• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

V-1 BAB V

ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Pada bab ini akan dibahas tentang analisis dan interpretasi hasil penelitian yang telah dikumpulkan dan telah diolah pada bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil dilakukan pada hasil perbaikan metode kerja serta melakukan perbaikan meja dan kursi di stasiun assembly sol.

5.1 ANALISIS SISTEM (METODE) KERJA AWAL DI STASIUN ASSEMBLY SOL

Pada laporan hasil penelitian ini, digunakan ergonomi checkpoint yang sudah di modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pada tempat yang di teliti yaitu pabrik kerajinan sepatu Yessy untuk mengetahui kondisi awal lingkungan kerja pada keseluruhan stasiun kerja, dan menemukan solusi praktis demi meningkatkan kondisi kerja, keselamatan, dan kesehatan dari tiap nilai-nilai dari segi pandang ergonomi di pabrik kerajinan sepatu Yessy yang dibagi menjadi 10 stasiun kerja yaitu; stasiun pemolaan, stasiun pejahitan, stasiun penyesekan, stasiun pengamplasan, stasiun assembly sol, stasiun pengepressan, stasiun pemasangan label, stasiun penyemiran, stasiun penjemuran, dan stasiun packing.

Identifikasi dilakukan untuk menemukan solusi praktis.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan di pabrik kerajinan sepatu Yessy,

teridentifikasi ergonomi checkpoint yang memiliki skala prioritas untuk segera

dilakukan perbaikan adalah pada stasiun assembly sol, terlihat dari 132 butir

daftar ergonomi checkpoint yang ada didapatkan 50 poin “TIDAK” mengusulkan

tindakan, 74 poin “YA” mengusulkan tindakan dan 6 poin tidak ditemukan. Dari

74 poin yang tidak sesuai dan perlu dilakukan tindakan meliputi aspek

penyimpanan bahan dan penanganan, perkakas, keamanan mesin, desain tempat

kerja, pencahayaan, alasan/saran-saran, alat-alat dan zat-zat berbahaya, fasilitas

kesejahteraan, dan fasilitas pengaturan kerja. Dari 74 poin tersebut akan diberikan

usulan perbaikan yang diharapkan dapat diimplementasikan oleh pihak pabrik

kerajinan sepatu Yessy untuk meningkatkan produktivitas para pekerja dan juga

meningkatkan kesehatan dan keselamatan pekerja. Hasil keseluruhan rekapitulasi

(2)

V-2

keseluruhan ergonomi checkpoint pada setiap stasiun kerja bisa dilihat pada lampiran.

Identifikasi ergonomi checkpoint yang telah memfokuskan pada stasiun assembly sol untuk diberikan usulan perbaikan, kemudian data lain yang dibutuhkan adalah mengetahui sistem (metode) kerja awal di stasiun assembly sol.

Sistem (metode) kerja awal di stasiun assembly sol saat ini dilakukan oleh 3 pekerja. Proses yang dilakukan di stasiun ini adalah melakukan perakitan sol (assembly), segi kondisi awal di stasiun assembly sol sangat tidak teratur dalam penempatan perkakas (alat-alat dan bahan) yang bercampur dalam satu meja karena tidak tersedianya rak-rak khusus perkasas di area meja sehingga pekerja dalam proses pengambilan alat-alat dan bahan membutuhkan waktu lebih untuk mencari dan menemukan alat-alat dan bahan tersebut sebelum akan digunakan.

Tidak terjaganya kebersihan karena sisa-sisa produksi yang dibiarkan berserakan begitu saja di area stasiun assembly sol. Zat-zat bahan kimia berupa lem eha bond, lem latek, dan bahan kimia lainnya ditempatkan berdekatan dengan minuman pekerja yang akan berdampak terkontaminasinya dengan zat-zat bahan kimia tersebut, bahan kimia ini memiliki dampak kesehatan jangka panjang yang serius yang dapat muncul pada beberapa tahun ke depan: sebagai contoh kerusakan pada sistem saraf (rendahnya kapasitas intelektual, daya ingat lemah, dan lemahnya alat perasa, dan lain-lain.), kulit, liver, ginjal, paru-paru, sistem kekebalan, dan lain- lain (Team ILO-IPEC Programme di sektor kaki dan Pia Markkanen, 2003).

Kurangnya kesadaran pekerja terhadap keselamatan, kesehatan kerja di lihat dari

tidak adanya pemakaian pelindung diri seperti masker saat melakukan proses

pengeleman. Penerangan dan pencahayaan kurang maksimal, karena

menggunakan daya lampu yang rendah, fasilitas pabrik yang tidak sesuai

antropometri pekerja berupa meja berukuran panjang 2,5 meter, lebar 1 meter,

dan ketinggian hanya 0,63 meter serta fasilitas kursi di rasakan terlalu pendek

dibanding meja dan kursi pada umumnya yang membuat postur pekerja sedikit

dipaksakan seperti posisi membungkuk akan menyebabkan keluhan sakit pada

otot/ musculoskeletal, kesemutan di pantat, terkadang sakit di daerah punggung

dan leher, kelelahan karena tidak ada sandaran pada kursi, pada bagian lutut

sering terbentur dengan tepi meja, kursi yang pendek membuat pekerja posisi

(3)

V-3

kaki tertekuk (tidak sejajar). Pekerja juga menggunakan paha sebagai tumpuan ketika merakit bagian sol sepatu dimana kondisi ini rawan menimbulkan cedera pada bagian paha, dan suhu pabrik yang cukup panas membuat pekerja merasa mudah kelelahan, berkeringat dan akan mempengaruhi kapasitas kerja sehingga dapat mengurangi produktivitas.

Pekerja dalam melakukan proses assembly sol untuk elemen-elemen gerakannya jauh yang lebih banyak dan beragam dibandingkan stasiun lainnya, sebagian besar elemen gerakannya dilakukan secara manual tanpa bantuan mesin.

Pergerakan pekerja ini cukup banyak karena dalam melakukan proses assembly sol, pekerja membutuhkan alat-alat dan bahan yang cukup beragam. Letak alat- alat dan bahan di letakan pada sebuah rak yang jaraknya cukup jauh dari jangkauan pekerja yang mayoritas di luar area stasiun assembly sol, sehingga pekerja membutuhkan waktu lebih hanya untuk mengambil bahan baku tersebut.

Semisal, untuk mengambil bahan baku berupa sol jadi pekerja menumpuh jarak

27,39 meter, mengambil bahan baku sulas (cetakan tapak kaki) berjarak 7,5 meter

jauhnya, dan mengambil otot (potongan besi) berjarak 11,62 meter. Selain jarak

yang jauh, pekerja dalam melakukan proses assembly sol yang terpusat pada satu

meja yang kemudian masih muncul suatu masalah dimana pergerakan tangan

kanan dan tangan kiri pekerja saat mengambil atau menjagkau alat-alat tidak

seimbang karena faktor tidak adanya rak khusus alat-alat di meja, sehingga

berserakan begitu saja di meja, dan tentu ini berdampak akan mudah hilangnya

alat-alat tersebut, atau pun waktu lebih dalam mencari-cari alat tersebut sebelum

digunakan oleh pekerja. Bercampurnya alat-alat dan bahan zat-zat kimia pun

terlihat pada kondisi awal di meja stasiun assembly sol, menempatkan minuman

pekerja pun di letakan bersampingan dengan lem-lem tersebut, yang tentu akan

berdampak terkontaminasi dengan zat-zat kima tersebut. Pekerja pun menyadari

bahwa bila ini dibiarkan terus-menerus akan berdampak negatif terhadap

kesehatan dan keselamatan pekerja, karena hal ini dibiarkan begitu saja.

(4)

V-4

5.2 ANALISIS PERANCANGAN ULANG PERBAIKAN MEJA DAN KURSI DI STASIUN ASSEMBLY SOL SESUAI ANTHOPOMETRI PEKERJA

Analisis perancangan ulang perbaikan meja dan kursi di stasiun assembly sol meliputi beberapa tahap, yaitu tahap evaluasi meja awal, dimana berdasarkan hasil penyebaran kuesioner dan wawancara mengenai pemakaian fasilitas pabrik yang ada didapatkan pekerja tidak nyaman dengan fasilitas yang ada berupa meja dan kursi awal assembly sol (Tabel 4.16) didapatkan keluhan rasa sakit mulai dari jam pertama dengan tingkat keluhan rasa sakit ringan sampai dengan mengganggu.

Fasilitas kerja saat pabrik di stasiun assembly sol saat ini tidak sesuai dengan anthropometri pekerja.

Tahap selanjutnya dalam perancangan ulang perbaikan meja dan kursi assembly sol usulan ini, perubahan yang dilakukan dengan dengan cara membuat rancangan desain fasilitas baru dengan cara penyesuain ukuran setiap dimensi, bentuk rancangan meja kerja disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan fungsi meja kerja di stasiun assembly sol. Dimensi rangka dan jangkauan ditentukan dengan menggunakan data anthropometri pekerja. Data anthropometri yang diperlukan pada perancangan meja assembly sol usulan dapat dilhat pada tabel 4.18 dan tabel 4.19 pada bab IV.

Hasil perancangan perbaikan meja dan kursi di stasiun assembly sol yang di sesuaikan dengan anthropometri pekerja, peneliti memberikan usulan perbaikan desain meja berjumlah 3 desain meja, dan 1 desain kursi perbaikan. Ukuran dimensi yang diperlukan, peneliti mendapatkan data anthropometri dari data rata- rata populasi ukuran tubuh manusia di Indonesia dengan bantuan salah satu website yang terpercaya sebagai acuan dalam ukuran dimensi tubuh manusia yaitu http://antropometriindonesia.org/. Hasil desain meja yang berjumlah 3 ini

sebenarnya tidak jauh berbeda bila dilihat sekilas mata, karena peneliti

memberikan opsi dalam penempatan perkakas baik itu alat-alat dan bahan yang di

tempatkan berbeda-beda di setiap desainnya. Dari hasil kuisoner dan wawancara

kepada 3 pekerja di stasiun assembly sol (tabel 4.35 dan tabel 4.36), terpilihlah

desain meja usulan 1 sebagai desain terpilih pada perbaikan mejanya.

(5)

V-5

Pada home industry seperti pabrik kerajinan sepatu Yessy ini, pekerjaan yang dilakukan pada stasiun assembly sol mayoritas prosesnya masih manual, sehingga membutuhkan fasiitas kerja yang mendukung dalam proses pengerjaannya. Dengan adanya perbaikan meja usulan 1 ini, diharapkan mampu memberikan kontribusi maksimal, saat pekerja melakukan proses assembly sol

Gambar 5.1 Meja Awal Stasiun Assembly Sol

(6)

V-6

Gambar 5.2 Meja Usulan 1 Stasiun Assembly Sol

Dari gambar perbaikan meja usulan 1 dan kursi diatas, menunjukan adanya perubahan baik itu dari segi ukuran dan penempatan perkakas (alat-alat dan bahan) dibandingkan dengan meja awal di stasiun assembly sol. Berikut adalah perbandingan meja awal dan meja perbaikan di stasiun assembly sol beserta kursi usulan :

1. Perbaikan desain meja usulan 1 yang terpilih memiliki ukuran panjang 100

cm, lebar 80 cm, dan tinggi 80 cm (dapat dilihat pada tabel 4.20), untuk

perbaikan kursi, memiliki ukuran panjang 46 cm, lebar 41,6 cm dengan tinggi

107,5 cm. meja yang dirancang ini sudah disesuaikan dengan karakteristik

pekerja dan pekerjaannya. Sedangkan meja awal memiliki panjang 250 cm,

lebar 100 cm dengan tinggi 63 cm,

(7)

V-7

2. Meja awal di stasiun assembly sol digunakan oleh 3 pekerja, sedangkan meja perbaikan usulan 1 digunakan 1 pekerja.

3. Segi penataan perkakas (alat-alat dan bahan) pada meja awal tidak tertata rapi, bahkan lebih cenderung berantakan karena tidak tersedianya rak-rak khusus untuk perkakas. Sedangkan pada rancangan desain perbaikan usulan meja 1 di sediakan rak-rak khusus untuk perkakas, sehingga tersusun lebih rapi dan teratur.

4. Kondisi awal saat pekerja mengambil bahan baku seperti mal, bontek, kain keras dan sol jadi di rak-rak yang ada di luar area stasiun assembly sol, biasanya akan di letakan di lantai di area stasiun assembly sol. Ini tentu berdampak pada posisi pekerja saat sedang duduk di kursi, postur kerja akan memutar ke samping atau ke belakang untuk mengambil bahan baku tersebut.

5. Kondisi perbaikan pada perancangan meja usulan 1 ini, tidak akan ada kondisi seperti itu, karena setelah pekerja mengambil bahan baku tersebut, bahan baku tidak diletakan di lantai namun, di letakan pada tempat khusus yang disediakan di meja usulan (gambar 5.2) di no. 2 untuk mal, no. 3 untuk bontek, no. 10 untuk kain keras, dan no. 19 untuk sol jadi sehingga membuat postur pekerja tidak perlu memutar kesamping ataupun kebelakang.

6. Penempatan zat-zat kimia seperti lem yang banyak jenisnya seperti lem eha bond, lem campuran, lem latek dan lain-lainya yang sebelumnya di atas meja awal dan bercampur dengan perkakas (alat-alat dan bahan) lainnya, pada percancangan perbaikan meja usulan 1 diberikan solusi yaitu pemberian tempat khusus lem yang berada di samping meja (gambar 5.2) pada no. 8, 9, 23, 24, 28, dan 29.

7. Jangkaun tangan kanan dan tangan kiri pekerja yang sebelumnya saat mencari perkakas (alat-alat dan bahan) di atas meja dimana kondisi awalnya sangat berantakan dan peletakannya sembarang di atas meja sehingga membuat jangkauan tangan kadang jauh kadang dekat, dan membutuhkan waktu lebih, apabila perkakas yang dibutuhkan masih dalam proses pencarian di atas meja.

8. Perbaikan jangkauan tangan kanan dan tangan kiri pada meja usulan 1,

terlihat lebih dekat, karena penempatan rak-rak khusus perkakas sudah di tata

sedemikian rupa yang jaraknya dekat dengan jangkauan pekerja sehingga

(8)

V-8

memudahkan dalam pengambilan dan pencarian yang tidak membutuhkan waktu lebih saat pekerja membutuhkan perkakas tersebut.

9. Proses saat pelepasan sulas (cetakan tapak kaki) yang sebelumnya menggunakan tumpuan paha dalam proses pelepasannya, pada perancangan perbaikan meja usulan 1 sudah tidak perlu menggunakan tumpuan paha, karena sudah di sediakan alat unik (gantol) yang sudah dipatenkan dengan meja usulan 1 (gambar 5.2) no. 20.

10. kursi awal memiliki panjang 60 cm, lebar 40 cm, dengan tinggi hanya 40 cm otomatis membuat postur pekerja sedikit dipaksakan seperti posisi membungkuk akan menyebabkan keluhan sakit pada otot/ musculoskeletal, kesemutan di pantat, terkadang sakit di daerah punggung dan leher, kelelahan karena tidak ada sandaran pada kursi, pada bagian lutut sering terbentur dengan tepi meja, kursi yang pendek membuat pekerja posisi kaki tertekuk (tidak sejajar).

11. Perancangan perbaikan kursi usulan memberikan kenyamanan bagi pekerja saat menggunakannya, karena dirancang sesuai anthropometri pekerja sehingga posisi duduk pekerja tidak perlu membungkuk dan dampak negatif lainnya dengan dirancangnya konsep dasar posisi duduk adalah terbentuknya sudut 90

0

antara paha dengan tulang belakang, Sedangkan pada posisi berdiri sudut yang terbentuk antara paha dengan tulang belakang adalah 180

0

. Dimana Lebar alas duduk diperoleh dari nilai persentil 95 lebar pinggul. Hal ini ditujukan untuk membuat nyaman pengguna yang mempunyai pinggul besar, hasil pengolahan data antropometri persentil 95 dari lebar pinggul ditambah kelonggaran 6 cm, sehingga lebar alas duduk adalah 46 cm.

Selain melakukan perancangan ulang perbaikan meja dan kursi distasiun

assembly sol, peneliti mengubah beberapa area untuk di dekatkan ke stasiun

assembly sol yang akan memudahkan dan memperpendek jarak tempuh pekerja

dalam mengambil bahan baku, kemudian peneliti juga memberikan opsi

perubahan penempatan rak-rak bahan baku yang lebih di dekatkan ke area stasiun

assembly sol yang akan memudahkan dan memperpendek jarak tempuh pekerja

untuk mengambil bahan baku (tabel 4.23), sehingga memnimalkan waktu dan

jarak tempuh bila di bandingkan dengan sebelum perbaikan sehingga

(9)

V-9

memnimalkan waktu dan jarak tempuh dalam sebuah diagram alir perbaikan di pabrik sepatu Yessy (gambar 4.31 dan 4.32).

Hasil perbaikan jarak perpindahan alat dan bahan baku proses assembly sol memiliki total jarak sebesar 7023 cm atau 70,23 meter. Dibandingkan dengan jarak perpindahan alat dan bahan baku proses assembly sol sebelum perbikan sebesar 11232 cm atau 112,32 meter. Jadi, jarak pekerja dalam melakukan perpindahan alat dan bahan baku proses assembly sol dapat diminalkan dengan selisih jarak sebesar 42,09 meter.

5.3 ANALISIS PERBAIKAN SISTEM (METODE) KERJA BERDASARKAN PRINSIP GERAKAN 5S

Hasil analisis sistem (metode) kerja awal di stasiun assembly sol menunjukan bahwa perlu ada tindakan perbaikan sehingga mampu mengatasi masalah yang muncul. Perbaikan sistem (metode) kerja yang di sesuaikan dengan masalah yang muncul di stasiun assembly sol, peneliti menggunakan metode prinsip gerakan 5S. Prinsip gerakan 5S yaitu seiri (ringkas), seiton (rapi), seiso (resik), seiketsu (rawat), dan shitsuke (rajin) sebagai dasar dalam melakukan perbaikan metode kerja dan penataan fasilitas kerja (Masaaki Imai, 1986).

Perbaikan sistem (metode) kerja berdasarkan prinsip gerakan 5S ini diharapkan akan memberikan sebuah masukan dan saran pada pabrik kerajinan sepatu Yessy berkaitan sistem (metode) kerja yang baru yang nantinya diharapkan saat di implementasikan akan memberikan peningkatan produktvitas pekerja dalam melakukan proses assembly sol karena sebelumnya belum adanya penerapan prinsip gerakan 5S pada pabrik kerajianan sepatu Yessy dan juga meningkatkan kesehatan dan keselamatan pekerja saat melakukan proses assembly sol.

Hasil perbaikan dengan prinsip gerakan 5S mencakup yaitu pertama seiri

(ringkas) dimana akan membedakan atau memisahkan antara yang diperlukan dan

yang tidak diperlukan, mengambil keputusan yang tegas, dan menerapkan

manajemen stratifikasi untuk membuang hal-hal yang tidak diperlukan (tabel

4.29).

(10)

V-10

Kedua seiton (rapi) dimana proses menyimpan barang-barang di tempat yang tepat atau dalam tata letak yang benar sehingga dapat dipergunakan dalam keadaan mendadak. Pada tahap ini, hal yang perlu dilakukan di stasiun assembly sol adalah dengan menyimpan barang-barang atau peralatan yang diperlukan pada tempat yang benar dengan mempertimbangkan efisiensi dalam pengambilan dan penggunaan. Sebelum peletakan pada tempat yang dirancang, sebelumnya akan dicatat tempat asal barang atau peralatan tersebut untuk kemudian diidentifikasi apakah tempat tersebut merupakan tempat yang seharusnya dalam mendukung aktivitas (tabel 4.30).

Ketiga seiso (resik) dimana melakukan pembersihan sehingga segala sesuatunya bersih, meskipun pembersihan besar-besaran di seluruh perusahaan dilakukan beberapa kali dalam setahun, tiap tempat kerja perlu dibersihkan setiap hari. Aktifitas itu cenderung mengurangi kerusakan mesin akibat tumpahan minyak, abu, dan sampah. Terdapat beberapa hal yang dilakukan pada tahap pembersihan pada stasiun assembly sol yaitu dengan menjaga kebersihan secara keseluruhan pada area stasiun assembly sol. Untuk memaksimalkan kegiatan pembersihan maka dirancang untuk pembuatan jadwal pembersihan di stasiun assembly sol secara berkala dan terjadwal (4.31). Selain itu pemberian fasilitas kebersihan berupa alat-alat keberihan berupa sapu, tong sampah, sulak dan lain- lainya guna menunjang terwujudnya seiso (resik).

