• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kain adalah bahan dasar dari pakaian yang biasa digunakan sebagai kebutuhan pokok manusia untuk melindungi dan menutup dirinya. Kain pun dapat menjadi identitas suatu bangsa dalam berbusana. Indonesia sebagai negara kesatuan yang terdiri atas berbagai suku bangsa memiliki banyak kekayaan budaya dalam bentuk kain tradisional, seperti songket, batik dan tenun. Kain-kain tradisional tersebut mempunyai ciri motif dan warna yang berbeda-beda yang merepresentasikan kekhasan masing-masing daerah.

Salah satu provinsi yang memiliki kain tradisional dengan motif yang begitu beragam adalah Nusa Tenggara Timur (NTT). Tiap kesatuan etnik yang ada di NTT, baik suku-suku di Pulau Flores, Pulau Timor, Pulau Sabu dan Pulau Sumba, semuanya memiliki ciri budaya yang diterjemahkan dalam kain tenun tangan tradisional. Tiap etnik tersebut menciptakan pola dan motif kain tenun masing-masing yang merupakan manifestasi dari kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, kebudayaan, keadaan alam, kepercayaan bahkan simbol-simbol magis yang dianut oleh masyarakat setempat (Therik, 2012).

Menurut Therik (2012), di mata ahli atau pemerhati kain tenun NTT, asal sehelai kain tenun dapat diketahui dari motifnya. Di sini peranan ornamen utama kain bersangkutan, pasti menonjolkan dengan kuat corak khas tenunan suku bangsa itu. Namun begitu, tidak semua orang dapat membedakan asal daerah dari suatu motif kain tenun tertentu. Kesulitan dalam mendefinisikan secara jelas karaktersistik dari motif kain tenun dari suatu daerah mengakibatkan sulitnya untuk dapat mengenali asal daerah dari suatu motif kain tenun, selain itu begitu beragamnya motif kain tenun yang ada dan dengan komposisi warna yang beragam pula semakin mempersulit orang awam dalam mengenali asal daerah dari suatu motif kain tenun.

(2)

Klasifikasi suatu objek dapat dilakukan secara tidak langsung dengan cara melakukan klasifikasi citra objek tersebut, sebab Citra menurut kamus Webster adalah “suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda” (Abdullah, 2006). Sebuah citra dapat dikenali secara visual berdasarkan fitur-fiturnya. Pemilihan ciri yang tepat akan mampu memberikan informasi yang detail tentang kelas suatu citra serta dapat membedakannya dari citra pada kelas yang berbeda. Beberapa fitur yang dapat diekstrak dari sebuah citra adalah warna, bentuk dan tekstur (Lu, 1999). Vadivel dkk. (2007) mengatakan bahwa ciri warna dan tekstur banyak digunakan pada klasifikasi citra, pengindeksan citra dan sistem temu kembali citra. Ciri warna, yang biasanya menggunakan ekstraksi ciri statistik orde pertama, merepresentasikan distribusi warna secara global dari sebuah citra. Kekurangan utama dari metode ini adalah distribusi spasial dan variasi lokal dari warna pada citra diabaikan. Variasi spasial lokal dari intensitas piksel biasa digunakan untuk menangkap informasi tekstur dari sebuah citra (Vadivel dkk., 2007).

Analisis tekstur adalah salah satu teknik analisis citra berdasarkan anggapan bahwa citra dibentuk oleh variasi intensitas piksel, baik citra keabuan (grayscale) maupun citra warna (Wibawanto, 2011). Variasi intensitas piksel pada sebuah bidang citra ini membentuk apa yang oleh manusia disebut sebagai tekstur. Toennies (2012) mengatakan bahwa sangat sulit untuk mendefinisikan secara jelas ciri-ciri yang merepresentasikan karakteristik dari tekstur pada suatu citra. Begitu pula dengan kain tenun dari NTT dimana motif kain tenun dari suatu daerah sangat sulit untuk didefinisikan karakteristiknya agar dapat dibedakan dengan motif kain tenun dari daerah lain. Motif ini terbentuk dari variasi intensitas warna sehingga motif kain tenun dapat dipandang sebagai tekstur berwarna dari kain tenun tersebut. Analisis tekstur dilakukan dalam upaya mengekstrak fitur-fitur atau ciri-ciri dari sebuah citra agar dapat dilakukan pengenalan atau pembedaan citra pada suatu kelas dengan citra pada kelas lainnya.

