas permanen.
Beberapa keunggulan dari teknologi co-gasifikasi yaitu :
Mampu memproses dua bahan bakar sekaligus
Mampu menghasilkan produk gas yang konsisten yang dapat digunakan sebagai gas bahan bakar untuk pembangkit listrik dan sebagainya.
Mampu mengubah sampah yang bernilai rendah menjadi produk yang bernilai tinggi
Mampu mengurangi jumlah sampah padat.
Gas yang dihasilkan tidak mengandung furan dan dioxin yang berbahaya.
Untuk melangsungkan gasifikasi diperlukan suatu reaktor. Reaktor tersebut dikenal dengan nama gasifier. Ketika gasifikasi dilangsungkan, terjadi kontak antara bahan bakar dengan agen penggasifikasi di dalam gasifier. Kontak antara bahan bakar dengan medium tersebut menentukan jenis gasifier yang digunakan. Secara umum pengontakan bahan bakar dengan agen penggasifikasi pada gasifier dibagi menjadi tiga jenis, yaitu entrained bed, fluidized bed dan fixed/moving bed(Badeau dan Levi, 2009)
Gambar 2.11 Gasifikasi (Anonim,2007)
2.6.1 Parameter–Parameter Penting dalam Proses Gasifikasi
Parameter–parameter penting yang harus dipertimbangkan dalam proses gasifikasi, yaitu :
1) Temperatur gasifikasi
Temperatur gasifikasi harus tinggi karena dalam tahap pertama gasifikasi adalah pengeringan untuk menguapkan kandungan air dalam batu bara dan biomassa agar menghasilkan gas yang bersih. Temperatur yang tinggi juga dapat berpengaruh dalam menghasilkan gas yang mudah terbakar. Sehingga untuk mempertahankan temperatur, maka tangki reaktor diisolasi dengan bata tahan api agar tidak ada panas yang keluar ke lingkungan sehingga efisiensi reaktor menjadi baik.
2) Spesific Gasification Rate (SGR)
SGR mengidikasikan banyaknya biomassa rata-rata yang dapat tergasifikasi dalam gasifier. Jika SGR semakin besar maka proses gasifikasi tidak berjalan secara sempurna, sebaliknya jika SGR semakin kecil maka proses gasifikasi berjalan lambat. SGR dapat dihitung dengan cara :
SGR =
………(2.6)
3) FCR (Fuel Consumtion Rate)
Biomassa yang dibutuhkan pada proses gasifikasi dapat dihitung menggunakan rumus:
FCR =
………(2.7)
=
………..……….………(2.8)
4) GFR (Gas Fuel Ratio).
GFR (Gas Fuel Ratio) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
GFR = ..………...(2.9)
5) % Char
% char adalah perbandingan banyaknya arang yang dihasilkan dengan banyaknya biomassa yang dibutuhkan. % char dapat dihitung menggunakan rumus :
% char =
100%
……...……….………...(2.10)6) Waktu konsumsi bahan bakar
Hal ini mengacu pada total waktu yang dibutuhkan untuk benar-benar mengubah gas dari bahan bakar padat di dalam reaktor, termasuk waktu untuk menyalakan bahan bakar dan waktu untuk menghasilkan gas, ditambah waktu untuk membakar semua bahan bakar dalam reaktor. Kepadatan dari bahan bakar padat(ρ), volume reaktor (Vr), dan konsumsi bahan bakar (FCR) adalah faktor yang digunakan dalam menentukan total waktu untuk mengkonsumsi bahan bakar padat dalam reaktor. Seperti ditunjukkan di bawah, ini dapat dihitung menggunakan rumus :
T= ………...……..(2.11)
dimana:
FCR =Fuel Consumption Rate (kg/hr) T = Waktu konsumsi bahan bakar (hr)
= Massa jenis Bahan bakar (kg/m3)
7) Jumlah udara dibutuhkan untuk gasifikasi
Hal ini mengacu pada laju aliran udara yang diperlukan untuk mengubah bahan bakar padat menjadi gas . Hal ini sangat penting dalam menentukan ukuran kipas angin atau blower yang dibutuhkan untuk reaktor digasifying. Seperti ditunjukkan, ini dapat hanya ditentukan dengan menggunakan tingkat konsumsi bahan bakar (FCR), udara stoikiometri dari bahan bakar, dan rasio ekuevalensi(Ɛ) untuk gasifying 0,3 sampai 0,4. Seperti ditunjukkan, ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
AFR= ….….………..(2.12)
dimana:
AFR = Air Fuel Rate (tingkat aliran udara) (m3/jam) FCR = Fuel Consumption Rate (kg/jam)
= Massa jenis udara (1,25 kg/m3) ε = Rasio ekuivalensi (0,3-0,4)
SA = Udara stoikiometri dari bahan bakar padat 2.6.2 Jumlah Udara Pembakaran
Jika susunan bahan bakar diketahui, maka dapat dihitung jumlah kebutuhan udara pembakaran. Sebelum menghitung kebutuhan udara pembakaran, terlebih dahulu menghitung oksigen yang diperlukan untuk setiap kandungan C dan H yang mengikat oksigen dalam pembakaran.
Karbon (C) terbakar sempurna menjadi CO2 menurut persamaan:
C + O2 → CO2
12 kg C + 32 kg O2 →44 kg CO2
1kg C + 32/12 O2 → 44/12 CO2
1kg C + 2,67 O2 →3,67 CO2……….(2.15) Hidrogen (H) terbakar menjadi H20 menurut persamaan:
4 H + O2 → 2H2O
4 kg H + 32 O2 → 36 kg H2O
1kg H + 8kg O2 → 9 kg H2O ………(2.16) Belerang (S) terbakar berdasarakan persamaan:
S + O2 → SO2
32 kg S + 32 kg O2 → 64 kg SO2
1 kg S + 1 kg O2 → 2 kg SO2 ……….(2.17)
2.6.3 Efisiensi Proses Gasifikasi
Parameter-parameter yang mempengaruhi efisiensi gasifier antara lain, kandungan moisture, temperatur udara masuk, dan heat loss. Dapat disimpulkan bahwa kandungan moisture bahan bakar semakin tinggi, nilai kalor syngas semakin rendah, dengan kata lain efisiensi gasifikasi semakin kecil dengan tingginya kandungan moisture bahan bakar. Untuk pengaruh temperatur udara masuk, semakin tinggi temperatur udara masuk gasifier akan menaikkan efisiensi gasifikasi.
Sedangkan pengaruh besarnya heat loss, semakin kecil heat loss semakin besar pengaruhnya terhadap efisiensi gasifikasi.
Pengaruh temperatur dan besarnya nilai dari equivalen ratio gasifikasi juga mempengaruhi efisiensi gasifikasi. Untuk bahan bakar biomassa dengan nilai persentase karbon yang rendah, temperatur gasifikasi dikondisikan pada 782oC - 927oC pada ekuivalen ratio 0,244 - 0,295. Pada equivalen ratio yang lebih rendah, jumlah udara menjadi berlimpah menjadikan panas banyak terbuang, efisiensi gasifikasi turun. Untuk memastikan semua karbon bereaksi, temperatur harus tinggi
> 927oC dan equivalen ratio 0,4. Pada kondisi tersebut persentase tar yang dihasilkan sangat tinggi. Ada dua cara untuk mengatasi hal tersebut, yaitu memanaskan udara masuk gasifier dan memperlama waktu tinggal (residence time) produk gas.
Efisiensi bahan bakar tergasifikasi (
ɳ
bb ) dapat dihitung dengan persamaan:ɳ
bb= berat bahan bakar tergasi ikasi
berat bahan bakar awal
x 100 %…...(2.23)
Efisiensi gas hasil gasifikasi dapat dihitung dengan cara dan persamaan berikut:
Mencari N2 yang disupply dari udara yang mana mengandung sekitar 78%:
Supply N2 Udara = 0,769 x SA ………...(2.24)
Mencari total nitrogen yang diproduksi udara dan bahan bakar :
Total Nitrogen =
…(2.25)
Mencari jumlah gas nitrogen yang diproduksi:
Produksi Nitrogen =
……...(2.26)
Mencari energi output dari gas mampu bakar:
Energi output gas =Produksi Nitrogen x gas pada hasil gasifikasi x HHVgas...(2.27)
Mencari total energi output dari gas mampu bakar (CO, H2 dan CH4)
Energi output= energi output CO + energi output H2 + energi output CH4…….(2.28)
Mencari total energi input dari bahan bakar:
Energi Input = nilai kalor bahan bakar ………..(2.29)
Mencari effisiensi gas hasil gasifikasi (ηg )
η
g =x 100% ……….(2.30)
Tabel 2.5 Higher Heating Value (HHV) dan Lower Heating Value (LHV) Gas mampu Bakar
Gas Higher Heating Value (MJ/kg mol) Lower Heating Value (MJ/kg mol)
CO 282,99 282,99
H2 285,84 241,83
CH4 890,36 802,34
2.6.4 Pembakaran Bahan Bakar Pada Proses Gasifikasi
Bila di dalam 1 kg bahan bakar yang terdiri dari C kg karbon, H kg Hidrogen, O kg Oksigen, S kg Belerang, N kg Nitrogen, A kg abu, W kilogram air maka dapat dihitung nilai pembakaran atau heating value dari bahan bakar tersebut, yaitu jumlah panas yang dihasilkan dari pembakaran yang sempurna dari 1kg bahan bakar yang dimaksud. Berdasarkan buku ketel uap (Djokosetyardjo, 1989
2.7 Fluidisasi
Fluidisasi merupakan salah satu teknik pengontakan fluida baik gas maupun cairan dengan butiran padat. Pada fluidisasi, kontak antara fluida dengan partikel padat dapat terjadi dengan baik karena permukaan kontak yang luas.
Bila cairan atau gas dilewatkan pada hamparan partikel padat dengan kecepatan yang rendah, maka hamparan tidak akan bergerak, apabila kecepatan fluida yang melewati hamparan dinaikan maka perbedaan tekanan disepanjang hamparan akan meningkat pula. Pada saat perbedaan tekanan sama dengan berat hamparan dibagi luas penampang. Pada saat itu hamparan mulai bergerak dan melayang-layang keatas. Partikel-partikel padat ini akan bergerak-gerak dan
mempunyai perilaku seperti fluida. Keadaan seperti ini dikenal dengan hamparan terfluidisasikan (fluidized bed).
2.7.1 Jenis-Jenis Fluidisasi
1. Fluidisasi Partikulat (Particulate Fluidization)
Fluidisasi partikulat adalah jenis fluidisasi yang menggunakan zat cair sebagai fluidanya. Proses ini bercirikan ekspansi hamparan yang cukup besar tetapi seragam pada kecepatan yang tinggi.
Ketika fluida cairan seperti air dan padatannya berupa kaca, gerakan partikel pada saat terfluidisasi terjadi dalam ruang sempit dalam hamparan. Seiring dengan bertambahnya kecepatan fluida dan penurunan tekanan, maka hamparan akan terekspansi dan gerakan dan pergerakan partikel semakin cepat. Jalan bebas rata-rata suatu partikel diantara tubrukan-tubrukan dengan partikel akan bertambah besar dengan meningkatnya kecepatan fluida, dan akibatnya porositas hamparan akan meningkat pula. Ekspansi dari hamparan ini akan di ikuti dengan meningkatnya kecepatan fluida sampai setiap partikel bertindak sebagai suatu individu.
Gambar 2.12 Particulate Fluidization ( Anonim,2007)
1. Fluidisasi Gelembung (Bubbling Fluidization)
Fluidisasi gelembung adalah jenis gasifikasi yang menggunakan udara sebagai fluidanya. Hamparan zat padat yang terfluidisasi di dalam udara biasanya menunjukan fluidisai yang dikenal sebagia fluidisasi agregative. Fluidisasi ini terjadi jika kecepatan superficial gas diatas kecepatan fluidisasi minimum. Bila kecepatan superficial gas diatas kecepatan jauh lebih besar dari Umf kebanyakan gas itu mengalir melalui hamparan dalam bentuk gelembung, dan hanya sebagian kecil gas itu mengalir dalam saluran-saluran yang terbentuk diantara partikel. Partikel itu bergerak tanpa aturan dan didukung oleh fluida tetapi diruang-ruang antara gelembung fraksi kosong kira-kira sama dengan kondisi awal fluidisasi. Gelembung yang terbentuk berperilaku hampir seperti gelembung udara dalam air, atau gelembung uap dalam zat cair yang mendidih (hamparan didih).
Ukuran rata-rata gelembung itu bergantung pada jenis dan ukuran partikel, jenis plat distributor, kecepatan superficial, dan tebalnya hamparan. Gelembung- gelembung yang beriringan lalu bergerak ke puncak terpisah oleh zat padat yang
seakan-akan sumbat. Peristiwa tersebut di kenal peristiwa “penyumbatan” (slugging) dan biasanya hal ini tidak dikehendaki karena mengakibatkan karena adanya fluktuasi tekanan dalam hamparan, meningkatkan zat padat yang terbawa ikut dan menimbulkan kesulitan jika kita ingin memperbesar skalanya di unit-unit yang lebih besar.
Gambar 2.13 Bubbling Fluidization (anonim,2007)
2.7.2 Gasifikasi Fluidized Bed
Gasifikasi fluidized bed merupakan konversi bahan bakar padat menjadi gas dengan menggunakan gasifikasi sebagai pencampur bahan bakar dan biomassa sehingga kedua bahan tersebut berperilaku seperti fluida. Gasifikasi fluidized bed dioperasikan dengan cara memfluidisasi partikel bahan bakar dengan gas pendorong yang berupa udara/oksigen, Pada gasifikasi fluidized bed, gas pendorong yang umum digunakan adalah udara. Pada gasifier jenis ini, udara dan bahan bakar tercampur pada hamparan yang terdiri dari padatan inert berupa pasir. Keberadaan padatan inert tersebut sangat penting karena berfungsi sebagai medium penyimpan panas.
Gasifikasi fluidized bed dioperasikan dengan suhu yaitu 800-1000 . Suhu operasi tersebut berada di bawah suhu leleh abu, sehingga penghilangan abu yang dihasilkan pada gasifikasi jenis ini lebih mudah. Hal inilah yang menyebabkan gasifikasi fluidized bed dapat digunakan pada pengolahan bahan bakar dengan abu tinggi sehingga rentang penerapan gasifikasi fluidized bed lebih luas daripada gasifikasi jenis lainnya.
2.7.3 Circulation Fluidized Bed
Cyclone merupakan unit utama yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi gasifikasi dengan jalan membakar kembali melalui proses sirkulasi. Gas panas dan tar, debu bercampur kembali ke reaktor. Siklon ini menggunakan gaya sentrifugal untuk memisahkan padatan dari gas dengan mengarahkan aliran gas menuju jalur melingkar. Karena pengaruh gaya inersia, partikel tidak akan mampu mengikuti jalur tersebut sehingga akan terpisahkan dari aliran gas.
Meskipun secara fisik pemisahan partikel cukup kompleks, filter cyclone dengan kinerja yang sudah diprediksikan sebelumnya dapat dirancang menggunakan teknologi teoritis dan empiris yang sudah dikembangkan selama ini.
Pada penggunaannya, Circulation Fluidized Bed (CFB) lebih unggul daripada Bubbling Fluidized Bed (BFB). Hal ini disebabkan oleh :
Adanya saluran sirkulasi (cyclonic) yang memungkinkan pengolahan kembali bahan bakar yang belum terkonversi. Dengan adanya saluran sirkulasi tersebut, waktu tinggal bahan bakar di dalam gasifier lebih lama sehingga memungkinkan bahan bakar terkonversi sempurna.
Laju alir udara yang digunakan pada CFB lebih besar, dibandingkan dengan kecepatan yang digunakan pada BFB. Hal ini menyebabkan kecepatan kontak antara gas dengan padatan yang terjadi pada CFB tinggi sehingga pencampuran massa dan perpindahan panas yang terjadi lebih baik daripada BFB.
