• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1. Teori Pemungutan Pajak

Untuk mendapatkan justifikasi pemungutan pajak maka dalam hukum pajak telah timbul beberapa teori yang termasuk dalam asas pemungutan pajak menurut falsafah hukum, (Nurmantu, 2005) yaitu :

a. Teori Asuransi

Dalam teori ini negara berhak memungut pajak dari rakyatnya karena negara dianggap identik dengan perusahaan asuransi, dan rakyat sebagai Wajib Pajak menjadi pihak tertanggung yang wajib membayar premi, yang berupa pajak. Negara berhak memungut pajak menurut teori ini, karena negara melindungi seluruh rakyatnya. Teori ini memiliki kelemahan diantaranya jika Wajib Pajak menderita resiko negara tidak memberikan imbalan secara khusus. Faktanya negara tidak memberikan santunan jika Wajib Pajak tertimpa musibah. Apabila terdapat imbalan langsung (premi) maka teori asuransi tersebut akan bertentangan dengan teori pajak itu sendiri yang menyatakan tidak terdapat kontraprestasi secara langsung.

(2)

b. Teori Kepentingan

Dalam teori ini negara mempunyai hak untuk memungut pajak dari rakyatnya, disebabkan rakyat memiliki kepentingan kepada negara.

Semakin besar kepentingan rakyat kepada negara, maka semakin besar pula perlindungan negara kepada rakyat.

c. Teori Gaya Pikul

Dalam teori ini tidak memberikan jawaban atas justifikasi pemungutan pajak, namun hanya mengusulkan agar dalam melakukan pemungutan pajak pemerintah harus memperhatikan daya pikul dari rakyatnya, atau sesuai dengan daya pikulnya. Wajib Pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan atas seluruh penghasilan kotornya, namun dikurangi oleh sejumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup, atau disebut dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak, kebutuhan minimum kehidupan atau pendapatan bebas pajak (minimum of subsistence).

d. Teori Asas Gaya Beli

Justifikasi pemungutan pajak dalam teori ini terletak pada efek atau akibat pemungutan pajak. Pada sebagian besar negara, pemungutan pajak akan membawa akibat yang positif, diantaranya tersedianya dana yang cukup untuk membiayai pengeluaran umum negara.

Karena akibat dari pemungutannya baik, maka pemungutan pajak adalah bersifat baik juga.

(3)

e. Teori Pembangunan

Pembangunan memuat pengertian tentang masyarakat yang adil, makmur sejahtera lahir dan bathin yang meliputi semua bidang dan aspek kehidupan seperti ekonomi, hukum, pendidikan sosial budaya, keamanan dan sebagainya. Untuk pembangunan tersebut sudah tentu memerlukan dana, diantaranya pajak, inilah yang menjustifikasi mengapa negara memungut pajak dari rakyatnya.

2. Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

a. Pengertian Penggelapan Pajak

Penggelapan pajak mengacu pada tindakan yang tidak benar yang dilakukan oleh wajib pajak mengenai kewajibannya dalam perpajakan.

Mardiasmo (2011) mendefinisikan penggelapan pajak (tax evasion)

“Adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang.

Dikarenakan melanggar undang-undang, penggelapan pajak ini dilakukan dengan menggunakan cara yang tidak legal. Para wajib pajak sama sekali mengabaikan ketentuan formal perpajakan yang menjadi kewajibannya, memalsukan dokumen, atau mengisi data dengan tidak lengkap dan tidak benar”.

Menurut Siahaan (2010:110) mengatakan bahwa penggelapan pajak

(4)

“adalah usaha yang digunakan oleh wajib pajak untuk mengelak dari kewajiban pajak yang sesungguhnya dan merupakan perbuatan yang melanggar undang-undang pajak, sehingga membawa berbagai macam akibat, meliputi berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain bidang keuangan, ekonomi, dan psikologi”.

Masri (2012:5), menjelaskan pembahasan mengenai penggelapan pajak (tax evasion) adalah sebagai berikut:

“Usaha-usaha memperkecil jumlah pajak dengan melanggar ketentuan-ketentuan pajak yang berlaku. Pelaku tax evasion dapat dikenakan sanksi administratif maupun sanksi pidana.”

