• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PENDIDIKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PENDIDIKAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PENDIDIKAN Oleh :

Drs. Muslim Afandi, M.Pd

(Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prodi Bimbingan Konseling Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau dan Mahasiswa Program Doktor Psikologi

Pendidikan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) (+6281 2754 4516)

Abstrak

Kita menyadari bahwa pembangunan karakter bangsa dihadapkan pada berbagai masalah yang kompleks.Oleh karena itu semakin banyak orang menyadari bahwa betapa pentingnya pendidikan kharakter. Pendidikan karakter berarti sebagai usaha sengaja untuk mewujudkan kebajikan, yaitu kualitas kemanusiaan yang baik secara obyektif, bukan hanya baik untuk individu perseorangan tapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter ini harus dipahami sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam pikiran, penghayatan dalam bentuk sikap dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam interaksi terhadap Tuhannya, diri sendiri, antar sesama, dan lingkungannya.

Pendidikan karakter dari sisi substansi dan tujuannnya sama dengan pendidikan budi pekerti, sebagai sarana untuk mengadakan perubahan secara mendasar atas individu. Untuk mencapai tujuan dari pendidikan karakter, terdapat tiga tahapan pendidikan yang harus dilalui yaitu: Pertama, Moral Knowing, Kedua, Moral Loving, dan Ketiga,Moral Doing/Acting. Ketiga tahapan ini perlu disuguhkan kepada peserta didik melalui cara-cara yang logis, rasional dan demokratis, sehingga perilaku yang muncul benar-benar sebuah karakter. Ada beberapa dimensi manusia yang secara psikologis dan sosiologis perlu dibahas dalam kaitannya dengan terbentuknya karakter pada diri manusia. Unsur-unsur tersebut adalah sikap, emosi, kemauan, kepercayaan dan kebiasaan.

Kata Kunci:Karakter, Bangsa, Pendidikan

(2)

A. Pendahuluan

Kita menyadari bahwa pembangunan karakter bangsa dihadapkan pada berbagai masalah yang kompleks. Perkembangan masyarakat yang dinamis sebagai akibat dari globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi tentu merupakan masalah tersendiri dalam kehidupan masyarakat.

Globalisasi dan hubungan antarbangsa sangat berpengaruh pada aspek ekonomi seperti perdagangan global yang mengakibatkan berkurang atau bertambahnya jumlah kemiskinan dan pengangguran. Pada aspek sosial dan budaya, globalisasi mempengaruhi nilai-nilai solidaritas sosial seperti sikap individualistik, materialistik, hedonistik yang seperti virus akan berimplikasi terhadap tatanan budaya masyarakat Indonesia sebagai warisan budaya bangsa seperti memudarnya rasa kebersamaan, gotong royong, melemahnya toleransi antarumat beragama, menipisnya solidaritas terhadap sesama, prilaku yang menyimpang di berbagai kalangan, korupsi di jajaran pejabat dan pimpinan, krisis kepercayaan, tawuran antar pelajar, pornografi, masalah persengketaan dan masih “segudang” masalah yang muncul di negara ini.

Berkaitan dengan masalah di atas, maka dalam perspektif pendidikan, kini semakin banyak orang menyadari bahwa betapa pentingnya pendidikan kharakter.

Bahkan Menteri Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh menjelaskan hal tersebut di berbagai kesempatan. Sementara itu pada sudut yang lain, selama ini telah diakui bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa timur, adalah bangsa yang religious, bangsa yang santun, selalu menghormati antar sesama, mengedepankan kejujuran dan sifat-sifat mulia lainnya. Oleh karena itu, penyimpangan dari kharakter itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak biasa, atau telah keluar dari watak asli yang dimiliki oleh bangsa ini. Selanjutnya, semangat itu melahirkan berbagai kegiatan, seperti diskusi, seminar nasional, penulisan buku, dan lain- lain, hingga akhirnya menjadi suatu hal yang urgen bahwa pendidikan karakter memang sangat penting untuk mendapatkan perhatian bersama.

B. PEMBAHASAN 1. Sekitar Karakter

Kata character menurut John M.Echols dan Hassan Shadily (1993:107) mempunyai beberapa arti yaitu (1) watak, karakter, sifat. Misalanya “watak baik”; (2) Peran. Makna ini digunakan dalam bermain sandiwara, film dan sejenisnya;(3) Huruf. Misalnya, sebuah artikel memiliki sekitar 4.000 karakter.

Mencermati tiga arti kata character itu, maka dalam tulisan ini penulis

(3)

menggunakan makna yang pertama yaitu watak, karakter dan sifat. Menurut (Ditjen Mandikdasmen - Kementerian Pendidikan Nasional), karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

Menurut Quraish Shihab dalam (detik news 14 Agustus 2012) karakter terbentuk melalui perjalanan hidup seseorang. Ia dibangun oleh pengetahuan, pengalaman, serta penilaian terhadap pengalaman itu. Kepribadian dan karakter yang baik merupakan interaksi seluruh totalitas manusia. Dalam bahasa Islam, ia dinamai rusyd. Ia bukan saja nalar, tetapi gabungan dari nalar, kesadaran moral, dan kesucian jiwa.

Karakter terpuji merupakan hasil internalisasi nilai-nilai agama dan moral pada diri seseorang yang ditandai oleh sikap dan perilaku positif. Karena itu, ia berkaitan sangat erat dengan kalbu. Bisa saja seseorang memiliki pengetahuan yang dalam, tetapi tidak memiliki karakter terpuji. Sebaliknya, bisa juga seseorang yang amat terbatas pengetahuannya, namun karakternya amat terpuji.

Memang ilmu tidak mampu menciptakan akhlak atau iman, ia hanya mampu mengukuhkannya, dan karena itu pula mengasuh kalbu sambil mengasah nalar, memperkukuh karakter seseorang. Dalam konteks membangun moral bangsa, maka diperlukan nilai-nilai yang harus disepakati dan dihayati bersama

Disepakati karena kalau setiap orang diberi kebebasan untuk menentukan nilai itu, maka seorang perampok misalnya, akan menilai bahwa mengambil hak orang lain adalah tujuan dan bahwa kekuatan adalah tolok ukur hubungan antar masyarakat. Ini tentu saja akan merugikan masyarakat bahwa pada akhirnya merugikan diri yang bersangkutan sendiri. Tetapi di sisi lain, jika kita tidak memberi kesempatan kepada manusia untuk memilih, maka ketika itu kita telah menjadikannya bagaikan mesin bukan lagi manusia yang memiliki kehendak, tanggung jawab, dan cita-cita. Manusia harus memiliki pilihan, tetapi pilihan tersebut bukan pilihan orang perorang secara individu, tetapi pilihan mereka secara kolektif. Dari sini setiap masyarakat secara kolektif bebas memilih pandangan hidup, nilai-nlai, dan tolok ukur moralnya dan hasil pilihan itulah yang dinamai Jati diri bangsa. Dengan demikian, jati diri bangsa terkait erat dengan kesadaran kolektif yang terbentuk melalui proses yang panjang. Memang rumusannya dicetuskan oleh kearifan the founding fathers bangsa, tetapi itu mereka gali dari masyarakat dan karena itu pula maka

(4)

masyarakat menyepakatinya. Jati diri bangsa Indonesia yang kita sepakati adalah Pancasila.

Nilai-nilai yang telah disepakati itu harus dihayati, karena hanya dengan penghayatan nilai dapat berfungsi dalam kehidupan ini. Hanya dengan penghayatan karakter dapat terbentuk. Tidak ada gunanya berteriak sekuat tenaga atau menulis panjang lebar tentang nilai-nilai dan keindahannya, jika hanya terbatas sampai di sana. Ini bagaikan seseorang yang memuji-muji kehebatan obat, tetapi obat itu tidak ditelannya sehingga tidak mengalir ke seluruh tubuhnya dan tidak menjadi bagian dari dirinya. Ia harus menelannya, lalu membiarkan darah mengalirkan obat itu ke seluruh tubuhnya, serta menyentuh dan mengobati bagian-bagian dirinya yang sakit, bahkan lebih memperkuat lagi yang telah kuat.

Selanjutnya, karena nilai-nilai yang dihayati membentuk karakter, maka nilai-nilai yang dihayati seseorang atau satu bangsa dapat diukur melalui karakternya. Perubahan yang terjadi pada karakter, bisa jadi karena perubahan nilai yang dianut atas dasar kesadaran mereka, dan bisa juga karena terperdaya atau lupa oleh satu dan lain sebab. Dari sini diperlukan nation and character building. Membangun kembali karakter bangsa mengandung arti upaya untuk memperuat ingatan kita tentang nilai-nilai luhur yang telah kita sepakati bersama dan yang meknjadi landasan pembentukan bangsa, dalam hal ini adalah Pancasila, disamping membuka diri untuk menerima nilai-nilai baru yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar pandangan bangsa. Inilah yang dapat menjamin keuntuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta kelestarian Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa.

Lain halnya dengan pendapat Abdul Majid (2011:11) karakter cenderung disamakan dengan personalitas atau kepribadian. Orang yang memiliki karakter berarti memiliki kepribadian. Keduanya diartikan sebagai totalitas nilai yang dimiliki seseorang yang mengarahkan manusia dalam menjalani kehidupannya.

Totalitas nilai meliputi tabiat, akhlak, budi pekerti dan sifat-sifat kejiawaan lainya. Hal senada disampaikan oleh Shimon Philips dalam Doni Koesuma A,(2010:80), bahwa karakter diartikan sebagai kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan prilaku yang ditampilkan. Perilaku tertentu seseorang, sikap atau pikirannya yang dilandasi oleh nilai tertentu akan menunjukkan karakter yang dimilikinya. Pengertian karakter di atas menunjukkan dua makna. Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku, dimana prilaku tersebut merupakan manifestasi dari karakter. Orang yang berprilaku tidak jujur, rakus dan kejam, tentulah ia

(5)

memanifestasikan perilaku/karakter buruk. Sebaliknya, apabila orang berperilaku jujur, suka menolong tentu orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter berkaitan dengan dengan personality.

Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral. Karakter merupakan sifat batin yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatannya. Apa yang seorang pikirkan dan perbuat sebenarnya merupakan dorongan dari karakter yang ada padanya. Dengan adanya karakter (watak, sifat, tabiat, ataupun perangai) seseorang dapat memperkirakan reaksi-reaksi dirinya terhadap fenomena yang muncul dalam diri ataupun hubungan dengan orang lain, dalam berbagai keadaan serta bagaimana mengendalikannya.

Masih berkaitan dengan karakter, maka muncul istilah nation and charakter building yang menurut Fatchul Mu’in (2011: 323) adalah istilah klasik dan menjadi kosa kata hampir sepanjang sejarah modern Indonesia terutama sejak peristiwa Sumpah Pemuda 1928. Istilah ini mencuat kembali sejak tahun 2010 ketika pendidikan karakter dijadikan sebagai gerakan nasional pada puncak acara Hari Pendidikan Nasional 20 Mei 2010 yang dicanangkan oleh presiden RI. Munculnya pendidikan karakter ini dilatarbelakangi oleh semakin terkikisnya karakter sebagai bangsa Indonesia, dan sekaligus sebagai upaya pembangunan manusia Indonesia yang berakhlak dan berbudi pekerti yang mulia.

2. Konsep Dasar Pendidikan Karakter

Menurut Zubaedi, (2011:15) bahwa pendidikan karakter berarti sebagai usaha sengaja untuk mewujudkan kebajikan, yaitu kualitas kemanusiaan yang baik secara obyektif, bukan hanya baik untuk individu perseorangan tapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan. Raharjo (2010) memaknai pendidikan karakter sebagai suatu proses pendidikan secara holistik yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pendidikan karakter ini harus dipahami sebagai upaya penanaman kecerdasan dalam pikiran, penghayatan dalam bentuk sikap dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai luhur yang menjadi jati dirinya, diwujudkan dalam interaksi terhadap Tuhannya, diri sendiri, antar sesama, dan lingkungannya. Nilai-nilai luhur tersebut antara lain kejujuran, kemandirian,

(6)

sopan santun, kemuliaan sosial, kecerdasan berfikir termasuk kepenasaran akan intelektual, dan berfikir logis. Oleh karena itu, penanaman pendidikan karakter tidak bisa hanya mentransfer pengetahuan atau melatih suatu keterampilan tertentu. penenaman karakter perlu proses, contoh keteladanan, dan pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan peserta didik, baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat termasuk lingkungan exposure media massa.

