• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya mengurangi kebiasaan datang terlambat ke sekolah pada siswa-siswi SMA Tiga Maret melalui layanan konseling kelompok dengan pendekatan brief counseling : penelitian tindakan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya mengurangi kebiasaan datang terlambat ke sekolah pada siswa-siswi SMA Tiga Maret melalui layanan konseling kelompok dengan pendekatan brief counseling : penelitian tindakan."

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

DATANG TERLAMBAT KE SEKOLAH PADA SISWA-SISWI SMA TIGA MARET MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

DENGAN PENDEKATAN BRIEF COUNSELING (PENELITIAN TINDAKAN)

Hare Farida Elisabet Hilapok Universitas Sanata Dharma

2015

Tujuan penelitian ini mengurangi kebiasaan datang terlambat pada siswa-siswi SMA Tiga Maret Yogyakarta, melalui layanan konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling. Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan. Penelitian tindakan merupakan penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan di dalamnya, dan melibatkan kolaborasi kerja sama para peneliti, praktisi serta orang awam. Konseling kelompok adalah konseling yang terdiri dari empat sampai delapan konseli yang bertemu dengan satu sampai dua konselor. Brief Counseling berarti konseling singkat atau konseling ringkas yang berpusat pada solusi.

Proses penelitian diawali dengan pengunpulan data yang dilakukan dalam dua tahap, yaitu data awal kebiasaan siswa datang terlambat ke sekolah sebelum dilakukan tindakan, serta data akhir kebiasaan siswa datang terlambat ke sekolah setelah dilakukannya tindakan. Penelitian ini menggunakan instrumen panduan observasi daftar cek, dan panduan wawan cara. Jumlah subyek dalam penelitian ini adalah enam siswa, kelas X. Peneliti melaksanakan layanan konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling selama dua sikluas.

Hasil penelitian menunjukkan perubahan perilaku pada ke-empat subyek yaitu berkurangnya frekuensi kebiasaan datang terlambat ke sekolah setelah mendapat tindakan konseling kelompok dengan pendektan Brief Counseling. Sedangkan dua subyek lainya tidak mengalami perubahan perilaku. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan konseling kelompok dengan pendektan Brief Counseling efektif untuk empat subyek, tetapi tidak efektif untuk dua subyek lainya dalam mengurangi kebiasaan datang terlambat ke sekolah.

(2)

ABSTRACT

The goal of this research is to reduce the habit of coming late to school on students of

“Tiga Maret” Senior High School through the group counseling service by using Brief Counseling Approach. This study used action research design. The action research is a fact-finding application for solving problems in social situations with a view to improve the quality of actions carried out in it, and involves the working collaboration of researchers, practitioners, and laymen. The group counseling is a counseling which consists of four to eight client who met with one to two counselors. Brief counseling means short or brief counseling that centered on solutions.

The research process began with collecting of data which was done in two stages. The first was collecting preliminary data for the students’ habits of coming late to school before applying the actions then the last was collecting final data to the students’ habits of coming late to school after applying the actions. This research used the instruments of check-list observation guide and interview guide. The number of subjects in this research were six students of the tenth grade. The researcher conducted group counseling services by using Brief Counseling Approach in two cycles.

The results showed behavioral changes on four subjects, in which the frequency of the habit of coming late to school is decreased after they received the action of group counseling by using Brief Counseling Approach. Hawever, the others of two subjects did not show behavioral change. Therefore, it can be concluded that the application of group counseling by using Brief Counseling Approach is effective on four subjects but is not effective on the others of two subjects to diminish the habit coming late to school.

(3)

UPAYA MENGURANGI KEBIASAAN DATANG TERLAMBAT KE SEKOLAH

PADA SISWA-SISWI SMA TIGA MARET MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

DENGAN PENDEKATAN BRIEF COUNSELING (PENELITIAN TINDAKAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Hare Farida .E.H

NIM: 111114040

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

UPAYA MENGURANGI KEBIASAAN DATANG TERLAMBAT KE SEKOLAH PADA SISWA-SISWI SMA TIGA MARET MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

DENGAN PENDEKATAN BRIEF COUNSELING (PENELITIAN TINDAKAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Hare Farida .E.H

NIM: 111114040

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)

ii

SKRIPSI

UPAYA MENGURANGI KEBIASAAN DATANG TERLAMBAT KE SEKOLAH PADA SISWA-SISWI SMA TIGA MARET MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

DENGAN PENDEKATAN BRIEF COUNSELING (PENELITIAN TINDAKAN)

Oleh:

Hare Farida Elisabet Hilapok NIM:111114040

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

(6)

iii

SKRIPSI

UPAYA MENGURANGI KEBIASAAN DATANG TERLAMBAT KE SEKOLAH PADA SISWA-SISWI SMA TIGA MARET MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

DENGAN PENDEKATAN BRIEF COUNSELING (PENELITIAN TINDAKAN)

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Hare Farida Elisabet Hilapok

NIM:111114040

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 2015

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Gendon Barus, M.Si. ...

Sekertaris : Juster Donal Sinaga, M.Pd. ...

Anggota : Dr. Gendon Barus, M.Si. ...

Anggota : M.M Sri Hastuti, M.Si. ...

Anggota : Ag. K. Indah Marheni, S.Pd., M.A ...

Yogyakarta 2015

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Dekan,

(7)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku

mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan

bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang

penuh harapan.

Yeremia 29:11

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus

Kedua orang tua saya, Bpk Surakso Rustam dan Ibu Supami

Segenap keluarga besar

Sr. Ambrosia. AK

Program Studi Bimbimngan dan Konseling USD

Orang-orang yang saya cintai

(8)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya nyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memmuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta Juni 2014

(9)

vi

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Hare Farida Elisabet Hilapok

NIM : 111114040

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

UPAYA MENGURANGI KEBIASAAN DATANG TERLAMBAT

KE SEKOLAH PADA SISWA-SISWI SMA TIGA MARETMELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN BRIEF COUNSELING (PENELITIAN TINDAKAN)

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikan di internet maupun media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta Juni 2015 Yang menyatakan

(10)

vii

ABSTRAK

UPAYA MENGURANGI KEBIASAAN DATANG TERLAMBAT KE SEKOLAH PADA SISWA-SISWI SMA TIGA MARET MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

Tujuan penelitian ini mengurangi kebiasaan datang terlambat pada siswa-siswi SMA Tiga Maret Yogyakarta, melalui layanan konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling. Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan. Penelitian tindakan merupakan penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan di dalamnya, dan melibatkan kolaborasi kerja sama para peneliti, praktisi serta orang awam. Konseling kelompok adalah konseling yang terdiri dari empat sampai delapan konseli yang bertemu dengan satu sampai dua konselor. Brief Counseling berarti konseling singkat atau konseling ringkas yang berpusat pada solusi.

Proses penelitian diawali dengan pengunpulan data yang dilakukan dalam dua tahap, yaitu data awal kebiasaan siswa datang terlambat ke sekolah sebelum dilakukan tindakan, serta data akhir kebiasaan siswa datang terlambat ke sekolah setelah dilakukannya tindakan. Penelitian ini menggunakan instrumen panduan observasi daftar cek, dan panduan wawan cara. Jumlah subyek dalam penelitian ini adalah enam siswa, kelas X. Peneliti melaksanakan layanan konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling selama dua sikluas.

Hasil penelitian menunjukkan perubahan perilaku pada ke-empat subyek yaitu berkurangnya frekuensi kebiasaan datang terlambat ke sekolah setelah mendapat tindakan konseling kelompok dengan pendektan Brief Counseling. Sedangkan dua subyek lainya tidak mengalami perubahan perilaku. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan konseling kelompok dengan pendektan Brief Counseling efektif untuk empat subyek, tetapi tidak efektif untuk dua subyek lainya dalam mengurangi kebiasaan datang terlambat ke sekolah.

(11)

viii Abstract

The goal of this research is to reduce the habit of coming late to school on students of “Tiga Maret” Senior High School through the group counseling service by using Brief Counseling Approach. This study used action research design. The action research is a fact-finding application for solving problems in social situations with a view to improve the quality of actions carried out in it, and involves the working collaboration of researchers, practitioners, and laymen. The group counseling is a counseling which consists of four to eight client who met with one to two counselors. Brief counseling means short or brief counseling that centered on solutions.

The research process began with collecting of data which was done in two stages. The first was collecting preliminary data for the students’ habits of coming late to school before applying the actions then the last was collecting final data to the students’ habits of coming late to school after applying the actions. This research used the instruments of check-list observation guide and interview guide. The number of subjects in this research were six students of the tenth grade. The researcher conducted group counseling services by using Brief Counseling Approach in two cycles.

The results showed behavioral changes on four subjects, in which the frequency of the habit of coming late to school is decreased after they received the action of group counseling by using Brief Counseling Approach. Hawever, the others of two subjects did not show behavioral change. Therefore, it can be concluded that the application of group counseling by using Brief Counseling Approach is effective on four subjects but is not effective on the others of two subjects to diminish the habit coming late to school.

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas

pertolanganNya, hikmatNya, serta penyertaanNya dalam persiapan pelaksanaan

serta penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan

Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari

bimbingan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terimakasih yang tulus kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Kepala Program Studi Bimbingan dan

Konseling Universitas Sanata Dharma.

2. Drs. R. Budi Sarwono, M.A., sebagai dosen pembimbing yang begitu

sabar dan tulus dalam memberikan waktu, motivasi, masukan, arahan serta

ide-ide maupun gagasan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak dan Ibu dosen di Program Studi Bimbingan dan Konseling, yang

telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan yang berguna

bagi penulis.

4. Romo Tarsisius Sscc atas waktu dan kesediaanya dalam membantu penulis

menterjemahkan buku.

5. Sr Ambrosia AK, atas dukungan dan kesempatan yang diberikan sehingga

penulis dapat menyelesaikan studi di perguruan tinggi Universitas Sanata

Dharma Program Studi Bimbingan dan Konseling.

6. Sahabat-sahabatku (Sr Laura Naibaho Kssy,Sr Veronika Osf Sibolga, Sr

Kiki Ssps, Br. Begriht. G Msc, Fr Anggo Scj, Adven, Eva Saragih, Ana,

atas motivasi yang diberikan kepada penulis dalam proses penulisan

(13)

x

7. Suko Miarso atas dukungan, bantuan, motivasi serta semnagat yang

diberikan dengan tulus kepada penulis selama proses penulisan skrispsi.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dan memberikan dukungan dalam proses penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh

sebab itu masukan, saran, dan kritik terhadap karya ini sangat diperlukan.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, Juni 2015

(14)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

B. Identifikasi Masalah... 6

C.Pembatasan Masalah ... 6

D.Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

G.Definisi Oprasional Variabel ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A.Hakikat Disiplin ... 9

1. Definisi Disiplin ... 9

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin ... 10

3. Fungsi Disiplin ... 10

4. Tata Tertib SMA GAMA ... 11

5. Kebiasaan Datang Terlambat Kesekolah ... 12

(15)

xii

1. Devinisi Remaja ... 13

2. Ciri-ciri Remaja ... 14

3. Tugas Perkembangan Remaja ... 17

C.Hakikat Konseling Kelompok ... 20

1. Definisi Konseling Kelompok ... 20

2. Konseling Kelompok di Sekolah Menengah ... 21

3. Tujuan Layanan Konseling Kelompok ... 22

4. Pentingnya Konseling Kelompok ... 23

5. Tahap-tahap Layanan Konseling Kelompok ... 27

6. Keterampilan Konselor dalam Konseling Kelompok ... 29

D.Hakikat Brief Counseling/Konseling Singkat Berfokus Pada Solusi ... 29

1. Konsep Dasar Brief Counseling ... .. 29

2. Definisi Brief Counseling ... 30

3. Kelebihan Brief Counseling ... 31

4. Teknik-teknik Brief Counseling ... 32

E. Kajian Penelitian yang Relevan ... 37

F. Kerangka Berpikir ... 38

G.Hipotesis Tindakan ... 39

BAB III METODE PENELITIAN... 40

A.Tujuan Penelitian ... 40

B. Setting Penelitian ... 40

1. Tempat Penelitian ... 40

2. Waktu Penelitian ... 40

C.Metode Penelitian ... 44

1. Definisi Penelitian tindakan (Action research) ... 44

2. Ciri-ciri Penelitian Tindakan ... 44

D.Partisipan dalam Penelitian... 45

E. Peran dan Posisi Peneliti ... 45

F. Tahapan Penelitian... 46

G.Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 49

(16)

xiii

I. Teknik Pengumpulan Data ... 50

1. Wawancara ... 50

2. Observasi... 52

J. Instrumen Pengumpulan Data ... 52

K.Keabsahan Data ... 56

L. Teknik Analisis Data ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 59

A.Proses Penelitian ... 59

1. Siklus I ... 62

2. Siklus II ... 68

B. Hasil Penelitian ... 74

1. Hasil Penelitian sebelum diberikan Tindakan ... 74

2. Hasil Penelitian Siklus I ... 76

3. Hasil Penelitian Siklus II ... 76

C.Pembahasan ... 78

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN ... 89

A.Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Recana Jadwal Penelitian ... 41

Tabel 2. Tahapan penelitian tindakan ... 47

Tabel 3. Rencana kegiatan penelitian ... 48

Tabel 4. Format Instrumen Wawancara ... 51

Tabel 5. Format Observasi Daftar Cek ... 54

Tabel 6.Format Observasi Daftar Cek setelah tindakan ... 53

Tabel 7. Pedoman Panduan Wawancara untuk Guru Kelas sebelum tindakan... 53

Tabel 8. Pedoman Panduan Wawancara untuk Siswa sebelum tindakan ... 54

Tabel 9. Pedoman Wawancara Untuk Siswa Setelah Tindakan ... 54

Tabel 10. Pedoman Wawancara Untuk Siswa Setelah Tindakan ... 61

Tabel 11. Tabel Jumlah Keterlambatan Subyek sebelum diberikan Tindakan selama 45 Hari Efektif Sekolah ... 74

Tabel 12. Jumlah Keterlambatan Subyek setelah Mendapatkan Tindakan Siklus I ... 75

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Wawancara dengan Guru BK Sebelum Tindakan ...94

Lampiran 2. Hasil Wawancara dengan Wali Kelas X MIA dan X IIS ...96

Lampiran 3. Data Jumlah Keterlambatan ke-enam Subyek Berdasarkan Catatan

Guru Piket selama 45 Hari, Sebelum Tindakan. ...99

Lampiran 4. Hasil Wawancara dengan ke-enam Subyek

sebelum Tindakan ... 104

Lampiran 5. Absensi kehadiran Subyek pada Tindakan Kelompok dengan

Pendekatan Brief Counseling Siklus I dan II ... 110

Lampiran 6. Jumlah Keterlambatan Subyek setelah diberikan Tindakan,

Berdasarkan Catatan Guru Piket selama 45 Hari ... 125

Lampiran 7. Hasil Wawancara dengan Subyek, setelah Tindakan Siklus I dan II

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan definisi operasional variabel penelitian. Sub- sub judul tersebut

merupakan bagian dari pendahuluan yang harus ada dalam sebuah penelitian.

Setiap pengertian dan penjabaran didasarkan pada pemahaman logis, ilmiah, dan

dapat dipertanggungjawabkan. Masing-masing sub bagian pendahuluan ini akan

dijabarkan secara singkat, padat dan jelas.

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peran penting dan menjadi modal dasar yang harus

dimiliki oleh setiap orang. Pendidikan juga sebagai penunjang seseorang dalam

mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta keterampilan. Oleh sebab

itu pendidikan menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, khususnya Departemen

Pendidikan Nasional yang mewajibkan belajar sembilan tahun bagi setiap warga

negara (Undang-undang Pendidikan Nasional No.2/1989). Pendidikan yang utama

dan pertama dimulai dari lingkungan keluarga, yaitu melalui relasi anak dengan

kedua orang tua serta anggota keluarga lainnya. Keluarga menjadi peletak dasar

proses pendidikan bagi seorang anak selain lembaga-lembaga pendidikan lainya,

seperti halnya sekolah. Melalui interaksi dengan kedua orang tua, anak belajar

bagaimana memahami orang lain, mengungkapkan perasaan, bertutur dan

berperilaku baik, peka serta peduli terhadap orang lain. Hal tersebut membuktikan

(21)

Pendidikan juga tidak hanya diperoleh melalui keluarga, pendidikan juga

dapat dialami oleh setiap orang melalui jalur pendidikan formal. Pendidikan

formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah. Jalur

pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari Sekolah

Dasar (SD), Sekolah Mengah Pertama (SMP), serta Sekolah Menengah

Atas/Kejuruan (SMA/SMK).

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, tentunya memiliki visi dan

misi yang mulia, dan tentunya antara sekolah satu dengan yang lain memiliki

keunikan/ciri khas dalam merumuskan visi dan misi. Salah satu visi yang pada

umunya ada pada beberapa sekolah, misalnya saja menciptakan suasana belajar

yang kondusif, untuk mengembangkan potensi siswa dalam mewujudkan tujuan

pendidikan nasional. Sekolah diharapkan menjadi tempat dimana siswa tidak

hanya mampu unggul secara akademis, lebih dari itu sekolah diharapkan mampu

membentuk pribadi siswa yang berkarakter yaitu bertanggung jawab, mandiri,

kreatif, menghargai orang lain, bekerja sama serta disiplin. Oleh sebab itu sebagai

lembaga penyelenggara pendidikan, sekolah perlu merumuskan suatu tujuan

pendidikan dengan jelas, matang, cermat dan teliti yang tertuang dalam visi dan

misi.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, juga mengembangkan aturan

yang berlaku untuk mengatur proses belajar mengajar. Salah satu aturan sekolah

disebut tata tertib, atau lebih dikenal dengan disiplin sekolah. Siswa dituntut untuk

mentaati disiplin sekolah guna mencapai keberhasilan proses belajar mengajar,

(22)

dengan baik apabila pelaku displin memiliki sikap disiplin terhadap peraturan

sekolah. Beberapa peraturan sekolah yang harus ditaati oleh siswa bisanya adalah

memakai seragam dengan rapi, mengikuti kegitan belajar, serta datang

tepatwaktu, artinya siswa sudah harus berada di lingkungan sekolah sebelum

pukul 07.00 WIB.

Kehadiran siswa tepat waktu saat masuk sekolah sangat penting bagi proses

pembelajaran, karena dengan hadir di sekolah tepat waktu siswa mengawali

proses belajar dengan perasaan yang tenang, serta membiasakan siswa menjadi

disiplin. Tu’u (2004:2) menjelaskan bahwa membudayakan disiplin dalam

kehidupan sekolah pada siswa dapat memberikan dampak yang positif bagi

kehidupan siswa di luar sekolah. Disiplin yang baik dapat menghasilkan

kehidupan yang teratur. Kedisiplinan merupakan kepatuhan terhadap peraturan

yang berlaku, terutama di lingkungan sekolah (Hurlock, 1980:82). Setiap siswa

diharapkan memiliki kebiasaan datang ke sekolah tepat waktu, artinya tidak

terlambat. Akan tetapi pada kenyataanya fenomena siswa terlambat datang ke

sekolah bisa ditemukan di beberapa sekolah.

Fenomena terlambat pada umunya dialami oleh sebagian siswa SMA Tiga

Maret. Dilihat dari usia perkembangannya, siswa SMA termasuk dalam masa

remaja. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju

masa dewasa. Elizabeth B. Hurlock (1980:207) menjelaskan bahwa salah satu ciri

remaja yaitu berada pada masa periode peralihan, dimana mereka cenderung

menginginkan dan menuntut kebebasan, serta kurang mampu mempertanggung

(23)

Peneliti menemukan kebiasaan datang terlambat ke sekolah pada sebagian

siswa-siswi SMA Tiga Maret, selama melaksanakan tugas Program Pengalaman

Lapangan Bimbingan dan Konseling (PPL BK). Dari hasil pengamatan peneliti,

hampir setiap hari ada beberapa siswa terlambat datang ke sekolah. Kebiasaan

terlambat tersebut sering dialami oleh siswa yang sama. Siswa yang terlambat

akan mendapatkan sangsi. Sangsi yang diberikan biasanya siswa tidak diijinkan

mengikuti satu jam pelajaran, dan diminta membersihkan taman/halaman sekolah,

menyiram tanaman, membersihkan WC guru maupun siswa, membuat tugas

pribadi, dan lain sebagainya. Pemberian sangsi tersebut salah satu upaya

menghentikan atau mengurangi kebiasaan-kebiasaan terlambat pada siswa, akan

tetapi siswa yang mendapat sangsi tersebut justru tidak merasa jera, artinya hari

berikutnya siswa tersebut masih mengulangi kesalahan yang sama. Sangat

disayangkan jika hal ini dibiarkan saja, karena hal tersebut akan berdampak pada

waktu belajar siswa tersita.

Peran guru terutama guru Bimbingan dan Konseling tentu saja sangat

stategis dalam memecahkan masalah tersebut, jika pemberian sangsi tidak lagi

berhasil mengatasi kebiasaan datang terlambat pada siswa. Guru Bimbingan dan

Konseling memiliki tanggung jawab dalam mendampingi siswa yang bermasalah,

khususnya bagi siswa yang sering terlambat. Berdasarkan hasil wawancara

peneliti dengan salah satu guru kelas serta guru BK SMA Tiga Maret, beberapa

guru mengaku kehabisan cara dalam mengatasi masalah tersebut. Kebiasaan

datang terlambat pada beberapa siswa seakan sudah menjadi darah daging dalam

(24)

serta omelan dari guru kelas, dianggap hal yang biasa saja. Melihat kondisi

tersebut, peneliti tertarik mengunakan metode Brief Counseling sebagai upaya

mengatasi kebiasaan siswa terlambat datang ke sekolah, melalui layanan

Konseling Kelompok. Konseling kelompok merupakan salah satu strategi layanan

konseling. Perbedaan mendasar konsep konseling kelompok dengan konseling

individual adalah terletak pada proses kelompok dengan menekankan pada

interaksi sosial antar anggota kelompok. Selain itu masalah yang ditangani

melalui konseling kelompok merupakan masalah yang sama, artinya antara

konseli yang satu dengan yang lain mengalami permasalahan yang sama.

Sedangkan Brief Counseling dikenal sebagai pendekatan konseling yang singkat

dan berfokus pada solusi, artinya dalam proses konseling konselor memfokuskan

pada pemecahan masalah konseli tanpa melihat atau menggali lebih dalam

timbulnya masalah konseli.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk

mengangkat judul “Upaya Mengurangi Kebiasaan Datang Terlambat ke Sekolah Pada Siswa-Siswi SMA Tiga Maret Melalui Layanan Konseling Kelompok dengan Pendekatan Brief Counseling” dalam pemenuhan tugas akhir. Melalui skripsi ini peneliti berharap akan ada manfaat yang dapat diambil

oleh SMA Tiga Maret, dalam usaha mengurangi kebiasaan siswa terlambat datang

ke sekolah. Pemilihan subyek yaitu siswa-siswi yang sering mengalami terlambat

(25)

B.Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, upaya mengurangi kebiasaan

datang terlambat ke sekolah pada siswa-siswi SMA Tiga Maret melalui layanan

konseling kelompok dengan metode Brief Counseling, dapat diidentifikasi

berbagai masalah sebagai berikut:

1. Beberapa siswa yang sama sering mengalami terlambat datang ke sekolah.

2. Beberapa siswa tidak berubah menjadi disiplin setelah mendapatkan sangsi

dari sekolah.

3. Sebagian siswa tidak dapat mengikuti pelajaran dengan baik, karena terlalu

sering terlambat datang kesekolah.

4. Keapada siswa yang sering terlambat sekolah,belum pernah dilaksanakan

kegiatan layanan konseling kelompok dengan pendekatan Brief Counseling.

C.Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, fokus kajian di arahkan pada menjawab upaya

mengurangi kebiasaan terlambat ke sekolah pada siswa-siswi SMA Tiga Maret

melalui layanan konseling kelompok dengan metode Brief Counseling.

D.Rumusan Masalah

1. Apakah kebiasaan terlambat ke sekolah pada siswa-siswi SMA Tiga Maret

dapat dikurangi melaui pemberian layanan konseling kelompok dengan

metode Brief Counseling?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kebiasaan datang terlambat

(26)

3. Seberapa efektifkah layanan konseling kelompok dengan metode Brief

Counseling, sebagai upaya mengurangi kebiasaan terlambat datang ke

sekolah pada siswa-siswi SMA Tiga Maret?

E.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mengurangi kebiasaan datang terlambat ke sekolah pada siswa-siswi SMA

Tiga Maret, melalui pemberian layanan konseling kelompok dengan metode

Brief Counseling.

2. Mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kebiasaan datang

terlambat ke sekolah pada siswa-siswi SMA Tiga Maret.

3. Mengetahui seberapa efektif layanan konseling kelompok dengan metode

Brief Counseling, sebagai upaya mengurangi kebiasaan datang terlambat ke

sekolah pada siswa-siswi SMA Tiga Maret.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi teori konseling kelompok

dan Brief Counseling.

2. Manfaat praktis

a. Bagi lembaga pendidikan sekolah SMA Tiga Maret

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi sekolah dalam usaha

(27)

melalui pemberian layanan konseling kelompok dengan metode Brief

Counseling.

a. Bagi siswa

Membantu siswa dalam mengurangi kebiasaan datang terlambat ke

sekolah.

G.Definisi Operasional Variabel

Adapun Definisi Operasional Variabel dalam penelitian ini yaitu:

1. Disiplin adalah ketaatan seseorang terhadapat aturan atau tata tertib.

2. Kebiasaan datang terlambat kesekolah adalah semua tingkah laku atau

tindakan siswa yang tidak tepat atau melebihi waktu yang telah ditentukan

oleh pihak sekolah.

3. Remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa

dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan soisal-emosional.

4. Konseling kelompok adalah layanan konseling yang diberikan konselor

kepada sekolompok konseli yang terdiri dari empat atau lebih dan memiliki

permasalahan yang sama.

5. Brief Counseling adalah konseling singkat atau ringkas yang berpusat pada

(28)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini mepaparkan hakikat disiplin, hakikat remaja, hakekat konseling

kelompok, serta hakekat Brief Counseling. Ke-empat sub-judul tersebut

merupakan bagian-bagian dari kajian pustaka yang harus ada dalam sebuah

penelitian. Setiap penjabaran didasarkan pada pemahaman logis, ilmiah, dan dapat

dipertanggungjawabkan. Masing-masing sub-bagian akan dijabarkan secara

singkat, padat, dan jelas.

A.Hakikat Disiplin 1. Definisi Disiplin.

Pengertian disiplin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ketaatan

(kepatuhan) kepada peraturan dan tata tertib. Kata disiplin berasal dari bahasa

Latin “disciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian

serta pengembangan tabiat. As. Munandar (Bahrodin, 2007:23) dalam Gusti

Media, mengungkapkan disiplin adalah bentuk ketaatan terhadap aturan, yang

telah ditetapkan. Sementara itu Andre E. Sikula (1981:402) dalam Hidayat Syarif

(2013), mengemukakan bahwa disiplin diartikan sebagai kondisi atau suatu usaha

untuk membentuk perilaku melalui penerapan penghargaan (reward) maupun

hukuman(punishment).

Dari uraian pengertian disiplin di atas dapat disimpulkan bahwa yang

(29)

aturan yang berlaku baik yang muncul dari kesadaran diri, maupun karena adanya

sanksi atau hukuman.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin.

Agar disiplin dapat tumbuh dan terpelihara dengan baik maka terdapat tiga

faktor yang sangat perlu diperhatikan, dalam Hidayat Syarif (2013) menjelaskan

faktor-faktor yang mengaruhi disiplin yaitu, kesadaran, keteladanan dan

penegakan peraturan. Kesadaran adalah faktor utamadalam tegaknya disiplin.

Sedangkan keteladanan dan penegakan peraturan merupakan pendukung terhadap

kesadaran. Keteladanan dan penegakan peraturan tidak akan mampu bertahan

lama bila tidak dilandasi dengan kesadaran yang tumbuh dalam diri seseorang.

Selanjutnya disiplin akan menjadi sesuatu yang dihormati dan dijunjung tinggi

karena dipercaya mampu membimbing dan mengarahkan perilaku setiap anggota

kelompok, bila terdapat komitmen yang tinggi untuk menegakannya tanpa

kecuali. Penerapan disiplin memerlukan adanya ketegasan dan keadilan yang

berlaku bagi semua anggota kelompok tanpa kecuali.

3. Fungsi disiplin.

Menurut Singgih Gunarsa (2002:136) bahwa fungsi utama disiplin adalah

untuk mengajarkan bagaimana mengendalikan diri dengan mudah menghormati

dan mematuhi otoritas atau peraturan yangada. Mardia Bin Smith (2011)

Winataputra (1998:10) menjelaskan bahwa disiplin perlu diberikan kepada siswa

(30)

a. Disiplin perlu diajarkan, pelajari dan di hayati oleh siswa agar siswa

mampu mendisiplinkan dirinya sendiri dan mampu mengendalikan diri

sendiri tanpa di control guru.

b. Tingkat ketaatan siswa yang tinggi terhadap aturan kelas, lebih-lebih jika

ketaatan itu tumbuh dari diri sendiri, bukan dipaksa, akan memungkinkan

terciptanya suasana belajar yang kondusif, yaitu suasana belajar yang

menyenangkan sehingga siswa termotivasi untuk belajar.

c. Kebiasaan untuk mentaati aturan dalam kelas akan memberi dampak

lebih lanjut bagi aturan yang ada dalam masyarakat.

4. Tata tertib SMA Gama

a. Masuk sekolah tepat waktu, pintu gerbang ditutup pukul 07.00 WIB.

Siswa yang datang lebih dari pukul 07.00 tidak boleh masuk kecuali

diantar/membawa surat ijin dari orang tua/wali siswa.

b. Siang hari sehabis kegiatan kegiatan belajar mengajar siswa segera

pulang, pintu gerbang utama ditutup pukul 14.00 WIB.

c. Tidak masuk tanpa keterangan maksimal 12 kali dalam I semester, jika

lebih dari 12 kali dalam I semester akan diserahkan kembali kepada

orang tua.

d. Apabila tidak masuk tanpa keterangan mencapai tiga kali dalam satu

bulan akan dilakukan kunjungan rumah orang tua oleh guru BK.

e. Melaksanakan semua tugas yang diberikan guru baik di sekolah/dirumah

(31)

5. Kebiasaan datang terlambat ke sekolah.

Terlambat datang ke sekolah merupakan salah satu perilaku menyimpang

yang menyalahi segala aturan atau tata tertib yang ada di sekolah, baik secara

tertulis maupun tidak tertulis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

kebiasaan adalah melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari

oleh seorang individu dan yang dilakukanya secara berulang untuk hal yang sama,

sedangkan datang menurut kamus besar bahasa indonesia tiba di tempat yang di

tuju. Wilimore,T.J (1959) dalam Prihani Dwi (2013) menyatakan terlambat

adalah datang tidak pada waktunya.

Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

kebiasaan datang terlambat kesekolah adalah semua tingkah laku atau tindakan

siswa yang tidak tepat atau melebihi waktu yang telah ditentukan oleh pihak

sekolah. Kebiasaan datang terlambat ini jika tidak segera diatasi jelas akan

mempengarui proses belajar mengajar siswa dan lebih jauh lagi memiliki

pengaruh terhadap proses belajar.

B.Hakikat Remaja.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA yang terdiri dari kelas X

yang memiliki kebiasaan datang terlambat ke sekolah. Rata-rata siswa SMA kelas

X berada diusia 16-17 tahun, diamana pada usia tersebut termasuk dalam rentang

usia remaja akhir. Berdasarkan pemilihan subjek yaitu siswa SMA kelas X yang

memiliki kebiasaan datang terlambat ke sekolah, maka sangat penting peneliti

(32)

karakteristik perkembangan remaja. Oleh sebab itu peneliti memaparkan definisi

remaja akhir, ciri-ciri remaja akhir, tugas perkembangan remaja akhir.

1. Devinisi Remaja.

Santrock (2003:26) menjelaskan bahwa remaja (adolencense) diartikan

sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang

mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional. Masa remaja adalah

bagian dari perjalanan hidup, dan karena itu bukanlah merupakan masa

perkembangan yang terisolasi. Walaupun remaja mempunyai ciri unik, yang

terjadi pada masa remaja saling berkaitan dengan perkembangan dan pengalaman

pada masa ana-anak dan dewasa.

Masa remaja dimulai kira-kira dari usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir

antara usia 18 dan 22 tahun. Banyak ahli perkembangan yang menggambarkan

remaja sebagai remaja awal dan akhir. Masa remaja awal (early adolencense)

kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama (SMP) dan mencakup

kira-kira sama dengan masa pubertas. Sedangkan masa remaja akhir (late

adolencense) menunjuk pada kira-kira setelah usia 15 tahun. Minat pada karir,

pacaran, dan eksplorasi identitas seringkali lebih nyata dalam masa remaja akhir

dibandingkan dengan masa remaja awal.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah

masa transisi perkembangan dari masa kanak menuju dewasa. Masa remaja berada

pada usia 10-13 tahun dan berakhir antara usia 18 dan 22 tahun, yang ditandai

adanya perubahan yang meliputi biologis, kognitif dan sosial-emosional. Remaja

(33)

pada usia 16-18 tahun. Minat pada remaja akhir cenderung kearah persiapan karir,

pacaran, dan eksplorasi identitas.

2. Ciri-ciri remaja.

Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang

kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya

dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciriremaja Menurut Hurlock (1980:

207).

a. Masa remaja sebagai periode yang penting.

Kendati semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting, namun

kadar kepentingannya berbeda-beda. Remaja diharapkan mampu melalui

setiap rentang periode yang ada, karena jika satu periode terlewatkan bisa

membawa pengaruh dalam masa pertumbuhannya.

a. Masa remaja sebagai periode peralihan.

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah

terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari suatu

tahap berkutnya. Artinya apa yang terjadi sebelumnya akan

meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan

datang.

b. Masa remaja sebagai periode perubahan.

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar

dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa, ketika perubahan

(34)

berlangsung pesat. Ada empat perubahan yang sama dan hampir bersifat

universal, peruban tersebut adalah:

1) Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat

perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.

2) Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok

sosial untuk diperankan, menimbulkan masalah baru.

3) Berubahnya minat dan pola prilaku, maka nilai-nilai juga berubah.

4) Sebagian besar remaja bersikap ambivalenterhadap setiap perubahan.

Mereka cenderung menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi

merka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan

kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut.

Perubahan ini sejalan dengan apa yang dialami oleh sebagian besar

siswa SMA Tiga Maret, khususnya siswa yang menjadi subyek dalam

penelitian ini. Perilaku terlambat ke sekolah yang dialami hampir

setiap harinya menunjukan sikap dan keinginan mereka pada

kebebasan dan kurang adanya minat untuk mematuhi peraturan yang

ada.

c. Masa remaja sebagai masa pencari identitas.

Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa

dirinya, dan apa perannya dalam masyarakat. Apakah dirinya seorang

anak atau seorang dewasa?, dan apakah nantinta ia akan menjadi seorang

(35)

d. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.

Seperti ditunjukkan oleh Majeres, “banyak anggapan populer tentang

remaja yang mempunyai arti yang bernilai, sayangnya banyak

diantaranya bersifat negatif” (101). Anggapan tersebut seperti halnya

bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak bisa dipercaya, dan

cenderung berperilaku merusak. Hal tersebut menyebabkan sebagian

orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja

mudah takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap

perilaku remaja laninya.

e. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik.

Remaja cenderung memiliki cita-cita atau keinginan yang kurang ralistik,

dan apa yang menjadi cita-cita atau keinginannya tidak hanya bagi

dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temanya. Remaja

akan sakit hati dan kecewa apabila orang-orang disekelilinga

mengecewakannya, terlebih kita apa yang menjadi cita-cita atau

keinginannya tidak tercapai.

f. Masa remaja sebagai ambang dewasa.

Pada ciri ini remaja mulai gelisah untuk meninggalkan stereotip usia

belasan tahun dan berusaha memberikan kesan bahwa mereka sudah

hampir dewasa. Oleh sebab itu remaja mulai memusatkan diri pada

perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, misalnya saja

merokok, dan minum minuman keras. Mereka menganggap bawa

(36)

3. Tugas perkembangan remaja.

Erikson (Adams & Gullotta, 1983: 36-37; Coger, 1977: 92-93) berpendapat

bahwa remaja merupakan masa perkembangannya identity. Identity merupakan

vocalpoit dari pengalaman remaja, karena semua krisis normatif yang sebelumnya

telah memberikan kontribusi kepada perkembangan identitas ini. Erikson

memandang pengalaman hidup remaja berada dalam keadaan moratorium, yaitu

suatu periode saat remaja diharapkan mampu mempersiapkan dirinya untuk masa

depan, dan mampu menjawab pertanyaan siapa saya (who am I?).

Apabila remaja gagal dalam mengembangkan rasa identitasnya, maka

remaja akan kehilangan arah, bagaikan kapal yang kehilangan kompas.

Dampaknya mereka mungkin akan mengembangkan perilaku yang yang

menyimpang (delingquent), melakukan krimininalitas, atau menutup diri dari

masyrakat. Menurut Hurlock (1990: 209) tugas perkembangan pada masa remaja

akhir adalah sebagai berikut:

a. Berusaha mampu menerima keadaan fisiknya.

Sebagian remaja merasa sulit menerima keadaan fisiknya yang banyak

mengalami perubahan. Remaja diharapkan mampu menerima bukan

menolak keadaan fisiknya yang mulai mengalami beberapa perubahan.

b. Berusaha mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

Memahami peran seks dewasa yang diakui masyarakat tidaklah

mempunyai banyak kesulitan bagi anak laki-laki; mereka telah didorong

dan diarahkan sejak awal masa kanak-kanak. Tetapi halnya berbeda bagi

(37)

didorong untuk memainkan peran sederajat, sehingga usaha untuk

mempelajari peran feminim dewasa yang diakui masyarakat dan

menerima peran tersebut, seringkali merupakan tugas pokok yang

memerlukan penyesuain diri selama bertahun-tahun. Karena adanya

pertentangan selama akhir masa kanak-kanak dan masa puber, maka

mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis berarti harus mulai dari

nol dengan tujuan untuk mengetahui mengenai lawan jenis dan

bagaimana harus bergaul dengan mereka.

c. Berusaha mencapai kemandirian emosional.

Bagi remaja yang sangat mendambagakan kemandirian, usaha untuk

mandiri secara emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lain

merupakan tugas perkembangan yang mudah. Namun kemandirian

emosional tidaklah sma dengan kemandirian perilaku. Banyak remaja

yang ingin mandiri, juga ingin dan membutuhkan rasa aman yang

diperoleh dari ketergangguan emosi pada orang tua atau orang-orang

dewsa lain.

d. Berusaha mencapai kemandirian ekonomis.

Kemandirian ekonomis tidak dapat dicapai sebelum remaja memilih

pekerjaan dan mempersiapkan pekerjaan yang memerlukan periode

pelatihan yang lama, tidak ada jaminan kemandirian ekonomis bilamana

(38)

e. Berusaha mengembangkan konsep dan keterampilan-keterampilan

intelektual yang sangat diperlukan untuk melukukan peran sebagai

anggota masyarakat.

Sekolah dan pendidikan tinggi menekankan perkembangan keterampilan

intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan sosial. Namun hanya

sedikit remaja yang mampu menggunakan keterampilan dan konsep ini

dalam situasi praktis. Mereaka yang aktif dalam berbagai aktivitas

ekstrakurikuler menguasai praktek demikian, namun mereka yang tidak

aktif karena harus bekerja setelah sekolah atau karena tidak diterima oleh

teman-teman, maka tidak memperoleh kesempatan mengembangkan

keterampilan dan kecakapan sosial.

f. Berusaha memahami dan mengintemalisasikan nilai-nilai orang dewasa

dan orang tua.

Sekolah dan pendidikan tinggi juga mencoba untuk membentuk

nilai-nilai yang sesuai dengan nilai-nilai-nilai-nilai orang dewasa; orang tua berperan

banyak dalam perkembangan ini.

g. Berusaha mengembangkan perilaku tanggungjawab sosial yang

diperlukan untuk memasuki dunia dewasa.

Erat hubungannya dengan masalah pengembangan nilai-nilain yang

selaras dengan dunia nilai orang dewasa yang akan dimasuki, adalah

tugas untuk mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab.

Sebagaian besar remaja ingin ingin diterima oleh teman-teman sebaya,

(39)

dewasa dianggap tidak bertanggung jawab. Misalnya saja, saat menolong

memberikan jawaban ujian kepada teman, maka rema harus memilih

antara standar dewasa dan standar teman sebaya.

h. Berusaha mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

Kecenderungan untuk menikah diusia dini atau muda, maka persiapan

pernikahan merupakan tugas perkembangan yang sangat penting dalam

tahun-tahun remaja.

i. Berusaha memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab

kehidupan keluarga.

C.Hakikat Konseling Kelompok. 1. Definisi Konseling Kelompok.

Konseling kelompok, menurut Pauline Harrison (2002) adalah konseling

yang terdiri dari empat sampai delapan konseli yang bertemu dengan satu sampai

dua konselor. Dalam prosesnya, konseling kelompok dapat membicarakan

beberapa masalah, seperti kemampuan dalam membangun hubungan dan

komunikasi, pengembangan harga diri, dan keterampilan-keterampilan dalam

mengatasi masalah. Pengertian tersebut sejalan dengan pendapat Juntika Nurihsan

(2006:24) yang mengatakan bahwa konseling kelompok adalah suatu bantuan

kepada individu dalam situasi kelompok yang bersifat pencegahan dan

penyembuhan, serta diarahkan pada kemudahan dalam perkembangan dan

(40)

Corey (1990) dalam Group Counseling Developmental Approach memberi

pengertian konseling kelompok adalah sebuah proses interpersonal yang dianamis

yang terfokus pada kesadaran, pikiran dan perilaku yang berguna sebagai fungsi

terapi, pemahaman yang benar, pelepasan (katarsis), membangun kepercayaan

saling peduli, saling memahami, saling menerima, dan saling mendukung.

Sementara itu,James C. Hansen & Richard W. Warner (1976) mengatakan:

Group counseling is an interpersonal process involing a counselor and several

members who explore themselves and their situations in an attempt to modify their

attitudes and behaviors. Pernyataan ini menjelaskan bahwakonseling kelompok

adalah proses interpersonal yang melibatkan konselor dan beberapa anggota yang

mengeksplorasi diri dan situasi mereka dalam upaya untuk mengubah sikap dan

perilaku mereka.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling

kelompok adalah, usaha konselor dalam memberikan bantuan kepada individu

dalam situasi kolompok yang terdiri dari empat sampai delapan orang. Konseli

yang tergabung dalam kelompok memiliki permasalahan yang sama.

2. Konseling Kelompok di Sekolah Menengah

Budi Hastuti dalam modul konseling individual menjelaskan bahwa

konseling kelompok di sekolah menengah adalah suatu layanan yangdiberikan

kepada para siswa sebagai bagian dari suatu program layananbimbingan dan

konseling di sekolah menengah lanjutan yang komprehensif (Campbell & Dahir,

1997;Gysbers & Henderson, 2000). Implementasi layanankonseling kelompok

(41)

temuan bahwa banyak konselor sekolah menengah yangecara efektif

merencanakan dan menerapkan layanan konseling kelompok secara berkelanjutan.

Perencanaan dan penerapan layanan konseling kelompok difokuskan pada

kebutuhan-kebutuhan para siswa pada saat ini dalam parameter sekolah. Fokus

layanan bagi siswa digolongkan pada pencegahan, pengembangan, dan beorientasi

krisis (Myrick, 1993). Contoh konseling kelompok di sekolah menengah

mencakup permasalahan-permasalahan kesadaran tentang obatobatan terlarang

(narkoba), hubungan-hubungan efektif dalam hubungan sosial,

keterampilan-keterampilan belajar, perencanaan karir, perubahan masa-masa transisi, masalah

broken home, kesedihan akibat perceraian orang tua, dan sebagainya.

3. Tujuan layanan konseling kelompok.

Tujuan umum dari layanan konseling kelompok dapat ditemukan dalam

sejumlah literatur profesional yang mengupas tentang tujuan konseling kelompok,

sebagaimana ditulis oleh Ohlsen, Dinkmeyer, Muro, serta Corey (dalam Winkel,

1997) sebagai berikut.

a. Masing-masing konseli mampu menemukan dirinya dan memahami

dirinya sendiri dengan lebih baik. Berdasarkan pemahaman diri tersebut,

konseli rela menerima dirinya sendiri dan lebih terbuka terhadap

aspek-aspek positif kepribadiannya.

b. Para konseli mengembangkan kemampuan berkomunikasi antara satu

individu dengan individu yang lain, sehingga mereka dapat saling

memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan

(42)

c. Para konseli memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan

mengarahkan hidupnya sendiri, mula-mula dalam kontak antar pribadi di

dalam kelompok dan kemudian juga dalam kehidupan sehari-hari di luar

lingkungan kelompoknya.

d. Para konseli menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih

mampu menghayati perasaan orang lain. Kepekaan dan penghayatan ini

akan membuat para konseli lebih sensitif terhadap kebutuhan psikologis

dan alam perasaan sendiri.

e. Masing-masing konseli menetapkan suatu sasaran yang ingin mereka

capai, yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstruktif.

f. Para konseli lebih menyadari dan menghayati makna dari kehidupan

manusia sebagai kehidupan bersama, yang mengandung tuntutan

menerima orang lain dan harapan akan diterima oleh orang lain.

g. Para konseli belajar berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok

secara terbuka, dengan saling menghargai dan saling menaruh perhatian.

Pengalaman bahwa komunikasi yang demikian dimungkinkan, akan

membawa dampak positif dalam kehidupan dengan orang lain yang dekat

padanya.

4. Pentingnya Konseling Kelompok

Budi Hastuti dalam Ohlsen, Horne, and Lawe (1988) mendeskripsikan

pentingnya konseling kelompok dalam sejumlah kekuatan yang disajikan dalam

banyak situasi konseling kelompok. Setiap konseli memiliki perasaan ingin

(43)

dan perasaan aman. Saat kekuatan ini tidak ada, konseli cenderung melakukan

tindakan burukseperti permusuhan, mundur, atau bersikap apatis. Lebih lanjut

Yalom (1985) mendiskusikan keberhasilan sebuah proses konseling kelompok

diketahui dengan adanya dinamika kelompok yang kondusif. Faktor-faktor yang

perlu diperhatikan dalam konseling kelompok antara lain:

a. Altruisme (mementingkan kepentingan orang lain). Konseling kelompok

melatih anggota untuk saling memberi dan menerima. Kemungkinan

selamaini konseli menganggap dirinya sebagai beban keluarga, namun

dalamkonseling kelompok, konseli dapat berperan penting bagi orang

lain. Konseli dapat menolong, memberikan dukungan, keyakinan,

saran-saran pada konseli lain, sehingga dapat meningkatkan harga dirinya dan

merasa berharga dimata orang lain.

b. Kohesivitas kelompok (merasakan koneksi atau hubungan dengan orang

lain). Rasa kebersaman dan ketertarikan anggota pada kelompok dapat

membuat rasa bersatu, satu anggota dengan anggota yang lain dapat

saling menerima, sehingga dapat membentuk hubungan yang berarti

dalam kelompok.

c. Belajar interpersonal (belajar dari anggota lain). Kelompok merupakan

mikro kosmik sosial. Jika konseli dapat berhasil berinteraksi dengan baik

dalam kelompok, maka pengalaman ini diharapkan dapat dilakukan di

luar kelompok.

d. Bimbingan (memberikan bantuan dan membimbing). Bimbingan bersifat

(44)

baik,cara menumbuhkan kepercayaan diri, topik kesehatan mental, dan

lain-lain.

e. Katarsis (melepaskan perasaan-perasaan dan emosi-emosi). Katarsis

merupakan faktor penyembuh dalam konseling kelompok. Melalui

katarsis dalam proses konseling kelompok, konseli datang dengan penuh

gejolak emosi, selanjutnya konseli dapat mengekspresikannya dengan

bantuan konselor maupun anggota lainnya.

f. Identifikasi (pemberian modeling bagi anggota atau pemimpin

kelompok). Seringkali konseli memperoleh manfaat dari pengamatannya

dalam proses konseling kelompok. Konseli dapat mengamati dan meniru

cara konselor maupun anggota lain dalam bersikap dan memecahkan

masalah.

g. Family reenactment (merasakan sebagai satu keluarga dan belajar

daripengalaman). Konselor, asisten konselor, dan anggota kelompok

dapat dipandang sebagai representasi dari keluarga asal konseli. Konseli

seperti mengulang pengalaman masa kecilnya dalam keluarga asal. Dari

sini konseli akan belajar perilaku baru dalam berhubungan dengan orang

lain.

h. Pemahaman diri atau self understanding (memperoleh pemahaman

pribadi). Umpan balik dari anggota akan menolong konseli untuk

(45)

i. Dorongan pengharapan (merasa penuh harapan tentang satu kehidupan).

Harapan konseli untuk berubah akan membuatnya bertahan dalam

konseling. Apalagi bila terdapat teman yang berhasil dalam konseling.

j. Universalitas (tidak merasa kesepian). Konseli sering beranggapan

bahwa hanya dirinya sendiri yang memiliki masalah dan masalah tersebut

unik sehingga orang lain tidak akan pernah memiliki masalah tersebut.

Namun ketika konseli mengetahui berbagai masalah yang juga unik yang

dihadapi oleh anggota kelompok, maka konseli akan merasakan dirinya

tidak sendiridan tidak terisolasi.

k. Faktor eksistensial (mendatangkan pemahaman akan pasang surutnya

kehidupan). Kadang-kadang ada konseli yang menganggap bahwa

hidupini tidak adil dan tidak seimbang. Kemudian konseli

mempertanyakan tentang hidup dan mati. Di dalam konseling kelompok

topik seperti ini dapat muncul dan didiskusikan. Tanggapan dan

dukungan dari anggota lain akansangat banyak menolong.

Kemampuan memberikan layanan konseling kelompok sangat penting bagi

konselor, karena seorang konseli terkadang membutuhkan suasana kelompok

untuk memecahkan kesulitannya dan permasalahan konseli kemungkinan tidak

dapat terselesaikan melalui konseling individual. Oleh karenaitu, pengembangan

pengetahuan dan penguasaan pendekatan-pendekatan dalam layanan konseling

(46)

5. Tahap-tahap layanan konseling kelompok.

Tahapan-tahapan konseling kelompok terdiri dari:

a. Pembukaan.

Diletakkan dasar bagi pengembangan hubungan antar pribadi (working

relationship) yang baik, yang memungkinkan pembicaraan terbuka dan

terarah pada penyelesaian masalah. Yang paling pokok adalah

pembukaan pada awal proses konseling kelompok, bila kelompok saling

bertemu untuk pertama kali. Mengingat jumlah pertemuan pertemuan

lebih dari satu kali, pertemuan-pertemuan berikutnya juga memakai suatu

pembukaan, tetapi caranya akan lain dibanding dengan pembukaan pada

waktu saling bertemu untuk pertama kali. Selain itu dalam pembukaan ini

terjadi perkenalan konseli satu dengan yang lain serta konselor sendiri.

b. Penjelasan masalah.

Masing-masing konseli mengutarakan masalah yang dihadapi berkaitan

dengan materi diskusi, sambil mengungkapkan pikiran dan perasaannya

secara bebas. Selama seseorang konseli mengungkapkan apa yang

dipandangnya perlu dikemukakan, konseli lainnya mendengarkan dengan

sungguh-sungguh dan berusaha ikut menghayati ungkapkan pikiran

perasaan temanya. Mereka dapat menanggapi ungkapan teman dengan

memberikan komentar singkat, yang menunjukan ungkapan itu telah

ditangkap dengan konkret. Setelah semua konseli selesai

(47)

meringkas apa yang dikatakan oleh masing-masing konseli dan

mengusulkan suatu perumusan masalah yang umum, yang mencakup

semua ungkapan yang telah dikemukakan oleh para konseli.

c. Penggalian latar belakang masalah.

Karena para konseli pada fase (2) biasanya belum menyajikan gambaran

lengkap mengenai kedudukan masalah dalam keseluruhan situasi hidup

masing-masing, diperlukan penjelasan lebih mendetail dan mendalam.

Pada fase ini konselor membawa kelompok masuk ke fase analisis kasus,

dengan tujuan supaya para konseli lebih memahami latar belakang

masalahnya sendiri-sendiri dan masalah teman, dan sekaligus mulai

sedikit mengerti tentang asal-usul permasalahan yang dibahas bersama.

d. Penyelesaian masalah.

Berdasarkan apa yang telah digali dalam fase analisis kasus,konselor dan

para konseli membahas bagaimana persoalan dapat diatasi. Kelompok

konseli selama fase ini harus ikut berpikir, memandang, dan

mempertimbangkan, narnun peranan konselor di institusi pendidikan

dalam mencari bersama penyelesaian permasalahan pada umumnya lebih

besar.

e. Penutup.

Bilamana kelompok sudah siap untuk melaksanakan apa yang telah

diputuskan bersama, proses konseling dapat diakhiri dan kelompok

(48)

selesai, pertemuan yang sedang berlangsung ditutup untuk dilanjutkan

pada lain hari.

6. Keterampilan konselor dalam konseling kelompok.

Peran konselor dalam dalam konseling kelompok sangat penting dan bahkan

menjadi salah satu faktor keberhasilan konseling kelompok. Oleh sebab itu

konselor perlu memimiliki keterampilan-keterampilan dalam proses memberikan

layanan konseling kelompok. Budi Hastuti (2012) menjelaskan

keterampilan-keterampilan konselor yang perlu dikuasai ialah:

a. Keterampilan pada pemecahan masalah (problem solving).

b. Keterampilan interaksi sosial.

c. Keterampilan komunikasi, information giving.

D.Hakikat Brief Counseling/Konseling Singkat Berfokus Pada Sulusi 1. Konsep Dasar Brief Counseling

Pada akhir tahun 1970an, psikoterapi di Amerika Serikat mengalami masa

puncaknya. Bukti dari kejaan ini adalah pelayanan kesehatan mental menjadi yang

utama, selain itu buku-buku tentang self-help banyak ditemukan dan menjadi

daftar buku terlaris. Pada awal tahun 1990an, ada perubahan secara dramatis.

Walaupun buku-buku tentang self-help, menjadi buku terlaris, dan profesi

psikoterapi mendominasi saat itu. Sesuatu yang lain terjadi mada masa itu, di

Milwaukee, Wisconsin, sebuah tim yang dipimpin oleh Insoo Kim Berg dan Steve

de Shazer mulai bekerja dengan klien melalui pendekatan baru yang sangat

(49)

dikenal dengan Konseling Singkat Berfokus Pada Solusi. (Kelly.S.M., Kim.S.J.,

Franklin.C; 2008)

Melalui pendekatan ini, klien sendiri dipandang sebagai ahli dalam

permasalahannya sendiri. Ide-ide utamanya, bahwa kekuatan klien sangat

berpengaruh, bahwa perubahan klien itu terus menerus, dan klien dapat dipercaya

untuk menemukan sendiri solusi bagi persoalannya, merupakan alternative yang

diterima. Melalui pendekatan Brief Counseling ini, para konselor dapat

menggunakan teknik-teknik seperti miracle question, coping questions, dan

scaling questions untuk mengidentifikasi tujuan dan kekuatan klien untuk

membantu mereka membuat perubahan dalam hidupnya.

2. Definisi Brief Counseling.

Brief dalam bahasa indosesia berarti singkat atau ringkas. Brief Counseling

berarti konseling singkat atau konseling ringkas yang berpusat pada solusi.

Singkat atau ringkas mengindikasikan waktu yang pendek, dan hasil efektif. Brief

Counseling menemukan short cut yang menghubungkan antara pikiran, perasaan

dengan perilaku. Diantara ketiga hal itu terdapat rangkaian kode-kode perilaku

yang kemudian diekstrak dan dijabarkan menjadi teknik-teknik konseling yang

dapat diaplikasikan secara mudah. Dalam konseling singkat berfokus pada solusi,

konseli mendapatkan makna yang sangat pribadi dari setiap kejadian dalam

hidupnya, sebagaimana ia jelaskan dalam narasi yang juga bersifat personal.

Dalam pemahaman ini, penting bagi konselor untuk memberikan empati lebih

besar lagi, siap sedia bekerjasama, menjaga sikap ingin tahu, tetapi tetap penuh

(50)

3. Kelebihan Brief Counseling

a. Brief Counseling merupakan pendekatan yang mengusulkan sebagai

fakta bahwa orang mempunyai kekuatan-kekuatan; lebih dari itu Brief

Counseling mengungkapkan bahwa kekuatan-kekuatan bersifat

sekarang/kekinian, dalam membantu klien menata keadaan mereka. Klien

bukan tidak bisa mengatasi persoalannya tetapi kekuatan yang melekat

dalam diri mereka sendirilah yang akan secara mutlak digunakan untuk

mengatasi persoalannya sendiri.

b. Brief Counseling berpusat pada klien

Brief Counseling dimulai dari klien yang berada dalam posisi yang kuat,

dengan menciptakan konteks di mana klien dapat menentukan tujuannya

sendiri dan dapat membuat keputusan tentang bagaimana dan dimana

mereka berharap untuk membuat perubahan dalam hidupnya sendiri.

c. Brief Counseling membangun komitmen perubahan kecil.

Seorang yang terbiasa menunda pekerjaan, akan dapat menyelesaikan

seluruh pekerjaan ketika ia berhasil dalam pelajaran menuntaskan sebuah

pekerjaan kecil. Spirit Brief Counseling adalah, sebuah perubahan kecil

akan diikuti oleh perubahan yang lebih besar. Jadi target konseling

dengan teknik ini bukan meyelesaikan seluruh permasalahan dalam satu

kali tebas, tetapi membagun komitmen untuk berubah dari sesuatu yang

sangat kecil, yakni sebuah perilaku yang diharapkan membuat mereka

(51)

d. Brief Counseling itu bersifat portable

Brief Counseling mudah dibawa kemana-mana. Tidak membutuhkan

equipment yang rumit. Mudah diaplikasikan dalam berbagai konteks

kehidupan, seperti konseling pastoral, konseling individual, konseling

keluarga dan yang lainnya.

e. Brief Counseling mudah diadaptasi.

Teknik ini berkembang dalam budaya Amerika, tetapi sesungguhnya

teknik ini sangat mudah disesuaikan dengan berbagai kultur.

4. Teknik-teknik Brief Counseling.

Brief Counseling memiliki lima teknik, yang diawali dengan teknik

bercerita bebas, kemudian terapetik, serta penutup. Terapetik merupakan inti dari

keseluruhan proses Brief Counseling, dimana didalamnya terdapat empat teknik

yang sangat penting, yaitu: penskalaan, pengecualian, pertanyaan ajaib, dan

menjinakkan ranjau, dibawah ini akan dijelaskan melaui bagan dan keterangannya

mengenai teknik konseling singkat berfokus pada solusi.

Gambar 1.Bagan teknik Brief Counseling

Bercerita bebas

Terapetik

Penutup

Penskalaan

Pertanyaan ajaib pengecualiaan

(52)

Keterangan bagan:

a. Teknik Bercerita Bebas

Teknik bercerita bebas merupakan awal dari kegitan konseling singkat

berfokus pada solusi, dalam teknik ini konselor mengajak konseli untuk

mebagikan pengalaman baik mereka atau pengalaman yang membuat

mereka bahagia kepada konseli lainya. George, Iveson dan Ratner

(1990) merumuskan teknik ini sebagai solusi penting yang berfokus

pada teknik dan sangat bermanfaat untuk tetap menjaga kedekatan

dengan klien. Dengan teknik ini konselor mengajak klien mendiskusikan

hal-hal positif dalam hidup, hal-hal baik yang terjadi dalam hidup dan

apa yang bermanfaat bagi mereka. Sebagaisebuahteknik berfocus

padasolusi,teknik berceritera bebasini sangat bermanfaat untuk

menghindari percakapan yangjustru memperlemah semangat dan

sumber dayakonseli. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan,

perhatian, sumber daya dan kekuatan konseli sangatlah penting untuk

mengimbangi kondisi tidak stabil,sakit, stress dan gejala-gejala lain.

b. Penskalaan

Penskalaan adalah sebuah teknik yang dapat rnenuntun konselor

maupun konseli untuk membuat permasalahan yang pada mulanya

terasa kompleks danabstrak menjadi lebih konkrit dan manajebel

(DeJong&Miller, 1995). Acapkali pikiran, perasaan, dan perilaku

konseli tidak realistik atau mengawang awang, maka dibutuhkan teknik

Gambar

Gambar 1. Bagan  teknik Brief Counseling  ...............................................
Gambar 1.Bagan teknik Brief Counseling
Tabel 1. Recana Jadwal  Penelitian
Tabel 2. Tahapan penelitian tindakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rantau perbandingan dalam Rajah 4 yang merangkumi data keseluruhan peribahasa Melayu dan Tamil menunjukkan perbezaan ketara bagi nilai kerajinan dari aspek domain, konsep ad

Tanda-tanda tersebut mempunyai makna yang tersirat yang perlu ditanggapi dengan jelas dan teliti dalam kajian ini kerana hasil sastera perlu ditafsirkan untuk mendapat maknanya

Diharapkan agar pihak Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi kota Malang tetap melakukan sosialisasi-sosialisasi berupa bimbingan teknis membuat peraturan perusahaan

Dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 ditegaskan bahwa, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut 6 Susilo Suharto, Kekuasaan Presiden Republik Indonesia

DARUSSALAM-BANDA ACEH 2018 M/1439 H.. Aceh Besar masih tergolong sangat rendah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurangnya penggunaan model dan

Dalam hal ini perlu penyelesaian agar tidak terjadi perselisihan akan tetapi harus sesuai dengan syara’. Adapun orang yang bermusyawarah dengan jalan

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengevaluasi lebih lanjut dan menuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Evaluasi

Dengan demikian, maka pengembangan media kitab ro’sun sirah dengan pendekatan permainan menjadi hal baru, dan memiliki nilai kemanfaatan yang besar dalam