BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dewasa ini, material restorasi resin komposit telah menjadi pilihan bagi para dokter gigi untuk merestorasi lesi karies pada gigi anterior sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut berikatan dengan struktur gigi. Walaupun telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna dan daya tahan terhadap tekanan kunyah, kontraksi polimerisasi masih menjadi masalah terbesar pada bahan restorasi resin komposit.
4,5,6Dalam usaha untuk mengurangi kontraksi polimerisasi, para peneliti di bidang kedokteran gigi mengembangkan suatu resin komposit dengan komponen matriks resin baru.
2.1. Resin Komposit
6,10
Resin komposit merupakan tumpatan sewarna gigi yang merupakan gabungan
atau kombinasi dua atau lebih bahan kimia berbeda dengan sifat-sifat unggul atau
lebih baik dari pada bahan itu sendiri.
3Resin komposit terdiri atas tiga komponen
utama, yaitu: komponen organik (resin) yang membentuk matriks, bahan pengisi
(filler) anorganik dan bahan interfasial untuk menyatukan resin dan filler yang
disebut coupling agent. Oleh sebab itu, resin komposit dapat didefinisikan pula
sebagai material yang tersusun dari matriks organik dan partikel bahan pengisi
anorganik yang dihubungkan oleh coupling agent.
21Selain mengandung tiga
komponen utama tersebut, resin komposit juga mengandung pigmen warna agar resin
komposit dapat menyerupai warna struktur gigi dan inisiator serta aktivator untuk mengaktifkan mekanisme pengerasan.
Suksesnya restorasi komposit secara klinis bergantung pada polimerisasi yang sempurna. Polimerisasi merupakan proses pembentukan polimer dari gabungan beberapa monomer. Polimerisasi pada komposit menggunakan gugus radikal yang diperoleh melalui aktivasi dengan cahaya (light-cured composite) atau senyawa kimia (self-cured composite). Pada resin komposit dengan aktivasi cahaya, harus diperhatikan kedalaman dan warna (keopakan) resin komposit, serta jarak, kualitas, dan arah sinar. Penetrasi sinar efektif sampai kedalaman 2 mm, sehingga dianjurkan teknik aplikasi berlapis (layer by layer) dengan ketebalan resin komposit maksimal 2 mm. Warna resin komposit yang lebih gelap, memerlukan penyinaran yang lebih lama. Resin komposit yang diaktivasi sinar akan mengalami pengerutan polimerisasi ke arah sumber sinar. Pengerutan polimerisasi berhubungan dengan faktor konfigurasi (C-factor). C-factor merupakan perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan bebas. Semakin tinggi C-factor maka semakin tinggi potensi terjadinya stress pengerutan polimerisasi.
3
Lutz dan Phillips (1983) mengklasifikasikan resin komposit berdasarkan ukuran partikel filler dan distribusinya, yaitu:
2
a. Resin komposit makrofil
3, 21-23
Resin komposit makrofil
mempunyai ukuran filler 1-5 µm. Resin komposit tipe ini mempunyai daya
tahan yang baik terhadap fraktur, dapat dipolish tetapi hasilnya tidak begitu baik
(semipolishable). Bahan ini diindikasikan untuk gigi posterior dan pembuatan core.
b. Resin komposit mikrofil
Resin komposit mikrofil mempunyai ukuran filler 0,04 µm. Resin komposit tipe ini mempunyai daya tahan yang rendah terhadap fraktur, dapat dipolish dengan sangat baik serta mengkilat dan warnanya stabil. Bahan ini diindikasikan untuk restorasi kavitas klas III, kavitas klas V, kavitas klas IV yang kecil dan untuk labial veneers.
c. Resin komposit hybrid
Resin komposit hybrid mempunyai ukuran filler 0,04-5 µm. resin komposit tipe ini mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap fraktur, dapat dipolish dengan baik dan warnanya stabil. Resin komposit hybrid mengandung dua macam filler yaitu partikel makrofil dengan penambahan partikel mikrofil.
Kategori terbaru dari resin komposit adalah resin komposit tipe Nanofilled Composite. Resin komposit ini mengandung dua jenis partikel filler yaitu nanomer dan nanocluster. Partikel nanomer mengandung silika dengan ukuran yang sangat kecil yaitu 25 – 70 nm dengan penambahan silane dan secara sempurna dapat berikatan dengan matriks resin, dan partikel nanocluster berukuran 0,4 – 1 µm.
Kombinasi kedua partikel dapat mengurangi celah interstitial dari partikel filler
sehingga dapat meningkatkan muatan filler, sehingga memiliki sifat fisik yang lebih
baik dan dapat dipolish lebih baik.
Pembagian resin komposit berdasarkan perbandingan banyaknya volume matriks resin dan bahan pengisi yang mempengaruhi daya alirnya (viskositas):
1. Resin komposit flowable
22
Bahan resin komposit flowable diperkenalkan pertama kali pada pertengahan tahun 1990 dengan indikasi sebagai bahan tumpatan dalam prosedur restorasi adhesif. Bahan restorasi ini diformulasikan dengan ukuran partikel yang hampir sama dengan ukuran partikel resin komposit hybrid. Resin ini mempunyai volume filler lebih sedikit dari pada resin komposit biasa. Karena itu bahan ini mempunyai viskositas yang lebih rendah dan kemampuan flow yang tinggi sehingga merupakan pilihan yang baik untuk restorasi pit dan fisur, dan juga dapat dengan mudah mengisi atau menutupi celah kavitas yang kecil dan dapat beradaptasi lebih baik sehingga menghasilkan perbaikan ketahanan penyatuan gigi dengan restorasi, namun bahan ini juga mengalami pengerutan yang lebih besar dan mudah aus karena kurangnya kekuatan.
2. Resin komposit packable
21,24
Pada akhir tahun 1996 diperkenalkan resin komposit packable atau resin
komposit condensable. Memilki filler yang tinggi yang dapat menyebabkan
viskositas atau kekentalan bahan ini meningkat sehingga sulit untuk mengisi celah
kavitas yang kecil, tetapi dengan semakin besarnya komposisi filler juga
menyebabkan bahan ini dapat mengurangi pengerutan selama polimerisasi, memiliki
koefisien ekspansi termal yang hampir sama dengan struktur gigi, dan adanya
perbaikan sifat fisik terhadap adaptasi marginal.
25UDMA
2.1.1 Resin Komposit Berbasis Methacrylate
Resin komposit berbasis methacrylate diperkenalkan sebagai tumpatan sewarna gigi dalam profesi kedokteran gigi oleh R.L. Bowen pada tahun 1960. Bahan dasar matriks resin (Gambar 1) yang umum digunakan adalah bisfenol A-glisidil metachrylate (Bis-GMA), urethan dimetachrylate (UDMA), dan trietilen glikol dimetachrylate (TEGDMA). Resin komposit mengandung 15% sampai 25% bahan resin dari keseluruhan bahan. Kedua resin Bis-GMA dan UDMA digunakan sebagai basis resin sementara TEGDMA digunakan sebagai pengencer untuk mengurangi kekentalan resin basis, khususnya Bis-GMA. Penambahan TEGDMA atau dimetakrilat dengan molekul rendah lainnya meningkatkan pengerutan polimerisasi, suatu faktor yang membatasi jumlah dimetakrilat berat molekul rendah yang dapat digunakan dalam komposit.
Gambar 1. Ikatan matriks resin Bis-GMA, TEGDMA, dan UDMA
3Bahan pengisi (filler) yang ditambahkan ke dalam matriks resin methacrylate akan meningkatkan sifat bahan matriks bila partikel pengisi benar-benar berikatan dengan matriks resin. Bila tidak, partikel bahan pengisi dapat melemahkan bahan.
Filler juga berguna untuk mengurangi kontraksi polimerisasi, mengurangi koefisien muai termis komposit, meningkatkan sifat mekanis komposit antara lain kekuatan dan kekerasan, mengurangi penyerapan air,. Bahan pengisi (filler) yang biasa digunakan adalah crystalline quartz, lithium glass ceramic, borosilicate glass atau lithium alumunium silicate. Ikatan antara kedua fase komposit inilah yang dibentuk oleh coupling agent. Aplikasi coupling agent yang tepat (silane), dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanis serta memberikan stabilitas hidrolitik untuk mencegah air berpenetrasi di antara permukaan resin dan filler.
Resin komposit dengan monomer metachrylate dapat mengeras melalui mekanisme tambahan yang diawali oleh radikal bebas yang dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu diaktivasi kimiawi dan diaktivasi sinar.
3
2.1.2 Resin Komposit Berbasis Silorane
Penelitian yang dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik resin komposit terus
berkembang, terutama untuk mengatasi masalah pengerutan yang mendukung
perlekatan yang baik. Silorane diperkenalkan pada kedokteran gigi pada tahun 2007
oleh Weinman.
26Silorane merupakan resin komposit yang telah terbukti mampu
mengurangi pengerutan.
11Resin komposit silorane melibatkan mekanisme resin
kimia yang berbeda dari resin komposit metachrylate. Komponen lainnya terdiri dari
komponen yang sama dengan resin komposit methacrylate.
8,14Gambar 2. Komposisi resin komposit berbasis silorane
Komposisi resin komposit berbasis silorane terdiri dari partikel filler (76%) yaitu fine quartz particle dan yttrium fluoride, matriks resin (23%) yaitu siloxane dan oxirane, komponen initiator (0,9%) yaitu camphorquinone yang dapat mengaktifkan mekanisme pengerasan dengan spektrum cahaya, komponen stabilizer (0,13%) pada silorane berupa iodonium salt, dan komponen pigmen warna (0,005%) pada resin komposit silorane yang dapat menyerupai warna struktur gigi(Gambar2).
6
Matriks resin silorane dihasilkan dari reaksi penggabungan monomer siloxane dan oxirane. Siloxane merupakan bahan yang memiliki sifat hidrofobik dan oxirane sangat dikenal karena penyusutannya yang rendah dan stabilitasnya yang sangat baik terhadap pengaruh reaksi fisik dan kimia.
6
6,10,13
Weinmann et al (2005) menyatakan
bahwa silorane merupakan bahan resin berbasis sistem monomer baru yang sangat
menjanjikan. Mekanisme untuk mengurangi stress pada sistem ini diperoleh dengan
terbukanya cincin oxirane selama polimerisasi (Gambar 3).
11Gambar 3. Ikatan matriks resin silorane
Berdasarkan ukuran partikel filler, silorane termasuk ke dalam kategori resin komposit microhybrid dengan bahan pengisi dasar berukuran partikel 0,1-1 µm dikombinasikan dengan bahan pengisi mikro 3-5% berat. Keuntungan dari penambahan partikel bahan pengisi ini adalah dapat menguatkan matriks resin, mengurangi penyusutan saat polimerisasi, mengurangi thermal ekspansi dan kontraksi, meningkatkan viskositas, mengurangi reasorbsi air serta meningkatkan radiopacity (Tabel1).
8
Silorane dapat disinari dengan halogen light curing maupun light-emitting diode (LED) light curing unit. Proses polimerisasi menggunakan halogen light curing dengan panjang gelombang 400-500 nm dengan intesitas 500-1400 mW/cm
3, 21
2
selama
40 detik. Proses polimerisasi menggunakan light-emitting diode (LED) light curing
unit dengan panjang gelombang 430-480 nm dengan intesitas 500-1000 mW/cm
2selama 40 detik.
Tabel1. KOMPOSISI RESIN KOMPOSIT SILORANE DAN METHACRYLATE
34Resin Komposit Silorane
(Filtek P90)
Microhybride (0.1-2 μm, 55 vol %)
Matriks Resin : Siloxane, Oxirane Filler : Quartz, Yttrium fluoride
Initiator : Camphorquinone, Iodonium salt
Resin Komposit Methacrylate (Filtek P60)
Packable
(0.01–3.5 μm, 61 vol%)
Matriks Resin : Bis-GMA,UDMA, TEGDMA
Filler : Zirconia/silica Initiator : Camphorquinone
2.2 Sistem Adhesif
Sehubungan dengan karakteristik resin komposit yaitu adanya pengerutan
selama polimerisasi, maka keberhasilan restorasi resin komposit pada dasarnya juga
tergantung pada adhesif atau perlekatan yang efektif dan tahan lama pada struktur
enamel dan dentin.
27Secara terminologi, adhesi adalah proses perlekatan dari suatu
substansi ke substansi lainnya. Permukaan atau substansi yang berlekatan disebut
adherend. Bahan perekat atau adhesif, atau bonding agent/ adhesive system adalah
bahan yang bila diaplikasikan pada permukaan suatu benda dapat melekat, dapat
bertahan dari pemisahan, dan dapat menyebarluaskan beban melalui
perlekatannya.
27,28Gambar 4. Definisi terminologi sistem adhesif
Sejak Buonocore (1955) memperkenalkan teknik etsa asam, banyak penelitian telah mencoba metode-metode untuk mempertahankan adhesi antara resin dan struktur gigi. Etsa asam mengubah permukaan enamel yang licin menjadi permukaan yang sangat tidak beraturan dan juga meningkatkan energi permukaannya. Ketika suatu bahan berbasis resin diaplikasikan ke permukaan yang teretsa, resin berpenetrasi ke dalam permukaan tersebut. Monomer-monomer dalam bahan tersebut berpolimerisasi dan menyatu dengan permukaan enamel merupakan mekanisme adhesi dari resin ke enamel (Gambar 4).
28
Dewasa ini, sistem adhesif self-etch telah mendapatkan peningkatan popularitas di kalangan dokter gigi. Sistem adhesif ini menjadi terkenal karena mudah digunakan dan menjanjikan kekuatan perlekatan yang konsisten.
29
Pada sistem ini,
smear layer tidak disingkirkan, kemungkinan untuk terjadi sensitivitas post operative
yang disebabkan infiltrasi resin yang tidak sempurna pada tubulus dentin dapat
dikurangi.
32Selain itu, air merupakan komponen paling penting dari sistem ini untuk mengadakan ionisasi dari monomer asam untuk demineralisasi jaringan keras gigi dan sensitivitas teknik dalam tahap hidrasi matriks kolagen yang terdemineralisasi dapat dieliminasi.
Berdasarkan jumlah tahapan dalam aplikasi klinisnya, sistem adhesif self-etch dibagi atas dua kategori yaitu:
2
a. Two-step self-etch adhesive
9
Sistem adhesif generasi ke-6 self-etching primer atau two-step self-etch adhesive merupakan kombinasi antara etsa dan primer dalam satu botol diikuti dengan resin adhesif. Kombinasi ini dapat mengurangi waktu kerja, mengurangi sensitifitas dan untuk mencegah kolapsnya kolagen.
b. One-step self-etch adhesive (all in one)
Semua unsur bahan bonding dikombinasikan dalam satu botol, sehingga hanya terdiri dari satu tahap aplikasi (single application).
Pada sistem adhesif total-etch, seluruh smear layer akan disingkirkan dan serat kolagen akan terpapar akibat etsa asam sehingga dapat menciptakan kondisi yang baik untuk retensi mikromekanis melalui infiltrasi monomer resin, tetapi penyingkiran seluruh smear layer dari permukaan dentin menyebabkan jaringan kolagen yang terpapar menjadi kolaps.
Sistem adhesif self-etch menggunakan asam primer untuk memodifikasi smear layer, mendemineralisasikan permukaan dentin dan mengekspos kolagen.
Untuk mengatasi hal tersebut, dikembangkan
sistem adhesif self-etch.
membentuk lapisan hybrid. Selain itu, asam primer akan menginfiltrasi smear plug dan mempersiapkan jalur bagi penetrasi bahan adhesif ke dalam smear plug dan kemudian berpolimerisasi membentuk resin tag (Gambar 5). Oleh karena terhalang oleh smear layer, maka asam primer tidak dapat merembes lebih dalam sehingga lapisan hybrid yang terbentuk lebih pendek jika dibandingkan dengan sistem total- etch.
32Gambar 5. Mekanisme perlekatan self-etching primer A. smear layer yang melekat pada permukaan dentin B. Aplikasi bahan primer (biru) dan akan berpenetrasi ke dalam smear layer dan smear plug C. Aplikasi bahan adhesif
Sistem adhesif yang digunakan untuk resin komposit silorane adalah sistem
adhesif generasi ke-6 yaitu two-step self-etch adhesive. Sistem adhesif ini terdiri dari
dua bagian, bagian yang pertama adalah bahan etsa dan primer dengan pH ±2,7 dan
bagian kedua adalah resin adhesif. Pada prinsipnya, monomer asam yang melekat
pada jaringan gigi akan menciptakan pola retensi untuk kemudian menghasilkan
perlekatan mikromekanis pada gigi. Bahan primer dan etsa silorane terdiri dari
fosforilasi metachrylate. monomer lain seperti Bis-GMA dan HEMA, sistem pelarut
terdiri dari air dan ethanol untuk melembabkan dan penetrasi ke jaringan gigi, dan
champorquinone untuk menginduksi mekanisme pengerasan. Partikel filler dalam sistem adhesif silorane adalah lithium alumunium silicate yang ukuran partikelnya ±7 nm. Bahan filler ini berguna untuk menambah kekuatan mekanis (Tabel 2).
Bagian yang kedua adalah resin bonding yang bersifat hydrophobic. Resin bonding memiliki monomer hydrophobic guna menyesuaikan dengan resin komposit silorane yang bersifat hydrophobic juga (gambar6). Komponen lainnya, monomer asam yang memulai pembukaan cincin dari resin komposit silorane sehingga menghasilkan ikatan kimia. Resin bonding memiliki partikel filler yaitu lithium aluminium silicate yang berguna untuk menambah kekuatan mekanis dan mempertahankan viskositas bahan bonding.
6,14
Gambar 6. Mekanisme perlekatan sistem adhesif silorane
Dalam penelitian ini, akan diuji tensile bond strength antara resin komposit berbasis methacrylate (Filtek P60) dan silorane (Filtek P90) dalam bentuk packabel atau condensable dengan menggunakan sistem adhesif Silorane dan Adper SE Plus.
6