BUPATI NATUNA
PROVINSI KEPULAUAN RIAU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2021
TENTANG
PENYELENGGARAAN CADANGAN PANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NATUNA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
2. Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3902) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan dengan Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2008 Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999
tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4880);
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322);
8. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 188);
9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/PERMENTAN/OT.140/7/2010 tentang
Pedoman sistem kewaspadaan pangan dan gizi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 383);
10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/PERMENTAN/KN.130 Tahun 2018
tentang Penetapan Jumlah Cadangan Beras Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 383);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NATUNA dan
BUPATI NATUNA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN CADANGAN PANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Natuna.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Natuna.
3. Bupati adalah Bupati Kabupaten Natuna.
4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang men jadi kewenangan Daerah.
5. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan/atau pembuatan makanan dan minuman.
6. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
7. Cadangan Pangan Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat CPPD adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh Pemerintah Daerah.
8. Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik yang selanjutnya disebut Perum BULOG adalah sebuah lembaga pangan di Indonesia yang mengurusi tata niaga beras.
9. Cadangan Pangan Masyarakat yang selanjutnya disingkat CPM adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh masyarakat di tingkat pedagang, komunitas, dan rumah tangga.
10. Pangan Pokok adalah Pangan yang diperuntukkan sebagai makanan utama sehari-hari sesuai dengan potensi sumber daya dan kearifan lokal.
11. Rawan Pangan adalah kondisi suatu daerah, masyarakat atau rumah tangga yang tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak cukup
untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan sebagian masyarakat.
12. Lumbung Pangan Masyarakat yang selanjutnya disingkat LPM adalah sarana untuk penyimpanan bahan Pangan pokok dalam mewujudkan cadangan pangan masyarakat untuk antisipasi masa paceklik (masa tanam), gejolak harga dan bencana alam.
Pasal 2
Penyelenggaraan cadangan Pangan di Daerah meliputi:
a. penyelenggaraan CPPD; dan b. penyelenggaraan CPM.
BAB II
PENYELENGGARAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH
Bagian Kesatu Umum
Pasal 3
Penyelenggaraan CPPD dilakukan melalui:
a. pengadaan;
b. pengelolaan; dan c. penyaluran.
Pasal 4
(1) Penyelenggaraan CPPD dilaksanakan untuk penyediaan cadangan Pangan komoditi beras tingkat Daerah untuk mencegah dan menanggulangi Rawan Pangan, masyarakat dengan gizi buruk, kekurangan Pangan/miskin serta saat terjadinya keadaan darurat lainnya.
(2) Penyelenggaraan CPPD adalah untuk:
a. mengadakan, mengelola dan menyalurkan CPPD untuk mengatasi terjadinya Rawan Pangan transien dan Rawan Pangan kronis;dan
b. menanggulangi terjadinya keadaan darurat seperti gejolak harga beras, bencana sosial dan keadaan darurat lainnya.
(3) Sasaran penyelenggaraan CPPD adalah seluruh masyarakat Daerah yang terkena dampak Rawan Pangan transien, Rawan Pangan kronis, bencana sosial dan keadaan darurat lainnya.
Bagian Kedua Pengadaan
Pasal 5
(1) Pengadaan CPPD, merupakan rangkaian proses pengadaan berupa beras yang dikelola atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah.
(2) Pelaksanaan pengadaan CPPD melalui tahapan sebagai berikut:
a. penandatanganan perjanjian kerja sama dan perjanjian jual beli antara kepala Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Ketahanan Pangan dengan Perum BULOG; dan
b. beras yang disediakan oleh Perum BULOG harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. kualitas beras yang disediakan sebagai cadangan Pangan Pokok beras merupakan kualitas medium dengan kadar air maksimum 14 % (empat belas persen), butir patah maksimum 20% (dua puluh persen), kadar butir menir 2% (dua persen) dan derajat sosoh minimum 95 % (sembilan puluh lima persen).
