• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI 1. Somatotype

a. Pengertian

Somatotype adalah jenis pengelompokan sesuatu yang sering digunakan untuk mendeskripsikan tipe tubuh pada manusia. Pengertian lainnya juga menyebutkan bahwa Somatotype adalah metodologi untuk menilai karakteristik fisik dan komposisi tubuh manusia, yang berkaitan erat dengan kesehatan, estetika maupun kepribadian. Contohnya, seseorang yang gemuk di identikkan dengan seorang yang selalu bahagia dan memiliki selera humor yang bagus, seseorang yang berbadan atletis di identikkan dengan kuat dan tampan, sedangkan orang yang berbadan kurus sering dikaitkan dengan kurangnya gizi. Somatotype dari seseorang juga mampu menunjukkan kinerja motorik yang sangat cocok untuk menentukan aktivitas fisik para atlet terhadap suatu cabang olahraga tertentu (khasawneh, 2015) Teknik Somatotype digunakan untuk menilai bentuk dan komposisi tubuh.

Somatotype didefinisikan sebagai suatu metode terkini dalam menilai bentuk dan komposisi tubuh manusia. Penilaian ini dinyatakan dalam “penilaian tiga angka”

yang masing-masing mewakili tiga kelompok yaitu endomorphy, mesomorphy, dan ectomorphy, sesuai urutan. (Carter, 2002).

b. Jenis

1) Ectomorphy

Tipe dengan ciri-ciri kurus dan ramping yang lebih dominan, tulang dan otot-otot yang lemah, kerapuhan, diameter anteroposterior kecil, badan yang relatif pendek dengan anggota tubuh yang relatif panjang, bahu miring, dada yang relatif datar dan sempit, lengan bulat, terdapat penonjolan scapula, paha dan lengan yang lemah, jari yang rapuh dan panjang serta kulit kering dan lemah. Pengeluaran energik cepat, beberapa sel lemak. Memiliki massa otot yang sedikit, sehingga membutuhkan lebih sedikit pelatihan yang lebih intensif, jeda antara latihan yang satu dengan yang lain lebih lama, perlu asupan protein yang tinggi dan istirahat yang cukup (Carter and Heath, 1990).

(2)

2) Endomorphy

Tipe dengan dominan besar dan gemuk, memiliki jumlah lemak yang relatif banyak, bentuk badan membulat, penonjolan otot yang lebih lembut, diameter anteroposterior diimbangi atau relatif sama dengan dengan diameter frontal, lingkar pinggang lebih besar dibandingkan lingkar dada, kepala besar, wajah lebar, leher pendek, bahu tampak membulat, jari tangan dan jari kaki realtif pendek dan lemah, tangan dan kaki yang relatif pendek serta tulang yang relatif kuat. Tipe endomorphy lebih berpotensi mudah meningkatkan massa otot, tetapi sulit dalam menghilangkan lemak. Sedikit beraktivitas meningkatkan risiko obesitas dan penyakit jantung pada tipe ini (Carter and Heath, 1990).

Perbedaan Somatotype berdasarkan jenis kelamin nampak lebih kuat pada tipe endomorphy, dengan secara umum perempuan memiliki potensi lebih kuat pada tipe ini dibandingkan laki-laki. Endomorphy pada laki-laki tetap tidak berubah setelah usia 30 tahun, namun endomorphy pada perempuan terus meningkat hingga usia 60 tahun-an, dan kemudian menurun (Kalichman et al., 2006).

3) Mesomorphy

Tipe dengan dominasi otot serta rangka yang kuat, tonjolan otot terlihat jelas dan tegas, memiliki dada dan bahu yang lebar, dinding abdomen yang kuat sehingga tidak terlihat buncit, memiliki regio pelvis yang besar, memiliki postur tubuh yang baik, pengeluaran energi yang sedang. Penambahan massa otot berkolerasi lurus dengan kekuatan latihan (Carter dan Heath, 1990; Isak, 2001).

Tipe tubuh ini dicirikan dengan perkembangan otot yang relatif baik. Black (2018) mengungkapkan bahwa penelitian terkait biokimia dan genetik baru- baru ini menunjukkan bahwa salah satu anggota dari keluarga myocyte enhance factor-2 (MEF-2) dari faktor-faktor MADS (MCM1, agamous, deficiens, serum response factor)-box memiliki peranan penting di dalam sel untuk mengendalikan proses miogenesis dan morfogenesis tipe tubuh ini.

(3)

Gambar 2.1. Tiga Jenis Somatotype (Streuber et al, 2016)

2. Metode pengukuran

Setiap manusia memiliki bentuk tubuh yang dominan pada satu tipe dan recessive ditipe tubuh lainnya. Untuk menentukan serta menyimpulkan Somatotype manusia, diperlukan adanya komponen hitung. Komponen hitung ini dimulai dari angka 1 sampai angka 7, dimana angka 1 merupakan angka terkecil dan angka 7 merupakan angka terbesar. Angka terbesar akan menunjukkan bentuk tubuh manusia (Buffa et al., 20017). Menurut Heath-Carter (2002). Ada 3 metode untuk menentukan bentuk Somatotype seseorang, yaitu ;

A. Metode anthropometri

Metode anthropometri merupakan metode pengukuran berat, dan proporsi tubuh manusia yang dilakukan dengan menggunakan berbagai macam peralatan yang sesuai untuk menentukan perbedaan pada individu atau kelompok dan sebagai alat menentukan status gizi manusia (Sofia, 2009).

Selain itu tujuan pengukuran anthropometri adalah untuk mengetahui kekerasan otot dan tulang, bentuk dan ukuran tubuh, panjang tungkai serta mengetahui persentase lemak di tubuh yang tak terlepas dari faktor usia, jenis kelamin, suku bangsa, sosial ekonomi dan konsumsi gizi yang diperoleh (Indriati, 2009). Terdapat 2 macam bentuk pengukuran anthropometri menurut Sutalaksana (2006) yaitu pengukuran Anthropometry Statis (Struktural) yang diukur saat dalam

(4)

posisi tubuh diam atau linear dari permukaan tubuh dan pengukuran Anthropometry Dinamis yang dukur saat tubuh dalam keadaan bergerak dengan memperhatikan gerakan yang mungkin terjadi saat kegiatan.

Pengukuran Somatotype dengan metode anthropometri memerlukan beberapa komponen yang perlu diukur (Toth et al., 2014), antara lain:

1) Berat Badan (W)

Pengukuran berat badan secara garis besar dibedakan menjadi 2 komponen pokok, yaitu komponen lemak dan komponen lemak bebas. Komponen lemak cenderung membuat seseorang menjadi gemuk sehingga sulit dan tidak leluasa saat melakukan gerakan akan tetapi memiliki keseimbangan yang lebih baik.

Sedangkan Komponen lemak bebas terbentuk atas berat otot bersama dengan tulang dimana beban beratnya lebih ringan dibandingkan komponen lemak sehingga sangat menguntungkan untuk mendapatkan kecepatan yang lebih.

