• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang berarti bahwa setiap perbuatan aparat harus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang berarti bahwa setiap perbuatan aparat harus"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum merupakan salah satu bidang yang keberadaannya sangat esensial sifatnya untuk menjamin kehidupan bermasyarakat dan bernegara, apalagi negara Indonesia adalah negara hukum yang berarti bahwa setiap perbuatan aparat harus berdasar pada hukum, serta setiap warga negara harus menaati hukum. Salah satu hukum yang berperan penting dalam mengatur interaksi antara manusia tersebut adalah hukum pidana.

“Hukum pidana adalah kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh Negara dan yang diancam dengan suatu nestap (pidana) barang siapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut.”1

Selanjutnya hukum pidana menurut Andi Zainal Abidin yang dikutip oleh Mahrus Ali mengartikan hukum pidana adalah:

“Hukum pidana meliputi: pertama, perintah dan larangan, yang atas pelanggarannya atau pengabaiannya telah ditetapkan sanksi terlebih dahulu oleh badan-badan Negara yang berwenang. Peraturan-peraturan yang harus ditaati dan diindahkan oleh setiap orang, kedua, ketentuan-ketentuan yang menetapkan dengan cara apa atau alat apa dapat diadakan reaksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan itu, ketiga, kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya perauran itu pada waktu dan di wilayah Negara terentu2.

Dari pengertian tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa pengaturan hukum pidana yaitu pengaturan terhadap perbuatan-perbuatan yang seharusnya

1 Moeljatno , Azas-azas Hukum Pidana, Edisi Revisi, Bina Aksara, Jakarta, 2005, hal. 7.

2 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 4.

(2)

dan perbuatan-perbuatan yang dilarang, selanjutnya terhadap subjek hukum yang melanggar ketentuan hukum maka dikenakan sanksi pidana. Dengan adanya hukum pidana tersebut diharapkan dapat memberi rasa aman dalam masyarakat baik kepada individu maupun kelompok dalam melaksanakan aktifitas kesehariannya. Adapun perbuatan yang dapat dipidana sebagaimana dalam penulisan ini adalah sanksi pidana terhadap pelanggaran lalu lintas. Ketentuan pidana bagi setiap pelanggar lalu lintas diatur dalam ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Terkait dengan tujuan dibentukan pengaturan hukum tentang lalu lintas sebagaimana ketentuan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menegaskan bahwa lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan dengan tujuan :

a. Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;

b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Untuk tercapainya tujuan berlalu lintas yang tertib, aman dan nyaman, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan

(3)

Jalan Pasal 106 ayat 4 menyatakan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan tentang berlalu lintas.

Terkait dengan penegakan hukum terhadap pelanggar lalu lintas yang diancam dengan hukuman pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maka kepolisian sebagai organisasi penegak hukum berperan penting dalam menegakkan aturan hukum pidana mengenai lalu lintas, oleh karena itu dapat pula dikemukakan bahwa kepolisian sebagai pintu gerbang penegakan hukum di Indonesia. Sebagaimana dikutip dari jurnal yang ditulis oleh Kabib Nawawi pada intinya menerangkan bahwa Indonesia sebagai Negara hukum, maka dalam hal penegakan hukum, kepolisian merupakan salah satu pilar yang penting, karena badan tersebut mempunyai peranan sangat penting dalam mewujudkan janji-janji hukum menjadi kenyataan.3

Dalam penegakan hukum pidana yang dimulai dari kepolisian sebagai institusi penegak hukum maka hal tersebut merupakan bentuk dari pemidanaan, sebagaimana dikutip dari jurnal yang ditulis oleh M. Alvi Rizki Ilahi, Elly Sudarty dan Nys Arfa menerangkan bahwa “Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana, pada dasarnya pidana dijatuhkan supaya seseorang yang telah terbukti berbuat

3 Kabib Nawawi, Progresifitas Polisi Menuju Polisi Profesional, Inovatif, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 3, 2010, hal. 1

(4)

kejahatan tidak lagi mengulanginya serta orang lain takut melakukan kejahatan serupa”.4

Mengenai penegakan hukum dalam penanganan lalu lintas terdapat dalam Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menentukan bahwa “penegakan hukum yang dimaksud meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan kecelakaan lalu lintas”. Kelalaian berupa pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pengguna transportasi sering kali menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Banyak sekali kasus pelanggaran lalu lintas di jalan raya yang dilakukan oleh pengguna jalan yang cenderung mengakibatkan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas semakin meningkat. Mayoritas pelanggaran yang dilakukan berupa pelanggaran dalam hal marka, menerobos rambu lalu lintas, larangan berhenti, parkir di tempat-tempat tertentu, tidak mengenakan helm, tidak membawa surat-surat kelengkapan kendaraan seperti SIM dan STNK dan lain-lain.