2. Harga yang dikenakan disesuaikan dengan harga pembelian pokok pemerintah perkilogram atau disesuaikan ketentuan yang berlaku, yang penyediaannya sampai di gudang Perum BULOG.
c. Perum Bulog melaksanakan penyediaan cadangan Pangan Pokok berupa beras, termasuk penyimpanan dan perawatan selama beras tersebut belum disalurkan.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah Daerah Pasal 6
(1) Pengelolaan CPPD dilakukan oleh Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Ketahanan Pangan.
(2) Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Ketahanan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan pengelolaan CPPD dapat bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara di bidang pangan dalam hal ini adalah Perum BULOG.
(3) Untuk kelancaran pengelolaan CPPD dibentuk Tim Teknis CPPD yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(4) Penanggung jawab penggunaan beras CPPD di tingkat kecamatan adalah Camat.
(5) Penanggung jawab pendistribusian beras CPPD sampai gudang Perum Bulog adalah Perum BULOG.
(6) Penentuan kategori bencana berdasarkan persentase kerugian aset:
a. berat, kondisi rumah rusak 50%-100%
b. sedang, kondisi rumah rusak 30%-50%
c. ringan, kondisi rumah rusak >30%
(7) Masa Intervensi untuk masyarakat korban Rawan Pangan berlaku dengan kategori:
a. berat, selama maksimal 60 hari;
b. sedang, selama maksimal 40 hari; dan c. ringan, selama maksimal 20 hari.
Bagian Keempat Penyaluran
Pasal 7
Jumlah bantuan beras yang disalurkan kepada rumah tangga sasaran penerima manfaat beras CPPD adalah berdasarkan indeks 400 (empat ratus) gram/hari/jiwa dikalikan dengan masa intervensi penanganan korban.
Pasal 8
(1) Penyaluran beras CPPD dilakukan berdasarkan:
a. perintah Bupati;dan/atau
b. usulan desa/kelurahan melalui kecamatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata cara penyaluran Beras CPPD diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB III
PENYELENGGARAAN CADANGAN PANGAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Cadangan Pangan Masyarakat
Pasal 9
(1) Masyarakat mempunyai hak dan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan CPM.
(2) Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan CPM sesuai dengan kearifan lokal.
Pasal 10
Penyelenggaraan CPM oleh dilaksanakan melalui kegiatan LPM.
Pasal 11
(1) Pengelolaan bantuan CPM oleh Pemerintah Daerah digunakan untuk cadangan Pangan kelompok sebesar 40% (empat puluh persen) dan pengembangan ekonomi produktif sebesar 60%
(enam puluh persen).
(2) Pengelolaan CPM yang memanfaatkan bantuan dari pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah, di tahun berikutnya menjadi kewenangan desa untuk melakukan pembinaan sebagai upaya keberlanjutan program.
Pasal 12
Proses penyaluran bantuan CPM mengacu kepada Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kedua
Maksud, Tujuan dan Sasaran Kegiatan LPM
Pasal 13
(1) Kegiatan LPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 adalah:
a. untuk pemenuhan kebutuhan Pangan anggota kelompok yang mengalami kekurangan Pangan/Rawan Pangan pada masa paceklik atau dapat juga dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan anggota sewaktu-waktu dengan model simpan pinjam; dan
b. untuk penggunaan cadangan Pangan tersebut dibuatkan aturan mengenai pengelolaannya yang
dapat dituangkan ke dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga kelompok LPM.
(2) Tujuan kegiatan LPM adalah:
a. meningkatkan volume cadangan Pangan kelompok untuk menjamin akses dan kecukupan Pangan bagi anggotanya; dan
b. meningkatkan modal kelompok melalui pengembangan usaha ekonomi produktif di bidang Pangan.
(3) Sasaran kegiatan LPM adalah kelompok penerima manfaat lumbung Pangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ataupun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Natuna.
Bagian Ketiga Pelaksanaan LPM
Paragraf 1
Lokasi, Penerima Manfaat, dan Pendamping
Pasal 14
Lokasi kegiatan adalah lokasi LPM yang telah memiliki bangunan lumbung dan/atau yang tidak memiliki bangunan lumbung.