Pendidikan karakter dari sisi substansi dan tujuannnya sama dengan pendidikan budi pekerti, sebagai sarana untuk mengadakan perubahan secara mendasar atas individu. Pengertian budi pekerti mengacu pada pengertian dalam bahasa inggris diterjemahkan sebagai moralitas. Moralitas mengandung beberapa pengertian antara lain: adat istiadat, sopan santun dan perilaku. Secara hakiki, budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma hokum, tata kerama, sopan santun dan norma budaya dan adat istiadat masyarakat. Budi pekerti ini akan mengidentifikasi perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasan, dan kepribadian manusia. Istilah karakter juga memiliki kedekatan dengan etika. Karena umumnya orang dianggap memiliki karakter yang baik jika mampu bertindak berdasarkan etika yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Franz Magnis Suseno,(1987:4) menyebutkan etika adalah sebuah ilmu bukan ajaran.

Penyebutan etika dalam bahasa Yunani dikenal dengan ethos atau ethikos (etika) yang mengandung arti usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirannya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau menjadi baik. Etika dalam arti etimologi diidentikan dengan moral yang berarti adat atau cara hidup. Meskipun etika dan moral ini sinonim, namun focus kajian keduanya dibedakan. Menurut Said Hamid Hasan, dkk. (2010:7) Pendidikan karakter secara terperinci memiliki lima tujuan. Pertama, mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga Negara yang memiliki karakter bangsa. Kedua, mengembangkan kebiasaan dan prilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious. Ketiga, menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai penerus bangsa.

Keempat, mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kratif, dan berwawasan kebangsaan. Kelima, mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatn, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.

(7)

Menurut Abdul Majid (2011:113) untuk mencapai tujuan dari pendidikan karakter, terdapat tiga tahapan pendidikan yang harus dilalui yaitu: Pertama, Moral Knowing, tahap ini adalah langkah pertama dalam pendidikan karakter.

Dalam tahap ini diorientasikan pada penguasaan pengetahuan tentang nilai-nilai moral, kesadaran moral, penentuan sudut pandang, logika moral, pengenalan diri dan keberanian menentukan sikap. Penguasaan terhadap enam unsur ini menjadikan peserta didik mampu membedakan nilai-nilai akhlak mulia dan akhlak tercela serta nilai universal, dan memahami akhlak mulia secara logis dan rasional bukan secara doktrin.

Kedua, Moral Loving, merupakan penguat aspek emosi manusia untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu percaya diri, empati, cinta kebenaran, pengendalian diri dan kerendahan hati. Tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia. Jadi, yang menjadi sasaran guru adalah dimensi emosi, hati, dan jiwa bukan kognitif, logika atau akal.

Ketiga,Moral Doing/Acting, merupaka outcome dan puncak keberhasilan peserta didik dalam pendidikan karakter. Wujud dari tahapan ketiga ini adalah mempraktikkan nilai-nilai akhlak dalam perilaku sehari-hari.

Ketiga tahapan di atas perlu disuguhkan kepada peserta didik melalui cara- cara yang logis, rasional dan demokratis, sehingga perilaku yang muncul benar- benar sebuah karakter.

3. Strategi Membangun Karakter Bangsa Melalui Pendidikan

Didalam Kebijakan Pembanguan Karakter bangsa Pemerintah RI tahun 2010-2015 dijelaskan bahwa Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/atau kelompok yang unik-baik sebagai warga negara. Hal itu diharapkan mampu memberikan kontribusi optimal dalam mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pendidikan merupakan tulang punggung strategi pembentukan karakter bangsa. Strategi pembangunan karakter bangsa melalui pendidikan dapat dilakukan dengan pendidikan, pembelajaran, dan fasilitasi. Dalam konteks

(8)

makro, penyelenggaraan pendidikan karakter mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian mutu yang melibatkan seluruh unit utama di lingkungan pemangku kepentingan pendidikan nasional.

Peran pendidikan sangat strategis karena merupakan pembangun integrasi nasional yang kuat. Selain dipengaruhi faktor politik dan ekonomi, pendidikan juga dipengaruhi faktor sosial budaya, khususnya dalam aspek integrasi dan ketahanan sosial.

