• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. pemerintah dalam era otonomi daerah seperti saat ini. Hal tersebut disebabkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. pemerintah dalam era otonomi daerah seperti saat ini. Hal tersebut disebabkan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Koordinasi mempunyai arti yang sangat penting terutama di antara aparatur pemerintah dalam era otonomi daerah seperti saat ini. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar dari program pembangunan mempunyai sifat antar sektor yang pelaksanaannya melibatkan lebih dari satu instansi pemerintah. Keberhasilan pelaksanaan program pada akhirnya ditentukan oleh kerjasama yang baik antara instansi yang terlibat dan disinilah koordinasi antar instansi memegang peranan penting. Keseluruhan pelaksanaan pembangunan di daerah harus dikoordinasikan dan dilaksanakan secara serasi dan selaras sehingga memberi manfaat yang sebesar-besarnya dan memberikan sumbangan yang nyata dalam tujuan pembangunan.

Koordinasi mempunyai arti yang sangat penting dalam setiap proses administrasi pemerintahan. Mengingat pemerintah pada hakekatnya merupakan suatu organisasi yang sangat besar yang terdiri dari berbagai unsur aparatur pemerintah sebagai bagiannya yang harus bergerak sebagai kesatuan yang bulat berdasarkan pendekatan sistem (system approach). Oleh sebab itu, di samping peranannya dalam administrasi pada setiap unsur aparatur pemerintah, koordinasi juga mempunyai arti yang menentukan dalam administrasi sebagai

(2)

satu keseluruhan aparatur pemerintah. Adanya koordinasi yang baik di antara unsur aparatur pemerintah, diharapkan akan lebih terjamin pencapaian tujuan pemerintah secara keseluruhan.

Koordinasi hanya mungkin menjadi efektif apabila adanya kesadaran dan kesediaan sukarela dari semua anggota organisasi atau pimpinan-pimpinan organisasi untuk melakukan kerjasama antar instansi ke dalam pelaksanaan kerja di bawah pengarahan seseorang yang mempunyai kewenangan fungsional tertentu.

Kota Metro yang akan dibahas dalam penelitian ini merupakan daerah otonom. Hal tersebut berdasarkan pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Way Kanan, Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Timur, dan Kotamadya Daerah Tingkat II Metro. Oleh sebab itu, kordinasi merupakan hal yang sangat penting bagi pemerintahan Kota Metro.

Kota Metro menyelenggarakan pemerintahannya dengan melakukan koordinasi antar aparatur pemerintahnya. Koordinasi dilakukan dengan tujuan agar pemerintah Kota Metro dapat menjadi satu kesatuan yang utuh dalam mencapai tujuannya. Dalam hal ini Kota Metro melakukan koordinasi antar instansi yang ada didaerahnya dalam rangka memenuhi salah satu program pembangunannya yaitu penataan dan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL).

Permasalahan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro sampai saat ini belum teratasi dengan baik walaupun telah dilakukan upaya untuk

(3)

mengatasi kesemerawutan Pedagang Kaki Lima (PKL). Tidak tertatanya lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan masalah kompleks karena selain merusak keindahan dan melanggar estetika ruang kota, keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) juga dapat menimbulkan kemacetan. Oleh sebab itu, diperlukan langkah perencanaan yang matang.

Permasalahan Pedagang Kaki Lima atau PKL semakin mendapat perhatian, baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat pengguna jalan raya. Kesemerawutan dan ketertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan masalah yang dihadapi daerah perkotaan, baik kota besar maupun kota berkembang, tidak terkecuali Kota Metro.

Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan para pedagang yang melakukan aktifitas perdagangannya pada area yang bukan tempatnya. Misalnya, pada trotoar ataupun bahu jalan yang merupakan fasilitas bagi pengguna jalan raya. Pedagang Kaki Lima yang dimaksud adalah Pedagang Kaki Lima yang berdagang di Jalan Agus Salim, Jalan Cut Nyak Din, Jalan Uyung Lorong Pangat, Nuban Ria dan sekitarnya di kecamatan Metro Pusat. Berdasarkan pengamatan penulis keadaan daerah yang dimaksudkan tersebut memang merupakan daerah dengan keberadaan pedagang kaki lima yang tidak tertata dengan baik. Terjadi kesemerawutan di daerah tersebut disebabkan semakin banyaknya jumlah pedagang kaki lima yang berdagang di area tersebut.

