ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN METODE SIX SIGMA PADA PRODUKSI ROKOK SIGARET KRETEK PALLAS DI PR. JM. PUTRA GEMILANG SIDOARJO
Handrea Akhira Putra
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya handreaap@gmail.com
Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nur Prima Walujowati, MM.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kecacatan yang terjadi pada proses produksi produk Sigaret Kretek PALLAS di PR. JM Putra Gemilang dan menentukan alternatif perbaikan yang tepat dengan menggunakan metodologi DMAIC Six Sigma. Penelitian diawali dengan mengkalsifikasikan kecacatan dengan Critcal to Quality (CTQ) sehingga jenis kecacatan terbagi menjadi; “diameter tidak sesuai”, “kurang padat”, “kertas mengelupas”, dan “rokok kotor” pada tahap define.
Data hasil define selanjutnya akan diukur pada tahap measure untuk melihat kapabilitas terjadinya kecacatan dalam produksi, menggunakan peta kendali serta pengukuran Defect per Million Opportunity (DPMO) untuk mendapatkan nilai sigma. Hasil pengukuran dianalisis pada tahap analyze untuk mengetahui penyebab kecacatan dengan diagram pareto dan diagram tulang ikan sehingga dianalisis lebih lanjut menggunakan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) untuk menentukan penyebab kecacatan dengan prioritas tertinggi dan menerapkan tindakan yang tepat. Hasil penelitian menunjukkan kecacatan “rokok kotor” yang disebakan oleh kurangnya SOP penggunaan sarung tangan bagi karyawan menjadi prioritas perbaikan pada tahap improve sehingga alternatif perbaikan (control) yang disarankan adalah pelaksaaan SOP kebersihan, meningkatkan pengawasan pengisian check sheet dan maintenance terhadap seluruh alat penunjang produksi serta bahan baku yang lebih intensif.
Kata Kunci: Six Sigma, DMAIC, DPMO, FMEA, Defect, Rokok Kotor
ANALYSIS OF QUALITY CONTROL WITH SIX SIGMA METHOD AT SIGARET KRETEK PALLAS PRODUCTION IN PR. JM. PUTRA GEMILANG SIDOARJO
ABSTRACT
This study aims to determine the factors that cause defects that occur in the production process of PALLAS Kretek Cigarette products in PR. JM Putra Gemilang and determine the appropriate improvement alternatives using the DMAIC Six Sigma methodology. The study begins by classifying defects with Critical to Quality (CTQ) then that the types of defects are divided into; “incorrect diameter”, “less dense”, “paper peeling off”, and “unclean cigarettes” in the define stage. The defined result data will then be measured at the measuring stage to see the capability of the occurrence of defects in production, using a control chart and measuring Defects per Million Opportunity (DPMO) to get the sigma value. The measurement results were analyzed at the analysis stage to determine the cause of the defect using a Pareto diagram and a fishbone diagram so that it was further analyzed using Failure Mode Effect Analysis (FMEA) to determine the cause of the defect with the highest priority and apply the appropriate action. The results of the study showing that "unclean cigarettes" defects caused by the lack of SOPs for the use of gloves for employees became a priority for improvement at the improvement stage so that the recommended alternative for improvement (control) is the implementation of hygiene SOP, increasing supervision of filling out check sheets and maintenance of all production support equipment and more intensive raw materials.
Keywords: Six Sigma, DMAIC, DPMO, FMEA, Defect, Unclean Cigarette
1. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi menjadikan segala informasi mudah untuk didapatkan, suatu perusahaan di dalam menghasilkan produk sebaiknya dapat mendesain produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Informasi mengenai keinginan konsumen lebih efektif dan efisien didapatkan dengan penggunaan teknologi, sehingga keselarasan kebutuhan dari konsumen dapat dipenuhi oleh perusahaan dan memperkuat nilai dari sebuah produk.
Kualitas menjadi salah satu faktor terpenting bagi suatu produk agar bisa berkompetensi. Kualitas dapat menjadi ukuran bagi konsumen untuk suatu produk yang diinginkan. Pada dasarnya kualitas bisa dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi produsen dan sisi konsumen. Kualitas dilihat dari sisi produsen, adalah melihat apakah produk atau jasa yang dihasilkan sudah sesuai dengan standar dan spesifikasi yang ditetapkan atau apakah terjadi defect atau cacat, membandingkan dengan biaya yang dikeluarkan, apakah sumber daya yang dikeluarkan efektif dan efisien. Kualitas dilihat dari sisi konsumen, adalah melihat apakah kualitas produk sesuai dengan spesifikasi kualitas yang ditawarkan atau diiklankan, apakah kualitasnya sesuai, dibawah atau diatas ekspektasi konsumen (Russel &
Taylor, 2009).
Kualitas produksi sangat berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan, maka dari itu kualitas produksi harus menjadi prioritas utama agar bisa mencapai spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Kecacatan produksi sering menjadi masalah utama jika perusahaan tidak benar benar memperhatikan kualitas produksi, hal tersebut akan sangat berdampak terhadap sistem yang telah dibuat perusahaan agar suatu bahan produksi menjadi produk akhir. Kecacatan ataupun kelalaian produksi juga mengakibatkan kerugian perusahaan dalam banyak hal, misalnya dari segi waktu sehingga terjadi keterlambatan produksi, dari segi biaya berdampak dalam penambahan bahan baku.