Selain pembagian berat badan berdasarkan lemak, berat badan bisa diklasifikasikan lagi menjadi 2 istilah umum yaitu, berat badan normal dan berat badan ideal, dimana dikatakan seseorang memiliki berat badan normal jika orng tersebut tidak melampaui batas kekurusan atupun kegemukan dan seseorang disebut memiliki berat badan ideal apabila berat badannya sepadan dengan tinggi tubuh dengan jumlah lemak yang minimal.

Berat badan diukur menggunakan timbangan berat yang sudah dikalibrasi dengan posisi subjek berdiri diatasnya dan tidak berpegangan dengan benda apapun, pandangan lurus kedepan dan idealnya diukur sebelum makan. Subjek sebaiknya hanya menggunakan pakaian seminimal mungkin dan menanggalkan seluruh aksesoris yang menempel ditubuhnya seperti jam tangan, cincin, gelang, kacamata, sepatu, sendal ataupun aksesoris lainnya. Pengukuran berat dilakukan 3 kali dalam waktu yang bersamaan berturut turut untuk mendapatkan hasi yang akurat, dimana diantara waktu menimbang 1 dan setelahnya dilakukan kalibrasi ulang terhadap alat timbangan dan setelah dilakukan pengukuran 3 kali maka hasil dicatat dan dirata ratakan.

(5)

Gambar 2.2. Pengukuran berat badan (Marfell-Jones et al; 2012) 2) Tinggi Badan (BH)

Tinggi badan diukur dalam posisi subjek berdiri tegak menggunakan alat ukur (staiometer) yang sudah terpasang di dinding. Pengukuran dimulai dengan mengkalibrasi alat pengukur tinggi badan (stadiometer) dengan cara menarik stadiometer ke bawah sampai lantai kemudian pemeriksa meminta subjek untuk melepaskan alas kaki mereka, kemudian meminta mereka berdiri tegak dengan posisi kedua tumit menempel satu sama lain, pantat dan punggung menempel ke dinding, posisi kepala dan leher tegak, pandangan lurus kedepan, dagu ditekuk sedikit ke dalam sehingga membentuk posisi Frankfort plane yaitu ketika rongga mata bagian bawah dan lubang telinga bagian atas berada pada

(6)

satu garis lurus. Turunkan headboard atau sudut siku sampai vertex dalam keadaan mendatar dengan kemiringan rata (Ismaryati, 2006).

Gambar 2.3. Stadiometer (Saputra, 2016)

Gambar 2.4. Posisi Frankfort plane (Hulburt, 2012)

(7)

Gambar 2.5. Pengukuran tinggi badan (Hulburt, 2012)

3) Lemak tubuh

Pengukuran lemak tubuh dilakukan dengan menggunakan alat yang dinamakan skinfold caliper untuk mengukur ketebalan lipatan kulit di daerah tertentu, secara tidak langsung hal ini memungkinkan untuk memperkirakan persentase lemak di tubuh seseorang. Pengukuran dilakukan dengan cara mencubit kulit ke arah luar dengan ujung ibu jari dan telunjuk tangan yang dominan kemudian tangan yang lain memegang skinfold caliper dan menempatkan jepitan kira-kira 0,5 cm dari ujung jari kemudian lepaskan pelatuk skinfold caliper diatas lipatan kulit dan diakhiri dengan mencatat hasil yang ditunjukkan oleh jarum yang ada pada skinfold caliper. Pengambilan lapisan lemak yang benar akan menentukan akurasi hasil akhir (Ismaryati, 2006).

Gambar 2.6. Teknik mencubit Skinfold (Donoghue, 2004)

(8)

Pada pengukuran somatotyoe Heath-Carter, pengukuran lemak tubuh dilakukan dibeberapa tempat, yaitu :

a. Triceps (TS)

Dilakukan dengan cara mencubit lipatan kulit di daerah triceps secara vertikal tepatnya di pertengahan garis imajiner antara acromion dengan processus olecranon. subjek dalam posisi berdiri tegak dan lengan rileks di samping kanan dan kiri badan.

Gambar 2.7. Triceps skinfold (Donoghue, 2004)

b. Subscapular (SbS)

Pengukuran dilakukan dengan mencubit kulit di daerah bawah os.

Scapula membentuk sudut 45 derajat terhadap garis horizontal denagn arah cubitan yang miring ke lateral bawah. Kondisikan subjek dalam posisi anatomis dan tubuh rileks kemudian jepit lipatan kulit dengan skinfold caliper dan catat hasil.

Gambar 2.8. Subscapular Skinfold (Donoghue, 2004)

(9)

c. Suprailiaca (SpS)

Pengukuran dilakukan dengan mencubit kulit daerah atas os. Iliaca tepatnya diatas spina iliaca anterior superior pada garis diagonal dari axillary anterior ke bawah membentuk sudut 45 derajat kemudian jepit menggunakan skinfold caliper dan catat hasil.

Gambar 2.9. Suprailiaca Skinfold (Donoghue, 2004)

d. Calf (CS)

Subjek diminta memfleksikan lutut dengan keadaan otot betis relaksasi, kemudian peneliti mencubit kulit secara vertikal di daerah medial dari betis

yang memiliki lingkar paling besar kemudian jepit menggunakan skinfold caliper dan catat hasil.

Gambar 2.10. Pengukuran menggunakan skinfold caliper (Marfell-Jones et al;

2012) 4) Lebar Tulang

Menurut pengukuran Somatotype Heath-Carter, pengukuran lebar tulang dilakukan pada 2 tempat yaitu :

(10)

a. Sendi siku (EW)

Posisikan subjek dengan memfleksikan sendi siku sebesar 90 derajat kemudian jepitkan alat pengukur yaitu sliding caliper di antara epicondylus medialis et lateralis os humeri.

Gambar 2.11. Pengukuran lebar sendi siku (Anton et al; 2009)

b. Sendi lutut (KW)

Posisikan subjek dengan memfleksikan sendi lutut sebesar 90 derajat, kemudian jepitkan alat pengukur yaitu sliding caliper di antara epicondylus femoralis medialis et lateralis.

Gambar 2.12. Pengukuran lebar sendi lutut (Anton et al; 2009)

(11)

5) Lingkar Tubuh

Berdasarkan pengukuran Somatotype Heath-carter, pengukuran lingkar tubuh dilakukan di 2 tempat, yaitu:

a. Lingkar lengan atas

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan medline kemudian kondisikan tangan subjek dengan posisi fleksi bahu 90 derajat dan fleksi siku 45 derajat dalam keadaan musculus biceps humeri kontraksi maksimal dan didapatkan lingkaran maksimum lengan atas. Kemudian ukur dilingkaran maksimum lengan atas tersebut.