Permasalahan ini berawal dari upaya pemerintah untuk menertibkan PKL di lokasi tersebut. Pada mulanya pemerintah yaitu Dinas Perdagangan dan Pasar mengeluarkan surat edaran No.05/03/D.11/2012 tanggal 9 Januari 2012 yang

(4)

memuat tentang instruksi pengosongan lapak PKL di Jalan KH Arsyad dan Jalan Baru.

Melalui surat edaran tersebut PKL diinstruksikan untuk melakukan pengosongan lokasi dan akan dipindahkan ke lantai dua Pasar Kopindo Kota Metro. Namun para PKL yang dimaksud serempak menolak surat edaran tersebut dengan alasan mereka telah melakukan negosiasi dengan pemerintah mengenai lokasi yang akan dijadikan area PKL sementara, yakni berlokasi di lantai 2 pasar Cendrawasih atau di halaman parkirnya. Meskipun belum ada kesimpulan kesepakatan tersebut para PKL tetap akan menempati daerah yang mereka usulkan.

(http://sentanaonline.com/detail_news/main/5758/1/12/01/2012/index.php diakses pada 14 Januari 2014)

Langkah selanjutnya pemerintah mengeluarkan kebijakan lainnya yaitu memindahkan atau merelokasi para pedagang kaki lima di Pasar Kopindo dan sekitarnya ke Pasar Induk Tradisional Modern Tejoagung di Kecamatan Metro Timur. Namun kebijakan tersebut bukan tidak beralasan, tetapi merujuk pada Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 05 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 16 Tahun 2002 Tentang Ketertiban Umum, Kebersihan Dan Keindahan Kota Metro.

Meskipun pemerintah telah melakukan upaya pemindahan tersebut, namun para pedagang tetap pada pendirian awalnya. Para pedagang tersebut tetap berdagang di daerah Pasar Cendrawasih dan sekitarnya. Bahkan mereka

(5)

mendirikan lapak tetapnya di area parkir Pasar Cendrawasih dan membuat kesemerawutan daerah tersebut.

Pemerintah Daerah Kota Metro pada akhirnya memutuskan membentuk tim khusus untuk menangani permasalahan tersebut. Tim yang dimaksud adalah Tim Pemindahan dan Penataan Pedagang Kaki Lima dan Hamparan dari Jl. Agus Salim, Jl. Cut Nyak Din, Jl. Uyung Lorong Pangat, Nuban Ria dan Sekitarnya Kecamatan Metro Pusat ke Pasar Tradisional Modern Tejo Agung Kecamatan Metro Timur Kota Metro.

Pembentukan tim tersebut tercantum dalam Keputusan Walikota Metro Nomor 120.A/KPTS/D-11/2013 pada tanggal 1 Maret 2013. Dalam Keputusan Walikota tersebut tercantum anggota Tim Pemindahan dan Penataan Pedagang Kaki Lima yang berasal dari beberapa instansi daerah Kota Metro diantaranya yaitu Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan pariwisata, Dinas PU dan Perumahan, BAPPEDA, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro. Namun dalam penelitian ini penulis membatasi hanya pada tiga instansi yaitu Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro.

Koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dalam melakukan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan proses kesepakatan bersama oleh ketiga instansi tersebut sebagai unsur pelaksana otonomi daerah yang melaksanakan urusan pemerintah daerah yang menangani penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam komponen waktu, tempat, fungsi

(6)

dan kepentingan. Sehingga kegiatan Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro terarah pada tujuan yang ditetapkan bersama dan keberhasilan yang dicapai pun merupakan keberhasilan bersama.

Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan hingga saat ini belum terlihat jelas keberhasilan yang diperoleh oleh Tim Pemindahan Dan Penataan pedagang kaki lima tersebut. Karena pada kenyatanya Pedagang Kaki Lima (PKL) di daerah yang dimaksudkan tersebut masih belum tertata dengan baik. Masih terdapat pedagang kaki lima yang tidak pindah ke Pasar Tejo Agung dan masih tetap berdagang di sekitar Pasar Kopindo. Selain itu, menurut laporan dari media Radar Lampung (http://radarmetro.co.id/berita-utama/1881-separuh-pasar-tejoagung-lumpuh diakses pada 30 Januari 2014) hingga akhir 2013 kondisi pasar Tejo Agung yang merupakan tempat relokasi PKL justru sepi pedagang, karena sebagian lapak masih tidak terisi oleh para pedagang.

