• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Kondisi Lokasi Penelitian

Kabupaten Bima sebagai bagian dari Propinsi Nusa Tenggara Barat yang terletak di ujung Timur Pulau Sumbawa secara geografis terletak pada posisi 118º44’ - 119º10’ Bujur Timur dan 08º08” - 08º57” Lintang Selatan, memiliki wilayah pesisir seluas 2.967,40 km² dari 4.596,9 km² luas wilayah Kabupaten Bima. Sedangkan panjang garis pantai Kabupaten Bima yaitu 711,76 km, dengan batasan wilayah sebelah Utara berbatasan dengan laut Flores, sebelah Selatan berbatasan dengan laut Indonesia, sebelah Timur berbatasan dengan selat Sape dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dompu.

Menurut Sumiono, et al. (1991), bahwa teluk Waworada terletak di pantai selatan Pulau Sumbawa dan secara geografis terletak pada posisi 8° 42’- 8° 46’ LS dan 118° 42’ - 118° 54’ BT. Keadaan perairannya relatif tenang sepanjang tahun karena terlindung dari pengaruh Samudra Indonesia. Berdasarkan perhitungan dari peta laut, luas perairan sampai kedalaman 60 m sekitar 201 km², dasar perairannya relatif rata, banyak mengandung lumpur atau lumpur campur pasir karena pengaruh muara-muara sungai di sekitarnya.

Beberapa ekosistem sumberdaya pesisir yang ada di teluk Waworada adalah hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun. Luas hutan mangrove diperkirakan ± 194,5 Ha dengan luas 106,5 Ha kondisi baik dan 88 Ha kondisi rusak, dan jenis yang banyak di sekitar teluk Waworada ini adalah Sonneratia sp., dan Rhizopora sp. (Anonymous, 2003). Selanjutnya kondisi terumbu karang dan padang lamun, dengan luas terumbu karang ± 1.119,8 Ha, yaitu ± 626,8 Ha rusak parah dan ± 392 Ha rusak sedang dan 101 tidak ada keterangan. Sedangkan padang lamun di teluk Waworada seluas ± 121,9 Ha. Jenis yang dominan adalah

Halophila spinulosa dan Thalassodendron ciliatum (Anonymous, 2003). Menurut

Ismail, et al. (2003) bahwa luas areal padang lamun di teluk Bima 2 ha dengan species dominan Enhallus acoroides, teluk Saleh Dompu 10 ha dengan species dominan yang sama (kepadatan < 20 m2), dan teluk Sepi Lombok luasnya 1,6 Ha dengan species dominan yang sama pula (kepadatan 32 m2).

(2)

Batimetri

Lokasi penelitian terdiri dari 2 (dua) wilayah perairan utama yaitu Laut Flores di bagian utara dan Samudra Hindia di bagian selatan. Kedua perairan tersebut dihubungkan satu sama lain oleh Selat Sape (antara Pulau Sumbawa dan Pulau Sumba). Selat Sape mempunyai kedalaman air yang menurun dari 1.050 m di bagian selatan menjadi kurang dari 300 m di bagian barat laut, yaitu di lokasi ambang Pulau Gili Banta. Menurut Bakosurtanal dan Dishidros (1992), bahwa kedalaman perairan teluk Waworada berkisar antara 1 – 69 m. Sedangkan DEM (2008) melaporkan bahwa kedalaman wilayah pesisir teluk Waworada berkisar antara 1 – 8 m.

Pasang Surut

Pasang surut di wilayah penelitian antara 1 – 1,5 m (Anonymous, 2003). Pasang surut di Selat Sape mempunyai karakteristik yang unik akibat dipengaruhi oleh dua rambatan gelombang pasang surut yang berasal dari Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Kondisi pasang surut perairan Bima pada bulan Maret – April, 2002 dan 2003 berkisar antara 1 – 16 dm (Dinas Dehidros Jakarta, 2002; 2003). Kondisi pasang surut perairan Bima pada bulan Maret – April 2003 terlihat pada (Gambar 7a, 7b dan 7c) berikut :

a b

Pasang Surut (1 Maret 2003)

0 2 4 6 8 10 12 14 0 5 10 15 20 25 30 Waktu (Jam) Ti ngg i A ir (d m ) Series1

Pasang Surut (1 April 2003)

0 2 4 6 8 10 12 14 0 5 10 15 20 25 30 Waktu (Jam) Ti ngg i A ir (d m ) Series1

Gambar : 7a.b. Kondisi Pasang Surut Perairan Bima (01Maret dan 01 April 2003)

(3)

Pasang Surut (Maret - April 2003)

0 5 10 15 20 0 20 40 60 80 Waktu (Bulan) Ti ng gi A ir ( W a te r hi gh ) (d m ) Series1

Gambar : 7c. Kondisi Pasang Surut Perairan Bima pada Bulan Maret – April 2003

Parameter Ekologi

Manurung dan Simbolon (1997) melaporkan bahwa suhu permukaan laut selama 3 tahun di perairan Selatan Jawa – Sumbawa (NTB) berkisar antara 27 - 29 ºC pada musim barat (Desember – Pebruari), 28 - 30 ºC pada musim pancaroba I (Maret – April), 24 - 26 ºC pada musim tenggara (Mei – September), dan 26 - 29 ºC pada musim pancaroba II (Oktober – Nopember). Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor dan Enesar (PKSPL dan Enesar, 2007) melaporkan bahwa suhu permukaan air laut selatan Sumbawa selama 2 tahun (Januari 2005 – Desember 2006) berkisar antara 26 - 29°C (Gambar, 8).

Menurut Radiarta, et al. (2003), suhu air di teluk ekas Lombok berkisar antara 24 - 30 ºC. Menurut Martono (2002; Halid, et al. 2002), suhu permukaan laut di selatan pulau Bali dan Lombok berkisar antara 27 - 29 ºC pada bulan Juli – September (Musim Timur), dan 26 - 28 ºC pada bulan Desember – Pebruari (Musim Barat). Menurut Kep.Men KLH/2/KLH/88 bahwa suhu berkisar 28 - 33ºC masih cukup layak untuk pertumbuhan biota laut.

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor dan Enesar (2007), melaporkan bahwa pH air laut selatan Sumbawa selama 2 tahun (Januari 2005 – Desember 2006) berkisar antara 6 – 8,3 (Gambar 9); Menurut Kep-Men.KLH/2/KLH/1988, nilai pH pada kisaran 6,5 – 8,5 masih cukup layak

(4)

bagi kehidupan rumput laut dan biota lainnya. DO berkisar antara 5,4 – 6.0 mg/l (Gambar, 10); dan Pb berkisar antara 0.0006 – 0.001 mg/l (Gambar, 11). Palupi (1994), melaporkan bahwa standar timbal (Pb) dalam air yang direkomendasikan 0,10 mg/liter, dan air laut 0,03 mg/liter.

Suhu Permukaan Laut Selatan Sumbawa

24 25 26 27 28 29 30 Jan.0 5 Mar. 05 Mei .05 Jul.0 5 Sep .05 No p.05 Jan. 06 Mar. 06 Mei 06 Jul.0 6 Sep .06 No p.0 6 Bulan/Tahun (2005 - 2006) S u h u ( d er aj at cel si u s)

Gambar : 8 Suhu Permukaan Laut Selatan Sumbawa Sumber : PKSPL dan Enesar, 2007).