Perusahaan sangat perlu untuk melakukan pengendalian kualitas (Qualty control). Pengendalian kualitas yang dimaksud adalah proses yang digunakan untuk menjamin tingkat kualitas dalam produk atau jasa (Irwan dan Haryono, 2015). Pendekatan pengendalian kualitas yang paling tepat untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecacatan (defect) salah satunya adalah metode pengendalian kualitas Six Sigma. Gasperz (2005) menyatakan Six Sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per satu juta kesempatan untuk setiap produksi barang dan jasa.
Pelaksanaan metode Six Sigma didalamnya juga didukung oleh siklus DMAIC, Gasperz (2005) menjelaskan beberapa tahap implementasi peningkatan kualitas Six sigma yang dimana terdiri dari 5 langkah yaitu menggunakan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Proses dalam DMAIC meliputi; fase Define, dilakukan
dengan pendefnisian proyek dan tujuan yang hendak dicapai berdasarkan keinginan dan feedback pelanggan. Fase Measure, akan memilih indikator kinerja dan menentukan pengukuran baseline. Fase Analyze, dilakukan analisa yang mendalam mengenai penyebab utama dari cacat yang terjadi. Fase Improve, akan melakukan upaya perbaikan agar penyebab dari cacat tidak terjadi atau semakin tereduksi. Fase Control, dilakukan agar tim Six Sigma dan operator dapat memelihara peningkatan kualitas menuju 6 kualitas level.
Metode Six sigma sangat cocok untuk diimplementasikan pada perusahaan yang menghasilkan produk dalam jumlah yang cukup besar dalam satu periode untuk melihat dan menganalisis apa saja yang mempengaruhi penurunan kualitas pada saat proses produksi, tidak hanya itu perusahaan juga bisa mengevaluasi sistem pengendalian kualitas yang sudah ada sehingga kualitas produk lebih baik dan lebih bisa bersaing di masa yang akan datang.
Pabrik rokok yang ada di Sidoarjo yaitu PR. JM.
Putra Gemilang yang memproduksi rokok jenis SKT (Sigaret Kretek Tangan) dengan produk rokoknya bernama PALLAS. Rokok SKT PALLAS memfokuskan produksi untuk daerah Sidoarjo dan beberapa daerah di Jawa Timur. PR. JM Putra Gemilang dalam satu hari bisa memproduksi hingga 80.000 batang, jumlah tersebut menunjukkan bahwa kualitas haruslah terjaga dari setiap batang rokok yang diproduksi sehingga konsistensi kualitas bisa selalu terjaga dan konsumen bisa terpuaskan.
Tingginya tingkat produksi perhari yang dilakukan menyebabkan sering terjadi ketidaksesuaian kualitas produksi dari rokok yang diinginkan, hal tersebut biasanya berasal dari tidak samanya kualitas pengolahan yang dilakukan antar perorangan terkait produksi rokok dari bahan baku hingga menjadi produk akhir.
Berdasarkan wawancara dengan pemilik yang merupakan penganggung jawab utama bagian produksi, dalam mengantisipasi kecacatan produksi telah menetapkan klasifikasikan kecacatan yang sering terjadi menjadi empat indikator variabel kecacatan atau CTQ (Critical to Quality) yaitu “diameter tidak sesuai”, “kurang padat”, “kertas mengelupas”, dan
“rokok kotor”.
Tabel 1. Data Kecacatan Hasil Produksi SKT PALLAS Februari 2021
Sumber: Data diolah, 2021.
Berdasarkan data kecacatan hasil produksi SKT PALLAS bulan Februari tahun 2021 dapat diketahui bahwa aktivitas produksi yang dilakukan oleh PR. JM.
Putra Gemilang membutuhkan pendekatan pengendalian kualitas agar perusahaan bisa mengetahui tindakan yang paling tepat untuk menghadapi kecacatan yang terjadi dalam suatu periode produksi.
Permasalahan kecacatan produksi SKT PALLAS bulan Februari tahun 2021 sangat tepat untuk dianalisis dengan Six sigma metode DMAIC karena dalam klasifikasi empat CTQ (Critical to Quality) yang telah ditetapkan dapat dicari tahu terkait akar permasalahan dari masing-masing CTQ dengan menggunakan beberapa alat analisis seperti peta kendali, diagram pareto, diagram tulang ikan, DPMO, nilai sigma, dan FMEA dimana akar permasalahan tersebut akan mengarah pada suatu tahapan produksi yang paling berpengaruh menyebabkan kecacatan paling berbahaya sehingga nantinya dalam tahapan produksi tersebut akan diterapkan perbaikan dan pengendalian yang dapat menghilangkan atau setidaknya meminimalisir potensi terjadinya kecacatan pada tahapan produksi tersebut.
Penerapan pengendalian kualitas pada PR. JM Putra Gemilang membantu dalam persaingan yang terjadi dalam industri rokok terkait tuntutan konsistensi akan kualitas dari produksi SKT PALLAS agar bisa terus bertahan.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengendalian
Menurut Siagian (2007) menjelaskan bahwa pengendalian adalah proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Menurut Hasibuan (2016) pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.