Gambar 2.14 Skema Reaktor Circulated Fulidized Bed (Sumber:Klein, 2003)
2.7.4 Gasifier berdasarkan Mode Fluidisasi
Berdasarkan mode fluidisasinya, jenis gasifier dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yakni gasifier hamparan tetap (fixed bed gasifier), gasifier hamparan bergerak (moving bed gasifier), gasifier hamparan terfluidakan (fluidized bed gasifier), dan entrained flow gasifier, pada penelitian yang saya lakukan jenis gasifier yang digunakan adalah fluidized bed gasifier.
Updraft Gasifier
Pada gasifier jenis ini, udara masuk melalui bawah gasifier melalui grate.
Aliran udara ini berlawanan arah (counter current) dengan alilran bahan bakar yang masuk dari bagian atas gasifier. Gas produser yang dihasilkan keluar melalui bagian atas gasifier sedangkan abu diambil pada bagian bawah gasifier. Reaksi pembakaran pada gasifier ini terjadi di dekat grate kemudian diikuti reaksi kemudian diikuti reaksi reduksi (proses gasifikasi). Reaksi reduksi akan menghasilkan gas bertemperatur tinggi. Gas hasil reaksi (gas produser) tersebut bergerak ke bagian atas gasifier menembus hbahan bakar menuju daerah yang bertemperatur lebih rendah.
Pada saat menembus hamparan bahan bakar, gas produser akan kontak dengan bahan bakar yang turun sehingga terjadi proses pirolisis dan pertukaran panas antara gas dan bahan bakar. Panas sensible yang diberikan gas digunakan bahan bakar untuk pemanasan awal dan pengeringan bahan bakar. Proses pirolisis dan pengeringan tersebut terjadi pada bagian atas gasifier. Updraft gasifier mencapai efisiensi tertinggi ketika gas panas yang dihasilkan meninggalkan gasifier pada temperatur rendah.
Updraft gasifier memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan yang dimiliki oleh updraft gasifier adalah tingginya jumlah uap tar yang terkandung didalam gas keluaran dan kemampuan gas produser membawa muatan rendah. Selain itu ada kemungkinan terjadinya channeling. Sedangkan keuntungan menggunakan updraft gasifier adalah mekanismenya sederhana, arang (charcoal) habis terbakar, suhu keluaran rendah dan efisiensi tinggi.
Gambar 2.14 Updraft Gasifier
2.7.5 Dasar Proses Gasifikasi Fluidized Bed 1 . Zona Pengeringan
Bahan bakar padat dimasukan ke dalam gasifier di atas. Hal ini tidak perlu menggunakan peralatan pengumpanan bahan bakar yang kompleks, karena sejumlah kecil kebocoran udara dapat ditoleransi di tempat ini. Sebagai akibat dari perpindahan panas dari bagian bawah gasifier, pengeringan bahan bakar biomassa terjadi di bagian bungker. Uap air akan mengalir ke bawah dan menambah uap air yang terbentuk di zona oksidasi. Bagian dari itu dapat direduksi menjadi hidrogen dan sisanya akan berakhir sebagai kelembaban dalam gas.
2 . Zona Pirolisis
Tidak seperti pembakaran, pirolisis terjadi pada tempat yang tidak terdapat oksigen, kecuali dalam kasus di mana oksidasi parsial diperbolehkan untuk menyediakan energi termal yang dibutuhkan untuk proses gasifikasi. Terdapat tiga variasi pirolisis.
1) mild pyrolysis 2) slow pyrolysis 3) fast pyrolysis
Pada pirolisis melokel besar hydrocarbon dipecah menjadi partikel kecil hydrocarbon. Fast pyrolysis hasil utamanya adalah bahan bakar cair, slow pyrolysis menghasilkan gas dan arang. Mild pyrolysisyang saat ini sedang dipertimbangkan untuk pemanfaatan biomassa yang efektif. Pada proses ini biomssa dipanaskan 200- 300 0C tanpa kontak dengan oksigen. Struktur kimia dari biomssa diubah, dimana menghasilakn carbon dioksida, carbon monoksida, air, asam asetat, dan methanol.