Secara makro pengembangan karakter dibagi dalam tiga tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Pada tahap perencanaan dikembangkan perangkat karakter yang digali, dikristalisasikan, dan dirumuskan dengan menggunakan berbagai sumber, antara lain pertimbangan (1) filosofis: Pancasila, UUD 1945, dan UU N0.20 Tahun 2003 beserta ketentuan perundang-undangan turunannya; (2) teoretis: teori tentang otak, psikologis, pendidikan, nilai dan moral, serta sosial-kultural; (3) empiris:

berupa pengalaman dan praktik terbaik, antara lain tokoh-tokoh, satuan pendidikan unggulan, pesantren, kelompok kultural, dll.

Pada tahap implementasi dikembangkan pengalaman belajar dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses pemberdayaan dan pembudayaan sebagaimana digariskan sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional. Proses ini berlangsung dalam tiga pilar pendidikan yakni dalam satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Dalam masing-masing pilar pendidikan akan ada dua jenis pengalaman belajar yang dibangun melalui dua pendekatan yakni intervensi dan habituasi. Dalam intervensi dikembangkan suasana interaksi belajar dan pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentulkan karakter dengan menerapkan kegiatan yang terstruktur.

Agar proses pembelajaran tersebut berhasil guna, peran guru sebagai sosok panutan sangat penting dan menentukan. Sementara itu dalam habituasi diciptakan situasi dan kondisidan penguatanyang memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikannya, di rumahnya, di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai dan menjadi karakter yang telah diinternalisasi dan dipersonalisasi dari dan melalui proses intervensi. Proses pembudayaan dan pemberdayaan yang mencakup pemberian contoh, pembelajaran, pembiasaan, dan penguatan harus dikembangkan secara sistemik, holistik, dan dinamis.

(9)

Pelaksanaan pendidikan karakter dalam konteks makro kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, merupakan komitmen seluruh sektor kehidupan, bukan hanya sektor pendidikan nasional. Keterlibatan aktif dari sektor-sektor pemerintahan lainnya, khususnya sektor keagamaan, kesejahteraan, pemerintahan, komunikasi dan informasi, kesehatan, hukum dan hak asasi manusia, serta pemuda dan olahraga juga sangat dimungkinkan. Pada tahap evaluasi hasil, dilakukan asesmen program untuk perbaikan berkelanjutan yang dirancang dan dilaksanakan untuk mendeteksi aktualisasi karakter dalam diri peserta didik sebagai indikator bahwa proses pembudayaan dan pemberdayaan karakter itu berhasil dengan baik, menghasilkan sikap yang kuat, dan pikiran yang argumentatif.

Pendidikan karakter dalam konteks mikro, berpusat pada satuan pendidikan secara holistik. Satuan pendidikan merupakan sektor utama yang secara optimal memanfaatkan dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi, memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus- menerus proses pendidikan karakter di satuan pendidikan. Pendidikanlah yang akan melakukan upaya sungguh-sungguh dan senantiasa menjadi garda depan dalam upaya pembentukan karakter manusia Indonesia yang sesungguhnya.

Pengembangan karakter dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajar- mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan pendidikan; kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat.

Pendidikan karakter dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Khusus, untuk materi Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan – karena memang misinya adalah mengembangkan nilai dan sikap-pengembangan karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/metode pendidikan karakter. Untuk kedua mata pelajaran tersebut, karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran dan juga dampak pengiring. Sementara itu mata pelajaran lainnya, yang secara formal memiliki misi utama selain pengembangan karakter, wajib mengembangkan rancangan pembelajaran pendidikan karakter yang diintegrasikan kedalam substansi/kegiatan mata pelajaran sehingga memiliki dampak pengiring bagi berkembangnya karakter dalam diri peserta didik.

Lingkungan satuan pendidikan perlu dikondisikan agar lingkungan fisik dan sosial-kultural satuan pendidikan memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga satuan pendidikan lainnya terbiasa membangun kegiatan

(10)

keseharian di satuan pendidikan yang mencerminkan perwujudan karakter yang dituju. Pola ini ditempuh dengan melakukan pembiasaan dengan pembudayaan aspek-aspek karakter dalam kehidupan keseharian di sekolah dengan pendidik sebagai teladan.

Dalam kegiatan ko-kurikuler (kegiatan belajar di luar kelas yang terkait langsung pada materi suatu mata pelajaran) atau kegiatan ekstra kurikuler (kegiatan satuan pendidikan yang bersifat umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan Kepramukaan, Dokter Kecil, Palang Merah Remaja, Pecinta Alam, Liga Pendidikan Indonesia, dll.) perlu dikembangkan proses pembiasaan dan penguatan dalam rangka pengembangan karakter.