Pasal 15
(1) Lokasi LPM yang tidak memiliki bangunan lumbung dapat ditetapkan sebagai lokasi lumbung jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. merupakan Daerah prioritas berdasarkan peta ketahanan dan kerentanan pangan;
b. merupakan Daerah stunting;
c. merupakan Daerah dengan angka kemiskinan yang tinggi; dan
d. merupakan Daerah yang sulit dijangkau.
(2) Untuk menentukan lokasi lumbung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penentuan lokasi melalui proses Calon Penerima Calon Lokasi.
(3) Hasil calon penerima calon lokasi ditetapkan dengan Keputusan Bupati melalui Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Ketahanan Pangan.
Pasal 16
Penerima manfaat adalah kelompok yang memiliki kriteria sebagai berikut:
a. memiliki organisasi kepengurusan;
b. kelompok memiliki aturan dan sanksi secara tertulis yang dituangkan dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga; dan
c. terdaftar pada sistem informasi penyuluh pertanian.
Pasal 17
Pendamping memiliki kriteria sebagai berikut:
a. penyuluh pertanian lapangan/swadaya/petugas yang ditunjuk oleh kepala desa di lokasi LPM;
b. berdomisili di lokasi pelaksanaan LPM; dan
c. memiliki pengalaman pemberdayaan masyarakat.
Pasal 18
Penetapan lokasi dan penerima manfaat ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Paragraf 2
Komponen Kegiatan LPM Pasal 19
Komponen kegiatan LPM meliputi:
a. verifikasi dilakukan oleh tim teknis;
b. sosialisasi kepada kelompok penerima manfaat dilakukan oleh Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Ketahanan Pangan;
c. pelatihan terhadap kelompok dalam rangka pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas kelompok dalam pengelolaan lumbung pangan; dan
d. peran aktif pengurus dan seluruh anggota kelompok secara persuasif, partisipatif dan komunikatif sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.
Bagian Keempat
Penyusunan Rencana Kegiatan LPM
Pasal 20
(1) Perencanaan pengisian CPM oleh kelompok LPM dapat digunakan sebagai:
a. Cadangan pangan kelompok; dan b. usaha ekonomi produktif.
(2) Kelompok LPM melakukan pengisian CPM sesuai dengan rencana usaha kelompok yang disepakati dengan melibatkan seluruh anggota kelompok.
Pasal 21
Dalam pelaksanaan pengisian CPM, kelompok LPM harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. mengutamakan pembelian bahan Pangan dari petani anggota kelompok lumbung, petani setempat atau dari desa sekitarnya;
b. pengisian CPM dapat berasal dari bantuan Pemerintah/pihak lainnya dan anggota kelompok sebagai simpanan anggota yang dapat digunakan
pada saat dibutuhkan sesuai dengan kesepakatan bersama; dan
c. Kelompok LPM dengan didampingi tim teknis melakukan perhitungan atas kebutuhan CPM.
Bagian keenam
Pengendalian dan Pengawasan LPM
Pasal 22
Kegiatan pengendalian oleh kelompok LPM atau Pendamping LPM dapat dilakukan dengan membuat laporan bulanan dan mengirimkan laporan kegiatan secara berkala yang disetujui oleh kepala desa setempat dan dikirim kepada Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Ketahanan Pangan.
Pasal 23
Kegiatan pengawasan dilakukan oleh Pendamping LPM, kepala desa dan Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Ketahanan Pangan.
BAB V
PENGAWASAN, EVALUASI DAN PELAPORAN
Pasal 24
Pengawasan pelaksanaan penyelenggaraan CPPD dan penyelenggaraan CPM dilakukan secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tahapan kegiatan.
Pasal 25
Evaluasi kegiatan dilaksanakan secara periodik atau sewaktu-waktu apabila terjadi permasalahan yang sangat penting.
Pasal 26
(1) Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Ketahanan Pangan melalui Tim Teknis CPPD wajib membuat laporan tentang perkembangan pengadaan, pengelolaan dan penyaluran CPPD.
