• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLEMIK TINGGINYA HARGA JAGUNG Hal. 1. PENGEMBANGAN KAPASITAS SDM UMKM Hal. 5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLEMIK TINGGINYA HARGA JAGUNG Hal. 1. PENGEMBANGAN KAPASITAS SDM UMKM Hal. 5"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

POLEMIK TINGGINYA HARGA JAGUNG Hal. 1

MASA KONSESI TOL BERAKHIR:

MUNGKINKAH DIGRATISKAN? Hal. 3

PENGEMBANGAN KAPASITAS SDM UMKM Hal. 5

TANTANGAN PEMBANGUNAN JARINGAN

GAS (JARGAS) Hal. 7

(2)

Penanggung Jawab Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

Pemimpin Redaksi Rastri Paramita, S.E., M.M.

Redaktur

Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.

Dahiri, S.Si., M.Sc.

Adhi Prasetyo Satrio Wibowo, S.M.

Rosalina Tineke Kusumawardhani, S.E.

Editor Deasy Dwi Ramiayu, S.E.

Sekretariat Husnul Latifah, S.Sos.

Memed Sobari Musbiyatun Hilda Piska Randini, S.I.P.

Budget Issue Brief Industri dan Pembangunan ini diterbitkan oleh Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan di terbitan ini

sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI.

Artikel 1 Polemik Tingginya Harga Jagung ... 1

Artikel 2 Masa Konsesi Tol Berakhir: Mungkinkah Digratiskan? ... 3

Artikel 3 Pengembangan Kapasitas SDM UMKM ... 5

Artikel 4 Tantangan Pengembangan Jaringan Gas (Jargas) ... 7

(3)

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Jagung merupakan salah satu komoditas pakan hewan ternak.

Tingginya harga jagung berimbas pada kenaikan harga pakan dan membuat peternak menjerit. Di dalam negeri, harga jagung di pasaran mencapai Rp6.000 per kg atau mengalami kenaikan 33,33 persen dari Harga Acuan Pembelian (HAP) yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 sebesar Rp4.500 per kg.

Dalam Analisis Perkembangan Harga Bahan Pangan Pokok Domestik dan Internasional Agustus silam, Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan menyatakan bahwa stok jagung pipilan Indonesia masih surplus sebesar 3,4 juta ton. Artinya, harga jagung di pasar yang melonjak bukanlah karena kekurangan pasokan. Hal ini juga sesuai dengan data Kementerian Pertanian yang menunjukkan bahwa neraca jagung tahun 2021 di proyeksi surplus 5,29 juta ton (gambar 1). Artinya, hasil produksi jagung dalam negeri mampu mencukupi konsumsi jagung sepanjang tahun 2021.

Gambar 1. Produksi, Konsumsi, Neraca Jagung Tahun 2020 dan

Prognosa 2021 (Juta Ton)

Sumber : Kementrian Pertanian (Kementan), diolah

Hal ini juga diperkuat oleh hasil pemantauan stok yang dilakukan Badan Ketahanan Pangan (BKP), di mana stok jagung nasional pada minggu ke empat September Tahun 2021 mencapai 2,75 juta ton, dengan sebaran 856 ribu ton (31%) berada di pabrik pakan, 744 ribu ton (27%) di pengepul, 423 ribu ton (15%) di agen, 288 ribu ton (11%) di pengecer, 276 ribu ton (10%) di usaha lain (pakan mandiri), dan sisanya sebesar 6 per -

Produksi Bahan

Baku Industri

Pakan

Bahan Baku Peternak

Mandiri

Konsumsi Rumah Tangga Nasional

Bahan Baku Industri Makanan

Bibit &

Tercecer

Neraca Jagung

2020 25,18 7,73 3,71 0,58 4,74 1,28 7,14

2021 22,5 7,04 3,71 0,42 4,76 1,28 5,29

2020 2021

Komisi IV

POLEMIK TINGGINYA HARGA JAGUNG

• Harga jagung dalam negeri di pasaran mencapai Rp6.000 per kg atau mengalami kenaikan 33,33 persen dari harga acuan pembelian (HAP),

• Berdasarkan data, stok jagung pada minggu ke empat September 2021 mencapai 2,75 juta ton.

Artinya, harga jagung di pasar yang melonjak bukanlah karena kekurangan pasokan.

• Faktor-faktor yang menyebabkan harga jagung naik :

➢ Kondisi produksi di beberapa daerah tidak merata dan musim panen jagung di Indonesia tidak merata.

➢ Gudang (storage)

penampungan yang ada belum memadai dan merata di seluruh daerah.

➢ Rantai distribusi yang masih panjang dan distribusi tidak merata.

➢ Adanya ketimpangan antara peternak rakyat dengan perusahaan pakan ternak besar.

➢ Pabrik pakan besar dan pengepul menyimpan jagung dalam jumlah besar

HIGHLIGHT

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian

Sekretariat Jenderal DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu. Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Linia Siska Risandi

(4)

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 18, Oktober 2021

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

2

sen di industri pangan, rumah tangga, dan lain-lain.

Paparan data di atas menunjukkan bahwa stok jagung mencukupi. Lantas, apa yang menjadi penyebab harga jagung yang tinggi?.

Tingginya harga jagung disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, kondisi produksi di beberapa daerah tidak merata. Musim panen jagung di Indonesia tidak merata karena tergantung musim. Beberapa daerah mengalami panen secara musiman tapi ada juga yang tidak. Hal ini juga yang membuat adanya disparitas ketersediaan pasokan antardaerah.

Kedua, gudang (storage) penampungan yang ada belum memadai dan merata di seluruh daerah. Implikasinya, ketika masa panen tiba harganya turun dan cenderung naik ketika pasokan kurang. Volatilitas harga jagung cepat berubah mengikuti masa panen.

Berdasarkan catatan Kementerian Pertanian, defisit jagung dialami di Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan DKI Jakarta.

Ketiga, rantai distribusi yang masih panjang dan distribusinya tidak merata.

Jauhnya jangkauan produsen dengan pabrik pengolahan dimana sentra produksi jagung dalam 20 tahun terakhir telah bergeser di luar Pulau Jawa, sedangkan pabrik pengolahan masih terpusat di Pulau Jawa.

Kondisi itu akhirnya mendorong adanya perbedaan harga jagung antarwilayah yang disebabkan oleh variabilitas ongkos produksi.

Keempat, adanya ketimpangan antara peternak rakyat yang tidak mampu membeli jagung kepada petani dalam jumlah besar dibandingkan dengan kemampuan perusahaan pakan ternak besar. Para peternak rakyat memiliki keterbatasan kemampuan untuk menyerap hasil panen dari petani. Peternak rakyat hanya mampu menampung sedikit, sehingga sebagian besar masuk ke perusahaan-perusahaan besar.

Berdasarkan gambar 1 di atas, sebesar 62,46 persen konsumsi jagung dipergunakan untuk pakan dan hanya 30,10 persen konsumsi untuk bahan makanan. Artinya, konsumsi

jagung untuk pakan lebih banyak dibandingkan konsumsi jagung makanan.

Untuk itu, perlu pemisahan cadangan jagung untuk pakan dan makanan sehingga besar cadangan jagung yang dialokasikan untuk pakan dapat dihitung dan para peternak rakyat tidak kekurangan stok jagung.

Kelima, harga jagung tinggi karena pabrik pakan besar dan pengepul menyimpan jagung dalam jumlah besar, mengingat adanya kekhawatiran pasokan jagung untuk produksi pakan terganggu. Sehingga yang terjadi di lapangan adalah peternak mandiri/rakyat tidak mendapatkan stok jagung karena sudah diborong oleh pengepul dan perusahaan-perusahaan besar.

Berangkat dari permasalahan di atas, hal-

hal yang perlu dilakukan pemerintah dalam

mengatasi tinggi nya harga jagung yaitu,

pertama memperhatikan kondisi produksi

dan tata niaga jagung yang bervariasi di

setiap daerah, serta melakukan pengaturan

pola tanam untuk menjamin stabilitas

pasokan jagung. Kedua, memetakan pasokan

jagung di tiap-tiap wilayah dan

memperbanyak gudang (storage) di tiap-tiap

daerah sehingga pasokan jagung tetap

tersedia. Ketiga, memperbaiki tata kelola

distribusi serta memangkas rantai distribusi

komoditas dengan cara kerjasama antara

BUMN dan BUMD memperformulasikan agen

pembelian sehingga dapat melakukan

stabilisasi harga dan penyaluran di tingkat

produsen maupun konsumen. Keempat,

mengoptimalkan skema Cadangan Stabilisasi

Harga Pangan (CSHP) serta membedakan

cadangan antara jagung pakan dan jagung

makanan. Kelima, mengoptimalkan sistem

resi gudang untuk menjaga stok jagung.

(5)

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Beberapa bulan silam kembali mencuat wacana terkait bagaimana kelanjutan pengelolaan jalan tol pasca berakhirnya masa konsesi yang dimiliki oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Paling dekat, ruas tol yang akan habis masa konsesinya adalah ruas tol Cawang-Tanjung Priok-Ancol Timur-Pluit yang dikelola oleh PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. Masa konsesi ruas tol ini akan berakhir pada tahun 2025. Di tahun 2044 terdapat 13 ruas tol yang dikelola oleh PT Jasa Marga Tbk, antara lain adalah Belawan-Medan- Tanjung Morawa, Jakarta-Tangerang, Tol Dalam Kota, Tol Jagorawi, Jakarta-Cikampek, Palimanan-Kanci, Tol Dalam Kota Semarang, Cipularang-Bandung-Cileunyi, Semarang seksi A B C, dan Surabaya- Gempol. Lantas, apakah ruas-ruas tol tersebut dapat digratiskan setelah masa konsesinya berakhir atau bagaimana kelanjutan pengelolaannya ke depan?.

Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (UU tentang Jalan) mengatur bahwa jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol.

Pembayaran tol yang dilakukan oleh pengguna tersebut digunakan untuk pengembalian investasi, pemeliharaan, dan pengembangan jalan tol (Pasal 43 ayat (3) UU tentang Jalan). Kemudian, Pasal 50 ayat (6) UU tentang Jalan mengatur bahwa konsesi pengusahaan jalan tol diberikan dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar bagi usaha jalan tol. Pemenuhan pengembalian dana investasi dan keuntungan tersebut diperoleh dengan penetapan tarif tol yang wajib dibayarkan oleh pengguna. Dimana salah satu dasar penetapan tarifnya adalah kelayakan investasi yang dihitung berdasarkan pada taksiran transparan dan akurat dari semua biaya selama jangka waktu perjanjian pengusahaan, yang memungkinkan badan usaha memperoleh keuntungan yang memadai atas investasinya sebagaimana diatur dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (PP tentang Jalan Tol).

Berdasarkan penjelasan norma pengaturan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengenaan tarif jalan tol pada masa konsesi didasarkan kebutuhan pemenuhan biaya pemeliharan, pengembangan jalan tol, dan pengembalian investasi. Setelah masa konsesi berakhir, maka pengenaan tarif jalan tol hanya dikenakan kepada pengguna dalam memenuhi kebutuhan biaya pemeliharaan

Komisi V

MASA KONSESI TOL BERAKHIR: MUNGKINKAH DIGRATISKAN?

▪ Berdasarkan UU tentang Jalan dan PP tentang Jalan Tol, jalan tol yang masa konsesinya berakhir dapat ditetapkan menjadi jalan umum tanpa tol atau tetap difungsikan sebagai jalan tol.

▪ Apabila ditetapkan menjadi jalan umum, maka akan berimplikasi pada bertambahnya beban fiskal dalam APBN di tengah besarnya mandatory spending yang diprediksi mencapai 81,9 persen terhadap total belanja negara di tahun 2025. Oleh karena itu, jalan tol yang masa konsesinya telah habis sebaiknya tetap difungsikan sebagai jalan tol dan tetap dikenaikan tarif sesuai dengan pengaturan dalam UU tentang Jalan. Namun, tarifnya akan lebih murah karena sudah tidak lagi didasarkan pada pemenuhan pengembalian investasi.

▪ Pengusahaan jalan tol pasca masa konsensinya sebaiknya dilakukan melalui pembentukan BLU Khusus guna memastikan penetapan tarif memang hanya didasarkan kebutuhan biaya pemeliharaan dan pengembangan, serta memudahkan pengawasan oleh Komisi V DPR RI. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan bahwa pengusahaan jalan tol dapat dilakukan oleh BLU dimaksud dalam proses pembahasan RUU tentang Jalan di Komisi V DPR RI.

HIGHLIGHT

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian

Sekretariat Jenderal DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita

·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani

Penulis: Robby Alexander Sirait

(6)

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 18, Oktober 2021

4

dan pengembangan jalan tol. Pengenaan tarif tol tersebut dapat diberlakukan apabila jalan tol yang masa konsesinya berakhir masih difungsikan sebagai jalan tol setelah diambilalih oleh Pemerintah.

Pasal 50 ayat (7) dan ayat (9) UU tentang Jalan mengatur bahwa pemerintah memiliki kewenangan menetapkan status jalan tol yang masa konsesinya telah berakhir. Berdasarkan Pasal 50 dan Pasal 51 PP tentang Jalan Tol sebagaimana diubah terakhir kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2017 tentang Perubahan Ketiga atas PP tentang Jalan Tol, jalan tol yang masa konsesinya berakhir dapat ditetapkan menjadi jalan umum tanpa tol (jalan umum tanpa berbayar) atau tetap difungsikan sebagai jalan tol oleh Pemerintah. Artinya, jalan tol yang masa konsesinya berakhir masih dapat difungsikan sebagai jalan tol. Namun harus memenuhi beberapa syarat, yakni dalam hal mempertimbangkan keuangan negara untuk pengoperasian dan pemeliharaan, untuk peningkatan kapasitas dan pengembangan jalan tol yang bersangkutan, dan/atau mendukung pengusahaan jalan tol lainnya yang layak secara ekonomi, tetapi belum layak secara finansial yang ditugaskan oleh pemerintah kepada BUMN.

Apabila ditetapkan sebagai jalan umum tanpa tol, maka implikasi alokasi biaya pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan jalan secara berkala untuk mempertahankan tingkat pelayanan jalan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan wajib dilakukan oleh pemerintah sebagai penyelenggara jalan umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b dan huruf c UU tentang Jalan. Implikasi ini akan berdampak pada tambahan beban fiskal bagi pemerintah di tengah keterbatasan fiskal akibat besarnya mandatory spending dalam APBN. Pada 2021 diproyeksikan mandatory spending sebesar 81,5 persen dan pada 2025 sebesar 81,9 persen terhadap total belanja negara. Besarnya mandatory spending menunjukkan begitu rendahnya ruang fiskal APBN dalam membiayai pembangunan lainnya selain yang tegas diamanahkan oleh aturan perundang-undangan.

Apabila masih ditetapkan berfungsi sebagai jalan tol, maka pengguna wajib dikenakan tarif. Hal ini dikarenakan telah diatur dalam Pasal 1 angka 7 dan Pasal 43 ayat (3) UU tentang Jalan. Namun, pengenaaan tarif yang ditetapkan hanya untuk memenuhi kebutuhan biaya pemeliharaan dan pengembangan jalan tol. Artinya, kebutuhan pemenuhan pengembalian investasi tidak lagi menjadi dasar perhitungan tarif. Dengan demikian,

pengenaan tarif jalan tol pasca masa konsesi berakhir dapat lebih murah dibanding sebelumnya karena sudah tidak lagi memperhitungkan return on investment dalam penentuan tarifnya.

Berangkat dari masih tingginya mandatory spending di dalam APBN, penulis merekomendasikan agar jalan tol yang masa konsesinya berakhir tetap difungsikan sebagai jalan tol dan sebaiknya pengusahaan atau pengoperasiannya dilaksanakan melalui pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) yang secara khusus membidangi pengoperasian jalan tol. Hal ini didasarkan pada dua pertimbangan.

Pertama, guna memastikan penetapan tarif murah dan wajar sesuai dengan kebutuhan riil pemeliharaan dan pengembangan. Apabila diberikan kepada badan usaha (BUMN/BUMD/Badan Usaha Swasta), maka upaya menciptakan tarif yang murah dan wajar sulit dimplemetasikan karena dalam Pasal 51 PP tentang Jalan Tol tidak ada klausul “pendapatan atau keuntungan” sebagai dasar penentuan tarif dan disisi lain badan usaha berorientasi profit oriented. Kedua, akan memudahkan DPR RI melakukan pengawasan karena BLU merupakan instansi pemerintah yang berada di bawah kementerian/lembaga.

Namun, pengoperasian melalui BLU ini akan terbentur dengan aturan Pasal 50 ayat (4) UU tentang Jalan yang mengatur bahwa pengusahaan jalan tol hanya dilakukan oleh badan usaha (BUMN/BUMD/Badan Usaha Swasta). Oleh karena itu, sebaiknya klausul yang mengatur pembentukan BLU sebagai badan pengusahaan bagi tol yang masa konsesinya berakhir dapat diatur dalam RUU tentang Jalan yang sedang dibahas oleh Komisi V DPR RI bersama Pemerintah.

Tidak hanya itu saja, di dalam RUU tentang Jalan

juga perlu ada perbedaan pengaturan penyesuaian

tarif tol antara jalan tol yang pengusahaannya oleh

badan usaha dengan BLU sebagai badan pengusahaan

jalan tol yang masa konsesinya telah berakhir. Dalam

Pasal 47 ayat (3) UU tentang Jalan diatur bahwa

penyesuaian tarif dilakukan setiap 2 (dua) tahun

sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi. Pengaturan

ini mungkin dibutuhkan oleh badan usaha dalam

konteks pengembalian investasi dikaitkan dengan

beban operasional sebagai entitas usaha yang profit

oriented. Namun untuk BLU, yang perlu dipastikan

adalah penyesuaian tarif harus sesuai dengan biaya

kebutuhan pemeliharaan dan pengembangan yang

tidak membebankan masyarakat sebagai pengguna.

(7)

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Hingga saat ini, UMKM masih memiliki peranan penting bagi perekonomian di Indonesia. Dalam konteks penguatan dan pemberdayaan UMKM, faktor Sumber Daya Manusia (SDM) memegang peranan karena berpengaruh terhadap kebijakan pemberdayaan lainnya. SDM yang berkualitas dan memiliki daya saing global menjadi salah satu penentu kesuksesan UMKM. Untuk itu, dibutuhkan pengembangan kapasitas SDM agar masing- masing individu yang bekerja dapat berkontribusi secara maksimal bagi UMKM.

Terkait dengan pengembangan kapasitas SDM UMKM, selama ini Pemerintah telah melakukan beberapa program kebijakan diantaranya pelatihan teknis, manajemen usaha, teknik pemasaran, bantuan modal atau akses terhadap pinjaman, bantuan peralatan, dan berbagai kegiatan pendampingan lainnya.

Dari pemetaan terhadap populasi program pemberdayaan UMKM, setidaknya terdapat 21 program pemberdayaan UMKM di bawah 19 K/L yang telah berjalan cukup lama (sustainable) dengan nilai anggaran dan jumlah penerima/peserta program yang relatif besar, serta menyasar kelompok rentan (miskin, perempuan).

Untuk pengembangan kapasitas SDM UMKM sendiri, pemerintah menganggarkan sebesar Rp0,5T (TNP2K, 2021).

Namun, program atau kebijakan SDM yang telah dijalankan pemerintah tersebut masih dihadapkan beberapa permasalahan.

Dalam pelatihan mandiri, SDM UMKM diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dengan meningkatkan keterampilan dalam proses produksi maupun peningkatan manajerial dengan menggunakan teknologi digital. Selain itu Pemerintah menargetkan 30 juta UMKM bergabung ke ekosistem digital pada 2024. Tetapi pada kenyataannya, banyak pelatihan mandiri yang tidak terhubung dengan ekosistem digital. Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), jumlah UMKM yang sudah terhubung ke dalam ekosistem digital baru mencapai 15,9 juta atau 24,9 persen dari total pelaku UMKM yaitu sekitar 65 juta. Di sisi lain, menurut Assosiasi Industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (AKUMANDIRI), produk Indonesia berpotensi untuk ekspor namun terkendala kemampuan manajerial dan sosial media.

Alhasil, pelaku UMKM menjadi kesulitan jika ingin berbisnis secara online.

Komisi VI

PENGEMBANGAN KAPASITAS SDM UMKM

• SDM yang berkualitas dan memiliki daya saing global menjadi salah satu penentu kesuksesan UMKM.

• Pemerintah telah melakukan beberapa program kebijakan dalam pengembangan kapasitas SDM diantaranya pelatihan teknis, manajemen usaha, teknik pemasaran, bantuan modal atau akses terhadap pinjaman, bantuan peralatan, dan berbagai kegiatan pendampingan lainnya.

• Program yang telah dijalankan pemerintah dalam pengembangan kapasitas SDM UMKM masih

dihadapkan beberapa

permasalahan diantaranya, pelatihan mandiri yang tidak terhubung dengan ekosistem digital, ketidaktahuan dan ketidakmampuan SDM dalam mengakses pembiayaan pemerintah.

HIGHLIGHT

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian

Sekretariat Jenderal DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Rahayuningsih

Penulis: Adhi Prasetyo

(8)

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 18, Oktober 2021

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

6

Untuk bantuan modal atau akses terhadap pinjaman, UMKM dihadapkan pada ketidaktahuan dan ketidakmampuan SDM untuk mengakses pembiayaan, khusunya yang disediakan oleh pemerintah. Akibatnya, masih sangat sedikit UMKM yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Sebagian besar dari pelaku usaha tersebut justru terjerat oleh Bank keliling yang meminjamkan uang kepada pelaku UMKM dengan bunga yang sangat besar. Menurut data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), mayoritas pelaku UMKM dalam negeri masih belum mendapat akses terhadap pembiayaan kredit. Data AFPI menunjukan bahwa 46,6 juta atau 77,6 persen dari total sekitar 65 juta UMKM tidak dapat menjangkau akses kredit perbankan maupun fintech. Di sisi lain, AKUMANDIRI (2021) menyatakan bahwa kebijakan yang diberikan oleh pemerintah dengan eksekusi di lapangan tidak sesuai. Misalnya kebijakan KUR, dimana dalam mendapatkan KUR tidak memerlukan jaminan. Namun pada kenyataannya masih memerlukan jaminan. Akibatnya, UMKM masih merasa kesulitan dalam mengakses pinjaman.

Pada aspek pemasaran, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan bahwa kendala pemasaran yang dialami oleh produk-produk dari sektor UMKM selama ini adalah kualitas mutu atau kuantitas produk yang tidak berkesinambungan. Hal ini sejalan dengan riset UKM Center FEB UI (2018) yang menyatakan bahwa perkembangan UMKM di tanah air memang kebanyakan mengalami dua hambatan utama, yakni kesulitan modal dan pemasaran. Faktanya, proporsi ekspor UKM Indonesia hanya sebesar 14,3 persen. Kalah jauh dengan Filipina (20 persen), Thailand (29 persen) dan Singapura (49 persen). Fakta tersebut mengisyaratkan bahwa pencapaian atas potensi pasar UMKM di Indonesia masih belum optimal. Hal ini dikarenakan UMKM tidak memiliki SDM yang mumpuni dari sisi paten, desain, dan branding.

Terkait intervensi Pemerintah terhadap program pendamping, contohnya

Disperindag memiliki fasilitator di lapangan untuk memfasilitasi pendampingan sampai ke level desa tentang produk-produk UMK hingga membawa sampai ke pameran.

Namun, tenaga fasilitator pendamping yang dimiliki sangat terbatas di tengah cakupan area yang perlu didampingi sangat luas.

Padahal peran pendamping sangat dibutuhkan karena memegang peranan penting dalam mengembangankan UMKM.

Salah satu faktor keterbatasan jumlah pendamping tersebut disebabkan oleh keterbatasan anggaran.

Secara umum, kebijakan pemerintah dalam hal mengembangkan kapasitas SDM UMKM sebenarnya sudah relatif baik. Namun, masih terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian. Pertama, dalam hal pelatihan SDM UMKM diperlukan pelatihan- pelatihan yang mengarah pada ekosistem digital sehingga UMKM mampu beradaptasi dengan perkembangan jaman. Kedua, dibutuhkan sosialisasi, dan pendampingan untuk mengoptimalkan akses pembiayaan yang telah diberikan oleh pemerintah pusat.

Selain itu pemerintah sebaiknya fokus kepada usaha mikro yang belum bankable dalam menyalurkan pembiayaan UMKM mengingat banyaknya jumlah UMKM yang tidak dapat mengakses kredit perbankan.

Terakhir, untuk aspek pemasaran

dibutuhkan pendamping yang kompeten

karena pendamping merupakan peran

penting dalam mengembangkan kapasitas

SDM UMKM. Dengan anggaran yang terbatas,

pemerintah bisa bekerja sama dengan

asosiasi-asosiasi dan Non Governmental

Organization (NGO) untuk menjadikan

pendamping UMKM.

(9)

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Jaringan Gas (Jargas) merupakan salah satu proyek strategis nasional yang bertujuan untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan kesejahteraan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. Keuntungan menggunakan jargas adalah harganya lebih murah dibanding Liquified Petroleum Gas (LPG), emisi yang dihasilkan lebih ramah lingkungan dan tersedia setiap saat, sehingga tidak perlu keluar rumah mencari LPG dan kayu bakar.

Adanya program jargas kota ini, dapat mengurangi biaya rumah tangga sekitar Rp90.000 per bulannya untuk setiap keluarga.

Sejak tahun 2009 hingga tahun 2019, Pemerintah telah membangun jargas kota sekitar 537,94 ribu Sambungan Rumah (SR) dimana sebanyak 310,73 ribu SR dibangun dalam periode tahun 2015-2019 dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah berencana membangun jaringan gas bumi untuk rumah tangga pada tahun 2021 sebesar 120.776 SR yang tersebar di 21 Kabupaten/Kota. Sementara untuk tahun 2020, dari target awal 127.864 SR, realisasinya mencapai 135.286 SR di 23 Kabupaten/Kota.

Gambar 1. Perkembangan Jaringan Gas Kota

Sumber: Rencana Strategis, Kementerian ESDM

Penggunaan gas bumi untuk rumah tangga bisa menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat yang lebih baik dan murah.

Namun sayang, pemanfaatan gas bumi untuk rumah tangga masih belum maksimal karena terkendala pembangunan jargas.

Komisi VII

TANTANGAN PEMBANGUNAN JARINGAN GAS (JARGAS)

• Penggunaan bahan bakar gas bumi harganya lebih murah dibanding LPG, emisi yang dihasilkan lebih ramah lingkungan dan tersedia setiap saat.

• Sejak tahun 2009 hingga tahun 2019, Pemerintah telah membangun jargas kota sekitar 537,94 ribu Sambungan Rumah dimana sebanyak 310,73 ribu SR dibangun dalam periode tahun 2015- 2019. Pada tahun 2021 sebesar 120.776 SR yang tersebar di 21 Kabupaten/Kota.

• Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan jargas: hal yang paling mahal dalam pembangunan jargas adalah Rencana Tata Ruang Wilayah, tidak adanya jaringan atau infrastruktur gas bumi yang terdekat dengan pusat sumber gas bumi, mahalnya pembangunan infrastruktur jaringan gas.

• Alternatif kebijakan atas tantangan tersebut antara lain: mempercepat proses pembebasan lahan sehingga dapat mempercepat proses penyesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah; untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi, maka mutlak diperlukan jaringan transmisi distribusi gas bumi yang handal dan diperlukan skema insentif yang menarik bagi investor; pengelolaan jargas diserahkan kepada perusahaan negara karena pembangunan bisa didanai pemerintah melalui APBN.

HIGHLIGHT

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian

Sekretariat Jenderal DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Sekar Arum Wijayanti

Penulis: Adhi Prasetyo

2015 2016 2017 2018 2019

Realisasi APBN 7,64 88,93 49,93 89,73 74,49

Realisasi Non APBN 12,72 10,22 3,74 0,52 0

Tambahan 2015-2019 20,36 99,15 53,67 90,25 74,49

Kumulatif 220,36 319,51 373,19 463,44 537,94

0 100 200 300 400 500 600

Ribu Sambungan Rumah (SR)

(10)

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 18, Oktober 2021

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

8

Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan jargas, antara lain Pertama, penggunaan gas bumi yang belum maksimal. Sementara untuk membangun jargas ada kalkulasi bisnis yang harus diperhitungkan. Gas sebelum ada yang membeli tidak akan diusahakan, karena gas tidak bisa ditampung, berbeda dengan minyak. Hal yang paling mahal dalam pembangunan jargas adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sebab sebagian besar wilayah seperti di Jakarta penataannya tidak dibuat untuk memanfaatkan gas bumi. Misalnya, di Sudirman, Jakarta semua berisi gedung-gedung. Jika ingin membangun jaringan saat ini agak berat, karena harus melewati bawah gedung-gedung tersebut. Untuk wilayah yang sudah mapan, susah untuk membangun pembangunan jaringan gas. Fasilitas jargas membutuhkan lahan untuk penempatan Regulator Sector (RS) dan Matering Regulator System (MRS) (Merdeka.com, 2021).

Kedua, tidak adanya jaringan atau infrastruktur gas bumi yang terdekat dengan pusat sumber gas bumi, misalkan jaringan transmisi gas bumi, jaringan distribusi gas bumi ataupun LNG Liquefaction serta pembangunan jargas yang belum dapat dilakukan swasta karena terkait dengan alasan keekonomian. Ketiga, mahalnya pembangunan infrastruktur jaringan gas. Major Project pembangunan infrastruktur jargas kota untuk rumah tangga yang termasuk salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dan dalam RPJMN sebesar 4 juta SR. Pemerintah dalam APBN sudah menganggarkan pembangunan jargas, tapi jumlahnya terbatas, tidak menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Tantangan pembangunan jargas masih menggunakan APBN serta belum berperannya Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (Dewan Energi Nasional.go.id, 2021).

Berdasarkan tantangan di atas, maka alternatif kebijakan yang dapat diberikan antara lain Pertama, mempercepat proses pembebasan lahan sehingga dapat mempercepat proses penyesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah serta memberikan kemudahan dalam proses pencarian partner atau pembentukan Joint Venture, perizinan, insentif fiskal dan dukungan lainnya dari pemerintah. Melalui aturan ini, DPR diharapkan mampu melakukan pengawasan atas pelaksanaan strategi untuk memastikan komitmen pelaksanaan strategi tersebut agar target dapat tercapai.

Kedua, untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi, maka mutlak diperlukan jaringan transmisi distribusi gas bumi yang handal dan diperlukan skema insentif yang menarik bagi investor. Jaringan handal dapat menghubungkan gas bumi dari sumbernya dengan daerah atau pasar yang membutuhkan.

Saat ini, kecenderungan dalam pembangunan jaringan pipa transmisi gas bumi adalah sependek mungkin jarak yang dibuat untuk menghubungkan sumber gas bumi dan lokasi pasarnya. Hal ini dapat dimaklumi karena bertujuan untuk meminimalisasikan biaya investasi.

Sebenarnya, akan lebih bermanfaat apabila jaringan pipa transmisi yang dibangun diusahakan melalui sebanyak-banyaknya kota, meskipun akan membutuhkan biaya investasi untuk material dan penambahan peralatan compressor untuk menjaga tekanan yang akan dialirkan ke konsumen. Dengan demikian, setiap kota akan terlayani oleh pasokan gas bumi. Bila jumlah gas bumi dari sumbernya suatu saat tidak mencukupi atau shortfall, maka akan lebih mudah dan cepat dengan membangun LNG Receiving Terminal di dekat pusat sumber gas bumi daripada membangun jaringan pipa transmisi dari sumber-sumber gas lain yang jaraknya teramat jauh, apalagi harus melewati laut. Pertimbangan dalam pemilihan LNG Receiving Terminal dikarenakan karena LNG dapat diperoleh dari banyak tempat, baik di dalam maupun di luar negeri.

Lebih lanjut, Pemerintah dapat menciptakan skema insentif yang menarik bagi investor dalam pengembangan jargas antara lain: kemudahan dalam konstruksi untuk pemasangan pipa, pembebasan tanah, pengurangan pajak, subsidi harga, menggratiskan toll fee untuk fasilitas bersama yang digunakan untuk jargas seperti fasilitas pengangkutan dan penyimpanan.

Ketiga, pengelolaan jargas diserahkan kepada perusahaan negara karena pembangunan dapat

didanai pemerintah melalui APBN. Lebih lanjut, dalam pengembangan jargas, dapat dilakukan dengan

bekerja sama dengan pengembang perumahan real-estate, PT. Kereta Api Indonesia, Badan Usaha Milik

Daerah seperti Jakpro dan Pemda sehingga infrastruktur jargas dapat memberikan benefit dalam

pengajuan Izin Mendirikan Bangunan. Setelah program jargas berjalan, terkait pengelolaannya dapat

diserahkan kepada perusahaan negara yang menjadi operator gas.

(11)

Gambar

Gambar 1. Produksi, Konsumsi, Neraca Jagung Tahun 2020 dan  Prognosa 2021 (Juta Ton)
Gambar 1. Perkembangan Jaringan Gas Kota

Referensi

Dokumen terkait

LS : PANTI WORKSHOP PIMPINAN WILAYAH GP ANSOR JAWA TENGAH 9 April 2021 482/043 - Dewan Juri “Anugerah Penyiaran Jawa Tengah 2021” Ibu Kadis bersedia menjadi dewan juri

Hasil estimasi yang akan di analisis dalam penelitian ini adalah variabel dependen yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan variabel independen yaitu infrastruktur jalan

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, masalah yang dapat diidentifikasikan adalah Bagaimana pengaruh lama pengeringan dan konsentrasi tapioka

Tati dkk., Buruh Migran Pekerja Rumah Tangga (TKW-PRT) Indonesia: Kerentanan dan Inisiatif-inisiatif Baru untuk Perlindungan Hak Asasi TKW-PRT, Kuala Lumpur:

Dengan demikian, pekerjaan pada sentra indutstri sepatu bukanlah pekerjaan yang berat masih dalam kategori pekerjaan medium, dan tidak menyebabkan kelelahan

35 George R. Terry, Asas-asas Manajemen, Terj.. Di samping itu, dengan perencanaan dakwah akan mempermudah pemimpin dakwah melakukan pengawasan dan penelitian

Prinsip dasar dari reaksi Jaffe adalah reaksi antara kreatinin dengan pikrat dalam suasana alkali tanpa deproteinasi, membentuk kompleks kreatinin pikrat berwarna jingga

1 Universitas Gresik di Gresik Kopwil VII Gresik 2 Unika Widya Karya Malang Kopwil VII Malang 3 Universitas Merdeka Pasuruan Kopwil VII Pasuruan 4 Universitas Soerjo Ngawi