2.2. Kualitas
Yamit (2013) memaparkan bahwa kualitas dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya, sedangkan menurut Handoko (2000) kualitas merupakan faktor yang terdapat dalam suatu produk yang menyebabkan produk tersebut bernilai sesuai dengan maksud untuk apa produk tersebut di produksi. Sistem manajemen mutu atau yang lebih dikenal sebagai ISO 9000 menjelaskan bahwa kualitas adalah ciri dan karakter menyeluruh dari suatu produk atau jasa yang mempengaruhi kemampuan produk tersebut untuk memuaskan kebutuhan tertentu.
2.3 Pengendalian Kualitas
Menurut Gasperz (2005) pengendalian kualitas adalah teknik dan aktifasi operasional yang digunakan untuk memenuhi standart kualitas yang diharapkan.
Pengendalian kualitas adalah kombinasi semua alat dan teknik yang digunakan untuk mengentrol kualitas suatu produk dengan biaya seekonomis mungkin dan memenuhi syarat pemesan.
Menurut Assauri (2013) pengendalian dan pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kegiatan produksi dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan dan apabila terjadi penyimpangan, maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai.
2.4. Tujuan Pengendalian Kualitas
Heizer & Render (2013) menjelaskan terdapat beberapa tujuan pengendalian kualitas, yaitu:
1. Produk akhir mempunyai spesifikasi sesuai dengan standar mutu atau kualitas yang telah ditetapkan.
2. Agar biaya desain produk, biaya inspeksi, dan biaya proses produksi dapat berjalan secara efisien.
3. Upaya untuk mencapai dan meningkatkan proses dilakukan secara terus-menerus untuk dianalisis agar menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk mengendalikan dan meningkatkan proses, sehingga proses tersebut memiliki kemampuan (kapabilitas) untuk memenuhi spesifikasi produk yang diinginkan oleh pelanggan.
2.5. Pendekatan Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas didalam perusahaan diharapkan agar hasil produksi dapat mencapai standar mutu yang ditetapkan, mengusahakan biaya inspeksi serendah mungkin dan mengusahakan agar biaya desain produk dan proses dengan menggunakan mutu produksi tertentu dapat menjaid sekecil mungkin (Assauri 2002). Pelaksanaan pengendalian kualitas
Tanggal Jumlah Produsi (Batang)
Jenis Kecacaatan
Diameter tidak sesuai
Kurang padat
Kertas mengelupas
Rokok kotor
1 19200 227 2612 1204 4875
2 28800 1315 4102 2781 2235
3 28800 1289 2577 1195 4310
4 32000 1756 860 912 2161
8 64000 741 1200 1155 4522
9 48000 853 931 541 1248
10 48000 529 877 619 422
11 57600 448 521 320 612
16 16000 951 723 872 740
17 38400 1180 904 1340 825
18 48000 842 1012 1164 640
21 80000 1262 814 459 1928
22 80000 1481 272 1830 348
23 80000 1527 337 1496 545
26 64000 625 573 971 862
27 16000 837 714 871 1157
terbagi menjadi 3 tahapan dalam proses produksi yaitu tahap bahan baku, produksi dan produk akhir.
a. Pendekatan Bahan Baku
Terdiri dari seleksi bahan baku dari pemasok, pemeriksaaan dokumen pembelian, pemeriksaan penerimaan bahan, dan catatan pemeriksaaan.
b. Pendekatan Produksi
Terdiri dari tahappan persiapan, pengendalian proses, dan pemeriksaan akhir.
c. Pendekatan Produk Akhir
Merupakan upaya perusahaan untuk mempertahankan kualitas produk yang dihasilkannya dengan melihat produk akhir yang menjadi hasil perusahaan tersebut, dapat dilakukan dengan cara memeriksa seluruh produk akhir yang akan dikirim kepada para distributor atau toko pengecer. Dengan demikian apabila ada produk yang cacat atau mempunyai kualitas dibawah standar yang ditetapkan maka perusahaan dapat memisahkan produk ini dan tidak dikirimkan kepada para konsumen. Perusahaan harus mengumpulkan informasi tentang berbagai kelemahan dan kekurangan produk perusahaan sehingga untuk proses berikutnya kualitas produk dapat lebih dipertanggungjawabkan.
Yamit (2000) Tujuan pengendalian kualitas sangat membantu perusahaan untuk menghasilkan produk berkualitas dan dapat memenuhi keinginan konsumen, secara jelasnya dipaparkan memalui poin berikut ini:
a. Untuk menekan atau mengurangi volume kesalahan dan perbaikan.
b. Untuk menjaga atau menaikan kualitas atau sesuai standar.
c. Untuk mengurangi keluhan atau penolakan konsumen.
d. Memungkinkan penjelasan output (output grading).
e. Untuk menaikkan atau menjaga company image.
2.6. Six Sigma
Salah satu konsep pengendalian kualitas yang sering digunakan adalah Six Sigma. Menurut Nasution (2015) memaparkan pengertian Six sigma sebagai strategi bisnis untuk menghilangkan pemborosan, mengurangi biaya karena kualitas yang buruk, dan memperbaiki efektivitas semua kegiatan operasi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.
Pengukuran Six sigma berdasarkan kepada sistem DPMO (Defects Per Millions Opportunity) yang bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas proses dengan mencapai 3,4 DPMO dalam proses produksi, yang berarti DPMO adalah 3,4 cacat dalam 1 (satu) juta kesempatan.
Gasperz (2010) menjelaskan bahwa dalam implementasinya Six sigma memiliki 2 submetode yaitu, metode DMAIC dan metode DMADV. Metode DMAIC (define, measure, analyze, improve, control)
merupakan suatu metode yang bertujuan untuk meningkatkan proses sekarang yang sudah ada dan mencari jalan untuk melakukan peningkatan.