Pelanggaran lalu lintas tidak dapat dibiarkan begitu saja karena berdasarkan data yang dimiliki Polresta Jambi jumlah pelanggaran lalu lintas pada tahun 2017 sebanyak 1.124 kasus pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan 345 orang meninggal dunia, 194 orang luka berat dan 1.522 luka ringan. Pada tahun 2018 meningkat dibandingkan tahun 2017 sebanyak 1.160 kasus pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan 364 orang meninggal dunia. Dan pada tahun 2019 meningkat lagi dibanding tahun 2018 sebanyak 1.180 kasus pelanggaran lalu

4 M. Alvi Rizki Ilahi, Elly Sudarty dan Nys Arfa, Pelaksanaan Pidana Pelatihan Kerja Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana, PAMPAS: Journal Of Criminal, Volume 1 Nomor 2, 2020, hal. 2

(5)

lintas yang mengakibatkan 326 orang meninggal dunia. 5Sebagian besar kecelakaan lalu lintas disebabkan karena faktor manusia sebagai pengguna jalan yang tidak patuh terhadap peraturan lalu lintas.

Pada umumnya masyarakat beranggapan bahwa polisi lalu lintas dan petugas-petugas lain di bidang lalu lintas, dianggap sebagai lapisan masyarakat yang perilaku berlalu lintas di jalan patut ditiru, karena merekalah yang dianggap sebagai golongan yang serba tahu mengenai masalah-masalah lalu lintas. Oleh karena itu, kehadiran petugas di jalan raya diharapkan membuat situasi keamanan berlalu lintas terjamin. Namun pada kenyataannya, pemberlakuan tilang terasa belum efektif sebagai alat dalam menegakkan peraturan perundang-undangan dan sarana dalam meningkatkan kedisiplinan masyarakat pemakai atau pengguna jalan, sehingga angka pelanggaran lalu lintas belum dapat ditekan.

Dalam upaya penegakan hukum lalu lintas di jalan raya, khususnya di wilayah perkotaan seperti di Kota Jambi terdapat suatu cara untuk mengefektifkan penegakan hukum terhadap pelanggar lalu lintas di jalan raya yang dikenal dengan Elektronik-Traffic Law Enforcement (E-TLE). Pengertian E-TLE adalah sistem

yang memotret pelanggaran di jalan raya melalui kamera CCTV. Kamera pengintai tersebut tersambung langsung ke TMC. Kalau ada pelanggaran yang ditemukan, petugas akan mencari data dari plat nomor kendaraan pelanggar.

Selanjutnya akan dikirimi bukti dan surat tilang ke alamat pemilik kendaraan

5 https://www.jektv.co.id/read/2019/12/30/461/angka-kecelakaan-di-provinsi-jambi- meningkat, diakses pada tangga 08 februari 2021

(6)

sesuai dengan STNK. Termasuk pula besaran denda yang harus dibayar melalui bank. sehingga mencegah pungutan liar (pungli).6

Bripda pranata mengatakan “Efektivitas sistem E-TLE dapat dilihat dari beberapa indikator seperti kamera CCTV yang didukung teknologi dapat mendeteksi atau mengcapture pelanggar secara otomatis dan dapat bekerja selama full time atau 24 jam serta dapat merekam pelanggaran dalam bentuk foto dan video sehingga langsung terverifikasi, dengan teknologi ini tentunya memiliki nilai efek pencegahan yang tinggi karena pengendara merasa diawasi dengan CCTV.”7

Pemberlakuan Elektronik-Traffic Law Enforcement (E-TLE) dalam penegakan hukum mengenai lalu lintas didasarkan pada Pasal 184 Ayat 1 KUHAP yang menentukan bahwa alat bukti diantaranya adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Lalu dalam Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik ada perluasan alat bukti yang ditentukan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah, sehingga dokumentasi elektronik atau foto yang didapat dari CCTV dapat dijadikan alat bukti terhadap pelanggaran lalu lintas.8

Sebagaimana dikatakan oleh Bripda Pranata bahwa:

“Sistem E-TLE akan merekam perilaku pengendara yang lalu lalang di sepanjang Jalan yang dapat terjangkau oleh CCTV khususnya dipersimpangan. Pelanggaran yang diawasi, antara lain : Pelanggaran marka dan rambu jalan, pelanggaran tata cara parkir dan berhenti, menerobos lampu lalu lintas, melawan arus, tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman, menggunakan ponsel saat berkendara, naik turun

6 https://www.cermati.com, diakses pada tanggal 13 April 2019, Pukul 22.00 WIB

7 Wawancara kepada Bripda Pranata, Anggota Satlantas Polresta Jambi, 9 April 2019.

8 http://jateng.tribunnews.com, diakses pada tanggal 13 April 2019, pukul 23.30 WIB

(7)

penumpang di sembarang tempat dan berbocengan lebih dari satu, serta kendaraan selain roda dua yang berhenti di jalur RHK.”9

“Penerapan sistem Elektronik-Traffic Law Enforcement (E-TLE) melalui pemasangan CCTV di Kota Jambi pada saat ini telah terpasang di 14 titik lampu lalu lintas diantaranya dipasang di Simpang Honda, Simpang Kantor Camat Kotabaru, Simpang Lima Jelutung, Simpang 4 Talang Banjar, Simpang Masjid An-Nur, Simpang Mayang, Simpang Bukit Baling, Simpang Hotel BW, Simpang Bata, Simpang 4 Jelutung, Simpang Tiga Mandiri Gatot Subroto, Simpang Bank Indonesia, Simpang Tugu Keris, dan Simpang 4 Persijam.10

Sebagaimana data yang diperoleh penulis mengenai data pelanggaran lalu lintas dengan sistem Elektronik-Traffic Law Enforcement (E-TLE) di wilayah kota Jambi sebagai berikut :

Tabel 1. Jumlah pelanggaran lalu lintas yang terpantau Elektronik-Traffic Law Enforcement (E-TLE) di Kota Jambi pada Tahun 2019

No

Jenis Kendaraan

Roda 4 (empat) Roda 2 (dua)

Jenis Pelanggaran Jumlah

Pelanggar Jenis Pelanggaran Jumlah Pelanggar 1 Berhenti di Ruang Henti

Khusus (RHK) 48 Tidak memakai helm 325

2 Tidak memakai sabuk 72 Berhenti di Zebra Cross 28 3

Menerobos Alat Pemberi Isyarat Lalu

Lintas (APILL)

44

4 Tidak menghidupkan

lampu utama 63

5 Berboncengan lebih

dari dua (2) orang 47

6 Tidak menggunakan

kaca spion 91

Jumlah 120 598

Sumber: City Operation Center (COC) Kota Jambi

9 Wawancara kepada Bripda Pranata, Anggota Satlantas Polresta Jambi, 9 April 2019.

10http://jambi.tribunnews.com/2018/12/03/resmi-berlakukan-e-tle-ini-titik-lokasi-cctv-di- kota-jambi, diakses pada tanggal 14 April 2019, Pukul 23.00 WIB

(8)

Masih cukup tingginya pelanggaran lalu lintas khususnya di sekitar Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) tentu dipengaruhi oleh tingkat kepatuhan masyarakat dalam berkendara di jalan raya, serta dipengaruhi pula oleh tindakan kepolisian dalam menegakkan aturan hukum bagi setiap pelanggaran lalu lintas berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, hal inilah yang mendorong penulis untuk membahas mengenai efektifitas penegakan hukum tilang elektronik (E-TLE) bagi pelanggaran lalu lintas, dengan menuangkan ke dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul “Efektivitas Penegakan Hukum Tilang Elektronik (E-TLE) Bagi Pelanggaran Lalu Lintas Di Kota Jambi”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka perumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan penegakan hukum pidana tilang elektronik (E- TLE) terhadap pelanggar lalu lintas di Kota Jambi ?

