• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

8 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian

Pada bab ini Penulis akan menjelaskan konsep, konstrak, dan variable penelitian sebagai berikut.

2.1.1 Pengertian Pajak

Menurut Adriani yang telah diterjemahkan oleh Brotodihardjo (2009:11) mendefinisikan :

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh mereka yang wajib membayarnya menurut peraturan, tanpa mendapat prestasi kembaliyang langsung dapat ditunjuk dan yang kegunaanya untuk membayai pengeluaran umum terkait dengan tugas negara dalam menyelenggaraan pemerintahan”.

Selain itu menurut (Gunadi 2012 : 9 ) mendefinisikan :

“Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak preogratif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada Undang-Undang, pemungutannya dapat di paksakan kepada subjek pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukan penggunaanya”.

Sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007,

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yanag bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Dari ketiga definisi tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan tentang ciri – ciri atas unsur pokok yang terdapat pada pengertian pajak, yaitu:

1. Pajak dipungut berdasarkan undang – undang.

(2)

Merupakan hal yang sangat mendasar, dalam pemungutan pajak harus didasarkan pada peraturan perundang – undangan. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1954 pasal 23A yang menyatakan “pajak dan pungutan lain bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang – undang.”

2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (Kontraprestasi Perseorangan) yang dapat ditunjukan secara langsung.

Wajib pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung dengan apa yang telah dibayarkan pada pemerintah. Pemerintah tidak memberikan nilai atau telah dibayarkan oleh wajib pajak kepada pemerintah digunakan untuk keperluan umum pemerintah. Wajib pajak hanya dapat merasakan secara tidak langsung bentuk – bentuk kontraprestasi dari pemerintah. Seperti melihat banyak bangunan, fasilitas umum, dan prasarana yang dibiayai dari APBN atau APBD. Merasakan keamanan dan stabilitas negara karena aparatur negara maupun prasarana dan sarana pertahanan dan keamanan negara telah dibiayai dengan pajak.

3. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah.

Pemerintah dalam menjalankan fungsinya, seperti melaksanakan ketertiban, mengusahakan kesejahtraan, melaksanakan fungsi pertahanan, dan fungsi penegakan keadilan, membutuhkan dana untuk pembiayaan.

Dana yang diperoleh dalam bentuk pajak digunakan untuk memenihi biaya atas fungsi – fungsi yang harus dilakukan pemerintah tersebut.

(3)

4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan.

Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang – undangan.

5. Berfungsi sebagai budgeter dan regulered

Fungsi budgeter pajak berfungsi mengisi kas negara atau anggaran pendapatan negara, yang digunakan untuk keperluan pembiayaan umum pemerintah baik rutin maupun untuk pembangunan. Fungsi regulerend pajak berfungsi sebagai alat untuk mengukur atau alat untuk melaksanakan kebijakan yang ditetapkan negara dalam bidang ekonomi sosial untuk mencapai tujuan tertentu.

2.1.2 Karakteristik yang melekat pada definisi pajak

Dari beberapa definisi dan pemahaman pajak diatas dapat ditemui beberapa ciri pajak:

a. Pajak adalah iuran wajib yang dipungut berdasarkan suatu undang-undang dan berikut peraturan pelaksanaannya.

b. Pemungutan pajak bukan karena denda sebagai akibat tindakan melawan hukum, tetapi pemungutannya akibat suatu ukuran-ukuran tertentu antara lain, ada subjek pajak, objek pajak (penghasilan), ada suatu keadaan/peristiwa/kejadian yang dapat dikenakan pajak.

c. Pemungutan pajak tidak disertai dengan imbalan (kontra prestasi) secara langsung.

(4)

d. Pajak adalah transfer dari warga negara kepada negara yang bersifat paksaan dan bagi yang tidak mematuhinya dikenai sanksi.

e. Pajak digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan program-program pembangunan berupa investasi masyarakat (public invesment) bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2.1.3 Fungsi Pajak

Sebagai salah satu sumber penerimaan negara pajak memiliki fungsi sebagai mana dijelaskan di bawah ini:

Fungsi pajak menurut (Mardiasmo dalam bukunya ”Perpajakan”, 2006:10) menuliskan bahwa:

“Fungsi pajak terbagi dua, yaitu:

a. Fungsi Budgetair yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

b. Fungsi Regulerend yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi “.

2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011; 7), sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :

1. Official Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan

(5)

besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

b. Wajib Pajak bersifat pasif.

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.

b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

(6)

2.1.4.1 Jenis Pajak

Mardiasmo (2011; 5) , menggolongkan pajak kedalam tiga tinjauan yaitu menurut golongan, menurut sifatnya dan menurut lembaga pemungutannya.