Mild pyrolysis meningkatkan densitas energi dari biomssa.
Pada suhu di atas 250°C, bahan bakar biomassa dimulai pyrolysing. Rincian pirolisis ini reaksi yang tidak dikenal, tetapi bisa menduga bahwa molekul-molekul besar (seperti selulosa, hemi - selulosa dan lignin ) terurai menjadi molekul berukuran sedang dan karbon (char) selama pemanasan bahan baku. Produk pirolisis mengalir ke bawah ke zona pemanasan pada gasifier. Beberapa akan dibakar di zona oksidasi, dan sisanya akan memecah bahkan molekul yang lebih kecil dari hidrogen, metana, karbon monoksida, etana, etilena, dll jika tetap berada dizona panas cukup lama. Jika waktu di zona panas terlalu pendek atau suhu terlalu rendah, maka molekul berukuran menengah dapat melarikan diri dan akan mengembun sebagai tar dan minyak, dalam suhu rendah bagian dari sistem. Secara umum reaksi yang terjadi pada pirolisis beserta produknya adalah:
biomassa char + tar + gases (CO2; CO; H2O; H2; CH4; CxHy) 3. Zona Oksidasi
Zona pembakaran (oksidasi) dibentuk pada tingkat di mana oksigen (udara) dimasukkan. Reaksi dengan oksigen mengakibatkan kenaikan tajam suhu sampai 1200-1500°C. Sebagaimana disebutkan di atas, fungsi penting dari zona oksidasi, selain penghasil panas, adalah untuk mengkonversi dan mengoksidasi hampir semua produk terkondensasi dari zona pirolisis. Untuk menghindari titik-titik dingin di zona oksidasi, kecepatan udara masuk dan geometri reaktor harus dipilih dengan baik.
Umumnya dua metode yang digunakan untuk mendapatkan suhu distribusi:
mengurangi luas penampang pada ketinggian tertentu dari reaktor
penyebaran nozel inlet udara di atas lingkar mengurangi cross-sectionalarea, atau alternatif menggunakan inlet udara sentral dengan perangkat penyemprotan.
Adapun reaksi kimia yang terjadi pada proses oksidasi ini adalah sebagai berikut : C + O2 CO2 + 406 (MJ/kmol)
H2 + ½ O2 H2O +242 (MJ/kmol) 4. Zona Reduksi
Produk reaksi dari zona oksidasi (gas panas dan bara arang ) bergerak turun ke zona reduksi. Di zona ini masuk panas sensible dari gas dan arang dikonversi sebanyak mungkin menjadi energi kimia dari gas produser. Produk akhir dari reaksi kimia yang terjadi di zona reduksi adalah gas mudah terbakar yang dapat digunakan sebagai bahan bakar gas dalam pembakar dan setelah pembuangan abu dan pendinginan.
Abu yang dihasilkan dari gasifikasi biomassa kadang-kadang harus dibuang dari gasifier. Karena biasanya timbul perapian di dasar peralatan. Dan dengan demikian membantu untuk mencegah penyumbatan yang dapat menyebabkan obstruksi aliran gas. Berikut adalah reaksi kimia yang terjadi pada zona tersebut :
Boudart reaction:
C + CO2 2 CO – 172 (MJ/kmol) ...(2.19 Steam-carbon reaction :
C + H2O CO + H2 – 131 (MJ/kmol) ...(2.20)
Water-gas shift reaction:
CO + H2O CO2 + H2 + 41 (MJ/kmol) ...(2.21)
CO methanation :
CO + 3 H2 – 206 (MJ/kmol) = CH4 + H2O...(2.22)
Boudouard reaction
Boudouard reaction merupakan reaksi antara karbon dioksida yang terdapat di dalam gasifier dengan arang untuk menghasilkan CO.
Shift conversion
Shift conversion merupakan reaksi reduksi karbon monoksida untuk memproduksi hidrogen. Reaksi ini dikenal sebagai water-gas shift yang menghasilkan peningkatan perbandingan hidrogen terhadap karbon monoksida pada gas produser. Reaksi ini digunakan pada pembuatan gas sintetik.