2.7. Metode DMAIC Six Sigma
Gasperz (2005) menjelaskan beberapa tahap implementasi peningkatan kualitas Six sigma yang dimana terdiri dari 5 langkah yaitu menggunakan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control).
a. Define
Menurut Gasperz (2005) define adalah penetapan sasaran dari aktivitas peningkatan kualitas Six sigma. Langkah ini untuk mendefinisikan rencana-rencana tindakan yang harus dilakukan untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses bisnis kunci.
b. Measure
Pada tahap ini akan dihitung DPMO (Defect Per Millions Opportunities) dan level sigma, untuk dapat mengetahui performansi kinerja perusahaan saat ini. Sebelum dilakukan perhitungan DPMO dan level sigma, perlu diketahui apakah proses berada pada in control atau tidak, untuk mengetahui hal tersebut maka dilakukan pembuatan peta kendali.
c. Analyze
Tahapan analyze adalah langkah untuk mencari dan menemukan akar-akar dari suatu masalah beserta faktor-faktor yang memengaruhi CTQ (Critical To Quality), hal yang dilakukan dalam proses analisis yaitu membuat diagram pareto dan diagram tulang ikan.
d. Improve
Pada tahapan ini, sebenarnya sudah bisa melihat dengan jelas terkait dengan permasalahan apa yang sedang terjadi dan apa yang menyebabkan masalah tersebut sehingga bisa mempengaruhi pengendalian kualitas. Maka pada tahap inilah perusahaan mulai bisa menyusun rencana untuk perbaikan kedepannya sehingga sistem pengendalian kualitas bisa meningkat maupun menjadi lebih baik.
Salah satu metode perbaikan (improve) yang dapat digunakan yaitu metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). QAPI (2006) menjelaskan FMEA akan mengidentifikasi dan akan menghilangkan proses kegagalan untuk mencegah suatu peristiwa yang tidak diinginkan.
e. Control
Pada tahap ini setelah berhasil melakukan proses peningkatan kualitas maka perusahaan harus mendokumentasikan rencana tersebut sehingga bisa dijadikan standarisasi untuk perbaikan pengendalian kualitas kedepannya.
3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan menjelaskan fenomena yang ada dengan menggunakan angka-angka untuk mengungkap karakteristik individu atau kelompok (Syamsudin & Damiyanti, 2011).
Penelitian ini juga termasuk penelitian lapangan (Field Research) dilakukan dengan menggali data sebenarnya yang ada di lapangan yang berkaitan dengan implementasi Six Sigma pada produksi rokok SKT PALLAS.
3.2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat penelitian replikasi, yaitu mengulang penelitian yang sudah ada dengan sebuah penelitian baru dengan teori dan metodologi yang sama namun menggunakan objek dan periode waktu yang berbeda.
3.3. Lokasi dan Periode Penelitian
Lokasi yang dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini adalah Pabrik PR. JM. Putra Gemilang yang berlokasi Ds. Semambung Rt.04 Rw.03, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo. Periode penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2021.
3.4. Sumber Data a. Data Primer
Data primer pada penelitian kali ini adalah profil perusahaan PR. JM. Putra Gemilang, terkait bisnis inti perusahaan, informasi distributor terkait bahan baku dan informasi lainnya yang berhubungan dengan PR. JM.
Putra Gemilang.
b. Data Sekunder
Data sekunder pada penelitian kali ini adalah hasil produksi dari rokok SKT PALLAS pada bulan Februari tahun 2021.
3.5. Metode Pengumpulan Data a. Interview
Narasumber dalam wawancara penelitian ini dengan pihak yang bertanggung jawab terhadap pengendalian kualitas dari PR. JM.
Putra Gemilang untuk dimintai keterangan mengenai hal hal yang mendukung penelitian ini, seperti teknis operasional dalam produsi rokok SKT PALLAS.
b. Dokumentasi
Dokumentasi yang digunakan peneliti disini berupa foto, gambar, serta data-data mengenai orang yang mempunyai kepentingan terkait dengan pengendalian kualitas di PR. JM. Putra Gemilang, khususnya pada produksi rokok SKT PALLAS.
c. Studi Putaka
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari buku-buku referensi, laporan-laporan, majalah-majalah, jurnal- jurnal, dan media internet. Studi pustaka yang digunakan salah satunya adalah dengan menggunakan Laporan tahunan “Atlas Tembakau Indonesia 2020” sebagain acuan data konsumsi, persebaran, dan dampak
terhadap perekonomian dari komoditi tembakau di Indonesia.
4. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Define
Merupakan tahap pendefinisian masalah kualitas dalam produk akhir SKT PALLAS, pada tahap ini produk yang mengalami kecacatan didefinisikan penyebabnya.
Pada tahap define akan mendefinisikan masalah- masalah standar kualitas atau mendefinisikan penyebab-penyebab defect yang menjadi penyebab paling potensial dalam menghasilkan produk akhir SKT PALLAS. Terdapat 4 penyebab paling potensial (CTQ) dalam meghasilkan produk akhir SKT PALLAS didefinisikan sebagai berikut:
a. Diameter Tidak Sesuai
Adalah kondisi ketika rokok SKT PALLAS
yang telah melewati tahap
pencetakan/pelintingan tidak memiliki ukuran diameter sebesar 8-10mm. Rokok yang memiliki ukuran diameter tidak sesuai dengan spesifikasi tersebut tidak bisa dilanjutkan ke tahap produksi selanjutnya yaitu pengepakan dan akan dipisahkan sebagai barang reject.