Menurut Setiawan (2008:181) tax evasion yaitu

“Cara menghindari pajak dengan cara-cara yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Bila diketemukan dalam pemeriksaan pajak, maka Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi dan pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku”.

Menurut Wallschutzki beberapa alasan yang menjadi pertimbangan Wajib Pajak untuk melakukan penghindaran pajak (Nurmantu, 2004:26), adalah sebagai berikut:

1) Ada peluang untuk melakukan penghindaran pajak karena ketentuan perpajakan yang ada belum mengatur secara jelas mengenai ketentuan-ketentuan tertentu.

2) Kemungkinan perbuatannya diketahui relatif kecil.

(5)

3) Manfaat yang diperoleh relatif besar daripada resikonya.

4) Sanksi perpajakan yang tidak terlalu berat.

5) Ketentuan perpajakan tidak berlaku sama terhadap seluruh Wajib Pajak.

6) Pelaksanaan penegakan hukum yang bervariasi

b. Dampak Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

Menurut Siahaan (2010:110) penggelapan pajak membawa akibat pada pada perekonomian secara makro. Akibat dari pengelakan pajak sangat beragam dan meliputi berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain sebagai berikut:

1) Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dalam Bidang Keuangan.

Penggelapan/pengelakan pajak (sebagaimana juga halnya dengan penghindaran diri dari pajak) berarti pos kerugian yang penting bagi Negara, yaitu dapat menyebabkan ketidakseimbangan anggaran dan konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan dengan penaikan tarif pajak, inflasi, dan sebagainya. Untuk menjamin pemungutan pajak secara tepat, sering dikemukakan falsafah sebagai berikut, “Wajib Pajak yang mengelakan pajak mungkin mengira bahwa Negara mengambil sejumlah yang telah ada dikantungnya. Pada hakikatnya dialah yang mengambil uang

(6)

dari warga-warga yang oleh Negara harus diminta pengorbanan lain (untuk mengimbangi kekurangan yang ditimbulkan oleh Wajib Pajak yang tidak menunaikan kewajibannya itu)”.

2) Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dibidang Ekonomi

Menurut Siahaan (2010:110), adapun akibat dari penggelapan pajak dalam bidang ekonomi adalah sebagai berikut :

a) Pengelakan/penggelapan pajak sangat mempengaruhi persaingan sehat diantara para pengusaha, sebab suatu perusahaan yang menggelapkan pajaknya dengan menekan menekan biaya secara tidak legal, mereka mempunyai posisi yang lebih menguntungkan daripada saingan-saingan yang tidak berbuat demikian.

b) Pengelakan/penggelapan pajak tersebut merupakan penyebab stagnasi perputaran roda ekonomi yang apabila perusahaan bersangkutan berusaha untuk mencapai tambahan dari keuntungannya dengan penggelapan pajak, dan tidak mengusahakan dengan jalan perluasan aktivitas atau peningkatan usaha. Untuk menutup-nutupinya agar jangan sampai terlihat oleh fiskus.

c) Pengelakan/penggelapan pajak termaksud juga menyebabkan langkanya modal karena para wajib pajak yang menyembunyikan keuntungannya terpaksa berusaha

(7)

keras untuk menutupinya agar tidak sampai terdeteksi oleh fiskus. Oleh karena itu pengelakan/penggelapan pajak yang dilakukan oleh para WP pada hakikatnya menimbulkan dampak yang secara tidak langsung menghambat pertumbuhan dan perluasan usahanya, dengan mencoba sedemikian rupa untuk meminimalkan jumlah beban pajak yang dilaporkan di SPT. Hal ini juga mengakibatkan ruang lingkup perputaran modal suatu usaha menjadi tidak leluasa dikarenakan WP berusaha menyembunyikan laba/keuntungannya sedemikian rupa agar tidak sampai terdeteksi oleh fiskus.

c. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dalam Bidang Psikologi Akibat dari penggelapan pajak itu juga dirasakan dalam bidang psikologi, sebab penggelapan pajak membiasakan Wajib Pajak untuk melanggar undang-undang. Apabila Wajib Pajak sampai hati melakukan penipuan dalam bidang fiskal, lambat laun Wajib Pajak tidak akan segan-segan berbuat sama dalam hal ini. Akibat dari komplikasi-komplikasi ini pasti menimbulkan dampak yang mengancam sehubungan dengan tindak penggelapan pajak, seperti:

kemungkinan terungkapnya praktek penipuan tersebut dengan konsekuensi pembayaran pajak yang berlipat ganda karena meliputi utang pajak dalam waktu tertentu, ditambah dengan denda dan kenaikan pajak yang harus dibayarnya. Hal demikian kadang-kadang