Sebaran pH Laut Selatan Sumbawa

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jan. 05 Ma r.05 Mei .05 Jul.0 5 Se p.0 5 No p.05 Jan. 06 Ma r.06 Mei .06 Jul.0 6 Se p.0 6 No p.06 Bulan/Tahun (2005 - 2006) pH

Gambar 9. Sebaran pH Laut Selatan Sumbawa Sumber : PKSPL dan Enesar, 2007

(5)

Ke lar utan Ok s ige n (DO) Laut Se latan Sum baw a 5 5.2 5.4 5.6 5.8 6 6.2 Jan. 05 Apr .05 Jul.0 5 Okt .05 Jan. 06 Apr .06 Jul.0 6 Okt. 06 Bulan/Tahun (2005 - 2006) DO ( m g /l)

Gambar 10. Kelarutan Oksigen (DO) Laut Selatan Sumbawa Sumber : PKSPL dan Enesar, 2007

Kos e ntr as i Tim bal (Pb) Laut Se latan Sum baw a

0 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.001 0.0012 Jan. 05 Apr .05 Jul.0 5 Okt .05 Jan. 06 Apr .06 Jul.0 6 Okt .06 Bulan/Tahun (2005 - 2006) P b ( m g/ l)

Gambar 11. Kosentrasi Timbal (Pb) Selatan Sumbawa Sumber : PKSPL dan Enesar, 2007

Menurut Radiarta, et al. (2003), salinitas di teluk ekas Lombok berkisar 25 – 41 ppt. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor dan Enesar (PKSPL dan Enesar, 2007), melaporkan bahwa salinitas air laut selatan Sumbawa selama 2 tahun (Januari 2005 – Desember 2006) berkisar antara 33 – 34.5 ppt (Gambar, 12). Menurut (Guanzon dan De Castro, 1992; De Castro dan Guanzon, 1993), bahwa rumput laut dapat mentolerir salinitas antara 25,5 – 34,5 ppt.

(6)

Salinitas Perm ukaan Air Laut Selatan Sum baw a 32 32.5 33 33.5 34 34.5 35 Jan. 05 Ma r.05 Me i.05 Jul.05Sep. 05 Nop .05 Jan. 06 Ma r.06 Me i 06 Jul .06 Sep.0 6 Nop. 06 Bulan/Tahun (2005 - 2006) S a li ni ta s ( ppt )

Gambar 12. Salinitas Permukaan Air Laut Selatan Sumbawa Sumber : PKSPL dan Enesar, 2007

Pergerakan arus permukaan (Maret – April) dari perairan laut Flores menuju Samudra Hindia melalui Selat Lombok dan Selat Sumbawa dengan kecepatan yang berbeda-beda yaitu berkisar antara 37,4 – 41,4 cm/detik yang mengarah ke arah barat. Sedangkan pada musim barat (Desember – Pebruari), arus bergerak dari arah barat (Selat Karimata) melalui laut Jawa dan masuk di bagian selatan Selat Makasar di bagian utara dan arus bergerak mengarah ke selatan (Atmadipoera, 1990).

Di laut Flores kecepatan arus pada bulan Pebruari lebih tinggi dibandingkan pada bulan Agustus dan pola arusnya menuju ke timur dan pada bulan Agustus berbalik arah dari timur menuju ke barat di Samudra Hindia dengan kecepatan 0,9393 m/detik (Harimi, et al. 2004). Menurut Utojo, et al. (2004), bahwa kecepatan arus di teluk saleh Dompu (NTB) berkisar antara 3,2 – 23,8 cm/detik. Selanjutnya Ismail, et al. (1996) melaporkan bahwa di teluk sepi (Lombok) kecepatan arus 13,9 cm/detik. Sedangkan di teluk saleh (Dompu-NTB) kecepatan arus 10,9 – 17,9 cm/detik.

Hasil pengamatan (Pra Penelitian, 2006) bahwa teluk Waworada sangat terlindung dari ombak karena di mulut teluk terdapat lekukan-lekukan dan di dalamnya terdapat pulau-pulau kecil yang sangat berpotensi menahan ombak dan pergerakan arus deras dan suhu berkisar antara 28 - 31ºC, kecepatan arus berkisar antara 0,12 – 0,32 cm/dtk dan salinitas berkisar antara 32 – 36 ppt.

(7)

Pada umunya Propinsi Nusa Tenggara Barat beriklim tropis, dimana musim timur terjadi dari bulan Oktober – Maret bertepatan dengan musim hujan dan kondisi angin tertiup dari arah timur ke arah barat yang umumnya berkekuatan kecil sampai sedang. Sedangkan musim barat terjadi pada bulan April – September bertepatan dengan musim kemarau dan kondisi angin tertiup dari arah barat ke timur yang umumnya berkekuatan besar. Kondisi angin tersebut sangat berpengaruh terhadap pergerakan ombak, arus (Utojo, et al. 2004). Dengan memperhatikan gambaran umum tentang kondisi biofisik Kabupaten Bima dan wilayah perairan sekitarnya maka dapat disimpulkan bahwa teluk Waworada sangat terlindung dari ombak besar dan arus yang deras sehingga sangat besar potensinya untuk pengembangan budidaya laut khususnya rumput laut.

Dari gambaran data tersebut di atas, secara teknis kondisi biofisik teluk Waworada pada musim barat maupun musim timur relatif stabil, sehingga rencana zonasi untuk pengembangan budidaya rumput laut di teluk tersebut dapat dilakukan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan para nelayan dan kondisi ril di lapangan bahwa budidaya rumput laut di teluk Waworada Kabupaten Bima dilakukan secara terus-menerus di kedua musim baik musim hujan maupun panas (Pra Penelitian, 2006).

4.2. Pemanfaatan Teluk Waworada Pada Saat Sekarang

Kawasan teluk Waworada merupakan salah satu kawasan sentra produksi perikanan yang potensial di Kabupaten Bima, meliputi tambak udang, kerang mutiara dan KJA. Pada tambak TIR TRANS sebelumnya pernah diusahakan dengan komoditi utama udang windu yang perkembangannya mengalami pasang surut karena tersandung oleh berbagai masalah baik teknis, sosial dan manajemen pengelolaannya sehingga sejak tahun 2000 sampai sekarang usaha tersebut mengalami kefakuman.

Untuk mengantisipasi hal tersebut di atas dan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah daerah terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir di kawasan teluk Waworada maka pada tahun 2001 pemerintah daerah bekerja sama dengan Dinas Perikanan Propinsi NTB memperkenalkan sekaligus demplot budidaya rumput laut dengan sistem long line. Usaha pemerintah tersebut tidak sia-sia,

(8)

bahkan berdampak pada pengembangan budidaya rumput laut yang cukup pesat (Gambar 13)

Gambar 13. Peta Area Pemanfaatan Budidaya Rumput Laut Teluk Waworada

Mengingat usaha budidaya rumput laut mudah dilakukan, biayanya murah dengan pangsa pasar cukup menjanjikan, maka usaha tersebut terus berlanjut bahkan usaha budidaya rumput laut dijadikan sumber pendapatan utama selain usaha penangkapan ikan. Dampak dari semua kegiatan tersebut adalah terjadinya pemanfaatannya yang melebihi daya dukung (Carryng capacity) di teluk Waworada Kabupaten Bima. Menurut perhitungan dengan menggunakan GIS, luasan usaha budidaya rumput laut ± 9.094 Ha (45,16 %) meliputi ujung barat menyisir bagian utara, bagian selatan sampai ke mulut teluk Waworada yang letaknya tidak teratur, tertumpu pada beberapa tempat bahkan ditempat yang tidak sesuaipun dimanfaatkan. Untuk mengantisipasi adanya efek negatif dan menciptakan usaha budidaya rumput laut yang berkelanjutan maka perlu dilakukan zonasi.

(9)

Penyusunan zonasi ini dimaksudkan untuk menciptakan keharmonisan spasial, yaitu bahwa dalam suatu pesisir dan lautan hendaknya tidak seluruhnya diperuntukan bagi kawasan pembangunan, namun juga menyediakan lahan bagi zona preservasi dan konservasi.

Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Bima Tahun 2003 – 2013, Pemerintah setempat telah menetapkan beberapa kebijakan strategis yang perlu dikembangkan, antara lain penataan ruang wilayah, peningkatan sumberdaya manusia, peningkatan sarana dan prasarana pendukung pengembangan wilayah, pengelolaan sumberdaya alam, dan lingkungan serta peningkatan peran kelembagaan. Kebijakan strategis ini diambil berdasarkan pertimbangan bahwa perlu adanya penyediaan infrastruktur yang memadai untuk mendukung pemekaran wilayah. Selanjutnya berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi NTB Tahun 2006 – 2020 bahwa teluk Waworada ditetapkan sebagai tempat pengembangan perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya, area konservasi serta jalur pelayaran. Berdasarkan RTRW Propinsi NTB tersebut maka perlu adanya pengaturan pemanfaatan (Bappeda Propinsi NTB, 2006).

Khusus untuk masalah pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, hal tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam Strategi Bidang Pembangunan yang meliputi Bidang Ekonomi Khususnya Sub Bidang Perikanan dan Kelautan serta Bidang Pembangunan Daerah khususnya Sub Bidang Penataan Ruang. Arahan yang diambil adalah pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan secara optimal, terpadu dan berkelanjutan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, pengendalian kerusakan lingkungan akibat berbagai pemanfaatan, penataan kawasan lingkungan menurut proporsinya dan penerapan teknologi yang ramah lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas maka hal penting yang merupakan kebutuhan esensial adalah adanya suatu rencana tata ruang wilayah yang baik termasuk di wilayah pesisir, kebijakan yang dilakukan harus transparan, berkeadilan dan akomodatif terhadap kepentingan berbagai lapisan masyarakat dimana memerlukan keterlibatan berbagai stakeholders dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang. Untuk itu diperlukan suatu konsep perencanaan dalam

(10)

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir bagi daerah-daerah potensial seperti di teluk Waworada Kabupaten Bima yang diawali dengan membangun kesepakatan ilmiah tentang alokasi ruang yang ada.

Dalam pelaksanaan zonasi perairan teluk Waworada, dibutuhkan data baik data primer maupun data sekunder. Data primer dapat diambil secara langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil penelitian terdahulu. Namun karena keterbatasan data, maka digunakan data hasil penelitian terdahulu yang berlokasi di sekitar perairan teluk Waworada. Data tersebut sangat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam zonasi teluk Waworada Kabupaten Bima.

Referensi

Dokumen terkait

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa

Hasil analisis multivariat tersebut di atas dimasukkan dalam rumus persamaan regresi logistik ganda maka di peroleh bahwa responden dengan rumah yang padat hunian, berada dekat atau

Berangkat dari hasil-hasil penelitian psikologis eksperimental mengatakan bahwa “pada umunya orang cenderung untuk bereaksi berlebihan (overreact) terhadap peristiwa

2011 padahal dalam pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh terdakwa BAREN AMBARITA, ST masih ada kekurangan dan terdakwa BAREN AMBARITA, ST juga telah membuat dan

(2) Pimpinan dan karyawan tersebut dalam ayat (1) diatas adalah pegawaii BKPD dengan mendapat gaji/penghasilan yang ditetapkan oleh Badan Pembina

Telah dilakukan penelitian untuk menguji aktivitas antioksidan dari ekstrak umbi bawang merah (Allium cepa L.) untuk dibandingkan dengan vitamin C (asam askorbat)

Gempabumi yang sering terjadi berdasarkan peta seismisitas dari bulan Juli 2016- Maret 2017 adalah gempabumi dangkal yang ditunjukan oleh titik berwarna merah pada

Babad Pati tidak menyebutkan siapa pendeta tersebut, akan tetapi kemungkinan besar pendeta yang dimaksud adalah Kiai Juru Martani yang sejak awal mendampingi Panembahan Senopati