2. Apa saja kendala aparat penegak hukum pidana dalam penegakan hukum tilang elektronik (E-TLE) terhadap pelanggar lalu lintas di Kota Jambi ?

(9)

C. Tujuan dan manfaat penelitian 1. Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas penegakan hukum pidana tilang elektronik (E-TLE) terhadap pelanggar lalu lintas di Kota Jambi.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala aparat penegak hukum dalam penegakan hukum tilang elektronik (E-TLE) terhadap pelanggar lalu lintas di Kota Jambi.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Secara Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman penulis, serta pula diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan aktivitas akademika agar dapat menambah bahan literatur hukum pidana khususnya mengenai efektivitas penegakan hokum pidana tilang elektronik (E-TLE) terhadap pelanggar lalu lintas di Kota Jambi.

b. Manfaat Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan saran kepada pihak-pihak yang berkompeten baik itu penegak hukum maupun berbagai kalangan lainnya.

(10)

D. Kerangka Konseptual

Guna menghindari penafsiran yang berbeda dan memudahkan penulis serta pembaca dalam memahami skripsi ini, maka dijelaskanlah beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul skripsi ini yaitu sebagai berikut :

1. Efektivitas

Efektivitas mengandung arti keefektifan pengaruh efek keberhasilan atau kemanjuran/kemujaraban, membicarakan keefektifan hukum tentu tidak terlepas dari penganalisisan terhadap karakteristik/dimensi dari obyek sasaran yang dipergunakan.11

“Untuk melihat efektivitas hukum maka pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati.

Jika suatu aturan hukum ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya maka akan dikatakan aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif.”12

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan.

Efektivitas merupakan pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa “Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai

11 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Cet Ketiga, Citra Aditya, Bandung, 2013, hal. 67

12 Salim, H.S dan Erlis Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan Disertasi, Edsis Pertama, Rajawali Press, Jakarta, 2013, hal. 375.

(11)

tahap akhir. Untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup”.13

Menurut Moeljatno, menguraikan bahwa “Dari pengertian istilah hukum pidana yang mengatakan bahwa penegakan hukum adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara yang mengadakan unsur- unsur dan aturan-aturan, yaitu :

a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh di lakukan dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.”14

Penegakan hukum dapat diartikan pada penyelenggaraan hukum oleh petugas penegakan hukum sesuai kewenangannya menurut aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian penegakan hukum merupakan suatu sistem yang menyangkut suatu penyerasian antara lain dan kaidah serta perilaku nyata manusia. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau tindakan yang dianggap pantas atau seharusnya, perilaku atau sikap tindak itu bertujuan untuk menciptakan, memelihara, mempertahankan kedamaian.

3. Elektronik-Traffic Law Enforcement (E-TLE)

Sistem Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) merupakan pengawasan pelanggaran lalu lintas menggunakan kamera pengawas berupa

13 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 7

14 Moeljatno, Op. Cit, hal 23.

(12)

Closed Circuit Television (CCTV). Electronic Traffic Law Enforcement (E-

TLE) sebuah sistim elektronik pengawasan dan penegakan hokum lalulintas yang berbentuk sebagai alat sensor dari sinar laser yang berwarna hijau di perempatan jalan yang bersinar tepat sejajar garis putih batas berhenti kendaraan. Penerapan sistem E-TLE dengan menggunakan CCTV Selain berfungsi untuk merekam, CCTV dapat memotret pelanggaran hingga nomor pelat kendaraan pelanggar.15

CCTV tilang elektronik E-TLE akan memantau keadaan lalu lintas di wilayah yang terpasang. Jika terjadi pelanggaran, teknologi bernama Automatic Number Plate Recognition (ANPR) yang merupakan alat yang secara otomatis

merekam dan menyimpan bukti pelanggaran yang digunakan sebagai barang bukti ketika penindakan berlangsung dengan cara akan merekam tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) yang terdapat pada masing-masing kendaraan bermotor.16

4. Pelanggaran Lalu Lintas

Pengertian lalu lintas mengacu pada ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan menentukan bahwa “lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan”. Setiap pengendara kendaraan harus mematuhi norma- norma dalam berlalu lintas mengenai tata cara berlalu lintas untuk menciptakan ketertiban dan keselamatan di jalan raya sebagaimana diatur dalam Pasal 105

