• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PERPAJAKAN HUKUM PAJAK : ANDHIKA WAHYUDIONO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH PERPAJAKAN HUKUM PAJAK : ANDHIKA WAHYUDIONO"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PERPAJAKAN

HUKUM PAJAK

DOSEN MATAKULIAH :

ANDHIKA WAHYUDIONO, S.Pd., M.Pd

KELOMPOK 3

MAHASISWA

Alvina Arti Fernanda / 21201732

Wida Novita Sari / 21201756

Nadia Cahya Aini / 21201742

Bagus Tegar Wicaksono / 21201736

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

BANYUWANGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

ADMINISTRASI PUBLIK

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar tanpa kendala. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang senantiasa membawa kita dari zaman jahiliah ke zaman yang diterangi ilmu dan iman.

Makalah ini disusun guna melengkapi nilai dan tugas mata kuliah Perpajakan, dalam penyusunan makalah ini dengan usaha dan kerja keras serta dukungan dari berbagai pih ak , ka mi pe ny us un tel a h be ru s ah a ag a r da pa t me mb e rik a n se rt a me nc a pa i has i l ya ng maksimal sesuai dengan harapan, walaupun dalam pembuatan makalah ini kami penyusun menghadapi berbagai kesulitan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang kami miliki.

T i d a k l u p a p u l a k a m i s e b a g a i P e n y u s u n m e n g u c a p k a n t e r i m a k a s i h y a n g sebesar– besarnya kepada Bapak Andika Wahyudiono, S.Pd.,M. Pd selaku dosen Perpajakn . Mak a la h ini dis u s un de ng a n tuj u an unt u k me na m ba h wa wa s a n pe nu l is sek a li gu s pembaca . Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh se b a b it u ka m i sa n g a t be rh a ra p kr i t i k da n sa r a n ya n g me m b a n g u n . Da n se m o g a de n g a n selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Banyuwangi, 22 Maret 2021

(3)

DAFTAR ISI

Contents

KATA PENGANTAR... 2

DAFTAR ISI...3

BAB I PENDAHULUAN...4

1.1 Latar Belakang Masalah... 4

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan... 4

BAB II PEMBAHASAN... 5

2.1 Definisi dan dasar hukum pajak penghasilan (PPh)... 5

2.2 Subjek Pajak... 5

2.3 Objek Pajak Penghasilan... 7

2.4 Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap... 8

2.5 Penghasilan Kena Pajak...8

1) Wajib pajak orang pribadi dalam negeri... 9

2) Wajib pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap... 9

2.6 Penghasilan Tidak Kena Pajak...11

2.7 Penilaian Aset...12

2.8 Konsep Penyusutan dan Amortisasi... 15

2.9 Tarif Pajak... 15

2.10 Penghasilan Kena Pajak Dan PPh Terhutang... 19

BAB III PENUTUP...21

3.1 Kesimpulan... 21

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pajak mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan bernegara,khususnya didalam pembangunan karena pajak merupakan sumber penghasilan negara untuk membiayai semua pengeluaran, termasuk pengeluaran pembangunan. Sistem pemungutan pajak di indonesia adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberikan kepercayaan untuk memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri atas pajak yang terhutang terhadap negara. Disamping cara Self Assessment System terdapat cara lain yaitu sistem pemotongan atau withholding system. Withholding System merupakan cara yang paling mudah yang dilakukan pemerintah untuk memungut pajak, yaitu dengan cara mewajibkan wajib pajak untuk melakukan pungutan dan pemungutan pajaknya oleh pihak lain. Dengan cara ini maka pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk memungut pajak. 1.2 Rumusan Masalah

1. Menjelaskan definisi dan dasar hukum pajak penghasilan (PPh) 2. Menjelaskan subjek pajak

3. Menjelaskan objek pajak penghasilan 4. Menjelaskan pajak bentuk usaha tetap 5. Menjelaskan penghasilan kena pajak 6. Menjelaskan penghasilan tidak kena pajak 7. Menjelaskan penilaian aset

8. Menjelaskan penyusutan dan amortisasi 9. Menjelaskan tarif pajak

10. Menghitung penghasilan kena pajak dan PPh yang terutang 1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :

1. Dapat mengetahui definisi dan dasar hukum pajak penghasilan (PPh) 2. Dapat mengetahui subjek pajak

3. Dapat mengetahui objek pajak penghasilan 4. Dapat mengetahui pajak bentuk usaha tetap 5. Dapat mengetahui penghasilan kena pajak 6. Dapat mengetahui penghasilan tidak kena pajak 7. Dapat mengetahui penilaian aset

8. Dapat mengetahui penyusutan dan amortisasi 9. Dapat mengetahui tarif pajak

(5)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan dasar hukum pajak penghasilan (PPh)

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak

Peraturan perundangan yang mengatur Pajak Penghasilan di Indonesia adalah UU No. 7 Tahun 1983 yang telah disempurnakan dengan UU No. 7 Tahun 1991, UU No. 10 Tahun 1994, UU No. 17 Tahun 2000, UU No. 36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah, keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak maupun Surat edaran Direktur Jenderal Pajak

2.2 Subjek Pajak

Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan.

Berdasar Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008, Subjek Pajak dikelompokkan sebagai berikut: 1. Subjek Pajak orang pribadi

Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar negeri

2. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak Pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.

3. Subjek Pajak badan

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan Subjek Pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.

4. Subjek Pajak Benuk Usaha Tetap (BUT)

Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:

(6)

b) cabang perusahan; c) kantor perwakilan; d) gedung kantor; e) pabrik; f) bengkel; g) gudang;

h) ruang untuk promosi dan penjualan;

i) pertambangan dan penggalian sumber alam; j) wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

k) perikanan, perternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; l) proyek kontruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

m) pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

n) orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; o) agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia;

p) komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

 Kewajiban pajak subyektif

Kewajiban Pajak subjektif berrarti bahwa kewajiban pajak yang melekat pada subjeknya dan tidak dapat dilimpahkan pada orang atau pihak lain. Pada umumnya setiap orang yang bertempat tinggal di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subjektif. Sedangkan untuk orang yang bertempat tinggal di luar Indonesia kewajiban pajak subjektifnya ada kalau mempunyai hubungan ekonomi dengan Indonesia. Saat mulai dan berakhirnya pajak subjektif untuk setiap Subjek Pajak diuraikan dalam tabel berikut ini.

 Jenis-jenis subjek pajak

1) Kewajiban Pajak Subjektif Dimulai 2) Kewajiban Pajak Subjektif Berakhir 3) Dalam Negeri-Orang Pribadi

4) Saat dilahirkan

5) Saat berada di Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia 6) Saat meninggal

7) Saat meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya 8) Dalam Negeri-Badan

9) Saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

10) Saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia 11) Luar Negeri Melalui BUT

12) Saat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia

13) Saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia 14) Luar Negeri Tidak Melalui BUT

15) Saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia

16) Saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia 17) Warisan Belum Terbagi

(7)

18) Saat timbulnya warisan yang belum terbagi 19) Saat warisan selesai dibagikan

 Pengecualian subyek pajak

Yang tidak termasuk Subjek Pajak berdasar Pasal 2 UU No. 36 Tahun 2008 adalah: 1) kantor perwakilan negara asing;

2) pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari engara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 3) organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi angota organisasi

tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemeritah yang dananya berasal dari iuran para anggota;

4) pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada nomor 3, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Organisasi internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud nomor 3 sitetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

5) organisasi-organisasi internasional yang berbentuk kerjasama teknik dan/atau kebudayaan dengan syarat kerja sama teknik tersebut memberi manfaat pada negara/pemerintah Indonesia dan tidak menjalankan usaha/kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

6) dalam hal terdapat ketentuan perpajakan yang diatur dalam perjanjian internasional yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang diatur dalam UU PPh, perlakuan perpajakannya didasarkan pada ketentuan dalam perjanjian tersebut sampai dengan berakhirnya perjanjian dimaksud, dengan syarat perjanjian tersebut telah sesuai dengan Undang-undang Perjanjian Internasional.

2.3 Objek Pajak Penghasilan

Objek pajak dalam pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh. Tambahan ekonomi tersebut bisa berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri, yang bisadigunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan. Secara umum, yang menjadi objek pajak dari pengenaan PPh adalah penghasilan yang diperoleh. Namun, dalam penentuan objek PPh ini terdapat beberapa pengecualian. Pada dasarnya, objek pajak PPh dapat dibagi ke dalam empat kategori sebagai berikut:

1. Penghasilan dari hubungan pekerjaan

Penghasilan yang bisa diperoleh melalui hubungan antara karyawan dan pihak pemberi kerja. Dalam hal ini yang dimaksud adalah gaji, honorarium, tunjangan, upah dan lain sebagainya.

(8)

Penghasilan yang dimaksud adalah penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan sebuah keuntungan. Seperti misalnya, kegiatan perdagangan atau suatu usaha tertentu.

3. Penghasilan modal

Penghasilan modal adalah penghasilan yang diterima sebagai imbalan atas modal. Dimana penghasilan tersebut berupa uang, barang modal, atau kekayaan intelektual. Seperti bunga sebagai imbalan atas peminjaman uang, dividen sebagai imbalan atas penyertaan modal, royalty sebagai imbalan atas penggunan hak cipta, hak paten, dan lainnya.

4. Penghasilan lainnya

Yang dimaksud disini adalah sesuatu yang memenuhi konsep dasar penghasilan, namun tidak termasuk dalam jenis penghasilan hubungan pekerjaan, penghasilan kegiatan usaha, atau penghasilan modal. Contoh penghasilan yang termasuk dalam kategori penghasilan lainnya, yaitu hadiah dan penghargaan, pembebasan utang, dan beasiswa. Kemudian imbalan yang diperoleh karena adanya satu perjanjian untuk tidak bersaing. Dan penghasilan dari sanksi yang dikenakan atas keterlambatan dalam melakukan suatu pembayaran.

2.4 Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap

Menurut Pasal 5 UU PPh, Yang menjadi Obyek Pajak bentuk usaha tetap adalah :

1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai;

2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;

3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.

2.5 Penghasilan Kena Pajak

Penghasilan kena pajak adalah penghasilan wajib pajak yang menjadi dasar untuk menghitung pajak penghasilan. Penghasilan kena pajak didapat dengan menghitung penghasilan bruto dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Apabila dalam menghitung penghasilan kena pajak, penghasilan bruto setelah dikurangkan dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan didapat kerugian maka kerugian tersebut dikompensasikan mulai dengan penghasilan tahun pajak berikutnya sampai dengan berturut-turut lima tahun.

(9)

Ketentuan mengenai Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh. Salah satu poin yang diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008, tepatnya pada Pasal 17 adalah tarif PPh atas Penghasilan Kena Pajak.

Penghasilan kena pajak didapat dengan menghitung penghasilan bruto dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Apabila dalam menghitung penghasilan kena pajak, ada kerugian maka kerugian tersebut dikompensasikan mulai dengan penghasilan tahun pajak berikutnya sampai dengan lima tahun berturut-turut.

Perlu kita ketahui, tarif ini dibedakan menjadi dua jenis. Perbedaan itu ditentukan berdasarkan kepada siapa pajak dikenakan, yaitu:

·Tarif Pasal 17 untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

·Tarif Pasal 17 untuk wajib pajak badan dalam negeri serta bentuk usaha.  Tarif pajak 17

Jika telah bekerja dan memiliki penghasilan, kita harus tahu betul berapa tarif terbaru yang dikenakan? Ketentuan terbaru mengenai tarif PPh untuk Penghasilan Kena Pajak adalah sebagai berikut.

