ANALISIS DAN PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN PADA KAWASAN PENDIDIKAN / SEKOLAH
(Studi kasus : SMA Kartika I-1 Medan dan SMP Kartika I-1 Medan)
TUGAS AKHIR
ANGGA FANANDA AULIA 130407007
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
IVAN INDRAWAN ST, MT Ir. LIES SETYAWATI, MT
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul Analisis dan Pemetaan Tingkat Kebisingan Pada Kawasan Pendidikan/Sekolah (Studi kasus: SMA Kartika I-1 Medan dan SMP Kartika I-1 Medan).
Dengan selesainya tugas akhir, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis Papa Irfan Hardian serta Mami July Olivia Harahap, S.Sos. dan Anggraini Purnamasari Lubis. Mereka yang selalu memotivasi, menyemangati dan memberi arahan dan mendoakan penulis untuk mendapatkan yang terbaik terkhusus dalam menyelesaikan pendidikan di Teknik Lingkungan.
Dan dalam kesempatan ini juga, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Ir. Netti Herlina, M.T, selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Ivan Indrawan, M.T selaku dosen pembimbing pertama yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Ibu Ir. Lies Setyowati, M.T selaku dosen pembimbing kedua yang sudah banyak memberikan waktu dan tenaga dalam membimbing, membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Pak M. Faisal, ST., M.T sebagai dosen penguji.
5. Ibu Isra Suryati, S.T., M.Si sebagai dosen penguji dan Koordinator Tugas Akhir.
6. Seluruh Dosen/Staf Pengajar Teknik Lingkungan USU yang telah membimbing penulis sejak memasuki bangku perkuliahan di Teknik Lingkungan USU.
7. Seluruh Staf Administrasi/Tata Usaha Teknik Lingkungan USU yang sudah banyak membantu Mahasiswa Teknik Lingkungan USU 2013.
8. Seluruh teman-teman Teknik Lingkungan 2013 yang sedang mengerjakan tugas akhir ini.
9. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Medan, September 2018
Penulis
Abstrak
Sekolah adalah tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Salah satu faktor untuk mencapai kondisi lingkungan belajar yang baik adalah terhindar dari masalah kebisingan.
Sekolah yang berada dekat dengan jalan raya akan sangat mengganggu aktivitas siswa yang berlangsung. Adapun gangguan yang sering ditemui di sekolah-sekolah adalah gangguan kebisingan yang berasal dari sektor transportasi. Oleh sebab itu, penelitian tentang analisis tingkat kebisingan di kawasan sekolah dilakukan pada SMA Kartika I-1 Medan dan SMP Kartika I-1 Medan yang berlokasi di Jalan S.Parman Medan dan posisi belakang sekolah berada di Jalan Mojopahit Medan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari tingkat kebisingan yang ada di kawasan sekolah SMA-SMP Kartika I-1 Medan, memperoleh pola pemetaan tingkat kebisingan di SMA-SMP Kartika I-1 Medan dengan Surfer versi 11 dan menganalisis persepsi tingkat penerima kebisingan yang berada di kawasan sekolah. Penelitian ini dilakukan selama 2 hari di 37 titik setiap harinya dan membagikan 162 sampel kuisioner kepada siswa dan guru/pegawai yang berada di SMA-SMP Kartika I-1 Medan. Metode pengukuran yang digunakan mengacu kepada KepMenLH No. 48 tahun 1996, alat yang digunakan adalah Sound Level Meter. Pengukuran tingkat kebisingan (Leq) dilakukan selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah yaitu pukul 07.00 WIB – 14.00 WIB, pada penelitian ini perhitungan kebisingan dianalisis dengan distribusi frekuensi dan persamaan rumus sistem angka penunjuk ekuivalen (equivalent index (Leq) dengan menghitung L50, L1 dan Leq. Setelah itu dilakukan pemetaan dengan Surfer versi 11 dan menentukan upaya pengendalian kebisingan di kawasan sekolah SMA-SMP Kartika 1-1 Medan. Penelitian dilakukan di kawasan sekolah SMA-SMP Kartika I-1 Medan selama 2 hari pada tanggal 16 dan 18 November 2017 pada 37 titik pengukuran dengan adanya pengulangan pengukuran. Hasil perhitungan diketahui bahwa tingkat kebisingan (Leq) tertinggi pada hari kerja (weekday) berada pada titik 8 (Depan Ruang Komputer SMP) sebesar 75,9 dBA dan nilai tingkat kebisingan terendah berada pada titik 27 (Depan Ruang Pramuka) sebesar 64,8 dBA. Berbeda pada hari libur (weekend) nilai tingkat kebisingan tertinggi berada pada titik 9 (Depan Ruang Perpustakaan SMP) sebesar 73,7 dBA dan terendah berada di titik 27 (Depan Ruang Pramuka) sebesar 62,5 dBA. Tingkat kebisingan dari hasil perhitungan selanjutnya dilakukan pemetaan dengan Surfer 11 dan didapatkan alternatif pengendalian seperti pelarangan membunyikan klakson dan pelarangan berhenti bagi kendaraan bermotor, serta membuat zona selamat sekolah di jalan raya, pembangunan noise barrier (dinding peredam suara) berupa pagar tembok pada halaman sekolah setinggi 2,8 m, penanaman tumbuhan mangkokan (Nothopanx Scutellarim) di depan pagar sekolah.
Kata kunci : sekolah, kebisingan, pemetaan, surfer 11, pengendalian.
Abstract
School is the place where the teaching and learning process takes place. One factor to achieve a good learning environment is to avoid noise problems. Schools that are close to the highway will greatly disrupt student activities that take place. The disturbances that are often encountered in schools are noise disturbances originating from the transportation sector. Therefore, research on noise level analysis in the school area was carried out at the Kartika I-1 Medan High School and Medan Kartika I-1 Middle School located at Jalan S. Parman Medan and the backyard position was on Jalan Mojopahit Medan. The purpose of this study was to study the noise level in Medan Kartika I-1 SMA-SMP school area, obtain noise level mapping patterns in Medan Kartika I-1 High School with version 11 Surfer and analyze the perception of noise level recipients in school area. This study was conducted for 2 days at 37 points every day and distributed 162 questionnaire samples to students and teachers / employees who were in Medan Kartika I-1 High School. The measurement method used refers to KepMenLH No. 48 of 1996, the instrument used was a Sound Level Meter. Noise level measurement (Leq) was carried out during the teaching and learning activities in schools, namely 07.00 WIB - 14.00 WIB, in this study noise calculation was analyzed by frequency distribution and the equation of the indicator number system equation equivalent (equivalent index (Leq) by calculating L50, L1 and After that, mapping with version 11 of the Surfer was done and determining the noise control efforts in the school area of Kartika 1-1 Medan Senior High School in Medan for 2 days on November 16 and 18, 2017. at 37 measurement points with repeated measurements, the calculation results show that the highest (Leq) noise level on working days (weekday) is at point 8 (Front of the Junior Computer Room) of 75.9 dBA and the lowest noise level is at point 27 ( In front of the Scout Room, it is 64.8 dBA Different on holidays, the highest noise level is at t duck 9 (Front of the Junior Library Room) of 73.7 dBA and the lowest is at point 27 (Depan Pramuka Room) of 62.5 dBA. Noise levels from the results of subsequent calculations are mapping with Surfer 11 and obtained alternative controls such as prohibition of honking the horn and prohibiting stops for motorized vehicles, as well as making school safety zone on the highway, building noise barriers in the form of a wall fence on the school yard as high as 2.8 m, planting mangkokan plants (Nothopanx Scutellarim) in front of the school fence.
Keywords: school, noise, mapping, surfer 11, control.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………... i
KATA PENGANTAR………..……….. ii
DAFTAR ISI………...………... iii
DAFTAR TABEL………...iv
DAFTAR GAMBAR……… v
DAFTAR RUMUS………... vi BAB I PENDAHULUAN………...………...……...I-1 1.1 Latar Belakang………..I-1 1.2 Rumusan Masalah……….I-5 1.3 Tujuan Penelitian………..I-5 1.4 Ruang Lingkup………..I-5 1.5 Manfaat Penelitian………I-6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… II-1 2.1 Sekolah………..………..II-1 2.1.1 Defenisi Sekolah…...………..II-1 2.1.2 Jenjang Pendidikan Sekolah……….………..II-1 2.1.3 Ruang Belajar………...………..II-1 2.2 Pengertian Kebisingan………...………..II-2 2.3 Sumber Kebisingan………..II-2 2.4 Jenis-Jenis Kebisingan………...…..II-3 2.5 Zona Kebisingan………..II-4 2.6 Pengaruh Kebisingan………...II-4 2.7 Standart Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan………...II-5 2.8 Baku Tingkat Kebisingan………II-6 2.9 Pengendalian Kebisingan………II-7
2.10 Metode Pengukuran Kebisingan………..II-13 2.11 Penentuan Tingkat Kebisingan………... II-14 2.12 Alat Pengukuran Kebisingan……….. II-19 2.13 Pemetaan Surfer……….. II-20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN………...……… III-1 3.1 Metode Penelitian……….. III-1 3.2 Gambaran Umum Sekolah……… III-2 3.3 Lokasi Titik Sampling Kebisingan……… III-7 3.4 Waktu Penelitian………... III-7 3.5 Pengumpulan Data……… III-9 3.5.1 Data Primer……….. III-9 3.5.2 Data Sekunder……… III-13 3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data……… III-13 3.6.1 Analisis Kuantitatif……… III-14 3.6.2 Analisis Kualitatif……….. III-14 3.6.3 Analisis Data Statistik...………. III-15 3.6.4 Analisis Tingkat Penerimaan Kebisingan…………...………...… III-15 3.6.5 Pemetaan Sebaran Tingkat Kebisingan dengan Program Surfer Versi 11... III-16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………..……… IV-1 4.1 Sumber Kebisingan.……….. IV-1 4.2 Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan..………IV-1 4.3 Analisis Data……….……… IV-1 4.3.1 Perhitungan tingkat kebisingan….………... IV-1 4.4 Pemetaan Tingkat Kebisingan di SMA-SMP Kartika 1-1 Medan…………..… IV-12 4.5 Kuisioner ………..……..… IV-14 4.5.1 Analisa Kuisioner ……….………. IV-14
4.6 Alternatif Pengendalian Tingkat Kebisingan di Kawasan Sekolah SMA-SMP Kartika 1-1 Medan…………..………..……..… IV-27 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. V-1 5.1 Kesimpulan..………..……..…... V-1 5.2 Saran………..……..…... V-2 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tingkat Kebisingan Peruntukan Kawasan dan Lingkungan …...…………. I-3 Tabel 2.1 Standart Waktu Pemajanan Kebisingan dengan Intensitas Kebisingan yang Diijinkan ………. II-6 Tabel 2.2 Tingkat Kebisingan Peruntukan Kawasan dan Lingkungan ………... II-7 Tabel 3.1 Frekuensi Pengukuran Kebisingan ………. III-7 Tabel 3.2 Spesifikasi alat Sound Level Meter KW06-290……… III-12 Tabel 3.3 Jumlah Populasi SMA-SMP Kartika 1-1 Medan……….. III-16 Tabel 4.1 Tingkat Kebisingan di Kawasan Sekolah SMA-SMP Kartika I-1 Medan Hari
Kamis, 16 November 2017……...……….……… IV-2 Tabel 4.2 Tingkat Kebisingan di Kawasan Sekolah SMA-SMP Kartika I-1 Medan Hari
Sabtu, 18 November 2017……...……….……… IV-5 Tabel 4.3 Pengolahan Data di Titik 1……...……….……… IV-7 Tabel 4.4 Uji Normalitas Pada SPSS Titik 1……….……… IV-8 Tabel 4.5 Manfaat Pengendalian Kebisingan………... IV-29 Tabel 4.6 Nilai Reduksi Pengendalian Kebisingan………IV-30
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alat Sound Level Meter………...II-20 Gambar 3.1 Diagram ALir Penelitian………..III-1 Gambar 3.2 Peta Lokasi Penelitian ……….III-3 Gambar 3.3 Lay Out Sekolah SMA-SMP Kartika I-1 Medan………III-4 Gambar 3.4 Lay Out Sekolah SMA-SMP Kartika I-1 Medan………III-5 Gambar 3.5 Lokasi Titik Sampling ……….III-6 Gambar 3.6 Sound Level Meter KW06-290………..III-12 Gambar 4.1 Fluktuasi Nilai Leq Pada Setiap Titik Pengukuran Hari 1..………..IV-3 Gambar 4.2 Fluktuasi Nilai Leq Pada Setiap Titik Pengukuran Hari 2...…………..IV-6 Gambar 4.3 Tingkat Kebisingan Terhadap Frekuensi (%) di Titik 1………..IV-8 Gambar 4.4 L50, dan L1 Dari Hasil Pengukuran………….………...…IV-10 Gambar 4.5 Pemetaan Tingkat Kebisingan di SMA-SMP Kartika I-1 Medan…….IV-12 Gambar 4.6 Persentase (%) Responden Berdasarkan Jenis Kelamin……….. …….IV-14 Gambar 4.7 Persentase (%) Responden Berdasarkan Umur………….……... …….IV-15 Gambar 4.8 Persentase (%) Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan….. …….IV-15 Gambar 4.9 Persentase (%) Responden Berdasarkan Pekerjaan…...……….. …….IV-16 Gambar 4.10 Persentase (%) Responden Berdasarkan Kondisi Kebisingan di
SMA-SMP Kartika I-1 Medan………..…………..……….. ……….IV-17 Gambar 4.11 Persentase (%) Responden Berdasarkan Sumber Bising di SMA-SMP
Kartika I-1 Medan………....…………..……….. ……….IV-18 Gambar 4.12 Persentase (%) Responden Berdasarkan Pengaruh Kebisingan Klakson di Jalan S. Parman Medan…………..…....…………..……….. ……….IV-29
Gambar 4.13 Persentase (%) Responden Berdasarkan Pengaruh Kebisingan Klakson di Jalan Mojopahit Medan…………..…....…………..……….. ……….IV-20 Gambar 4.14 Persentase (%) Responden Berdasarkan Mengganggu Komunikasi di
SMA-SMP Kartika I-1 Medan………..…………..……….. ……….IV-21 Gambar 4.15 Persentase (%) Responden Berdasarkan Mengganggu Pekerjaan di
kawasan SMA-SMP Kartika I-1 Medan………..……….. ………....IV-22 Gambar 4.16 Persentase (%) Responden Berdasarkan Pembangunan Noise Barrier di SMA-SMP Kartika I-1 Medan………..……..……….. ……….IV-23 Gambar 4.17 Persentase (%) Responden Berdasarkan Pelarangan Klakson di Jalan
Raya……….……..……….. ………...IV-24 Gambar 4.18 Persentase (%) Responden Berdasarkan Jalan Berporos di Jl. Raya...IV-25 Gambar 4.19 Persentase (%) Responden Berdasarkan Pembatasan Kecepatan
Kendaraan di Jalan Raya……….IV-25 Gambar 4.20 Upaya Pengendalian Kebisingan Pada Kawasan Sekolah…………...IV-28 Gambar 4.21 Upaya Pengendalian Kebisingan Pada Jalan Raya………..IV-28 Gambar 4.22 Rancangan Dinding Peredam Dan Tumbuhan Mangkokan ( Nothopans
Scutellarim)………..……… ………...IV-29
DAFTAR RUMUS
Rumus 2.1 Rumus Mencari Range………. II-14 Rumus 2.2 Rumus Mencari Interval kelas……….. II-14 Rumus 2.3 Rumus Mencari Kelas……….. II-14 Rumus 2.4 Rumus Mencari Nilai Tengah Kelas……… II-15 Rumus 2.5 Rumus Mencari Perhitungan Luas Area Histogram ………... II-16 Rumus 2.6 Rumus Mencari Luas Area Nilai Kebisingan Sebesar 10 %……… II-17 Rumus 2.7 Rumus Perhitungan Nilai Kebisingan L90……… II-17 Rumus 2.8 Rumus Mencari Luas Area Nilai Kebisingan Sebesar 50%………. II-17 Rumus 2.9 Rumus Perhitungan Nilai Kebisingan L50……….... II-18 Rumus 2.10 Rumus Mencari Luas Area Nilai Kebisingan Sebesar 90%…………... II-18 Rumus 2.11 Rumus Perhitungan Nilai Kebisingan L10………... II-18 Rumus 2.12 Rumus Perhitungan Angka Penunjuk Ekuivalen Leq……….... II-18 Rumus 2.13 Rumus Mencari Luas Area Nilai Kebisingan Sebesar 1%…………... II-19 Rumus 2.14 Rumus Perhitungan Nilai Kebisingan L1………... II-19 Rumus 2.15 Rumus Untuk Mengetahui Distribusi Normal Pada Data……….. II-19 Rumus 3.1 Persamaan Slovin……… ………... III-15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Pengukuran Kebisingan Pada Hari 1 dan Hari 2
Lampiran 2 : Hasil Perhitungan Tingkat Kebisingan Pada Hari 1 dan Hari 2 Lampiran 3 : Pengolahan Data Kuisioner
Lampiran 4 : Dokumentasi
Lampiran 5 : Lembar Kegiatan Asistensi Tugas Akhir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Sekolah merupakan tempat dimana berlangsungnya proses belajar mengajar. Proses belajar ini akan berlangsung dengan baik apabila berada pada lokasi lingkungan fisik yang baik yaitu kondisi yang memungkinkan para siswa belajar dengan optimal,sehat dan selamat. Salah satu faktor untuk mencapai kondisi tersebut yaitu terhindar dari masalah kebisingan. Jika bangunan sekolah tidak memadai, sekolah yang berada dekat dengan jalan raya akan sangat mengganggu aktivitas para siswa di dalam sekolah.
Adapun gangguan yang paling sering ditemui di sekolah-sekolah adalah gangguan kebisingan yang berasal dari sektor transportasi.
Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: KEP- 48/MENLH/11/1996, tentang Baku Tingkat Kebisingan. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Transportasi merupakan suatu pergerakan atau perpindahan baik orang maupun barang dari suatu tempat asal ke suatu tujuan. Dalam perpindahan atau pergerakan tersebut tentu saja menggunakan sarana pengangkutan berupa kendaraan yang dalam pengoperasiannya menimbulkan suara-suara seperti suara mesin yang keluar melalui knalpot maupun klakson yang dianggap sebagai sumber utama polusi suara di daerah perkotaan (Djalante,2010).
Menurut Suter yang dikutip dalam Sayed Shaho (2014) menyatakan sumber utama kebisingan lalu lintas di perkotaan adalah mobil, truk pick up, bus dan sepeda motor.
Jenis kebisingan ini bisa meningkat karena jalan sempit dan bangunan bertingkat tinggi, yang bisa menghasilkan ngarai dimana kebisingan lalu lintas bergema.
Kebisingan dapat berbahaya serta mempengaruhi kemampuan manusia untuk mendengar rendahnya suatu frekuensi suara. Artinya, meski seseorang masi bisa mendengar suara, tetapi percakapan akan mulai terdengar samar-samar dan orang tersebut mungkin akan merasa sulit untuk memahami apa yang sedang dibicarakan
Kota Medan merupakan salah satu kota besar di Indonesia, yang memiliki berbagai macam permasalahan, diantaranya permasalahan kebisingan yang diakibatkan oleh bertambahnya jumlah bermotor dikarenakan jumlah penduduk yang terus meningkat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Kota Medan pada tahun 2015 memiliki jumlah penduduk 2.2 juta jiwa dan mengalami kenaikan sekitar 0,88 % dari tahun sebelumnya. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kota Medan (2015), terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang sangat pesat, yaitu pada tahun 2013 total jumlah kendaraan sebanyak 5.315.181 unit dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 5.531.777 unit, dan mengalami peningkatan 3,9 % setiap tahunnya.
SMA/SMP Kartika 1-1 Medan berada di jalan S.Parman Medan yang memiliki rasio V/C sebesar 1,5 , dan lokasi belakang sekolah berada di jalan Mojopahit Medan dimana jalan tersebut terdapat aktivitas pertokoan di sepanjang ruas jalan yang di akses kendaraan bermotor. Menurut Yanti (2014), Jika rasio V/C lebih besar dari 1, maka keadaan ruas jalan yang macet, kecepatan yang rendah, dan volume kendaraan lebih besar dari kapasitas jalan yang ada, kendaraan banyak yang mengambil bahu jalan, antrian panjang dan terjadi hambatan yang besar, karena volume per kapasitas atau V/C ratio di Jalan S.Parman sebesar 1,5 sehingga terjadi kemacetan dan arus lalu lintas menjadi terhambat .
Sesuai dengan keputusan Menteri Lingkungan Hidup No: KEP-48/MENLH/11/1996, tentang Baku Tingkat Kebisingan, dijelaskan bahwa Baku Tingkat Kebisingan adalah standar faktor yang dapat diterima di suatu lingkungan atau kawasan kegiatan manusia.
Baku Tingkat Kebisingan berdasarkan KepMen LH no: Kep-48/MenLH/II/1996 untuk kawasan sekolah yaitu 55 dB (A).
Sekolah-sekolah yang berada di jalur transportasi dan berbatasan langsung dengan jalan raya harus memenuhi standart baku mutu tingkat kebisingan. Lokasi sekolah yang berada dan berbatasan langsung dengan jalur transportasi ramai mengakibatkan adanya kebisingan saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Kondisi bising tersebut mengakibatkan sekolah terkena dampak bising dan membuat kegiatan belajar mengajar menjadi terganggu. Agar siswa mendapatkan kejelasan informasi membutuhkan suasana yang tidak berisik dan tenang. Permasalahan pun timbul saat sekolah tidak dapat berpindah lokasi ke tempat yang tenang.
Salah satu sekolah yang berada di dekat jalan raya di Kota Medan yaitu SMA-SMP Kartika I-1 Medan yang berada di ruas jalan S.Parman Medan dan Jalan Majapahit Medan, yang berjarak sekitar 5 meter dari tepi ruas jalan. Dimana pada jam-jam tertentu di ruas Jalan S.Parman Medan dan Jalan Majapahit Medan mengalami kepadatan lalu lintas yang disebabkan oleh aktivitas transportasi sehingga dapat memungkinkan pengaruh tingkat kebisingan terhadap sekolah-sekolah serta tata guna lahan yang berada di sekitar ruas jalan tersebut.
Menurut Reza (2017), jumlah kendaraan bermotor di Jl. S.Parman Medan yang melintas pada SMA-SMP Kartika I-1 Medan cukup tinggi yaitu sekitar 6.409 unit/jam, sehingga mengakibatkan tingginya tingkat kebisingan. Sekitaran daerah Jl. S.Parman Medan dan Jl. Mojopahit Medan terdapat pemukiman, perdagangan dan perkantoran. Dengan dilakukannya studi ini, diharapkan dapat diperoleh peta sebaran kebisingan sehingga bisa disusun usulan atau rekomendasi untuk mengatasi kebisingan yang ada pada wilayah studi
Dampak yang dihadapi dalam lalu lintas pada saat terdapat suatu kegiatan/usaha adalah berubahnya keseimbangan antara kapasitas jaringan jalan dengan banyaknya kendaraan dan orang yang berlalu-lalang. Jika kapasitas jaringan jalan sudah hampir jenuh atau terlampaui maka yang terjadi adalah kemacetan lalu-lintas.
Oleh sebab itu, penulis ingin mengetahui tingkat kebisingan serta pola tingkat kebisingan di kawasan pendidikan di jalan S.Parman Medan dan untuk mengetahui persepsi tingkat penerima kebisingan yang berada di kawasan sekolah. Selanjutnya dilakukan pemetaan tingkat kebisingan di kawasan pendidikan SMA-SMP Kartika I-1 Medan, yang berada pada ruas jalan S.Parman Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Apakah tingkat kebisingan di kawasan sekolah SMA-SMP Kartika I-1 Medan di Jalan S.Parman Medan memenuhi baku mutu tingkat kebisingan.
2. Bagaimana pemetaan pola sebaran tingkat kebisingan berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan di kawasan sekolah SMA-SMP Kartika I-1 Medan Jalan
3. Bagaimana persepsi tingkat penerima kebisingan dan upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat kebisingan di sekolah SMA-SMP Kartika I-1 Medan di Jalan S.Parman Medan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis tingkat kebisingan di kawasan SMA-SMP/ Kartika I-1 Medan terhadap baku tingkat kebisingan Menteri Lingkungan Hidup No: KEP- 48/MENLH/11/1996.
2. Menganalisis pemetaan pola sebaran tingkat kebisingan di kawasan sekolah SMA- SMP Kartika I-1 Medan dengan aplikasi Surfer versi 11.
3. Menganalisis persepsi tingkat penerima kebisingan terhadap siswa, guru dan pegawai di SMA-SMP Kartika I-1 Medan.
4. Menentukan upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat kebisingan di sekolah SMA-SMP Kartika 1-1 Medan
1.4 Ruang Lingkup
Penelitian ini memiliki ruang lingkup sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan di 37 titik yang dianggap berpotensi aktif dengan suara bising berada pada lantai 1 dikawasan sekolah SMA Kartika I-1 Medan dan SMP Kartika I-1 Medan.
2. Penentuan titik sampling menggunakan metode grid pada aplikasi google earth dengan pembagian lokasi sampling menjadi beberapa kotak yang berukuran sama berada di luar dan dalam sekolah SMA-SMP Kartika I-1 Medan.
3. Pengukuran koordinat titik lokasi sampling menggunakan Global Positioning System (GPS), dan pengukuran tingkat kebisingan dengan menggunakan Sound Level Meter (SLM).
4. Sumber tingkat kebisingan berasal dari kawasan sekolah dan aktivitas transportasi di Jalan S.Parman Medan dan Jalan Mojopahit Medan.
5. Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan selama adanya aktivitas siswa/siswi di sekolah sampai selesai yaitu sore hari, tetapi pengukuran tidak dilakukan pada kondisi hujan dan jam istirahat sekolah.
6. Pengambilan data selama 10 menit setiap titik dengan menggunakan Sound Level Meter dengan pembacaan nilai pengukuran dilakukan setiap 5 detik sekali sehingga di peroleh 120 data nilai kebisingan selama 2 hari.
7. Perhitungan Kebisingan di kawasan sekolah SMA-SMP Kartika I-1 Medan dianalisis dengan cara membuat distribusi frekuensi/ tabel frekuensi dan menganalisis tingkat kebisingan menggunakan persamaan rumus angka penunjuk ekuivalen (equivalent index (Leq) untuk dibandingkan dengan standart baku mutu tingkat kebisingan yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang baku mutu tingkat kebisingan untuk kawasan sekolah yaitu 55 dB.
8. Dari data distribusi frekuensi/ tabel frekuensi yang didapat dari pengukuran untuk mengetahui data normal atau tidak dilakukan uji normalitas data dengan SPSS.
9. Analisa tingkat penerima kebisingan menggunakan persamaan slovin dengan membagikan 162 sampel kuisioner kepada siswa dan guru SMA-SMP Kartika I-1 Medan untuk mengetahui persepsi terhadap tingkat kebisingan serta pengaruh kebisingan di kawasan sekolah.
10. Hasil pengukuran tingkat kebisingan di kawasan sekolah SMA-SMP Kartika I-1 Medan selanjutnya akan dipetakan dengan menggunakan program pemetaan aplikasi Surfer versi 11
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Manfaat Bagi Institusi
Sebagai sumber informasi dalam upaya pengendalian kebisingan.
2. Manfaat Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai tingkat kebisingan yang terjadi pada Jalan S.Parman dan Jalan Mojopahit Medan sehingga masyarakat dapat mengantisipasi peningkatan kebisingan
3. Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai pengaplikasian ilmu yang didapat selama proses perkuliahan dan untuk sebagai memenuhi persyaratan guna menyelesaikan pendidikan pada program Sarjana Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sekolah
2.1.1 Definisi Sekolah
Sekolah adalah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa/ murid di bawah pengawasan guru. Selain itu, sekolah merupakan suatu tempat untuk berlangsung nya proses belajar mengajar antara guru dan siswa. Proses belajar mengajar dapat berjalan efektif dan baik apabila lokasi belajar yang digunakan bersifat Kondusif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2017), sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran menurut tingkatannya, waktu atau pertemuan ketika murid diberi pelajaran dan usaha menuntut kepandaian ilmu pengetahuan.
2.1.2 Jenjang Pendidikan Sekolah
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengatakan bahwa, Jenjang Pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik,tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan di Indonesia terdiri dari pendidikan dasar yaitu merupakan jenjang pendidikan awal selama 6 tahun pertama masa sekolah anak-anak atau Sekolah Dasar (SD), lalu Pendidikan Menengah yang terdiri dari dua tingkatan, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas. Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada umumnya siswa berusia 13-15 tahun ditempuh dalam waktu pendidikan selama 3 tahun, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) pada umumnya siswa berusia 16-18 tahun ditempuh dalam waktu pendidikan selama 3 tahun.
2.1.3 Ruang Belajar
Ruang belajar adalah suatu ruangan tempat kegiatan belajar mengajar dilangsungkan.
Ruang belajar terdiri dari beberapa jenis sesuai fungsinya (Dyah, 2010) :
1. Ruang kelas atau ruang tatap muka, ruang ini berfungsi sebagai ruangan tempat siswa menerima pelajaran melalui proses interaktif antara peserta didik dengan pendidik, ruang belajar terdiri dari berbagai ukuran dan fungsi.
2. Ruang praktik/ Laboraturium ruang yang berfungsi sebagai ruang tempat peserta didik menggali ilmu pengetahuan dan meningkatkan keahlian melalui praktik,latihan, penelitian dan percobaan.
2.2 Pengertian Kebisingan
Berdasarkan keputusan yang dikeluarkan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: KEP- 48/MENLH/11/1996, tentang Baku Tingkat Kebisingan mengatakan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Menurut World Health Organization (WHO) yang dikutip oleh Eko (2000), Kebisingan adalah suara apapun yang tidak diperlukan dan memiliki efek buruk pada kualitas kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan. Suara pesawat, terbang, suara lalu lintas, dengungan konstan system ventilasi dan suara-suara keras lainnya adalah contoh kebisingan yang dapat menurunkan tingkat konsentrasi belajar.
2.3 Sumber Kebisingan
Menurut Prasetio (1985) dalam Anugra (2014), mengatakan sumber kebisingan dapat dibagi menjadi berikut ini:
a. Bising Interior
Merupakan bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga atau mesin-mesin gedung antara lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat music, dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada di gedung tersebut seperti kipas angina, motor kompresor pendingin, pencuci piring dan lain-lain.
b. Bising Eksterior
Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut, maupun udara, lalu lintas, industri alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat-tempat pembangunan gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain-lain di luar ruangan atau gedung.
2.4 Jenis-Jenis Kebisingan
Menurut Sihar (2005) dalam Phersiana (2010), kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar, yaitu:
1. Kebisingan tetap (steady noise), sering disebut juga kebisingan continous.
Kebisingan ini dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Discrete frequency noise
Merupakan kebisingan dengan frekuensi terputus yang berupa ”nada-nada”
murni dan terjadi pada frekuensi yang beragam dan luas. Contohnya suara mesin dan suara kipas.
b. Broad band noise
Merupakan kebisingan dengan frekuensi terputus yang bukan berupa ”nada- nada” murni dan terjadi pada frekuensi yang lebih sempit. Misalnya suara dari mesin gergaji, dan katup gas.
2. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) merupakan kebisingan yang memerlukan waktu untuk menurunkan intensitasnya tidak lebih dari 500 detik, dibagi lagi menjadi:
a. Intermittent noise
Merupakan kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya adalah kebisingan lalu lintas.
b. Impulsive noise
Merupakan kebisingan yang dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya.
2.5 Zona Kebisingan
Menurut Sastrowinoto (1985), dalam Hustim dkk (2013), daerah atau zona kebisingan dibagi dalam beberapa zona, antara lain :
1. Zona A : intensitas 35-45 dBA yang diperuntukkan bagi tempat penelitian, rumah sakit,
tempat perawatan kesehatan dan sosial dan sejenisnya.
2. Zona B : intensitas 45- 55 dBA yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat pendidikan dan rekreasi
3. Zona C : intensitas 50-60 dBA yang diperuntukkan bagi areal pasar, perkantoran, dan
perdagangan
4. Zona D : intensitas 60-70 dBA yang diperuntukkan bagi kawasan pabrik, industri, stasiun KA, terminal bis dan sejenisnya.