Gambar 2.13. Pengukuran lingkar biceps brachii (Marfell-Jones et al;

2012) b. Lingkar betis

Posisikan subjek berdiri dengan rileks dengan posisi kaki terpisah satu sama lain sehingga berat tubuh seimbang antara kaki yang satu dan lainnya. Ukur menggunakan medline di daerah betis paling besar.

(12)

Gambar 2.14. Pengukuran lingkar betis (Marfell-Jones et al; 2012)

B. Metode photospie

Metode yang melakukan penilaian ataupun pembagian klasifiaksi bentuk tubuh berdasarkan sebuah gambar atau foto.

C. Metode anthropometri dan photospie

Merupakan metode kombinasi antara perhitungan dengan anthropometri dan penilaian dengan gambar atau foto.

3. Pengukuran Somatotype

Pengukuran Somatotype Heath-Carter dengan teknik anthropometri terdiri dari pengukuran berat badan, tinggi badan, lemak tubuh, lebar tulang dan lingkar tubuh dilakukan 3 kali dan kemudian di rata-rata kan nilai dari ketiga pengukuran tersebut untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Terdapat dua cara dalam mengukur Somatotype (Toth et al., 2014), yaitu :

A. Memasukkan data ke dalam persamaan - Persamaan endomorphy (EN) :

EN = -0,7182 + 0,1451 (X) – 0,00068 (X²) + 0,0000014 (X³)

Keterangan X =

(13)

- Persamaan mesomorphy (M) :

M = 0,858 (EW) + 0,601 (KW) + 0,188 (BC) + 0,161 (CC) – 0,131 (BH) + 4,5

- Persamaan ectomorphy (EC) :

Tentukan rasio tinggi dan berat badan (HWR), dimana :

HWR =

Jika HWR :

a) Lebih atau sama dengan 40,75: EC = 0,732 (HWR) – 28,58 b) Antara 40,75 – 38,25: EC = 0,463(HWR) – 17,63

c) Kurang atau sama dengan 38,25: EC = 0,1

B. Memasukkan data ke Somatotype rating form.

Menentukan Somatotype menggunakan Somatotype rating form bisa melalui langkah- langkah sebagai berikut :

1) Endomorphy rating

a) Mengukur tebal lipatan kulit (subscapula, triceps, suprailiaca dan calf) dengan skinfold caliper sebanyak tiga kali kemudian di rata-ratakan. Catat hasil pada masing-masing lipatan kulit.

b) Jumlahkan tebal empat lipatan kulit (subscapula, triceps, suprailiaca dan calf), catat jumlah dalam kotak SUM3 skinfold kemudian kalikan dengan 170.18 dan dibagi dengan tinggi badan dalam centimeter. Catat hasil pada bagian kanan kotak SUM3 skinfold kolom dua.

c) Lingkari angka perhitungan terdekat di poin kedua dalam tabel skinfolds pada bagian kanan. Apabila jumlah berada antara batas bawah dan tengah atau batas dan tengah, maka lingkarkan yang tengah. Tabel dibaca dengan cara vertikal dimana di arah tersebut menunjukkan angka yang semakin tinggi dan secara horizontal untuk menentukan batas sebenarnya.

(14)

d) Pada baris endomorphy, lingkari angka yang berada di bawah kolom nilai yang dilingkari pada langkah tiga.

2) Mesomorphy rating

a) Masukkan hasil pengukuran tinggi badan, lebar sendi siku dan lutut serta lingkar biceps dan calf ke dalam kotak yang sesuai. Mengoreksi pengukuran lipatan kulit sebelum mencatat ketebalan dari biceps dan calf. Megoreksi biceps dilakukan dengan carqa mengurangi keliling lingkar biceps dengan 10% dari tebal lipatan kulit triceps. Kemudian mengoreksi pengukuran calf juga dilakukan dengan mengurangi keliling lingkar calf dengan 10% dari tebal lipatan kulit calf.

b) Tandai hasil pengukuran dengan melingkari hasil pengukuran terdekat dalam kolom dua disebelah kanan, kemudian pilihlah angka yang lebih rendah jika didapatkan hasil pengukuran di tengah dua nilai.

c) Kolom mesomorphy rating diisi bukan dengan nilai numerik yang dihitung berdasarkan angka pada kolom sebelumnya, tapi dengan cara mencari nilai deviasi. Nilai deviasi merupakan nilai yang diberikan untuk setiap penyimpangan yang terjadi pada baris width dan girths berdasarkan nilai yang dilingkari di kolom tinggi badan. Nilai ini akan menunjukkan angka positif jika kolom berada dikanan dari kolom tinggi badan, sedangkan bila berada di sebelah kiri dari kolom tinggi badan maka bernilai negatif. Nilai yang berada di bawah kolom tinggi badan yang dilingkari memiliki nilai deviasi nol. Perhitungan jumlah dari nilai deviasi menggunakan rumus:

mesomorphy = (D/8) + 4.0.

d) Berikan tanda lingkaran pada nilai yang telah diperoleh dari perhitungan mesomorphy dalam kolom mesomorphy rating dengan maksimal setengah unit pembulatan nilai.

3) Ectomorphy rating

a) Mengukur berat badan dalam kilogram (Kg), kemudian catat.

(15)

b) Setelah itu cari nilai height-weight ratio dengan cara menghitung ratio tinggi badan dengan akar pangkat tiga dari berat badan, kemudian catat hasil pada kolom yang telah ditentukan.

c) Lingkari nilai height-weight ratio terdekat pada kolom kedua.

d) Pada baris ectomorphy, lingkari nilai tersebut tepat dibawah dari height- weight ratio yang sudah dilingkari pada langkah ketiga. Pada bagian bawah form perhitungan Somatotype, terdapat baris untuk anthropometric Somatotype, lalu catat nilai yang telah dilingkari pada kolom endomorphy, mesomorphy dan ectomorphy, kemudian tiga nilai tersebut dimasukkan ke rumus koordinat pada somatochart dua dimensi menggunakan koordinat x dan y seperti pada gambar berikut :

X = ectomorphy – endomorphy

Y = 2x mesomorphy – ( endomorphy + ectomorphy)

Gambar 2.15. Heath-Carter Somatotype Rating Form (Toth et al; 2014)

(16)

Gambar 2.16. Somatochart (Toth et al; 2014) 4. Macam-Macam Somatotype

Dalam somatochart terdapat titik-titik dua dimensi yang disebut somatoplots. Berdasarkan titik ini kita dapat menentukan Somatotype dari setiap individu. Hasil somatoplots dapat dirinci menjadi 13 kategori (Carter, 2002). Yaitu :

a. Central : tidak adanya komponen yang berbeda diantara tiga komponen diatas.

(ectomorphy, endomorphy, mesomorphy)

b. Ectomorphic endomorph : endomorphy yang lebih dominan dibandingkan ectomorphy dengan ectomorphy harus lebih besar dari mesomorphy.

c. Balanced endomorph : endomorphy yang lebih dominan dan nilai mesomorphy dan ectomorphy yang sama besar.