1) Wajib pajak orang pribadi dalam negeri

Orang pribadi yang merupakan warga negara Indonesia dikenakan pajak dengan tarif yang berbeda sesuai jumlah penghasilan sebagai berikut.

·Penghasilan hingga Rp50.000.000 per tahun, tarif PPh yang dikenakan adalah 5%.

·Untuk penghasilan Rp50.000.000 hingga Rp250.000.000 per tahun, tarif PPh yang diberlakukan adalah 15%.

·Untuk penghasilan Rp 250.000.000 hingga Rp500.000.000 per tahun, tarif PPh-nya sebesar 25%.

·Sementara untuk penghasilan di atas Rp500.000.000 per tahun, tarif PPh yang dikenakan adalah 30%.

No. Penghasilan Kena Pajak (PKP) Tarif

Memiliki NPWP Tidak Memiliki NPWP

1. Sampai dengan Rp50.000.000 5% 6%

2. Rp50.000.000-Rp250.000.000 15% 18%

3. Rp250.000.000-Rp500.000.000 25% 30%

4. Di atas Rp500.000.000 30% 36%

2) Wajib pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap

Wajib Pajak yang merupakan badan atau bentuk usaha tetap wajib membayar PPh dengan tarif yang berbeda. Khusus untuk subjek pajak ini, tarif yang dikenakan adalah 28 persen dari seluruh jumlah penghasilan.

 Cara menghitung tarif pajak 17

Jika kita sudah tahu ketentuannya, kita akan lebih mudah menghitung jumlah pajak yang harus dibayarkan. Berikut contohnya.

Apabila kita memiliki PKP sejumlah Rp60.000.000 per tahun. Maka untuk menghitung PPh yang harus dibayar sebagai berikut :

Rp50.000.000 x 5% = Rp2.500.000

(Rp60.000.000-Rp50.000.000) x 15% = Rp1.500.000

Catatan: rumus dikurangi Rp50.000.000 karena Rp50.000.000 tersebut sudah dikalikan dengan tarif 5%.

Jadi, jumlah pajak yang harus kita bayarkan tiap tahun berdasarkan gaji Rp60.000.000/tahun: Rp2.500.000 + Rp1.500.000 = Rp4.000.000.

(10)

Dengan demikian setiap Penghasilan Kena Pajak seseorang berbeda satu dengan yang lainnya. Hal tersebut bergantung pada penghasilan masing-masing. Begitu pula dengan wajib pajak badan usaha yang memiliki ketentuan yang berbeda.

 Penghasilan kena pajak setahun

Ketentuan lain mengenai Pajak Penghasilan yang patut kita perhatikan dalam Pasal 17 adalah pajak yang terutang dalam bagian tahun pajak. Seperti yang tertulis dalam Pasal 5. “Besarnya pajak yang terutang bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 dikalikan dengan pajak yang terutang untuk satu tahun pajak.”

Sebagai pelengkap, ada pula ketentuan dalam Pasal 6, yaitu “untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat 5, tiap bulan yang penuh akan dihitung 30 hari”. Contoh penghitungannya sebagai berikut.

Wajib pajak memiliki Penghasilan Kena Pajak setahun Rp400.000.000. Maka cara penghitungan PPh setahunnya adalah:

· 5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000

· 15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000

· 25% x Rp150.000.000 = Rp37.500.000

Jumlah Pajak Penghasilan adalah Rp70.000.000. Apabila pajak terutang dalam Tahun Pajak adalah tiga bulan, maka pajak penghasilan yang terutang dalam bagian tahun pajak (tiga bulan) adalah (3×30):360) x Rp70.000.000 = Rp17.500.000

 Ketentuan tarif pajak 17 untuk kondisi tertentu

·Tarif tertinggi yang dikenakan pada wajib pajak orang pribadi dalam negeri dapat diturunkan paling rendah 25 persen.

·Khusus untuk tarif pajak yang diberlakukan kepada wajib pajak badan dan bentuk usaha tertentu akan menjadi 25 persen dan mulai berlaku pada 2010.

·Perseroan Terbuka sebagai wajib pajak badan dalam negeri dan memiliki setidaknya 40 persen jumlah keseluruhan saham yang disetor dan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia serta memenuhi persyaratan tertentu, bisa mendapatkan tarif lebih rendah 5 persen daripada tarif normal.

·Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima pembagian dividen akan dikenakan tarif pajak penghasilan sebesar 10 persen. Tarif ini bersifat final, ketentuan selanjutnya mengenai hal ini diatur dalam peraturan pemerintah.

(11)

2.6 Penghasilan Tidak Kena Pajak

Definisi Penghasilan Tidak Kena Pajak atau PTKP adalah besarnya penghasilan yang menjadi batasan tidak kena PPh Pasal 21 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP). Dengan kata lain, jika penghasilan bulanan seseorang tidak mencapai ambang batas PTKP maka tidak wajib bayar pajak. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bertujuan untuk meringankan masyarakat menengah ke bawah yang memiliki penghasilan di bawah batas PTKP.