1. Menurut Golongannya a. Pajak Langsung

Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak Tidak Langsung

Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai

2. Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif

Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak Obyektif

Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut Lembaga Pemungutannya a. Pajak Pusat

Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak

(7)

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Materai.

b. Pajak Daerah

Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

2.1.4.2 Pajak Retribusi Daerah

Pajak Daerah, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsungdan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(Pasal 1 angka 10 UU Nomor 28 Tahun 2009) .

Fungsi pajak lebih kepada manfaat pokok atau kegunaaan pokok dari pajak itu sendiri, pajak mempunyai peranan yang sangat penting untuk kehidupan bernegara, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara dan pajak akan digunakan untuk membiayai APBN, maka beberapa fungsi pajak antara lain, 1. Fungsi Anggaran (budgertair), kegunaan pajak sebagai alat untuk memasukan

dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku, jadi pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

2. Fungsi mengatur (regulerend), yaitu suatu fungsi dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu,

(8)

dan merupakan fungsi tambahan, jadi sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak.

3. Fungsi Stabilitas, yaitu dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, hal ini bisa dilakukan dengan mengatur peredaran uang dimasyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

4. Fungsi retribusi pendapatan, pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum,

Menurut Undang-undang No 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah Pasal 2 ayat 1:

a. Pajak Kendaraan Bermotor;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok

Pajak Kendaraan Bermotor Definisi Pajak kendaraan bermotor (PKB)

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yaitu pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.

Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk

(9)

mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak (Undang-undang No 28 Tahun 2009).

2.1.5 Kualitas Pelayanan Fiskus

Menurut (Tjiptono, 2007 : 61) Kualitas Pelayanan Fiskus adalah :

“Manusia atau Orang yang berupaya dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen”.

2.1.5.1 Dampak Kualitas Pelayanan Fiskus Yang Buruk.

Pelayanan di bidang perpajakan merupakan salah satu indicator untuk meningkatkan masyarakat dalam membayar Pajak. Kenyamanan yang didapat oleh para Wajib Pajak akan berdampak baik pada citra perpajakan. Lemahnya Pelayanan Fiskus dalam perpajakan yang menyebabkan kurangnya partisipasi masyarakat dalam kepatuahan membayar pajak akan mempengaruhi tax ratio.

2.1.5.2 Penyebab Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Menurun Menurunnya Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh bebrapa factor, baik dari kesadaran wajib pajak itu sendiri maupun Pelayanan Fiskus yang dianggap kurang memuaskan. Factor dari wajib pajak sendiri antara lain bisa berupa : 1. Time efficiency

2. Jarak tempuh yang jauh Ke kantor Samsat untuk memenuhi kewajibannya 3. Fasilitas Pelayanan yang membuat para Wajib pajak kurang nyaman 4. Perilaku Fiskus yang dinilai kurang memuaskan kepentingan wajib pajak

(10)

5. Kurangnya kesadaran dari wajib pajak itu sendiri.

(Journal The Factors That Influence The Willingness To Pay The Tax.

2011, Hal: 126 – 142. Nila Yulianawati).

Adapun Indikator yang harus dipenuhi oleh Fiskus untuk meningkatkan penerimaan wajib pajak,dan untuk membangun itra yang baik dalam perpajakan yakni :

1. Tangibels : kelengkapan fasilitas,alat komunikasi dan pegawai (SDM)

2. Reabilitasi : kemampuan memberikan pelayanan dengan segera.

3. Responsivene : ketersediaan dan ketanggapan pegawai untuk menangani masalah dan menjawab pertanyaan pelanggan.

4. Assurance : Pengetahuan dan kesopanan pegawai untuk menimbulkan rasa kepercayaan pada pelanggan.

5. empathy : komunikasi yang baik dan ketulusan melayani pelanggan (Journal Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Wajib Pajak Kendaraan bermotor di Batu, 2008,Hal: 3-5. M.Khoiri Rusdi,Fatoni)

2.1.6 Kepatuhan Pajak

a) Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Dalam melakukan perencanaan pajak yang baik perusahaan harus memperhatikan kepatuhan perpajakan agar sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku dan tidak menyimpang dari ketentuan perpajakan.

(11)

Menurut Safri Numantu (2006:107) pengertian dari Kepatuhan Perpajakan adalah :

“Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya”.

Menurut (Gunadi 2005;14) pengertian kepatuhan perpajakan wajib pajak adalah :

“Kepatuhan Perpajakan (tax compliance) adalah wajib pajak orang pribadi mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, inves-tigasi seksama, peringatan, atau pun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.”

