• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membantu pasangan suami isteri untuk, (1), Menghindari kelahiran yang tidak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membantu pasangan suami isteri untuk, (1), Menghindari kelahiran yang tidak"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana

2.1.1 Pengertian

Menurut WHO (1970), Keluarga Berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami isteri untuk, (1), Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) Mendapatkan kelahiran yang diingikan, (3) Mengatur interval diantara kehamilan, (4) Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan isteri, (5) Menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2002).

Menurut bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung yang dikutip oleh Abdurrahman dkk (2001), Keluarga Berencana adalah pencegahan konsepsi atau pencegahan terjadinya pertemuan antara sel mani dari laki-laki dan sel telur dari wanita sekitar senggama. Sedangkan menurut Djoko Roesmoro (2000), Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawianan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera (Juliantoro, 2000).

Keluarga Berencana adalah sebagai proses penetapan jumlah dan jarak anak yang diinginkan dalam keluarga seseorang dan pemilihan cara yang tepat untuk mencapai keinginan tersebut (Mc Kenzie, 2006).

(2)

2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana

Tujuan Keluarga Berencana adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Sedangkan dalam era otonomi daerah saat ini pelaksanaan program Keluarga Berencana nasional bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas memiliki visi, sejahtera, maju, bertanggung jawab, bertakwa dan mempunyai anak ideal, dengan demikian diharapkan :

a. Terkendalinya tingkat kelahiran dan pertambahan penduduk.

b. Meningkatnya Jumlah peserta KB atas dasar kesadaran, sukarela dengan dasar pertimbangan moral dan agama.

c. Berkembangnya usaha-usaha yang membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, serta kematian ibu pada masa kehamilan dan persalinan.

2.1.3 Sasaran dan Target Program Keluarga Berencana

Sasaran dan target yang ingin dicapai dengan program Keluarga Berencana adalah bagaimana supaya segera tercapai dan melembaganya Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) pada masyarakat Indonesia. Sasaran yang mesti digarap untuk mencapai target tersebut adalah:

a. Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu pasangan suami istri yang hidup bersama dimana istrinya berusia 15-49 tahun, yang harus dimotivasi terus-menerus sehingga menjadi pesrta Keluarga Berencana Lestari.

b. Non PUS, yaitu anak sekolah, orang yang belum kawin, pemuda-pemudi, pasangan diatas 45 tahun, tokoh masyarakat, dan

(3)

c. Institusional yaitu berbagai organisasi, lembaga masyarakat, pemerintah dan swasta.

2.1.4 Pelayanan Keluarga Berencana

Pelayanan kontrasepsi saat ini dirasakan masyarakat, khususnya pasangan suami-istri, sebagai salah satu kebutuhannya. Pelayanan kontrasepsi yang semula menjadi program pemerintah dengan orientasi pemenuhan target melalui subsidi penuh dari pemerintah, berangsur-angsur bergeser menjadi suatu gerakan masyarakat yang sadar akan kebutuhannya hingga bersedia membayar untuk memenuhinya.

Peran pelayanan Keluarga Berencana diarahkan untuk menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan dan berlangsung pada keadaan dan saat yang tepat, akan lebih menjamin keselamtan ibu dan bayi yang dikandungnya. Pelayanan KB bertujuan menunda, menjarangkan, atau membatasi kehamilan bila jumlah anak sudah cukup. Dengan demikian pelayanan KB sangat berguna dalam mengaturan kehamilan dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan tau tidak tepat waktu. Ada lima hal penting dalam pelayanan Keluarga Berencana yang perlu diperhatikan:

a. Prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada Pasangan Usia Subur yang isterinya mempunyai keadaan 4 terlalu yaitu terlalu muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu banyak anak (lebih dari 3 orang), terlalu dekat jarak kehamilan (kurang dari 2 tahun), dan terlalu tua (lebih dari 35 tahun).

b. Menekankan bahwa KB merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan isteri. Suami juga perlu berpartisipasi aktif dalam ber KB dengan menggunakan alat/metode kontrasepsi untuk pria.

(4)

c. Memberi informasi lengkap dan adil tentang keuntungan dan kelemahan masing- masing metode kontrasepsi. Setiap klien berhak untuk mendapat informasi mengenai hal ini, sehingga dapat mempertimbangkan metode yang paling cocok bagi dirinya.

d. Memberi nasehat tentang metoda yang paling cocok sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik sebelum pelayanan KB diberikan kepada klien, untuk memudahkan klien menentukan pilihan.

e. Memberi informasi tentang kontraindikasi pemakaian berbagai metode kontrasepsi. Pelaksanaan pelayanan KB perlu melakukan skrining atau penyaringan melalui pemeriksaa fisik terhadap klien untuk memastikan bahwa tidak terdapat kontraindikasi bagi pemakaian metoda kontrasepsi yang akan dipilih. Khusus untuk tindakan operatif diperlukan surat pernyataan setuju (informed consent) dari klien (Depkes, 2002).

2.2 Akseptor KB

Akseptor KB adalah Pasangan Usia Subur yang menggunakan salah satu alat kontrasepsi. Ada lima kategori akseptor KB:

a. Akseptor Aktif

Akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah satu cara/alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.

b. Akseptor KB aktif kembali

Pasangan Usia Subur yang telah menggunakan selama tiga bulan atau lebih yang tidak diselingi oleh suatu kehamilan dan kembali menggunakan cara/alat

(5)

kontrasepsi yang baik dengan cara yang sama maupun berganti cara setelah berhenti/istirahat paling kurang tiga bulan berturut-turut dan bukan karena hamil.

c. Akseptor KB baru

Akseptor yang baru pertama kali menggunakan cara kontrasepsi, atau menjadi akseptor setelah melahirkan atau abortus.

d. Akseptor KB Ideal

Akseptor aktif yang mempunyai anak tidak lebih dari 2 orang dan berumur kurang dari 45 tahun.

e. Akseptor Lestari

Peserta KB yang tetap memakai cara kontrasepsi dengan benar untuk waktu lebih dari 10 tahun dan tidak pernah diselingi kelahiran (BKKBN, 1985).

2.3 Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata ”kontra”

dan ”konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma tersebut (Mansjoer, 1999).

2.4 Sejarah Alat Kontrasepsi

Kontrasepsi dapat diartikan sebagai menghindarkan konsepsi atau kehamilan, sedangkan alat kontrasepsi adalah segala macam alat atau cara yang digunakan satu pihak atau kedua belah pihak pasangan suami isteri untuk menghindarkan konsepsi.

Malahan dewasa ini falsafah kontrasepsi mempunyai pengertian yang lebih luas lagi

(6)

yang tujuan utamanya untuk kesehatan reproduksi, kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga yang lebih dikenal dengan istilah Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

Dahulu pada abad sebelum masehi, Hipocrates pernah menganjurkan wanita- wanita yang telambat haid dan kebanyakan anak untuk bekerja lebih keras atau berolah raga lebih berat lagi agar mereka mendapatkan haid lagi.

Alat kontrasepsi yang sudah tua usianya ialah operasi tubektomi pada wanita dan vasektomi pada pria yang pada saat ini lebih dikenal dengan alat kontrasepsi mantap. Kontrasepsi ini telah dilaksanakan sekitar tahun 1880-an, yaitu dipakai untuk mereka yang dikhawatirkan akan menurunkan penyakit-penyakit keturunan pada anaknya dan juga alasan ”eugenik” pada orang-orang gila, demi mencegah keturunan selanjutnya. Kondom juga sudah dikenal orang sejak tahun1800-an, yang pada mulanya terbuat dari usus domba (Koesnadi 1992).

2.5 Jenis Alat Kontrasepsi Pada Pria 2.5.1 Kondom

1. Pengertian

Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat hubungan seksual. Kondom terbuat dari bahan karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muara berpinggir tebal, yang bila digulung berbentuk rata atau mempunyai sepeti puting susu.

(7)

2. Cara Kerja

Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma diujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi perempuan. Mencegah penularan Mikroorganisme (IMS termasuk HBV dan HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain (khususnya kondom yang terbuat dari lateks dan Vinil) 3. Efektifitas

Kondom cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap kali berhubungan seksual. Pada beberapa pasangan, pemakaian kondom tidak efektif karena tidak dipakai secara konsisten. Secara ilmiah didapatkan hanya sedikit angka kegagalan kondom yaitu 2-12 kehamilan per 100 perempuan per tahun.