 Besar jumlah PTKP

Dasar hukum penentuan tarif PTKP 2019 adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016. Sementara secara detail cara menghitungnya dijelaskan melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016. Penetapan tarif PTKP pegawai tidak tetap diatur dalam PMK No. 102/PMK.010/2016. Artinya, tarif PTKP tidak berubah sejak tahun 2016. Berikut ini adalah tarif PTKP yang berlaku sejak tahun 2016 hingga sekarang:

· Wajib pajak pribadi berstatus tanpa tanggungan Rp54.000.000

· Penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami Rp54.000.000

· Wajib pajak pribadi yang berstatus kawin mendapat tambahan Rp4.500.000

· Tambahan Rp4.500.000 untuk setiap anggota keluarga sedarah yang menjadi tanggungan, maksimal 3 tanggungan

LAKI-LAKI /

PEREMPUAN LAJANG LAKI- LAKI KAWIN

PENGHASILAN SUAMI ISTRI DIGABUNG Kode PTKP Tarif PTKP Kode PTKP Tarif PTKP Kode PTKP Tarif PTKP TK/0 Rp. 54.000.000 TK/0 Rp. 58.500.000 K/1/0 Rp. 112.500.000 TK/1 Rp. 58.500.000 K/1 Rp. 63.000.000 K/1/1 Rp. 117.000.000 TK/2 Rp. 63.000.000 K/2 Rp. 67.500.000 K/1/2 Rp. 121.500.000 TK/3 Rp. 67.500.000 K/3 Rp. 72.000.000 K/1/3 Rp. 126.000.000  Status PTKP

Selain tarif PTKP, dikenal juga status PTKP yang ditulis dalam kode-kode seperti TK/0 maupun K/1. Apakah arti dari masing-masing kode PTKP tersebut? Berikut penjelasannya:

- Status Lajang

·TK/0 artinya seorang laki-laki/perempuan yang belum menikah dan tidak memiliki tanggungan

·TK/1 artinya seorang laki-laki/perempuan yang belum menikah namun memiliki satu tanggungan

·TK/2 artinya belum menikah dan memiliki dua orang tanggungan

·TK/3 artinya belum menikah dan memiliki tiga orang tanggungan - Status Kawin

·TK/0 artinya telah menikah dan tidak memiliki tanggungan

·K/1 artinya telah menikah dan memiliki satu tanggungan

·K/2 artinya telah menikah dan memiliki dua tanggungan

(12)

- Status PTKP Digabung

·K/1/0 artinya adalah penghasilan suami dan istri digabung serta tidak memiliki tanggungan

·K/1/1 artinya penghasilan suami dan istri digabung dengan memiliki satu tanggungan

·K/1/2 artinya adalah penghasilan suami istri digabung serta memiliki dua tanggungan

·K/1/3 artinya penghasilan suami istri digabung serta memiliki tiga tanggungan 2.7 Penilaian Aset

SPI 2007 mendefinisikan penilaian sebagai suatu proses pekerjaan seorang penilai dalam memberikan oepini tertulis mengenai nilai ekonomi pada saat tertentu. Dari defini tersebut, Penilaian Aset diartikan sebagai proses penilaian seorang penilai dalam memberikan suatu opini nilai suatu aset baik berwujud maupun tidak berwujud, berdasarkan hasil analisa terhadap fakta-fakta yang obyektif dan relevan dengan menggunakan metode dan prinsip-prinsip penilaian yang berlaku pada saat tertentu.

 Penggunaan dan Manfaat Penilaian Aset 1) Jaminan Bank

Fungsi utama perbankan yang merupakan lembaga intermediasi antara pihak yang kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak yang memerlukan dana (lack of fund).Dalam menyalurkan kreditnya, perbankan membutuhkan jaminan.

Berdasarkan Undang-Undang Perbankan nomor 7 tahun 1992, jaminan kredit dapat berupa jaminan pokok (semua asset yang terkait dengan proyek) dan jaminan tambahan (asset dan tabungan anggota/koperasi yang bersedia di jaminkan yang perlu di inventarisasi oleh agen atau pengurus koperasi). Untuk mengetahui nilai jaminan maka perlu dilakukan penilaian atas jaminan tersebut, yang biasanya adalah penilaian aset.

2) Restrukturisasi

Dalam melakukan restrukturisasi yang perlu dilakukan adalah:

1. Pemetaan portfolio, untuk mengetahui bagaimana kemampuan masing-masing aset dalam memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Apakah ada idle asset, atau aset yang kurang produktif, dan tak perlu dipertahankan karena tak sejalan dengan strategi perusahaan? Aset yang tak produktif serta tak sejalan dengan strategi perusahaan sebaiknya disisihkan untuk dijual.

2. Kemudian dilakukan pemetaan SBU, masing-masing SBU dinilai berdasarkan beberapa karakter, seperti: a) daur hidup, b) bagian pasar, c) pertumbuhan dan arus kas. Selanjutnya masing-masing SBU dievaluasi, apakah masih sejalan dengan strategi perusahaan. SBU yang sesuai, dapat dikaitkan dengan peningkatan nilai, atau memberikan Economic Value Added (EVA) kepada perusahaan secara keseluruhan.

3. Penilaian aset SBU. Penilaian aset SBU dilakukan dengan melibatkan penilai publik untuk mendapatkan nilai aset SBU yang wajar

4. Pembenahan portfolio dan SBU.Setelah penilaian tersebut, aset dan SBU yang tersisa hanya yang benar-benar sesuai dengan strategi perusahaan. Namun kualitas aset dan SBU perlu dievaluasi, agar beroperasi secara optimal. 3) Go Public

Salah satu cara perusahaan untuk mendapatkan dana dalam membiaya kegiatan operasionalnya adalah dengan go public. Go public adalah menjual sebagian sahamnya kepada publik dan mencatatkan sahamnya di bursa. Perusahaan yang

(13)

akan melakukan go public disebut emiten. Hal-hal yang harus dipersiapkan calon emiten dalam rangka penawaran umum yaitu:

1. Persetujuan pemegang saham pendiri melalui RUPS

2. Menunjuk Penjamin Emisi untuk membantu penyiapan semua dokumen yang diperlukan, termasuk upaya pemasaran agar penawaran umum tersebut sukses.Dengankoordinasi dengan penjamin emisi, perusahaan menyiapkan berbagai dokumen yang diperlukan

4) Jual/beli

Dalam melakukan pembelian maupun penjualan suatu aset maka perlu dilakukan penilaian aset untuk mengetahui nilai dari aset tersebut.