Pada kenyataannya hingga saat ini Pasar Kopindo yang seharusnya sudah dikosongkan ternyata justru semakin padat dan tidak teratur. Hal ini disebabkan oleh daerah yang seharusnya dikosongkan tersebut justru menjadi lahan parkir. Selain itu, masih banyak terlihat para pedagang kaki lima yang berdagang di lokasi tersebut.

(http://radarmetro.co.id/kecamatan/1921-pasar-kopindo-semakin-padat diakses pada 30 Januari 2014).

Menurut hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak Welly Alhendri selaku ketua DPD Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Kota

(7)

Metro pada tanggal 3 Februari 2014 bahwa kebijakan pemindahan dan penataan pedagang kaki lima tersebut cenderung dipaksakan serta semakin memperburuk keadaan. Hal tersebut disebabkan bahwa pemerintah tidak memberikan sosialisasi yang cukup serta tidak memberikan tempat pemindahan yang tepat. Sehingga hal tersebut justru berujung pada kesemerawutan pedagang kaki lima. Sampai saat ini juga jumlah pedagang kaki lima di area tersebut tidak mengalami perubahan. Saat ini yang terjadi justru lokasi pedagang kaki lima yang semakin tidak teratur.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, kesemerawutan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang belum teratasi hingga saat ini diduga adalah akibat lemahnya koordinasi antar instansi yang terlibat didalamnya. Hal tersebut berdasarkan pada pengamatan yang peneliti lakukan terhadap Tim Pemindahan dan Penataan Pedagang Kaki Lima yang terdiri dari berbagai instansi pemerintah. Tim tersebut juga melibatkan unsur penertiban seperti satpam pasar, polisi pamong praja, serta pihak kepolisian. Unsur-unsur tersebut seharusnya dapat dikoordinasikan untuk menertibkan para pedagang yang belum pindah. Namun pada kenyataannya selama ini tidak ada kegiatan penertiban yang dimaksud. Hingga saat ini pedagang dibiarkan berdagang dipinggir jalan, dan tidak terlihat adanya tindakan dari Tim Pemindahan dan Penataan untuk menertibkan PKL.

Menyadari adanya permasalahan tersebut, maka dirasakan adanya kebutuhan yang harus dilaksanakan dalam suatu kajian mengenai penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro yang kiranya dapat mempermudah satuan

(8)

kerja yang bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya yaitu menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL).

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai koordinasi antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dalam penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada Latar Belakang Masalah, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut :

Bagaimana Koordinasi Antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

Untuk mengetahui Koordinasi Antara Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro.

(9)

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan pengembangan Ilmu Pengetahuan yang berkenaan dengan salah satu kajian Manajemen Pemerintahan khususnya mengenai koordinasi antar lembaga.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, referensi dan sumbangan pemikiran bagi Dinas Perdagangan dan Pasar, Dinas Tata Kota dan Pariwisata, dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Metro dalam rangka meningkatkan koordinasi penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Metro.

Referensi

Dokumen terkait

Waktu b) Pembentukan mentor teman sebaya. c) Pembuatan kelompok belajar yang bisa dilakukan secara on line ( Google Meet atau Zoom Meeting) atau off line

Salah satu aspek berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa adalah menulis sebab keterampilan menulis menunjang keterampilan lainnya (Mulyati, 2008:10). Mengingat

[r]

9 My study, however, explores whether changes in reimbursement methods (revenue constraints) and competition in¯uence hospital behavior, that is, management Õ s adoption of

Tehnik analisis data menggunakan analisis isi ( content analysis ) dengan menggunakan prosedur analisis mayring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) deskripsi materi

Menurut pengamatan penulis selama ini pembelajaran aqidah akhlak MI Islamiyah Sukorejo Kecamatan Limpung Kabapaten Batang menjumpai adanya beberapa permasalahan

Dari hasil identifikasi, faktor penentu yang paling dominan terhadap perilaku memilih dalam Pilpres 2014 di Kabupaten Bogor adalah ketokohan calon, yang kemudian

Faktor yang menyebabkan responden tidak mengalami obesitas karena orang tua yang membiasakan anaknya untuk makan tepat waktu dengan jumlah dan jenis yang tepat,