(17)

d. Mesomorphic endomorph : endomorphy lebih dominan dibandingkan mesomorphy dan mesomorphy harus lebih besar dari ectomorphy.

e. Mesomorph-endomorph : ketika endomorphy dan mesomorphy memiliki nilai yang sama, sedangkan ectomorphy lebih kecil.

f. Endomorphic mesomorph : mesomorphy yang lebih dominan dibandingkan endomorphy dan endomorphy lebih besar dibandingkan ectomorphy.

g. Balanced mesomorph : mesomorphy yang lebih dominan dibandingkan ectomorphy dan endomorphy yang memiliki nilai sama besar.

h. Ectomorphic mesomorph : mesomorphy yang lebih dominan dibandingkan ectomorphy dan ectomorphy memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan endomorphy.

i. Mesomorph-ectomorph : nilai mesomorphy dan ectomorphy adalah sama dan lebih besar dari endomorphy

j. Mesomorphic ectomorph : ectomorphy yang lebih dominan dibandingkan mesomorphy dan mesomorphy lebih besar dibandingkan endomorphy.

k. Balanced ectomorph : ectomorphy yang lebih dominan dibandingkan endomorphy dan mesomorphy yang memiliki nilai sama besar.

l. Endomorphic ectomorph : ectomorphy lebih dominan dibandingkan endomorphy dan endomorphy lebih besar dibandingkan mesomorphy.

m. Endomorph-ectomorph : ketika endomorphy dan ectomorphy memiliki nilai yang sama dan lebih besar dari mesomorphy.

Tiga belas tipe tubuh di atas dapat disederhanakan lagi menjadi tujuh kategori (Carter, 2002). Yaitu :

a. Central : tidak ada komponen yang berbeda lebih dari satu unit dari dua tipe lainnya.

b. Endomorph : endomorphy lebih dominan sedangkan mesomorphy dan ectomorphy lebih dari setengah unit yang lebih rendah.

c. Endomorph-mesomorph : endomorphy dan mesomorphy memiliki nilai yang sama (tidak berbeda lebih dari setengah unit) sedangkan ectomorphy lebih rendah.

(18)

d. Mesomorph : mesomorphy lebih dominan, sedangkan endomorphy dan ectomorphy memiliki nilai lebih dari setengah unit lebih rendah.

e. Mesomorph-ectomorph : mesomorphy dan ectomorphy memiliki nilai yang sama (tidak berbeda lebih dari setengah unit) dan lebih tinggi dari endomorphy.

f. Ectomorph : ectomorphy lebih dominan, sedangkan endomorphy dan mesomorphy memiliki nilai lebih dari setengah unit lebih rendah.

g. Ectomorphy-endomorphy : endomorphy dan endomorphy memiliki nilai yang sama (tidak lebih dari setengah unit) dan lebih besar dari mesomorphy.

Tujuh kategori tipe tubuh di atas dapat diringkas lagi menjadi empat kategori yang lebih luas lagi (Carter, 2002). Yaitu:

a. Central : tidak ada komponen yang bisa membedakan antara mesomorphy, ectomorphy dan endomorphy.

b. Endomorph : endomorphy lebih dominan, mesomorphy dan ectomorphy memiliki nilai lebih dari satu setengah unit lebih rendah.

c. Mesomorph : mesomorphy lebih dominan, endomorphy dan ectomorphy memiliki nilai lebih dari satu setengah unit lebih rendah.

d. Ectomorph : ectomorphy lebih dominan, mesomorphy dan endomorphy memiliki nilai lebih dari satu setengah unit lebih rendah.

5. Somatotype dan Genetika

Korelasi orang tua-spesifik-seks menunjukkan bahwa anak perempuan cenderung lebih mirip dengan ibu mereka daripada ayah mereka secara Somatotype, terutama untuk mesomorphy. Tren ini secara statistik dikuatkan melalui uji rasio log-likehood, yang mendeteksi efek seks orangtua yang signifikan. Kemiripan yang lebih kuat dengan ibu umumnya dikaitkan dengan efek maternal, yang akan mencakup efek persiten dari kondisi lingkungan rahim antara ibu dan keturunannya dibandingkan antara ayah dan keturunannya (Nance, 1979). Bouchard et al. (1980) juga menemukan korelasi yang lebih erat terkait Somatotype antara anak dengan ibunya dibandingkan dengan ayahnya untuk tipe ectomorphy, meski heterogenitasnya tidak signifikan.

(19)

6. Somatotype Olahraga

Bentuk tubuh atau tipe tubuh merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam setiap aktivitas fisik yang dilakukan. Bentuk tubuh akan berpengaruh positif jika disesuaikan dengan aktivitas fisik yang dilakukan seseorang untuk mencapai hasil kerja yang maksimal pula. Beda ukuran, bentuk dan proporsi tubuh akan berdampak terhadap aktivitas yang berbeda-beda pula (Gaurav et al., 2010). Karakteristik bentuk tubuh seorang atlet profesional tentunya berbeda dengan masyarakat umum.

Menurut santos yang dikutip oleh Alex J.Y. Lee dan Wei-Hsiu Lin (2007) ukuran dan struktur tubuh sangat mempengaruhi penampilan dalam olahraga. Kunci kesuksesan atlet dalam berbagai jenis olahraga salah satunya ditentukan dari dimensi tubuh dan kondisi yang dimilikinya (Carter, 2002). Kesuksesan yang dicapai para atlet memerlukan kesesuaian Somatotype tertentu. Perbedaan Somatotype atlet bisa dimanfaatkan pada beberapa posisi dalam sebuah tim olahraga. Mesomorphy merupakan tipe yang paling penting di hampir di semua cabang olahraga, sebab tipe ini diyakini memiliki kekuatan, daya ledak, kecepatan dan kelincahan yang tinggi sehingga banyak atlet yang memodifikasi tubuh mereka ke tipe ini dengan cara perbanyak latihan tertentu dan pengaturan diet (Ackland et al., 2009). Carter dan Heath (1990) menyatakan penggunaan karakteristik yang lebih langsung terkait dengan status nutrisi dan aktivitas fisik akan lebih berguna dalam menjelaskan variasi dari Somatotype.

1. Sepak bola.

a. Pengertian

Merupakan cabang olahraga beregu dimana satu timnya terdiri dari sebelas pemain inti dimana satu orangnya merupakan penjaga gawang atau biasa disebut dengan istilah kiper dan beberapa pemain cadangan. Olahraga ini dimainkan dengan tujuan memasukkan bola ke gawang lawan sebanyak- banyaknya dimana tim yang berhasil memasukkan bola paling banyak ke gawang musuh maka tim itulah yang dinobatkan sebagai pemenangnya.

b. Komponen fisik sepak bola

Komponen fisik merupakan hal yang harus dipersiapkan seorang atlet jauh sebelum pertandingan berlangsung untuk mencapai kualitas

(20)

permainan yang maksimal, seperti yang pernah dikatakan oleh Justinus Lhaksana (2011), bahwa sehebat apapun seorang atlet adalah hal taktik dan teknik tetapi tanpa didasari oleh komponen fisik yang baik maka prestasi yang akan diraih tidaklah sama dengan pemain yang memiliki kemampuan teknik, taktik, strategi dan tentunya komponen fisik yang baik. Dalam meningkatkan komponen fisik banyak faktor yang harus diperhatikan seperti faktor latihan, prinsip beban latihan, faktor istirahat, kebiasaan hidup sehat, faktor lingkungan dan faktor makanan. Melalui latihan fisik yang maksimal, diharapkan daya tahan dan kekuatan menjadi lebih besar, kecepatan dan kelincahan semakin meningkat serta koordinasi individu maupun tim akan semakin sempurna. Terdapat sepuluh komponen fisik yang harus dimiliki dengan baik oleh seorang atlet menurut Lhaksana (2012), diantaranya :

1) Daya tahan (endurance), adalah kemampuan melakukan kerja dalam jangka waktu yang lama karena ada jaminan kerja otot yang mampu mengatasi kelelahan dengan cara mengambil oksigen dan menyalurkan ke otot aktif.

2) Kekuatan (strength), adalah gaya yang dikeluarkan otot untuk melakukan satu kali kontraksi seluruh sistem otot secara maksimal mengatasi tahanan. Kekuatan dipengaruhi oleh besar kecilnya otot, panjang pendeknya otot dan tingkat kelelahan.

3) Kecepatan (speed), adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerakan sejenis dari satu tempat ke tempat lain secara berurutan dalam waktu sesingkat-singkatnya.

4) Kelincahan (agility), adalah kemampuan untuk bergerak, memulai dan berhenti secara cepat dan tepat dengan diikuti perubahan arah.

Kelincahan seseorang sangat dipengaruhi oleh kecepatan reaksi, kemampuan berorientasi terhadap masalah, kemampuan mengatur kesimbangan dan koordinasi antar organ.

5) Daya ledak (power), adalah kekuatan otot yang bekerja dalam waktu singkat untuk menghasilkan kerja fisik yang maksimum dan mengatasi

(21)

tahanan beban dengan kecepatan tinggi. Power ditentukan oleh kekuatan dan kecepatan otot, waktu rangsang syaraf, koordinasi gerakan, produksi energi secara biokimia dan penguasaan gerak.

6) Kelenturan (fleksibility), adalah kemampuan segmen tubuh seseorang untuk bergerak dengan ruang gerak sendi semaksimal mungkin.

Fleksibilitas ditentukan oleh tonus otot, mobilitas sendi, kualitas tulang, elastisitas dari otot antagonis, ligament dan tendon. Dengan memiliki fleksibilitas yang baik ,maka akan membantu dalam mengembangkan kecepatan, koordinasi, kelincahan, menghemat pengeluaran tenaga dan mengurangi kemungkinan cedera otot dan sendi.

7) Ketepatan (accuration), menurut Nala (2011) adalah kemampuan tubuh seseorang untuk mengarahkan suatu gerakan bebas menuju ke sasaran atau target sesuai dengan kemampuannya. Accuracy dipengaruhi oleh koordinasi, jarak, besarnya target, perasaan gerak, teknik gerakan, ketajaman indra dan kecepatan gerak.

8) Koordinasi (coordination), adalah kemampuan seluruh tubuh dalam melakukan perpaduan gerakan pada berbagai tingkat kesukaran dengan cepat dan tepat ke dalam satu pola gerak khusus secara simultan baik melibatkan sistem otot syaraf dan persendian. Koordinasi selalu berkaitan dengan kelincahan dan ketangkasan. Untuk mencapai suatu koordinasi yang baik diperlukan kemampuan syaraf pusat dan tepi, tonus dan elastisitas otot yang baik. Dengan adanya koordinasi yang baik maka lebih mudah untuk menguasai teknik-teknik tinggi dan taktik serta menghindari cidera pada saat permainan.

9) Keseimbangan (balance), adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan pusat masa tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi dan gerakan baik statis maupun dinamis yang melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh sehingga mampu membuat manusia beraktivitas secara efektif dan efisien. Hal ini dipengaruhi adanya interaksi sistem sensorik dan muskuloskeletal yang baik.

(22)

Dipengaruhi juga oleh faktor usia, motivasi, kognitif, lingkungan dan pengaruh obat tertentu.

10) Reaksi (reaction), adalah kemampuan tubuh untuk bereaksi secepat mungkin ketika ada rangsangan yang diterima oleh reseptor.

c. Teknik dasar sepak bola

Seorang atlet sepak bola harus mempunyai teknik dasar yang baik sebelum dikatakan terampil dalam permainan sepak bola. Menurut Suwarno (2001) teknik dasar sepak bola dibagi menjadi dua macam, yaitu teknik tanpa bola yang pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kebugaran jasmani dan teknik dengan bola yang akan membantu penampilan pada saat bermain sepak bola. Teknik tanpa bola terdiri dari lari cepat sambil mengubah arah, melompat atau meloncat, gerak tipu tanpa bola atau gerak tipu badan dan adapula gerakan khusus penjaga gawang. Teknik dengan bola mencakup teknik untuk menendang bola, menerima bola, menggiring bola, menyundul bola, gerak tipu, teknik penjaga gawang, bertahan dan menyerang. Kedua teknik dasar ini wajib dikuasai oleh pemain sehingga mampu menghadapi situasi di lapangan dan menunjang keterampilan dasar yang merupakan pondasi bagi atlet sepak bola. Teknik gerakan dasar ini mudah untuk dilakukan dan dapat dipelajari dalam latihan.

Seorang pemain sepak bola harus menguasai teknik dasar yang benar, cermat, sistematis yang dilakukan berulang-ulang, terus-menerus, dan berkelanjutan sehingga tercipta gerakan yang harmonis dan otomatis.

Teknik dasar menggunakan bola menurut Saryono dan Agung Susworo (2012) dibagi menjadi 3, yaitu teknik mengirim bola, membawa bola dan menerima bola meliputi :

1) Teknik mengirim bola

a. Menendang bola (kicking)

Kicking merupakan hal yang paling dominan dilakukan pada saat permainan sepak bola jadi tidak akan dikatakan sebagai pemain handal jika tidak memiliki kemampuan kicking (Sucipto, 2000).

(23)

Tujuan menendang boa adalah mengumpan, menembak ke gawang, dan menyapu untuk menggagalkan lawan.

Konsep dasar perkenaan kaki ke bola dibedakan yaitu menendang dengan kaki bagian dalam, luar, punggung kaki dan punggung kaki bagian dalam.

b. Menyundul bola (heading)

Heading adalah teknik dasar untuk meneruskan bola menggunakan dahi dengan tujuan untuk mengoper atau mengarahkan bola ke teman, menghalau bola di daerah pertahanan, mengontrol bola atau mengendalikan bola dan melakukan sundulan untuk mencetak gol (Sukatamsi, 2002). Teknik ini dapat digunakan di semua posisi dan sudut lapangan dalam posisi berdiri, melompat dan sambil meloncat (Komarudin, 2011). Banyak gol yang tercipta dari hasil sundulan.

Konsep dasar yang diperlukan dalam teknik ini adalah pemain dalam keadaan posisi badan tegak, kedua kaki dibuka selebar bahu atau salah satu kaki mau kedepan dan menghadap sasaran, kedua lutut sedikit ditekuk, kemudian lentingkan badan kebelakang dan pandangan tetap fokus ke arah kedatangan bola dengan posisi dagu merapat ke leher, dengan gerakan bersama otot perut, badan dilecutkan kedepan sehingga dahi mengenai bola dan keadaan salah satu kaki maju kedepan, kedua lengan menjaga keseimbangan.

c. Melempar bola (throwing)

Throwing merupakan teknik mengoper bola menggunakan tangan yang biasanya dilakukan oleh seorang penjaga gawang atau kiper. Throwing juga dapat dilakukan saat bola keluar dari lapangan.

d. Mengoper bola (passing)

Passing merupakan teknik memindahkan bola dari satu pemain ke pemain lainnya.Konsep yang harus dikuasai oleh pemain adalah jika melihat bola datang, perhatikanlah arah geraknya dan

(24)

ikuti arah datang bola agar siap menerimanya, kemudian kontrol bola dengan menggunakan kaki dan pertahankan agar tidak memantul atau bahkan lepas, dan konsep yang terakhir ialah bergerak ke ruang terbuka secepat mungkin, beri oper kepada pemain satu tim yang aman dan siap menerima bola.

e. Mengumpan bola (Chipping)

Chipping dilakukan dengan tujuan untuk mengumpan bola dalam situasi bertahan satu lawan satu atau untuk mengumpan bola kepada teman yang posisinya sedang dibelakang lawan. Teknik ini dilakukan dengan gerakan mencongkel bola keatas menggunakan bagian atas ujung sepatu.

f. Menembak bola (shooting)

Shooting adalah proses menendang bola sekeras-kerasnya dan akurat ke gawang dengan tujuan mencetak gol yang dilakukan dengan menggunakan punggung kaki maupun kaki bagian dalam.

Kunci menembak bola berada pada kekuatan tungkai kaki dari sudut pengambilan tendangan yang optimal. Ciri khasnya laju bola sangat cepat dan keras dan sulit diantisipasi oleh penjaga gawang.

Konsep dasar yang perlu dikuasai pada saat shooting adalah posisi pemain membentuk sudut kurang dari 30 derajat disamping bola, saat akan menendang, kaki diayun ke belakang dan melepasnya ke depan, perkenaan bola di kaki daerah punggung bagian dalam atau bisa juga dengan punggung kaki, setelah shooting kaki tumpu berada hampir sejajar dengan bola dan ada pun gerakan lanjutan (follow through).

g. Membuang bola (clearing)

Clearing bertujuan untuk mebuang bola keluar lapangan agar teman satu tim mendapatkan waktu lebih untuk kembali ke posisi bermain masing-masing.

(25)

2) Teknik membawa bola (dribbling)

Teknik dasar menggiring atau membawa bola merupakan salah satu keterampilan paling penting dan mutlak yang harus dimiliki setiap pemain dalam menguasai bola sebelum diberikan kepada temannya (Lhaksana,2011). Dribbling dapat dilakukan dengan menggunakan telapak kaki, kaki bagian luar, dan punggung kaki. Tujuan dari dribbling adalah menguasai bola dengan baik tanpa dapat direbut oleh lawan baik dengan berlari, berjalan, berbelok maupun memutar, mengarahkan ruang kosong, melepaskan diri dari kawalan lawan serta menciptakan peluang menembak ke gawang lawan (Komarudin, 2011).

3) Teknik menerima bola a. Controlling

Kemampuan atlet saat menerima bola, kemudian berusaha menguasai bola sampai saat atlet tesebut akan melakukan gerakan selanjutnya terhadap bola seperti mengumpan, menggiring dan menembak bola ke gawang (Susworo et al., 2012). Menurut Sucipto (2000) tujuan memiliki teknik dasar ini adalah untuk mengatur tempo permainan, mengalihkan laju permainan dan supaya mudah dalam melakukan passing. Controlling dapat dilakukan dengan seluruh anggota badan seperti kaki, paha dan dada. Bagian kaki yang biasa digunakan untuk controlling adalah kaki bagian dalam, kaki bagian luar, punggung kaki dan telapak kaki. Anggota badan yang tidak boleh terkena pada teknik dasar ini adalah anggota gerak atas seperti tangan.

b. Intercept

Kemampuan atlet dalam memotong operan dan pergerakan bola dari musuh atau pemain lawan.

7. VO2Max a. Pengertian

(26)

VO2Max didefinisikan sebagai hasil dari curah jantung maksimal dan ekstraksi O2 maksimal oleh jaringan, dan keduanya dapat meningkat berbanding lurus dengan intensitas aktifitas fisik atau latihan yang dilakukan seseorang. Seiring meningkatnya intensitas latihan maka akan terjadi perubahan volume otot rangka yang diikuti dengan peningkatan mitokondria dan enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif. Selain itu distribusi darah yang kaya oksigen ke serat otot menjadi lebih baik karena terjadi peningkatan jumlah kapiler darah. Efek akhir yang terjadi ialah ekstraksi O2 yang sempurna dan berakibat pada peningkatan pembentukan asam laktat pada otot saat beraktivitas fisik lebih rendah. Peningkatan aliran darah ke otot menjadi lebih rendah dan karena hal ini, kecepatan denyut jantung dan curah jantung lebih rendah dan efektif dibandingkan orang yang tidak terlatih (Ganong, 2001).

VO2Max bisa juga di definisikan sebagai nilai maksimum dimana seseorang dapat mengkonsumsi oksigen selama latihan, serta merupakan refleksi dari meaknisme oksidatif otot maupun unsur kardiorespi dan hematologik dari pengantaran oksigen tubuh. Seorang dengan tingkat kebugaran yang baik akan memiliki nilai VO2Max lebih tinggi dan dapat melakukan aktivitas lebih kuat dibandingkan seorang yang sedang dalam kondisi kurang baik. Menurut pate (1993) VO2Max adalah kecepatan terbesar pemakaian oksigen seseorang dan merupakan ukuran mutlak kecepatan terbesar dimana seseorang dapat menyediakan energi ATP dengan metabolisme aerobik.

Berdasarkan definisi diatas, bisa disimpulkan VO2Max adalah kemampuan seorang individu dalam menggunakan oksigen dalam melakukan kegiatan atau aktifitas fisik maskimal, besarnya pasokan energi yang berasal dari sistem aerobik maksimal disebut juga dengan daya aerobik maksimal.