Kegiatan ekstrakurikuler dapat diselenggarakan melalui kegiatan olahraga dan seni dalam bentuk pembelajaran, pelatihan, kompetisi atau festival.

Berbagai kegiatan olahraga dan seni tersebut diorientasikan terutama untuk penanaman dan pembentukan sikap, perilaku, dan kepribadian para pelaku olahraga atau seni agar menjadi manusia Indonesia berkarakter. Kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh gerakan pramuka dimaksudkan untuk mempersiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa yang memiliki watak, kepribadian, dan akhlak mulia serta keterampilan hidup prima.

Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap perilaku berkarakter mulia yang dikembangkan di satuan pendidikan sehingga menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat masing-masing.

Hal ini dapat dilakukan lewat komite sekolah, pertemuan wali murid, kunjungan/kegiatan wali murid yang berhubungan dengan kumpulan kegiatan sekolah dan keluarga yang bertujuan menyamakan langkah dalam membangun karakter di sekolah, di rumah, dan di masyarakat.

Dengan prinsip yang sama, pendidikan karakter dapat dilakukan pada jalur pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat, misalnya kursus keterampilan, kursus kepemudaan, bimbingan belajar, pelatihan-pelatihan singkat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun organisasi massa.

Demikian pula pendidikan karakter dapat dilakukan pada kegiatan kemasyarakatan lainnya, seperti kegiatan karang taruna, keagamaan, olahraga, kesenian, sosial, atau kegiatan pelatihan penanggulangan bencana alam.

Pendidikan nonformal yang dilaksanakan pada lingkup dunia usaha berbentuk pendidikan dan pelatihan calon pegawai, pelatihan kewirausahaan, pelatihan kepemimpinan, dan pelatihan keterampilan profesi. Pada lingkup

(11)

masyarakat politik dilakukan bentuk pelatihan dan kaderasisasi partai, pelatihan kepemimpinan, pelatihan etika politik dan pembudayaan politik. Sedangkan pada lingkup media masa, pendidikan nonformal berupa pelatihan dasar komunikasi, pelatihan kode etik jurnalistik, dan pemahaman profesi jurnalis dan pelatihan transaksi elektronik.

Pendidikan karakter pada kegiatan pendidikan dan latihan nonformal serta kegiatan kemasyarakatan tersebut dapat diarahkan untuk menanamkan kepedulian sosial, jiwa patriotik, kejujuran, dan kerukunan berkehidupan dalam masyarakat serta untuk mempersiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa yang memiliki watak, kepribadian, dan akhlak mulia. Pendidikan karakter pada pendidikan nonformal dilaksanakan dengan pendekatan holistik dan terintegrasi pada setiap aspek pekerjaan atau kegiatan dalam kehidupan sehari-hari.

Strategi pembangunan karakter bangsa melalui program pendidikan memerlukan dukungan penuh dari pemerintah yang dalam hal ini berada di jajaran Kementerian Pendidikan Nasional. Oleh karena itu, fasilitas yang perlu didukung berupa hal-hal sebagai berikut.

a. Pengembangan kerangka dasar dan perangkat kurikulum; inovasi pembelajaran dan pembudayaan karakter; standardisasi perangkat dan proses penilaian; kerangka dan standardisasi media pembelajaran yang dilakukan secara sinergis oleh pusat-pusat di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional.

b. Pengembangan satuan pendidikan yang memiliki budaya kondusif bagi pembangunan karakter dalam berbagai modus dan konteks pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan tinggi dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.

c. Pengembangan kelembagaan dan program pendidikan nonformal dan informal dalam rangka pendidikan karakter melalui berbagai modus dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait di lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal.

d. Pengembangan dan penyegaran kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, baik di jenjang pendidikan usia dini, dasar, menengah maupun pendidikan tinggi yang relevan dengan pendidikan karakter dalam berbagai modus dan konteks dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait.

(12)

e. Pengembangan karakter peserta didik di perguruan tinggi melalui penguatan standar isi dan proses, serta kompetensi pendidiknya untuk kelompok Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) dan Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB); penelitian dan pengembangan pendidikan karakter;

pembinaan lembaga pendidikan tenaga kependidikan; pengembangan dan penguatan jaringan informasi profesional pembangunan karakter dilakukan secara sistemik oleh semua direktorat terkait.

4. Unsur, Nilai dan Profil Manusia Berkarakter

Menurut Fatchul Mu’in (2011: 168) terdapat beberapa dimensi manusia yang secara psikologis dan sosiologis perlu dibahas dalam kaitannya dengan terbentuknya karakter pada diri manusia. Adapun unsur-unsur tersebut adalah sikap, emosi, kemauan, kepercayaan dan kebiasaan. Sikap seseorang akan dilihat orang lain dan sikap itu akan membuat orang lain menilai bagaimanakah karakter orang tersebut, demikian juga halnya emosi, kemauan, kepercayaan dan kebiasaan, dan juga konsep diri (self conception).

a. Sikap, Sikap seseorang biasanya adalah merupakan bagian karakternya, bahkan dianggap sebagai cerminan karakter seseorang tersebut. Tentu saja tidak sepenuhnya benar, tetapi dalam hal tertentu sikap seseorang terhadap sesuatu yang ada dihadapannya menunjukkan bagaimana karakternya.

b. Emosi, Emosi adalah gejala dinamis dalam situasi yang dirasakan manusia, yang disertai dengan efeknya pada kesadaran, perilaku, dan juga merupakan proses fisiologis.

c. Kepercayaan, Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari faktor sosiopsikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu “benar” atau “salah”

atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, dan intuisi sangatlah penting untuk membangun watak dan karakter manusia. jadi, kepercayaan itu memperkukuh eksistensi diri dan memperkukuh hubungan denga orang lain.

d. Kebiasaan dan Kemauan, Kebiasaan adalah komponen konatif dari faktor sosiopsikologis. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, dan tidak direncanakan. Sementara itu, kemauan merupakan kondisi yang sangat mencerminkan karakter seseorang.

Ada orang yang kemauannya keras, yang kadang ingin mengalahkan kebiasaan, tetapi juga ada orang yang kemauannya lemah. Kemauan erat berkaitan dengan tindakan, bahakan ada yag mendefinisikan kemauan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan.

(13)

e. Konsep Diri (self conception), Hal penting lainnya yang berkaitan dengan (pembangunan) karakter adalah konsep diri. Proses konsepsi diri merupakan proses totalitas, baik sadar maupun tidak sadar, tentang bagaimana karakter dan diri kita dibentuk. Dalam proses konsepsi diri, biasanya kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Citra diri dari orang lain terhadap kita juga akan memotivasi kita untuk bangkit membangun karakter yang lebih bagus sesuai dengan citra. Karena pada dasarnya citra positif terhadap diri kita, baik dari kita maupun dari orang lain itu sangatlah berguna.

Selanjutnya, berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan serta kebangsaan.

Berikut adalah daftar nilai-nilai utama yang dimaksud dan deskripsi ringkasnya:

1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan: religius; pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.

2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri (personal) a.Jujur b. Bertanggung jawab c. Bergaya hidup sehat d. Disiplin e. Kerja keras f.

Percaya diri g. Berjiwa wirausaha h. Berpikir logis, kritis, dan inovatif i.

Mandiri j. Ingin tahu k. Cinta ilmu.

3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesame : a. Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, b. Patuh pada aturan-aturan sosial c. Menghargai karya dan prestasi orang lain d. Santun e. Demokratis.

4. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan : a. Penduli social dan lingkungan, b. Nilai kebangsaan c.Nasionalis d. Menghargai keberagaman kriteri

Selanjutnya, Ngainun Na’im, (2012 : 60-61) mengatakan bahwa rumusan manusia berkarakter juga sangat beragam, tetapi secara substansi sebanarnya berada dalam muara yang sama yaitu nilai-nilai kebijakan.