(2) Pelaporan pelaksanaan penyelenggaraan CPM dilaksanakan oleh kelompok LPM, mencakup perkembangan kelompok dan pengelolaan keuangan LPM.
(3) Pelaporan pelaksanaan Penyelenggaraan CPM dilakukan secara berjenjang mulai dari kelompok, Pendamping dan Perangkat Daerah secara berkala.
(4) Pelaksanaan penyelenggaraan CPPD dan kegiatan penyelenggaraan CPM dilaporkan oleh Perangkat Daerah ke Pemerintah Provinsi 1 (satu) tahun sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
BAB VI PEMBIAYAAN
Pasal 27
Pembiayaan pelaksanaan penyelenggaraan CPPD dan pelaksanaan Penyelenggaraan CPM bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
dan/atau
c. sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP Pasal 28
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Natuna.
Ditetapkan di Ranai
pada tanggal 4 Agustus 2021 BUPATI NATUNA
ttd
WAN SISWANDI
Diundangkan di Ranai
pada tanggal 4 Agustus 2021
Pj. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NATUNA, ttd
BOY WIJANARKO VARIANTO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NATUNA TAHUN 2021 NOMOR 5
NOMOR REGISTER PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU: 2.13/2021
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2021
TENTANG
TATACARA PENYELENGGARAAN CADANGAN PANGAN KABUPATEN NATUNA
I. UMUM
Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan nasional maupun daerah, perhatian terhadap ketahanan pangan (food security) mutlak diperlukan karena terkait erat dengan ketahanan sosial (social security), stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan keamanan. Ketahanan pangan diartikan sebagai kemampuan suatu pemerintah untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman.Ketahanan pangan selayaknya dibangun atas kemampuan sendiri, yaitu didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya lokal.Ketahanan pangan diklasifikasikan mulai dari ketahanan pangan tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota, serta ketahanan pangan rumah tangga dan perseorangan.
Memahami pentingnya Ketahanan Pangan, pemerintah mengatur hal tersebut di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, khususnya dalam Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.
Salah satu upaya pemerintah daerah dalam mewujudkan hal ini adalah melalui penyediaan Cadangan Pangan baik Cadangan Pangan Pemerintah Daerah (CPPD) maupun Cadangan Pangan Masyarakat (CPM), dengan cara membina dan atau mengkoordinasikan segala upaya untuk mewujudkan cadangan pangan di daerah. Disamping itu, pemerintah juga harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dan menanggulangi gejala kekurangan pangan, keadaan daurat dan adanya spekulasi dan manipulasi dalam pengadaan dan peredaran pangan.
Hal tersebut didukung oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pangan merupakan urusan wajib Pemerintah yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar, dimana telah dijelaskan pembagian urusan pemerintah konkuren antara Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dalam bidang penyelenggaraan ketahanan pangan dan dalam mengatasi kerawanan pangan Kabupaten/ Kota, Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban untuk menyediakan dan menyalurkan cadangan pangan.
Pemerintah kabupaten/Kota sangat berperan dalam ketahanan pangan karena merupakan ujung tombak yang langsung berhadapan dengan masyarakat.Pemerintah Daerah juga dapat merespon secara cepat persoalan ketahanan pangan seperti kerawanan pangan, kejadian akibat bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial lainnya.
Dalam mendukung ketahanan pangan di tingkat daerah sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Natuna mengembangkan sebuah sistem cadangan pangan daerah yang mandiri.Khususnya untuk mengatasi kerawanan pangan yang bersifat transien yang disebabkan oleh bencana alam yang kecenderungannya semakin sering terjadi dan bersifat lokal.Demikian pula dengan kerawanan pangan lainnya.Sistem Cadangan Pangan Pemerintah Daerah memungkinkan pemerintah daerah dapat merespon masalah ketahanan pangan secara lebih cepat, tanggap dan fleksibel.
Hal ini sejalan pula dengan ketentuan Paragraf 1 Pasal 23 Undang- Undang Nomor 18 tahun 2012 menyebutkan bahwa dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan, Pemerintah menetapkan Cadangan Pangan
Nasional. Bahwa cadangan pangan nasional itu terdiri dari Cadangan Pangan Pemerintah, Cadangan Pangan Pemerintah Daerah dan Cadangan Pangan Masyarakat. Sementara itu Cadangan Pangan Pemerintah Daerah sebagaimana disebutkan pada Paragraf 2 Pasal 27 ayat (3) menyebutkan bahwa Cadangan Pangan Pemerintah Daerah terdiri dari Cadangan Pangan Pemerintah Desa, Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/ Kota dan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi.
Selain itu juga ditegaskaan pada Paragraf 3 Pasal 33 terkait Cadangan Pangan Masyarakat, bahwa masyarakat mempunyai hak dan kesempatan seluas-luasnya dalam upaya mewujudkan Cadangan Pangan Masyarakat. Sedangkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat sesuai dengan kearifan lokal.
Sementara itu yang melatar belakangi pentingnya penanganan ketahanan pangan adalah, pertama, pangan merupakan kebutuhan dasar/ basic need yang dibutuhkan untuk hidup. Kedua, adanya peningkatan jumlah penduduk yang selalu meningkat dari waktu ke waktu menyebabkan kebutuhan bahan pangan juga meningkat.Ketiga, terjadinya degradasi lingkungan baik secara kualitatif dan kuantitatif.Misalnya secara kualitatif, adanya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh bencana alam, perubahan iklam dan sebagainya.Sementara secara kuantitatif, seperti semakin berkurangnya areal lahan pertanian akibat alih fungsi lahan, misalnya pembangunan pemukiman di areal pertanian dan sebagainya.Kemudian yang keempat, pentingnya penanganan ketahanan pangan adalah masih adanya masyarakat yang mengalami kerawanan pangan.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka Pemerintah Kabupaten Natuna mutlak memerlukan penyediaan Cadangan Pangan di Daerah, khususnya bahan pangan beras dalam rangka menanggulangi kerawanan pangan pasca bencana akibat bencana alam atau keadaan darurat.Disamping itu perlu juga memperkuat cadangan pangan di tingkat masyarakat dengan menggerakkan kelompok lumbung yang telah ada dan merencanakan dengan membentuk kelompok lumbung pangan
yang baru dengan tidak membangun fisik lumbung. Karena itu maka Pemerintah Kabupaten Natuna dipandang perlu untuk menerbitkan Peraturan Daerah tentang Tata caraPenyelenggaraan Cadangan pangan.
Hal ini seperti yang diamanatkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, bahwa penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas Pasal 2
Cukup jelas Pasal 3
Ayat (1)
Yang dimaksud “kerawanan pangan pasca bencana” adalah kondisi adanya ancaman terhadap kecukupan dan ketersediaan pangan sebagai akibat dari bencana yang berdampakluasdan tidak dapatsegera diatasi.
Yang dimaksud “masyarakat dengan gizi buruk” adalah masyarakat yang paling mudah mengalami gangguan kesehatan atau kekurangan gizi.
Yang dimaksud “keadaan darurat” adalah situasi /kondisi/kejadian yang tidak normal, terjadi secara tiba-tiba, mengganggu kegiatan/organisasi/komunitas dan perlu segera ditanggulangi.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud “rawan pangan transien” adalah suatu keadaan rawan pangan yang bersifat mendadak dan sementara, yang disebabkan oleh perbuatan/kelalaian manusia (penebangan liar yang menyebabkan banjir atau karena kebakaran), maupun karena alam berupa
berbagai musibah yang tidak dapat diduga sebelumnya, seperti: bencana alam (gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, banjir bandang, tsunami dan puting beliung).
Yang dimaksud “rawan pangan kronis” adalah ketidakmampuan rumahtangga untuk memenuhi standar minimum kebutuhan pangan anggotanya pada periode yang lama karena keterbatasan kepemilikan lahan, asset produksi dan kekurangan pendapatan.
Huruf b
Yang dimaksud “bencana sosial” adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan terror.
Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 4
Cukup jelas Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Tim Teknis CPPD” adalah Tim Teknis Cadangan Pangan Pemerintah Daerah yang selanjutnya di sebut Tim Teknis CPPD adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur-unsur terkait di lingkup Perangkat Daerah yang membidangi Ketahanan Pangan dan Kecamatan yang
mempunyai tugas mengidentifikasi, investigasi dan intervensi kejadian Rawan Pangan di Daerah.
Ayat (4)
Cukup jelas Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “aset” adalah kekayaan berupa uang dan wujud benda lainnya yang nyata.
Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Yang dimaksud “ rumah tangga sasaran “ adalah Rumah Tangga Penerima Manfaat dari Cadangan Pangan Pemerintah Daerah.
Huruf e
Cukup jelas Huruf f
Cukup jelas Ayat (6)
Cukup jelas Ayat (7)
Cukup jelas Ayat (8)
Cukup jelas Ayat (9)
Yang dmaksud dengan “kategori “adalah bagian dari sistem klasifikasi (golongan, jenis, pangkat, dsb).
Pasal 6
Yang dimaksud dengan “intervensi” adalah cara atau strategi memberikan bantuan kepada masyarakat. Intervensi disini dimaksudkan lebih kepada metode yang digunakan dalampraktik di lapangan pada bidang pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial.
Pasal 7
Cukup jelas Pasal 8
Cukup jelas Pasal 9
Cukup jelas Pasal 10
Cukup jelas Pasal 11
Cukup jelas Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Yang dimaksud “kelompok LPM “ adalah Kelompok Lumbung Pangan Masyarakat yaitu organisasi pengelola cadangan pangan yang dibentuk oleh masyarakat desa/kota dan dikelola secara kolektif yang bertujuan untuk pembangunan penyediaan cadangan pangan bagi masyarakat suatu wilayah.
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 13
Yang dimaksud dengan “Lumbung” adalah bangunan penyimpanan padi-padian yang telah dirontokkan, kadangkala lumbung juga digunakan untuk menyimpan pakan ternak.
Pasal 14 Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud “ peta ketahanan dan kerentanan pangan “ adalah peta tematik yang menggambarkan visualisasi geografis dari hasil analisa data indikator kerentanan terhadap kerawanan pangan.
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Cukup jelas Huruf d
Cukup jelas Ayat (2)
Yang dimaksud CPCL adalah Calon Petani Calon Lokasi yang selanjutnya disingkat CPCL adalah istilah yang biasa digunakan dalam lingkup pertanian sebagai Calon Petani/Calon Lokasi yang akan menerima bantuan sarana produksi sesuai dengan luas lahan yang diusahakan dalam kelompok hamparan dilokasi yang ditetapkan.
Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 15
Cukup jelas Pasal 16
Yang dimaksud “ pendamping “ adalah tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan/Swadaya yang mempunyai pengalaman dibidang pemberdayaan kelompok.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Yang dimaksud “ Pemberdayaan Masyarakat “ adalah kegiatan menyertakan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan.
Huruf d
Cukup jelas Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Yang dimaksud “ Usaha Ekonomi Produktif “ adalah kegiatan di bidang ekonomi yang dilaksanakan oleh Kelompok dan/atau Kelompok LPM untuk meningkatkan pendapatan, menciptakan lapangan kerja dan ketahanan pangan masyarakat berbasis sumberdaya lokal.
Ayat (2)
Yang dimaksud “ rencana usaha kelompok” yang selanjutnya disingkat RUK adalah usulan usaha kelompok yang disusun secara sistematis dan partisipatif yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk pencairan dan pemanfaatan bantuan pemerintah.
Pasal 20
Cukup jelas Pasal 21
Cukup jelas Pasal 22
Cukup jelas Pasal 23
Cukup jelas Pasal 24
Cukup jelas Pasal 24
Cukup jelas Pasal 25
Cukup jelas Pasal 26
Cukup jelas Pasal 27
Cukup jelas Pasal 28
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 14