 Standar Nilai dalam Penilaian Aset

a) Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu properti, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, di mana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan. (3.1. SPI 1, SPI 2007)

b) Nilai dalam Penggunaan merupakan nilai yang dimiliki oleh suatu properti tertentu bagi penggunaan tertentu untuk seorang pengguna tertentu dan oleh karena itu tidak berkaitan dengan Nilai Pasar. Nilai dalam Penggunaan ini adalah nilai yang diberikan oleh properti tertentu kepada badan usaha dimana properti tersebut merupakan bagian dari badan usaha tanpa memperdulikan penggunaan terbaik dan tertinggi dari properti tersebut atau jumlah uang yang dapat diperoleh atas penjualannya. (3.1. SPI 2, SPI 2007)

c) Nilai Investasi merupakan nilai properti untuk investor tertentu atau kelompok investor tertentu untuk tujuan investasi yang teridentifikasi. Konsep Nilai Investasi atau Manfaat Ekonomi (worth) ini mengkaitkan properti khusus dengan investor khusus, kelompok investor, atau badan usaha dengan kriteria-kriteria dan tujuan-tujuan investasi yang teridentifikasi. Nilai Investasi atau Manfaat Ekonomi suatu properti dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari Nilai Pasar properti. Istilah Nilai Investasi atau Manfaat Ekonomi hendaknya jangan dirancukan dengan Nilai Pasar properti investasi. Walau bagaimanapun, Nilai Pasar dapat mencerminkan sejumlah penaksiran atas Nilai Investasi atau Manfaat Ekonomi secara individual, atau properti tertentu. Nilai Investasi, atau manfaat ekonomi berkaitan dengan Nilai Khusus. (3.2. SPI 2, SPI 2007)

d) Nilai Bisnis yang Berjalan adalah Nilai suatu bisnis secara keseluruhan. Konsep ini melibatkan penilaian terhadap suatu bisnis yang berjalan, di mana alokasi atau pembagian dari Nilai Bisnis Yang Berjalan secara keseluruhan menjadi bagian-bagian penting yang memberikan kontribusi kepada keseluruhan bisnis, tetapi tidak satu pun dari komponen tersebut membentuk dasar untuk Nilai Pasar. Oleh karena itu konsep Nilai Bisnis yang Berjalan dapat diterapkan hanya pada properti yang merupakan bagian penyertaan badan usaha atau perusahaan. (3.3. SPI 2, SPI 2007 e) Nilai Asuransi adalah nilai properti sebagaimana yang diatur berdasarkan

kondisi-kondisi yang dinyatakan di dalam kontrak atau polis asuransi dan dituangkan dalam definisi yang jelas dan terinci. (3.4. SPI 2, SPI 2007)

f) Nilai Kena Pajak adalah nilai berdasarkan definisi yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan penaksiran nilai, dan atau penentuan pajak properti. Walaupun beberapa peraturan perundang-undangan mungkin mengutip Nilai Pasar sebagai dasar penaksiran nilai, metodologi penilaian yang digunakan untuk mengestimasi nilai dapat menghasilkan nilai yang berbeda

(14)

dengan Nilai Pasar sebagaimana telah didefinisikan dalam SPI 1. Oleh karena itu Nilai Kena Pajak tidak dapat dipertimbangkan sebagai Nilai Pasar sebagaimana didefinisikan dalam SPI 1 kecuali diindikasikan sebaliknya secara eksplisit. (3.5. SPI 2, SPI 2007)

g) Nilai Sisa adalah nilai suatu properti, tanpa nilai tanah, seperti jika dijual secara terpisah untuk setiap bagiannya dan tidak lagi dimanfaatkan untuk penggunaannya saat ini serta tanpa memperhatikan penyesuaian dan perbaikan khusus. Nilai tersebut dapat diberikan dengan atau tanpa memperhitungkan biaya penjualan, dan apabila memperhitungkan biaya penjualan, hasilnya dihitung dengan menggunakan konsep nilai realisasi bersih (net realisable value). Dalam setiap analisis, komponen-komponen yang termasuk atau tidak termasuk hendaknya diidentifikasi.(3.6.SPI2, SPI 2007)

h) Nilai Jual Paksa adalah sejumlah uang yang mungkin diterima dari penjualan suatu properti dalam jangka waktu yang relatif pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu pemasaran dalam definisi Nilai Pasar. Pada beberapa situasi, Nilai Jual Paksa dapat melibatkan penjual yang tidak berminat menjual, dan pembeli yang membeli dengan mengetahui situasi yang tidak menguntungkan penjual. Istilah Nilai Likuidasi seringkali digunakan dan memiliki arti sama dengan Nilai Jual Paksa. (3.7. SPI 2, SPI 2007)

i) Nilai Khusus adalah istilah yang terkait dengan unsur luar biasa dari nilai sehingga melebihi Nilai Pasar. Nilai Khusus dapat terjadi, misalnya oleh karena kaitan fisik, fungsi, ataupun ekonomi dari properti dengan properti lainnya seperti properti yang bersambungan. Nilai khusus merupakan suatu penambahan nilai yang dapat diterapkan untuk pemilik/ pengguna tertentu atau pemilik/pengguna prospektif dari properti dan bukan pasar secara keseluruhan. Nilai khusus hanya dapat diterapkan untuk pembeli dengan kepentingan khusus. Nilai penggabungan (marriage value) merupakan penambahan nilai hasil penggabungan dua atau lebih hak atas properti, merepresentasikan contoh khusus dari nilai khusus. Nilai khusus dapat dikaitkan dengan elemen-elemen Nilai Bisnis yang Berjalan, dan Nilai Investasi atau Manfaat Ekonomi. Penilai harus memastikan bahwa kriteria tersebut berbeda dengan Nilai Pasar, dengan menyatakan sejelas-jelasnya Asumsi Khusus yang dibuat. (3.8. SPI 2, SPI 2007)

j) Nilai Jaminan Pinjaman merupakan nilai properti yang ditentukan oleh penilai dengan penaksiran secara berhati-hati atas marketabilitas properti di masa mendatang dengan memperhatikan aspek kesinambungan jangka panjang properti, kondisi pasar lokal dan normal, dan penggunaan saat ini serta alternatif penggunaan properti yang sesuai. Elemen-elemen yang bersifat spekulatif tidak dapat diperhitungkan dalam penilaian Nilai Jaminan Pinjaman. Nilai Jaminan Pinjaman akan didokumentasikan secara jelas dan transparan. (3.9. SPI 2, SPI 2007)