Begitu pula Abraham Maslow dalam Ngainun Na’im (2012:60-61) memang tidak secara eksplisit mengguakan istilah karakter, tetapi formulanya tentang manusia yang berkualitas selaras dengan criteria manusia berkarakater. Menurutnhya manusia yang berkualitas adalah manusia yang mampu mengaktualisasikan diri, yaitu manusia yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

(14)

a. Dapat menerima dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar b. Berpandangan realistic

c. Tudak bersikap pasrajh (pasif)

d. Berorientasi pada problem-problen eksternal

e. Mengapresiasi kebebasan dan kebutuhan akan spesialisasi f. Berkepribadian independen dan bebas dari pengaruh orang lain

g. Mengaprera segala sesuatu secara progresif, tidak terjebak padapola-pola baku

h. Integratif dan akomodatif terhadap semua kalangan

i. Hubungan dengan orang lain sangat kuat dan mendalam, bukan sekedar formalitas

j. Arah dan norma demokratisnya diliputi oleh sikap toleran dan sensitivitasnya

k. Tidak mencampuradukkan antara sarana dan tujuan

l. Gemar mencipta, berkreasi dan menemukan penemuan-penemuan dalam skala besar

m. Menentang ketaatan dan kepatuhan buta terhadap budaya n. Berjiwa riang secara filsufis, tidak bermusuhan

C. Kesimpulan

Karakter dapat dimaknai cara berpikir dan berperilaku yang manjadi kebiasaan individu dalam kehidupannya dan menetap menjadi ciri khas dari pribadi tersebut. Hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa pembentukan karakter ini antara lain dipengaruhi dan sejalan dengan pola pendidikan yang diterima oleh individu. Untuk itu masalah pembentukan karakter pada tataran suatu negara yang menyangkut falsafah dan pandangan hidup, tidak akan terlepas dan tidak akan mengabaikan peran dan kebijakan pendidikan di suatu negara tersebut.

Untuk itu tidak salah ketika dikatakan bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah pendekatan pendidikan yang menekankan pada aspek penerapan nilai-nilai kedalam implementasi setiap aspek pendidikan. Pendidikan karakter semestinya terarah dan terinternalisasi pada pengembangan kultur edukatif yang mengarahkan anak didik untuk menjadi pribadi yang integral, mandiri, berkualitas dan bermatabat. Semoga, amin.

(15)

D. Daftar Pustaka

Abdul Madjid, (2011) Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung : Rosdakarya

Doni Koesuma A, (2010) Pendidikan Karakter: Strategi mendidika anak di Zaman Global, Jakarta: Grasindo

Fatchul Mu’in, (2011), Pedidikan Karakter Kontruksi Teoritik dan Praktek.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Franz Magnis Suseno, (1987), Etika Dasar, Jakarta: Pusat Filosof

Muslich Masnur,(2011), Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta: Bumi Aksara

Ngainun Naim, (2012), Character Building, Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu dan Pembentukan Karakter bangsa,Jogjakarta: Ar- Ruzz Media

Raharjo, (2010), Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta: Balitbang Kementrian Pendidikan Nasional, Vol.16 No.3

Said Hamid Hasan, dkk. (2010), Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” Bahan Pelatihan Penguatan Metode Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Bangsa, Jakarta: Puskur Balitbang Kemendiknas,

Zubaedi. (2011), Design pendidikan karakter, Jakarta: Prenada Media Group http://suaidinmath.wordpress.com/2012/10/04/strategi-pembangunan-karakter-

bangsa-melalui-pendidikan/

http://pustaka.pandani.web.id/2013/03/pengertian-karakter.html

http://news.detik.com/read/2012/08/14/133414/1990967/980/membangunkarakter- bangsa (diakses tgl 10 Aktober 2013)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian pada tiap responden di Kelurahan Jaya rata-rata jumlah produksi yang diperoleh bervariasi dengan jumlah produksi yang paling sedikit 300 lempeng

Makalah disampaikan pada Seminar nasional rehabilitasi lahan tambang Departemen energi dan sumber daya mineral.. Status penelitian dan pemanfaatan cendawan Mikoriza arbuskula dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan model Problem Based Learning terhadap kemampuan pemecahan masalah program linier dengan memanfaatkan

[r]

Terdapat 11 atribut kebutuhan yang termasuk kedalam kategori Must be, yaitu kapasitas bandwidth yang memadai pada website Guteninc, adanya layanan komplain bagi

Ikht

Perencanaan partisipatif dilakukan untuk mengikutsertakan masyarakat dalam pelatihan budidaya jamur tiram putih dengan teknologi tepat guna yang sederhana dan pengolahan

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang (2010) dimana pengaruh transaparansi negatif terhadap hubungan antara tax avoidance