4. Keuntungan

a. Tidak mengganggu produksi ASI b. Mudah dipakai sendiri

c. Tidak mengganggu kesehatan klien d. Murah dan dapat dibeli secara umum

e. Tidak perlu resep dokter dan pemeriksaan kesehatan khusus f. Dapat mencegah penularan IMS

g. Membantu mencegah terjadinya kanker serviks (Saifuddin, 2003).

(8)

5. Kerugian

a. Kondom rusak atau diperkirakan bocor (sebelum berhubungan) b. Selalu harus memakai kondom yang baru

c. Kadang-kadang ada yang tidak tahan (alergi) terhadap karetnya d. Mengurangi kenikmatan hubungan seksual

e. Tingkat kegagalannya cukup tinggi (BKKBN, 1993) 2.5.2 Vasektomi

1. Pengertian

Suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria dengan memotong saluran mani (vasdeferen) yang menyalurkan sel mani (sperma) keluar dari pusat produksinya yaitu buah pelir (testis) (Notodihardjo, 2002).

2. Cara Kerja Vasektomi

Oklusi vasdeferen hingga menghambat perjalanan spermatozoa sehingga tidak didapatkan spermatozoa dari testis ke penis (Hartanto, 2002)

3. Keuntungan Vasektomi a. Efektif

b. Aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas c. Sederhana

d. Cepat, hanya memerlukan waktu 5-10 menit

e. Menyenangkan bagi akseptor karena hanya memerlukan anastesi lokal saja f. Biaya rendah

(9)

g. Secara kultural sangat dianjurkan di negara-negara dimana wanita merasa malu untuk ditangani oleh dokter pria dan kurang tersedia dokter wanita atau para medis wanita (Hartanto, 2002)

4. Kerugian Vasektomi

a. Diperlukan suatu tindakan operasi

b. Kadang-kadang menyebabkan komplikasi seperti pendarahan atau infeksi c. Belum memberikan perlindungan total, harus menunggu beberapa hari,

minggu atau bulan sampai sel mani sudah tidak ada.

d. ..Bagi yang memiliki problem psikologis yang berhubungan dengan prilaku seksual mungkin bertambah parah setelah tindakan operatif

e. Tidak bisa dilakukan pada orang yang masih menginginkan punya anak 5. Efektifitas Vasektomi

a. Angka kegagalan 0-2,2% atau umumnya > 1%

b. Kegagalan vasektomi umumnya disebabkan oleh :

− Senggama yang tidak terlindungi sebelum semen per ejakulat bebas sama sekali dari spermatozoa.

− Rekanalisasi spontan dari vasedeferen, umumnya terjadi setelah pembentukan granuloma spermatozoa.

− Pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama operasi.

− Jaringan duplikasi kongenital dari vasdeferen (terdapat lebih dari satu vasdeferen pada satu sisi.

(10)

2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi 2.6.1 Sosio Demografi

Menurut Bertrand (1980) yang dikutip oleh Agus (2004) menyatakan ada dua faktor yang mempengaruhi pemakaian alat kontrasepsi oleh Pasangan Usia Subur (PUS), yaitu :sosio demografi dan pemberi pelayanan KB (provider), yang termasuk dalam sosio demografi meliputi tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan jumlah anak. Sedangkan pada pemberi pelayanan yaitu sumber pelayanan KB dan keterampilan petugas KB.

2.6.2 Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik (Notoatmodjo, 2003).

Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau menolak inovasi. Menurut Roger (1983), prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Roger dalam hanafi (1987) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berprilaku baru) dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu : 1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap subjek mulai timbul.

(11)

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan prilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu : 1. Tahu (know)

Diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefinisikan dan mengatakan.

2. Memahami (comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

(12)

3. Aplikasi (application )

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus, metode, prinsip dalam konteks, atau situasi lain misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus, pemecahan masalah dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (analysis)

Adalah suatu harapan untuk menjabarkan materi atau objek dalam komponen- komponen tetapi masih dalam sruktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya dengan yang lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada sesuatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun, merencanakan, meningkatkan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap sesuatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini dikaitkan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan identifikasi atau penilaian terhadap sesuatu materi atau objek, penilaian-panilaian

(13)

ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria- kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Raharjo (2000) mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pria untuk tidak ber-KB yaitu rendahnya pengetahuan dan kesadaran pria terhadap pentingnya KB, rendahnya kualitas dan jaringan pelayanan yang diberikan terhadap pria tentang KB.

2.6.3 Sikap

Menurut Notoatmodjo (1993), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb, menyatakan sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu, sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang ada dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Menurut Alport (1954) dalam Notoatmodjo (1993), sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu : kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek dan kecendrungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

(14)

Sikap juga memiliki tingkatan, hal ini dibagi dalam empat tingkatan yaitu : 1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa subjek (orang) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan sesuatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risikonya.

2.6.4 Sosio Ekonomi

Menurut Notoadmojo (1997) yang mengutip pendapat andersen, menyatakan bahwa penghasilan memiliki pengaruh terhadap keikutsertaan seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Penghasilan sesorang tidak dapat diukur sepenuhnya dari pekerjaannya. Bila dihubungkan dengan tingkat keikutsertaan pada program KB, orang pada tingkat penghasilan tinggi akan lebih mudah menerima dan mengikuti program ini.

Sebaliknya orang dengan penghasilan rendah akan sangat sulit ikut dalam program KB. Hal ini dikarenakan pada program KB, akseptor menanggung sendiri biaya yang dikenakan bila dia menggunakan salah satu alat kontrasepsi.

(15)

2.7 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Keikutsertaan Pria Dalam Program KB Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Pantai Cermin Tahun 2008

2.8. Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan antara jumlah anak dengan keikutsertaan KB 2. Terdapat hubungan antara pendidikan dengan keikutsertaan KB 3. Terdapat hubungan antara pendapatan dengan keikutsertaan KB 4. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan keikutsertaan KB 5. Terdapat hubungan antara sikap dengan keikutsertaan KB

6. Terdapat hubungan antara Pelayanan KB dengan keikutsertaan KB

− Jumlah anak

− Pendidikan

− Pendapatan

− Pengetahuan

− Sikap

− Pelayanan kesehatan

Keikutsertaan Pria Ber-KB

• Ikut

• Tidak ikut

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya  Keikutsertaan Pria Dalam Program KB Di Wilayah Kerja Puskesmas  Pantai Cermin Kecamatan Pantai Cermin Tahun 2008

Referensi

Dokumen terkait

Variabel bebas meliputi: status guru antara guru yang WHODK WHUVHUWL¿NDVL GHQJDQ JXUX \DQJ EHOXP WHUVHUWL¿NDVL GDQ PDVD PHQJDMDU guru yang telah memiliki masa kerja 11

Buktikan bahwa semua basis dari suatu ruang vektor berdimensi hingga mempunyai Buktikan bahwa semua basis dari suatu ruang vektor berdimensi hingga mempunyai

Bagong yang juga guru besar UNAIR sejak PTN-BH ke-169 akan menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Sosiologi Ekonomi: Dinamika Kapitalisme dan Gaya Hidup Masyarakat

Gambar 3 Layout Ruang Tunggu Sumber: Penulis.. Penyelesaian lantai pada area latihan diterapkan pola lantai matras persegi yang dapat disusun pada area lapangan untuk berlatih

Nilai-nilai pendidikan Islam dalam Ritual Maddoja Bine pada Komunitas Masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan, terlihat pada pelaksanaannya yang sarat dengan nilai

Adanya efektifitas pada KUD Ora Et Labora Desa Glagahagung Kecamatan Purwoharjo, maka akan dapat menghasilkan suatu kinerja organisasi yang sesuai

Sedangkan pada strategi pembelajaran kooperatif tipe GI mencakup: (1) Mengidentifikasi topik dan mengatur siswa kedalam kelompok, (2) Perencanaan investigasi di dalam

mengembangkan kemahirannya menendang dengan menggunakan kedua belah kakinya. Sebenarnya menendang adalah seni. Teknik ini memerlukan kemampuan mengukur jarak dan arah. Oleh karena