Keempat seiketsu (rawat) dimana membiasakan untuk bersih dan rapi, di mulai dari diri sendiri. Antara seiso dengan seiketsu sangat berkaitan erat.

Seiketsu atau pemeliharaan kerapihan secara terus menerus dalam pabrik, bergantung kepada seiso yang membakukan kegiatan pembersihan sehingga tindakan ini spesifik dan mudah dikerjakan. Seiketsu (rawat) dilakukan dengan memberi kontrol visual (pembatas jalur pada peralatan, rak-rak, mesin, dan stasiun kerja, peta penempatan peralatan dan bahan baku, dan kontrol visual lainnya).

Kelima shitsuke (rajin) dimana selalu mengikuti prosedur yang berlaku di

tempat kerja dan sebagai metode yang digunakan untuk memotivasi pekerja agar

terus menerus melakukan dan ikut serta dalam kegiatan perawatan dan aktivitas

perbaikan serta membuat pekerja terbiasa mentaati aturan (rajin). Shitsuke (rajin)

bila dikaitkan dengan desain meja usulan 1 sebagai meja usulan perbaikan di

(11)

V-11

stasiun assembly sol untuk memudahkan dalam pelaksanaan shitsuke di gambarkan pada sebuah kontrol visual berupa pemberian warna-warna pada rak- rak peralatan dan bahan pada perbaikan meja usulan 1. Pemberian warna ini nantinya akan memudahkan pekerja untuk mengingat tempat rak bagi peralatan dan bahan ketika pengambilan dan pengembalian kembali pada rak-rak yang di sediakan dan membuat pekerja terbiasa (rajin) untuk menaruh kembali peralatan dan bahan sesuai dengan warna yang sudah ditetapkan untuk setiap peralatan dan bahan yang ada.

Tahap ini dilakukan untuk membentuk kebiasaan yang sangat penting dalam

melakukan 5S. Pembiasaan akan dimuali dengan pemberitahuan pertama

mengenai 5S dimana pada saat komunikasi dibutuhkan kerjasama yang baik dan

rasa ingin tahu serta keinginan untuk lebih maju. Penyuluhan dan pengarahan

tentang kedisiplinan dan pentingnya menjaga kebersihan dan kerapian terhadap

peralatan dan bahan di rak-rak meja assembly sol sekaligus tempat kerja akan

dilakukan pemilik pabrik selama beberapa hari hingga 1 minggu bersamaan

dengan aktivitas sehari -hari di pabrik sepatu Yessy apabila terdapat waktu

senggang.

Referensi

Dokumen terkait

Ketahuilah, bahwa jika kita tahu perbuatan baik itu BisA kita lakukan, tapi kita tidak melakukannya, maka kita sUdAH berdosa. dan dosa yang kita lakukan itu, akan membuat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa current ratio (CR), debt to equity ratio (DER), dan profit margin (PM) secara bersama-sama (simultan) tidak berpengaruh

Seperti halnya dalam model berkelanjutan, dua dari faktor kontekstual adalah terkait tata kelola (kepentingan pemerintah dalam partisipasi inklusif dan dalam memastikan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam 2 siklus dengan menerapkan Metode Smart Games dalam pembelajaran Matematika pada siswa

Demikian halnya pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Dasar (SD). Pendidik Sekolah Dasar harus mengerti hakekat dari pembelajaran IPA. Ilmu Pengetahuan Alam

ini memiliki kesamaan pada nilai terendah dan tertinggi, baik pada hasil perhitungan tingkat prioritas kualitas layanan, hasil kualitas layanan dengan SERVQUAL, penilaian

Mempelajari hubungan antara sifat kimia-fisika dengan sifat optik yaitu hubungan intensitas reflektansi (%) dengan % susut bobot, pH, TPT dan kekerasan, selain itu

Dan topik lain yang juga populer adalah topik seks saat hamil.ARTIKEL TERBARU - MENYUSUI SAAT HAMIL; Puting Payudara Sakit Saat erbagai cerita dari ibu-ibu yang telah melewati