2.6 Pengaruh Kebisingan
Kebisingan dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang dapat mengganggu aktivitas manusia bahkan terhadap kesehatan, terutama pada kawasan sekolah yang terletak dekat bahu jalan raya sangat perpotensi adanya sumber bising akibat aktivitas transportasi sehingga dapat mengangu proses belajar mengajar yang berlangsung. Pengaruh- pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh kebisingan dapat berupa gangguan komunikasi, gangguan terhadap pendengaran (ketulian), gangguan psikologis, gangguan terhadap tidur, gangguan terhadap pekerjaan dan gangguan terhadap tubuh (Harrington, 2003).
Menurut Woolner (2010) menjelaskan dampak kebisingan dalam belajar yaitu dimana kondisi bising yang memapar ruang belajar dapat memberikan efek negatif secara langsung pada pembelajaran, khususnya pemahaman bahasa dan perkembangan membaca, Sedangkan, penyebab tak langsung permasalahan tersebut yaitu pada pelajar sering mengalami perasaan bingung atau jengkel ketika belajar saat terjadi kebisingan yang demikian.
2.7 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan
Nilai ambang batas kebisingan (NAB) adalah intensitas kebisingan tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh manusia tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu yang cukup lama atau terus menerus.
Penting untuk diketahui bahwa di dalam menetapkan standar NAB pada suatu level atau intensitas tertentu, tidak akan menjamin bahwa semua orang yang terpapar pada level tersebut secara terus menerus akan terbebas dari gangguan pendengaran, karena hal itu tergantung pada respon masing-masing individu (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/MenLH/11/1996).
NAB kebisingan tersebut merupakan ketentuan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: Kep 51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja dan Merupakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 16-7063-2004 Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Panas, Kebisingan, Getaran tangan-lengan dan radiasi ultra violet di tempat kerja. SNI ini memberikan informasi tentang pengendalian kebisingan yang dilakukan sehubungan dengan tingkat paparan sebagaimana subtansinya di muat pada Tabel 2.1 yang mengatur lamanya waktu paparan terhadap tingkat intensitas kebisingan (Suma’mur, 2009 dalam Pohan, 2014).
Tabel 2.1 Standar Waktu Pemajanan Kebisingan dengan Intensitas Kebisingan yang Diijinkan
Waktu Pemajanan Perhari Intensitas Kebisingan (dBA)
8 Jam 85
4 Jam 88
2 Jam 91
1 Jam 94
30 Menit 97
15 Menit 100
7,5 Menit 103
3,75 Menit 106
1,88 Menit 109
0,94 Menit 112
28,12 Detik 115
14,06 Detik 118
7,03 Detik 121
3,52 Detik 124
1,76 Detik 127
0,88 Detik 130
0,44 Detik 133
0,22 Detik 136
0,11 Detik 139
Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA (A) walaupun sesaat Sumber : Suma’mur, 2009 dalam Pohan, 2014.
2.8 Baku Tingkat Kebisingan
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep- 48/MenLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan pasal 1 ayat 1, menyatakan bahwa baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan masuk ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Dimana standart baku mutu tingkat kebisingan yang telah ditetapkan oleh KepMen LH No. 48 Tahun 1996 dapat dilihat pada tabel 2.2 :
Tabel 2.2. Tingkat Kebisingan Peruntukan Kawasan dan Lingkungan Peruntukan Kawasan/ Lingkungan Kegiatan Tingkat Kebisingan dB (A) a. Peruntukan kawasan :
1. Perumahan dan Pemukiman 55
2. Perdagangan dan Jasa 70
3. Perkantoran dan perdagangan 65
4. Ruang Terbuka Hijau 50
5.Industri 70
6.Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
7. Rekreasi 70
8. Khusus
-Bandar Udara -
-Stasiun Kreta Api -
-Pelabuhan Laut 70
-Cagar Budaya 60
b. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah Sakit 55
2. Sekolah atau Sejenisnya 55
3. Tempat Ibadah atau Sejenisnya 55
(Sumber : Menteri Negara Lingkungan Hidup No: KEP-48/MENLH/11/1996)
2.9 Pengendalian Kebisingan
Menurut Satwiko (2004) dalam Johar, dkk (2007), Pengendalian Kebisingan dapat dikurangi dengan melakukan beberapa strategi pengurangan kebisingan sebagai berikut : 1. Langkah awal selalu menangani kebisingan pada sumbernya dengan cara mengatur
sedemikian rupa agar sumber bunyi mengeluarkan intensitas bunyi minimal. Bila memungkinkan, bungkam sumber kebisingan dengan cara memberikan penutup yang melingkupi sumber tadi dari bahan yang memiliki hambatan suara tinggi (TL besar, kehilangan transmisi besar).
2. Bila tidak mungkin menanganai sumber kebisingan langsung, maka tangani media rambatan bunyi. Getaran mesin dapat merambat melalui lantai yang akan menjadi kebisingan di ruang lain. Pemakaian pegas atau peredam getar langsung pada mesin akan memotong rambatan bunyi. Permukaan-permukaan yang tidak memantulkan bunyi akan sangat membantu mengurangi kebisingan.
3. Jika kedua hal di atas tidak memungkinkan, maka terpaksa penanganan kebisingan dilakukan pada penerima bunyi. Perlindungan telinga (ear protector) sangat diperlukan untuk melindungi telinga dari ketulian akibat kebisingan yang kuat.
Menurut (Hobbs, 1995), Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam rangka pengendalian kebisingan pada lalu lintas, yaitu:
1. Desain jalan dan lokasi.
a. Lokasi jalan.
Jalan dibangun pada lokasi yang jauh dari daerah sensitif dengan harapan dapat mengurangi tingkat kebisingan dan membawa suasana daerah sekitarnya terbebas oleh polusi udara.
b. Peredam kebisingan.
Pembuatan dan penempatan berbatasan dengan dengan jalan akan sangat efektif untuk mengurangi kebisingan. Tanaman memberikan pengurangan tidak lebih dari 5 dB.
c. Membuat terowongan.
Dengan membuat terowongan, suara yang dikeluarkan atau ditimbulkan kendaraan akan diredam oleh dinding-dinding terowongan sehingga dapat mengurangi kebisingan.
d. Elevasi.
Jalan yang dibangun ditempat yang lebih tinggi ataupun ditempat yang lebih rendah dari sumber kebisingan dapat mengurangi tingkat kebisingan yang diterima oleh receiver.
e. Gradien.
Tanjakan sebesar 5% dapat meningkatkan kebisingan (khusus yang ditimbulkan oleh truk ) sebesar 3 dB, dan tanjakan sebesar 7% (curam) dapat meningkatkan kebisingan sebesar 5 dB.
f. Desain perkerasan.
Penggunaan agregat halus pada campuran perkerasan dapat mengurangi kebisingan sebesar 5 – 10 dB.
2. Perencanaan penggunaan lahan.
a. Lebar jalan.
Jalanya sempit didepan sebuah gedung dapat meneruskan dan memperkuat kebisingan.
b. Konstruksi gedung.
Jendela merupakan mata rantai terlemah dalam penyaluran kebisingan. Material kaca dapat menyebabkan pengurangan kebisingan.
c. Jarak dari jalan.
Kebisingan akan berkurang sekitar 4,5 dB untuk setiap penggandaan jarak antara sumber dan penerima.
d. Orientasi gedung dan rancangannya.
Gedung dapat didesain untuk memperkecil kebisingan dengan mengorientasikan menjadi lebih terbuka (misal memperbanyak jendela dan pintu) pada sisi luar yang jauh dari sumber kebisingan, dan menempatkan bagian yang sensitif (ruang tamu, tempat tidur) jauh dari sumber kebisingan, serta penataan tata bangunan sangat mendukung untuk mengurangi kebisingan, menjadikan faktor pengendalian pertumbuhan bangunan dalam penataan bangunan pada masing- masing ruas jalan yang ada dipertimbangkan berdasarkan fungsi jalan yang ada, yaitu :
1. Jalan Arteri : 32m 2. Jalan Arteri Sekunder : 29m 3. Jalan Kolektor Sekunder : 23m 4. Jalan Lokal Sekunder : 17m
3. Mengurangi kebisingan dari sumbernya yaitu kendaraan.
Hal ini mudah dicapai dengan peningkatan desain kendaraan agar lebih halus suaranya dan peningkatan sistem perawatan.
a. Badan kendaraan bermotor.
Pada saat kendaraan bergerak, kemungkinan besar akan terjadi getaran-getaran dan gesekan-gesekan atas komponen-komponen kendaraan yang menimbulkan suara. Keras dan lemahnya suara ini tergantung pada jenis, usia, dan perawatan kendaraan. Pada kecepatan tinggi, gesekan antara ban kendaraan dengan permukaan jalan dan badan kendaraan dengan udara dapat menimbulkan kebisingan. Suara ini akan semakin keras seiring dengan bertambahnya kecepatan kendaraan.
b. Motor atau mesin.
Alat penggerak kendaraan bermotor yang ada pada saat ini menggunakan motor bakar. Pengoprasian motor bakar akan menimbulkan suara karena adanya gesekan bagian-bagian yang bergerak dan bergetar, meskipun sudah diantisipasi dengan pelumasan, keras atau lemahnya suara tergantung pada umur dan perawatan kendaraan. Kendaraan yang berbahan bakar bensin umumnya menimbulkan suara yang lebih halus daripada yang menggunakan bahan bakar solar.
c. Klakson.
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Undang No. KM 8 Th 1989 pasal 7 disebutkan adalah sebagai berikut.
1. Tingkat suara klakson kendaraan bermotor ditentukan serendah-rendahnya 90 dB dan setinggi-tingginya 118 dB,
2. Ketentuan sebagai mana diatur dalam ayat 1 diukur pada tempat yang tidak memantulkan suara pada jarak yang serendah-rendahnya 2 m didepan kendaraan.
d. Knalpot.
Terjadinya pembakaran bahan bakar dengan udara dapat terjadi dengan sempurna, apabila campuran bahan bakar dan udara ditekan oleh torak pada ruang silinder mesin pada tekanan yang tinggi. Oleh karena itu biasanya sisa hasil pembakaran yang dibuang masih mempunyai tekanan yang cukup tinggi dan berpotensi untuk menimbulkan kebisingan.
4. Pengoperasian lalu lintas.
a. Kecepatan.
Kendaraan yang berasal dari mobil ( tidak termasuk truk ) akan berkurang sejalan dengan berkurangnya kecepatan. Setiap pengurangan kecepatan sampai setengahnya dapat mengurangi kebisingan sebesar 9 dB.
Oleh karenaitukebisingan dapatdikurangidenganadanyapembatasan kecepatan.
i. Pengaturan rute.
Lalu lintas harus diarahkan agar menjauh dari daerah-daerah pemukiman padat penduduk, khususnya untuk kendaraan-kendaraan barang dan bus-bus besar.
ii. Arus lalu lintas lancar.
Pada saat lalu lintas tidak mengalami hambatan atau kemacetan, dapat mengurangi tingkat kebisingan lalu lintas.
iii. Kepadatan lalu lintas.
Kebisingan dapat dikurangi dengan mengurangi kepadatan lalu lintas karena setiap pengurangan kepadatan sampai setengahnya dapat mengurangi kebisingan sebesar 3 dB.
5. Pembatasan Kebisingan.
Selain cara-cara diatas kebisingan dapat ditanggulangi dengan beberapa model penanggulangan kebisingan yang merupakan hasil rujukan dari hasil penelitian negara-negara maju, baik Eropa, Amerika, dan juga Asia yang antara lain dapat berupa:
a. Peredam bising.
b. Tanggul tanah.
c. Zona penyangga.
d. Desain struktur semi bawah tanah.
Beberapa model yang mungkin dapat dikembangkan di Indonesia dikemukakan sebagai berikut:
1. Alternatif model penanggulangan bising dapat juga berupa kombinasi dari dinding penghalang yang terbuat dari bahan peredam bising (beton, bata) dengan tanaman.
2. Untuk Damija yang sempit dapat dilakukan pemasangan dinding pembatas setinggi minimal 3m yang dapat bersifat sebagai peredam bising dengan koefisien absorbsi yang memadai.
3. Apabila Damija cukup lebar, dapat dilakukan penanaman secara kombinasi yaitu dari tanaman perdu bertingkat ke tanaman yang lebih keras, untuk tanaman dipilih yang badan lebar dan tahan terhadap cuaca. Kriteria tanaman tersebut adalah : massa daun rapat, bukan tanaman semusim, struktur percabangannya tidak mudah patah, tidak menghasilkan buah, mudah dalam pengadaan dan perawatan.
6. Peredam kebisingan dengan Tumbuhan
Secara umum, bangunan penghalang merupakan salah satu solusi yang digunakan dalam mereduksi kebisingan. Pengukuran efektivitas penghalang dilakukan agar diketahui nilai persentase beberapa jenis penghalang yang baik dalam meredam kebisingan. Menurut Riandy, (2014). mengatakan bahwa penghalang dapat terbuat secara alami maupun buatan, contohnya dinding, pagar yang kokoh, bangunan, pohon, dan semak. Tumbuhan memiliki nilai estetika yang tinggi, vegetasi juga dapat berfungsi dalam mereduksi kebisingan, memodifikasi iklim dan dapat menyerap partikel–partikel debu dari udara. Selain itu, morfologi daun mempengaruhi kemampuan daun menahan debu jatuh dan membelokkan rambatan bunyi.
2.10 Metode Pengukuran Kebisingan
Ada tiga cara atau metode yang digunakan dalam pengukuran akibat kebisingan di lingkungan menurut Maulana dkk (2011), yaitu:
1. Pengukuran dengan titik sampling
Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan hanya pada satu atau beberapa lokasi saja.
Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk mengevaluasi kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana, misalnya Kompresor/generator. Jarak pengukuran dari sumber harus dicantumkan, missal 3 meter dari ketinggian 1 meter.
Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang digunakan.
2. Pengukuran dengan peta kontur
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai dengan pengukuran yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan kebisingan, warna hijau untuk kebisingan dengan intensitas dibawah 85 dBA warna orange untuk tingkat kebisingan yang diatas 90 dB, warna kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85-90 dB.
3. Pengukuran dengan Grid
Untuk mengukur dengan Grid adalah dengan membuat contoh data kebisingan pada lokasi yang diinginkan. Titik-titik sampling harus dibuat dengan jarak interval yang sama di seluruh lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberapa kotak yang berukuran dan jarak yang sama, misalnya : 10 x 10 m. Kotak tersebut ditandai dengan baris dan kolom untuk memudahkan identitas.
2.11 Penentuan Tingkat Kebisingan
Pada penelitian ini perhitungan kebisingan dapat dianalisis dengan distribusi frekuensi.
Adapun komponen pada distribusi frekuensi yaitu (Tenri,2016) : 1. Range
Range (r) adalah jangkauan data yang diperoleh untuk membatasi data-data yang akan diolah. Adapun rumus range adalah sebagai berikut :
r = Xmax-Xmin ……… (2.1) Dimana :
Xmax = Nilai rata-rata maksimum Xmin = Nilai rata-rata minimum
2. Interval kelas
Interval kelas (i) adalah interval yang diberikan untuk menetapkan kelas-kelas dalam distribusi, Banyaknya interval kelas dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan:
i = ……….………(2.2)
Dimana : k = Kelas r = range
3. Kelas
Menentukan banyaknya jumlah kelas (k) dalam suatu distribusi data dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:
k = 1 + 3,3 log (n) ……...………...………..
(2.3) Dimana :
k = banyaknya kelas n = jumlah data
4. Nilai Tengah Kelas
Nilai Tengah Kelas adalah nilai yang terdapat di tengah interval kelas. Nilai tengah dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan:
………..……… (2.4)
Dimana :
BB = batas bawah kelas BA = batas atas kelas
5. Frekuensi
Dalam statistik, frekuensi adalah angka (bilangan) yang menunjukkan seberapa kali suatu variable (yang diambangkan dengan angka-angka itu) berulang dalam deretan angka tersebut, atau berapa kalikah suatu variabel (yang dilambangkan dengan angka itu) muncul dalam deretan angka tersebut.
6. Tingkat kebisingan dalam Angka Penunjuk
Menurut Mediastika (2005) , meskipun Sound Level Meter dipasang cukup lama untuk terus mencatat tingkat kebisingan yang muncul secara fluktuatif, bila dipasang dengan sistem angka penunjuk, maka hanya akan memunculkan hasil angka tunggal pada Sound Level Meter pada akhir pengukuran. Tanpa sistem angka penunjuk, pada pengukuran selama 18 jam misalnya, akan muncul beribu-ribu angka. Data ini tentu
menyulitkan orang awam untuk memahaminya, sehingga pemakaian angka penunjuk lebih disukai. Di negara maju, bakuan yang ditetapkan umumnya menggunakan sistem angka penunjuk dari hasil pengukuran selama beberapa saat.