(15)

2.8 Konsep Penyusutan dan Amortisasi

Secara konsep, penyusutan adalah alokasi biaya perolehan suatu aktiva tetap (kecuali tanah) selama masa manfaat tertentu sesuai dengan kelompok harta. Penyusutan fiskal diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh). Sedangkan amortisasi adalah alokasi perolehan harta tidak berwujud selama masa manfaat tertentu. Ketentuan mengenai amortisasi diatur dalam Pasal 11A UU PPh. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. Sementara amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran. Baik penyusutan maupun amortisasi, berakhir pada saat masa manfaatnya habis.

Masa manfaat aktiva tetap sesuai dengan kelompok aktiva tetap yang ditentukan oleh Menteri Keuangan. Dalam UU PPh, metode penyusutan hanya ada dua, yaitu garis lurus (straight line method) dan saldo menurun (double declining balanced method). Khusus untuk aktiva bangunan, wajib pajak hanya boleh menggunakan metode garis lurus.

Dalam metode garis lurus, penyusutan dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. Sedangkan dalam metode saldo menurun, penyusutan dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.

2.9 Tarif Pajak

Tarif pajak adalah dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang menjadi tanggung jawab Wajib Pajak (WP). Besarnya tarif pajak ini dalam bentuk persentase yang ditetapkan oleh pemerintah. Ketahui jenis tarif pajak, pengelompokan dan contohnya di sini.

Bicara tarif pajak terkadang memang agak membingungkan, karena ada banyak jenis tarif pajak dan pengelompokannya.

 Pengelompokan Pajak

Satu jenis pajak sebenarnya bisa dikelompokan dalam lebih dari satu kelompok pajak tertentu.

(16)

Pengelompokan pajak bisa berdasarkan tiga hal yaitu: 1) Golongan

2) Sifat

3) Lembaga pemungutnya  Pajak Berdasarkan Golongan

Pajak yang dikelompokkan berdasarkan golongan dibelah lagi menjadi dua macam, yakni:

1. Pajak langsung

Pajak langsung adalah pajak yang ditanggung sendiri oleh WP. Contohnya, Pajak Penghasilan (PPh).

2. Pajak tidak langsung

Adapun pajak tidak langsung kebalikan dari pajak langsung, yaitu bisa dibebankan ke pihak lain. Contohnya, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Pajak yang termasuk PPB ini bisa dibebankan kepada pihak lain yang bukan pemiliknya, tetapi bisa dibebankan kepada pihak atau individu yang memanfaatkan.

Siapkan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan dari SekarangIlustrasi bangunan yang juga dikenakan pajak jenis PBB

 Pajak Berdasarkan Sifat

Pajak juga dikelompokkan berdasarkan sifatnya, yakni: 1) Pajak subjektif

Pajak subjektif adalah pajak yang dipungut berdasarkan kondisi WP. Contohnya, Pajak Penghasilan (PPh).

2) Pajak objektif

Sedangkan pajak objektif memiliki arti sebaliknya. Pajak ini dipungut berdasarkan keadaan objek pajak.

Contohnya, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PBB.

 Pajak Berdasarkan Lembaga Pemungutnya

Pajak dikelompokkan pula berdasarkan lembaga yang memungut pajak, yaitu: 1. Pajak pusat

Seperti namanya, pajak pusat adalah pajak yang ditarik oleh pemerintah pusat dan uang pajaknya dipakai untuk biaya pengeluaran atau biaya rumah tangga negara.

Contohnya, PPN, PPnBM, PPh dan meterai. 2. Pajak daerah

Sedangkan pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah untuk membiayai anggaran pengeluaran rumah tangga daerah. Pajak daerah ini biasa disebut PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah). Contoh pajak daerah adalah pajak kendaraan, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak penerangan jalan. Note: Pajak Restoran: Pengertian, Tarif, Hitung, Bayar dan Lapor PB1. Pajak daerah dibagi lagi menjadi dua, yaitu:

 Pajak Provinsi yang contohnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

 Pajak Kabupaten atau Kota, contohnya Pajak Restoran, Pajak Hotel, dan Pajak Hiburan. Ilustrasi restoran yang merupakan pajak daerah dikenakan PB1

(17)

 Jenis-Jenis Tarif Pajak

Ada beberapa jenis tarif pajak dan setiap jenis pajak pun memiliki nilai tarif yang berbeda-beda. Apa saja jenis-jenis tarif pajak ini, berikut penjelasan lengkapnya:

a. Tarif Pajak Proporsional

Tarif pajak proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap meski terjadi perubahan terhadap dasar pengenaan pajak.Dengan begitu, seberapa besarnya jumlah objek pajak, persentasenya akan tetap.Contohnya adalah PPN yang persentasenya 10% dan PBB dengan tarif 0,5%.