15 https://www.kompasiana.com, diakses pada tanggal 15 April 2019, Pukul 22.00 WIB

16 https://www.idntimes.com, diakses pada tanggal 15 April 2019, pukul 23.00 WIB

(13)

dan 106 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam ketentuan tersebut dapat dikemukakan bahwa norma- norma dalam berlalu lintas telah diatur dengan baik dengan menentukan tata cara berlalu lintas setiap pengendara di jalan raya sebagai berikut :

Pasal 105

Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib:

a. Berperilaku tertib; dan/atau

b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan Jalan.

Pasal 106

1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.

2. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda.

3. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.

4. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan:

a) Rambu perintah atau rambu larangan;

b) Marka Jalan;

c) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;

d) Gerakan Lalu Lintas;

(14)

e) Berhenti dan Parkir;

f) Peringatan dengan bunyi dan sinar;

g) Kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau

h) Tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain.

5. Pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib menunjukkan:

a) Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor;

b) Surat Izin Mengemudi;

c) Bukti lulus uji berkala; dan / atau d) Tanda bukti lain yang sah.

6. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.

7. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.

8. Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpang sepeda motor wajib mengenakan helm yang memenuhi Standar Nasional Indonesia.

9. Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta samping dilarang membawa Penumpang lebih dari 1 (satu) orang.

(15)

Adapun pelanggaran yang dimaksud dalam penulisan ini adalah pelanggaran lalu lintas yang melanggar ketentuan dalam Pasal 106 tersebut di atas, yang mana setiap pelanggaran lalu lintas tersebut dikenakan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 286 sampai dengan Pasal 292 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

E. Landasan Teoretis 1. Penegakan hukum

Menurut Satjipto Raharjo yang dimaksud penegakan hukum adalah:

“Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan.

Proses perwujudan ketiga ide inilah yang merupakan hakekat dari penegakan hukum. Penegakan hukum dapat diartikan pula penyelenggaraan hukum oleh petugas penegakan hukum dan setiap orang yang mempunyai kepentingan dan sesuai kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku.”17

Dikutip dari jurnal yang ditulis oleh Ussi Astika Anggraeni, Hafrida, dan Nys Arfa bahwa :

“Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus mampu berkomunikasi dan menjalankan peranan yang mereka emban. Wujud nyata terlaksananya penegakan hukum paling utama adalah dari pelaksanaan tugas dan kewajiban aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum itu sendiri. Dalam penindakan hukum, penegak hukum yang jujur, berwibawa dan tanggap merupakan salah satu sikap yang membuat masyarakat percaya dan merasa dilindungi oleh aparat.18

17 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 49

18 Ussi Astika Anggraeni, Hafrida, dan Nys Arfa, Penegakan Hukum Pidana Mengenai Mobil Barang Dipergunakan Untuk Angkutan Orang ,PAMPAS: Journal Of Criminal Volume 1 Nomor 3, 2020, hal. 65

(16)

“Menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum itu sendiri yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri, yang didalam tulisan ini hanya dibatasi pada Undang-Undang nya saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, sebagai hasil karya, cipta, rasa, yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.”19

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari pada efektivitas penegakan hukum.

Penegakan hukum berarti penerapan sanksi berupa hukuman yang dalam hal ini adalah hukuman pidana, adapun yang dimaksud dengan sanksi dan tujuan pemberian sanksi sebagaimana dikutip dari jurnal yang ditulis oleh Ana Indah Cahyani dan Yulia Monita menerangkan bahwa :

“Sanksi adalah alat pemaksa agar seseorang menaati norma-norma yang berlaku. Norma atau kaidah hukum bertujuan agar tercapai kedamaian dalam kehidupan bersama, dimana kedamaian berarti suatu keserasian antara ketertiban dengan ketentraman atau keserasian antara keterikatan dengan kebebasan. Itulah yang menjadi tujuan hukum, sehingga tugas hukum adalah tidak lain dari mencapai kepastian dan kesebandingan hukum.”20

Lebih lanjut dikutip pula dari jurnal yang ditulis oleh Yuni Kartika dan Andi Najemi menerangkan bahwa “Adanya penerapan sanksi dari suatu

19 Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal. 42

20 Ana Indah Cahyani dan Yulia Monita, Pidana Denda sebagai Alternatif Pemidanaan pada Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga, PAMPAS: Journal Of Criminal, Volume 1 Nomor 2, 2020, hal. 7

(17)

perbuatan pidana akan menjamin kepastian hukum dalam penegakan hukum di masa sekarang dan di masa yang akan datang”.21 Penegakan hukum dalam penerapan sanksi pidana berkaitan dengan pertanggung jawaban pidana yang berarti sebagai bagian dari pemidanaan, sebagaimana dikutip dari jurnal yang ditulis oleh Kania Mulia Utami, Ridwan dan Aan Asphianto menerangkan bahwa:

Pertanggung jawaban pidana menjurus kepada pemidanaan petindak, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur- unsurnya yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Dilihat dari sudut terjadinya suatu tindakan yang terlarang, seseorang akan dipertanggungjawab pidanakan.22

2. Kesadaran hukum dan kepatuhan hukum a. Kesadaran hukum

Kesadaran hukum adalah konsepsi abstrak di dalam diri manusia tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Kesadaran hukum sering dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum, dan efektivitas hukum. Kesadaran hukum merupakan kesadaran nilai-nilai yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada23.

Kesadaran hukum merupakan perlindungan kepentingan manusia yang menyadari bahwa manusia mempunyai banyak kepentingan yang memerlukan perlindungan hukum serta kesadaran hukum dapat berarti

21 Yuni Kartika dan Andi Najemi, Kebijakan Hukum Perbuatan Pelecehan Seksual (Catcalling dalam Perspektif Hukum Pidana, PAMPAS: Journal Of Criminal, Volume 1, Nomor 2, 2020, hal. 16

22 Kania Mulia Utami, Ridwan dan Aan Asphianto, Pembaharuan Hukum Pidana Tentang Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Jasa Prostitusi Di Indonesia, PAMPAS: Journal Of Criminal Volume 1 Nomor 2, 2020, hal. 6

23 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum & Kepatuhan Hukum, Rajawali, Jakarta, 2002, hal. 159.

(18)

adanya keinsyafan, keadaan seseorang yang mengerti betul apa itu hukum, fungsi dan peranan hukum bagi dirinya dan masyarakat sekelilingnya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran hukum merupakan sesuatu yang ada dalam diri manusia berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya, dalam artian bahwa setiap prilaku yang dilakukan oleh masyarakat apabila memiliki kesadaran hukum maka prilakunya tersebut bukan hanya mementingan dirinya tetapi juga kepentingan masyarakat sekitarnya.

Indikator-indikator dari masalah kesadaran hukum menurut soerjono soekanto adalah:

a. Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum (law awareness) b. Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum (Law

acquaintanceI)

c. Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum (legal attude) d. Pola-pola perikelakuan hukum (legal behavior)

Setiap indikator tersebut di atas menunjuk pada tingkat kesadaran hukum tertentu mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi.”24

b. Kepatuhan hukum

Menurut soerjono soekanto menyatakan bahwa:

“Kepatuhan hukum tidaklah lepas dari kesadaran hukum, kesadaran hukum yang baik adalah kepatuhan hukum dan ketidaksadaran hukm yang baik adalah ketidak patuhan. Pernyaatan kepatuhan hukum harus disandingkan sebagai sebab akibat dari kesadaran hukum dan kepatuhan hukum.”25

Kepatuhan hukum merupakan bentuk kesetiaan masyarakat terhadap nilai-nilai hukum yang diberlakukan yang diwujudkan dalam

24 Ibid, hal, 159.

25 Ibid, hal. 227

(19)

bentuk perilaku yang senyatanya patuh terhadap nilai-nilai hukum itu sendiri.

Kepatuhan hukum sebetulnya menyangkut proses internalisasi (internalization) dari hukum tersebut. Proses internalisasi dimulai pada saat seseorang dihadapkan pada pola perikelakuan baru sebagaimana diharapkan oleh hukum, pada suatu situasi tertentu.

Yang esensial pada proses ini adalah adanya penguatan terhadap respons yang diinginkan melalui imbalan dan hilangnya respons- respons terdahulu karena tidak adanya penguatan atau mungkin oleh adanya sanksi yang negatif terhadap perikelakuan26.

Pada internalisasi (Internalization) seseorang mematuhi kaedah- kaedah hukum oleh karena secara intrinsik kepatuhan mempunyai imbalan, isi kaedah-kaedah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nilainya sejak semula pengaruh terjadi, atau oleh karena dia merubah nilai-nilai yang semula dianutnya27.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan hukum adalah penerapan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku yang sifatnya mengikat bagi setiap individu masyarakat selanjutnya diterapkan dalam prilaku sesuai kaedah hukum yang mengatur norma-norma prilaku masyarakat sesuai dengan peraturaan apa yang telah ditetapkan.

F. Metode penelitian

Untuk mengetahui dan memahami secara terperinci metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, berikut penulis uraikan tentang metodologi dalam penelitian dan penulisan skripsi ini:

26 Ibid, hal. 228

27 Ibid, hal. 231

(20)

1. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Polresta Jambi dan City Operation Center (COC) Kota Jambi.

2. Tipe Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan menggunakan penelitian hukum secara yuridis empiris. Menurut Bahder Johan Nasution yuridis empiris adalah:

Penelitian ilmu hukum yang berupaya mengamati fakta-fakta hukum yang berlaku di tengah-tengah masyarakat, dimana hal ini mengharuskan pengetahuan untuk dapat diamati dan dibuktikan secara terbuka. Titik tolak pengamatan ini terletak pada kenyataan atau fakta- fakta sosial yang ada dan hidup di tengah-tengah masyarakat sebagai budaya hidup masyarakat28.

Tipe pendekatan penelitian yuridis empiris yang digunakan yaitu suatu pendekatan yang dilakukan/digunakan untuk menjadi acuan dalam menyoroti permasalahan berdasarkan aspek hukum yang berlaku mengenai efektifitas penegakan hukum tilang elektronik (E-TLE) bagi pelanggaran lalu lintas di Kota Jambi. Dalam penelitian ini penulis akan menjabarkan tentang Das Sollen Das Sein atau kesesuaian harapan penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu

lintas yang dikenakan sanksi pidana berdasarkan ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dengan kenyataan yang terjadi dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu linta.

28 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 125.

(21)

Dalam penelitian ini, menggunakan beberapa metode pengumpulan data yaitu sebagai berikut:

a. Observasi, dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara tidak langsung terhadap prilaku berkendara pengemudi kendaran bermotor di Lampu Lalu Lintas (Traffic light) yaitu lampu yang digunakan untuk mengatur kelancaran lalu lintas di suatu persimpangan jalan dengan Sistem Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) yaitu pengawasan pelanggaran lalu lintas menggunakan kamera pengawas berupa Closed Circuit Television (CCTV) dengan melihat bagaimana pengemudi

berkendara di jalan raya apakah pengemudi kendaran bermotor masih melakukan pelanggaran.

b. Interview, dilakukan secara langsung dengan Kasat Lantas Polresta Jambi.

3. Spesifikasi Penelitian

Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka spesifikasi penelitian yang penulis gunakan adalah metode yang bersifat deskriptif, yaitu data-data yang tersedia kemudian diuraikan dan dijelaskan atau digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang ada tentang efektifitas penegakan hukum tilang elektronik (E- TLE) bagi pelanggaran lalu lintas di Kota Jambi.

4. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:

a. Data primer, yaitu data yang diperlukan berdasarkan hasil penelitian di lapangan terhadap responden yang telah ditentukan.

(22)

b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang terdiri dari:

1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, terdiri dari:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

2) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini, dan pendapat ahli/pakar Hukum Pidana yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, baik dalam bentuk buku, jurnal hukum, maupun bentuk makalah.

3) Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

5. Populasi dan Sampel Penelitian a. Populasi

Populasi adalah seluruh objek, seluruh individu, seluruh gejala atau seluruh kejadian termasuk waktu, tempat, gejala-gejala, pola sikap, tingkah laku dan sebagainya yang mempunyai ciri atau karakter yang sama dan

(23)

merupakan unit satuan yang diteliti29. Populasi dalam penelitian ini adalah Satlantas Polresta Jambi.

b. Tata Cara Penarikan Sampel

Adapun sampel dalam penelitian ini di ambil dari jumlah populasi yang ditentukan dengan menggunakan teknik penarikan sampel Purposive Sampel. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bahder Johan Nasution:

Purposive Sampel artinya memilih sampel berdasarkan penilaian tertentu karena unsur-unsur atau unit-unit yang dipilih dianggap mewakili populasi. Pemilihan terhadap unsur-unsur atau unit-unit yang dijadikan sampel harus berdasarkan pada alasan yang logis. Ciri atau karakter tersebut diperoleh berdasarkan pengetahuan atau informasi yang telah dicermati sebelumnya. Ciri-ciri ini dapat berupa pengetahuan, pengalaman, pekerjaan, dan atau jabatan yang sama30.

Berdasarkan teknik pengambilan sampel tersebut maka tata cara penarikan sampel dalam penelitian ini terhadap pejabat yang berhubungan dengan penelitian ini, menggunankan teknik purposive responden sampling.

Adapun yang menjadi sampel penelitian ini adalah responden anggota Satlantas Polresta Jambi sebanyak 3 orang.

6. Analisis data

Berdasarkan data yang dikumpulkan, baik data primer maupun data sekunder, diseleksi dan dikualifikasikan dalam bentuk yuridis, selanjutnya dianalisis secara kualitatif yang tidak mendasarkan pada perhitungan secara

29 Ibid, hal. 145.

30 Ibid, hal. 159.

(24)

statistik atau matematis, melainkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang tertulis dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran secara lebih jelas atas seluruh isi dan pembahasan skripsi ini secara sistematis, guna memudahkan dalam hal menghubungkan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya, maka disusunlah sistematika penulisan skripsi yang dibagi ke dalam 4 (empat) bab, yaitu:

BAB I Bab ini merupakan pendahuluan dari tulisan skripsi ini yang berisikan uraian tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka konseptual, kerangka teoritis, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Pada bab ini merupakan tinjauan umum tentang penegakan hukum, hukum pidana, kepatuhan hukum dan kesadaran hukum serta lalu lintas.

BAB III Bab ini merupakan bab pembahasan sesuai dengan perumusan masalah yaitu bagaimana efektifitas Elektronik-Traffic Law Enforcement (E-TLE) dalam penegakan hukum pelanggaran lalu

lintas di Kota Jambi dan apa saja kendala yang ditemui aparat penegak hukum dalam penegakan hukum terhadap lalu lintas melalui Elektronik-Traffic Law Enforcement (E-TLE)

BAB IV Bab penutup yang merupakan bagian akhir dari penulisan ini yang berisikan kesimpulan dan saran.

(25)

Gambar

Tabel 1. Jumlah pelanggaran lalu lintas yang terpantau Elektronik-Traffic Law     Enforcement (E-TLE) di Kota Jambi pada Tahun 2019

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan Bioetanol dari Mahkota Buah Nenas Varietas Queen dengan Menggunakan Mikroba Saccharomyces cerevisiae.. (Eliciah Furi Ningrum, 2015, 46 Halaman, 5 Tabel, 12 Gambar,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan PT Gramedia Asri Media mengenai brand Gramedia. I.4

Hasil pengamatan peneliti selama di Fisip Umada, dapat dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan kepada mahasiswa dalam rangka proses belajar mengajar sudah sesuai

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang Hygiene Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan Di Lingkungan Sekolah Dasar Di Kecamatan Bongomeme

  komunikasi pendidikan, sekarang staf ahli salah satu Direktur Jenderal 

Hasil analisis data menunjukkan Keterampilan menulis puisi dengan metode student facilitator and explaining siswa kelas VIII SMPN1 Kecamatan Lareh Sago

Kekayaan temuan artefak emas asal Kawasan Percandian Muarajambi merupakan bukti bahwa kawasan ini pernah menjadi bagian penting dalam interaksi budaya dan perkembangan

Hal inilah yang terjadi pada proses implementasi Peraturan Daerah (Perda) No 3 Tahun 2016 tentang Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, Bayi dan Anak Bawah Lima Tahun (KIBBLA),