Menurut Young (2018) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi VO2Max seseorang yaitu anatomi dan fisiologi dari jantung, paru, serta pembuluh darah, genetik, usia, jenis kelamin, komposisi tubuh, intensitas latihan dan juga gaya hidup orang itu sendiri.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi VO2Max : 1. Faktor genetik

(27)

Menurut Goawa (2020) genetik dapat mempengaruhi VO2Max setiap individu sebesar 40%. Sampai saat ini terdapat 97 gen yang teridentifikasi bisa berpengaruh terhadap VO2Max (Williams, 2017). Genetik ini berkaitan dengan efektifitas sistem otot pada tubuh. Dimana gen berpengaruh terhadap ukuran dan jumlah otot manusia yang meliputi serat otot tipe I (slow-twitch) serta serat otot tipe II (fast-twitch). Menurut Skinner (2005) gen juga mempengaruhi ukuran paru, jantung, dan juga arteri koronaria akan tetapi tidak memengaruhi fungsi organ seperti laju aliran udara.

2. Faktor usia

Nilai VO 2 max dapat menurun seiring dengan bertambahnya usia seseorang. Menurut Huldani (2020) usia 20 sampai 30 tahun merupakan usia puncak dari ketahanan jantung dan paru paru manusia. Nilai VO2Max sendiri sangat dipengaruhi oleh ketahanan jantung, dimana seseorang yang sudah lanjut usia akan mengalami pengurangan denyut jantung maksimal dan stroke volume, serat otot jantung yang semakin kaku, dinding arteri yang semakin kaku dan menebal yang menyebabkan perfusi okisgen ke jaringan perifer berkurang menyebabkan berkurangnya area otot aktif yang dapat mempengaruhi VO2Max seseorang (Kim, 2016).

3. Jenis kelamin

Laki-laki memiliki nilai VO 2 max yang relatif lebih tinggi dibadingkan perempuan. Hal ini disebabkan laki-laki dan perempuan memiliki komposisi tubuh dan kadar hemoglobin yang berbeda. Kadar hemoglobin pada perempuan 10% lebih rendah daripada laki-laki yaitu 13,5-15,0 g/dL (Sandbakk, 2012, Huldani, 2020).

4. Fisiologi tubuh

Fungsi sistem paru, jantung, ginjal, otot dan darah berpengaruh pada nilai VO2Max seseorang (Kohzuki, 2018). Organ-organ tersebut penting terhadap fungsi fisiologis tubuh yang berpengaruh terhadap VO2Max seperti menigkatnya cardiac output maksimal, meningkatnya stroke volume, rentang denyut jantung minimal dan maksimal yang lebih besar, lebih sedikitnya oksigen yang digunakan untuk otot jantung sehingga lebih tersedia bagi otot

(28)

rangka untuk berkontraksi, meningkatnya kadar hemoglobin dan jumlah sel darah merah, meningkatnya cadangan glikogen dan trigliserid, meningkatnya mioglobin, meningkatnya kapilarisasi sekitar otot rangka, meningkatnya jumlah dan ukuran mitokondria, meningkatnya luas permukaan alveolus dan meningkatnya toleransi asam laktat (Young, 2018).

5. Aktivitas fisik

Pada individu dengan pola hidup aktivitas fisik rendah (sedentary lifestyle) cenderung memiliki nilai VO2Max yang rendah dibandingkan individu yang aktif dan terlatih (Vanhecke, 2009). Sedentary lifestyle merupakan pola hidup dengan tingkat pengeluaran energi yang rendah yaitu sekitar 1,0-1,5 METs meliputi aktivitas duduk, menonton TV, membaca, dan mengemudi (Kulinski, 2014). Aktivitas fisik yang tidak adekuat juga dapat meningkatkan persentase lemak tubuh dan menurunkan massa otot relatif yang dapat memengaruhi VO2Max (Mondal, 2017). Latihan aerobik dapat meningkatkan VO2Max sebanyak 10-20%. Merokok dan asupan yang buruk dapat menurunkan nilai VO2Max (Young, 2018).

6. Komposisi tubuh

Tubuh yang memiliki lebih banyak lemak dapat menurunkan nilai VO2Max.

Semakin tinggi persentase lemak tubuh maka semakin berkurang VO2Max.

terbatas (Young, 2018; Huldani, 2020). Pada individu dengan Indeks Massa Tubuh berlebih atau obesitas, didapatkan nilai VO2Max yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan terdapat akumulasi lemak pada paru-paru dan juga daya tahan kardiovaskular. Massa otot yang berperan aktif pada olahraga juga berkaitan dengan nilai VO2Max (Kim, 2016).

c. Metode pengukuran

Dalam mengukur daya tahan aerobik maksimal terdapat beberapa alat ukur yang dapat dijadikan referensi maupun acuan oleh para pelatih fisik seseorang di lapangan. Acuan alat ukur tersebut memiliki karakteristik dan penilaian yang berbeda namun bertujuan sama untuk mengetahui kemampuan daya tahan atau kemampuan VO2Max seseorang. Berikut adalah jenis-jenis tes daya tahan seperti :

(29)

Harvard Step Test, Sloan Test, Balke Test, Cooper Test, Astrand Treadmild Test, Yo-Yo Intermittent Recovery Test, Multistage Fitness Test/ Bleep Test dan Lion Test.

Semua metode pengukuran diatas dapat diterapkan untuk mengukur kemampuan maksimal daya tahan seseorang dalam melakukan aktifitas. Salah satu metode pengukuran VO2Max yang dapat digunakan oleh para pelatih lapangan khususnya dalam sepak bola menurut Bangsbo dan Mohr (1994) adalah Yo-Yo Intermittent Recovery Test.

Menurut Bangsbo dan Mohr (1994) pengukuran VO2Max dengan metode Yo-Yo Intermittent Test lebih cocok digunakan untuk para atlet sepak bola karena metode tersebut lebih mirip dengan kondisi pertandingan sepak bola dimana dalam permainan sepak bola, seorang atlet akan berlalri dengan jarak antara 5-70 meter dengan intensitas tinggi, akan tetapi sebagian besar jarak lari ini kurang dari 20 meter. Selain itu, pemain harus dapat mempercepat, meperlambat dan merubah arah serta berjalan kaki untuk memulihkan energi mereka. Semua aspek ini termasuk dalam metode pengukuran VO2Max dengan Yo-Yo Intermittent Test. Menurut Akbar et al (2015) dalam penelitiannya tentang uji validitas dan reabilitas Yo-Yo Intermittent Recovery Test terhadap daya tahan aerobik atlet tepatnya tingkat VO2Max didapatkan hasil kriteria validitas 0,968 dan reabilitas 0,996 yang berarti termasuk dalam kriteria sangan tinggi.

d. Teknis pengukuran

Terdapat empat versi yo-yo intermittent recovery test

1. Tingkat pemulihan 1 (Yo-Yo IR1). Versi ini merupakan versi yang paling populer yang berfokus pada aktivasi kapasitas maksimal sistem aerobik (Bangsbo et al. 2008).