(8)

terjadi pada saat yang kurang tepat seperti dalam keadaan kekurangan uang, sakit ataupun mengalami kebangkrutan. Akhirnya tindakan penggelapan pajak mempunyai pengaruh yang berbahaya terhadap Wajib Pajak, dengan tidak menyadari akan konsekuensinya, dan mengira bahwa perbuatan curang semacam itu akan menguntungkannya secara jangka panjang (Siahaan, 2010:111).

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengelakan/penggelapan pajak yang dilakukan oleh WP memiliki konsekuensi yang sangat beresiko secara materil dan non materil.

Secara materil bahwa WP akan menganggap perbuatan penggelapan pajak itu akan menguntungkannya secara jangka panjang, akan tetapi konsekuensi yang terjadi jika terungkapnya tindak penggelapan pajak tersebut, maka WP akan membayar dengan kerugian berkali-kali lipat disertai dengan dengan denda dan kurungan pidana dalam jangka waktu tertentu, ditambah pula jika WP tidak mempunyai cukup dana untuk menutup denda yang diputuskan, sejumlah asset akan disita dan bisa berdampak pada kebangkrutan bahkan resiko kejiwaan.

3. Keadilan

Asas keadilan pemungutan pajak dibedakan menjadi dua (pudyatmoko, 2009:41-42), yaitu:

a. Teori daya pikul

(9)

Menurut teori ini setiap orang wajib membayar pajak sesuai daya pikul masing-masing, yang dimaksud daya pikul bukan hanyan dilihat dari keseluruhan penghasilan yang diperoleh oleh orang yang bersangkutan,melainkan terlebih dahulu dikurang dengan pengeluaran- pengeluaran tertentu yang memang secara mutlak harus dikeluarkan untuk memenuhi kehidupan primernya sendiri beserta keluarga yang menjadi tanggungan Pajak dibedakan kepada Wajib Pajak atas dasar kemampuan membayar dan penghasilannya.

b. Perinsip kemanfaatan/kenikmatan (benefit principle)

Berdasarkan kriteria ini, pajak dikatakan adil bila seorang yang memperolah kenikmatan lebih besar jasa-jasa publik yang dihasilkan oleh pemerintah dikenakan proporsi beban pajak yang lebih besar. Pajak bumi dan bangunan menggunakan perinsip benefit ini untuk mengukur aspek keadilan dalam perpajakan. jadi tolak ukur untuk memberikan beban pajak bukan berdasarkan atas apa yang ada dalam diri wajib pajak, seperti kemampuan bayarnya misalnya, melainkan didasarkan pada apa atau seberapa besar yang ia peroleh dari Negara. Apabila Wajib pajak tidak merasakan manfaat dari uang yang mereka setorkan maka mereka cenderung melakukan penghindaran pajak.

Menurut Suminarsasi (2011:14), sesuai dengan pengertian pajak yang dikemukakan oleh Soemitro (1992) bahwa pajak merupakan iuran wajib bagi warga Negara tanpa adanya imbalan jasa secara langsung. Jadi, walaupaun manfaat pajak yang dirasakan belum sesuai, membayar pajak tetap mereka jalankan karena merupakan suatu

(10)

kewajiban setiap warga. Sehingga wajib pajak sudah merasa adil dengan uang pajak yang mereka setorkan. Masalah keadilan dalam pemungutan pajak, dibedakan menjadi dua (Waluyo, 2008 : 14) atara lain sebagai berikut:

1) Keadilan Horizontal

Pemungutan pajak adil secara horizontal apabila beban pajaknya sama atas semua wajib pajak yang memperoleh penghasilan yang sama dengan jumlah tanggungan yang sama, tanpa membedakan jenis penghasilan atau suber penghasilan.