Gambar 1. Kecacatan Rokok “Diameter Tidak Sesuai”
Sumber: Data diolah, 2021.
b. Kurang Padat
Adalah kondisi ketika rokok SKT PALLAS yang telah melewati tahap pencetakan /pelingtingan ternyata tidak memenuhi spesifikasi berat rokok yang telah ditentukan yaitu sebesar 1,8 gram. Rokok yang tidak memilki berat sesuai spesifikasi tersebut akan terasa agak kopong.
Gambar 2. Kecacatan Rokok “Kurang Padat”
Sumber: Data diolah, 2021.
c. Kertas Mengelupas
Adalah kondisi ketika rokok SKT PALLAS yang telah melewati tahap pengeleman bahan baku dengan kertas rokok ternyata kertas rokok tidak menempel dengan sempurna, terlihat dari kertas rokok yang mudah mengelupas setelah diberikan lem sehingga beberapa isi rokok bisa keluar karena hal tersebut.
Gambar 4. Kecacatan Rokok “Kertas Mengelupas"
Sumber: Data diolah, 2021.
d. Rokok Kotor
Adalah kondisi ketika rokok SKT PALLAS yang telah dilinting ternyata terdapat bercak tangan atau bercak minyak pada kertas rokok.
Rokok yang kotor tidak akan bisa memasuk ke tahap pengepakan dan segera dipisahkan.
Gambar 5. Kecacatan “Rokok Kotor”
Sumber: Data diolah, 2021.
4.2. Measure
Pada tahapan measure berdasarkan perhitungan dengan peta kendali produks bulan februari tahun 2021 SKT PALLAS didapatkan nilai CL (Control Line) sebeasr 0,1069, nilai UCL (Upper Control Line) sebesar 0,1142, dan nilai LCL (Low Control Line) sebesar 0,0996. Berikut ini rincian perhitungan peta kendali kecacatan produksi SKR PALLAS:
Gambar 6. Hasil Peta Kendali Sumber: Data diolah, 2021.
Tabel 2. Perhitungan Peta Kendali Produksi SKT PALLAS Februari 2021
No
Jumlah Produksi (Batang)
Total Cacat
Proprosi
Cacat CL UCL LCL
1 19200 8918 0.46 0.1069070 0.1135969 0.100217
2 28800 10433 0.36 0.1069070 0.1123693 0.101444
3 28800 9371 0.33 0.1069070 0.1123693 0.101444
4 32000 5689 0.18 0.1069070 0.1120890 0.101725
5 64000 7618 0.12 0.1069070 0.1105712 0.103242
6 48000 3573 0.07 0.1069070 0.1111381 0.102675
7 48000 2447 0.05 0.1069070 0.1111381 0.102675
8 57600 1901 0.03 0.1069070 0.1107694 0.103044
9 16000 3286 0.21 0.1069070 0.1142355 0.099578
10 38400 4249 0.11 0.1069070 0.1116375 0.102176 11 48000 3658 0.08 0.1069070 0.1111381 0.102675 12 80000 4463 0.06 0.1069070 0.1101844 0.103629 13 80000 3931 0.05 0.106907051 0.1101844 0.103629 14 80000 3905 0.05 0.1069070 0.1101844 0.103629 15 64000 3031 0.05 0.1069070 0.1105712 0.103242 16 16000 3579 0.22 0.1069070 0.1142355 0.099578 Total 748800 80052
Rata- Rata
0.1069 0.1142 0.0996
Sumber: Data diolah, 2021.
Berdasarakan data diatas menunjukkan bahwa variasi yang dihasilkan pada proses produksi perusahaan berada pada kondisi yang tidak stabil atau out of control (tidak terkendali). Hal ini mengisyaratkan perlunya suatu tindakan perbaikan proses produksi sehingga variasi yang dihasilkan pada proses produksi stabil atau in control (terkendali) dengan menurunkan tingkat kecacatan dengan melakukan pengukuran DPMO dan nilai sigma.
Berikut ini rincian pengukuran DPMO dan nilai sigma:
Tabel 3. Pengukuran DPMO dan Nilai Sigma
No Jumlah
Produksi Jumlah Kecacatan
CTQ DPO DPMO Nlai
Sigma
1
19200
8918 4
0.11612 116119.7917 2.69 2
28800
10433 4
0.090564 90564.23611 2.84 3
28800
9371 4
0.081345 81345.48611 2.90 4
32000
5689 4
0.044445 44445.3125 3.20 5
64000
7618 4
0.029758 29757.8125 3.38 6
48000
3573 4
0.018609 18609.375 3.58 7
48000
2447 4
0.012745 12744.79167 3.73 8
57600
1901 4
0.008251 8250.868056 3.90 9
16000
3286 4
0.051344 51343.75 3.13 10
38400
4249 4
0.027663 27662.76042 3.42 11
48000
3658 4
0.019052 19052.08333 3.57 12
80000 4463 4
0.013947 13946.875 3.70 13
80000
3931 4
0.012284 12284.375 3.75 14
80000 3905 4
0.012203 12203.125 3.75 15
64000
3031 4
0.01184 11839.84375 3.76 16
16000 3579 4
0.055922 55921.875 3.09
Total 748800 80052
606092.3611 54.40 Rata-
Rata
37880,77257 3.40
Sumber: Data diolah, 2021.