Pengukuran tingkat kebisingan dengan sistem angka penunjuk yang paling banyak digunakan adalah angka penunjuk ekuivalen (equivalent index (Leq)). Angka penunjuk ekuivalen (Leq) adalah tingkat kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif) yang diukur selama waktu tertentu, yang besarnya setara dengan tingkat kebisingan tunak (steady) yang diukur pada selang waktu yang sama. Sistem angka penunjuk yang dipakai adalah angka penunjuk presentase. Sistem pengukuran ini menghasilkan angka tunggal yang menunjukkan presentase tertentu dari tingkat kebisingan yang muncul selama waktu tersebut. Presentase yang mewakili tingkat kebisingan minoritas adalah kebisingan yang muncul 10% dari keseluruhan data (L90) dan tingkat kebisingan mayoritas yang muncul 99% dari data pengukuran (L1).
Presentase tengah (L50) umumnya identik dengan kebisingan rata-rata selama periode pengukuran. L90 disebut kebisingan buangan atau sisa L1 adalah tingkat kebisingan yang umumnya menimbulkan gangguan. Khusus untuk dijalan raya, L90 akan menunjukkan tingkat kebisingan latar belakang dari L1 menunjukkan perkiraan tingkat kebisingan maksimum. Sehingga L1 adalah system pengukuran angka penunjuk yang harus benar-benar diperhatikan. L1 dan Leq dijadikan acuan untuk dibandingkan dengan bakuan yang berlaku, sementara L90 dapat diabaikan karena umumnya selisih jauh dengan bakuan (Tenri,2016) .
Perhitungan tingkat kebisingan dilakukan dengan mennghitung nilai L1,L10,L50 dan L90. Contoh perhitungan angka penunjuk presentase manual dilakukan dengan membuat histogram seperti pada Gambar 2.1 dengan mengambil contoh bahwa selama pengukuran diperoleh 600 buah data. Setelah diurutkan dan dihitung jumlah masing-masing tingkat kebisingan yang muncul, maka terbentuk batang- batang histogram seperti pada Gambar 2.2 (Mediastika, 2005).
Gambar 2.1 Contoh histogram unntuk pengukuran kebisingan dengan SLM Dengan melihat Gambar 2.2, luas daerah histogram dapat dihitung menggunakan persamaan 1 dibawah ini.
L = X ∑ Yi ……….……….. (2.5)
Dimana :
L = luas area histogram X = interval data n = banyaknya data
Yi = nilai / frekuensi pada data ke – i
i = urutan data dimulai dari data ke-1 hingga data ke-n
Gambar 2.2 Contoh potongan histogram untuk pengukuran L90, L50, dan L10
Untuk menghitung L90, buatlah persamaan luas area sebesar 10% (merupakan sisa dari 90% yang telah diambil) :
X ∑ Yk + Yr . a = 10 % L ……….. (2.6)
Dimana :
X = Interval data
Yr = Frekuensi (%) dimana 10 % L berada Yk = jumlah seluruh frekuensii (%) sebelum Yr a = nilai tambahan pada L90
L90 = Db + a ………. (2.7) Dimana :
Db = Nilai interval bawah dimana 10 % L berada
Untuk menghitung L50, buatlah persamaan luas area sebesar 50 % (merupakan sisa dari 50 % yang telah diambil ) :
X ∑ Yk + Ys . b = 50 % L ……….. (2.8)
Dimana :
X = Interval data
Ys = Frekuensi (%) dimana 50 % L berada Yk = jumlah seluruh frekuensi (%) sebelum Ys b = nilai tambahan pada L50
L50 = Db + b ………. (2.9)
Dimana :
Db = Nilai interval bawah dimana 50 % L berada.
Untuk menghitung L10, buatlah persaman luas area sebesar 90 % (merupakan sisa dari 10 % yang telah diambil) :
X ∑ Yk + Yt . c = 90 % L ……….. (2.10)
Dimana :
X = Interval data
Yt = Frekuensi (%) dimana 90 % L berada Yk = jumlah seluruh frekuensi (%) sebelum Yt c = nilai tambahan pada L10
L10 = Db + c ………...……….
(2.11) Dimana :
Db = Nilai interval bawah dimana 90 % L berada.
Angka penunjuk ekuivalennya dapat dihitung menggunakan persamaaan sebagai berikut :
Leq = L50 + 0.43 (L1-
L50) ……….………(2.12)
Dimana :
Leq = tingkat kebisingan equivalen L50 = angka penunjuk kebisingan 50 % L1 = angka penunjuk kebisingan 1 %
Dengan demikian, Untuk menentukan Leq kita perlu melakukan perhitungan L1.
X ∑ Yk + Yu . d = 99 % L ……… (2.13)
Dimana :
X = Interval data
Yu = Frekuensi (%) dimana 99 % L berada Yk = jumlah seluruh frekuensi (%) sebelum Yu d = nilai tambahan pada L1
L1 = Db + d ………. (2.14)
Dimana :
Db = Nilai interval bawah dimana 10 % L berada.
7. Analisa Data Statistik
Dari data perhitungan tingkat kebisingan Leq yang didapat dilakukan uji normalitas pada program SPSS untuk mengetahui apakah data penelitian tersebut memiliki distribusi normal atau tidak. Menurut Islawati, Dkk (2014), untuk mengetahui distribusi normal pada data maka dihitung nilai D( ,n) dengan menggunakan persamaan :
D( ,n) = ………..………...………..
(2.15) Dimana :
N = nilai df pada tabel uji normalitas Dmax = nilai statistik pada tabel uji normalitas
Apabila nilai Dmax < D( ,n) maka distribusi tersebut normal.
2.12 Alat Pengukuran kebisingan
Berikut ini alat yang dapat digunakan dalam pengukuran kebisingan dan cara perhitungan tingkat kekuatan bunyi adalah sebagai berikut (Hustim dkk, 2013) :
1. Sound Level Meter (SLM)
Tingkat kekuatan bunyi diukur dengan alat yang disebut Sound Level Meter (SLM).
Alat ini terdiri dari : mikrofon, range switch, dan layar (display) dalam satuan desibel (dB). Layarnya dapat berupa layar manual yang ditunjukkan dengan jarum dan angka seperti halnya jam manual, ataupun berupa layar digital. SLM sederhana hanya dapat mengukur tingkat kekerasan bunyi dalam satuan dB, sedangkan integrating SLM memiliki kemampuan untuk menyimpan hasil pengukuran jika dihubungkan dengan laptop. SLM yang amat sederhana biasanya hanya dilengkapi dengan bobot pengukuran A (dBA) dengan sistem pengukuran seketika (tidak dapat menyimpan dan mengolah data), sedangkan yang sedikit lebih baik, dilengkapi pula dengan skala pengukuran B dan C. Beberapa SLM yang lebih canggih dapat sekaligus dipakai untuk menganalisis tingkat kekerasan dan frekuensi bunyi yang muncul selama rentang waktu tertentu (misalnya tingkat kekerasan selama 1 menit, 10 menit, atau 8 jam), dan mampu menggambarkan gelombang yang terjadi.
Beberapa produsen menamakannya Hand Held Analyser (HHA), ada pula dalam model Desk Analyser (DA). Berikut merupakan gambar dari sound level meter (SLM) yang terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Sound Level Meter (SLM) 2.13 Pemetaan Surfer
Surfer adalah perangkat lunak yang dapat digunakan dalam pembuatan peta kontur dan pemodelan tiga dimensi yang berdasarkan pada grid. Perangkat lunak ini melakukan plotting data tabular XYZ tak beraturan menjadi lembar titik-titik segi empat (grid) yang beraturan. Grid adalah serangkaian garis vertikal dan horizontal yang dalam Surfer berbentuk segi empat dan digunakan sebagai dasar pembentukan kontur dan surface tiga dimensi. Garis vertikal dan horizontal ini memiliki titik-titik perpotongan. Pada titik perpotongan ini disimpan nilai Z yang berupa titik ketinggian atau kedalaman. Gridding merupakan proses pembentukan rangkaian nilai Z yang teratur dari sebuah data XYZ.
Hasil dari proses gridding ini adalah file grid yang tersimpan pada file. grd (Azizah, 2012).
Surfer membantu dalam analisis kelerengan ataupun morfologi lahan dari suatu foto udara atau citra satelit yang telah memiliki datum ketinggian. Surfer dapat memberikan secara spasial letak potensi bencana. Dalam aplikasinya beberapa fasilitas yang dapat digunakan yaitu Contour Maps, 3D Surface Maps, Image Maps, Shaded Relief Maps, Post Maps, 3D Wireframe Maps, Vector Maps, Base Maps, Map Layers, Stacking Maps, Map Projections, Customize Your Map, Superior Gridding, Vagiograms, Faults and Breaklines dan Grid Function (Saleh, 2011).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan dapat dilihat pada diagram alir penelitian pada gambar 3.1
Pengumpulan Data Sekunder : 1. Nilai VCR
2. Data Sekolah SMA-SMP Kartika 1-1 Medan 3. Lay Out/ Tata Letak Sekolah SMA-SMP
Kartika 1-1 Medan
Pengumpulan Data Primer : 1. Tingkat Kebisingan dalam dB
2. Data tingkat penerima kebisingan di kawasan SMA-SMP Kartika 1-1 Medan
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Studi Literatur
Penentuan Titik Sampling DeDe
Analisis Dan Pembahasan Kebisingan
Kesimpulan dan Saran
Selesai Perumusan Masalah
1. Analisis Kuantitatif 4. Analisis kuisioner
2. Analisis Kualitatif 5. Pemetaan Tingkat Kebisingan 3. Analisis Data Statistik dengan Aplikasi Surfer versi 11
3.2. Gambaran Umum Sekolah
SMA Kartika 1-1 Medan dan SMP Kartka 1-1 Medan merupakan suatu tempat untuk berlangsungnya proses belajar mengajar siswa dan murid dibawah pengawasan guru.
Kawasan SMA Kartika 1-1 Medan dan SMP Kartka 1-1 Medan terletak dilokasi yang sama di dalam satu lingkungan sekolah yang berada di Jalan S.Parman No. 240 Medan, Petisah Tengah. Adapun Batas-batas administrasi SMA-SMP Kartika 1-1 Medan adalah
- Sebelah Utara : Berbatasan dengan Pertokoan dan Perkantoran
- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Hotel Cambridge dan Jalan S.Parman Medan - Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Pemukiman
- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Pertokoan dan Jalan Mojopahit Medan
Penelitian akan dilakukan di Kawasan Sekolah SMA Kartika 1-1 Medan dan SMP Kartka 1-1 Medan dan pemukiman sekitar yang berada di Jalan S.Parman Medan, dan peta lokasi sekolah dapat dilihat pada Gambar 3.1. Kawasan sekolah ini memiliki area seluas 6.970 m2, untuk peta lay out SMA Kartika 1-1 Medan dan SMP Kartka 1-1 Medan terdapat pada Gambar 3.2 ( SMA Kartika 1-1 Medan, 2017 )
Berdasarkan data yang didapat SMA Kartika 1-1 Medan pada tahun 2017 memiliki 152 Siswa, 22 Guru, 7 Pegawai dan 3 Satpam sekolah dengan Ruang Kelas berjumlah 5 Ruang Belajar terbagi untuk Ruang Kelas 10, Ruang Kelas 11 IPA, Ruang Kelas 11 IPS, Ruang Kelas 12 IPA dan Ruang Kelas 12 IPS. Untuk SMP Kartka 1-1 Medan memiliki 76 Siswa, 11 Guru, dan 2 Pegawai dengan Ruang Kelas berjumlah 3 Ruang Belajar terbagi untuk Ruang Kelas 7, Ruang Kelas 8 dan Ruang Kelas 9 ( SMP-SMA Kartika 1-1 Medan, 2017).
Gambar 3.2 Peta Lokasi Penelitian
Peta Lokasi Penelitian
Skala 1 : 20.000
Keterangan
Sumber Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota
Medan 2007 Dibuat Oleh Angga Fananda Aulia
130407007 Program Studi Teknik
Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
2017
Lokasi Penelitian Jalan
Sungai
Gambar 3.2 Peta Lokasi Pembangkit
Gambar 3.3 Lay Out Sekolah SMA Ka
Gambar 3.3 Lay Out Lantai 1 Sekolah SMA Kartika 1-1 Medan dan SMP Kartika 1-1 Medan
Skala 1 : 200
Gambar 3.4 Lay Out Lantai 2 Sekolah SMA Kartika 1-1 Medan dan SMP Kartika 1-1 Medan
Skala 1 : 200
Gambar 3.5 Lokasi Titik Sampling
Peta Lokasi Titik Sampling
Keterangan
Sumber Google Earth
2017 Dibuat Oleh Angga Fananda Aulia
130407007
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
2017 U
Titik Sampling Lokasi Penelitian
3.3. Lokasi Titik Sampling Kebisingan
Penentuan titik sampling menggunakan metode grid pada aplikasi google earth dengan pembagian lokasi sampling menjadi beberapa kotak yang berukuran sama berada di luar dan dalam sekolah SMA-SMP Kartika I-1 Medan. Titik sampling kebisingan yang didapat berjumlah 37 titik. Peta lokasi titik sampling dapat dilihat pada Gambar 3.5.
3.4. Waktu Penelitian
Pengambilan sampel kebisingan dilakukan selama 2 hari pada 37 titik sampling setiap hari nya, dalam 1 titik sampling dilakukan pengukuran dengan sound level meter selama 10 menit dengan pembacaan dan pencatatan data dilakukan setiap 5 detik, sehingga akan di dapatkan 120 data level kebisingan setiap titik. Pengukuran dilakukan pada hari kerja (weekday) dan hari libur (weekend) untuk mendapatkan data yang maksimum, dimana untuk melihat tingkat kebisingan pada hari kerja (weekday) yaitu hari kamis dan pada hari libur (weekend) yaitu hari sabtu. Pemilihan waktu pengambilan sampel berdasarkan arus terbesar lalu lintas selama adanya aktivitas di sekolah SMA-SMP Kartika 1-1 Medan Jalan S.Parman Medan dan Jalan Mojopahit yaitu jam 07.00-14.00.
Waktu pengukuran sampel akan disajikan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Frekuensi Pengukuran Kebisingan
Lokasi Hari Titik Waktu Variabel
yang diukur 1. Parkiran sekolah 07.00-07.10 WIB
2. Halaman Depan Sekolah
07.20-07.30 WIB
SMA Kartika 1 3. Halaman Depan Sekolah
07.40-07.50 WIB
1-1 Medan & Dan 4. Halaman Depan Sekolah
08.00-08.10 WIB SMP Kartika 2 5. Halaman Depan
Sekolah
08.20-08.30 WIB
1-1 Medan 6. Halaman Depan
Sekolah
08.40-08.50 WIB Kebisingan 7. Pos Jaga Sekolah 09.00-09.10 WIB
8. Depan Ruang Komputer SMP
08.20-09.30 WIB
Lanjutan tabel 3.1
Lokasi Hari Titik Waktu Variabel
yang diukur 9. Depan Ruang
Perpustakaan SMP 09.50-10.00 WIB 10. Depan Ruang
Komputer SMA
08.40-08.50 WIB
11. Depan Ruang Tata Usaha SMA
08.20-08.30 WIB
12. Depan Ruag kepala Sekolah SMA
08.00-08.10 WIB
13. Gerbang Sekolah 07.40-07.50 WIB
SMA Kartika 14. Depan Lab Biologi SMA
07.20-07.30 WIB
1-1 Medan & 1 15. Depan Ruang Sanggar Tari
07.00-07.10 WIB
SMP Kartika Dan 16. Depan Ruang Kewirausahaan
09.50-10.00 WIB Kebisingan 1-1 Medan 2 17. Depan Ruang Osis 10.10-10.20 WIB
18. Depan Ruang Kelas 12 IPA SMA
10.30-10.40 WIB
19. Lapangan Sekolah 11.30-11.40 WIB
20. Lapangan Sekolah 12.00-12.10 WIB
21. Lapangan Sekolah 12.20-12.30 WIB
22. Depan Ruang Kelas 3 SMP
10.10-10.20 WIB
23. Depan Ruang Kelas 2 SMP
10.30-10.40 WIB
24. Depan Ruang Kelas 1 SMP
10.50-11.00 WIB