Syarat keadilan horizontal, antara laian sebagai berikut:

a) Definisi Penghasilan

Menurut semua tambahan kemampuan ekonomi termasuk ke dalam pengertian definisi penghasilan.

b) Globality

Seluruh tambahan kemampuan ekonomis merupakan ukuran dari keseluruhan kemampuan membayar (The Global Ablility to Pay). Oleh karena itu, penghasilan dijumlahkan menjadi satu sebuah objek pajak.

c) Net Income

Abilityto Pay yaitu jumlah neto setelah dikurangi semua biaya yang tergolong dalam biaya untuk mendapatkan, menagih, dan pemelihara penghasilan.

d) Personal Exemption

(11)

Pengurangan yang diberikan kepada wajib pajak Orang Peribadi berupa penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

e) Equal Theatment for The Equals

Pengenaan pajak dengan perlakuan yang sama diartikan bahwa seluruh penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang sama tanpa membedakan jenis atau sumber penghasilan.

2)

Keadilan Vertikal

Keadilan dapat dirumuskan vertikal bahwa pemungutan pajak adil, Apabila orang dalam kondisi ekonomis yang sama dikenakan pajak yang sama, demikian sebaliknya. Syarat keadilan vertikal, antara lain sebagai berikut:

a) Unequal Treatment for The unequals

Besarnya tariff dibedakan oleh jumlah seluruh penghasilan atau jumlah seluruh penghasilan atau seluruh tambahan kemampuan ekonomis (bukan perbedaan jenis atau sumber penghasilan).

b) Progression

Wajib pajak yang penghasilannya besar, harus membayar pajak besar dengan persentase tarif yang besar.

Dalam pemungutan pajak masalah yang sering muncul yaitu bagaimana cara mewujudkan keadilan pajak, karena keadilan memiliki perspektif yang luas, dimana keadilan menurut masing-masing individu berbeda-beda. Oleh Karena itu, Negara dalam menerapkan pajak sebagai sumber penerimaan harus mencapai kondisi dimana masyarakat secara

(12)

menyeluruh dapat merasakan keadilan dalam penerapan undang-undang pajak. (Siahaan, 2010) juga memaparkan tiga aspek keadilan yang perlu diperhatikan dalam penerapan pajak, antara lain:

a. Keadilan dalam penyusunan undang-undang pajak.

b. Keadilan dalam penerapan ketentuan perpajakan.

c. Keadilan dalam penggunaan uang pajak.

4. Sistem Perpajakan

Menurut Mardiasmo (2011) sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, With Holding System.

a. Official Assessment System

Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus (Mardiasmo, 2011).

Menurut Siahaan (2010:178-179) sistem perpajakan yang telah diterapkan pada perundang-undangan perpajakan atas penghasilan dan kekayaan adalah sistem penetapan pajak oleh instansi pajak (official assessment).

(13)

b. Self Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. Wajib Pajak aktif mulai dari, menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi (Mardiasmo, 2011).

Menurut Siahaan (2010:184-185) self assessment system sebagai suatu bentuk sistem hukum yang modern dibidang perpajakan, dan ini sejalan dengan falsafah bangsa yang meletakkan pembayaran pajak sebagai bentuk kegotongroyongan nasional sebagaimana yang dimaksud dalam jiwa Pancasila. Dalam sistem ini pajak terutang bukan karena adanya SKP (faham formal dalam utang pajak), namun adanya pajak terutang karena timbulnya subjek memiliki objek pajak (faham material dari timbulnya utang pajak). Dalam hal ini bukan berarti pengertian faham formal timbulnya utang pajak (melalui penerbitan SKP) tidak ada, SKP diterbitkan apabila WP memiliki kesalahan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, yang bersifat bukan merupakan perbuatan pidana. Dalam hal kesalahan tersebut bersifat kekeliruan yang bersifat manusiawi dari WP maka kekeliruan itu cukup diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.03/2007 yang mulai berlaku pada 1 Januari 2008).

(14)

c. With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan Fiskus atau bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak (Mardiasmo, 2011).

Menurut Siahaan (2010:185) sistem with holding diterapkan khususnya terhadap WP yang penghitungan dan pemungutannya lebih efektif apabila dilakukan oleh orang atau badan tertentu yang ditunjuk oleh fiskus sebagai pemotong atau pemungut pajak. Pada pengenaan dan pemungutan PPh pasal 21, misalnya PPh terhadap karyawan, lebih efektif apabila pemberi kerja diberi kewenangan untuk memungut pajak atas pekerja yang bekerja kepadanya. Dengan pemungutan pajak pada sumbernya, yaitu pada pemberi kerja, maka pemungutan pajak dapat segera dilakukan dan dimasukan ke kas Negara tepat waktu, karena pemungut pajak diharuskan untuk segera memasukan (menyetorkan) pajak yang dipungutnya ke kas Negara (umumnya paling lambat 15 bulan berikutnya).

Dengan berbagai akses kemudahan WP dalam membayarkan pajaknya, diharapkan masyarakat/WP dapat melaksanakan pemenuhan kewajibannya dengan baik. Sistem pembayaran pajak yang berlaku di Indonesia memberikan kebebasan dan tanggung jawab penuh dari dalam

(15)

diri WP, sehingga diharapkan secara bersama-sama seluruh masyarakat/WP bisa mewujudkan ketaatannya dalam kehidupan bernegara khususnya untuk membayarkan kewajiban pajaknya yang digunakan untuk pembangunan nasional.

5. Diskriminasi

Berdasarkan Undang - Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3), UU tersebut menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pengangguran, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan yang lain.

Menurut Danandjaja (2003:18), diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.”

Sedangkan definisi diskriminasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah mencakup perilaku apa saja, yang berdasarkan perbedaan

(16)

yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat, yang tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya.

6. Teknologi Informasi Perpajakan

Secara umum sistem yang diimplementasikan dalam suatu perusahaan seharusnya memudahkan pemakai dalam mengidentifikasi data, mengakses data, dan mengintepretasikan data tersebut. Data dalam informasi tersebut seharusnya merupakan data yang terintegrasi dari seluruh unit perusahaan/organisasi sehingga dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan tugas dalam perusahaan.

Sarana komputer dalam perusahaan sangat mempengaruhi implementasi teknologi informasi pada perusahaan. Dengan lebih banyak fasilitas pendukung yang disediakan bagi pemakai maka semakin memudahkan pemakai dalam mengakses data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas individu dalam perusahaan. Diharapkan dengan teknologi informasi individu dari perusahaan atau organisasi yang merupakan pemakai sistem tersebut menghasilkan output yang semakin baik dan kinerja yang akan meningkat (Jumaili,2005:725).

Goodhue dkk. (1995) dalam Tjhai (2003:8) mengemukakan agar suatu teknologi informasi dapat memberikan dampak yang positif terhadap kinerja individual, maka teknologi tersebut harus dimanfaatkan dengan tepat dan harus mempunyai kecocokan dengan tugas yang didukung.

Kinerja individual dalam penelitian adalah pencapaian serangkaian tugas

(17)

individu dengan dukungan teknologi informasi. Kinerja yang semakin tinggi melibatkan kombinasi dari peningkatan efisiensi, efektivitas, produktivitas, dan peningkatan kualitas.

7. Penelitian Terdahulu

Beberapa peneliti terdahulu seperti Andres (2002), Ayu (2009), Suminarsasi (2012), Permatasari (2013), dan Rahman (2013) telah meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penggelapan pajak.

Atas dasar ketidak konsistennya hasil temuan beberapa peneliti, dan beberapa variabel independen yang masih jarang diteliti maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kembali mengenai pengaruh keadilan sistem perpajakan, diskriminasi dan teknologi informasi perpajakan.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian

(Tahun) Variabel Penelitian

Hasil Penelitian (Kesimpulan) Suminarsasi dan

Supriyadi (2011)

Variabel Independen:

Keadilan, Sistem

Perpajakan, Diskriminasi Variabel Dependen:. Penggelapan Pajak

Penggelapan pajak dipandang sebagai suatu hal yang etis dan juga tidak etis, hasil dalam penelitian ini hanya mendukung dua dimensi saja, yaitu sistem perpajakan dan diskriminasi, sehingga variable keadilan belum bisa dibuktikan.