Note: Lebih lengkapnya mengenai bea meterai baru ini, baca UU Bea Meterai Terbaru: ‘Materai’ Elektronik (e-Meterai) Berlaku 2021

b. Tarif Pajak Tetap

Tarif pajak tetap atau yang nama lainnya tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang nominalnya tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya (tidak berubah-ubah). Tarif pajak tetap juga dapat diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu sama sesuai dengan peraturan yang berlaku. Contohnya, Bea Meterai dengan nilai Rp3000 dan Rp6000. Tapi, tarif bea meterai ini mulai 2021 berlaku meterai elektronik. Bea meterai terbaru naik menjadi Rp10.000 dan merupakan single tarif. Ilustrasi bea meterai

c. Tarif Pajak Progresif

Jenis tarif pajak progreif ini, persentase tarifnya semakin besar mengikuti besaran nilai objek yang dikenai pajak. Artinya, semakin besar nilai objek pajak, maka semakin besar pula tarifnya.Tarif pajak progresif ini dipecah lagi menjadi tiga, yaitu:

1) Tarif progresif-progresif

Tarif progresif-progresif adalah jenis tarif progresif yang kenaikan persentasenya semakin besar atau persentase akan naik sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya. Di Indonesia, tarif pajak progresif ini diberlakukan untuk PPh WP individu (pribadi) yakni:

Penghasilan kena pajak (gaji) sampai Rp50.000.000, tarif pajaknya 5%

Penghasilan kena pajak lebih dari Rp50.000.000 – Rp250.000.000, tarif pajaknya 15%

Penghasilan kena pajak lebih dari Rp250.000.000 – Rp500.000.000, tarif pajakya 25%

Penghasilan kena pajak di atas Rp500.000.000, tarif pajaknya 30% 2) Tarif pajak progresif-tetap

Tarif progresif-tetap adalah jenis tarif progresif yang kenaikan persentasenya tetap.

Note: PPh Pribadi: Cara Hitung, Bayar dan Lapor SPT Pribadi Karyawan Swasta

3) Tarif progresif-degresif

Tarif progresif-degresif adalah jenis tarif progresif yang kenaikan persentasenya semakin menurun (degresif).

d. Tarif Pajak Degresif

Tarif pajak degresif ini kebalikan dari tarif pajak progresif. Tarif pajak degresif adalah nilai persentasenya semakin kecil jika nilai objek yang dikenai pajak

(18)

semakin besar. Atau, persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.

Dengan begitu apabila persentasenya semakin kecil, jumlah pajak terutang tidak ikut mengecil. Akan tetapi, bisa jadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya semakin besar. Ada tiga jenis tarif pajak degresif, yaitu:

1) Tarif Degresif-Degresif

Tarif pajak degresif-degresif adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentase tarifnya semakin kecil.

2) Tarif Degresif-Tetap

Tarif pajak degresif-tetap adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentasenya tetap.

3) Tarif Degresif-Progresif

Tarif pajak degresif-progresif adalah jenis tarif degresif yang penurunan persentase tarifnya makin besar.

e. Tarif Pajak Ad Valorem

Tarif pajak ad valorem adalah tarif dengan persentase khusus yang dikenakan pada harga suatu barang.

Untuk memudahkan pemahaman tarif pajak ad valorem ini, berikut contohnya:

Perusahaan AAA mengimpor barang sebanyak 100 unit komputer dengan harga per unit Rp10 juta. Jika tarif bea masuk impor barang tersebut 20%, maka nilai bea masuk yang harus dibayarkan adalah:

Nilai barang impor = Jumlah Unit x Harga Per Unit = 100 x Rp10.000.000

= Rp1.000.000.000

Bea Masuk =Tarif Bea Masuk x Nilai Barang Impor = 20% x Rp1.000.000.000

= Rp200.000.000

Note: Untuk mengetahui contoh penghitungan PPN, Bea Masuk dan PDRI, selengkapnya baca Cara agar Barang Impor Bebas PPN Bea Masuk

f. Tarif Pajak Spesifik

Seperti namanya, tarif pajak spesifik adalah tarif pajak dengan jumlah tertentu dan dikenakan pada suatu barang atau jenis barang tertentu.

Contoh kasus,

PT. AAA di Indonesia mengimpor mobil sedan dari Amerika Serikat sebanyak 100 unit. Apabila harga satu mobil tersebut Rp100.000.000 dan tarif bea masuk atas impor barang Rp20.000.000 per unit, maka jumlah bea masuk yang harus dibayarkan oleh perusahaan tersebut sebagai berikut:

Jumlah mobil yang diimpor: 100 unit Tarif bea masuk Rp20.000.000

Jumlah bea masuk yang harus dibayarkan = Tarif Bea Masuk Per Unit x Jumlah Mobil = Rp10.000.000 x 100

= Rp1.000.000.000

(19)

Pajak hukumnya wajib, yang harus dibayarkan oleh WNI sebagai wajib pajak dan WNA yang tinggal serta mencari nafkah di Indonesia. Pemerintah memberlakukan sanksi kepada para pengemplang pajak.

Sebab pajak adalah salah satu sumber pemasukan negara dari dalam negeri yang dananya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat, meningkatkan produktivitas, untuk menjalankan roda perekonomian, membayar gaji PNS, tentara dan membangun fasilitas umum.Orang yang membayar pajak sama dengan berkontribusi pada pembangunan negaranya Maka disebutkan warga negara yang taat adalah mereka yang membayar pajak.

Terkait dengan ketentuan perpajakan terbaru telah diatur dalam omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja klaster Perpajakan. Dalam UU Cipta Kerja bidang perpajakan ini, menggabungkan tiga UU yakni UU KUP, UU PPN & PPnBM, dan UU PPh yang diatur lagi dengan perubahan dan penambahan beberapa pasal di dalamnya.

2.10 Penghasilan Kena Pajak Dan PPh Terhutang

Penghasilan Kena Pajak adalah penghasilan yang dijadikan dasar untuk menghitung Pajak Penghasilan (PPh). Salah satunya PPh Pasal 17 yang tarifnya menggunakan skema progresif. Sebagai Wajib Pajak (WP) yang memiliki penghasilan, harus membayar pajak dan melaporkan pajaknya ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bentuk tanggungjawab sebagai warga negara.

Aturan terkait pajak penghasilan di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Sedangkan mengenai tarif PPh atas Penghasilan Kena Pajak diatur dalam Pasal 17 UU PPh.