Pengertian kepatuhan ditulis Siti Kurnia Rahayu (2006:111) adalah sebagai berikut: ”Kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai berikut:

1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri

2. Kepatuhan wajib pajak untuk menyetorkan Pajak Kendaraannya

3. Tepat waktu dan tidaka menunda Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotornya

4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.”

Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa kepatuhan dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan suatu sikap akan sadar pada kewajibannya

b). Kriteria Wajib Pajak Patuh

Wajib Pajak dapat dikategorikan dalam wajib pajak patuh apabila memenuhi kriteria atau persyaratan menurut Keputusan Menteri Keuangan.

(12)

Kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No.

544/KMK.04/2000

“Kriteria wajib pajak patuh adalah:

1. Tepat waktu dalam pembayaran pajaknya.

2. Tidak melakuakn penundaan dengan sengaja.

3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bagian perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

Adapun jenis-jenis kepatuhan wajib pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2006:110) dalam bukunya yang berjudul Perpajakan, Konsep, Teori dan Isu adalah:

”Jenis-jenis kepatuhan adalah:

1. Kepatuhan normal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang perpajakan.

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa Undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal.”

2.1.6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Perpajakan

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak. Faktor- faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi faktor individu, politik, ekonomi dan faktor sosial (Tomkins 2001:754) mengemukakan bahwa faktor sosial memiliki tingkat tertinggi sebagai penentu tax payer non compliance. Beberapa studi menunjukan adanya faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kepatuhan dalam membayar pajak.

OECD (2004) mengemukakan faktor-faktor perilaku seperti:

(13)

1. Perbedaan individu; faktor-faktor individu mempengaruhi perilaku termasuk; jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, moral, industri, kepribadian, lingkungan dan beban risiko.

2. Perasaan ketidakadilan; wajib pajak merasakan sistem yang tidak jujur atau berpengalaman, diperlakukan tidak jujur cenderung kurang patuh.

3. Persepsi risiko rendah; jika wajib pajak punya kesempatan untuk tidak patuh, maka ia akan mengambil risiko tidak patuh.

4. Pengambilan risiko; masyarakat ada yang berpandangan bahwa penghindaran pajak adalah permainan yang harus dilaksanakan dan berhasil. Dan adapun Indikator dalam kepatuhan wajib pajak antara lain : 1. Tepat Waktu dalam pembayaran

2. Pengisian Official Assesment yang tepat Oleh Fiskus

2.1.7 Harapan Setelah Adanya Perbaikan Kualiatas Pelayanan Fiskus Banyak masyarakat terutama Wajib pajak yang menginginkan agar Kualitas pelayanan dalam membayar pajak lebih ditingkatkan, ini berguna agar membangun citra dan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak.

Menurut (Pandiangan 2007 : 6-9 ) adapun langkah yang harus ditempuh untuk memperbaiki kinerja Fiskus antara lain:

1. Modernisasi Administrasi Perpajakan di Indonesia

Langkah untuk meningkatkan kualitas pelayanan adalah dengan konsep modernisasi administrasi perpajakan di Indonesia.

Modernisasi administrasi perpajakan bertujuan untuk meningkatkan

(14)

kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance), serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap administrasi perpajakan dan untuk mencapai tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi. Hal ini disesuaikan dengan konsep pelayanan yang prima, adanya pengawasan yang insentif, dan dikaitkan dengan pelaksanaan good governance. Konsep modernisasi perpajakan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak harus terus menerus dilakukan mulai dari sarana dan prasarananya (perangkat keras dan perangkat lunak) hingga kepada modernisasi dari petugas pajak itu sendiri.

a.) Hal ini sangat terasa ketika Wajib Pajak datang ke kantor pelayanan pajak dan ketika Wajib Pajak melakukan pelaporan perpajakan, dimana sebagian besar telah terdapat modernisasi.. Memang masih terlihat kekurangan dalam Perbaikan Kualitas pelayanan perpajakan sekarang ini, namun kekuranga tersebut dari waktu ke waktu secara terus- menerus harus dilakukan perubahan oleh Direktorat Jendral Pajak guna meningkatkan penerimaan pajak.

b.) Dalam official assessment,. Fungsi pengawasan memegang peranan sangat penting dalam Official assesment, yang dilakuakan oleh Direktorat Jendral pajak kepada setiap pegawai pajaknya,karena tanpa pengawasan dalam kondisi tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih rendah, karena wajibpajak merasa dirugikan jika terjadi kesalahan pada official assement yang mengakibatkan Wajib Pajak pun akan menunda atau melaksanakan kewajiban pajaknya dengan tidak benar dan pada akhirnya penerimaan dari sektor pajak tidak akan tercapai.

(15)

2. Membentuk Aparat Pajak yang Profesional, Transparan dan Akuntabel

Aparat Pajak mempunyai kewajiban untuk bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel.