Methannation
Methannation merupakan reaksi pembentukan gas metan.
2.7.6 Rumus-Rumus Umum Fluidisasi Rumus – Rumus Umum Fluidisasi
1) Volume dan Luas Permukaan Padatan Volume padatan:
Vs = (m3) .……….………..(2.23)
Luas permukaan padatan:
As
=
(m2) …..………..(2.23)dimana:
As = luas permukaan padatan (m2) Vs = volume padatan (m3)
φ = sphericity (faktor kebolaan) dm = diameter rata-rata (m) 2) Fraksi Ruang Kosong (voidage)
( ) = = 1 − = 1 − = 1 − /
/
(ms~mb)
( ) = 1 − ...(2.23)
3) Kecepatan Minimum Fluidisasi (Umf)
Langkah pertama adalah menentukan fraksi ruang kosong (εmf) yang terjadi di dalam bed (hamparan) dengan mengunakan persamaan sebagai berikut:
= , ……….……….(2.24)
dimana: φ = faktor kebolaan pasir silika
Selanjutnya adalah menentukan bilangan Archimedes (Ar) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Ar =
( )( ) ………..…….(2.25)
dimana: Ar = bilangan Archimedes
g = percepatan gravitasi bumi (m/detik) dp = diameter partikel pasir silika (m) ρg = densitas udara (kg/m3)
ρp = densitas pasir silika (kg/m3) μ = viskositas udara (kg/m.detik)
Bilangan Archimedes (Ar) ini akan digunakan untuk menentukan bilangan Reynolds (Remf) dengan menggunakan Ergun equation sebagai berikut:
= 150 ( ) + , ………...……...(2.26)
Setelah bilangan Reynolds dapat dihitung dengan rumus di atas, maka kecepatan minimum fluidisasi (Umf) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Umf = (m/s) …...……..………..……..(2.27)
4) Ekspansi Ketinggian Hamparan Fluidisasi (ΔHa) Kecepatan bubble (Ub) :
= − + 0,71 ………...….(2.28)
dimana: Ub = kecepatan bubble (m/detik) U = kecepatan fluidisasi
k = konstanta (1)
Umf = kecepatan minimum fluidisasi (m/detik) g = percepatan gravitasi bumi (9,81 m/s2) dB = diameter bubble (meter)
Ekspansi ketinggian hamparan fluidisasi (ΔHa) :
=
ΔHa = Ha – Hmf = (U – Umf) tbubble …….……….….(2.29) 2.8 Resikulasi/ Cyclonic
Cyclonic merupakan unit utama yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi gasifikasi dengan jalan membakar kembali melalui proses sirkulasi. Gas panas dan debu bercampur kembali ke reaktor. Siklon ini menggunakan gaya sentrifugal untuk memisahkan padatan dari gas dengan mengarahkan aliran gas menuju jalur melingkar. Karena pengaruh gaya inersia, partikel tidak akan mampu mengikuti jalur tersebut sehingga akan terpisahkan dari aliran gas. Meskipun secara fisik pemisahan partikel cukup kompleks, filter cyclon dengan kinerja yang sudah diprediksikan sebelumnya dapat dirancang menggunakan teknologi teoritis dan empiris yang sudah dikembangkan selama ini.
Cyclon (seringkali dirancang sebagai tube berbentuk U) umumnya digunakan sebagai langkah pembersihan gas yang paling pertama di sebagian besar sistem gasifikasi karena unit ini dipandang cukup efektif dan relatif murah untuk dibangun dan dioperasikan. Di dalam gasifier hamparan terfluidakan ataupun entrained bed, siklon merupakan bagian terintegrasi dalam perancangan reaktor yang digunakan untuk memisahkan material hamparan dan partikel lainnya dari aliran gas.
Partikel ini efektif untuk memisahkan partikel yang ukurannya lebih besar dan dapat dioperasikan pada rentang temperatur yang cukup besar. Batasan utamanya hanya pada segi bahan konstruksi. Siklon, seringkali dirancang dalam bentuk beberapa unit yang dipasang seri (multi-clones), dapat memisahkan >90% partikel berdiameter 5 Cm dengan penurunan tekanan minimum 0,01 atm. Pemisahan partikel dengan diameter 1-5 cm secara parsial juga masih memungkinkan, namun Siklon
menjadi tidak efektif untuk memisahkan partikel sub-micron. Karena siklon dapat dioperasikan pada temperatur tinggi, panas sensible dalam produk gas dapat dipertahankan.
Siklon juga dapat memisahkan tar yang terkondensasi dan material alkali dari aliran gas, namun bentuk uap dari kedua jenis kontaminan tersebut masih akan terbawa oleh aliran gas.
Gambar 2.15 Cyclonic (Anonim, 2007)
2.9 Fuel Feeder
Di dalam teknik pembakaran, bahan-bahan atau partikel padat yang digunakan kadangkala merupakan bahan padat yang berbahaya bagi manusia. Untuk itu diperlukan alat pemasukan bahan-bahan tersebut mengingat keterbatasan kemampuan manusia baik itu berupa kapasitas bahan yang akan diangkut maupun terhadap keselamatan kerja. Salah satu jenis alat pengangkut yang sering digunakan adalah conveyor yang berfungsi untuk mengangkut bahan-bahan industri yang berbentuk padat, sedangkan fuel feeder itu sendiri merupakan pengaplikasian dari konveyor dalam bentuk yang lebih kecil. Pemilihan alat pemasukan bahan bakar material padatan antara lain tergantung pada :
Kapasitas material yang ditangani
Jarak perpindahan material
Kondisi pengangkutan : horizontal, vertikal atau inklinasi
Ukuran (size), bentuk (shape) dan sifat material (properties)
Harga peralatan tersebut.
Feeder adalah sebuah konveyor yang berukuran pendek yang berfungsi untuk memasukkan bahan bakar menuju ruang bakar. Konveyor sekrup (screw conveyor) adalah jenis konveyor yang paling tepat untuk mengangkut bahan padat berbentuk kecil dan ringan. Pengunaanya dalam kapasitas pemindahan bahan bakar padat yang berukuran kecil dapat dimodifikasi dimensinya yang disebut screw conveyer feeder.
Alat ini pada dasarnya terbuat dari pisau yang mengelilingi suatu sumbu sehingga bentuknya mirip sekrup. Pisau berpilin ini disebut
adalah:
- Sectional flight - Helicoid flight
- Special flight, terbagi:
3.0 Laju Aliran Masa Laju alir massa waktu. Satuan SInya adalah
pound per detik. Simbol yang digunakan adalah
didefinisikan (Fluid Mechanics, M. Potter, D.C. Wiggart, Schuam's o McGraw Hill (USA), 1982
atau aliran massa m melalui permukaan per satuan waktu menunjukkan notasi Newton
skalar.
ya terbuat dari pisau yang mengelilingi suatu sumbu sehingga bentuknya mirip sekrup. Pisau berpilin ini disebut flight. Macam
Sectional flight
Special flight, terbagi:
Ribbon flight
Cut flight
Cast iron flight
Gambar 2.16 Screw Feeder
Laju Aliran Masa
aju alir massa adalah massa suatu substansi yang mengalir per
adalah kilogram per sekon, sedangkan di Amerika digunakan per detik. Simbol yang digunakan adalah (disebut "m-dot")
(Fluid Mechanics, M. Potter, D.C. Wiggart, Schuam's o McGraw Hill (USA), 1982)
……...(2.30) melalui permukaan per satuan waktu t. Overdot pada notasi Newton untuk turunan waktu. Karena massa merupakan besaran
ya terbuat dari pisau yang mengelilingi suatu sumbu sehingga . Macam-macam flight
suatu substansi yang mengalir per satuan , sedangkan di Amerika digunakan dot") Laju alir massa (Fluid Mechanics, M. Potter, D.C. Wiggart, Schuam's outlines,
...(2.30)
. Overdot pada m massa merupakan besaran