2. Tingkat pemulihan 2 (Yo-Yo IR2). Merupakan versi yang lebih tangguh dibandingkan versi 1 yang berfokus untuk menentukan kemampuan individu untuk pulih dari latihan berulang dengan intensitas tinggi dari sistem anaerobik (Bangsbo et al. 2008)

3. Endurance level 1 (Yo-Yo IE1). Versi ini dapat digunakan untuk menguji seorang dalam olahraga intensitas sedang yang bertahan lama.

(30)

4. Endurance level 2 (Yo-Yo IE2). Merupakan versi yang lebih tangguh dari versi endurance lever 1

Prosedur pengukuran untuk keempat versi diatas identik. Semua pengujian menggunakan track sepanjang 25 meter diamana diberikan penanda pada jarak 0, 5 dan 25 meter pada permukaan yang datar untuk memungkinkan akselarisasi dan perlambatan yang signifikan.

Gambar 2.17. Yo-Yo Test Track (www.footballscience.net)

tes dimulai saat hitungan mundur kemudian bunyi bip pertama menandakan awal : - Peserta tes mulai berlari menuju penanda 25 meter.

- Pada atau sebelum bunyi bip kedua, pelari harus sudah mencapai penanda 25 meter dengan menyentuhkan penanda dengan satu kaki ataupun dua kaki.

- pada atau setelah, tetapi tidak sebelum bunyi bip yang sama atau kedua, pelari mulai berlari kembali ke penanda 5 meter.

- Pada atau sebelum bunyi bip berikutnya atau ketiga, pelari harus sudah mencapai penanda 5 meter.

- Kemudian waktu istirahat dimulai dengan rincian 10 detik dalam uji tes pemulihan, dan 5 detik dalam uji tes ketahanan. Pelari berjalanke penanda 0 meter, lalu kembali ke penanda 5 meter untuk bersiap berlari kembali ke penanda 25 meter saat bunyi bip berikutnya berbunyi.

- Bunyi bip berikutnya menunjukkan akhir periode istirahat dan dimulainya kembali sirkuit yang sama berikutnya (kembali ke langkah satu)

(31)

Tingkat kecepatan bunyi bip di setiap levelnya berbeda, dimana semakin tinggi level maka kecepatan bunyi bip juga akan semakin cepat. Perubahan level tingkat kecepatan biasanya ditandai dengan bip ganda ataupun isyarat suara.

Seorang pelari yang gagal mencapai penanda yang relevan pada waktunya maka akan diberikan peringatan satu, dan jika ingin melanjutkan tes pelari harus menyentuh penanda berikutnya sebelum bunyi bip berikutnya berbunyi. Dua kegagalan berturut-turut dalam mencapai penanda sbeelum waktu yg sudah ditentukan maka instruktur harus menghentikan tes mereka dan mencatat hasil tes di lembar penilaian yo-yo intermittent recovery test.

Penilaian biasanya dilakukan dengan menggunakan terminologi “speed circuits levels” misalnya, 15.2, yang berarti “menyelesaikan 2 sirkuit di level 15”. Sebagai alternatif, skor dapat dicatat sebagai jarak yang di tempuh, misalnya 840 meter.

Kedua metode tersebut berkolerasi persis yang berarti bahwa dengan metode yang satu, maka dimungkinkan untuk menentukan yang lainnya. Namun skor dalam satu versi tes tidak berkolerasi dengan skor di versi lainnya. Artinya, skor 15,2 di YYIR1 tidak sama dengan 15,2 di YYIR2.

(32)

Gambar 2.18. Perbandingan skematis hasil YYIR1 dan YYIR2 (Krustrup et al., 2003)

(33)

B. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: Tidak diteliti : Diteliti

: Faktor yang mempengaruhi

Screening atlet

Somatotype

Ectomorphy Mesomorphy Endomorphy

VO2 Max

Daya tahan aerobik maksimal

Harvard step test

Sloan Test

Balke test

Cooper test

Astrand treadmild

test Yo-yo

intermittent recovery test

Bleep test Lion

test

Yo-yo IR1 Yo-yo IR2 Yo-yo IE1 Yo-yo IE2

Ellite Excellent Good Average Below Average

1. Jenis kelamin 2. Atlet professional 3. Faktor cidera

1. Ambilan nutrisi 2. Faktor genetik 3. Faktor lingkungan 4. Ras

5. Posisi bermain

Kriteria Atlet:

-Jenis Kelamin -Level bermain -Jenis olahraga -Pola Latihan

4. Gen 5. Usia 6. Jenis kelamin 1. Fisiologis tubuh

2. Aktivitas fisik 3. Komposisi tubuh

Poor

(34)

C. Hipotesis

Ada hubungan antara Somatotype dengan tingkat VO2Max atlet sepak bola Bhayangkara Solo FC.

Gambar

Gambar 2.1. Tiga Jenis Somatotype (Streuber et al, 2016)
Gambar 2.2. Pengukuran berat badan (Marfell-Jones et al; 2012)  2)  Tinggi Badan (BH)
Gambar 2.3. Stadiometer (Saputra, 2016)
Gambar 2.5. Pengukuran tinggi badan (Hulburt, 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung refrigeration cycle comprising evaporator , compressor , condenser ,. and expansion valve can be

Polda Lampung / Polres Metro, Kebersihan adalah sebagian dari iman dan bersih itu indah, Polres Metro bahu membahu membersihkan lingkungan sekitaran lingkungan Polres Metro,

Terima kasih Bapak Nanang, berkat bimbingan, saran, dukungan dan kesabaran yang Bapak berikan kepada saya dan anak-anak bimbingan yang lain, saya dan teman-teman dapat

Para praktisi mendapatkan bahwa mereka tetap dapat mengobati pasien atau klien yang sakit sepanjang hari dan energy (aji tapak husada) akan tetap mengalir sekuat

Presiden Recep Tayyip Erdogan, memberikan banyak kemudahan kepada pengungsi Suriah. Erdogan dikenal sebagai pendukung Revolusi Suriah untuk menumbangkan Presiden Bashar

Data sekunder berupa data pengujian sondir yang dilakukan oleh laboratorium teknik sipil UNG yang tersebar di kecamatan-kecamatan yang ada di Kota Gorontalo, sementara

1) Data nilai kelas eksperimen dan kelas kontrol, yang terdiri dari nilai pretes dan postes uji kemampuan pemecahan masalah dan uji kemampuan komunikasi matematis siswa.

 Konsep rumah tangga pertanian mengalami per- luasan dibanding Sensus Pertanian 1983, yaitu untuk konsep rumah tangga pertanian pengguna lahan ditambah dengan