Nilai DPMO yang dihasilkan produksi SKT PALLAS sebesar 37880,77257 dimana hanya memenuhi tingkat sigma sebesar 3.40, hasil tersebut
belum memenuhi ketentuan Six sigma ideal yaitu DPMO sebesar 3.4 dengan tingkat sigma sebesar 6.00.
4.3. Analyze
Tahap analyze adalah tahap untuk menentukan faktor penyebab dan akar permasalahan terjadinya defect dengan menggunakan diagram pareto dan fishbone diagram.
Berikut ini analisis diagram pareto dari kecacatan produksi SKT PALLAS bulan februari 2021:
Tabel 4: Frekuensi Tingkat Kecacatan
N o
Jenis Kecacatan
Frek uensi
Frekuensi Kumulatif
Perse ntasi
Persentasi Kumulatif 1
Diameter
tidak sesuai 15863 15863
19.82
% 19.82%
2
Kurang
Padat 19029 34892
23.77
% 43.59%
3
Kertas
mengelupas 17730 52622
22.15
% 65.73%
4
Rokok
Kotor 27430 80052
34.27
% 100.00%
TOTAL 80052
100.0 0%
Sumber: Data diolah, 2021.
Gambar 7. Diagram Pareto Kecacatan Produksi SKT PALLAS
Sumber: Data diolah, 2021.
Berdasarkan hasil analisis diagram pareto pada kecacatan produksi SKT PALLAS dapat diketahui bahwa dari empat jenis kecacatan, kecacatan “rokok kotor” merupakan jenis kecacatan yang paling sering terjadi dengan persentase sebesar 34.27%.
Proses produksi SKT PALLAS harus dianalisi lebih lanjut terkait alasan penyebab terjadinya kecacatan tersebut dengan fishbone diagram sehingga menciptakan solusi untuk pengendalian produksi yang lebih baik dan menghindari terjadinya tingkat kecacatan yang tinggi. Berikut ini hasil fishbone diagram dari masing-masing kecacatan:
a. Diameter Tidak Sesuai
Gambar 8. Fishbone Diagram kecacatan
“Diameter Tidak Sesuai”
Sumber: Data diolah, 2021.
b. Kurang Padat
Gambar 9. Fishbone Diagram kecacatan
“Kurang Padat”
Sumber: Data diolah, 2021.
c. Kertas Mengelupas
Gambar 10. Fishbone Diagram kecacatan
“Kertas Mengelupas”
Sumber: Data diolah, 2021.
d. Rokok Kotor
Gambar 11. Fishbone Diagram kecacatan
“Rokok Kotor”
Sumber: Data diolah, 2021.
4.4 Improve
Hasil informasi yang didapatkan pada tahap analyze akan diolah dengan FMEA (Failure Mode and Effect Analyze) pada tahap improve.
Tabel 5. Penilaian FMEA (Failure Mode and Effect Analyze)
Sumber: Data diolah, 2021.
Berdasarkan tabel diatas penyebab kecacatan dengan nilai RPN tertinggi pada defect “Rokok Kotor”
yaitu pada “SOP perusahaan kurang ketat” memiliki nilai 324. Penyebab kecacatan tersebut memiliki nilai severity sebesar 9, nilai occurance sebesar 9, dan nilai detection sebesar 4.
Tidak adanya SOP untuk menggunakan sarung tangan berdampak pada output rokok yang kotor dikarenakan tidak ada jaminan bahwa tangan para pekerja benar benar bersih pada saat melakukan produksi dan dalam proses produksi.
Improvement yang dapat dilakukan untuk mengatasi akar permasalahan tersebut adalah membuat SOP untuk selalu menjaga keberishan para pekerja misalnya dengan harus selalu mencuci tangan sebelum melakukan proses produksi dan perusahaan harus menyediakan sarung tangan yang bisa digunakan para pekerja, serta memberikan sanksi yang tegas jika pekerja tidak menggunakan sarung tangan pada saat proses produksi.
4.5. Control
Berikut ini usulan pengendalian yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi defect yang terjadi:
1. Pelaksanaan dan penjadwalan pelatihan penggunaan alat linting secara spesifik dalam penempatan posisi kertas papir.
2. Pelaksanaan dan penjadwalan pelatihan terkait tata cara pengeleman rokok yang baik dan benar.
3. Pendataan untuk para pekerja yang sudah melewati tahapan pelatihan & cross functional training.
4. Pelaksanaan dan pengawasan usulan SOP untuk penetapan jumlah tembakau yang digunakan setiap satu batang rokok
5. Pengawasan usulan SOP untuk menggunakan sarung tangan dan selalu mecuci tangan sebelum melakukan kegiatan produksi.
6. Peningkatan pengawasan dalam pengisian cheek sheet.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa dalam produksi SKT PALLAS bulan februari tahun 2021 yang dilakukan oleh PR. JM.
Putra Gemilang, dapat diketahui terdapat 4 jenis kecacatan yang diklasifikasina dengan CTQ (Critical to Quality) yaitu “diameter tidak sesuai”,
“kurang padat”, “kertas mengelupas”, dan “rokok kotor”.
Hasil perhitungan dengan peta kendali mendapatkan nilai CL (Control Line) sebesar 0.1069, UCL (Upper Control Line) sebesar 0.1142, LCL (Lower Control Line) sebesar 0.0996 dimana dalam 16 data hanya terdapat 1 data yang berada dalam batas kendali yang menandakan proses produksi tidak terkendali dengan baik. Pada pengukuran DPMO perusahaan mendapatkan nilai sebesar 37880 yang berarti hanya mencapai nilai sigma sebesar 3,40 sehingga masih belum mencapai target Six sigma ideal yaitu untuk mencapai 6 sigma.
Berdasarkan analisis diagram pareto dan FMEA (Failure Mode and Effect Analyze) kecacaatan
“rokok kotor” menjadi kecacatan terparah pada. Hal tersebut didasarkan pada skor RPN (Risk Priority Number) kecacatan rokok kotor dengan skor tertinggi yaitu 324, dimana kecacaatan tersebut berasal dari tidak adanya SOP terkait kebersihan/higenisitas dalam melakukan proses produksi berupa tidak adanya penggunaan sarung tangan dan juga kurangnya kesadaran dari para karyawan untuk selalu memperhatikan keberishan tangan.
Item Potential Failure Mode
Potential Effect of Failure
Potential Cause of Failure
S E V
O C C
D E
T RPN
Recommended Action
Proses pelintin gan dengan alat linting kayu (secara manual)
Diamter Tidak sesuai
Ukuran diamter rokok tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
Pekerja mengerjakan dengan terburu-buru dan tidak teliti
6 4 3 72
Peringatan untuk memfokuskan anatra kaulitas dan kuantitas dalam pengerjaan
Pemberian tembakau yang tidak sesuai ketentuan
8 6 2
96
Penetapan ketentuan berat tembakau (gram) yang digunakan Salah posisi
pengguntinga
n rokok 8 7 2 112
Pelatihan teknis pengguntingan kepada pekerja
Kurangnya pengawasan dari pihak perusahaan
5 8 1 40
Memberadakan posisi pengedalian kualitas pada tahap pelintingan
Penggu ntingan rokok setelah proses pelintin gan
Penempatan posisi kertas papir tidak presisi pada alat linting
8 4 7 224
Pelatihan untuk menyelerasakan penggunaan alat linting kayu agar posisi kertas selalu sama
Gunting
tumpul 9 3 2 54
Pengawasan secara intensif kepada seluruh alat sebelum produksi Kertas papir
tidak memenuhi spesifikasi
7 2
2 28
Mencari alternatif supplier yang lebih berkualitas
Suhu ruang penyimpanan terlalu panas
5 2 3
30
Pengontrolan suhu ruangan untuk ruang penyimpanan secara teratur Persiap
an Materia l bahan baku dari ruang penyim panan
Kurang Padat
Penghisapan rokok tidak bertahan lama karena isi rokok kurang padat
Pekerja yang kurang fokus dan kurang terampil saat pengerjaan
7
5 2
70
Pemberlakuan SOP bagi pekerja yang melinting harus melewati tahapan pelatihan dari perusahaan Penggili
ngan (penca mpuran tembak au dan cengkeh rajanga n dengan saus)
Pemberian tembakau hanya sesuai perkiraan
9 5 6 270
Penetapan ketentuan berat tembakau (gram) yang digunakan
Pengaturan alat linting secara manual
8 2 4 64
Peraturan alat linting hanya boleh diatur/diubah oleh pihak penanggung jawab produksi Proses
pelintin gan dengan alat linting kayu (secara manual)
Ukuran tembakau yang diluar spesifikasi
7 3 2
42
Mencari alternatif supplier dan pengecekkan ulang tembakau sebelum digunakan Tembakau
terlalu kering/terlalu lembab di ruang penyimpanan
6 2 1
12
Pengontrolan suhu ruangan untuk ruang penyimpanan secara teratur
Proses memasa k lem
Kertas Mengelupas
Kertas papir menjadi mudah terkelupas
Pekerja kurang terampil &
tidak menggunakan sarung tangan
4 8 2
64
Pengawasan lebih intensif kepada penanggung jawab produski
Pemberian lem tidak merata
9 7 4
252 Memberi arahan/contoh bagaimana pemberian lem yang merata
Lem terlalu lama didiamkan di udara terbuka
9 3 2 54
efesiensi penentuan jumlah kebutuhan lem berdasarkan kuota batang rokok yang sedang diproses Proses
Pemberi an Lem pada kertas papir sebelum dilakuk annya pelintin gan
Tidak ada alat bantu
3 5 3
45
menggunakan sarung tangan agar lem tidak mudah langsung menempel di tangan Lem kurang
matang
9 2 6 108
Memastikan bahan baku untuk membuat lem sudah sesuai Suhu untuk
memasak kurang panas
8 2 3 48
Memastikan suhu untuk memasak lem sudah sesuai
Proses pelintin gan dengan alat linting kayu (secara manual)
Rokok Kotor Berpotensi menggangu rasa rokok saat dihisap
Tangan pekerja kotor
8 8 2
128 Mengharuskan
pekerja mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan produksi SOP dari
perusahaan kurang ketat
9 9 4 324
Menetapkan SOP menggunakan sarung tangan untuk kegiatan produksi
Tembakau yang kurang kering
7 4 2
56
Mensortir tembakau yang tidak layak digunakan sebelum masuk ke tahap produksi
Tahap kontrol sebelum packing
Lem yang
terlalu cair 5 4 2 40
Memastikan tingkat kematangan lem secara berkala
Alat linting yang kotor dan basah
8 5 3
120
Menyediakan tempat pembuangan khusus di dekat alat linting untuk setiap bahan yang tidak digunakan dan meminimalisir penggunaan air dekat alat linting Banyak sisa
tembakau pada tempat produksi
6 9 2 108
Penegasan peraturan perusahaan mengenai kebersihan lingkungan produksi
Alternatif pengendalian kualitas yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan SOP terkait higenisitas dan menambah tahap “pengecekan ulang” dalam sortir bahan baku, pencampuran, pencetakan, pengepakan, dan pengemasan.
Alternatif lainnya dapat dilakukan dengan mengolah bahan baku dari roko yang reject dengan diolah menjadi pupuk kompos ataupun nikotin cair.
Berkaitan dengan hasil penelitian maka peneliti dapat memberikan beberapa saran diantaranya PR.
JM. Putra Gemilang dapat memfokuskan perbaikan pada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecacatan “Rokok kotor”, perusahaan disarankan membuat SOP baru dalam menciptakan higenisitas lingkugan produksi, pelaksanaan, penjadwalan, dan pendataan pelatihan pada para pekerja untuk meminimalisir kecacatan, perusahaan menetapkan jumlah yang spesifik untuk tembakau dan cengkeh sebesar 1 gram tiap batang rokok, perusahaan meningkatkan pengawasan yang lebih tegas dalam menjalankan maintenance yang lebih intensif terhadap seluruh alat produksi, perusahaan menugaskan seorang karyawan sebagai penganggung jawab pengawasan terhadap pengisian check sheet dalam setiap titiak alur produksi.
DAFTAR PUSTAKA
IAKMI. 2020. Atlas Tembakau Indonesia. Jakarta:
TSC-IAKMI.
Heizer, Jay & Barry Render.2015.Manajemen Operasi: Manajemen
Keberlangsungan dan Rantai Pasokan. Edisi Sebelas. Diterjemahkan
Oleh Hirson Kurnia, Ratna Saraswati, david Wijaya. Jakarta:Salemba
Empat.
Bambang Prasetyo, Lina Mittahul Jannah. 2006.
Metode Penelitian Kuantitif,
Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Gasperz, Vincent. 2005. Total Quality Management.
PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Muis, Saludin. (2010),Metodologi 6 Sigma Menciptakan Kualitas Produk
Kelas Dunia. Jakarta: Graha Ilmu.
Gaspersz, Vincent. 2008. The Executive Guide to Impelementing Lean Six Sigma.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Girish, B. 2013. 7 advanced QC Tools. Chennai : DL Shah Trust Publication
Doggett, A. M. (2004). A Statistical Comparison of Three. Root Cause Analysis
Tools. Journal of Industrial Technology, 20(2), 2-9.
Bicheno, J. (2006). Fishbone flow: Integrating lean, six sigma, TPM and triz.
Buckingham: PICSIE Books.
Beauregard, Michael R dkk. (2008). The Basics of FMEA. United States:
Productivity Inc.
Chanamool, N. and Naenna, T. 2016. Fuzzy FMEA application to improve
decision-making process in an emergency departemen,Applied Soft Computing, Vol.43:
pp 441-453.
Nursanti, E, Sibut, Hutabarat, J, Septiawan, A. 2018.
Risk Management In
Subsea Pipelines Construction Project Using Delphi Method, FMECA, and Continous Improvement. ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences, Vol 13 No. 11: pp 3834-3838.
Didinharyono, Marshal, Bahtiar., “Analisi Pengendalian Kualitsa Produksi
Dengan Metode Six Sigma Pada Industri Air Minum PT. Aserta Tirta Posidonia, Kota Palopo”, Fakultas Ekonomi, Universitas Andi Djemma, Palopo.
Hilmi Ulawi dan Muhammad Faisal., “Analisis Pengendalian Kualitas Roti
Di Home Industri Mahabah Garut”, Sekolah Tinggi Teknologi Garut, Garut.
Irsyad Abdul Ghani, Handriyono, Hadi Wahyono,
“Analisis Metode Six Sigma
Dalam Pengendalian Kualitas Produk Rokok SKM PR. Gagak Hitam Bondowoso”, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember.
Lukman, Mohammad. 2006. Perencanaan Peningkatan Kualitas Produk Kompir Di Sentra
Industri Kecil Kompor Malang Dengan Metoda Pengendalian Kualitas Statistik (Studi Kasus Di Sentra Industri Kompor Merjosari Malang). Jurnal Teknik Industri Universitas Muhammadiyah, Vol. 1 No. 2, Maret 2006: 92-97.
Fernando, Jansen. 2017. Analisa Pengendalian Kualitas Mutu Gula Dengan
Menggunakan Metode Six Sigma Di PTPN II Pabrik Kwala Madu Stabat, Journal of Industrial and Manufacture Engineering, JIME, Vol. 1(1) Mei (2017), e-ISSN : 2549- 6336.
Nurullah, Amalia. 2016. Perbaikan Kualitas Benang 20S Dengan Menggunakan
Menggunakan Penerapan Metode Six Sigma- DMAIC Di PT. Supratex. Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Reka Integra ISSN : 2338-5081.