(18)

Ayu (2011) Variabel Independen:

Wajib Pajak, Fiskus dan Pemeriksaan Pajak Variabel Dependen:

Penggelapan Pajak

Hasil pengujian dengan menggunakan regresi linear sederhana menunjukan hasil bahwa persepsi terhadap kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh negatif terhadap tax evasion. Porsentase kemungkinan suatu pemeriksaan pajak dilakukan sesuai dengan aturan perpajakan dapat mendeteksi kecurangan yang dilakukan wajib pajak sehingga berpengaruh pada Tax Evasion Nickerson,

Barry University, Larry Pleshko, Kuwait University),

Variabel Independen:

Fairness, Tax System, and Discrimination Variabel Dependen: Tax Evasion

Hasil penelitian menunjukkan tingkat penilaian di masing- masing Negara berbeda-beda. UK memiliki nilai rata-rata terendah sebesar 4.15 yang

mengindikasikan rendahnya perlawanan terhadap tindak penggelapan pajak, USA memiliki skor rata-rata tertinggi sebesar 5.62.

McGee, Florida International University (2009)

Yang mengindikasikan tingginya kengganan terhadap penggelapan pajak.

Mcgee, Simon S.M Ho., and Annie (2008)

Variabel Independen:

Ethics, Tax, Hongkong, The US, Cultural differecnes

Variabel Dependen: Tax Evasion

Hasil penelitian menunjukkan penelitian di dua Negara tersebut bahwa penggelapan pajak adalah etis atau tidak etis, tergantung dari beberapa keadaan dimana

pemerintah yang korup, performa pemerintahan yang buruk, adanya ketidakadilan, lemahnya hukum, perbedaan kebudayaan dan motiv keegoisan.

Sumber: Diolah dari berbagai referensi, 2016

(19)

B. RERANGKA PEMIKIRAN

Variabel persepsi Wajib Pajak mengenai perilaku penggelapan pajak dalam penelitian ini diduga dipengaruhi oleh variabel keadilan, sistem perpajakan, diskriminas dan teknologi informasi perpajakan. Adapun model kerangka pemikiran yang dimaksud sebagaimana gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran

(20)

C. HIPOTESIS

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang dapat diusulkan adalah:

1. Keadilan Terhadap Penggelapan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011) dalam Suminarsasi dan Supriyadi (2011:6) mengutarakan bahwa sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undang diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi dan Supriyadi (2011) menunjukan adanya pengaruh positif keadilan terhadap persepsi etis Wajib Pajak mengenai penggelapan pajak.

Dalam penelitian McGee (2006), dalam Rahman (2013), mengemukakan pandangan mengenai penggelapan pajak dimana menurut hasil penelitiannya mengemukakan penggelapan pajak dipandang sebagai perilaku yang tidak pernah beretika. Keadilan ini menjadi sangat penting karena akan mempengaruhi kemana wajib pajak membayar pajaknya.

Namun, ukuran keadilan dalam perpajakan semata-mata ditentukan oleh pandangan masyarakat itu sendiri, berdasarkan prinsip manfaat, suatu sistem pajak dikatakan adil apabila kontribusi yang diberikan oleh setiap

(21)

wajib pajak sesuai manfaat yang diperoleh dari jasa pemerintah yaitu berupa sarana yang disediakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya keadilan seorang dalam pembayaran pajak yang akan mempengaruhi sikap mereka dalam pembayaran pajak.Suminarsasi dan Supriyadi (2011), Menunjukan adanya pengaruh positif keadilan terhadap persepsi etis Wajib Pajak mengenai penggelapan pajak. Semakin rendahnya keadilan yang berlaku menurut pesepsi wajib pajak maka tingkat kepatuhannya akan semakin menurun hal ini berarti bahwa kecenderungannya untuk melakukan penggelapan pajak akan semakin tinggi.

HA.1: Keadilan berpengaruh positif terhadap penggelapan pajak.

2. Sistem Perpajakan Terhadap Penggelapan Pajak

Sistem Perpajakan merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang merupakan perwujudan dari peran serta WP untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban membayar pajak yang diperlukan untuk pembiayaan penyelenggaraan Negara dan pembangunan.

Tanggungjawab atas pelaksanaan pemungutan pajak merupakan kewajiban dibidang perpajakan dengan melakukan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pembayar pajak berdasarkan ketentuan yang diatur dalam undang-undang perpajakan. Wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, mebayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak teruhutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan

(22)

diharapkan dapat dilaksanakan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat atau wajib pajak.

Dalam penelitian Suminarsasi dan Supriyadi (2011:15) menunjukkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh secara negatif terhadap persepsi wajib pajak mengenai penggelapan pajak (hipotesis alternatif diterima). Hal ini berarti para wajib pajak menganggap bahwa semakin bagus sistem perpajakannya maka perilaku penggelapan pajak dianggap sebagai perilaku yang tidak etis. Akan tetapi apabila sistem perpajakannya semakin tidak bagus, maka perilaku penggelapan pajak dianggap sebagai perilaku yang cenderung etis. Maka semakin rendahnya sistem pajak yang berlaku menurut persepsi wajib pajak maka tingkat kepatuhannya akan semakin menurun hal ini berarti bahwa kecenderungannya untuk melakukan penghindaran pajak akan semakin tinggi.

HA.2: Sistem perpajakan berpengaruh negatif terhadap penggelapan pajak.

3. Diskriminasi Terhadap Penggelapan Pajak

Menurut Danandjaja (2003:18),dalam Rahman (2013), diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.” penghindaran dalam kondisi tertntu menganggap suatu penggelapan pajak dipandang yang paling benar dalam

(23)

suatu kasus tertentu,dimana sistem pajak dilihat tidak adil dan pajak yang terkumpul terbuang sia-sia.

Dalam penelitian yang dilakukan Suminarsasi (2011), Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif secara parsial antara diskrimanasi terhadap penggelapan pajak dilihat berdasarkan nilai signifikan kurang dari 0,05. Hal ini membuktikan bahwa semakin tingginya diskriminasi maka semakin meningkatkan penggelapan pajak.Jadi, apabila semakin tinggi tingkat diskriminasi menurut persepsi wajib pajak dalam perpajakan maka perilaku penggelapan pajak cenderung dianggap sebagai perilaku yang etis.

HA.3 : Diskriminasi berpengaruh negatif terhadap penggelapan pajak.

4. Teknologi Informasi Perpajakan Terhadap Penggelapan Pajak

Modernisasi layanan perpajakan yang dilakukan pemerintah saat ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan, sehingga diharapkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak terhutangnya meningkat dikarenakan dipermudahkannya cara pembayaran dan pelaporan pajak.

Menurut Permatasari (2013) semakin tinggi teknologi informasi perpajakan semakin rendah penggelapan pajak. Jika dihubungkan dengan teori motivasi Hilgard dan Atkinson (1979) motivasi wajib pajak dalam membayar pajak akan meningkat karena semakin membaik dan mudah layanan pembayaran dan pelaporan pajak. Sehingga dapat ditarik

(24)

kesimpulan semakin tinggi teknologi informasi perpajakan aka mengurangi tingkat penggelapan pajak.

HA.4 : Teknologi informasi perpajakan berpengaruh negatif terhadap penggelapan pajak.

Gambar

Gambar 2.1  Rerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Cat Grade Control Cross Slope adalah sistem kontrol kemiringan standar, terpadu sepenuhnya, yang dipasang di pabrik guna mempermudah operator Anda menjaga kemiringan silang

Akibatnya seorang yang terdidik dalam pendidikan jasmani, maka ia telah mempelajari berbagai macam keterampilan yang diperlukan dalam melakukan berbagai aktivitas

Faktor-faktor yang menyebabkan kedua subjek dapat melakukan hubungan seksual pranikah adalah kurang terbukanya orang tua mengenai masalah seksual, adanya kesempatan

Menurut Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara

Pada pemodelan log linier dalam penelitian ini, variabel yang digunakan ditentukan dari variabel respon pada model regresi logistik biner dan variabel prediktor yang

Oleh karena itu hubungan kerjasama dapat berjalan hingga saat ini dan menyebabkan kemudahan dalam pengembangan kerjasama.Selama tiga periode, kerjasama sister city

Suatu resin penukar kation adalah sebagai suatu polimer berbobot molekul tinggi, yang terangkai-silang yang mengandung gugus- gugus sulfonat, karboksilat, fenolat, dan

Dengan demikian, cerita II Samuel 5:1-5 yang mengatakan bahwa ada semacam perjanjian atau kesepakatan antara Daud dan suku-suku di Israel- yang ditulis oleh