Tarif PPh Pasal 17 terbagi dalam dua jenis, berdasarkan subjek atau siapa yang dikenakan pajak, yakni:

1. Tarif pasal 17 yang dikenakan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dalam negeri. Tarif PPh Pasal 17 untuk WP Pribadi dalam negeri dibedakan berdasarkan jumlah penghasilannya, di antaranya:

· Penghasilan di bawah Rp50.000.000 per tahun dikenakan tariff PPh sebesar 5% · Penghasilan sebesar Rp50.000.000 hingga Rp250.000.000 per tahun dikenakan tariff

PPh sebesar 15%

· Penghasilan sebesar Rp250.000.000 hingga Rp500.000.000 per tahun, tarif PPh yang dikenakan sebesar 25%

· Penghasilan Rp500.000.000 keatas per tahun dikenakan tarif PPh sebesar 30% Sedangkan orang pribadi yang tidak memiliki NPWP, harus membayar tarif 20% lebih tinggi dari yang dibayarkan bagi pemilik NPWP.

(20)

Contoh Perhitungan WP Pribadi Terutang:

Danu adalah karyawan perusahaan dan masih lajang. Danu berpenghasilan Rp5.000.000 per bulan, atau Rp60.000.000 per tahun. Status lajangnya dan total penghasilannya membuat Danu terkena PTKP Rp54.000.000 per tahun. Ini berarti penghasilan kena pajak Danu dihitung dari selisih antara gaji/pendapatan per tahun dan PTKP, yakni Rp60.000.000 – Rp54.000.000 = Rp. 6.000.000

Karena penghasilan Danu dalam setahun adalah Rp60.000.000, maka tarif persentase yang digunakan Danu adalah 15%. Jumlah PPH yang dibayar dalam setahun :

15/100x Rp. 6.000.000 = Rp. 900.000.

Artinya, PPh terutang Danu per bulan adalah Rp75.000.

2. Tarif pasal 17 yang dikenakan kepada WP Badan dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT). WP Badan UMKM yang memiliki pendapatan bruto hingga Rp4,8 miliar per tahun ini dikenakan tarif PPh final yaitu PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 0,5% dikalikan dengan seluruh pendapatan bruto hasil usaha.Sedangkan badan usaha yang memiliki pendapatan bruto lebih dari Rp50 miliar per tahun, dikenakan tariff pajak tunggal 25% dikalikan dengan laba beersih sebelum pajak.

Contoh Perhitungan PPh Badan Terhutang

PT AAA merupakan WP Badan yang memiliki omzet atau peredaran bruto pada 2020 sebesar Rp80.000.000.000 dan tidak ada koreksi fiskal. Karena PT AAA bukan merupakan perusahaan terbuka (Tbk), maka ia tidak memanfaatkan penurunan tarif PPh Badan sebesar 22% tahun ini, Maka PPh Terutang PT AAA adalah sebagai berikut: =Tarif PPh Badan x Jumlah omzet

= 25% x Rp80.000.000.000 = Rp20.000.000.000

(21)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pajak adalah kewajiban penduduk negara untuk dapat menetap serta berusaha dalam negara itu dan memperoleh perlindungan. Jadi penduduk negara berhak untuk memperoleh perlindungan. Untuk itu penduduk negara berkewajiban membayar pajak kepada negara.

Subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang yang akan dikenakan pajak. Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak.

3.2 Daftar Pustaka

H. Bohari, SH., M.S., Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum d a n Tata Hukum Indonesia, Jakarta http:// DATA KULIAH/AJ/perpajakan/Perpajakan-Subyek-Dan-Objek-Pajak.htm https://klikpajak.id/blog/berita-regulasi/pengertian-penghasilan-kena-pajak-dan-cara-menghitung-pph-17/ https://www.online-pajak.com/tentang-pph21/cara-menghitung-penghasilan-tidak-kena-pajak-ptkp-otomatis https://flazztax.com/2020/08/13/memahami-objek-pajak-penghasilan-pph-dalam- menunjang-terselenggaranya-kewajiban-pajak-dengan-baik/#:~:text=Sedangkan%20objek%20pajak%20dalam%20pajak,kekayaan%20wajib%2 0pajak%20yang%20bersangkutan. https://news.ddtc.co.id/apa-saja-yang-menjadi-objek-pajak-penghasilan-18981 https://klikpajak.id/blog/perhitungan/pajak-terutang-pengertian-contoh-perhitungan-cara-bayar/ https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/pph-terutang-ketentuan-dan-rumus-hitung/

Referensi

Dokumen terkait

Pencatatan dalam Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 2 sangat penting peranannya dalam perusahaan karena dari analisis di gunakan oleh pihak intern, maupun ekstern perusahaan

Sekretaris Kamar Dagang dan Industri (KADIN) sebagaimana dikutip Rohmat Soemitro (1988.299) menyatakan : “Masyarakat tidak akan menemui kesulitan dalam memenuhi kewajiban

Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial dapat digunakan untuk mengurangi agency cost karena dengan begitu manajer diharapkan merasakan langsung manfaat dari setiap

2013.. Tren berolah raga telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia saat ini, salah satunya adalah melakukan fitness. Setiap melakukan latihan, banyak orang membawa

Hasil pemeriksaan titer antibodi ayam petelur pada minggu ke-0 (sebelum vaksinasi ulangan) dan minggu ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke- 5, ke-6, ke-7, ke-8, dan ke-9 (setelah

Sekolah (RKAS) memuat program dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Nilai Paling Tinggi Nilai Implementasi Pencapaian Rencana kegiatan dan anggaran

 Stack Pointer (SP) merupakan register alamat (terletak di dalam mikroprosesor) yang digunakan untuk menyimpan (sebuah) alamat berikut (Top of Stack = TOS) dari stack

Dengan adanya sistem rekomendasi ini, pelayanan terhadap penelusuran buku akan lebih ditingkatkan, sehingga dampaknya akan meningkatkan baik dari segi jumlah