1 APLIKASI REGRESI SPLINE TRUNCATED PADA DAMPAK
KEBAKARAN HUTAN TERHADAP PENDERITA ISPA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2015-2020
Yustitio Mauli Putri, Haposan Sirait Program Studi S1 Statistika
Jurusan Matematika
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya, Pekanbaru 28293
yustitio.mauli2047@student.unri.ac.id
ABSTRACT
Forest fires are a crucial problem in Riau Province because they cause haze pollution that affects public activities and health. In 2019, based on data from the Health Office, victims of ARI disease have reached 281,626 people. Factors that are suspected to affect the number of people with ARI disease are nitrogen dioxide (𝑁02), sulfur dioxide (𝑆02), the number of hotspots, and the area of burnt areas. In this study, skunder data from 2015-2020 was used in 12 districts of Riau Province, by looking at the scatterplot of each variable that is suspected to be influential and does not have a certain pattern so that using the truncated spline regression method, the selection of the optimum knot point of the smallest generalized cross validation value is able to provide the best truncated spline regression model, the results of the method obtained can explain the forest fire against the large number of ARI sufferers. There are 2 variables that significantly affect the number of people with ARI, namely (𝑁02) and hotspots.
Keyword: Forest fires, scatterplots, truncated spline regression, the selection of the optimum knot point, and generalized cross validation
ABSTRAK
Kebakaran hutan merupakan permasalahan krusial di Provinsi Riau karena mengakibatkan polusi kabut asap yang mempengaruhi aktifitas dan kesehatan masyarakat. Pada tahun 2019 berdasarkan data Dinkes korban penyakit ISPA telah mencapai 281.626 jiwa. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap jumlah penderita penyakit ISPA yaitu nitrogen dioksida (𝑁02), sulfur dioksida (𝑆02), jumlah titik terbakar lahan (hotspot), dan luas area terbakar. Pada penelitian ini digunakan data skunder dari tahun 2015-2020 di 12 kabupaten Provinsi Riau, dengan melihat scatterplot dari setiap variabel yang diduga berpengaruh dan tidak memiliki pola
2 tertentu sehingga menggunakan metode regresi spline truncated, pemilihan titik knot optimum dari nilai generalized cross validation yang terkecil dapat memberikan model regresi spline truncated terbaik, hasil metode yang diperoleh dapat menjelaskan dampak kebakaran hutan terhadap banyaknya penderita ISPA. Terdapat 2 variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap banyaknya penderita ISPA yaitu 𝑁02 dan hotspot.
Kata Kunci: kebakaran hutan, scatterplot, regresi spline truncated, pemilihan titik knot optimum, dan generalized cross validation
1. PENDAHULUAN
Kebakaran hutan merupakan permasalahan krusial di Provinsi Riau yang mendapat perhatian publik dikarenakan sampai saat ini masih belum dapat diatasi dengan baik perubahan iklim pada musim kemarau mengakibatkan rawan terjadinya kebakaran disebabkan oleh aktifitas pembukaan lahan perkebunan atau pembangunan yang dilakukan secara bebas dan besar-besaran. Perubahan iklim mengakibatkan air pada lahan gambut menjadi berkurang sehingga daun, ranting, dan kayu menjadi kering hal tersebut yang menyebabkan api menjadi cepat menjalar jika terjadi kebakaran lahan (Yunvi et al., 2021).
Dampak kebakaran hutan mempengaruhi kualitas udara sehingga mengakibatkan polusi udara yang berpengaruh terhadap aktifitas dan kesehatan masyarakat khususnya gangguan saluran pernafasan (Hermawan et al., 2016). Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan infeksi yang menyerang saluran pernafasan bagian atas dan bawah penyakit ini mengakibatkan terjadinya virus, jamur dan bakteri, penyakit ISPA akan menyerang tubuh (pejamu) jika ketahanan tubuh melemah (Danusantoso, 2012). Berdasarkan data Dinkes provinsi Riau tahun 2019 dampak dari kebakaran hutan terhadap kesehatan masyarakat mengakibatkan masyarakat mengalami penyakit ISPA. Korban penyakit ISPA sudah mencapai 281.626 jiwa, angka itu dihitung berdasarkan dari jumlah kunjungan masyarakat ke sejumlah rumah sakit dan puskesmas yang terbesar di 12 Kabupaten kota di Provinsi Riau (Dinkes, 2019).
Penelitian yang membahas penyakit ISPA telah dilakukan secara parsial dalam penelitian (Sunaryanti et al., 2018), tentang hubungan antara ventilasi dan kepadatan hunian dengan penyakit ISPA. Pada penelitian (Perwitasari & Sukana, 2011), mengenai gambaran kebakaran hutan dengan kejadian penyakit peneumonia menjelaskan ternyata kebakaran hutan merusak lingkungan sehingga menyebabkan gangguan pernafasan (ISPA) pada penelitian ini metode yang digunakan adalah survey dengan menggunakan desain crossectional.
Ditinjau dari trend banyaknya penderita penyakit ISPA terdapat pola hubungan yang berubah pada tiap sub interval tertentu, sehingga penelitian ini ingin mengetahui pengaruh nitrogen dioksida (𝑁02), sulfur dioksida (𝑆02), jumlah titik terbakar
3 (hotspot), dan luas area terbakar terhadap banyaknya penderita penyakit ISPA dengan menggunakan pendekatan regresi spline truncated. Regrsi spline merupakan pendekatan nonparametrik yang dapat memodelkan hubungan antara variabel dependen dan independen dimana pendekatan ini dapat membentuk fungsi polynomial berorde 𝑚 yang memiliki sifat terpotong-potong (Wulandari et al., 2017).
2. REGRESI NONPARAMETRIK DAN REGRESI SPLINE TRUNCATED regresi merupakan salah satu teknik analisis data dalam statistika yang sering kali digunakan untuk mengetahui dua atau beberapa variabel dan untuk memperediksi suatu variabel. Fungsi regresi dapat ditaksir dengan salah satu pendekatan yaitu nonparametrik, dengan model regresi nonparametrik secara umum dirumuskan sebagai berikut (Eubank, 1999):
𝑦𝑖 = 𝑓(𝑥𝑖) + 𝜀𝑖 ; 𝑖 = 1,2,3, … , 𝑛. (1) Dimana 𝑦𝑖 menyatakan variabel dependen ke 𝑖, 𝑓(𝑥𝑖) menyatakan fungsi dari kurva regresi yang akan dihampiri, 𝑥𝑖 menyatakan varaibel independen, 𝜀𝑖 menyatakan error random yang diasumsikan berdistribusi 𝜀~𝑁(0, 𝜎2), 𝑛 menyatakan banyaknya pengamatan.
Regresi spline merupakan potongan (truncated) polynomial tersegmen yang continu, sehingga kemampuan dalam menyesuaikan lebih efektif. Secara umum fungsi regresi spline polynomial truncated berorde m didefinisikan sebagai fungsi dengan titik- titik knot, yang disajikan dalam bentuk formula sebagai berikut (Bintariningrum &
Budiantara, 2014):
𝑦𝑖= 𝛽0𝑗+ ∑ 𝛽𝑗𝑙𝑥𝑗𝑖𝑙
𝑞 𝑙=1
+ ∑ 𝛽𝑗(𝑞+𝑘)(𝑥𝑗𝑖− 𝐾𝑗𝑘)
+ 𝑟 𝑞
𝑘=1
, (2)
dimana 𝛽0𝑗 menyatakan intersep independen ke-𝑗, 𝛽𝑗𝑙 menyatakan parameter polinomial pada variabel independen ke-𝑗 dan orde ke-𝑙, 𝛽𝑗(𝑞+𝑘) menyatakan parameter truncated pada variabel independen ke-𝑗 dan titik knot ke-(𝑞 + 𝑘), sedangkan 𝐾𝑗𝑘 menyatakan nilai titik knot pada variabel independen ke-𝑗 dan titik knot ke-𝑘, 𝑟 menyatakan banyaknya titik knot, 𝑞 menyatakan orde polinomial spline truncated, dan 𝑝 menyatakan banyaknya variabel independen.
(𝑥𝑗𝑖− 𝐾𝑗𝑘)
+
𝑞 = {(𝑥𝑗𝑖− 𝐾𝑗𝑘)𝑞 , 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥𝑗𝑖 ≥ 𝐾𝑗𝑘,
0 , 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥𝑗𝑖< 𝐾𝑗𝑘. (3) Dalam membentuk estimator spline, titik knot pada regresi nonparametrik memiliki peran yang sangat penting salah satunya menggunakan Generalized Cross Validation (GCV) yang merupakan penentu model regresi nonparametrik spline terbaik dengan melihat nilai minimum yang sangat kecil (Hardle, et al., 2004). Titik knot merupakan
4 titik perpaduan bersama untuk melihat perubahan pola perilaku data (Budiantara, 2006).
Model spline akan optimal jika diperoleh dari nilai GCV terkecil, dimana GCV dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝐺𝐶𝑉(𝐾) = 𝑛−1∑𝑛𝑖=1(𝑦1− 𝑦̂𝑖)2
[𝑛−1𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒(𝐼 − 𝐴(𝐾))]2. (4)
dengan 𝑦𝑖 menyatakan variabel respon, 𝑦̂𝑖 menyatakan nilai estimasi variabel dependen, 𝑖 = 1,2, … , 𝑛 menyatakan jumlah observasi, 𝐾𝑘 menyatakan titik knot, 𝑰 menyatakan matriks identitas, dan matriks 𝑨 = 𝑿[𝑲](𝑿[𝑲]′𝑿[𝑲])−𝟏𝑿[𝑲]′. Model spline akan dikatakan model terbaik apabila memenuhi asumsi nilai 𝐺𝐶𝑉.
Pengujian signifikansi parameter model regresi spline dapat dilakukan dengan menggunakan uji parsial untuk mengetahui pengaruh masing-masing dari setiap variabel indepeden terhadap variabel dependen (Draper & Smith, 1996). Hipotesis untuk uji parsial sebagai berikut:
𝐻0 ∶ 𝛽𝑗 = 0 ; 𝑗 = 1,2, … , 𝑞 + 𝑟, 𝐻1 ∶ 𝛽𝑗 ≠ 0 ; 𝑗 = 1,2, … , 𝑞 + 𝑟.
Statistika uji yang digunakan yaitu:
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝛽̂𝑗
𝑠𝑒 (𝛽̂𝑗), (5)
Keputusan: tolak 𝐻0 jika |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔| ≥ 𝑡𝑎
2,(𝑛−𝑘) atau 𝑝𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 < 𝛼.
Setelah memperoleh model terbaik dari regresi spline, maka dilakukan pemeriksaan asumsi residual, untuk mengetahui residual yang dihasilkan memenuhi kriteria asumsi identik dan berdistribusi normal (Gujarati & Porter, 2011). Asumsi identik akan terpenuhi jika varians antar residual homogen dan tidak terjadi heterokedastisitas, salah satu cara untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas adalah menngunakan uji Glejser.
Hipotesis untuk uji asumsi residual identik sebagai berikut:
𝐻0 ∶ 𝜎12 = 𝜎22 = ⋯ = 𝜎𝑛2 = 𝜎2 𝐻1 ∶ 𝜎𝑖2 ≠ 𝜎𝑛2 ≠ 𝜎2 ; 𝑖 = 1,2, … , 𝑛 statistik uji yang digunakan:
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔= [∑𝑛𝑖=1(|𝑒̂𝑖| − |𝑒̅𝑖|)2]/(𝑞 + 𝑟) − 1
[∑𝑛𝑖=1(|𝑒𝑖|− |𝑒̂𝑖|)2]/𝑛 − (𝑞 + 𝑟). (6) Keputusan: tolak 𝐻0 jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹(𝑎;(𝑞+𝑟)−1,𝑛−(𝑞+𝑟) atau 𝑝𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 < 𝑎.
Pengujian asumsi residual normal, menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk mengetahui apakah residual dari model regresi telah berdistribusi normal atau tidak normal dengan mean 0 dan varians 𝜎2 (Daniel, 1989). Hipotesis
5 untuk uji asumsi normal adalah sebagai berikut:
𝐻0 ∶ 𝐹(𝑥) = 𝐹0(𝑥) 𝐻1 ∶ 𝐹(𝑥) ≠ 𝐹0(𝑥) statistik uji yang digunakan:
𝐷 = 𝑚𝑎𝑘𝑠|𝐹0(𝑥) − 𝑆𝑁(𝑥)|. (7)
Keputusan: tolak 𝐻0 jika |𝐷| > 𝑞(1−𝑎) atau 𝑝𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 < 𝑎.
3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data banyaknya penderita penyakit ISPA, 𝑁02, 𝑆02, hotspot, dan luas area terbakar di Provinsi Riau pada tahun 2015-2020 yang diperoleh dari ILHK, BPBD, dan Dinkes. Adapun tahap-tahap yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengumpulkan data yang digunakan untuk penelitian ini.
2. Membuat deskripsi masing-masing variabel untuk karakteristik dari setiap kabupaten di Provinsi Riau.
3. Memvisualisasi data menggunakan scatter plot untuk setiap variabel dependen terhadap dependen.
4. Mengolah data dengan menggunakan metode regresi spline truncated.
5. Memilih titik knot optimal berdasarkan nilai GCV yang paling minimum.
6. Menguji signifikansi parameter.
7. Menguji asumsi residual.
8. Menarik kesimpulan dan saran.
4. APLIKASI REGRESI SPLINE TRUNCATED PADA DAMPAK KEBAKARAN HUTAN TERHADAP PENDERITA ISPA DI PROVINSI
RIAU TAHUN 2015-2020
Scatterplot antara penderita penyakit ISPA dengan indeks standar pencemaran udara yaitu 𝑁02 ditunjukkan pada gambar 1.
6 Gambar 1. Scatterplot penderita ISPA terhadap 𝑁02
Scatterplot antara penderita penyakit ISPA dengan indeks standar pencemaran udara yaitu 𝑁02 menunjukkan bahwa tidak terdapat bentuk pola tertentu, hal ini dapat dilihat dari sebaran plot pada gambar 1 yang menyebar, maka 𝑁02 merupakan komponen nonparametrik.
Scatterplot antara penderita penyakit ISPA dengan indeks standar pencemaran udara yaitu 𝑆02 ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Scatterplot penderita ISPA terhadap 𝑆02
Scatterplot antara penderita penyakit ISPA dengan indeks standar pencemaran udara yaitu 𝑆02 menunjukkan bahwa tidak terdapat bentuk pola tertentu, hal ini dapat dilihat dari sebaran plot pada gambar 2 yang menyebar, maka 𝑆02 merupakan komponen nonparametrik.
Scatterplot antara penderita penyakit ISPA dengan banyaknya hotspot ditunjukkan pada gambar 3.
60 50
40 30
20 10
140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
X1(NO2)
Y(ISPA)
Scatterplot of Y(ISPA) vs X1(NO2)
60 50
40 30
20 10
140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
X2(SO2)
Y(ISPA)
Scatterplot of Y(ISPA) vs X2(SO2)
7 Gambar 3. Scatterplot penderita ISPA terhadap hotspot
Scatterplot antara penderita penyakit ISPA dengan hotspot menunjukkan bahwa tidak terdapat bentuk pola tertentu, hal ini dapat dilihat dari sebaran plot pada gambar 3 yang menyebar, maka variabel hotspot merupakan komponen nonparametrik.
Scatterplot antara penderita penyakit ISPA dengan luas lahan terbakar ditunjukkan pada gambar 4.
Gambar 4. Scatterplot penderita ISPA terhadap luas lahan
Scatterplot antara penderita penyakit ISPA dengan luas lahan terbakar menunjukkan bahwa tidak terdapat bentuk pola tertentu, hal ini dapat dilihat dari sebaran plot pada gambar 4 yang menyebar, maka variabel luas lahan terbakar merupakan komponen nonparametrik. Setelah mengetahui hubungan variabel independen dengan dependen maka dilakukan pemodealan dengan mencari titik knot optimum.
Pemilihan titik knot optimum yang dilakukan pada variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap banyaknya penderita ISPA dengan menggunakan nilai minimum dari GCV. Titik knot optimum menggunakan 1,2,3, dan kombinasi. Titik knot dengan nilai paling minimum adalah titik knot kombinasi. Dari persamaan (4) diperolehlah hasil
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
X3(Hotspot)
Y(ISPA)
Scatterplot of Y(ISPA) vs X3(Hotspot)
2000 1500
1000 500
0 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
X4(LUAS)
Y(ISPA)
Scatterplot of Y(ISPA) vs X4(LUAS)
8 dengan menggunakan software R yang disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Pemilihan titik Knot optimum Jumlah
titik Knot GCV Titik Knot Jumlah
Parameter
𝑥1 𝑥2 𝑥3 𝑥4
1 410974178 19.37 15.55 6 12.70 9
2 430067882 21.60 15.55 6 12.70
21.72 15.60 69 75.00 13
3 440101836
19.37 15.55 6 75.00
17
20.20 15.60 7 71.85
20.70 24.65 69 76.25
Kombinasi
(2,3,2,3) 410974177
21.60 15.55 6 12.70
15
21.72 15.60 69 75.00
24.65 76.25
Berdasarkan tabel 1 nilai GCV yang paling minimum adalah 410974177 yang berada pada titik knot kombinasi, setelah memperoleh model spline terbaik maka dilakukan pengujian parameter.
Uji parameter bertujuan untuk mengetahui variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap banyaknya penderita ISPA di Provinsi Riau pada tahun 2015-2020.
Uji parsial dilakukan secara individu untuk menguji estimasi parameter model dengan 𝛼 = 0.05. berikut hasil untuk model spline bedasarkan pada persamaan (5) dengan menggunakan software R seperti pada tabel 2.
Tabel 2. Pengujian parameter parsial
Variabel Parameter Estimator 𝑝_𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 Kriterian
Constant 𝛽0 -20.56 0.8346 Tidak sign
𝑥1
𝛽1 54.05 0.0277 Signifikan
𝛽2 -19.42 0.0243 Signifikan
𝛽3 18.88 0.0259 Signifikan
𝑥2
𝛽4 56.50 0.8935 Tidak sign
𝛽5 31.02 0.5431 Tidak sign
𝛽6 -32.01 0.4900 Tidak sign
𝛽7 12.72 0.3418 Tidak sign
𝑥3
𝛽8 -32.44 0.0904 Tidak sign
𝛽9 35.14 0.0750 Tidak sign
𝛽10 -32.23 0.0272 Signifikan
𝑥4 𝛽11 14.67 0.2914 Tidak sign
9
𝛽12 -17.73 0.2613 Tidak sign
𝛽13 11.41 0.1754 Tidak sign
𝛽14 -11.12 0.1752 Tidak sign
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa 14 parameter pada model regresi spline kombinasi, terdapat 4 parameter yang signifikan karena 𝑝_𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 < 𝛼. Variabel yang signifikan terhadap banyaknya penderita ISPA adalah 𝑁02 dan hotspot.
Selanjutnya dilakukan pengujian asumsi residuan bertujuan untuk mengetahui kelayakan model regresi spline,uji asumsi identik menggunakan uji Glejser seperti pada persamaan (6). Asumsi identik akan terpenuhi jika varians antar residual homogen dan tidak terjadi heterokedastisitas. Berikut disajikan hasil pengujian asumsi identik pada tabel 3.
Tabel 3. Uji Glejser model regresi spline kombinasi
Statistik 𝑝_𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 Parameter
35.7 0.151 15
Menentukan daerah penolakan dengan dasar pengambilan keputusan yaitu sebagai berikut.
Hipotesis:
𝐻0 ∶ Menyatakan asumsi indentik tidak terpenuhi, 𝐻1 ∶Menyatakan asumsi indentik terpenuhi.
Keputusan: tolak 𝐻0 jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹(𝑎;(𝑞+𝑟)−1,𝑛−(𝑞+𝑟) atau 𝑝𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 < 𝑎(0.05).
Berdasarkan hasil tabel 3 diperolehlah nilai 𝑝𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 < 𝛼 dimana 𝑝𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 = 0.151 dapat disimpulkan bahwa model regresi terpenuhi.
Pengujian asumsi residual normal dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorv-Smirnov seperti pada persamaan (7). Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi telah memenuhi asumsi normal., hasilnya disajikan pada tabel ntuk memperjelas gambaran peramalan dengan 4.
Tabel 4. Pengujian asumsi normal
D 𝑝_𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒
0.48611 4.441
Menentukan daerah penolakan dengan dasar pengambilan keputusan yaitu sebagai berikut.
Hipotesis:
𝐻0 ∶ Menyatakan data tidak mengikuti distribusi normal, 𝐻1 ∶ Menyatakan data mengikuti distribusi normal.
Keputusan: tolak 𝐻0 jika 𝑝𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 < 𝑎(0.05).
Berdasarkan hasil tabel 4 diperolehlah nilai 𝑝𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 > 𝛼 dimana 𝑝𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 = 4.441 dapat
10 disimpulkan bahwa model regresi mengikuti distribusi normal.
Model regresi spline terbaik berdasarkan pada persamaan (2) menggunakan kombinasi knot (3,2,3,2) adalah sebagai berikut:
𝑦̂ = -20.56+54.05𝑥1+19.42(𝑥1− 21.60)+1 +18.88(𝑥1− 21.72)+1 + 56.50𝑥2 + 31.02(𝑥2 − 15.55)+1-32.01(𝑥2 − 15.60)+1 +12.72(𝑥2− 24.65)+1 −32.44 𝑥3 +35.14(𝑥3− 6)1++ 32.23(𝑥3 − 69)1++14.67𝑥4− 17.73(𝑥4− 12 .70)+1 +11.41(𝑥4− 75.00)1+− 11.12(𝑥4− 76.25)+1.
Interpretasi model regresi noparametrik spline truncated dengan titik knot kombinasi sebagai berikut,
1. Pengaruh 𝑵𝟎𝟐 (𝒙𝟏) terhadap penderita penyakit ISPA (𝒚) sebagai berikut:
𝑦 =54.05𝑥1+ 19.42(𝑥1− 21.60)+1 +18.88(𝑥1− 21.72)+1, (8)
Model persamaan (8) dapat ditulis fungsi, sebagai berikut:
𝑦 = {
54.05𝑥1 ; 𝑥1 < 21.60, 73.47𝑥1− 419.472 ; 21.60 ≤ 𝑥1 < 21.72, 92.35𝑥1− 829.5456 ; 𝑥1 ≥ 21.72.
Berdasarkan model persamaan (8) menjelaskan apabila kondisi nilai dari 𝑁02 (𝑥1) kecil dari 21.60 persen maka setiap kenaikan 1 satuan akan mengakibatkan kenaikan penderita penyakit ISPA sebesar 54.05 persen. Apabila nilai 𝑁02 berada di antara 21.60 sampai 21.72 persen maka setiap kenaikan 1 satuan akan mengakibatkan kenaikan penderita penyakit ISPA sebesar 73.47 persen. Apabila nilai 𝑁02 lebih besar sama dengan 21.72 persen maka setiap kenaikan 1 satuan mengakibatkan kenaikan penderita penyakit ISPA sebesar 92.35 persen. Grafik truncated antara banyak penderita penyakit ISPA dengan 𝑁02 ditunjukkan pada gambar 5.
Gambar 5. Grafik truncated penderita ISPA terhadap 𝑁02
11 2. Pengaruh 𝑆02 (𝑥2) terhadap penderita penyakit ISPA (𝑦) sebagai berikut:
𝑦 =56.50𝑥2+31.02(𝑥2 − 15.55)+1− 32.01(𝑥2− 15.60)1+ +12.72(𝑥2 − 24.65)+1,
(9) Model persamaan (9) dapat ditulis fungsi sebagai berikut:
𝑦 = {
56.50𝑥2 ; 𝑥2< 15.55, 87.52𝑥2− 482.361 ; 15.55 ≤ 𝑥2< 15.60, 55.51𝑥2− 499.512 ; 15.60 ≤ 𝑥2< 24.65, 68.23𝑥2− 313.548 ; 𝑥2≥ 24.65.
Berdasarkan model persamaan (9) menjelaskan apabila kondisi nilai dari 𝑆02 (𝑥2) kecil dari 15.55 persen maka setiap kenaikan 1 satuan akan mengakibatkan kenaikan penderita penyakit ISPA sebesar 56.50 persen. Apabila nilai 𝑆02 berada di antara 15.55 sampai 15.60 persen maka setiap kenaikan 1 satuan akan mengakibatkan kenaikan penderita penyakit ISPA sebesar 87.52 persen. Apabila nilai 𝑆02 berada diantara 15.60 sampai 24.64 persen maka setiap kenaikan 1 satuan akan mengakibatkan kenaikan penderita penyakit ISPA sebesar 55.51. Apabila 𝑆02 lebih besar sama dengan 24.65 persen maka setiap kenaikan 1 satuan mengakibatkan kenaikan penderita penyakit ISPA sebesar 68.23 persen. Grafik truncated antara banyaknya penderita penyakit ISPA dengan 𝑆02 ditunjukkan pada gambar 6.
Gambar 6. Grafik truncated penderita ISPA terhadap 𝑆02
3. Pengaruh hotspot (𝑥3) terhadap penderita penyakit ISPA (𝑦) sebagai berikut:
𝑦 = −32.44𝑥3+35.14(𝑥3− 6)+1+ 32.23(𝑥3− 69)+1, Model persamaan (10) dapat ditulis fungsi sebagai berikut:
(10)
𝑦 = {
−32.44𝑥3 ; 𝑥3 < 6, 2.7𝑥3− 210.84 ; 6 ≤ 𝑥3 < 69,
34.93𝑥3− 2013.03 ; 𝑥3 ≥ 69.
12 Berdasarkan model persamaan (10) menjelaskan apabila kondisi nilai dari hotspot (𝑥3) kecil dari 6 persen maka setiap kenaikan 1 satuan akan mengakibatkan penurunan penderita penyakit ISPA sebesar 32.44 persen. Apabila nilai hotspot berada di antara 6 sampai 69 persen maka setiap kenaikan 1 satuan akan mengakibatkan kenaikan penderita penyakit ISPA sebesar 2.7 persen. Apabila nilai hotspot lebih besar sama dengan 69 persen maka setiap kenaikan 1 satuan mengakibatkan kenaikan penderita penyakit ISPA sebesar 34.93 persen. Grafik truncated antara banyaknya penderita penyakit ISPA dengan hotspot ditunjukkan pada gambar 7.
Gambar 7 Grafik truncated penderita ISPA terhadap hotspot
4. Pengaruh luas lahan (𝑥4) terhadap penderita penyakit ISPA (𝑦) sebagai berikut:
𝑦 =14.67𝑥4− 17.73(𝑥4 − 12.70)+1 +11.41(𝑥4− 75.00)1+− 11.12(𝑥4 − 76.25)+1,
Model persamaan (11) dapat ditulis fungsi sebagai berikut:
(11)
𝑦 = {
14.67𝑥4 ; 𝑥4 < 12.70,
−3.06𝑥4+ 225.171 ; 12.70 ≤ 𝑥4 < 75.00, 8.35𝑥4− 855.75 ; 75.00 ≤ 𝑥4 < 76.25,
−2.77𝑥4− 847.9 ; 𝑥4 ≥ 76.25.
Berdasarkan model persamaan (11) menjelaskan apabila kondisi nilai dari luas lahan (𝑥4) kecil dari 12.70 persen maka setiap kenaikan 1 satuan akan mengakibatkan kenaikan penderita penyakit ISPA sebesar 14.67 persen. Apabila nilai luas lahan berada di antara 12.70 sampai 75.00 persen maka setiap kenaikan 1 satuan akan mengakibatkan penurunan penderita penyakit ISPA sebesar 3.06 persen. Apabila nilai luas lahan berada diantara 75.00 sampai 76.25 persen maka setiap kenaikan 1 satuan akan mengakibatkan kenaikan penderita penyakit ISPA sebesar 8.35. Apabila luas lahan lebih besar sama dengan 76.25 persen maka setiap kenaikan 1 satuan mengakibatkan penurunan penderita penyakit ISPA sebesar 2.77 persen. Grafik truncated antara banyaknya
13 penderita penyakit ISPA dengan laus arean terbakar pada gambar 8.
Gambar 8. Grafik truncated penderita ISPA terhadap luas area terbakar 5. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dari empat variabel yang telah di uji terdapat 2 variabel yang signifikan terhadap penderita penyakit ISPA di Provinsi Riau yaitu indeks standar pencemaran udara 𝑁02 dan hotspot banyaknya titik api, karena titik api dapat mempengaruhi kondisi dan lingkungan kualitas udara dari setiap kabupaten, serta jika di tinjau dari kepadatan penduduk dan ekonomi akan memberi pengaruh terhadap banyaknya penderita ISPA, sedangkan untuk mendapatkan model regresi nonparametrik spline truncated terbaik menggunakan titik knot kombinasi dengan nilai GCV yang paling minimum.
DAFTAR PUSTAKA
Bintariningrum, F. M., & Budiantara, N. I. (2014). Pemodelan regresi nonparametrik spline truncated dan aplikasinya pada angka kelahiran kasar di Surabaya. Jurnal Sains Dan Seni POMITS, 3(1), 7-12.
Budiantara, I. (2006), Model spline dengan knot optimal. Jurnal Ilmu Dasar; FMIPA, Universitas Jember, 7(2), 77-85.
Danusantoso, H. (2012). Ilmu penyakit paru. (2nd ed.). Jakarta:Erlangga.
Daniel, W. W. (1989). Applied nonparametric statistics. New York: Jhon Wiley.
Dani R. T. A., Adrianingsih, N. Y., & Ainurrochmah, A. (2020). Pengujian hipotesis simultan model regresi nonparametrik spline truncated dalam pemodelan kasus ekonomi. Jambura Journal of Probability and Statistics, 1(2), 98-106.
14 Dinas Kesehatan Riau. (2019). Data kebakaran Riau. Pekanbaru: Dinas Kesehatan.
Draper, N. R., & Smith, H. (1996). Applied regression analysis, (2nd ed.). New York:
Jhon Wiley & Sons.
Eubank, R.L. (1999). Nonparametric regression and spline smoothing (2nd ed.). New York: Marcel Dekker Inc.
Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2011). Principles of econometrics (5th ed.). Jakarta:
Salemba empat.
Hardle, W., Marlene, M., Stefan, S., & Axel W. (2004). Nonparametric and semiparametric models. Berlin: Springer.
Hermawan, A., Hananto, M., & Lasut, D. (2016). Increasing air pollution index and respiratory problems in pekanbaru pada tahun 2015. Ekologi Kesehatan, 15(2), 76–
86.
Nurcahayani, H., Budiantara, I. N., & Zain, I. (2019). Nonparametric truncated spline regression on modelling mean years schooling of regencies in Java. AIP Conference Proceedings, 2194(1), 1–8.
Perwitasari, D., & Sukana, B. (2011). Gambaran kebakaran hutan dengan kejadian penyakit ISPA dan pneumonia di Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi 2008.
Ekologi Kesehatan, 11(2), 148–158.
Sunaryanti, H. S. S., Iswahyuni, S., & Herbasuki. (2018). Hubungan antara ventilasi dan kepadatan hunian dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. Journal of Health Research, 2(2), 54–62.
Wulandari, H., Kurnia, A., Sumantri, B., Kusumaningrum, D., & Waryanto, B. (2017).
Penerapan analisis regresi spline untuk menduga harga cabai di jakarta. Indonesian Journal of Statistics and Its Applications. 1(1), 1–12.
Yunvi, E. S., Chandra, I., & Salam, R. A. (2021). Analisis potensi kebakaran hutan menggunakan data titik panas dan cuaca untuk pemasangan alat kualitas udara di Provinsi Riau. Proceeding of Engineering, 8(2), 1798–1805.