A. Membentuk Aparat Pajak yang Profesional, Meliputi :

a) Integitas, yaitu ukuran kualitas moral aparat pajak yang diwujudkan dalam sikap jujur, bersih dari tindakan tercela, dan senantiasa mengutamakan kepentingan negara;

b) Disiplin, yaitu pencerminan ketaatan petugas pajak terhadap setiap ketentuan yang berlaku;

c) kompetensi, yaitu ukuran tingkat pengetahuan, kemampuan dan penguasaan atas bidang tugas sehingga mampu melaksanakan tugas secara efektif dan efsien.

B. Membentuk Aparat Pajak yang Transparan, yaitu

Setiap aparat pajak harus bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Namun demikian, kerahasiaan jabatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetap harus diterapkan. Terkait dengan transparansi yang dituntut dari setiap aparat pajak, maka dalam hal petugas pajak berada dalam atau berpotensi mengalami situasi konfik kepentingan dalam melaksanakan tugas, yang bersangkutan harus melaporkan secara tertulis hal tersebut kepada atasannya.

(16)

C. Membentuk Aparat Pajak yang Akuntabel,

Artinya aparat pajak harus bertanggung jawab dan bersedia untuk diperiksa oleh pihak yang berwenang atas setiap keputusan atau tindakan yang diambil dalam rangka pelaksanaan tugas.

Peningkatan aparat Pajak yang Profesional, Transparan dan Akuntabel merupakan program reformasi aspek sumber daya manusia, antara lain melalui pelaksanaan fit and proper test secara ketat, penempatan pegawai sesuai kapasitas dan

kapabilitasnya, reorganisasi, kaderisasi, pelatihan, dan program pengembangan self capacity.

Tercapai tidaknya target pajak, dan benar tidaknya pembayaran yang harus distorkan ke kas Negara tidak terlepas dari peran petugas pajak. Karena itu petugas pajak harus memiliki kecakapan, keahlian, “bersih”, jujur, menjalankan sumpah jabatan dengan baik dan benar, dan lainnya yang dapat dipersamakan dengan takut akan perbuatan menerima/mengambil yang bukan milik dari hasil pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Bila terbukti bersalah maka, maka harus dikenakan sanksi bukan hanya sebatas sanksi internal dan peraturan kepegawaian, serta yang memeriksanya pun bukan hanya dari kalangan internal Departemen Keuangan, melainkan juga dari institusi lainnya yang benar-benar independen.

2.2 Kerangka Pemikiran

Pada Ketentuan Umum Perpajakan no 28 tahun 2009 dikatakan tentang Pajak daerah dan retribusi daerah, Retribusi menurut UU no. 28 tahun 2009

(17)

adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Pada KUP no 28 tahun 2009 yang terdapat pada pasal 3 mengenai pajak kendaraan bermotor yakni memiliki kutipan :

(1) Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor.

(2) Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan disemua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).

(3) Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:

a. kereta api;

b. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;

c. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah; dan

d. objek Pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

(18)

Menurut Rochmat Soemitro S.H (1991) dalam dasar- dasar Hukum pajak dan pajak pendapatan menjelaskan bahwa:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang - undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang langsumg dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran rutin”.

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Sumber : Diolah sendiri

2.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis menurut Sugiyono (2010:64) adalah :

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.”

KUP NO 28 Tahun 2009

Pelayanan Fiskus (service tax authorities) Pengertian Pajak

Kepatuhan Wajib Pajak

(19)

Berdasarkan Pembahasan diatas dan berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis yang akan diuji adalah :

Ho : Kualitas Pelayanan fiskus di Indonesia berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak kendaraan bermotor di Kantor Samsat Bandung Timur.

H1 : Kualitas Pelayanan fiskus di Indonesia tidak berpengaruh pada kepatuhan pajak dalam membayar Pajak kendaraan bermotor di Kantor Samsat Bandung Timur.

Gambar

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan kebutuhan akan informasi yang semakin menjadi hal yang sangat penting, maka keputusan sebuah organisasi untuk

[r]

bahwa untuk indikator prosedur dalam item penilaian Prosedur mudah dipahami, dimana responden penelitian Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (Paten) Di Kecamatan

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan curahan rahmat dan semangat yang di tanamkan dalam jiwa ini, sehingga tidak satupun

Asesmen awal medis, yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau sebelum tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, jika masih dalam jangka waktu 30 hari, riwayat medis dapat

1) Pengucapan seperti fonologi.. Yang lain menyebutkan kesulitan mereka dalam intonasi, stres, aksen, dan kelancaran atau laju bicara. Lexis juga muncul sebagai salah

MAKASSAR 2017.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana perikanan dan upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum