• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran konsentrasi gas etilen produksi buah apel selama masa pematangan menggunakan detektor fotoakustik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengukuran konsentrasi gas etilen produksi buah apel selama masa pematangan menggunakan detektor fotoakustik."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PRODUKSI BUAH APEL SELAMA MASA PEMATANGAN

MENGGUNAKAN DETEKTOR FOTOAKUSTIK

Oleh : Willy Mulyati Jelly

NIM : 091424042

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh buah Apel Malang dengan menggunakan detektor fotoakustik. Detektor fotoakustik bekerja dengan prinsip serapan cahaya. Sumber cahaya yang

digunakan dalam penelitian adalah laser CO2. Pengukuran konsentrasi dilakukan

selama 4 hari berturut-turut.

Pengukuran dilakukan dengan menscan daya laser dan sinyal fotoakustik pada posisi steppermotor 8400 hingga 9400. Konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh buah Apel mengalami peningkatan sebanding dengan semakin

(2)

ABSTRACT

THE MEASURING OF ETHYLENE CONCENTRATION

OF APPLE PRODUCTION DURING RIPENING USING PHOTOACOUSTIC DETECTOR

By :

Willy Mulyati Jelly NIM : 091424042

The aim of this research is to measure the concentration of ethylene produced by Malang’s apple using photoacoustic detector. Photoacoustic detector

uses the principle of light absorption. CO2 laser was used as the light source of the

detector. Concentration measurements carried out during 4 days succesively. Measurements were made by scanning the laser power and the

photoacoustic signal at steppermotor position 8400 to 9400. Concentration of ethylene produced by apple fruit has increased in proportion to the ripening of the

(3)

i

PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN

PRODUKSI BUAH APEL SELAMA MASA PEMATANGAN

MENGGUNAKAN DETEKTOR FOTOAKUSTIK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Willy Mulyati Jelly NIM : 091424042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

THE MEASURING OF ETHYLENE CONCENTRATION

OF APPLE PRODUCTION DURING RIPENING

USING PHOTOACOUSTIC DETECTOR

A Thesis

Presented as Partial Fulfilment of the Requirements To Obstain Sarjana Pendidikan (S.Pd) Degree

In Physics Education Study Program

Willy Mulyati Jelly NIM : 091424042

PHYSICS EDUCATION STUDY PROGRAM

DEPARTMENT OF MATHEMATICS AND SCIENCE EDUCATION FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

v

Karya Ilmiah ini saya persembahkan kepada :

My Mighty Lord Jesus Christ

My Beloved Parent

My Younger B

rother and Sister

And All My Best Friends.

(8)
(9)
(10)

viii

ABSTRAK

PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN PRODUKSI BUAH APEL SELAMA MASA PEMATANGAN

MENGGUNAKAN DETEKTOR FOTOAKUSTIK

Oleh : Willy Mulyati Jelly

NIM : 091424042

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh buah Apel Malang dengan menggunakan detektor fotoakustik. Detektor fotoakustik bekerja dengan prinsip serapan cahaya. Sumber cahaya yang

digunakan dalam penelitian adalah laser CO2. Pengukuran konsentrasi dilakukan

selama 4 hari berturut-turut.

Pengukuran dilakukan dengan menscan daya laser dan sinyal fotoakustik pada posisi steppermotor 8400 hingga 9400. Konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh buah Apel mengalami peningkatan sebanding dengan semakin

(11)

ABSTRACT

THE MEASURING OF ETHYLENE CONCENTRATION OF APPLE PRODUCTION DURING RIPENING

USING PHOTOACOUSTIC DETECTOR

By :

Willy Mulyati Jelly NIM : 091424042

The aim of this research is to measure the concentration of ethylene

produced by Malang’s apple using photoacoustic detector. Photoacoustic detector uses the principle of light absorption. CO2 laser was used as the light source of the

detector. Concentration measurements carried out during 4 days succesively. Measurements were made by scanning the laser power and the photoacoustic signal at steppermotor position 8400 to 9400. Concentration of

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan

judul “PENGUKURAN PERUBAHAN KONSENTRASI GAS ETILEN

PRODUKSI BUAH APEL SELAMA MASA PEMATANGAN

MENGGUNAKAN DETEKTOR FOTOAKUSTIK” ini ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Rohandi, P.hD. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Dr. Ign. Edi Santosa, M.S. selaku dosen pembimbing, dosen penguji serta Ketua Program Studi Pendidikan Fisika yang dengan penuh kesabaran telah membimbing, membantu dan meluangkan waktunya kepada penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Ibu Dwi Nugraheni Rositawati, M.Si. selaku dosen penguji serta

dosen pembimbing akademik atas segala nasihat, bantuan dan dukungannya selama ini kepada penulis.

4. Bapak Drs. Domi Severinus, M.Si. selaku dosen penguji.

5. Seluruh dosen di Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Bapak Wilmus Syaiful dan Ibu Jelina selaku orang tua penulis, saudaraku Billy Ponten dan Riska, kekasih dan sahabatku Yeri Lona dan seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa.

(13)

8. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Pendidikan Fisika angkatan 2009 baik yang telah lulus maupun yang masih berjuang di Sanata Dharma.

9. Teman-teman seperjuangan skripsi, Osri, Hari, Dian, Agus, Nino dan Sherly atas masukan, hiburan dan dukungannya kepada penulis. 10.Sahabat-sahabat terkasih, Gloria Octaviana Pasaribu, Martina Tania

Norika, Yohanes Egidius Gracia Poleng, Audra Febriandini Logho, Laras Nandya, Janulius.

11.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Namun, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 20 Agustus 2014

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJAN PEMBIMBING iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

HALAMAN PERSEMBAHAN v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

KATA PENGANTAR x

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 4

C. Batasan Masalah 5

D. Tujuan Penelitian 5

E. Manfaat Penelitian 5

(15)

BAB II DASAR TEORI 7

A. Gas Etilen 7

B. Teori Atom 8

C. Teori Molekul 12

D. Spektrokopi Fotoakustik 13

E. Laser CO2 14

F. Detektor Fotoakustik 15

BAB III METODE PENELITIAN 18

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 18

B. Alat dan Bahan Penelitian 18

C. Prosedur Penelitian 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25

A. Hasil 25

B. Pembahasan 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 39

A. Kesimpulan 39

B. Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 41

LAMPIRAN 42

I. Pengenceran Gas Etilen 43

II. Perhitungan Ralat Konsentrasi Etilen 44

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tabel daya laser, sinyal fotoakustik, dan sinyal ternormalisir

terhadap posisi steppermotor untuk udara yang dicampur dengan gas

etilen 0,579 ppm (kalibrasi). 32

Tabel 4.2 Tabel daya laser, sinyal fotoakustik, dan sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor untuk udara yang dialirkan ke dalam sel

fotoakustik 32

Tabel 4.3 Tabel daya laser, sinyal fotoakustik, dan sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor untuk udara yang dialirkan melalui cuvet

berisi buah apel ke dalam sel fotoakustik 33

Tabel 4.4 Konsentrasi etilen hasil produksi buah Apel Malang dari tanggal

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Atom Bohr 9

Gambar 2.2 (a) Eksitasi dan (b) Deeksitasi 11

Gambar 2.3 Tingkat energi pada molekul 13

Gambar 2.4 Detektor Fotoakustik 15

Gambar 3.1 Detektor Fotoakustik yang digunakan dalam penelitian 18 Gambar 3.2 Laser yang digunakan dalam detector fotoakustik 19

Gambar 3.3 Rangkaian alat untuk mencari sinyal ternormalisir dari

gas etilen murni (kalibrasi) 21

Gambar 3.4 Rangkaian alat untuk mencari sinyal ternormalisir dari udara/

gas pembawa (sinyal latar) 22

Gambar 3.5 Rangkaian alat untuk mencari sinyal ternormalisir dari gas

etilen yang dihasilkan oleh buah apel 24

Gambar 4.1 Grafik daya laser terhadap posisi steppermotor dari gas

etilen 0,579 ppm hasil scan pertama 26

Gambar 4.2 Grafik daya laser terhadap posisi steppermotor dari etilen

0,579 ppm hasil scan kedua 26

Gambar 4.3 Grafik sinyal fotoakustik terhadap posisi steppermotor dari

etilen 0,579 ppm hasil scan kedua 29

Gambar 4.4 Grafik sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor

dari etilen 0,578 ppm 30

Gambar 4.5 Grafik konsentrasi gas etilen yang diproduksi oleh sampel

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bidang fisika sangat erat hubungannya dengan penelitian dan

eksperimen. Untuk melakukan eksperimen dibutuhkan pengukuran. Ada 2 hal yang penting dalam pengukuran yaitu input dan output. Input dibedakan

menjadi input yang diinginkan, input pengubah dan input pengganggu, sedangkan output dibedakan menjadi output yang diinginkan, output pengubah dan output pengganggu (Doebelin, 2004).

Pengukuran membutuhkan alat ukur. Alat ukur yang baik harus memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain: sensitif, selektif, tidak

mengganggu sampel dan memiliki waktu tanggap yang cepat. Sensitif artinya alat ukur tersebut mampu mengukur perubahan input yang kecil dalam pengukuran. Selektif artinya alat ukur tersebut mampu memilah input yang

ada sesuai dengan kebutuhan pengukuran. Tidak mengganggu sampel artinya alat ukur tersebut tidak mengubah sampel pada waktu pengukuran dan

memiliki waktu tanggap yang cepat artinya hasil pengukuran bisa langsung didapatkan segera setelah input diukur.

Ada berbagai macam alat ukur berdasarkan fungsinya seperti alat ukur

panjang, alat ukur massa, alat ukur waktu, alat ukur bunyi, alat ukur konsentrasi gas dan lain-lain. Pemilihan alat ukur yang tepat akan

(19)

Pengukuran konsentrasi gas biasanya dimanfaatkan dalam proses ekspor dan impor buah-buahan. Buah-buahan saat diambil dari produsen

umumnya masih dalam keadaan mentah. Buah-buahan yang disimpan pada lingkungan dengan suhu kamar dengan gas oksigen normal akan mengalami

proses pematangan. Dalam proses pematangan, buah-buahan akan menghasilkan gas-gas tertentu, salah satunya adalah gas etilen. Gas etilen diproduksi buah setiap waktu selama proses pematangan. Emisi etilen

merupakan tanda matangnya buah (Santosa, 2008), selain itu etilen juga berfungsi sebagai pemicu matangnya buah. Buah yang disimpan dalam

ruangan dengan kandungan etilen akan lebih cepat matang dibanding buah yang disimpan dalam udara normal. Konsentrasi etilen yang dihasilkan oleh buah-buahan biasanya sangat rendah yaitu dalam orde ppm hingga ppb.

Teknik yang selama ini biasa digunakan dalam mengukur konsentrasi gas adalah teknik Gas Chromatography (GC), teknik ini juga biasa digunakan

untuk pengukuran dalam bidang kimia organik, ilmu medis dan lingkungan. GC memiliki waktu tanggap yang relatif lambat selain itu teknik ini kurang sensitif untuk melakukan pengukuran konsentrasi gas dari buah yang

konsentrasinya sangat kecil. Untuk mengukur konsentrasi etilen dari buah dengan GC, maka gas etilen tersebut harus dikumpulkan terlebih dahulu agar

konsentrasi etilen cukup besar untuk dapat diukur. Pengumpulan gas etilen tersebut mengakibatkan medium sampel yaitu konsentrasi gas penyimpanan sampel tersebut berubah. Hal ini akan mengakibatkan perubahan nilai besaran

(20)

kandungan etilen akan lebih cepat matang dibandingkan buah yang disimpan pada udara normal, sehingga kondisi buah berubah. Hal ini menyebabkan GC

kurang baik digunakan untuk mengukur konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah.

Alat ukur konsentrasi gas lain yang dapat digunakan yaitu Detektor Fotoakutik. Detektor Fotoakustik mampu mengukur lebih dari satu macam gas secara serempak dengan selektivitas yang tinggi, memiliki waktu tanggap

yang relatif cepat sehingga dapat digunakan secara online, dan memiliki sensitivitas yang tinggi hingga bisa mengukur konsentrasi dalam orde ppb

(Santosa, 2008).

Detektor Fotoakustik bekerja dengan prinsip serapan cahaya. Detektor Fotoakustik memiliki tiga komponen penting yaitu laser, sel fotoakustik dan

mikrofon. Laser digunakan sebagai sumber cahaya karena memiliki intensitas spektral yang tinggi dan dapat ditala. Sel fotoakustik merupakan tempat

terjadinya konversi cahaya laser menjadi sinyal akustik. Mikrofon digunakan untuk menangkap sinyal akustik yang kemudian dikirim ke PC untuk diolah dan hasilnya digunakan untuk mengukur konsentrasi etilen dari sampel.

Detektor fotoakustik dengan laser CO2 dapat digunakan untuk

mengukur konsentrasi gas etilen tanpa mengubah sampel dan lingkungan

(21)

merupakan alat yang cocok untuk mengukur konsentrasi gas etilen yang dihasilkan buah selama proses pematangan.

Penelitian untuk melihat konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh buah Apel dalam proses pematangannya harus dilakukan menggunakan

sampel buah Apel yang sama selama pengukuran. Buah Apel yang menjadi sampel harus disimpan dalam ruang terbuka dengan suhu normal, tidak boleh disimpan dalam pendingin ataupun dalam ruang tertutup agar tidak mengubah

produksi etilen yang dihasilkan sampel. Pengukuran konsentrasi etilen yang diproduksi oleh buah Apel diukur menggunakan detektor fotoakustik berbasis

CO2 secara real-time sehingga hasil pengukuran bisa didapatkan pada saat itu

juga. Pengukuran dilakukan setiap hari selama beberapa hari diwaktu yang relatif sama.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang didapatkan beberapa rumusan masalah seperti:

1. Bagaimana mengukur konsentrasi gas etilen dari buah apel

menggunakan Detektor Fotoakustik?

2. Bagaimana konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh buah Apel

(22)

C. Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka dalam pengukuran

dilakukan pembatasan sebagai berikut:

1. Pengukuran dilakukan selama beberapa hari dengan sampel Buah

Apel jenis Apel Malang.

2. Sampel yang digunakan adalah buah yang sama selama pengukuran dan dalam kondisi utuh, tidak memar, tidak terluka atau terpotong.

3. Buah harus disimpan pada suhu normal dalam ruang terbuka, tidak boleh disimpan didalam wadah tertutup maupun dalam kulkas.

D. Tujuan Penelitian

Mengukur konsentrasi gas etilen yang dihasilkan oleh sampel buah Apel

dalam proses pematangan buah dengan menggunakan Detektor Fotoakustik selama beberapa hari untuk melihat perubahan konsentrasi gas etilen yang

diproduksi buah Apel/sampel.

E. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang Detektor Fotoakutik dan penggunaannya dalam mengukur konsentrasi gas.

(23)

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan ditulis dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Dasar Teori

Bab ini menguraikan tentang dasar teori yang berhubungan dengan penelitian seperti teori tentang etilen, teori atom, teori molekul,

spektrokopi fotoakustik, laser CO2 dan detektor fotoakustik.

BAB III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan tentang waktu penelitian, tempat penelitian,

alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian dan prosedur penelitian.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi hasil dan pembahasan dari eksperimen yang dilakukan.

BAB V Kesimpulan dan Saran

(24)

7

BAB II

DASAR TEORI

A. Gas Etilen

Etilen (C2H4) merupakan hormon pertumbuhan yang biasanya dihasilkan

oleh tumbuhan. Pada tumbuhan, etilen biasa ditemukan dalam fase gas, sehingga sering disebut gas etilen. Gas etilen tidak berwarna dan berbau. Gas etilen berperan dalam proses pematangan buah. Selain itu etilen juga

berfungsi untuk mengatur pemekaran bunga, pengguguran daun dan juga dalam pekecambahan benih (Salisbury&Ross,1995: 81-84).

Biosintesis etilen membutuhkan bantuan gas oksigen (Salisbury&Ross, 1995:79). Karena itu oksigen merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi produksi etilen. Faktor yang mempengaruhi lainnya adalah suhu. Suhu yang terlalu rendah, di bawah suhu normal (20˚C - 35˚C) akan

menekan produksi etilen oleh buah, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat

merusak jaringan buah sehingga etilen tidak bisa diproduksi.

Gas etilen banyak dimanfaatkan dalam proses ekspor dan impor buah.

Umumnya, buah dipetik saat masih belum matang, untuk mempercepat pematangan, buah diberi etilen atau disimpan di ruangan dengan gas etilen untuk mempercepat proses pematangan. Sebaliknya, buah yang telah matang

(25)

dihasilkan oleh buah-buahan biasanya sangat rendah yaitu dalam ppm hingga ppb.

B. Teori Atom

Sejak zaman Yunani kuno teori tentang atom telah dicetuskan. Atom dianggap sebagai komponen terkecil dari materi yang tidak dapat dibagi lagi. Nama atom berasal dari bahasa Yunani (atomos) yang artinya tidak dapat

dipotong atau dibagi lagi. Teori tentang atom kemudian berkembang dengan pesat pada abad ke-19.

Pada tahun 1904 J.J Thomson mengusulkan bahwa atom merupakan bola pejal bermuatan positif serbasama yang mengandung elektron. Model atom ini ditolak setelah Ernest Rutherford bersama muridnya Hans Geiger dan

Ernest Marsden pada tahun 1911 melakukan eksperimen yang dikenal “Hamburan sinar alfa” terhadap lempeng emas tipis. Dari eksperimen tersebut

Rutherford mengemukakan sebuah model atom yaitu atom terdiri dari inti atom yang sangat kecil dan bermuatan positif yang berada ditengah-tengan atom dan dikelilingi oleh elektron yang bermuatan negatif (Krane, 1992).

Model atom Rutherford kemudian menimbulkan beberapa masalah seperti:

(26)

jari-jari edar mengecil hingga akhirnya bersatu dengan inti. Pada kenyataannya, atom tetap utuh, elektron dan inti tidak menyatu.

2. Jari-jari edar yang mengecil secara kontinyu berarti frekuensi radiasi juga berubah secara kontinyu. Kenyataannya, frekuensi

radiasi dari atom diskrit tidak kontinyu.

Niels Bohr pada tahun 1913 mengemukakan bahwa atom seperti planet mini dengan inti atom yang bermuatan positif sebagai pusatnya dan elektron

bermuatan negatif dengan massa m, bergerak pada lintasan yang berbentuk lingkaran dengan jari-jari r dengan kecepatan v mengelilingi inti atom seperti

halnya planet-planet mengintari matahari. Dengan alasan yang sama, bahwa sistem tata surya tidak runtuh karena tarikan gravitasi antara matahari dan tiap planet, atom juga tidak runtuh karena tarikan elektrostatis Colomb antara inti

atom dan tiap elektron. Gaya tarik memberikan kecepatan sentripetal yang dibutuhkan untuk mempertahankan gerak edar seperti dapat dilihat pada

gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Model atom Bohr.

(27)

pada model atom ini, harus meradiasikan energi elektromagnetik secara terus-menerus. Untuk mengatasi kesulitan ini, Bohr mengusulkan gagasan keadaan “mantap stasioner” yaitu keadaan gerak tertentu dimana elektron tidak

meradiasikan energi elektromagnetik. Bohr menyimpulkan bahwa dalam

keadaan berada di orbit, momentum sudut orbital elektron bernilai kelipatan bulat dari ħ (Krane, 1992).

Elektron bergerak tidak pada sembarang orbit karena hanya orbit dengan

jari-jari tertentu sajalah yang diperkenankan dalam model atom Bohr. Jari-jari orbit yang diperkenankan mengikuti persamaan 2.1berikut:

= �0 2 (2.1)

dengan �0 = 0,0529 nm.

n = bilangan bulat 1, 2, 3, dan seterusnya

Pada orbit yang diperkenankan, atom tidak memancarkan radiasi elektromagnetik.

Lintasan atau orbit tempat elektron bergerak disebut juga tingkat energi.

Masing-masing tingkat energi memiliki nilai tertentu yang memenuhi persamaan 2.2 berikut:

� = −13,6 2 (2.2)

Elektron dapat berpindah dari tingkat energi yang satu ke tingkat energi

(28)

(a) (b)

Gambar 2.2 (a) Eksitasi dan (b) Deeksitasi.

Perpindahan elektron dari tingkat energi E1 yang lebih rendah ke tingkat

energi E2 yang lebih tinggi disebut sebagai peristiwa eksitasi. Untuk

melakukan eksitasi, elektron membutuhkan energi dari luar yang sesuai

dengan energi transisi dari kedua tingkat energi tersebut untuk berpindah dari tingkat energi E1 yang lebih rendah ke tingkat energi E2 yang lebih tinggi.

Besar energi transisi mengikuti persamaan 2.3 berikut:

∆� =�2− �1 (2.3)

dengan : ∆� = energi transisi untuk melakukan eksitasi (eV)

�2 = tingkat energi tinggi (eV)

�1 = tingkat energi rendah (eV)

Perpindahan elektron dari tingkat energi E2 yang lebih tinggi ke tingkat

energi E1 yang lebih rendah disebut sebagai peristiwa deeksitasi. Saat

melakukan deeksitasi elektron melepaskan energi dalam bentuk gelombang

elektromagnetik. Elektron yang berada pada tingkat energi E2 kehilangan

energinya dan berpindah ketingkat energi yang lebih rendah E1. Besar energi

yang dilepaskan pada proses deeksitasi mengikuti persamaan 2.4 berikut:

(29)

dengan :ℎ = tetapan Planck yang besarnya 6,63.10-34 J.s

= frekuensi gelombang elektromagnetik (Hz)

�2 = tingkat energi tinggi (eV)

�1 = tingkat energi rendah (eV)

Adanya peristiwa eksitasi dan deeksitasi ini menjelaskan keadaan spektrum diskrit dari atom, bahwa atom dapat memancarkan cahaya hanya

pada gelombang tertentu saja, tidak kontinyu. Cahaya yang dipancarkan hanya cahaya dengan frekuensi yang sesuai dengan selisih tingkat tenaga/energi transisi.

C. Teori Molekul

Sebuah molekul merupakan grup netral secara elektris yang mengikat atom dengan cukup kuat sehingga berprilaku sebagai partikel tunggal. Setiap molekul mempunyai struktur dan komposisi tertentu (Arthur Beiser, 1982).

Molekul memiliki 3 tingkat energi, yaitu tingkat energi elektronik, tingkat energi vibrasi dan tingkat energi rotasi. Seperti pada gambar 2.3, pada

setiap tingkat energi elektronik, memiliki beberapa tingkat energi vibrasi. Pada setiap tingkat energi vibrasi, masing-masing tingkat memiliki beberapa

(30)

Gambar 2.3 Tingkat energi pada molekul.

Sama seperti atom, pada molekul juga terjadi peristiwa eksitasi dan

deeksitasi. Ada beberapa jenis proses eksitasi pada molekul, yaitu eksitasi dan deeksitasi pada tingkat energi elektronik, eksitasi dan deeksitasi pada tingkat energi vibrasi, baik pada tingkat elektronik yang sama maupun ke tingkat

energi elektronik yang lain, dan eksitasi dan deeksitasi pada tingkat energi rotasi, baik pada tingkat vibrasi yang sama maupun tingkat energi vibrasi

yang lain.

D. Spektrokopi Fotoakustik

Gejala fotoakustik pertama kali ditemukan oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1880 (Santosa, 2008). Ia menemukan bahwa sebuah benda yang

dikenai cahaya dapat menghasilkan bunyi. Namun penerapan gejala fotoakustik baru mulai dikembangkan sejalan dengan perkembangan laser dan mikrofon, salah satunya adalah metode pengukuran dengan teknik

(31)

Spektrokopi fotoakustik merupakan salah satu teknik pengukuran dengan menggunakan prinsip penyerapan energi cahaya pada suatu benda dengan

deteksi akustik. Serapan cahaya oleh molekul tergantung pada panjang gelombang yang digunakan sehingga pemilihan laser yang tepat sangat

diperlukan. Salah satu jenis laser yang digunakan dalam spektrokopi fotoakustik adalah laser CO2.

E. Laser CO2

Laser CO2 pertama kali ditemukan oleh C. K. N Patel. Laser CO2

termasuk dalam jenis laser gas molekul. Dalam laser molekul, osilasi dapat berlangsung pada perpindahan antara tingkat vibrasi-rotasi dari molekul. Molekul CO2 memiliki 3 mode vibrasi yang berlainan yaitu mode tarikan

simetris, mode bengkok dan mode tarikan asimetris (Laud, 1988).

Laser ini menggunakan campuran gas CO2, N2, dan He. Gas N2, dan He

digunakan sebagai campuran untuk memperoleh transfer energi yang lebih efektif. Gas pendukung tersebut membantu proses eksitasi molekul CO2 ke

aras vibrasi rotasi.

Laser CO2 terdiri dari beberapa komponen seperti power supply,

resonator optis, dan tabung laser. Power supply berfungsi sebagai pemberi

(32)

yang berisi medium aktif laser dan tabung luar yang dialiri air dan berfungsi sebagai pendingin. Laser CO2 bekerja pada panjang gelombang 9-11 μm.

F. Detektor Fotoakustik

Detektor fotoakustik merupakan alat untuk mengukur konsentrasi gas dalam orde yang sangat kecil yaitu part per million (ppm) hingga part per billion (ppb). Detektor fotoakustik bekerja dengan prinsip serapan cahaya.

Detektor fotoakustik terdiri dari laser sebagai sumber cahaya, sel fotoakustik sebagai tempat gas sampel berada dan mikrofon yang digunakan untuk

mendeteksi sinyal akustik seperti pada gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.4 Detektor Fotoakustik.

Cahaya laser dilewatkan pada sel fotoakustik, jika frekuensi yang

dimilikinya sesuai dengan energi transisi dari molekul gas dalam sel fotoakustik, maka energi dari cahaya laser akan diserap oleh sebagian

(33)

tinggi. Molekul gas yang bereksitasi kemudian melakukan deeksitasi secara non radiasi dengan melepaskan tenaganya dan memberikannya kepada

molekul gas lainnya yang ditumbuknya. Molekul gas yang ditumbuk mengunakan energi yang diterimanya menjadi energi translasi/gerak. Adanya

peningkatan energi translasi mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu dan tekanan di sel fotoakustik.

Cahaya laser kemudian dimodulasi dengan chopper, sehingga tekanan

pada sel fotoakustik akan berubah secara periodik. Tekanan yang berubah secara periodik disebut bunyi. Sinyal bunyi atau akustik tersebut kemudian

ditangkap oleh mikrofon dan diperkuat dengan lock-in amplifier untuk diproses oleh software di komputer. Sinyal fotoakustik mengikuti persamaan 2.5 berikut:

� = � � (2.5)

dengan : Sl = sinyal akustik pada garis laser “l” [Volt]

C = konstanta sel fotoakustik [

� ]

Cg = konsentrasi gas penyerap [ppm/ppb]

Pl= daya laser pada garis laser “l” [Watt]

αgl = koefisien serapan gas “g” pada garis laser “l” [cm-1]

Sinyal akustik yang dihasilkan (Sl) sebanding dengan konsentrasi gas

penyerap (Cg), sehingga jika semakin banyak konsentrasi gas penyerapnya,

(34)

Sinyal ternormalisir dengan daya laser diperoleh mengikuti persamaan 2.6 berikut (Santosa, 2008):

� � =

� = ��� (2.6)

Sinyal ternormalisi dari gas yang telah diketahui konsentrasinya dapat

digunakan untuk mencari konsentrasi gas sejenis yang belum diketahui konsentrasinya. Misalkan gas A dan gas B merupakan gas yang sejenis dan gas A belum diketahui konsentrasinya sedangkan gas B telah diketahui

konsentrasinya. Konsentrasi gas A bisa didapatkan dengan membandingkan konsentrasi gas A dengan konsentrasi gas B sesuai dengan persamaan 2.7 yang diukur sejenis, diukur pada garis laser yang sama dan menggunakan alat

yang sama, sehingga konstanta sel fotoakustik dan koefisien serapan gasnya adalah konstan.

Berdasarkan persamaan 2.8 diatas, dengan mengukur sinyal ternormalisir gas A dan sinyal ternormalisir gas B pada garis laser yang sama,

(35)

18

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada Januari-Mei 2014 di Laboratorium Fisika

Kampus III Paingan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian : 1. Detektor Fotoakustik berbasis laser CO2.

Detektor fotoakustik merupakan alat yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi suatu gas di udara. Alat ini bekerja

dengan prinsip serapan cahaya. Detektor fotoakustik terdiri dari laser sebagai sumber cahaya, sel fotoakustik sebagai tempat gas sampel berada dan mikrofon yang digunakan untuk mendeteksi sinyal akustik. Detektor

yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.

(36)

Detektor fotoakustik yang digunakan menggunakan sistem intrakavitas, dimana sel fotoakustik ditempatkan diantara resonator laser.

Sistem ini memungkinkan sel fotoakustik mendapatkan energi yang maksimal dari laser. Laser yang digunakan dalam penelitian ini adalah

laser CO2 dengan model Flowing System model LT30-626 serial no

200801 buatan Laser Tech Group, Mississauga, ont. Canada. Laser yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat seperti pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 Laser yang digunakan dalam detektor fotoakustik.

Laser CO2 yang digunakan pada detektor fotoakustik terdiri dari

resonator optis, medium aktif, dan power supply. Resonator optis terdiri

dari kisi dan cermin. Posisi kisi dapat diatur untuk mengubah-ubah panjang gelombang laser. Kisi dapat digerakkan dan diatur posisinya menggunakan steppermotor yang telah terhubung dengan komputer,

sehingga pengaturannya dapat dilakukan melalui komputer. Panjang resonator optis diatur menggunakan piezo untuk mendapatkan daya laser

(37)

2. Lock-in Amplifier

Lock-in amplifier berfungsi sebagai penguat sinyal fotoakustik yang

ditangkap oleh mikrofon, selain itu juga berfungsi untuk menghilangkan gangguan dari bunyi atau sinyal lain yang tidak diperlukan. Lock-in

amplifier terhubung dengan chopper, sehingga hanya sinyal yang memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi dari chopperlah yang akan diperkuat.

3. Flowmeter dan Flowcontroller

Flowmeter merupakan alat untuk mengetahui kecepatan aliran gas

yang dialirkan ke detektor fotoakustik sedangkan Flowcontroller adalah alat yang digunakan untuk mengatur kecepatan aliran gas yang dialirkan ke detektor fotoakustik. .

C. Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Penentuan Spektrum Serapan Etilen dan Sinyal Latar.

Penentuan spektrum serapan ini dilakukan untuk mencari garis

laser yang sesuai dengan sampel yang akan diukur. Garis laser ditunjukkan dengan posisi steppermotor dalam penelitian, pengubahan

(38)

Penentuan spektrum serapan/garis laser untuk etilen dilakukan dengan mengalirkan gas etilen murni 0,579 ppm ke sel fotoakustik,

kemudian melakukan scan daya laser dan sinyal fotoakustik yang dihasilkan pada setiap posisi steppermotor. Rangkaian yang digunakan

untuk mengalirkan gas etilen dapat dilihat seperti pada gambar 3.3 berikut:

Gambar 3.3 Rangkaian alat untuk mencari sinyal ternormalisir dari gas etilen murni (kalibrasi).

Konsentrasi gas etilen 0,579 ppm didapatkan dari pengenceran

gas etilen 10 ppm dengan dicampur udara/gas pembawa dengan perbandingan 1,5 etilen dan 25,9 udara, sehingga konsentrasi gas

etilen hasil campuran menjadi 0,579 ppm. Perhitungan konsentrasi campuran gas etilen dapat dilihat pada lampiran 1. Pengenceran dilakukan untuk mencegah daya dari laser habis terserap oleh gas

(39)

fotoakustik. Kecepatan aliran diatur dengan flowcontroller. Scan dilakukan pada posisi steppermotor 8400-9400. Pemilihan daerah scan

pada posisi steppermotor tersebut karena pada daerah tersebut terdapat sinyal fotoakustik yang menandakan terjadinya serapan daya laser

oleh molekul gas dalam sel fotoakustik.

Udara yang digunakan sebagai gas pembawa mengandung berbagai molekul gas yang belum diketahui jenis dan konsentrasinya

secara pasti, karena itu perlu dilakukan penentuan sinyal latar. Penentuan sinyal latar dilakukan dengan mengalirkan udara yang

digunakan sebagai gas pembawa dengan kecepatan aliran 33,3 ml/min ke sel fotoakustik. Daya laser dan sinyal fotoakustik yang dihasilkan di scan pada posisi steppermotor 8400-9400. Rangkaian alat yang

digunakan untuk mencari sinyal latar dapat dilihat seperti pada gambar 3.4 berikut :

Gambar 3.4 Rangkaian alat untuk mencari sinyal ternormalisir dari udara/gas

(40)

Hasil scan berupa grafik daya laser terhadap posisi steppermotor dan grafik sinyal fotoakustik terhadap posisi steppermotor. Kedua

grafik tersebut digunakan untuk mencari sinyal ternormalisir dari udara/sinyal latar. Sinyal ternormalisir didapatkan dengan membagi

sinyal fotoakustik dengan daya laser pada posisi steppermotor yang sama. Dengan memperhatikan sinyal ternormalisir dari hasil scan gas etilen dapat ditentukan garis laser yang memiliki serapan etilen, yaitu

posisi stepper motor yang memiliki sinyal ternormalisir yang tinggi. 2. Kalibrasi Etilen.

Kalibrasi gas etilen dilakukan dengan mengurangi sinyal ternormalisir dari hasil scan gas etilen 0,579 ppm dengan hasil scan udara /sinyal ternormalisir pada posisi steppermotor yang sama. Hasil

pengurangan sinyal ternormalisir tersebut kemudian digunakan sebagai sinyal kalibrasi untuk etilen dengan konsentrasi 0,579 ppm.

3. Pengukuran Konsentrasi Gas Etilen dari Buah Apel.

Pengukuran konsentrasi gas etilen oleh buah Apel dilakukan dengan mengalirkan udara sebagai gas pembawa melalui cuvet yang

berisi buah apel dengan kecepatan aliran 33,3 ml/min ke sel fotoakustik. Setelah itu, dilakukan scan daya laser dan sinyal

(41)

Gambar 3.4 Rangkaian alat untuk mencari sinyal ternormalisir dari gas etilen yang dihasilkan oleh buah apel.

Hasil scan berupa grafik daya laser terhadap posisi steppermotor dan grafik sinyal fotoakustik terhadap posisi steppermotor. Kedua

grafik tersebut digunakan untuk mencari sinyal ternormalisir dari etilen yang dihasilkan buah Apel. Sinyal ternormalisir didapatkan

dengan membagi sinyal fotoakustik dengan daya laser pada posisi steppermotor yang sama. Sinyal ternormalisir dari buah Apel kemudian dikurangi dengan sinyal ternormalisir latar/udara pada

posisi yang sama. Sinyal ternormalisir etilen dari buah Apel yang telah dikurangi sinyal latar dan sinyal ternormalisir dari kalibrasi

etilen murni yang telah dikurangi sinyal latar dibandingkan sesuai rumus 2.8. Hasil perbandingan tersebut kemudian dikalikan dengan

(42)

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Penelitian dilaksanakan pada Januari 2014 hingga Mei 2014 di

Laboratorium Fisika kampus 3 Paingan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian dilakukan dengan melakukan pengukuran sinyal ternormalisir gas kalibrasi etilen, udara latar dan gas etilen produksi buah Apel menggunakan detektor fotoakustik berbasis CO2. Ketiga bahan diukur

dengan cara yang sama yaitu melakukan scan daya laser dan sinyal fotoakustik pada setiap posisi steppermotor. Sinyal ternormalisir didapatkan

dengan membagi sinyal fotoakustik dengan daya laser pada posisi steppermotor yang sama. Data hasil pengukuran disajikan sebagai berikut:

a. Pengukuran sinyal ternormalisir gas etilen kalibrasi (0,579 ppm) Pengukuran sinyal ternormalisir gas etilen 0,579 ppm digunakan sebagai kalibrasi untuk menentukan konsentrasi gas etilen produksi buah

Apel dan penentuan spektrum serapan untuk gas etilen. Spektrum serapan gas etilen ditentukan dengan melihat posisi steppermotor yang memiliki koefisien serapan yang tinggi untuk gas etilen.

(43)

tabel dibuat dalam bentuk grafik daya laser terhadap posisi steppermotor seperti pada gambar 4.1dan 4.2 berikut :

Gambar 4.1 Grafik daya laser terhadap posisi steppermotor dari gas etilen 0,579 ppm hasil scan pertama.

Gambar 4.2 Grafik daya laser terhadap posisi steppermotor dari etilen 0,579 ppm hasil scan kedua.

Gambar 4.1 dan 4.2 menunjukan bahwa daya laser bervariasi pada

setiap posisi steppermotor. Posisi steppermotor menunjukan panjang 0

8200 8400 8600 8800 9000 9200 9400 9600

D

8200 8400 8600 8800 9000 9200 9400 9600

(44)

gelombang laser yang digunakan. Tidak semua panjang gelombang laser menghasilkan daya laser. Panjang gelombang yang menghasilkan daya

laser disebut garis laser.

Pada hasil scan pertama yaitu gambar 4.1, terdapat 9 garis laser

yang ditunjukan oleh adanya puncak-puncak daya laser dengan nilai yang bervariasi. Sedangkan pada hasil scan kedua yaitu gambar 4.2, terdapat 8 garis laser saja, berkurang 1 garis laser yaitu garis laser ketujuh pada

posisi steppermotor 9123. Hal ini menunjukan bahwa garis laser dapat tidak stabil.

Ketidakstabilan ini dapat juga terjadi pada nilai dari daya laser. Contohnya daya laser pada garis laser kelima yaitu pada posisi steppermotor 8897 pada scan pertama (gambar 4.1) bernilai 0,97 au

sedangkan pada scan kedua (gambar 4.2) bernilai 0,61 au. Ketidakstabilan daya laser ini terjadi pada garis laser dengan daya laser

yang rendah sedangkan garis laser dengan daya yang cukup tinggi akan relatif stabil. Dari kedua grafik tersebut dapat dilihat bahwa posisi steppermotor yang memiliki daya yang tinggi tidak mengalami

perubahan yang signifikan seperti pada garis laser ketiga (8733) dan garis laser keempat (8823).

Adanya daya laser yang tidak stabil tersebut diakibatkan adanya perubahan suhu yang mengakibatkan pemuaian pada alat. Pemuaian tersebut mengakibatkan panjang resonator laser berubah sehingga

(45)

tidak dapat dihindari oleh peneliti, namun dapat diminimalisir dengan penggunaan dudukan dari batang invar untuk mengusahakan panjang

resonator tetap selama pengukuran.

Pada gambar, satuan daya laser adalah arbitrary unit (au). Au

merupakan satuan sembarang. Hal ini dikarenakan alat yang digunakan belum melalui proses kalibrasi. Sinyal ternormalisir juga bersatuan au karena merupakan sinyal fotoakustik yang dibagi dengan daya laser yang

bersatuan au. Namun hal ini tidak mengganggu pengukuran karena sesuai persamaan 2.8, sinyal ternormalisir yang bersatuan au digunakan sebagai

perbandingan dan habis terbagi untuk mencari konsentrasi.

Pada dasarnya pengukuran dapat dilakukan pada semua posisi steppermotor yang memiliki daya laser/garis laser. Namun dalam

melakukan pengukuran perlu diperhatikan daya laser pada garis laser yang akan digunakan. Garis laser yang baik untuk digunakan dalam

pengukuran adalah garis laser yang berdaya tinggi dan stabil.

Selain memperhatikan daya laser pada posisi stepermotor juga perlu diperhatikan sinyal fotoakustik yang dihasilkannya. Grafik sinyal

(46)

Gambar 4.3 Grafik sinyal fotoakustik terhadap posisi steppermotor dari etilen 0,579 ppm hasil scan kedua.

Gambar 4.3 menunjukan bahwa setiap garis laser tidak selalu

menghasilkan sinyal fotoakustik. Berdasarkan rumus 2.5, sinyal fotoakustik pada satu garis laser tertentu/posisi steppermotor tertentu dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu, daya laser pada garis laser yang sama,

konstanta sel fotoakustik yang dipakai, konsentrasi dari molekul gas yang ada di sel fotoakustik dan koefisien serapan gas pada posisi garis laser

tersebut.

Koefisien serapan bervariasi tergantung jenis gas dan garis laser/posisi steppermotor. Artinya pada garis laser yang sama, koefisien

serapan gas berbeda tergantung pada jenis gasnya, sedangkan untuk jenis gas yang sama, koefisien gasnya berbeda untuk setiap garis laser.

Perbedaan koefisien serapan gas ini disebabkan karena molekul gas dalam sel fotoakustik hanya menyerap energi dari laser yang memiliki

8200 8400 8600 8800 9000 9200 9400 9600

(47)

energi yang sesuai dengan energi transisi dari molekul tersebut sehingga penyerapan hanya terjadi pada posisi tertentu untuk jenis gas tertentu.

Sinyal ternormalisir didapatkan dengan membagi sinyal fotoakustik dengan daya laser pada posisi steppermotor yang sama sesuai dengan

rumus 2.6. Sinyal ternormalisir untuk etilen 0,579 pmm disajikan pada gambar 4.4 berikut:

Gambar 4.4 Grafik sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor dari etilen 0,579 ppm.

Sinyal ternormalisir pada setiap garis laser dipengaruhi oleh konsentrasi gas pada sel fotoakustik dan koefisien serapan gas seperti

pada rumus 2.6. Karena sel fotoakustik yang digunakan selama penelitian tetap, dan dalam sekali proses scan, konsentrasi gas penyerap dalam sel

fotoakustik adalah konstan, maka sinyal ternormalisir sebanding dengan koefisien serapan gas penyerapnya seperti pada rumus 4.1 berikut:

8200 8400 8600 8800 9000 9200 9400 9600

(48)

Berdasarkan rumus 4.1, semakin besar sinyal ternormalisirnya, menunjukan semakin besar koefisien serapan gasnya. Garis laser yang

baik digunakan untuk pengukuran konsentrasi gas selain memiliki daya laser yang cukup dan stabil juga harus memiliki koefisien serapan gas

yang tidak terlalu rendah. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua posisi steppermotor yang berdaya tinggi memiliki koefisien serapan yang tinggi, begitu pula sebaliknya tidak semua posisi steppermotor yang

memiliki koefisien serapan yang tinggi memiliki daya laser yang stabil. Koefisien serapan gas yang tinggi pada posisi steppermotor dengan

daya laser rendah dan tidak stabil dapat mengakibatkan energi laser habis terserap. Jika energi laser habis terserap maka tidak ada energi yang dapat digunakan untuk membangkitkan sinyal fotoakustik, sehingga

pengukuran konsentrasi gas tidak dapat dilakukan. Dengan memperhatikan hal tersebut peneliti memilih menggunakan garis laser

pada posisi steppermotor 8733 yang memiliki daya laser yang paling tinggi, stabil dan memiliki koefisien serapan yang baik. Garis laser 8733 ini selanjutnya akan digunakan dalam pengukuran konsentrasi. Data yang

(49)

Tabel 4.1. Tabel daya laser, sinyal fotoakustik, dan sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor untuk udara yang dicampur dengan gas etilen 0,579 ppm

(kalibrasi).

b. Pengukuran sinyal ternormalisir udara (sinyal latar).

Pengukuran sinyal ternormalisir udara ini dilakukan untuk meminimalisir adanya gangguan dari gas lain yang terkandung dalam

udara yang digunakan sebagai gas pembawa/pendorong gas sampel ke sel fotoakustik. Pengukuran sinyal ternormalisir udara ini disebut juga

pengukuran sinyal latar. Data untuk pengukuran sinyal latar berupa tabel dan grafik daya laser dan sinyal fotoakustik terhadap sinyal fotoakustik.

Dengan prinsip yang sama seperti pada pengukuran gas etilen 0,579 ppm, data disajikan dalam tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2. Tabel daya laser, sinyal fotoakustik, dan sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor untuk udara yang dialirkan ke dalam sel fotoakustik (sinyal

latar).

(50)

tidak terdapat gas etilen pada udara yang dapat mengganggu nilai pengukuran.

c. Pengukuran sinyal ternormalisir gas etilen produksi sampel.

Daya laser, sinyal fotoakustik dan sinyal ternormalisir untuk setiap

posisi steppermotor yang memiliki puncak daya laser setiap harinya disajikan pada tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3. Tabel daya laser, sinyal fotoakustik, dan sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor untuk udara yang dialirkan melalui cuvet berisi buah apel

ke dalam sel fotoakustik setiap hari.

Hari Scan Daya

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengukur konsentrasi serta

(51)

kamar. Pengukuran dilakukan rata-rata pada jam 8.00 hingga 12.00 setiap harinya.

Pengukuran dilakukan dengan 3 tahap. Tahap pertama adalah penentuan posisi steppermotor yang memiliki serapan yang tinggi untuk gas etilen

dengan menscan udara yang dicampur dengan gas etilen 0,579 ppm. Hasil scan dari tahap pertama juga digunakan sebagai kalibrasi dalam mengukur konsentrasi etilen produksi buah Apel. Tahap kedua yaitu penentuan sinyal

latar dengan menscan udara yang dialirkan ke sel fotoakustik untuk melihat kemungkinan adanya gangguan dari gas lain maupun gas etilen yang

terkandung pada udara. Berdasarkan tabel 4.2, tidak terdapat sinyal latar yang mungkin mengganggu hasil pengukuran, maka sinyal ternormalisir dari kalibrasi etilen 0,579 ppm dan pengukuran etilen dari buah Apel dapat

langsung digunakan untuk mengukur konsentrasi gas etilen produksi buah Apel. Sebaliknya, jika terdapat sinyal latar dalam pengukuran maka sinyal

ternormalisir kalibrasi dan sinyal ternormalisir dari pengukuran terlebih dulu harus dikurangi dengan sinyal latar.

Tahap yang terakhir adalah dengan menscan udara yang membawa gas

keluaran dari sampel buah Apel.

1. Kalibrasi

Pada gambar 4.1, ditunjukan bahwa pada garis laser di posisi steppermotor 8733 terdapat serapan energi laser oleh molekul gas etilen yang ditunjukkan oleh adanya sinyal ternormalisir pada posisi tersebut.

(52)

buah Apel dilakukan. Posisi tersebut dapat saja bergeser, namun pergeserannya tidak terlalu besar. Dari tabel 4.1, sinyal ternormalisir

untuk gas etilen 0,579 ppm pada garis laser 8733 sebesar 0,21 au. Nilai sinyal ternormalisir inilah yang selanjutnya akan digunakan dalam

pengukuran konsentrasi gas etilen produksi sampel. 2. Konsentrasi Etilen dari Apel

Pada hari pertama, scan dari sampel buah Apel Malang belum

menunjukan adanya sinyal fotoakustik (tabel 4.3). Hal ini dapat disebabkan oleh karena buah baru dikeluarkan dari kulkas beberapa jam

sebelum dilakukan pengukuran, sehingga buah masih dalam keadaan dingin, belum berada pada suhu normal. Suhu buah yang dingin menghambat produksi gas etilen sehingga konsentrasi etilen terlalu kecil

bahkan tidak ada untuk dideteksi oleh detektor. Buah Apel tersebut kemudian disimpan dalam suhu kamar untuk digunakan keesokan

harinya.

Pada hari kedua , hasil scan dari sampel menunjukan adanya sinyal fotoakustik (tabel 4.3). Dari kalibrasi yang telah dilakukan, pengukuran

konsentrasi gas etilen harus menggunakan posisi steppermotor yang memiliki serapan gas etilen, yaitu pada garis laser 8733. Dari tabel 4.3

pada hari kedua, sinyal ternormalisir etilen yang dihasilkan buah apel pada garis laser 8733 adalah 14,78 au dan dari tabel 4.1 sinyal ternormalisir untuk etilen 0.579 ppm pada garis laser yang sama (8733)

(53)

�� =

� � �� _

� � �� _

��

dengan gas A adalah gas etilen yang diproduksi oleh buah Apel dan gas B adalah gas etilen 0,579 ppm. Sehingga konsentrasi gas etilen produksi buah Apel pada hari kedua adalah :

� � � =

14,79 au

0,21 au 0,579 = 40,77

Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk mengukur konsentrasi gas etilen yang diproduksi oleh sampel pada hari berikutnya (ralat dan

konsentrasi rata-rata dihitung pada lampiran 2). Konsentrasi gas etilen produksi buah Apel ketika dalam proses pematangan buah selama 4 hari berturut-turut adalah seperti pada tabel 4.4 dan gambar 4.5 berikut :

Tabel 4.4 Konsentrasi etilen hasil produksi buah Apel Malang selama 4 hari dari tanggal 19 Mei 2014-23 Mei 2014.

Hari ke- Konsentrasi etilen dari buah apel (ppm)

Pertama (tgl 19) 0

Kedua (tgl 20) 40,06 ± 0,45

(54)

Gambar 4.5 Grafik konsentrasi gas etilen yang diproduksi oleh sampel buah Apel terhadap waktu.

Dari pengukuran konsentrasi gas etilen oleh buah Apel selama beberapa hari menunjukkan bahwa dalam proses pematangan buah

produksi gas etilen mengalami peningkatan setiap harinya. Seperti yang dijelaskan pada dasar teori, etilen diproduksi oleh buah selama masa pematangan buah. Adanya peningkatan konsentrasi etilen yang

dihasilkan buah Apel menunjukan bahwa buah telah semakin matang. Pada hari pertama, buah yang baru dikeluarkan dari kulkas tidak

menghasilkan etilen. Hal ini sesuai dengan teori karena suhu yang rendah akan menekan produksi etilen dari buah sehingga konsentrasi etilen yang dihasilkan sampel sangat kecil bahkan tidak ada untuk dapat diukur.

Dari grafik 4.5, peningkatan konsentrasi etilen yang dihasilkan oleh sampel tidak linier atau peningkatan produksi etilen tidak sama setiap

(55)

14,61 ppm (54,91 ppm - 40,30 ppm) dari hari kedua sedangkan pada hari keempat produksi etilen meningkat sebesar 4,86 ppm (59,77 ppm - 54,91

ppm) dari hari ketiga. Hal ini menunjukan peningkatan produksi etilen tersebut semakin berkurang dibandingkan hari sebelumnya.

Pengukuran konsentrasi etilen dari buah Apel menggunakan Detektor Fotoakustik ini lebih sensitif dan akurat dibandingkan dengan metode Gas Chromatography (GC). Pada pengukuran dengan GC, gas

etilen yang harus dikumpulkan terlebih dahulu selama beberapa waktu agar konsentrasinya dapat terukur oleh GC. Padahal dengan

mengumpulkan gas etilen dapat mengubah kondisi sampel karena seperti pada teori, buah yang berada dalam lingkungan dengan kandungan etilen akan lebih cepat matang daripada buah yang disimpan pada udara

normal. Kondisi sampel yang berubah membuat nilai yang diukur berubah. Hal ini menyebabkan GC menjadi kurang akurat untuk

mengukur konsentrasi etilen yang dihasilkan buah pada masa pematangan.

Pada detektor fotoakustik, pengukuran bisa langsung dilakukan

pada saat itu juga tanpa harus mengumpulkan etilen terlebih dahulu. Hasil pengukuran konsentrasi bisa langsung ditampilkan saat itu juga

(56)

39

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi oleh buah Apel

menggunakan Detektor Fotoakustik dapat langsung dilakukan tanpa harus melakukan pengumpulan etilen terlebih dahulu, karena

detektor fotoakustik dapat mengukur gas etilen dalam konsentrasi yang kecil seperti dalam orde ppm (part per million).

2. Dalam proses pematangan, buah Apel menghasilkan gas etilen

yang konsentrasinya mengalami peningkatan setiap harinya. Peningkatan konsentrasi etilen tersebut tidak linier/tidak sama

setiap harinya, melainkan semakin berkurang dibandingkan peningkatan pada hari sebelumnya.

B. Saran

Untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengukuran konsentrasi gas

etilen menggunakan detektor fotoakustik atau melakukan penelitian dalam bidang sejenis dengan penelitian ini, penulis menyarankan untuk memperhatikan suhu dari sampel, terutama jika sampel berupa

buah-buahan, juga memperhatikan faktor pengganggu lainnya seperti uap air, dan CO2. Selain itu penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan melakukan

(57)

seminggu atau sepuluh hari berturut-turut untuk melihat pola perubahan konsentrasi etilen yang diproduksi oleh buah apel. Penelitian lanjutan

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Doubelin, Ernest. O. 1992. Sistem Pengukuran Aplikasi dan Perancangan

diterjemahkan oleh Ir. Edigom Aritonang, M.Sc., Ir. Suwarso, M.Sc., dan Drs. Hasto. Jakarta. Erlangga

Santosa, I.E. 2008. Pengukuran Konsentrasi Gas Menggunakan Detektor

Fotoakustik. Yogyakarta. Laboratorium Analisi Kimia dan Fisika Pusat Universitas Sanata Dharma.

Salisbury, Frank B. & Ross, Cleon W. 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid 3

diterjemahkan oleh Dr. Diah R Lukman & Ir. Sumaryono.Bandung. Penerbit ITB

Krane, K.S., 1992. Fisika Modern diterjemahkan oleh Hans J. Wospaktrik.

Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.

Beiser, Arthur. 1982. Konsep Fisika Modern edisi ketiga diterjemahkan oleh The

Houw Liong. Jakarta. Erlangga.

Laud, B.B, 1988. Laser dan Optika Nonlinear diterjemahkan oleh Sutanto. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.

Anggarini, F. Yeni. 2010. Aplikasi Detektor Fotakustik Pada Kromatografi Gas Varian 3400 Untuk Menentukan Konsentrasi Etanol Hasil Ekstrasi Air Tape.

(59)

LAMPIRAN

I.

Pengenceran Gas.

II.

Perhitungan Ralat Konsentrasi Etilen

(60)

LAMPIRAN I

Pengenceran Gas Etilen

Pengenceran gas etilen dilakukan untuk mencegah habisnya daya laser

habis diserap oleh molekul gas. Pengenceran dilakukan dalam proses kalibrasi yang ditunjukan oleh gambar 3.3 pada pembahasan. Perhitungan untuk pengenceran gas menggunakan persamaan berikut :

�� _ � � = ��

_� � � � � _��

� � � _ � �

dengan :

�� _ � � = konsentrasi gas setelah diencerkan (ppm)

�� _� � = konsentrasi gas sebelum diencerkan (ppm)

� � � _�� = kecepatan aliran gas yang akan diencerkan (ml/min)

� � � _ � � = kecepatan aliran total (ml/min)

� � � _� � = � � � _�� + � � � _�� _ �

� � � _�� _ � = kecepatan aliran gas pengencer (ml/min)

Konsentrasi gas etilen dari tabung adalah 10 ppm. Kecepatan aliran gas

etilen adalah 1,5 ml/min dan kecepatan aliran udara sebagai gas pengencer adalah 24,4 sehingga kecepatan aliran campuran yang masuk ke sel fotoakustik adalah 25.9 ml/min. Dengan menggunakan persamaan diatas maka konsentrasi etilen

yang telah diencerkan dapat dihitung dengan cara :

�� � � ℎ � � =

10 1,5 / �

(61)

LAMPIRAN II

Perhitungan Ralat Konsentrasi Etilen

Ralat didapatkan dengan mencari standar deviasi menggunakan persamaaan berikut :

�= Σ(x− )

2

( −1)

dengan : � = standar deviasi

= nilai data

= nilai rata-rata keseluruhan data

= jumlah data yang digunakan

Konsentrasi gas etilen pada hari kedua tanggal 20 untuk 3 kali scan secara

berturut-turut adalah 39,23 ppm, 40,77 ppm dan 40,18 ppm. Tabel 1. Perhitungan ralat untuk konsentrasi gas etilen

pada hari kedua (tanggal 20).

Scan ke- x � � −� (� −� )� � � − � �

1 39,23 40,06 -0,83 0,68 1,20 2 40,77 40,06 0,71 0,50 1,20 3 40,18 40,06 0,12 0,01 1,20

Dengan menggunakan persamaan diatas maka ralat untuk konsentrasi gas etilen produksi sampel pada tanggal 20 dapat dihitung dengan cara :

� = 1,20

3(3−1)=0,45

(62)

LAMPIRAN III

Hasil Scan Gas Etilen 0,579 ppm

Pada penelitian ini telah dilakukan pengukuran sinyal ternormalisir untuk gas etilen 0,579 ppm yang dicampur dengan udara dan dialirkan dengan kecepatan aliran 33,3 ml/min ke sel fotoakustik. Hasil pengukuran tampak pada

(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)

Gambar

Tabel 4.3 Tabel daya laser, sinyal fotoakustik, dan sinyal ternormalisir
gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.2 (a) Eksitasi dan (b) Deeksitasi.
Gambar 2.3 Tingkat energi pada molekul.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian aerasi juga mampu menurunkan kadar BOD dan COD ( Chemical Oxygen.. Demand ) pada proses degradasi sampah (Syafrudin et al. Teknologi biodrying ini sangat

Laporan keuangan yang dipakai pun masih sangat sederhana, dimana organisasi tersebut tidak membuat laporan keuangan yang lengkap yang seharusnya digunakan pada organisasi sektor

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan briket arang pada penelitian ini yaitu tempurung kelapa dengan bahan perekat yang digunakan yaitu tepung kanji dan tepung sagu....

Berdasarkan paparan secara leksikal dari masing-masing kata tersebut, maka dapat penulis rumuskan penegasan istilah secara konseptual, bahwa sesungguhnya Program

Dari hasil penelitian menunjukkan tidak adanya logam berat timbal yang terkandung didalam air maupun pada Caulerpha racemosa , hal ini disebabkan karena sampel

Oleh sebab itu dengan diketahuinya sifat keawetan suatu jenis kayu maka dapat dipakai untuk mengambil keputusan apakah jenis kayu tersebut perlu diawetkan atau tidak agar

hubungan antara kecukupan makanan yang dikonsumsi ( nasi, sayur, Lauk, pauk, dan buah- buahan) dengan kejadian anemia pada responden. hubungan antara kelengkapan variasi jenis

Beberapa petani di Jawa Timur mengklaim bahwa dengan teknologi yang lebih sederhana yaitu dengan membuat perforasi pada bagian gabus stek ubi kayu biasa dengan