Dari sudut pandang statistika, tekstur citra adalah pola rumit sehingga statistika dapat digunakan untuk mendapatkan karakteristiknya (Wibawanto,

(3)

2011). Pendekatan statistik merepresentasikan tekstur secara tidak langsung melalui sifat-sifat non-deterministis yang menentukan distribusi dan hubungan antar intenstitas piksel dari citra (Materka dan Strzelecki, 1998). Dalam review yang dilakukan oleh Materka dan Strzelecki (1998) menunjukan bahwa metode statistik orde kedua memberikan hasil yang lebih baik dalam mengesktrak faktor-faktor diskriminan dari sebuah tekstur jika dibandingkan dengan metode spektral dan struktural. Dalam review tersebut disebutkan juga bahwa metode statistik orde kedua yang paling populer untuk melakukan analisis tekstur adalah yang dikembangkan oleh Haralick (1973), yang disebut dengan Gray Level

Co-occurrence Matrix atau sering disingkat dengan GLCM, bahkan Siqueira dkk.

(2013) mengatakan bahwa diantara beberapa pendekatan statistik, GLCM terbukti sangat powerful sebagai deskriptor fitur/ciri dalam merepresentasikan karakteristik tekstur dari sebuah citra. Namun begitu GLCM yang bekerja pada domain grayscale memiliki kelemahan yaitu komponen warna dari citra diabaikan sehingga beberapa peneliti mencoba untuk menggabungkan ciri tekstur GLCM dan ciri warna untuk menggambarkan tekstur berwarna dari citra, seperti yang dilakukan oleh Kusrini dkk. (2008) dan Maheshwary dan Sricastava (2009). Momen warna merepresentasikan ciri warna dari citra secara global, tetapi tidak memberikan informasi spasial dan warna dari piksel-piksel pada citra. Oleh karena itu beberapa peneliti mencoba untuk menerapkan analisis tekstur menggunakan metode GLCM pada citra berwarna, dikenal dengan istilah Color

Co-occurrence Matrix (CCM). Seperti yang dilakukan oleh Drimbarean dan

Whelan (2001), Shim dan Choi (2003), Arvis dkk. (2004), Liang dan Lam (2006), Vadivel dkk. (2007), Benco dan Hudec (2007), Akhloufi dkk. (2008) dan Kong (2009) dalam kasus yang berbeda. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa CCM merepresentasikan warna dan intensitas dari piksel-piksel yang bertetangga pada sebuah citra sehingga CCM dapat digunakan sebagai deskriptor fitur/ciri dalam merepresentasikan karakteristik tekstur berwarna dari sebuah citra.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka pendekatan analisis tekstur dengan ekstraksi ciri statistik orde kedua menggunakan metode GLCM dapat digunakan

(4)

sebagai deskriptor fitur/ciri untuk melakukan klasifikasi motif kain tenun berdasarkan asal daerah di wilayah NTT. Dalam mengenali asal daerah dari suatu motif kain tenun, unsur warna juga diperhatikan, oleh karena itu perlu digunakan juga ciri warna dalam melakukan klasifikasi motif kain tenun. Namun perlu diteliti, untuk klasifikasi motif kain tenun, metode manakah yang memberikan hasil lebih baik, apakah pendekatan analisis tekstur menggunakan metode GLCM yang dikombinasikan dengan ciri warna ataukah pendekatan analisis tekstur menggunakan metode CCM, yang merupakan penerapan GLCM pada domain warna.

Fitur-fitur yang dihasilkan oleh metode ekstraksi ciri akan digunakan sebagai masukan untuk proses klasifikasi. Metode klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Nearest Mean Classifier (NMC) dan K-Nearest

Neighbours (KNN). Pertimbangan pemilihan metode klasifikasi tersebut, yang

sering dikategorikan sebagai pemilah (classifier) sederhana, agar hasil klasifikasi motif kain tenun lebih merepresentasikan kinerja metode ekstraksi cirinya daripada kinerja metode klasifikasinya, seperti yang dilakukan pada penelitian Arvis dkk. (2004).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana hasil klasifikasi motif kain tenun Nusa Tenggara Timur berdasarkan analisis tekstur menggunakan metode GLCM yang dikombinasikan dengan momen warna ?

2. Bagaimana hasil klasifikasi motif kain tenun Nusa Tenggara Timur berdasarkan analisis tekstur menggunakan metode CCM ?

1.3 Batasan Masalah

Untuk menjaga fokus dari penelitian ini, maka beberapa batasan yang diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(5)

1. Pengambilan gambar/citra kain tenun menggunakan perangkat kamera digital dan dilakukan dari jarak yang sama.

2. Kain tenun yang digunakan masih berupa kain yang belum diolah menjadi barang siap pakai, seperti sarung, pakaian, korden dan sebagainya.

3. Kain tenun yang akan diklasifikasikan dibatasi yaitu yang mewakili beberapa daerah di wilayah NTT yaitu Flores, Timor, Sabu dan Sumba. 4. Matriks ko-okurensi yang dibentuk pada CCM dan GLCM menggunakan

hubungan ketetanggaan dengan jarak 1 (satu) piksel dan 4 arah (00, 2250, 2700, 3150). Ciri statistik dari matriks ko-okurensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah energi, entropi, kontras dan homogenitas.

5. Metode klasifikasi yang digunakan adalah Nearest Mean Classifier (NMC) dan K-Nearest Neighbours (KNN).

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui diantara pendekatan analisis tekstur menggunakan metode GLCM yang dikombinasikan dengan momen warna dan pendekatan analisis tekstur menggunakan metode CCM, metode manakah yang memberikan hasil lebih baik untuk klasifikasi motif kain tenun Nusa Tenggara Timur.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pilihan tentang metode ekstraksi ciri yang dapat digunakan dalam pengembangan sistem klasifikasi maupun sistem identifikasi motif kain tenun di wilayah Nusa Tenggara Timur pada khususnya dan kain tradisional Indonesia pada umumnya.

1.6 Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai ekstraksi ciri citra dan klasifikasi dari objek berupa kain, seperti ekstraksi ciri tekstur dan klasifikasi pada pola kain batik. Metode yang digunakan antara lain Gray Level Difference

(6)

melakukan analisa ciri tektur dari citra dan bekerja di domain Gray Level sedangkan komponen warna dari citra diabaikan. Pada penelitian ini akan mengkombinasikan metode ekstraksi ciri tekstur dan ciri warna dari citra kain tenun.

1.7 Sistematika Penulisan

Tesis ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan: Bab ini membahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka: Bab ini membahas mengenai penelitian-penelitian tentang pengenalan pola, ekstraksi ciri dan klasifikasi citra yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya.

BAB III Landasan Teori: Bab ini membahas mengenai teori-teori penunjang yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi motif kain tenun NTT, ekstraksi ciri momen warna, analisis tekstur GLCM dan CCM, serta metode klasifikasi Nearest Mean Classifier dan K-Nearest

Neighbours.

BAB IV Metode Penelitian: Bab ini membahas mengenai bahan penelitian, alat penelitian, tahapan pemrosesan data, dan pengujian hasil klasifikasi. BAB V Implementasi: Bab ini membahas mengenai proses penerjemahan

perancangan kedalam instruksi yang dapat dikenali komputer melalui bahasa pemrograman tertentu.

BAB VI Hasil dan Pembahasan: Bab ini membahas mengenai hasil penelitian yang digunakan untuk pengujian dan pembahasan dari hasil pengujian. BAB VII Penutup: Bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan serta saran-saran potensial untuk penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

1. Adanya perasaan senang terhadap belajar. Adanya keinginan yang tinggi terhadap penguasaan dan keterlibatan dengan kegiatan belajar. Adanya perasaan tertarik yang

Dinamik dalam seni musik adalah tanda untuk memainkan Dinamik dalam seni musik adalah tanda untuk memainkan volume nada secara nyaring atau

Kedua, kebutuhan yang dipandang perlu dila- kukan sebagai solusi dari masalah-masalah di atas adalah sebagai berikut: (1) guru perlu memberi ke- sempatan siswa

The main entities of HEV which does require treatment is chronic HEV infection, and fulminant hepatitis with acute liver failure.. Liver transplant has been proposed as a

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

Pada tahap pengawasan, masyarakat hanya melakukan 2 dari 3 tindakan manajemen. Bentuk tindakan pemantauan informasi yang dilakukan adalah secara intensif selama 24 jam

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan jumlah kematian larva Aedes aegypti yang mati pada perlakuan dan kontrol setelah dikontakkan dengan ekstrak daun pepaya

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula